Anda di halaman 1dari 17

Implementasi Konstruksi Hijau Pada Proyek Apartemen Grand Kamala Lagoon Tower

Emerald Bekasi.(nadia khairarizki dan wasiska iyati)

Konstruksi hijau merupakan upaya membangun dengan tujuan mengurangi dampak terhadap
lingkungan. Aplikasi konstruksi hijau pada proyek konstruksi di Indonesia dipelopori oleh
PT.PP dengan komitmen berupa Green Construction Target yang diterapkan pada salah
satunya proyeknya Grand Kamala Lagoon (GKL) Bekasi. Model Assessment Green
Construction (MAGC) merupakan sistem penilaian yang dikembangkan oleh Ervianto untuk
menilai proses konstruksi hijau atau ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil capaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau pada kondisi eksisting
proyek apartemen GKL Tower Emerald berdasarkan tolok ukur MAGC dan mengetahui
persentase kontribusi pekerjaan arsitektur di dalam aspek green construction pada MAGC.
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif evaluatif dengan pengumpulan data melalui
kuesioner MAGC, wawancara mendalam, dan observasi lapangan. Hasil yang didapatkan
yakni implementasi konstruksi hijau pada kondisi eksisting 12,91 (58,89%) Sehingga
belum mencapai NGK ideal yakni 21,92(100%) maupun NGK terbaik yakni
15,47(70,57%). Upaya untuk meningkatkan capaian implementasi konstruksi hijau di proyek
dilakukan melalui pendekatan pekerjaan arsitektur. Kontribusi pekerjaan arsitektur pada
penilaian MAGC didapatkan 71 indikator (50%) dari hasil pemilihan pada 142 indikator
green construction. Setelah diberikan rekomendasi melalui indikator pekerjaan arsitektur
terjadi peningkatan NGC (Nilai Green construction) sebesar 18.36 (83.76%). Dengan begitu
besar peningkatan hasil capaian implementasi konstruksi hijau dari kondisi eksisting sebesar
5.42 (24.73%).

Pendahuluan

Du Plesis (2002) dalam Ervianto (2013) menyebutkan bahwa konstruksi hijau adalah bagian
dari konstruksi berkelanjutan dengan tujuan utama mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan selama proses pembangunan. Model Assessment Green Contruction (MAGC)
adalah model penilaian yang memiliki fokus terhadap kriteria konstruksi yang ramah
lingkungan yang dikembangkan oleh Ervianto. MAGC memiliki tujuh aspek utama penilaian
yakni tepat guna lahan, konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material,
manajemen lingkungan proyek konstruksi, kesehatan dan kenyamanan lingkungan proyek,
dan kualitas udara. Ervianto (2013) menyatakan MAGC dapat digunakan untuk proyek untuk
semua proyek bangunan gedung pada umumnya dan termasuk pekerjaan arsitektur sedangkan
pekerjaan mekanikal, elektrikal dan pumbling tidak diakomodasi dalam model penilaian ini.

Komitmen PT. PP dalam bidang konstruksi berkelanjutan ditunjukkan dengan mengeluarkan


Green Construction Target. Green Construction Target sudah diterapkan pada setiap proyek
konstruksi yang ditangani oleh PT.PP, salah satu proyeknya Grand Kamala Lagoon di kota
Bekasi, Jawa Barat. Salah satu proyek PT.PP yang menjadi objek studi penerapan konstruksi
hijau adalah proyek pembangunan apartemen Grand Kamala Lagoon (GKL) di kota Bekasi,
Jawa Barat. Proyek ini terbagi menjadi enam tahap pembangunan untuk pengerjaan 32 tower
dan akan memakan waktu ±15 tahun dimana tahap pertama dimulai pada kuartal III tahun
2014 dengan pengerjaan Tower Emerald sebagai tower apartemen pertama. Pada kondisi
eksisting proyek beberapa kriteria konstruksi hijau dalam Green Construction Target belum
diterapkan. Dengan adanya MAGC sebagai model penilaian untuk mengukur proses
konstruksi hijau, perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil capaian proyek konstruksi Tower
Emerald Grand Kamala Lagoon Bekasi dalam mengimplementasikan proses konstruksi hijau.
Dengan demikian, pelaksanaan proses konstruksi hijau pada tahap pembangunan proyek
GKL Bekasi ke depannya diharapkan dapat berjalan dengan lebih efektif. Selain itu, dengan
terakomodasinya pekerjaan arsitektur dalam penilaian MAGC dapat diketahui persentase
kontribusi pekerjaan arsitektur dalam penilaian implementasi konstruksi hijau. Dengan
memperhitungkan kontribusi pekerjaan arsitektur dalam konteks proses konstruksi hijau
sebagai salah satu tahapan dalam menghasilkan produk arsitektur berupa bangunan gedung
merupakan yang tepat bagi arsitektur untuk mengetahui keterlibatan pekerjaan arsitektur pada
tahap konstruksi dan turut serta bertanggung jawab semakin menipisnya sumber daya alam
akibat proses pembangunan.

