Anda di halaman 1dari 22

NASKAH SEMINAR

TUGAS AKHIR
ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) PADA TAHAP KONSTRUKSI BANGUNAN
GEDUNG MENGGUNAKAN APLIKASI BIM (BUILDING INFORMATION MODELING)
Studi Kasus: Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi
Sarjana Teknik Sipil

Acc Sidang 19 April 2021

Disusun oleh :

METUSALAH IVAN TJANDRAWIRA


16/400309/TK/45323

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA

2021
Naskah Seminar April 2021

ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) PADA TAHAP KONSTRUKSI BANGUNAN
GEDUNG MENGUNAKAN APLIKASI BIM (BUILDING INFORMATION MODELING)
(Studi kasus: Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM)

Metusalah Ivan Tjandrawira


Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
m.ivan.tjandrawira@mail.ugm.ac.id

Kartika Nur Rahma Putri, ST., MT.


Dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
kartikanurrahmaputri@ugm.ac.id

INTISARI
Pertumbuhan di dalam sektor konstruksi merupakan suatu hal yang baik dan dapat menstimulasi perkembangan pada
sektor pembangunan lainnya, namun sektor konstruksi juga merupakan salah satu sektor yang turut berkontribusi
pada konsumsi energi serta menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berdampak buruk pada lingkungan.
Dikutip dari laporan yang dirilis oleh World Green Building Council (WorldGBC), sektor bangunan dan konstruksi
bertanggung jawab pada 39% dari jumlah keseluruhan emisi GRK yang dihasilkan semua sektor dimana 28% berasal
dari emisi operasional bangunan dan 11% berasal dari emisi material dan proses konstruksi bangunan. (World Green
Buiding Council, 2019). Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui konsumsi energi serta emisi GRK yang
dihasilkan pada pembangunan Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM. Pemodelan dilakukan dengan
menggunakan aplikasi berbasis BIM (Building Information Modeling) dan gambar As Built Drawing yang digambar
oleh kontraktor pelaksana. Dari hasil pemodelan tersebut akan dianalisis konsumsi energi dan emisi GRK yang
dihasilkan menggunakan pendekatan life cycle assessment. Dari hasil analisis yang telah dilakukan, proyek
pembangunan Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM menyebabkan emisi gas rumah kaca sebesar 173.753,04
kgCO2eq. Bangunan gedung precast sekretariat KMTS FT UGM memiliki luas bangunan sebesar 441 m2, sehingga
didapatkan jumlah emisi gas rumah kaca per satuan luas adalah sebesar 394 kgCO2eq per m2 bangunan dengan
dengan kontribusi emisi dari material sebesar 168.465,66 kgCO2eq (96,96%), emisi dari transportasi komponen
precast sebesar 632,41 kgCO2eq (0,36%), dan emisi dari ereksi komponen precast sebesar 4.654,96 kgCO2eq
(2,68%).
Kata Kunci: Building Information Modeling, konsumsi energi, emisi gas rumah kaca, life cycle assesment, precast.
1. PENDAHULUAN proses konstruksi bangunan (World Green Buiding
Council, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa
1.1 Latar Belakang pentingnya sektor konstruksi untuk dapat memahami
Salah satu indikator kemajuan sebuah negara dapat dan menangani permasalahan emisi yang dihasilkan di
dilihat dari kemajuan sektor konstruksi di negara dalam sektor ini. Penelitian ini mengukur emisi GRK
tersebut, semakin maju sebuah negara maka sektor yang dihasilkan melalui pemodelan yang dilakukan
konstruksi di negara tersebut cenderung akan semakin dengan aplikasi berbasis BIM (Building Information
banyak (Suhartono, 2012). Dikutip dari buku Indikator Modeling) yaitu Autodesk Revit melalui pendekatan
Konstruksi Triwulan IV-2019 yang diterbitkan oleh life cycle assessment. Penelitian tentang perhitungan
Badan Pusat Statistik, kontribusi konstruksi dalam GRK sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun,
perekonomian Indonesia cukup besar, yaitu 11,26% pada penelitian sebelumnya mayoritas membahas
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tentang proyek konstruksi jalan dan belum
(Subdirektorat Statistik Konstruksi, 2020). Namun di mengaplikasikan BIM di dalam penelitian. Hal inilah
sisi lain, sektor konstruksi juga berpotensi besar dalam yang mendorong penulis untuk meneliti tentang
penurunan kualitas lingkungan. Dikutip dari laporan pengaplikasian BIM dalam mengukur emisi GRK
yang dibuat oleh World Green Building Council pada proyek pembangunan Gedung Precast
(WorldGBC), sektor bangunan dan konstruksi Sekretariat KMTS FT UGM. Selain itu, diharapkan
bertanggung jawab pada 39% dari jumlah keseluruhan agar penelitian ini dapat memberikan gambaran
emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan semua tentang manfaat penerapan BIM pada proyek
sektor, dimana 28% berasal dari emisi operasional konstruksi agar dapat digunakan semaksimal mungkin
bangunan dan 11% berasal dari emisi material dan di masa yang akan datang.
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 2
Naskah Seminar April 2021

1.2 Rumusan Masalah 3. Menambah wawasan untuk mahasiswa termasuk


penulis agar dapat termotivasi untuk mempelajari
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan menerapkan konsep BIM dalam dunia
maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai konstruksi di Indonesia.
berikut :
2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Metode apakah yang digunakan untuk perhitungan
emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahapan 2.1 Studi Pustaka
konstruksi?
Beberapa penelitian yang dijadikan sebagai tinjauan
2. Berapa jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang pustaka adalah sebagai berikut:
dihasilkan dalam pembangunan Gedung Precast 1. Jurnal penelitian berjudul Analisis Konsumsi
Sekretariat KMTS FT UGM? Energi dan Emisi Gas Rumah Kaca pada Tahap
3. Kegiatan apa yang paling banyak berkontribusi di Konstruksi, Studi Kasus : Konstruksi Jalan
dalam emisi gas rumah kaca (GRK) dalam Cisumdawu (Agung Mulyana and Reini D.
konstruksi? Wirahadikusumah, 2017). Penelitian ini membahas
tentang perhitungan konsumsi energi dan emisi gas
1.3 Tujuan Penelitian rumah kaca yang dihasilkan dari pembangunan
Jalan Cisumdawu di Jawa Barat. Penelitian ini
Dari beberapa rumusan masalah di atas, tujuan tugas menyimpulkan estimasi konsumsi energi dan emisi
akhir ini adalah : gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan pada
1. Mengetahui metode perhitungan emisi gas rumah pekerjaan jalan bebas hambatan Cisumdawu STA
kaca (GRK) pada tahapan konstruksi. 10+700 hingga STA 11+500 (800 meter) adalah:
2. Mengetahui estimasi jumlah emisi gas rumah kaca a. Pekerjaan perkerasan kaku berkontribusi
(GRK) yang dihasilkan dalam pembangunan 78.78% terhadap besaran dampak lingkungan
Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM. yang dihasilkan, sedangkan pekerjaan
3. Mengetahui persentase jumlah emisi gas rumah subbase berkontribusi 17.04% dan pekerjaan
kaca (GRK) yang dihasilkan oleh masing-masing subgrade berkontribusi 4.18%.
kegiatan konstruksi. b. Dari keseluruhan kegiatan, material
berkontribusi sebesar 92.80% dari total
1.4 Batasan Masalah
besaran dampak lingkungan yang dihasilkan,
Pada tugas akhir ini ditetapkan beberapa batasan sementara itu kegiatan transportasi
masalah sebagai berikut : berkontribusi 1.97% dan kegiatan konstruksi
1. Pembuatan model bangunan dilakukan pada berkontribusi 5.23%.
aplikasi Autodesk Revit mengacu pada gambar As 2. Jurnal penelitian dengan judul Model Perhitungan
Built Drawing. Kandungan Emisi CO2 Pada Bangunan Gedung
2. Pekerjaan yang ditinjau hanya pada lingkup (Sabaruddin, Karyono and Tobing, 2011).
pekerjaan struktural bangunan, seperti pekerjaan Penelitian ini membahas tentang estimasi emisi
fondasi, sloof, kolom, balok, pelat lantai, dan yang dihasilkan dari pembangunan sebuah gedung
tangga. ditinjau dari material yang digunakan baik itu
3. Bagian bangunan yang ditinjau hanya pada dalam komponen struktural, arsitektural, serta
komponen beton dan tulangan. mekanikal dan elektrikal. Hasil dari penelitian ini
4. Perhitungan energi dan emisi gas rumah kaca adalah contoh perhitungan emisi yang dihasilkan
(GRK) hanya ditinjau pada aspek material, dari pembangunan Rumah Susun Cigugur Tengah
kegiatan transportasi, dan kegiatan ereksi. Cimahi dengan mengalikan volume material yang
dipakai dengan harga satuan emisi CO2 (kg CO2)
1.5 Manfaat Penelitian sehingga didapatkan total emisi CO2 yang
Manfaat dari penelitian tugas akhir ini antara lain: dihasilkan sebesar 337.577,98 kg CO2. Diketahui
1. Memberikan gambaran tentang pengaplikasian luas bangunan keseluruhan adalah 1.770 m2
BIM di dalam lebih banyak kegunaan, seperti sehingga didapat nilai dasar emisi CO2 bangunan
perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK) yang (HSE) per m2 adalah 190,72 kg CO2 per m2.
dihasilkan dari kegiatan konstruksi. 3. Jurnal penelitian dengan judul Kuantifikasi Emisi
2. Memberikan gambaran tentang jumlah emisi gas Gas CO2 Ekuivalen pada Konstruksi Jalan
rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dalam suatu Perkerasan Kaku (Setiawati et al., 2015). Penelitian
pembangunan gedung precast. ini membahas tentang perhitungan / kuantifikasi
emisi gas CO2 Ekuivalen yang dihasilkan pada
Proyek Flyover Palur dengan bagian yang ditinjau
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 3
Naskah Seminar April 2021

