Konstruksi hijau merupakan upaya membangun dengan tujuan mengurangi dampak terhadap
lingkungan. Aplikasi konstruksi hijau pada proyek konstruksi di Indonesia dipelopori oleh
PT.PP dengan komitmen berupa Green Construction Target yang diterapkan pada salah
satunya proyeknya Grand Kamala Lagoon (GKL) Bekasi. Model Assessment Green
Construction (MAGC) merupakan sistem penilaian yang dikembangkan oleh Ervianto untuk
menilai proses konstruksi hijau atau ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil capaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau pada kondisi eksisting
proyek apartemen GKL Tower Emerald berdasarkan tolok ukur MAGC dan mengetahui
persentase kontribusi pekerjaan arsitektur di dalam aspek green construction pada MAGC.
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif evaluatif dengan pengumpulan data melalui
kuesioner MAGC, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Hasil yang didapatkan
yakni implementasi konstruksi hijau pada kondisi eksisting 12,91 (58,89%) Sehingga
belum mencapai NGK ideal yakni 21,92(100%) maupun NGK terbaik yakni
15,47(70,57%). Upaya untuk meningkatkan capaian implementasi konstruksi hijau di proyek
dilakukan melalui pendekatan pekerjaan arsitektur. Kontribusi pekerjaan arsitektur pada
penilaian MAGC didapatkan 71 indikator (50%) dari hasil pemilihan pada 142 indikator
green construction. Setelah diberikan rekomendasi melalui indikator pekerjaan arsitektur
terjadi peningkatan NGC (Nilai Green construction) sebesar 18.36 (83.76%). Dengan begitu
besar peningkatan hasil capaian implementasi konstruksi hijau dari kondisi eksisting sebesar
5.42 (24.73%).
Pendahuluan
Du Plesis (2002) dalam Ervianto (2013) menyebutkan bahwa konstruksi hijau adalah bagian
dari konstruksi berkelanjutan dengan tujuan utama mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan selama proses pembangunan. Model Assessment Green Contruction (MAGC)
adalah model penilaian yang memiliki fokus terhadap kriteria konstruksi yang ramah
lingkungan yang dikembangkan oleh Ervianto. MAGC memiliki tujuh aspek utama penilaian
yakni tepat guna lahan, konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material,
manajemen lingkungan proyek konstruksi, kesehatan dan kenyamanan lingkungan proyek,
dan kualitas udara. Ervianto (2013) menyatakan MAGC dapat digunakan untuk proyek untuk
semua proyek bangunan gedung pada umumnya dan termasuk pekerjaan arsitektur sedangkan
pekerjaan mekanikal, elektrikal dan pumbling tidak diakomodasi dalam model penilaian ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif evaluatif. Metode
pengumpulan data terdiri dari beberapa langkah, yaitu: (1) pengisian kuesioner MAGC diisi
oleh site engineer manager (nilai 1 jika sudah diimplementasikan di proyek atau nilai 0 jika
belum diimplementasikan), (2) Wawancara untuk deskripsi implementasi setiap indikator
dengan site engineer manager, divisi metode, logistic dan
K3 dari PT.PP Cabang III dan arsitek serta manajer konstruksi pihak PT.PP Properti (3)
observasi lapangan untuk dokumentasi proyek, dan (4) studi dokumen dari Green
Construction Assessment Sheet, Petunjuk pelaksanaan (Juklak) Tower Emerald dan RKS
proyek. Analisis data terdiri dari dua tahap, yaitu: (1) perhitungan Nilai Indikator Green
Construction (NIGC), Nilai Faktor Green Construction (NFGC), Nilai Aspek Green
Construction (NAGC) dan hasil akhir Nilai Green Construction (NGC) berdasarkan 7 aspek
MAGC, (2) analisis pendekatan pekerjaan arsitektur pada indikator green construction.