2. Bahan dan Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif evaluatif. Metode
pengumpulan data terdiri dari beberapa langkah, yaitu: (1) pengisian kuesioner MAGC diisi
oleh site engineer manager (nilai 1 jika sudah diimplementasikan di proyek atau nilai 0 jika
belum diimplementasikan), (2) Wawancara untuk deskripsi implementasi setiap indikator
dengan site engineer manager, divisi metode, logistic dan

K3 dari PT.PP Cabang III dan arsitek serta manajer konstruksi pihak PT.PP Properti (3)
observasi lapangan untuk dokumentasi proyek, dan (4) studi dokumen dari Green
Construction Assessment Sheet, Petunjuk pelaksanaan (Juklak) Tower Emerald dan RKS
proyek. Analisis data terdiri dari dua tahap, yaitu: (1) perhitungan Nilai Indikator Green
Construction (NIGC), Nilai Faktor Green Construction (NFGC), Nilai Aspek Green
Construction (NAGC) dan hasil akhir Nilai Green Construction (NGC) berdasarkan 7 aspek
MAGC, (2) analisis pendekatan pekerjaan arsitektur pada indikator green construction.
Setelah kedua tahap analisis tersebut selesai dilakukan, diberikan rekomendasi pada indikator
green construction yang termasuk ke dalam pekerjaan arsitektur jika diimplementasikan di
proyek guna meningkatkan hasil capaian implementasi konstruksi hijau di proyek. Sintesis
akhir adalah berupa NGC hasil rekomendasi.

3. Hasil dan Pembahasan

Penilaian implementasi konstruksi hijau di proyek berfokus pada tower yang pertama
dikerjakan yaitu Tower Emerald. Luas lahan Emerald adalah 8.274 m dan luas bangunannya
adalah 124.766 m. Tower ini terdiri dari dua massa yakni Emerald North dan Emerald South.
Pada saat penilaian, progress pengerjaan Tower Emerald adalah 68%. Secara keseluruhan,
Nilai Faktor Green Construction (NFGC) pada 16 faktor green construction terhadap nilai
maksimum pada setiap faktornya dapat dilihat pada diagram yang telah di tentukan
Nilai akhir yang menunjukkan hasil capaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau pada
proyek apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald yakni Nilai Green Construction
(NGC) sebesar 12,91. Dari total 142 indikator pelaksanaan konstruksi hijau, 90 indikator
telah diimplementasikan pada proses pembangunannya sementara 52 indikator lainnya belum
diimplementasikan. Nilai Green Construction Ideal (NGK ideal) di Indonesia adalah sebesar
21.92. NGC eksisting di proyek juga belum mencapai NGK terbaik di Indonesia yakni NGC
dengan indikator yang telah diimplementasikan di proyek konstruksi Indonesia dari hasil
penelitian pengembang pada beberapa proyek konstruksi besar di Indonesia yakni 15,47. Dari
nilai tersebut menunjukan bahwa pelaksanaan proses konstruksi pada proyek pembangunan
apartemen Grand Kamala Lagoon Tower Emerald masih perlu ditingkatkan aktivitas

proses konstruksi di proyek.