adalah STA. 0+350 s/d STA. 0+450 dengan lebar 3. Tahap Penurunan / Penyimpanan
2 jalur kali 3 meter. Lokasi proyek ini terletak pada 4. Tahap Pemasangan
batas kota Surakarta – Palur (Karanganyar). 5. Tahap Penyambungan.
Penelitian dilakukan dengan metode observasi
langsung dan wawancara sebagai data primer, serta 3.1.3 Jenis Sambungan pada Beton Pracetak
data dari perusahaan dan pemerintah sebagai data Terdapat 2 jenis sambungan yang umum digunakan
sekunder. Hasil penelitian menunjukkan emisi CO2 untuk menyambung komponen beton pracetak
yang dihasilkan selama proses konstruksi (Ervianto, 2006), yaitu:
meliputi proses produksi material, transportasi
material, dan pelaksanaannya pada Proyek 1. Sambungan Kering (Dry Connection).
Perkerasan Kaku Flyover Palur STA. 0+350 s/d Sambungan kering menggunakan bantuan pelat
0+450 yaitu sebesar 92.9 ton CO2e dengan besi sebagai penghubung antara komponen beton
pembagian emisi CO2e yang dihasilkan oleh pracetak. Hubungan antara pelat besi dilakukan
produksi material 88.166 ton CO2e (94.9%) dengan baut dan dilas. Penggunaan metode
,transportasi material 3.168 ton CO2e (3.4%), sambungan memiliki risiko struktur bangunan
produksi dan penghamparan beton 1.567 ton CO2e tidak akan berperilaku secara monolit sehingga
(1.7%). dibutuhkan analisa lebih lanjut dalam
4. Jurnal penelitian yang berjudul Embodied Carbon pemodelannya.
and Construction Cost Differences between Hong 2. Sambungan Basah (Wet Connection)
Kong and Melbourne Buildings (Langston, Chan Sambungan basah menggunakan beton yang di cor
and Yung, 2018). Penelitian ini membahas tentang pada celah di antara komponen pracetak yang
emisi CO2 pada pembangunan bangunan gedung di sebelumnya dilakukan penulangan antar
Hong Kong dan Melbourne. Didapatkan total emisi komponen-komponen pracetak tersebut.
CO2 yang dihasilkan adalah 645-1.059 kgCO2eq Sambungan basah memiliki kelemahan dimana
per m2 untuk pembangunan gedung baru di Hong dibutuhkan penyangga karena sambungan ini baru
Kong, dan 1.138-1.705 kgCO2eq per m2 untuk dapat berfungsi secara efektif setelah beberapa
pembangunan gedung baru di Melbourne waktu tertentu.
5. Thesis yang berjudul Pengukuran emisi gas rumah
kaca material konstruksi bangunan gudang di
Tangerang dan persepsi pekerja kontraktor di
Indonesia terhadap pengurangan emisi gas rumah
kaca (Irahadi, 2020) meneliti tentang emisi CO2
pada pembangunan bangunan gudang konstruksi
baja di Tangerang. Didapatkan total emisi CO2
yang dihasilkan adalah 371.01 kgCO2eq per m2. Gambar 3.1 Contoh sambungan kering (kiri) dan
3. LANDASAN TEORI sambungan basah (kanan)
(Sumber: Ervianto, 2006)
3.1 Beton Pracetak
3.1.4 Sambungan Spircon (Spring Connector)
3.1.1 Pengertian Beton Pracetak
Pada Gedung Precast Sekretariat KMTS FT UGM,
Beton pracetak atau sering disebut precast adalah sambungan yang digunakan antara komponen
komponen beton bertulang maupun tanpa tulangan pracetak adalah sambungan basah (wet connection)
dari suatu bangunan yang dicetak terlebih dahulu pada dengan menggunakan sambungan Spircon. Spircon
lokasi khusus yang berbeda (off site fabrication), sendiri berasal dari kata spring connector, yaitu
terkadang beberapa komponen disusun dan disatukan sejenis pegas yang digunakan untuk menyambung
terlebih dahulu (pre-assembly) yang kemudian elemen pracetak..
nantinya disusun menjadi suatu bangunan
(installation) (SNI 7833:2012).
3.1.2 Tahap Pekerjaan Beton Pracetak
Terdapat beberapa tahapan umum dalam melakukan
pekerjaan beton pracetak, yaitu:
1. Tahap Fabrikasi
2. Tahap Pengiriman Gambar 3.2 Sambungan antar tulang dengan Spircon
(Sumber:Hermawan Ardiyanto and Joko Sumiyanto, 2020)
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 4
Naskah Seminar April 2021

3.1.5 Keuntungan dan Kerugian Teknologi Beton menangkap energi panas dari dalam bumi. Semakin
Pracetak besar konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer maka
semakin besar energi panas yang terperangkap di bumi
Beton pracetak memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (Latuconsina, 2010).
1. Pembuatan komponen beton pracetak dapat 3.2.2 Jenis Gas Rumah Kaca
dilakukan sepanjang waktu alias tidak terpengaruh
oleh faktor cuaca. Terdapat 6 senyawa gas rumah kaca (GRK) yang
2. Kualitas dari beton pracetak dapat dibuat secara disepakati dalam Protokol Kyoto (Kyoto Protocol,
konsisten. 1997), yaitu karbondioksida (CO2), metana (CH4),
3. Umumnya menggunakan beton bermutu tinggi dinitrogen oksida (N2O), chlorofluoro-carbon (CFC),
sehingga dapat mengurangi dimensi dan hidro-fluoro-carbon (HFCs), dan sulfur
mengurangi beban konstruksi. heksafluorida(SF6). Hal tersebut juga tercantum dalam
4. Pembuatan beton pracetak dapat dilakukan secara Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71
paralel dengan pekerjaan yang ada di lapangan Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Inventarisasi
sehingga dapat mempersingkat durasi pekerjaan. Gas Rumah Kaca Nasional.
5. Biaya untuk cetakan/bekisting dapat dikurangi jika
komponen tipikal diproduksi dalam jumlah yang 3.2.3 Life Cycle Assessment (LCA)
banyak. Menurut ISO 14040 Environmental management —
6. Tidak memerlukan lahan proyek yang luas karena Life cycle assessment — Principles and framework
produksi beton pracetak dilakukan di luar area (2006), LCA merupakan sebuah teknik yang
proyek, mengurangi kebisingan akibat pekerjaan digunakan untuk melakukan penilaian dampak
konstruksi, dan lebih ramah lingkungan. lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk
Selain memiliki keuntungan yang banyak, tentu atau sistem pelayanan melalui semua tahap siklus
penggunaan teknologi beton pracetak juga memiliki hidupnya (cradle to grave). LCA menelusuri tahapan
kerugian tersendiri, antara lain: dan proses yang terjadi selama siklus hidup dari
sebuah produk yang meliputi; ekstraksi bahan baru,
1. Tidak ekonomis jika produksi tipe elemen yang manufaktur, penggunaan produk, daur ulang dan
jumlahnya sedikit. pembuangan akhir, identifikasi dan kuantifikasi
2. Perlu ketelitian yang tinggi dalam membuat beton dampak lingkungan pada setiap tahapnya.
pracetak sehingga tidak terjadi deviasi yang besar
antara elemen yang satu dengan elemen yang lain Dikutip dari jurnal yang dirilis oleh Agung Mulyana
sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di and Reini D. Wirahadikusumah (2017), tahapan pada
lapangan. LCA dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:
3. Panjang dan bentuk elemen beton pracetak terbatas 1. Mendefinisikan Tujuan dan Ruang Lingkup
oleh kapasitas alat angkat dan alat angkut yang (Definition of a Goal and Scope)
akan digunakan. Tahap pertama dari LCA yaitu menentukan tujuan
4. Hanya dapat dilaksanakan di daerah yang telah mendefinisikan ruang lingkup dan batasan dari
tersedia peralatan untuk melakukan handling dan studi yang akan dilakukan secara jelas dan
erection konsisten, dalam fase ini produk atau layanan yang
5. Sambungan pada bangunan pracetak menjadi akan ditinjau didefinisikan.
masalah utama yang dihadapi oleh perencana, 2. Analisis Inventaris (Inventory Analysis)
terutama di Indonesia yang memiliki frekuensi Tahap kedua dari LCA yaitu melakukan
gempa yang sering dan besar sehingga dapat inventarisasi data terhadap masukan dan keluaran
berbahaya jika tidak direncanakan secara matang. yang berhubungan dengan ruang lingkup studi.
3.2 Emisi Gas Rumah Kaca 3. Penilaian Dampak (Impact Assessment)
Tahap ketiga dari LCA yaitu melakukan evaluasi
3.2.1 Pengertian Emisi Gas Rumah Kaca potensi dampak terhadap lingkungan dengan
menggunakan hasil dari inventory analysis dan
Definisi gas rumah kaca (GRK) menurut United States menyediakan informasi untuk menginterpretasikan
Environmental Protection Agency (EPA) (2017) pada tahap terakhir.
adalah gas-gas yang terperangkap panas di atmosfer 4. Interpretasi Hasil (Interpretation of Result)
dan dapat menyebabkan kenaikan suhu rata-rata bumi Tahap terakhir dari LCA yaitu melakukan
(mengakibatkan pemanasan global). Gas rumah kaca identifikasi, mengukur, memeriksa, dan
memiliki fungsi seperti kaca yang terdapat pada rumah mengevaluasi informasi dari hasil life cycle
kaca yaitu meneruskan cahaya matahari tetapi inventory (LCI) dan/atau penilaian dampak siklus
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 5
Naskah Seminar April 2021