Setelah kedua tahap analisis tersebut selesai dilakukan, diberikan rekomendasi pada indikator
green construction yang termasuk ke dalam pekerjaan arsitektur jika diimplementasikan di
proyek guna meningkatkan hasil capaian implementasi konstruksi hijau di proyek. Sintesis
akhir adalah berupa NGC hasil rekomendasi.
Penilaian implementasi konstruksi hijau di proyek berfokus pada tower yang pertama
dikerjakan yaitu Tower Emerald. Luas lahan Emerald adalah 8.274 m dan luas bangunannya
adalah 124.766 m. Tower ini terdiri dari dua massa yakni Emerald North dan Emerald South.
Pada saat penilaian, progress pengerjaan Tower Emerald adalah 68%. Secara keseluruhan,
Nilai Faktor Green Construction (NFGC) pada 16 faktor green construction terhadap nilai
maksimum pada setiap faktornya dapat dilihat pada diagram yang telah di tentukan
Nilai akhir yang menunjukkan hasil capaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau pada
proyek apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald yakni Nilai Green Construction
(NGC) sebesar 12,91. Dari total 142 indikator pelaksanaan konstruksi hijau, 90 indikator
telah diimplementasikan pada proses pembangunannya sementara 52 indikator lainnya belum
diimplementasikan. Nilai Green Construction Ideal (NGK ideal) di Indonesia adalah sebesar
21.92. NGC eksisting di proyek juga belum mencapai NGK terbaik di Indonesia yakni NGC
dengan indikator yang telah diimplementasikan di proyek konstruksi Indonesia dari hasil
penelitian pengembang pada beberapa proyek konstruksi besar di Indonesia yakni 15,47. Dari
nilai tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan proses konstruksi pada proyek pembangunan
apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald masih perlu ditingkatkan aktivitas
1. Pembuatan penampungan air hujan untuk digunakan kembali dalam berbagai kegiatan
yang tidak disyaratkan air layak minum.
2. Pemasangan alat meteran air di setiap keluaran sumber air bersih (PDAM, air tanah)
3. Penggunaan kran otomatis untuk washtafel di kantor proyek
13
2. Penggunaan bahan bangunan hasil pabrikasi dengan bahan baku dan proses produksi
ramah lingkungan
Untuk aspek kesehatan dan kenyamanan lingkungan proyek konstruksi, indikator yang
direkomendasikan adalah melakukan pemilihan metode konstruksi didasarkan pada
minimalisasi bahan/benda yang menyebabkan pencemaran (polutan).
Aspek Kualitas Udara
akibat terjadinya kenaikan NFGC pada tingkat faktor green construction. 10.00
7.00 4.80
2.62 2.94
0.48
Kualitas Udara
Manajemen Lingkungan Bangunan
Lahan
Konservasi Energi
2.94
2.62 2.57
10.00
3.60 3.00
Siklus Guna
NAGC Ideal
Diagram 8. Nilai Aspek Green Construction (NAGC) dibandingkan NAGCIdeal dan
NAGCTerbaik
Sintesis akhir adalah NGC hasil rekomendasi yakni 18.36 (83.76%) sementara kondisi
eksisting proyek memiliki NGC sebesar 12.94 (59.03%) sehingga terjadi
Air Energi
Lahan
kenaikan sebesar 5.42 (24.73%). Dari total 142 keseluruhan indikator pelaksanaan konstruksi
hijau berdasarkan Model Assessment Green Construction, 114 indikator telah
diimplementasikan (kondisi eksisting dan hasil rekomendasi) dan 28 indikator lainnya belum
diimplementasikan terkait tidak dikategorikannya indikator tersebut sebagai pekerjaan
arsitektur. NGC hasil rekomendasi belum mampu mencapai NGCIdeal yakni nilai green
construction yang didapat apabila 142 indikator di proyek berhasil diimplementasikan yakni
21. 92 namun sudah melampaui NGCTerbaik yakni nilai rata-rata indikator yang telah
diimplementasikan di proyek konstruksi Indonesia yang didapatkan oleh pengembang sebesar
15,47. Pada penilaian MAGC, aktivitas konstruksi di proyek semakin baik dalam menerapkan
konstruksi hijau apabila deviasi antara NGC proyek dengan NGCTerbaik semakin kecil.