Diagram 5. NAGC Eksisting terhadap NAGC yang Telah Diimplementasikan di Proyek
Jumlah indikator pekerjaan arsitektur mencapai setengah dari total indikator keseluruhan
sehingga dapat disimpulkan pekerjaan arsitektur mampu berkontribusi dan mempengaruhi
penilaian konstruksi hijau yang cukup besar untuk sebuah proyek konstruksi. Sebanyak 24
indikator (16.90%) yang dikategorikan ke dalam pekerjaan arsitektur belum
diimplementasikan di proyek. Dengan begitu, capaian implementasi konstruksi hijau di
proyek Tower Emerald Grand Kamala Lagoon memiliki potensi besar untuk ditingkatkan
melalui pendekatan pekerjaan arsitektur pada tujuh aspek green construction.
3.9 Rekomendasi

Rekomendasi diberikan pada 23 indikator green construction.


Aspek Tepat Guna Lahan
1. Membuat perencanaan untuk melindungi semua tanaman di lokasi proyek
2. Merencanakan cara-cara melindungi vegetasi/pohon di lokasi proyek
3. Merencanakan dan melakukan pengelolaan air limbah akibat proses konstruksi

Gambar 3. Rekomendasi Aspek Tepat Guna Lahan

Aspek Konservasi Energi

1. Penggunaan lampu hemat energi


2. Pengaturan penerangan sesuai dengan urutan pekerjaan
3. Pemasangan kWh meter pada sistem beban
4. Pemanfaatan sinar matahari secara maksimal untuk penerangan di kontraktor keet 5.
Penggunaan sensor cahaya untuk lampu penerangan yang ada di lokasi proyek
6. Pengukuran intensitas cahaya sesuai dengan ketentuan min. 300 lux

Aspek Konservasi Air

Gambar 4. Rekomendasi Aspek Konservasi Energi

1. Pembuatan penampungan air hujan untuk digunakan kembali dalam berbagai kegiatan
yang tidak disyaratkan air layak minum.
2. Pemasangan alat meteran air di setiap keluaran sumber air bersih (PDAM, air tanah)
3. Penggunaan kran otomatis untuk washtafel di kantor proyek

13

Gambar 5. Rekomendasi Aspek Konservasi Air

Aspek Sumber dan Siklus Material

1. Penggunaan material bekas

2. Penggunaan bahan bangunan hasil pabrikasi dengan bahan baku dan proses produksi

ramah lingkungan

3. Penggunaan bahan baku kayu bersertifikat/kayu legal


4. Penggunaan metode prafabrikasi dalam pelaksanaan pekerjaan
5. Penggunaan material daur ulang
445

Gambar 6. Rekomendasi Aspek Sumber dan Siklus Material

Aspek Manajemen Lingkungan Bangunan

1. Penggunaan kembali (reuse) limbah konstruksi


2. Melakukan daur ulang yang bernilai rendah dari sebelumnya (downcycle) 3. Melakukan
daur ulang yang bernilai sama dengan sebelumnya (recycle) 4. Melakukan daur ulang yang
bernilai tinggi dari sebelumnya (upcycle)

Gambar 7. Rekomendasi Aspek Manajemen Lingkungan Bangunan

Aspek Kesehatan dan Kenyamanan Lingkungan Proyek

Untuk aspek kesehatan dan kenyamanan lingkungan proyek konstruksi, indikator yang
direkomendasikan adalah melakukan pemilihan metode konstruksi didasarkan pada
minimalisasi bahan/benda yang menyebabkan pencemaran (polutan).
Aspek Kualitas Udara

1. Mengutamakan penggunaan transportasi umum bagi pekerja konstruksi


2. Menyimpan material tertentu yang rawan terhadap debu untuk disimpan diluar

lokasi proyek konstruksi.

Gambar 8. Halte dan Shuttle Bus di Lokasi Proyek


Pada setiap aspek terjadi peningkatan Nilai Faktor Green Construction yang dapat

pada diagram berikut.