hidup (LCIA) dalam kaitannya dengan tujuan dan Tabel 3.1 Global warming potential (GWP) values
ruang lingkup yang ditetapkan untuk mencapai relative to CO2
kesimpulan dan rekomendasi. Hasil dari analisis (Sumber: IPCC, 2014)
LCI dan penilaian dampak dirangkum selama fase Industrial Chemical GWP values for 100-year time horizon
interpretasi. designation formula Second Fourth Fifth
or common Assessment Assessment Assessment
Proses LCA dapat dibagi menjadi empat jenis name Report Report Report
(SAR) (AR4) (AR5)
ruang lingkup yang dapat dilihat pada Gambar 3.6, Carbon CO2 1 1 1
yaitu: dioxide
a. Cradle to grave, ruang lingkup pada bagian ini Methane CH4 21 25 28
dimulai dari raw material sampai pada Nitrious N2O 310 298 265
pengoperasian produk. oxide
b. Cradle to gate¸ ruang lingkup pada analisis daur
hidup dimulai dari raw material sampai ke gate Mengacu pada assessmen terakhir yang dilakukan
sebelum proses operasi. pada tahun 2014 yaitu Fifth Assessment Report (AR5),
c. Gate to gate, ruang lingkup pada analisis daur 1 kg gas Metana (CH4) memiliki dampak 28 kali lebih
hidup yang terpendek karena hanya meninjau besar dibandingkan dengan 1 kg gas Karbon dioksida
kegiatan yang terdekat. (CO2) dan 1 kg gas Nitrogen Oksida (N2O) memiliki
d. Cradle to cradle, merupakan bagian dari dampak 265 kali lebih besar dibandingkan dengan 1
analisis daur hidup yang menunjukkan ruang kg gas Karbon dioksida (CO2).
lingkup dari raw material sampai pada daur
ulang material. 3.3 Metode Estimasi
3.3.1 Perhitungan Energi dan Emisi dari
Pembakaran Bahan Bakar
Gas rumah kaca (GRK) yang diemisikan oleh
pembakaran bahan bakar adalah CO2, CH4 dan N2O.
Besarnya emisi GRK hasil pembakaran bahan bakar
fosil bergantung pada banyak dan jenis bahan bakar
yang dibakar. Banyaknya bahan bakar
direpresentasikan sebagai data aktivitas sedangkan
jenis bahan bakar direpresentasikan oleh faktor emisi.
Persamaan umum yang digunakan untuk estimasi
Gambar 3.3 Diagram Tahap Life Cycle Assessment emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar
(LCA) dapat dilihat pada Persamaan 3.1
(Sumber: Klöpffer and Grahl, 2014) kg TJ kg
Emisi GRK ( ) = Konsumsi Energi ( ) × Faktor Emisi ( ) (3.1)
thn thn TJ
3.2.4 Global Warming Potential (GWP)
Faktor emisi menurut default IPCC dinyatakan dalam
Global Warming Potential (GWP) dikembangkan satuan emisi per unit energi yang dikonsumsi (kg
untuk dapat membandingkan dampak pemanasan GRK/TJ). Di sisi lain data konsumsi energi yang
global dari berbagai GRK. GWP menyediakan unit tersedia umumnya dalam satuan fisik (ton batubara,
pengukuran umum, yang memungkinkan analis untuk kilo liter minyak diesel dll). Oleh karena itu sebelum
menjumlahkan perkiraan emisi dari berbagai gas digunakan pada Persamaan 3.1, data konsumsi energi
(misalnya, untuk mengumpulkan inventarisasi GRK harus dikonversi terlebih dahulu ke dalam satuan
nasional), dan memungkinkan pembuat kebijakan energi TJ (Terra Joule) dengan Persamaan 3.2
untuk membandingkan peluang pengurangan emisi TJ
lintas sektor dan gas. Konsumsi Energi (TJ) = Konsumsi Energi (sat. fisik) × Nilai Kalor ( ) (3.2)
sat. fisik

Hasil analisis Global Warming Potential (GWP) Berbagai jenis bahan bakar yang digunakan di
Value dapat dilihat pada Tabel 3.1 Indonesia berikut nilai kalor dari masing-masing
bahan bakar diperlihatkan pada Tabel 3.2

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 6
Naskah Seminar April 2021

Tabel 3.2 Nilai Kalor Bahan Bakar Indonesia Tabel 3.4 Besaran embodied carbon material
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012) (Sumber:Hammond and Jones, 2011)
Bahan Bakar Nilai Kalor Penggunaan Embodied Embodied
Premium* 33x10-6TJ/liter Kendaraan bermotor Material Carbon Carbon (GHG)
Solar (HSD, ADO) 36x10-6TJ/liter Kendaraan bermotor, (kgCO2/kg) (kgCO2eq/kg)
Pembangkit listrik Portland Cement 0,93 0,95
Minyak Diesel 36x10-6TJ/liter Boiler industri, Kerikil 0,0048 0,0052
(IDO) pembangkit listrik
Pasir 0,0048 0,0052
MFO 40x10-6TJ/liter Pembangkit listrik
4.04x10-2TJ/ton Baja tulangan 1,31 1,4
Gas Bumi 1.055x10- Industri, rumah
6TJ/SCF tangga, restoran
38.5x10-6TJ/Nm3 3.4 Building Information Modeling (BIM)
LPG 47.3x10-6TJ/kg Rumah tangga,
restoran 3.4.1 Sejarah Building Information Modeling
Batubara 18.9x10-3TJ/ton Pembangkit listrik, (BIM)
Industri
Catatan: *) termasuk Pertamax, Pertamax Plus Istilah Building Information Modeling (BIM) muncul
HSD: High Speed Diesel pada tahun 1992 pada sebuah makalah di tahun 1992
ADO: Automotive Diesel Oil oleh G.A. Van Nedeerven dan F. P. Tolman. Namun
IDO: Industrial Diesel Oil istilah ini sendiri tetap tidak menjadi populer hingga
10 tahun kemudian hingga pada tahun 2003,
Setelah konsumsi energi dihitung, maka nilai emisi perusahaan Bentley System, Graphisoft, dan Autodesk
GRK dapat didapatkan dengan mengalikan konsumsi mulai untuk mempopulerkan istilah Building
energi dengan faktor emisi GRK yang dapat dilihat Information Modeling (BIM) sebagai nama umum
pada Tabel 3.3 untuk sebuah representasi digital dari suatu proses
pembangunan.
Tabel 3.3 Faktor emisi GRK peralatan tak bergerak
dan bergerak 3.4.2 Pengertian Building Information Modeling
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012) (BIM)
FE Default IPCC FE Default IPCC 2006 Di dalam buku BIM Handbook terdapat 3 definisi dari
2006 Sumber Tak Sumber Bergerak,
Jenis Bahan Bakar
Bergerak, kg/TJ kg/TJ
BIM (Eastman et al., 2008), yaitu:
CO2 CH4 N2O CO2 CH4 N2O
Gas Bumi/BBG 56100 1 0,1 56100 92 3
1. Desain dan proses konstruksi terintegrasi yang
Premium (tanpa - - - 69300 33 3,2 menghasilkan bangunan dengan kualitas yang
katalis) lebih baik dan durasi proyek yang lebih singkat.
Diesel (IDO/ADO) 74100 3 0,6 74100 3,9 3,9 2. Model yang berisikan tentang geometri yang tepat
Industrial/Residual 77400 3 0,6 - - -
Fuel Oil
dan data yang diperlukan untuk mendukung
Marine Fuel Oil - - - 77400 7±50% 2 fabrikasi, dan kegiatan pengadaan konstruksi
(MFO) dimana bangunan tersebut direalisasikan.
Batubara (sub- 96100 10 1,5 - - - 3. Proses yang mengakomodasi banyak fungsi yang
bituminous)
diperlukan dalam model siklus bangunan,
memberikan dasar untuk desain baru, kemampuan
3.3.2 Perhitungan Emisi dari Material konstruksi dan perubahan peran serta hubungan
antara tim proyek.
Estimasi konsumsi energi dari material konstruksi
yang digunakan didapatkan dengan cara mengalikan Menurut Succar (2013), BIM adalah serangkaian
kuantitas material yang digunakan dengan satuan teknologi, proses, dan kebijakan yang memungkinkan
embodied carbon per satuan unit material. Besaran berbagai pihak untuk merancang secara terintegrasi,
embodied carbon pada penelitian ini mengacu pada membangun, serta mengoperasikan fasilitas secara
buku Embodied Carbon: The Inventory of Carbon and kolaboratif.
Energy (BSRIA Guide) (Hammond and Jones, 2011). 3.4.3 Manfaat Penerapan Building Information
Pada penelitian ini meninjau embodied carbon pada 4
Modeling (BIM)
material yang digunakan di dalam konstruks, yaitu
semen, kerikil, pasir, dan baja tulangan. Besaran Menurut Rayendra (2014), keuntungan dari penerapan
embodied carbon dapat dilihat pada Tabel 3.4 BIM adalah:

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 7
Naskah Seminar April 2021

1. Meminimalisir desain lifecycle dengan 3.5.3 User Interface Autodesk Revit


meningkatkan kolaborasi antar owner, konsultan
dan kontraktor. User interface atau antarmuka pengguna didesain
2. Proses konstruksi dapat memiliki kualitas .dan dengan sederhana dan mudah untuk dipahami oleh
akurasi dokumentasi yang tinggi. penggunanya. Bagi orang yang sudah terbiasa
3. Proses konstruksi dapat memiliki kualitas .dan menggunakan Autodesk CAD seharusnya bukan
akurasi dokumentasi yang tinggi. menjadi hal yang sulit dalam mempelajari Autodesk
4. Teknologi BIM dapat digunakan untuk siklus Revit. User Interface pada Autodesk Revit dapat dilihat
hidup seluruh bangunan, termasuk operasi fasilitas pada Gambar 3.7
serta pemeliharaan.
5. Dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang
tinggi serta memperkecil kemungkinan konflik
yang terjadi.
6. Dapat meningkatkan efisiensi biaya keseluruhan
yang digunakan dan meminimalisasi limbah
konstruksi yang terjadi.
7. Dapat meningkatkan keefektifan manajemen
konstruksi terhadap fasilitas yang dibangun.
3.5 Autodesk Revit
3.5.1 Penjelasan Autodesk Revit Gambar 3.4 Revit user interface