21,92
(100%)
4. Kesimpulan
Dari hasil penilaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau berdasarkan tolok ukur Model
Assessment Green Construction didapatkan aktivitas konstruksi di Proyek Grand Kamala
Lagoon Tower Emerald masih kurang baik dalam menerapkan konstruksi hijau karena NGC
eksisting belum mencapai nilai maksimum (NGCIdeal) dan NGCTerbaik. Oleh karena itu
dapat dilakukan rekomendasi melalui pendekatan arsitektur pada indikator greeen
construction untuk meningkatkan hasil capaian implementasi di proyek. Kontribusi pekerjaan
arsitektur dalam penilaian MAGC sebesar 50% (71 indikator) dan yang sudah
diimplementasikan di proyek sebesar 33.09% (47 indikator). Sisanya sebanyak 24 indikator
belum diimplementasikan sehingga diberikan rekomendasi jika diimplementasikan di proyek.
Setelah diberikan rekomendasi, terjadi peningkatan NFGC pada beberapa faktor dan
peningkatan NAGC pada setiap aspek green construction. Aspek yang terjadi peningkatan
tertinggi secara berurutan terjadi pada aspek konservasi air, konservasi energi dan sumber
dan siklus material sehingga dapat disimpulkan pada aspek tersebut pekerjaan arsitektur
memiliki peranan tinggi. Dari NAGC tersebut diperoleh sintesis data akhir yakni NGC
sebesar 18.36 (83.76%). Dengan begitu terjadi peningkatan tingkat pencapaian implementasi
konstruksi hijau sebesar 5.42 (24.73%) dari kondisi eksisting.
Daftar Pustaka
Berge, B. 2000. The Ecology of Building Materials. Oxford: Architectural Press
Ervianto, W.I. 2013. Capaian Green Construction dalam Proyek Bangunan Gedung
PT. Pembangunan Perumahan Tbk. 2008. Green Contractor Assessment Sheet. Jakarta:
PT.PP
Pada saat pelaksanaan, TOTAL juga berupaya meminimalisisasi polusi suara, getaran, dan
limbah, dengan memakai metode sistem hidrolik (Hydrolic Static Pile Driver) pada
pelaksanaan pondasi.
Untuk tempat tinggal pekerja (Labour Camp) tempat tinggal tersebut diupayakan sedekat
mungkin dengan lokasi proyek, guna memudahkan pekerja dalam mengefisiensi waktu
sehingga para pekerja akan cepat sampai di lokasi dengan cukup berjalan kaki tanpa
menggunakan transportasi yang cenderung menambah beban pemakaian BBM dan polusi.
Begitu pula dengan kebutuhan sanitari, kegiatankegiatan pendukung sanitari telah dijalankan
sesuai dengan efisiensi dan konservasi prinsip green construction, seperti penghematan air,
listrik, serta perlindungan lingkungan.
Pemilihan dan Operasional Peralatan Konstruksi
Dalam pelaksanaan pembangunan JSS, kontraktor dapat menerapkan berbagai cara untuk
mengurangi pemakaian bahan bakar dan mengurangi terjadinya polusi yang ditimbulkan
oleh peralatan yang digunakan. Cara ini tidak hanya memberikan aspek positif terhadap
lingkungan tetapi juga mengurangi biaya bahkan mungkin dapat meningkatkan
produktivitas. Beberapa hal yang dapat mengakomodasi hal tersebut diatas diantaranya
adalah: (a) melatih operator peralatan, (b) menghindari terjadinya waktu
idle
peralatan, (c)
mengganti bahan bakar tak terbarukan untuk semua/sebagian peralatan dengan bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan.
6.