Diagram 6. Nilai Faktor Green Construction (NFGC) setelah Rekomendasi Peningkatan


tertinggi terjadi pada faktor green construction secara berurutan terjadi pada pengelolaan
material, efisiensi air, efisiensi energi dan manajemen limbah konstruksi sehingga dapat
disimpulkan pekerjaan arsitektur pada keempat faktor tersebut memiliki kontribusi yang
besar pada penilaian faktor green construction. Pada tingkat aspek green construction terjadi
pula peningkatan Nilai Aspek Green Construction

akibat terjadinya kenaikan NFGC pada tingkat faktor green construction. 10.00

7.00 4.80

2.62 2.94

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

0.48

1.06 1.25 1.43 0.36 0.38 0.851.30 3.60

Kualitas Udara
Manajemen Lingkungan Bangunan

Sumber dan Siklus Material

Tepat Konservasi Guna Air

Lahan

Konservasi Energi

Diagram 7. Nilai Aspek Green Construction (NAGC) setelah Rekomendasi


Dari perubahan nilai tersebut dapat diketahui bahwa pada setiap aspek green construction
mengakomodasi pekerjaan arsitektur sehingga dapat diberi rekomendasi yang dapat
meningkatkan Nilai Aspek Green Construction (NAGC). Dari ketujuh aspek tersebut, aspek
yang terjadi peningkatan tertinggi setelah dilakukan rekomendasi secara berurutan terjadi
pada aspek konservasi air, konservasi energi dan sumber dan siklus material. Dari NAGC
yang sudah direkomendasi belum ada yang mampu mencapai Nilai Maksimum NAGC
(NAGCIdeal) namun semua aspek berhasil mencapai NAGCTerbaik kecuali aspek kualitas
udara karena aspek mengakomodasi pekerjaan arsitektur paling sedikit

dibandingkan dengan enam aspek lainnya.

2.94

2.62 2.57

1.06 1.43 0.38 1.30

10.00

9.20 7.00 4.80

3.60 3.00

0.48 0.67 1.25 1.18 0.36 0.31 0.85 0.75


Kesehatan Kualitas Manajemen Sumber dan Tepat Konservasi Konservasi

Siklus Guna

Udara Lingkungan Bangunan

NAGC Ideal
Diagram 8. Nilai Aspek Green Construction (NAGC) dibandingkan NAGCIdeal dan
NAGCTerbaik

Sintesis akhir adalah NGC hasil rekomendasi yakni 18.36 (83.76%) sementara kondisi
eksisting proyek memiliki NGC sebesar 12.94 (59.03%) sehingga terjadi

dan Keselamatan Kerja


Material NAGC Terbaik

Air Energi

Lahan

NAGC Eksisting proyek

kenaikan sebesar 5.42 (24.73%). Dari total 142 keseluruhan indikator pelaksanaan konstruksi
hijau berdasarkan Model Assessment Green Construction, 114 indikator telah
diimplementasikan (kondisi eksisting dan hasil rekomendasi) dan 28 indikator lainnya belum
diimplementasikan terkait tidak dikategorikannya indikator tersebut sebagai pekerjaan
arsitektur. NGC hasil rekomendasi belum mampu mencapai NGCIdeal yakni nilai green
construction yang didapat apabila 142 indikator di proyek berhasil diimplementasikan yakni
21. 92 namun sudah melampaui NGCTerbaik yakni nilai rata-rata indikator yang telah
diimplementasikan di proyek konstruksi Indonesia yang didapatkan oleh pengembang sebesar
15,47. Pada penilaian MAGC, aktivitas konstruksi di proyek semakin baik dalam menerapkan
konstruksi hijau apabila deviasi antara NGC proyek dengan NGCTerbaik semakin kecil.

21,92

(100%)

Diagram 8. Nilai Green Construction (NGC) setelah Rekomendasi dibandingkan terhadap

15,47 18,36 (70.57%) (83.76%)