Revit adalah salah satu software yang dikembangkan 3.5.4 Istilah dalam Autodesk Revit
oleh Autodesk yang telah terintegrasi dengan sistem 1. Project
Building Information Modeling (BIM) sehingga dapat Project dalam Revit adalah database tunggal
membuat sebuah virtual model secara 3D yang dapat mengenai informasi bangunan yang dibuat. File
terlihat seperti bangunan aslinya. Dengan Project berisi semua informasi untuk desain
menggunakan Revit, sebuah bangunan dapat bangunan, dari geometri sampai data konstruksi.
dirancang secara terintegrasi antara struktur, Informasi ini mencakup komponen yang
arsitektur, dan MEP (Mechanical, Electrical, and digunakan untuk merancang model, tampilan dari
Plumbing). project, dan gambar desain.
3.5.2 Keunggulan dan Kelemahan Autodesk Revit 2. Level
Level dalam Revit merupakan bidang horizontal
Sebagai sebuah software pada umumnya, Revit tanpa batas yang berfungsi untuk menentukan
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan ketinggian suatu bangunan dan sebagai referensi
tersendiri. Beberapa keuntungan yang dimiliki oleh bagi element seperti atap, lantai, dan sebagainya.
Revit antara lain: 3. Element
Sebelum menambahkan element kita harus
1. Memiliki komponen parametrik yang baik
menambahkan parameter elemen bangunan
2. Kemudahan dalam berkolaborasi dengan banyak
kedalam desain. Dalam Revit element dibagi
pihak.
menjadi category, family, dan type
3. Memiliki kemampuan untuk membuat model yang
a. Category merupakan sekumpulan element yang
dibuat dapat terlihat seperti aslinya di dalam
digunakan untuk pemodelan desain bangunan.
lingkungan yang akan dibangun.
b. Family merupakan elemen yang berada di
4. Kemampuan manajemen resiko serta efisiensi
dalam category. Family berisi sekumpulan
waktu dan biaya.
element yang memiliki parameter, identitas, dan
5. Library yang besar. representasi grafis. Element yang berbeda di
Beberapa kelemahan dari Autodesk Revit adalah: dalam family mungkin memiliki nilai yang
berbeda untuk beberapa atau semua property,
1. Hanya Tersedia untuk Platform Windows tetapi satu set property-nama dan artinya-adalah
2. Software yang kompleks jika tidak dilakukan sama.
layering dengan baik c. Type merupakan penyusun family. Setiap family
3. Revit versi lawas tidak memiliki Kompatibilitas dapat memiliki beberapa type. Type memiliki
dengan Revit versi terbaru ukuran dan bentuk yang spesifik.
4. Harga Software yang mahal
5. Dibutuhkan Spesifikasi Hardware yang besar
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 8
Naskah Seminar April 2021

4. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap proyek
pembangunan Gedung Precast Sekretariat KMTS FT
UGM yang berlokasi di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada. Lokasi tepatnya dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian


4.2 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer yaitu berupa gambar DED dari pihak konsultan
serta wawancara dengan Project Manager, serta data
sekunder berupa konsumsi bahan bakar serta nilai
dasar emisi dari berbagai sumber literatur.
4.3 Alat Penelitian
Penelitian ini dapat dilakukan dengan bantuan
hardware yaitu laptop, dan software yaitu Autodesk
Revit 2021 Student Version untuk pembuatan model
3D dan mendapatkan data terkait volume pekerjaan,
Microsoft Excel untuk mengolah data yang
didapatkan, dan Microsoft Word untuk menulis naskah
dan mencatat hasil penelitian.
4.4 Metode dan Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui
jumlah penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan dari pembangunan Gedung Precast
Sekretariat KMTS FT UGM. Lebih lengkapnya
tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Diagram alir penelitian
4.4.1 Studi Literatur
Pada tahap awal pada penelitian ini, penulis
melakukan studi literatur dengan membaca beberapa
jurnal dan tugas akhir yang terkait dengan
pembahasan di dalam penelitian ini serta mempelajari
metode penelitian yang dilakukan, antara lain studi
literatur tentang tata cara dalam penggunaan BIM,
pedoman penyelenggaraan inventarisasi gas rumah

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 9
Naskah Seminar April 2021

kaca nasional, serta SNI dan peraturan yang dengan penelitian sejenis yang membahas tentang
membahas tentang pembangunan bangunan precast. emisi gas rumah kaca pada pembangunan.
4.4.2 Pengumpulan Data 4.4.7 Pembuatan Kesimpulan dan Saran
Pengumpulan data dimulai dengan pengumpulan data Dari hasil perhitungan penggunaan energi dan emisi
primer, yaitu gambar Detail Engineering Design dan gas rumah kaca, dapat didapatkan hasil perhitungan
As Built Drawing yang didapat dari kontraktor penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca per
pelaksana pada akhir bulan Desember 2020, serta data satuan m2 bangunan precast serta pekerjaan yang
kendaraan, alat berat, lokasi pabrik precast, dan waktu paling banyak menyumbang emisi gas rumah kaca.
erection yang didapatkan melalui wawancara dengan
Project Manager. Pengumpulan data sekunder juga 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dilakukan yang diambil dari sumber-sumber yang 5.1 Data Bangunan
telah ada, yaitu data spesifikasi dari kendaraan dan alat
berat, data embodied carbon dari material, serta nilai 5.1.1 Denah Bangunan
dasar emisi gas rumah kaca.
Penelitian ini meneliti Gedung Precast Sekretariat
4.4.3 Pemodelan Bangunan KMTS FT UGM yang memiliki 3 lantai dengan
panjang bangunan sebesar 21 meter dan lebar
Pemodelan bangunan dilakukan dengan data dari bangunan sebesar 7 meter. Gedung ini memiliki
gambar Detail Engineering Design dan As Built tangga yang menghubungkan semua lantai (1 sampai
Drawing. Pemodelan beton dan tulangan dilakukan 3) dan memiliki jembatan pada lantai 2 sebagai akses
dengan menggunakan aplikasi Autodesk Revit 2021. dari sisi utara ke dalam bangunan. Lantai 1 pada
Pada penelitian ini elemen-elemen yang dimodelkan gedung ini berada pada elevasi +0.00, lantai 2 berada
adalah elemen struktural terdiri dari: pada elevasi +3.50, dan lantai 3 berada pada elevasi
1. Fondasi +7.00.
2. Tie beam / sloof 5.1.2 Elemen Struktural
3. Balok
4. Kolom Penelitian ini membatasi objek yang diteliti pada
5. Pelat Lantai pekerjaan fondasi, tie beam / sloof, kolom, balok, pelat
6. Tangga lantai, dan tangga.
4.4.4 Perhitungan Volume Pekerjaan dan 5.2 Pemodelan menggunakan Autodesk Revit
Embodied Carbon Material
Pemodelan Gedung Precast Sekretariat KMTS FT
Setelah pemodelan selesai, akan dilakukan input data UGM dilakukan menggunakan aplikasi Autodesk
embodied carbon dari material ke dalam schedule Revit 2021 dengan lisensi student mengacu pada
yang dihasilkan oleh aplikasi Autodesk Revit. Setelah gambar Detail Engineering Drawing dan As Built
itu data yang dihasilkan di export ke dalam aplikasi Drawing yang didapat dari kontraktor pelaksana.
Microsoft Excel untuk direkapitulasi.
5.2.1 Pemodelan Fondasi Strauss Pile
4.4.5 Perhitungan Konsumsi Energi pada Sumber
Terdapat 11 fondasi yang digunakan dalam gedung
Bergerak dan Sumber Tidak Bergerak
ini, yaitu 10 fondasi strauss pile dan 1 fondasi footplat.
Penggunaan energi dihitung dari jumlah konsumsi Terdapat 6 fondasi strauss pile yang memiliki 4 pile,
bahan bakar yang dibutuhkan oleh alat berat (rough 1 fondasi strauss pile yang memiliki 3 pile, dan 3
terrain crane) dan alat transportasi yang digunakan fondasi strauss pile yang memiliki 1 pile. Setiap
untuk mengangkut komponen pracetak dari pabrik pilecap pada semua fondasi memiliki dimensi yang
menuju lokasi proyek. berbeda-beda namun tulangan yang digunakan sama,
yaitu tulangan berdiameter 16 mm dengan jarak antar
4.4.6 Analisis Emisi Gas Rumah Kaca yang tulangan 150 mm dan tulangan berdiameter 22 mm
Dihasilkan dengan jarak antar tulangan 150 mm. Sedangkan
Emisi GRK dihitung dengan mengkalkulasi untuk tulangan pada tiap pile menggunakan 7 tulangan
penggunaan energi pada sumber bergerak dan sumber utama berdiameter 16 mm dengan tulangan sengkang
tidak bergerak dengan faktor emisi pada IPCC berdiameter 8 mm dan jarak antar tulangan 300 mm.
Guidelines (2006) dan embodied carbon pada material Fondasi yang dijadikan contoh di dalam pembahasan
bangunan. Lalu, hasil perhitungan akan dibandingkan ini adalah Fondasi Strauss As A-4. Hasil pemodelan
fondasi strauss pile dapat dilihat pada Gambar 5.1
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 10
Naskah Seminar April 2021

lantai precast yang dijadikan contoh di dalam


pembahasan ini adalah pelat lantai precast Tipe P1.
Hasil pemodelan pelat lantai precast dapat dilihat pada
Gambar 5.4

Gambar 5.1 Hasil pemodelan fondasi strauss pile


5.2.2 Pemodelan Kolom Precast
Kolom precast dibagi menjadi 6 tipe, yaitu tipe 1a, tipe Gambar 5.4 Hasil pemodelan pelat precast
2a, tipe 2b, tipe 3a, tipe 4a, tipe 4b. Kolom precast
yang dijadikan contoh di dalam pembahasan ini adalah 5.2.5 Pemodelan Pelat Lantai Cast In-Situ
kolom precast tipe 2a. Hasil pemodelan kolom precast
Pelat Lantai Cast In-Situ terdapat pada area kamar
dapat dilihat pada Gambar 5.2
mandi di lantai 2 dan lantai 3. Hasil pemodelan pelat
lantai cast in-situ dapat dilihat pada Gambar 5.5