Pelatihan Bagi Subkontraktor
Dalam pelaksanaan pembangunan JSS, peran subkontraktor menjadi sangat penting dalam
pencapaian
green construction
dalam proyek konstruksi. Subkontraktor sebagai salah satu
stakeholder harus memahami, menguasai, dan melaksanakan pekerjaan pembangunan yang
berbeda dengan konvensional. Untuk mencapai tujuan
green construction
dalam proyek
perlu dipahami oleh subkontraktor dalam hal: (a) rencana pengelolaan limbah konstruksi,
seluruh subkontraktor harus merencanakan secara efektif dan membekali para pekerjanya
tentang cara mereduksi limbah dan menangani limbah. Hal ini menjadi kunci keberhasilan
untuk meminimalkan limbah. (b) rencana penyediaan kualitas udara yang baik, setiap
subkontraktor dalam menjalankan aktivitasnya berpotensi menghasilkan berbagai macam
debu yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara di sekitar proyek. Oleh
karenanya subkontraktor wajib memahami cara-cara pencegahannya. (c) cara-cara
melakukan efisiensi dalam pemanfaatan berbagai sumberdaya alam.
7.
Mengurangi Jejak Ekologis Proses Konstruksi
Jejak ekologis bertujuan untuk mengukur kebutuhan sumberdaya alam yang digunakan oleh
setiap bangsa dan setiap orang, misalnya menghitung luasnya tanah subur. Air tawar,
lautan, dan banyaknya energi yang tak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan serta mobilitas. Jejak ekologis dan
pengaruhnya terhadap pembangunan, pada dasarnya semua sumberdaya yang diambil dari
dalam bumi lebih dari 50% harus dipertimbangkan kembali. Selain pemanfaatan
sumberdaya alam juga harus diperhatikan bahan-bahan tersebut dari tempatnya ke tempat
pembangunan mengingat masalah transportasi juga merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Perpindahan rata-rata berbagai
material ke tempat pembangunan adalah sebagai berikut (Krusche, 1982): kayu, ± 100 km;
pasir dan kerikil ± 100 km; kapur ± 300 km; semen ± 400 km; batu bata ± 500 km; kaca ±
650 km; plastik ± 3000 km; logam dan besi ± 4900 km.
11
8.
Kualitas Udara
Udara segar tanpa ada kandungan polutan berbahaya sangat dibutuhkan untuk seluruh
pekerja konstruksi selama proses konstruksi berlangsung. Kondisi udara seperti ini
merupakan hak bagi setiap orang termasuk pekerja konstruksi, oleh karenanya perlu diatur
dalam dokumen kotrak. Pencapaian kualitas udara segar dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: (a) kualitas udara dalam ruang kantor proyek, yang difokuskan dalam upaya
mengembangkan kualitas dalam ruang khususnya dalam aspek pencahayaan, kesejukan
ruang serta kualitas udaranya termasuk dalam aspek pengendalian asap rokok. (b) kualitas
udara dalam lokasi pekerjaan, yang difokuskan pada upaya mencegah terjadinya
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas proyek (misalnya dari peralatan yang
digunakan dalam proses pembangunan).
5.
KESIMPULAN
Faktor yang berkontribusi untuk mencapai
green construction
dalam pekerjaan jembatan
adalah: (a) sumber, siklus, dan konservasi sumberdaya alam; (b) efisiensi dan konservasi
energi; (c) manajemen limbah konstruksi.
Faktor yang secara langsung mendukung dalam mencapai green construction dalam
pekerjaan jembatan adalah: (a) perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi; (b)
pemilihan dan operasional peralatan konstruksi; (c) pelatihan bagi subkontraktor;
mengurangi jejak ekologis proses konstruksi; (d) kualitas udara.
DAFTAR PUSTAKA
Choesin, D, Taufikurahman, & Esyanti, R. (2004) :
Pengetahuan Lingkungan
, Penerbit
ITB, Bandung
Christini, G., Fetsko, M., & Hendrickson, C. (2004) : Environmental management system
and ISO 14001 Certification for Construction Firms’
Journal of Construction
Engineering and Management
., hh 330-336.