4. Kesimpulan

NGCIdeal dan NGCTerbaik

Dari hasil penilaian keseluruhan implementasi konstruksi hijau berdasarkan tolok ukur Model
Assessment Green Construction didapatkan aktivitas konstruksi di Proyek Grand Kamala
Lagoon Tower Emerald masih kurang baik dalam menerapkan konstruksi hijau karena NGC
eksisting belum mencapai nilai maksimum (NGCIdeal) dan NGCTerbaik. Oleh karena itu
dapat dilakukan rekomendasi melalui pendekatan arsitektur pada indikator greeen
construction untuk meningkatkan hasil capaian implementasi di proyek. Kontribusi pekerjaan
arsitektur dalam penilaian MAGC sebesar 50% (71 indikator) dan yang sudah
diimplementasikan di proyek sebesar 33.09% (47 indikator). Sisanya sebanyak 24 indikator
belum diimplementasikan sehingga diberikan rekomendasi jika diimplementasikan di proyek.
Setelah diberikan rekomendasi, terjadi peningkatan NFGC pada beberapa faktor dan
peningkatan NAGC pada setiap aspek green construction. Aspek yang terjadi peningkatan
tertinggi secara berurutan terjadi pada aspek konservasi air, konservasi energi dan sumber
dan siklus material sehingga dapat disimpulkan pada aspek tersebut pekerjaan arsitektur
memiliki peranan tinggi. Dari NAGC tersebut diperoleh sintesis data akhir yakni NGC
sebesar 18.36 (83.76%). Dengan begitu terjadi peningkatan tingkat pencapaian implementasi
konstruksi hijau sebesar 5.42 (24.73%) dari kondisi eksisting.

Daftar Pustaka
Berge, B. 2000. The Ecology of Building Materials. Oxford: Architectural Press
Ervianto, W.I. 2013. Capaian Green Construction dalam Proyek Bangunan Gedung

menggunakan Model Assessment Green Construction.


Ervianto, W. I. 2012. Kajian Reuse Material Bangunan dalam Konsep Sustainable

Construction di Indonesia. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 12, No.1.


Ervianto, W.I. 2015. Implementasi Green Construction sebagai Upaya Mencapai

Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Makalah dalam Konferensi Nasional Forum

Wahana Teknik ke II.

PT. Pembangunan Perumahan Tbk. 2008. Green Contractor Assessment Sheet. Jakarta:
PT.PP

Upaya TOTAL dalam menerapkan prinsip-prinsip green construction mendapat respon


positif dari pelanggan. Pengenalan konsep bangunan hijau kepada pelanggan yang dilakukan
oleh TOTAL pun membuat pelanggan tertarik untuk menerapkannya dalam pelaksanaan
proyek pembangunan gedung. Meskipun kadang terdapat perbedaan pemahaman atas konsep
tersebut, penjelasan yang lebih mendetail yang dilakukan TOTAL pun mendapat respect dari
pelanggan.
Terkait dengan cost yang dibebankan kepada pelanggan, biaya tersebut disesuaikan dengan
konsep desain dan metode bangunan hijau yang akan diterapkan, seperti penerapan pasif
desain, modular, dan pengulangan, prefab system, dan material reused. Selain itu, TOTAL
pun juga menerapkan waste management dalam pengerjaan proyek.
Selanjutnya, dalam melakukan sistem dewatering, sistem untuk mengembalikan air ke dalam
tanah (recharging well, retention pond) juga diterapkan dalam pelaksanaan proyek. Selain
membangun gedung dengan konsep ramah lingkungan, TOTAL juga berkomitmen untuk ikut
menerapkan konsep hijau pada gedung kantor yang saat ini dipakai melalui greenship
existing building. Oleh karena itu, penerapan konsep tersebut pun dimasukkan dalam
program kerja tahun ini. Untuk mendukung proses tersebut, internal perusahaan pun telah
melakukan sosialisasi mengenai pentingnya menerapkan prinsip-prinsip green
building dan green construction. Sosialisasi ini pun dilakukan mulai dari tingkat jajaran
Direksi, Kepala Bagian, Manager Proyek, hingga Seluruh Staf.
Konsep green construction dalam menjaga lingkungan sangat penting diimplementasikan
terutama di lingkungan sekitar yang terkena dampak langsung pembangunan gedung.
Penerapan prinsip-prinsip green construction ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, antara
lain sosialisasi konsep tersebut kepada masyarakat sekitar proyek, pelaksanaan survey and
mapping mengenai kondisi rumah dan tanah yang bersebelahan dengan proyek, serta
melakukan survey mengenai potensi material lokal di sekitar lokasi proyek.
Green Construction merupakan komitmen TOTAL untuk meminimalisir dampak negatif
pelaksanaan proyek gedung terhadap lingkungan.
 