Gambar 5.5 Hasil pemodelan pelat cast in-situ


5.2.6 Pemodelan Tangga
Terdapat 2 buah tangga, yaitu tangga dari lantai 1
menuju lantai 2, dan tangga dari lantai 2 menuju lantai
Gambar 5.2 Hasil pemodelan kolom precast 3. Semua lantai memiliki bordes di tengahnya. Hasil
5.2.3 Pemodelan Balok Precast pemodelan tangga cast in-situ dapat dilihat pada
Gambar 5.6
Balok precast sendiri terdiri dari 14 tipe, yaitu tipe 1,
tipe 2, tipe 3, tipe 3’ tipe 4, tipe 5, tipe 5’, tipe 6, tipe
6’, tipe 7, tipe 8, tipe 9, tipe 10, dan tipe 11. Untuk
sambungan balok-kolom maupun balok-balok
terdapat sambungan Spircon dengan panjang 300 mm
menggunakan diameter tulangan 6 mm. Balok precast
yang dijadikan contoh di dalam pembahasan ini adalah
balok precast Tipe 2. Hasil pemodelan balok precast
dapat dilihat pada Gambar 5.3

Gambar 5.6 Hasil pemodelan tangga


5.2.7 Pemodelan Grouting
Gambar 5.3 Hasil pemodelan balok precast Selain fondasi, kolom, balok, pelat lantai dan tangga,
pemodelan juga dilakukan pada beton yang di
5.2.4 Pemodelan Pelat Lantai Precast grouting pada c elah antara kolom-balok, balok-balok,
Pelat precast terdiri dari 13 tipe, yaitu tipe P1, tipe P2a, serta balok-plat untuk dapat menghasilkan
tipe P2c, tipe P2b, tipe P3a, tipe P3b, tipe P4, tipe P5a, perhitungan yang lebih akurat. Hasil pemodelan
tipe P5b, tipe P6a, tipe P6b, tipe P7, dan tipe P8. Pelat grouting dapat dilihat pada Gambar 5.7

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 11
Naskah Seminar April 2021

Gambar 5.7 Hasil pemodelan grouting pada


sambungan
Gambar 5.9
5.2.8 Pemodelan Sambungan Spircon (Spring
Connector)
Spircon (spring connector) adalah sambungan yang
dibuat dari baja ulir berbentuk pegas yang berfungsi
untuk menyambungkan tulangan pada sambungan
kolom-kolom, kolom-balok, serta balok-balok dari
element precast. Hasil pemodelan spircon dapat
dilihat pada Gambar 5.8

Gambar 5.10
5.3 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca pada
Material
Setelah semua pemodelan telah selesai dilakukan,
langkah selanjutnya adalah menghitung embodied
carbon material beton dan tulangan yang digunakan di
dalam pemodelan.
5.3.1 Perhitungan Embodied Carbon Material
Beton
Perhitungan embodied carbon akan memperhitungkan
embodied carbon material beton yang dihasilkan dari
Gambar 5.8 Hasil pemodelan Spircon pabrik (precast) dan embodied carbon material beton
yang dibuat di tempat proyek (cast in-situ). Nilai
5.2.9 Hasil Pemodelan Bangunan embodied carbon per kg material mengacu pada buku
Setelah semua pemodelan dari masing-masing elemen Embodied Carbon: The Inventory of Carbon and
dilakukan, berikut tampilan yang diperoleh dari hasil Energy (BSRIA Guide) (Hammond and Jones, 2011)
pemodelan tersebut yang dapat dilihat pada Gambar yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Indeks berat semen,
5.9 dan Gambar 5.10. Pelat cor in-situ pada lantai 1 kerikil dan pasir mengacu pada SNI 7832:2017
tidak digambarkan pada gambar Detail Engineering tentang analisis harga satuan pekerjaan beton pracetak
Design dan gambar As Built Drawing. Pelat ini insitu untuk konstruksi bangunan gedung. Analisis
dimodelkan untuk mempermudah penulis dalam perhitungan satuan emisi per 1 m3 material beton dan
membuat permodelan tangga namun tidak diikutkan di beton grouting dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel
dalam perhitungan. 5.2.

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 12
Naskah Seminar April 2021

Tabel 5.1 Analisis satuan emisi per 1 m3 material 5.3.2 Perhitungan Embodied Carbon Material
beton Tulangan
Emisi per 1 m3 material beton (kgCO2eq) Perhitungan embodied carbon akan memperhitungkan
Indeks
Berat
Besaran Embodied Jumlah embodied carbon material tulangan yang dihasilkan
Sumber Carbon Material Emisi
Emisi Material dari pabrik (precast) dan embodied carbon material
(kgCO2eq/kg) (kgCO2eq)
(Bahan) (kg) tulangan yang dibuat di tempat proyek (cast in-situ).
a b n=axb Nilai embodied carbon pada penelitian ini mengacu
Semen 448 0,95 425,60 pada buku Embodied Carbon: The Inventory of
Kerikil 667 0,0052 3,47 Carbon and Energy (BSRIA Guide) (Hammond and
Pasir 1000 0,0052 5,20 Jones, 2011) yaitu sebesar 1,4 kgCO2eq/kg yang dapat
Total Emisi 434,27 dilihat pada Tabel 3.4. Berat nominal per meter tiap
diameter tulangan mengacu pada SNI 2052:2017
Tabel 5.2 Analisis satuan emisi per 1 m3 material tentang Baja tulangan. Rekapitulasi hasil perhitungan
beton grouting untuk embodied carbon material tulangan dapat dilihat
pada Tabel 5.4
Emisi per 1 m3 material beton grouting (kgCO2eq)
Indeks Besaran Embodied Jumlah Tabel 5.5 Perhitungan berat dan embodied carbon
Sumber
Berat Carbon Material Emisi material tulangan
Emisi
Material (kgCO2eq/kg) (kgCO2eq)
(Bahan)
a b n=axb Total
Total Berat
Semen
1850 0,95 1757,50
Embodied
grouting Tulangan
Carbon
Total Emisi 1757,50 Elemen (kg)
(kgCO2eq)
EC = Bt x 1,4
Bt
kgCO2eq/kg
Rekapitulasi hasil perhitungan untuk embodied Kolom Precast 7284,19 10197,86
carbon material beton dan beton grouting dapat dilihat Kolom Cast In-Situ 355,93 498,30
pada Tabel 5.3 Balok Precast 15387,92 21543,09
Balok Cast In-Situ
Tabel 5.3 Perhitungan volume dan embodied carbon 3151,90 4412,66
dan Tie-Beam
material beton Pelat Lantai Precast 7406,68 10369,35
Total Volume Total Embodied Pelat Lantai Cast
Beton (m³) Carbon (kgCO2eq) 310,44 434,62
Elemen In-Situ
EC = Vb x 434,27 Tangga 481,31 673,83
Vb
kgCO2eq/m3
Fondasi 4904,85 6866,79
Kolom Precast 20,44 8876,45
Kolom Cast In-Situ 0,93 403,87
Grouting /
4584,56 6418,38
Balok Precast 54,75 23776,19 Sambungan
Balok Cast In-Situ
7,91 3436,80
dan Tie-Beam
Pelat Lantai Precast 41,87 18181,08 5.3.3 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca pada
Pelat Lantai Cast In- Material Beton dan Tulangan
1,86 808,61
Situ
Tangga 3,58 1554,68 Rekapitulasi hasil perhitungan emisi gas rumah kaca
Fondasi 39,77 17270,85 pada material beton dan tulangan dapat dilihat pada
Tabel 5.6
Tabel 5.4 Perhitungan volume dan embodied carbon Tabel 5.6 Rekapitulasi embodied energy material
material beton grouting Total Embodied Carbon
Material
Total Volume
Total Embodied (kgCO2eq)
Carbon Beton 107050,76
Beton (m³)
Elemen (kgCO2eq)
EC = Vb x 1757,5
Tulangan 61414,9
Vb Total 168465,66
kgCO2eq/m3
Grouting 18,63 32742,23

5.4 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca pada


Sumber Bergerak dan Tidak Bergerak
5.4.1 Perhitungan Penggunaan Energi pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 13
Naskah Seminar April 2021

Sumber Bergerak (Kegiatan Transportasi) Perhitungan bahan bakar pada truk pada penelitian ini
mengacu pada Pedoman Perhitungan biaya operasi
Perhitungan energi pada sumber bergerak pada kendaraan Bagian I : Biaya tidak tetap (Running Cost)
penelitian ini meninjau pada kegiatan transportasi (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).
elemen dari pabrik PT. Inticon yang berada di Jl. Abu
Nawan Zaini, Bedog, Nogotirto, Kecamatan Untuk melakukan perhitungan konsumsi bahan bakar
Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta menuju minyak untuk kendaraan, digunakan pendekatan
lokasi proyek yang berada di Departemen Teknik Sipil dengan Persamaan 5.1 yang didapatkan dari Pedoman
dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Perhitungan biaya operasi kendaraan Bagian I : Biaya
Mada. Jarak dari pabrik menuju lokasi proyek dihitung tidak tetap (Running Cost) (Departemen Pekerjaan
menggunakan Google Maps dengan rute Jl. Abu Umum, 2005)
Nawan Zaini – Jl. Ring Road Barat – Jl. Ring Road β1
Utara – Jl. Kaliurang – Jl. Teknika Selatan – Jl. KBBMi = (α + + β2 x V𝑅 2 + β3 x R 𝑅 + β4 x F𝑅 +
𝑉𝑅
Kesehatan – Fakultas Teknik UGM. Rute yang β5 x F𝑅 2 + β6 6 x DT𝑅 + β7 x A 𝑅 + β8 x SA + β9 x BK +
ditempuh dapat dilihat pada Gambar 5.11 β10 x BK x A𝑅 + β11 x BK x SA)/1000) (5.1)