Craven, E. J., Okraglik, H. M., and Eilenberg, I.M. (1994) :
Construction waste and a new
design methodology,’Sustainable construction: Proc., 1
st
Conf. of CIB TG 16
, C.J.
Kilbert, ed., 89-98.
Ferguson, J., Kermode, N., Nash, C.L., Sketch, W. A. J., and Huxford, R., P. (1995) :
Managing and minimizing construction waste-A practical guide, Institution of civil
engineers, London.
Frick, H & Suskiyanto B. (2007) :
Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis
, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Glavinich, T. E. (2008) :
Contractor’s Guide to Green Building Construction
, John Wiley,
Goeritno, B. (2011) : Draft Agenda 21 Konstruksi Berkelanjutan Indonesia’,
dipresentasikan dalam Seminar Internasional Toward Sustainable Construction in
Indonesia, Jakarta, 14 Juni.
12
Green Building Council Indonesia, 2010,
GREENSHIP
, Jakarta
Hendrickson, C dan Horvath, A. (2000) : Resource use and environmental emissions of
U.S. construction sectors’,
Journal Construction Engineering Management
., 126 (1),
hh. 38-44.
http://benusaganiblog.wordpress.com/
http://benusaganiblog.wordpress.com/
http://bisnis.vivanews.com
http://www.dephub.go.id/
Khanna (1999)
Kibert, C. (2008) :
Sustainable Construction
, John Wiley & Sons, Canada.
Majalah Konstruksi, Edisi Mei, 2011
Oladiran J.A. (2009) : Innovative waste management through the use of waste management
plans on construction projects in Nigeria’
Journal Architectural Engineering and
Design Management.
, vol. 5, hh. 165-176
Oladiran, O. J. (2008) : Lean in Nigerian construction: State barriers, strategies and ‘Go-to-
Gemba’ approach, in Proceeding of the IGLC-16, Menchester, UK, 16-18 July, 287-
297.
Poon, C.S. (1997) : Management and recycling of demolition waste in Hong Kong’ Waste
Manage., 38 (4), hh. 561-572.
Rogoff, M., and Williams, J. F. (1994) : Approaches to implementing solid waste recycling
facilities’, Noyes, Park Ridge, N.
Statistik Indonesia (2011)
Trend Konstruksi
, Edisi Desember, (2010)
Undang-undang No. 23 Tahun 1997, Tentang: Pengelolaan Lingkungan Hidup
Widjanarko, A. (2009): Bangunan dan Konstruksi Hijau’, dokumen dipresentasikan di
Seminar Nasional Teknik Sipil V-2009, Surabaya, 11 Pebruari
78
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
Kontraktor harus memperbaiki.
Pengujian harus dilakukan
sampai kedalaman penuh pada
lokasi berselang-seling setiap
jarak tidak lebih dari 200 m.
Untuk penimbunan kembali di
sekitar struktur atau pada galian
parit untuk gorong-gorong,
paling sedikit harus dilaksanakan
satu pengujian untuk satu lapis
penimbunan kembali yang telah
selesai dikerjakan.
4.
Untuk timbunan, paling sedikit 1
rangkaian pengujian bahan yang
lengkap harus dilakukan untuk
setiap 1.000 m
3
bahan timbunan
yang dihampar.
4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1
Simpulan
1.
Proyek konstruksi merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai unsur yang terkait mulai
dari proses disain, pengadaan,
konstruksi, operasi dan
perawatan, dan dekonstruksi
dengan berbagai jenis sumber
daya.
2.
Green construction
sebagai
bagian dari
sustainable
construction
tentunya akan
berdampak terhadap operasional
bangunan maupun proses desain
berupa umpan balik
(feed back
)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3.
Metode konstruksi adalah
jawaban atas bagaimana
pekerjaan suatu proyek akan
dikerjakan, sehingga dibutuhkan
cara penyajian yang dapat segera
dimengerti oleh yang
berkepentingan.
4.