Pada saat pelaksanaan, TOTAL juga berupaya meminimalisisasi polusi suara, getaran, dan
limbah, dengan memakai metode sistem hidrolik (Hydrolic Static Pile Driver) pada
pelaksanaan pondasi.
Untuk tempat tinggal pekerja (Labour Camp) tempat tinggal tersebut diupayakan sedekat
mungkin dengan lokasi proyek, guna memudahkan pekerja dalam mengefisiensi waktu
sehingga para pekerja akan cepat sampai di lokasi dengan cukup berjalan kaki tanpa
menggunakan transportasi yang cenderung menambah beban pemakaian BBM dan polusi.
Begitu pula dengan kebutuhan sanitari, kegiatankegiatan pendukung sanitari telah dijalankan
sesuai dengan efisiensi dan konservasi prinsip green construction, seperti penghematan air,
listrik, serta perlindungan lingkungan.

 
Pemilihan dan Operasional Peralatan Konstruksi
Dalam pelaksanaan pembangunan JSS, kontraktor dapat menerapkan berbagai cara untuk 
mengurangi pemakaian bahan bakar dan mengurangi terjadinya polusi yang ditimbulkan
oleh peralatan yang digunakan. Cara ini tidak hanya memberikan aspek positif terhadap
lingkungan tetapi juga mengurangi biaya bahkan mungkin dapat meningkatkan
produktivitas. Beberapa hal yang dapat mengakomodasi hal tersebut diatas diantaranya
adalah: (a) melatih operator peralatan, (b) menghindari terjadinya waktu
idle
peralatan, (c)
mengganti bahan bakar tak terbarukan untuk semua/sebagian peralatan dengan bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan.
6.
 
Pelatihan Bagi Subkontraktor
Dalam pelaksanaan pembangunan JSS, peran subkontraktor menjadi sangat penting dalam
pencapaian
green construction
dalam proyek konstruksi. Subkontraktor sebagai salah satu
stakeholder harus memahami, menguasai, dan melaksanakan pekerjaan pembangunan yang
berbeda dengan konvensional. Untuk mencapai tujuan
green construction
dalam proyek 
perlu dipahami oleh subkontraktor dalam hal: (a) rencana pengelolaan limbah konstruksi,
seluruh subkontraktor harus merencanakan secara efektif dan membekali para pekerjanya
tentang cara mereduksi limbah dan menangani limbah. Hal ini menjadi kunci keberhasilan
untuk meminimalkan limbah. (b) rencana penyediaan kualitas udara yang baik, setiap
subkontraktor dalam menjalankan aktivitasnya berpotensi menghasilkan berbagai macam
debu yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara di sekitar proyek. Oleh
karenanya subkontraktor wajib memahami cara-cara pencegahannya. (c) cara-cara
melakukan efisiensi dalam pemanfaatan berbagai sumberdaya alam.
7.
 
Mengurangi Jejak Ekologis Proses Konstruksi
Jejak ekologis bertujuan untuk mengukur kebutuhan sumberdaya alam yang digunakan oleh
setiap bangsa dan setiap orang, misalnya menghitung luasnya tanah subur. Air tawar,
lautan, dan banyaknya energi yang tak terbarukan dan yang dibutuhkan manusia untuk 
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan serta mobilitas. Jejak ekologis dan
pengaruhnya terhadap pembangunan, pada dasarnya semua sumberdaya yang diambil dari
dalam bumi lebih dari 50% harus dipertimbangkan kembali. Selain pemanfaatan
sumberdaya alam juga harus diperhatikan bahan-bahan tersebut dari tempatnya ke tempat
pembangunan mengingat masalah transportasi juga merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Perpindahan rata-rata berbagai
material ke tempat pembangunan adalah sebagai berikut (Krusche, 1982): kayu, ± 100 km;
pasir dan kerikil ± 100 km; kapur ± 300 km; semen ± 400 km; batu bata ± 500 km; kaca ±
650 km; plastik ± 3000 km; logam dan besi ± 4900 km.
 
11
8.
 