Dengan pengertian:
KBBMi = Konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis
kendaraan i, dalam liter/km
α = Konstanta (Tabel 5.8)
β1 ... β11 = Koefisien-koefisien parameter (Tabel 5.8)
VR = Kecepatan rata-rata
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
DTR = Derajat tikungan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
SA = Simpangan baku percepatan
BK = Berat Kendaraan
Gambar 5.11 Rute Pengiriman Komponen Precast
Tabel 5.7 Jenis kendaraan menurut beratnya
dari Pabrik menuju Lokasi Proyek
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

Rute ini menempuh jarak 9,4 km untuk rute dari pabrik Jenis Nilai minimum Nilai maksimum
menuju lokasi proyek, dan 9,7 km untuk rute dari Kendaraan (ton) (ton)
lokasi proyek menuju pabrik. Pengiriman komponen Sedan 1,3 1,5
precast menggunakan 2 jenis alat pengangkut Utiliti 1,5 2,0
Bus Kecil 3,0 4,0
berbeda, yaitu truk tronton dan truk crane. Truk
Bus Besar 9,0 12,0
tronton digunakan untuk mengangkut komponen Truk Ringan 3,5 6,0
balok precast dan kolom precast, sedangkan truk Truk Sedang 10,0 15,0
loader crane digunakan untuk mengangkut komponen Truk Berat 15,0 25,0
pelat lantai precast.

Tabel 5.8 Nilai konstanta dan koefisien-koefisien parameter model konsumsi BBM
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005)
Jenis α 1/VR VR2 RR FR FR2 DTR AR SA BK BK x BK x
Kendaraan AR SAR
β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9 β10 β11
Bus Besar 129,6 1912,2 0,0092 7,231 2,79 - - 266,4 13,86 - - -
Truk 70 524,6 0,002 1,732 0,945 - - 124,4 - - - 50,02
Ringan
Truk 97,7 - 0,0135 0,7365 5,706 0,0378 - - - 6,661 36,46 17,25
Sedang 0,0858
Truk Berat 190,3 3829,7 0,0196 14,536 7,225 - - - - - 11,41 10,92

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 14
Naskah Seminar April 2021

Menurut klasifikasi dengan menggunakan Tabel 5.7, Nilai SA (simpangan baku percepatan) dihitung
kedua truk yang digunakan masuk dalam kategori dengan Persamaan 5.3, yaitu
Truk Berat. Untuk menghitung konsumsi BBM Truk 1,04
Berat diperlukan koefisien VR, RR, FR, BK, AR, dan SA. SA = SA max (1+e(a0+a1)∗V/C ) (5.3)
Nilai VR (kecepatan rata-rata) Truk Berat adalah 40 Dengan pengertian:
km/jam (Nuryati, 2017). Nilai RR (tanjakan rata-rata) SA = Simpangan baku percepatan (m/s2 )
adalah 2,5 dan FR (turunan rata-rata) adalah -2,5 untuk SA max = Simpangan baku percepatan maksimum
kondisi medan datar yang dapat dilihat pada Tabel 5.9. (m/s2 ) (tipikal/default = 0,75)
a0, a1 = koefisien parameter (tipikal/default a0 =
Tabel 5.9 Alinemen vertikal yang direkomendasikan
pada berbagai medan jalan 5,140 ; a1 = - 8,264)
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2005) V = volume lalu lintas (smp/jam)
C = kapasitas jalan (smp/jam)
Kondisi Tanjakan rata- Turunan rata-
No
medan rata (m/km) rata (m/km) Nilai SA max, a0, dan a1 digunakan nilai tipikal. Nilai
1 Datar 2,5 -2,5 V dan C diambil dari data volume lalu lintas dan
2 Bukit 12,5 -12,5
3 Pegunungan 22,5 -22,5
kapasitas jalan di Jl. Kaliurang, yaitu volume lalu
lintas 1.707 smp/jam dan kapasitas jalan 6.365
smp/jam (Arnis and Marwasta, 2018). Sehingga nilai
Nilai AR (Percepatan rata-rata) dihitung dengan SA didapatkan sebesar 0,544 m/s2
Persamaan 5.2, yaitu:
Nilai BK (berat kendaraan) dihitung dengan berat
V kendaraan kosong ditambah dengan berat muatan.
A𝑅 = 0.0128 × C
(5.2)
Berat kosong untuk truk tronton adalah sebesar 6.490
Dengan pengertian: kg (Spesifikasi Fuso FN 527MS K, 2021), sedangkan
AR = Percepatan rata-rata berat kosong untuk truk loader crane adalah sebesar
V = Volume lalu lintas (smp/jam) 8.000 kg (TADANO | Loader Cranes -Small, 2021).
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
Setelah skema pengangkutan diatur dan berat tiap
Nilai volume lalu lintas diambil dari data volume lalu pengangkutan telah diketahui, maka nilai KBBMi
lintas dan kapasitas jalan di Jl. Kaliurang, yaitu untuk tiap rute akan diketahui. Nilai tersebut dapat
volume lalu lintas 1.707 smp/jam dan kapasitas jalan dikalikan dengan jarak tempuh sehingga didapatkan
6.365 smp/jam (Arnis and Marwasta, 2018). Sehingga total penggunaan BBM (liter). Perhitungan
nilai AR didapatkan sebesar 0.0034. penggunaan BBM pada truk tronton dan truk loader
crane dapat dilihat pada Tabel 5.10 dan 5.11
Tabel 5.10 Konsumsi bahan bakar truk tronton

Berat Kendaraan Total (ton)


Jarak Penggunaan BBM Total Penggunaan
Perjalanan Rute Berat Muatan
(km) Berat Total (ton) (KBBMi) (liter/km) BBM (liter)
(ton)
Pabrik-Proyek 9,4 13,44 19,93 0,45 4,28
1
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 13,44 19,93 0,45 4,28
2
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 12,096 18,586 0,45 4,20
3
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 10,08 16,57 0,43 4,09
4
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 22,464 28,954 0,51 4,78
5
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 17,856 24,346 0,48 4,52
6
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 16,224 22,714 0,47 4,43
7
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 22,464 28,954 0,51 4,78
8
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 15
Naskah Seminar April 2021

Berat Kendaraan Total (ton)


Jarak Penggunaan BBM Total Penggunaan
Perjalanan Rute Berat Muatan
(km) Berat Total (ton) (liter/km) BBM (liter)
(ton)
Pabrik-Proyek 9,4 17,04 23,53 0,48 4,48
9
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 18,12 24,61 0,48 4,54
10
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 10,992 17,482 0,44 4,14
11
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Pabrik-Proyek 9,4 6,24 12,73 0,41 3,87
12
Proyek-Pabrik 9,7 0 6,49 0,37 3,63
Total 95,97

Tabel 5.11 Konsumsi bahan bakar truk loader crane


Berat Kendaraan Total
(ton) Penggunaan BBM Total Penggunaan
Perjalanan Rute Jarak (km)
Berat Berat (liter/km) BBM (liter)
Muatan (ton) Total (ton)
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
1
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
2
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
3
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
4
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 4,166 12,166 0,41 3,84
5
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 4,972 12,972 0,41 3,88
6
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 3,144 11,144 0,40 3,78
7
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
8
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
9
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
10
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,352 13,352 0,42 3,91
11
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 4,166 12,166 0,41 3,84
12
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 5,4 13,4 0,42 3,91
13
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 8,424 16,424 0,43 4,08
14
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 8,424 16,424 0,43 4,08
15
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 8,424 16,424 0,43 4,08
16
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 6,436 14,436 0,42 3,97
17
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Pabrik-Proyek 9,4 4,104 12,104 0,41 3,84
18
Proyek-Pabrik 9,7 0 8 0,38 3,72
Total 137,50

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 16
Naskah Seminar April 2021