Proses penyusunan metode
konstruksi merupakan hasil
pembahasan,
brainstorming
,
diskusi, referensi dari berbagai
macam sumber, dan dituangkan
dalam bentuk gambar kerja serta
urutan pelaksanaan pekerjaan
(
procedure, work
instruction
)
yang menjadi acuan dalam setiap
pekerjaan perbaikan
(
improvemen
t), inovasi, serta
kreativitas (sebagai unsur utama
inovasi) dalam pembuatan
metode konstruksi sehingga
dapat memberikan nilai tambah
(
add value
) bagi tercapainya
sasaran, baik mutu, waktu, biaya
maupun
safety.
4.2
Saran
1.
Oleh karena proyek konstruksi
merupakan sebuah sistem, maka
sistem ini harus dikelola untuk
mencapai prinsip
–
prinsip dalam
sustainable construction.
2.
Dalam mewujudkan
green
construction
sebagai bagian dari
sustainable construction
hendaknya memperhitungkan
dampak terhadap operasional
bangunan maupun proses desain
berupa umpan balik
(feed back
)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3.
Penerapan metode konstruksi
hendaknya memperhatikan cara
penyajian yang mudah
dimengerti oleh yang
berkepentingan dalam
pelaksanaan proyek.
79
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
5
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Husen, 2010,
Manajemen
Proyek
, Yogyakarta, Andi Offset
Asiyanto. 2010.
Manajemen Produksi
untuk Jasa Konstruksi
. Jakarta :
Penerbit PT.Pradnya Paramita.
Asiyanto. 2007.
Manajemen Alat Berat
untuk Konstruksi
. Jakarta : Penerbit
PT.Pradnya Paramita.
Dipohusodo, Istimawan. 1996.
Manajemen Proyek dan
Konstruksi. Jilid 1 & 2
. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Ervianto, W. I. 2004.
Teori
–
Aplikasi
Manajemen Proyek Konstruksi
.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2005.
Manajemen
Proyek Konstruksi
. Yogyakarta:
Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2012.
Selamatkan Bumi
Melalui Konstruksi Hijau,
Perencanaan, Pengadaan,
Konstruksi dan Operasi
.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
http://www.google.co.id/search?q=
Alat
berat dalam Konstruksi
Imam Soeharto,I. 1995.
Manajemen
Proyek Konstruksi. Dari
Konseptual sampai Operasional
.
Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta.
Komatsu, 1978,
Specification and
Application Hand Book
. Third
edition.
Mahendra Sultan Syah. 2004.
Manajemen Proyek Kiat Sukses
Mengelola Proyek
, Cetakan
Pertama, Pt. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Peurifoy, 1979.
Construction Planning
Equipment
, Int Student Edition, Mc
Graw
–
Hill, New York.
Rochmanhadi, 1992,
Alat
–
Alat Berat
dan Penggunaannya
, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1985,
Perhitungan
Biaya Pelaksanaan Pekerjaan
dengan Menggunakan Alat
–
Alat
Berat
, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1992,
Kapasitas dan
Produksi Alat Berat
, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta
Susy Fatena Rostiyanti, 2008,
Alat
Berat Untuk Proyek Konstruksi
,
Edisi Kedua, PT.Rineka Cipta,
Jakarta.
The Asphalt Institute. 1983.
Asphalt
Technology and Construction
Practices.Instructur’s Guide
.
Second Edition January 1983.
Team Lokakarya Dosen Perguruan
Tinggi Swasta Seluruh Indonesia
Program Studi Teknik Sipil Bidang
Pemindahan Tanah Mekanis.Juli
1997. Pemindahan Tanah
Mekanis,Cisarua Bogor.
…., 1988,
Manual Supervisi Lapangan
untuk Staf Pengendali Mutu pada
Kontrak Pemeliharaan dan
Peningkatan Jalan Dokumen
Rujukan RD. 641 Central Quality
& Monitoring Unit
, Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Jakarta.
........Spesifikasi Umum Buku III,
Departemen Pekerjaan Umum,
Dirjen Bina Marga, Direktorat Bina
Program Jalan