5.4.2 Perhitungan Penggunaan Energi pada balok dan kolom dapat dikategorikan pada average
Sumber Tidak Bergerak (Kegiatan Ereksi) load condition.
Perhitungan energi pada sumber bergerak pada Data durasi penggunaan crane didapatkan melalui
penelitian ini meninjau pada pekerjaan erection wawancara dengan project manager dikarenakan
komponen beton precast menggunakan rough terrain tidak ada pencatatan secara aktual mengenai durasi
crane Tadano TR-350M. Tadano TR-350M penggunaan crane. Dari hasil wawancara, didapatkan
menggunakan mesin Mitsubishi 6D24-TC dengan durasi penggunaan crane yaitu 10-15 menit per kolom,
tenaga 228 kW (kilowatt), atau setara dengan 305,75 15-20 menit per balok, dan 5-10 menit per pelat lantai.
horsepower (TADANO | Loader Cranes -Small, Perbedaan durasi untuk tiap komponen precast
2021). Perhitungan penggunaan bahan bakar pada disebabkan oleh perbedaan ketinggian dan letak
crane ini mengacu pada buku Construction Methods masing-masing komponen precast. Selain itu, terdapat
and Management – Seventh Edition (S. W. Nunnally, jeda waktu antar pemasangan komponen precast yaitu
2007). 5-10 menit untuk melakukan pelepasan dan
pemasangan komponen precast pada hook crane.
Untuk melakukan perhitungan penggunaan bahan Untuk perhitungan bahan bakar pada penelitian ini
bakar pada alat berat rough terrain crane dapat menggunakan durasi rata-rata penggunaan crane
digunakan pendekatan dengan Persamaan 5.2 untuk semua aktivitas, yaitu 12,5 menit per kolom,
Estimated consumption = 17,5 menit per balok, 7,5 menit per pelat lantai, dan
Fuel Consumption Factor × Rated Power (hp)(5.2) 7,5 menit durasi antar pemasangan, sehingga
perhitungan durasi dapat dilihat pada Tabel 5.13, dan
Untuk nilai fuel consumption factor, dapat dilihat pada perhitungan penggunaan bahan bakar dapat dilihat
Tabel 5.12 pada Tabel 5.14
Tabel 5.12 Fuel consumption factors (gal/h/hp) Tabel 5.13 Durasi Ereksi Komponen Precast
Load Conditions Durasi
Type of Equipment Durasi Total Total
Low Average High Antar
Ereksi Durasi Durasi
Clamshell and drageline 0,024 0,03 0,036 Komponen Ereksi
(menit) (Menit) (Jam)
(menit)
Compactor, slef-propelled 0,038 0,052 0,06
a b c=a+b d = c / 60
Crane 0,018 0,024 0,03 Kolom 12,5 7,5 20 0,33
Excavator, hoe, or shovel 0,035 0,04 0,048 Balok 17,5 7,5 25 0,42
Loader - Track 0,03 0,042 0,051 Pelat
7,5 7,5 15 0,25
Loader - Wheel 0,024 0,036 0,047 Lantai
Motor grader 0,025 0,035 0,047
Scraper 0,026 0,035 0,044
Tractor - Crawler 0,028 0,037 0,046 Tabel 5.14 Perhitungan penggunaan bahan bakar
Tractor - Wheel 0,028 0,038 0,052 pada crane mengacu pada buku Construction
Truck, off-highway 0,014 0,02 0,029 Methods and Management
Wagon 0,029 0,037 0,046 Total
Total Penggunaan
Penggunaan
Jumlah Durasi per Bahan
Komponen Bahan
Komponen Komponen Bakar
Bakar
Dari Tabel 5.12 didapatkan fuel consumption factor (jam) (liter/jam)
(liter)
dari crane adalah 0,018 untuk low load condition, Kolom 24 0,33 27,77 222,16
0,024 untuk average load condition, dan 0,03 untuk Balok 51 0,42 27,77 590,11
severe load condition. Sehingga dengan menggunakan Pelat
174 0,25 20,83 906,24
Lantai
Persamaan 5.2 dapat diketahui untuk konsumsi bahan Total 1718,51
bakar crane yang digunakan adalah 5,5035 gal/h atau
20,833 liter/jam untuk low load condition, 7,338 gal/h
atau 27,77 liter/jam untuk average load condition, dan Perhitungan bahan bakar untuk erection juga dapat
9,1725 gal/h atau 34,722 liter/jam untuk severe load dilakukan dengan mengacu pada SNI 7832:2017
condition. Komponen pelat lantai memiliki berat tentang analisis harga satuan pekerjaan beton pracetak
berkisar antara 0,304-0,842 ton, komponen balok untuk konstruksi bangunan gedung. Pada SNI
memiliki berat berkisar antara 0,888-3,12 ton, dan 7832:2017 ditetapkan kebutuhan bahan bakar untuk
komponen kolom memiliki berat berkisar antara melakukan ereksi 1 komponen pelat pracetak sebesar
1,608-2,304 ton. Merujuk pada total rated loads dari 6,676 liter, 1 komponen balok pracetak sebesar 6,11
spesifikasi rough terrain crane TR-350M maka pelat liter, dan 1 komponen kolom pracetak sebesar 8,277
lantai dapat dikategorikan pada low load condition,
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 17
Naskah Seminar April 2021

liter, sehingga perhitungan dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.16 Hasil perhitungan emisi sumber bergerak
5.15 dan tidak bergerak
Jumlah emisi (kg) Global
Tabel 5.15 Perhitungan penggunaan bahan bakar Konsumsi
Warming
Energi
pada crane mengacu pada SNI 7832:2017 (TJ) CO2 CH4 N2O Potential
(kgCO2eq)
Sumber
Penggunaan b=a
Total x
c=a d=a GWP = b +
Bahan Bakar a x 3,9 x 3,9 (c x 28) +
Jumlah Penggunaan 74100
Komponen per kg/TJ kg/TJ (d x 265)
Komponen Bahan Bakar kg/TJ
Komponen
(liter)
(liter) Bergerak
0,008405 622,81 0,03 0,03 632,41
Kolom 24 8,277 198,65 (Transportasi)
Balok 51 6,11 311,61 Total 632,41
Pelat Lantai 174 6,676 1161,62
Total 1671,88

Terdapat selisih 46,63 liter (2,71%) pada perhitungan Jumlah emisi (kg) Global
Konsumsi
yang mengacu pada buku Construction Methods and Energi
Warming
CO2 CH4 N2O Potential
Management dan perhitungan yang mengacu pada Sumber
(TJ)
(kgCO2eq)
SNI 7832:2017. Namun pada penelitian ini digunakan b=ax c=a d=a GWP = b + (c
a 74100 x3 x 0,6 x 28) + (d x
hasil perhitungan mengacu pada buku Construction kg/TJ kg/TJ kg/TJ 265)
Methods and Management dikarenakan memiliki Tidak
lebih banyak faktor yang ditinjau sehingga dapat lebih Bergerak 0,061866 4584,27 0,19 0,04 4599,30
(Ereksi)
akurat. Total 4599,30

Dari hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan


bahwa penggunaan BBM untuk melakukan ereksi
5.5 Analisis dan Pembahasan
menggunakan crane adalah sebesar 1718,51 liter.
Maka penggunaan energi pada sumber tidak bergerak Rekapitulasi hasil perhitungan emisi gas rumah kaca
dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2, pada proyek pembangunan Gedung Precast
yaitu mengalikan volume konsumsi bbm (liter) dengan Sekretariat KMTS FT UGM dapat dilihat pada Tabel
nilai kalor solar yang dapat dilihat pada Nilai Kalor 5.17
Bahan Bakar Indonesia pada Tabel 3.2 , yaitu 36x10-6
TJ/liter sehingga didapatkan penggunaan energi pada Tabel 5.17 Kontribusi kegiatan pekerjaan proyek
sumber tidak bergerak adalah 0,061866 TJ. pembangunan Gedung Precast Sekretariat KMTS FT
UGM terhadap emisi GRK
5.4.3 Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca pada
Driver Global Warming
Sumber Bergerak dan Sumber Tidak Bergerak Kontribusi Proses (%)
Proses Potential (kgCO2eq)
Material 168465,66 96,99
Setelah didapatkan hasil perhitungan penggunaan
Transportasi 632,41 0,36
energi pada sumber bergerak dan tidak bergerak, maka Ereksi 4599,30 2,65
dapat dilakukan perhitungan emisi GRK dengan Total 173697,37 100
mengalikan jumlah energi yang diperlukan pada
peralatan tak bergerak dan bergerak dengan faktor
emisi GRK peralatan tak bergerak dan bergerak yang Dari data pada Tabel 5.17 didapatkan jumlah emisi gas
dapat dilihat pada Tabel 3.3. Hasil perhitungan emisi rumah kaca yang dihasilkan dari proses pembuatan
GRK pada sumber bergerak dan tidak bergerak dapat material, transportasi dan ereksi pada proyek
dilihat pada Tabel 5.16 pembangunan gedung precast sekretariat KMTS FT
UGM sebesar 173.697,04 kgCO2eq. Bangunan
gedung precast sekretariat KMTS FT UGM memiliki
luas bangunan sebesar 441 m2, sehingga didapatkan
jumlah emisi gas rumah kaca per satuan luas adalah
sebesar 393,87 kgCO2eq per m2 bangunan dengan
dengan kontribusi emisi dari material sebesar
168.465,66 kgCO2eq (96,99%), emisi dari transportasi
komponen precast sebesar 632,41 kgCO2eq (0,36%),
dan emisi dari ereksi komponen precast sebesar
4.599,30 kgCO2eq (2,65%). Material berkontribusi
paling besar total emisi rumah kaca pada proyek ini,
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 18
Naskah Seminar April 2021

terutama material semen dengan emisi sebesar Kegiatan


Kontribusi Emisi (%) Ereksi
104.913,54 kgCO2eq atau 60,38% dari total emisi Kegiatan
Transportasi 2,68%
keseluruhan dan material baja tulangan dengan emisi
0,36%
sebesar 61.414,9 kgCO2eq atau 35,35% dari total
emisi keseluruhan.
Material
Jumlah Emisi (kgCO2eq) Tulangan
35,35%
Jumlah Emisi (kgCO2eq) Material
Semen
104913,54 60,38%
Material
Pasir Material
61414,9 0,74% Kerikil
0,49%

855,38 1281,84 632,41 4654,96


Gambar 5.13 Grafik jumlah emisi GRK pada
Material Material Material Material Kegiatan Kegiatan pembangunan gedung precast sekretariat KMTS FT
Semen Kerikil Pasir Tulangan Transportasi Ereksi UGM
Penulis juga melakukan perbandingan dengan
Gambar 5.12 Grafik jumlah emisi GRK pada penelitian sebelumnya yang dapat dilihat pada Tabel
pembangunan gedung precast sekretariat KMTS FT 5.18
UGM

Tabel 5.18 Perbandingan dengan penelitian sebelumnya


Irahadi (Sabaruddin, Karyono and
Item Penelitian Ini Mao et al. (2013)
(2020) Tobing, 2011)
Tipe Bangunan Bangunan Bangunan Beton
Bangunan Precast Bangunan Beton Bertulang
Bangunan Baja Precast Bertulang
Daerah Yogyakarta Tangerang Cimahi Hong Kong
System Cradle to end of Cradle to
Material Stage Cradle to end of construction
Boundary construction Gate
kgCO2eq per
393,87 371,01 190,72 336 368
m2

Dilihat dari Tabel 5.35, pembangunan gedung precast Sabaruddin, Karyono and Tobing (2011)
sekretariat KMTS FT UGM menghasilkan emisi yang menggunakan nilai data emisi dari jurnal yang ditulis
cenderung lebih besar dibandingkan dengan penelitian oleh Seo and Hwang (2001) sedangkan penulis
yang dilakukan oleh Irahadi (2020) yang menggunakan nilai data emisi dari buku yang ditulis
menggunakan bangunan dengan konstruksi baja yang oleh Hammond and Jones (2011) dimana terdapat
seharusnya memiliki emisi lebih besar daripada perbedaan cukup signifikan diantara 2 sumber
bangunan beton bertulang. Hal ini dikarenakan pada tersebut.
penelitian yang dilakukan oleh (Irahadi, 2020) tidak
menghitung emisi yang dihasilkan oleh pemakaian Perbedaan juga ditemukan pada penelitian yang
alat berat. Perbedaan juga terjadi diakibatkan dilakukan oleh Mao et al. (2013) dimana seharusnya
perbedaan metode estimasi volume pekerjaan, dimana penelitian yang dilakukan penulis memiliki jumlah
pada penelitian yang dilakukan oleh (Irahadi, 2020) emisi per luas lebih kecil dikarenakan pada penelitian
menggunakan data dari BOQ. yang dilakukan oleh Mao et al. (2013) ikut
menghitung elemen arsitektural yaitu dinding. Hal ini
Perbedaan yang cukup jauh juga ditemukan pada terjadi karena perbedaan data nilai emisi yang
penelitian yang dilakukan oleh Sabaruddin, Karyono digunakan dimana pada penelitian yang dilakukan
and Tobing (2011). Hal ini dikarenakan pada oleh Mao et al. (2013) menggunakan data emisi dari
penelitian yang dilakukan oleh Sabaruddin, Karyono jurnal penelitian yang ditulis oleh Andrew (2003)
and Tobing (2011) hanya menghitung emisi yang sedangkan penulis menggunakan nilai data emisi dari
dihasilkan oleh material saja. Perbedaan lainnya juga buku yang ditulis oleh Hammond and Jones (2011)
terdapat pada sumber data emisi yang digunakan, dimana terdapat perbedaan cukup signifikan diantara
dimana pada penelitian yang dilakukan oleh 2 sumber tersebut.
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 19
Naskah Seminar April 2021

Pada penelitian selanjutnya, disarankan agar dapat 6.2 Saran


memasukkan lebih banyak komponen bangunan
seperti komponen arsitektural, mekanikal, elektrikal 1. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya perlu
serta pemipaan yang ada di dalam bangunan, serta dimodelkan elemen arsitektural dan mekanikal
memasukkan lebih banyak faktor, seperti faktor waste elektrikal agar dalam perhitungan emisi gas
material, transportasi waste material menuju tempat rumah kaca dalam proyek dapat diestimasi
pembuangan, penggunaan energi listrik, hingga pada dengan lebih akurat.
pemeliharaan bangunan agar penelitian dapat menjadi 2. Pada penelitian selanjutnya lebih baik untuk
lebih akurat. melakukan peninjauan pada sumber emisi gas
rumah kaca lainnya, seperti waste material, emisi
6. KESIMPULAN DAN SARAN dari transportasi pembuangan waste material,
emisi dari penggunaan energi listrik, dan emisi
6.1 Kesimpulan dari kegiatan perawatan bangunan sampai pada
Dari hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh fase akhir penggunaan bangunan.
beberapa kesimpulan sebagai berikut: 3. Diperlukannya pencatatan yang lebih rinci terkait
durasi penggunaan alat berat maupun spesifikasi
1. Estimasi emisi gas rumah kaca pada proyek alat yang digunakan agar perhitungan dapat
pembangunan Gedung Precast Sekretariat dilakukan dengan lebih akurat.
KMTS FT UGM dihitung dengan metode Life 4. Diperlukannya laptop atau komputer dengan
Cycle Assessment dengan ruang lingkup Cradle spesifikasi yang lebih tinggi untuk
to Gate pada material dengan cara mengkonversi mempermudah dalam tahap pemodelan dan
volume material beton yang didapat dari aplikasi menghindari error disaat pembuatan tulangan.
BIM Revit ke berat material semen, kerikil, dan
pasir dengan menggunakan SNI 7832:2017 DAFTAR PUSTAKA
tentang analisis harga satuan pekerjaan beton Agung Mulyana and Reini D. Wirahadikusumah,
pracetak insitu untuk konstruksi bangunan 2017. Analisis Konsumsi Energi dan Emisi Gas
gedung, dan mengkonversi jumlah dan panjang Rumah Kaca pada Tahap Konstruksi Studi Kasus :
tulangan yang didapat dari aplikasi BIM Revit ke Konstruksi Jalan Cisumdawu. Jurnal Teknik Sipil ITB,
berat tulangan dengan menggunakan SNI 24(3).
2052:2017 tentang Baja tulangan beton, lalu berat
material semen, kerikil, pasir serta baja tulangan Anon 1997. Kyoto Protocol. Available at:
yang didapatkan dikalikan dengan koefisien <https://www.oxfordreference.com/view/10.1093/oi/
embodied carbon dari buku The Inventory of authority.20110803100045795>.
Carbon and Energy (ICE) – BSRIA Guide.
Estimasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Anon 2006. ISO 14040 Environmental management
pada pekerjaan transportasi dan alat berat — Life cycle assessment — Principles and framework.
dihitung dengan mengalikan jumlah bahan bakar Anon 2018. Prinsip Dasar Sistem Teknologi BIM dan
yang digunakan dengan nilai kalor bahan bakar Implementasinya di Indonesia.
yaitu solar untuk mendapatkan estimasi energi
yang digunakan, lalu jumlah energi yang Eastman, C., Teicholz, P., Sacks, R. and Liston, K.,
digunakan dikalikan dengan faktor emisi GRK 2008. BIM Handbook. BIM Handbook.
peralatan tak bergerak dan bergerak, sehingga
Ervianto, W., 2006. Manajemen Proyek Konstruksi-
didapatkan emisi gas rumah kaca dari sumber
Edisi Revisi. Manajemen Proyek Konstruksi-Edisi
transportasi dan alat berat.
Revisi.
2. Estimasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan
dari proyek pembangunan Gedung Precast Hammond, G. and Jones, C., 2011. Embodied Carbon:
Sekretariat KMTS FT UGM adalah sebesar The Inventory of Carbon and Energy (BSRIA Guide).
173.697,37 kgCO2eq atau sebesar 393,87 BSRIA.
kgCO2eq per m2 bangunan.
3. Kontribusi emisi dari material sebesar Hermawan Ardiyanto and Joko Sumiyanto, 2020.
168.465,66 kgCO2eq (96,99%), emisi dari Meretas Asa di Rumah Baru. 1st ed. Yogyakarta: PT
transportasi komponen precast sebesar 632,41 Naturatama Bunga Persada.
kgCO2eq (0,36%), dan emisi dari ereksi Intergovermental Panel on Climate Change [IPCC],
komponen precast sebesar 4.599,30 kgCO2eq 2006. Guidelines for National Greenhouse Gas
(2,65%). Inventories Volume 2: Energy. IPCC.

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 20
Naskah Seminar April 2021

IPCC, 2014. Fifth Assesment Report. Summary for De Wolf, C., 2014. Material quantities in building
Policy Makers. Climate Change 2014: Impacts, structures and their environmental impact. MSc Thesis
Adaptation and Vulnerability - Contributions of the - Massachusetts Institute o Technology.
Working Group II to the Fifth Assessment Report.
World Green Buiding Council, 2019. Bringing
Irahadi, D., 2020. Pengukuran emisi gas rumah kaca embodied carbon upfront: Coordinated action for the
material konstruksi bangunan gudang di Tangerang building and construction sector to tackle embodied
dan persepsi pekerja kontraktor di Indonesia terhadap carbon. [online] Bringing embodied carbon upfront.
pengurangan emisi gas rumah kaca. Universitas Pelita Available at:
Harapan. <https://www.worldgbc.org/sites/default/files/World
GBC_Bringing_Embodied_Carbon_Upfront.pdf>.
Klöpffer, W. and Grahl, B., 2014. Life Cycle
Assessment (LCA): A Guide to Best Practice. Life
Cycle Assessment (LCA): A Guide to Best Practice.
Langston, C., Chan, E.H.W. and Yung, E.H.K., 2018.
Embodied carbon and construction cost differences
between Hong Kong and melbourne buildings.
Construction Economics and Building, 18(4).
Latuconsina, H., 2010. Dampak pemanasan global
terhadap ekosistem pesisir dan lautan. Agrikan: Jurnal
Agribisnis Perikanan, 3(1).
Mordue, S., Swaddle, P. and Philp, D., 2015. Building
Information Modeling for Dummies. Building
Information Modeling for Dummies.
NIBS, 2015. National BIM Standard - United States.
National BIM Standard - United States - Version 3,
(December).
Rayendra, B.W.S., 2014. Studi Aplikasi Teknologi
Building Information Modeling Untuk Pra-
Konstruksi. Simposium Nasional RAPI XIII.
Sabaruddin, A., Karyono, T.H. and Tobing, R., 2011.
Model Perhitungan Kandungan Emisi CO2 pada
Bangunan Gedung. Jurnal Permukiman, 6(3).
Setiawati, A., Catur, S., Prasetyo, A., Utomo, J.,
Hatmoko, D. and Hidayat, A., 2015. Kuantifikasi
Emisi Gas CO2 Ekuivalen pada Kontruksi Jalan
Perkerasan Kaku. Jurnal Karya Teknik Sipil, 3.
SNI 2847:2013, n.d. Persyaratan beton struktural
untuk bangunan gedung. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional (BSN).
SNI 7833:2012, n.d. Tata cara perancangan beton
pracetak dan beton prategang untuk bangunan
gedung. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Subdirektorat Statistik Konstruksi, 2020. Indikator
Konstruksi, Triwulan IV-2019. Badan Pusat Statistik.
Succar, B., 2013. Building Information Modelling :
conceptual constructs and performance improvement
tools. PhD Thesis - University of Newcastle,
(December).

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 21
Naskah Seminar April 2021

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada 22

Anda mungkin juga menyukai