Kualitas Udara
Udara segar tanpa ada kandungan polutan berbahaya sangat dibutuhkan untuk seluruh
pekerja konstruksi selama proses konstruksi berlangsung. Kondisi udara seperti ini
merupakan hak bagi setiap orang termasuk pekerja konstruksi, oleh karenanya perlu diatur
dalam dokumen kotrak. Pencapaian kualitas udara segar dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: (a) kualitas udara dalam ruang kantor proyek, yang difokuskan dalam upaya
mengembangkan kualitas dalam ruang khususnya dalam aspek pencahayaan, kesejukan
ruang serta kualitas udaranya termasuk dalam aspek pengendalian asap rokok. (b) kualitas
udara dalam lokasi pekerjaan, yang difokuskan pada upaya mencegah terjadinya
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas proyek (misalnya dari peralatan yang
digunakan dalam proses pembangunan).
5.
 
KESIMPULAN
Faktor yang berkontribusi untuk mencapai
green construction
dalam pekerjaan jembatan
adalah: (a) sumber, siklus, dan konservasi sumberdaya alam; (b) efisiensi dan konservasi
energi; (c) manajemen limbah konstruksi.
Faktor yang secara langsung mendukung dalam mencapai green construction dalam
pekerjaan jembatan adalah: (a) perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi; (b)
pemilihan dan operasional peralatan konstruksi; (c) pelatihan bagi subkontraktor;
mengurangi jejak ekologis proses konstruksi; (d) kualitas udara.
DAFTAR PUSTAKA
Choesin, D, Taufikurahman, & Esyanti, R. (2004) :
Pengetahuan Lingkungan
, Penerbit
ITB, Bandung
Christini, G., Fetsko, M., & Hendrickson, C. (2004) : Environmental management system
and ISO 14001 Certification for Construction Firms’
 Journal of Construction
 Engineering and Management 
., hh 330-336.
Craven, E. J., Okraglik, H. M., and Eilenberg, I.M. (1994) :
Construction waste and a new
design methodology,’Sustainable construction: Proc., 1
st 
Conf. of CIB TG 16 
, C.J.
Kilbert, ed., 89-98.
Ferguson, J., Kermode, N., Nash, C.L., Sketch, W. A. J., and Huxford, R., P. (1995) :
Managing and minimizing construction waste-A practical guide, Institution of civil
engineers, London.
Frick, H & Suskiyanto B. (2007) :
 Dasar-Dasar Arsitektur Ekologis
, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Glavinich, T. E. (2008) :
Contractor’s Guide to Green Building Construction
, John Wiley,
Goeritno, B. (2011) : Draft Agenda 21 Konstruksi Berkelanjutan Indonesia’,
dipresentasikan dalam Seminar Internasional Toward Sustainable Construction in
Indonesia, Jakarta, 14 Juni.
 
12
Green Building Council Indonesia, 2010,
GREENSHIP
, Jakarta
Hendrickson, C dan Horvath, A. (2000) : Resource use and environmental emissions of 
U.S. construction sectors’,
 Journal Construction Engineering Management 
., 126 (1),
hh. 38-44.
http://benusaganiblog.wordpress.com/ 
http://benusaganiblog.wordpress.com/ 
http://bisnis.vivanews.com
http://www.dephub.go.id/ 
Khanna (1999)
Kibert, C. (2008) :
Sustainable Construction
, John Wiley & Sons, Canada.
Majalah Konstruksi, Edisi Mei, 2011
Oladiran J.A. (2009) : Innovative waste management through the use of waste management
plans on construction projects in Nigeria’
 Journal Architectural Engineering and 
 Design Management.
, vol. 5, hh. 165-176
Oladiran, O. J. (2008) : Lean in Nigerian construction: State barriers, strategies and ‘Go-to-
Gemba’ approach, in Proceeding of the IGLC-16, Menchester, UK, 16-18 July, 287-
297.
Poon, C.S. (1997) : Management and recycling of demolition waste in Hong Kong’ Waste
Manage., 38 (4), hh. 561-572.
Rogoff, M., and Williams, J. F. (1994) : Approaches to implementing solid waste recycling
facilities’, Noyes, Park Ridge, N.
Statistik Indonesia (2011)
Trend Konstruksi
, Edisi Desember, (2010)
Undang-undang No. 23 Tahun 1997, Tentang: Pengelolaan Lingkungan Hidup
Widjanarko, A. (2009): Bangunan dan Konstruksi Hijau’, dokumen dipresentasikan di
Seminar Nasional Teknik Sipil V-2009, Surabaya, 11 Pebruari

 
78
 PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
Kontraktor harus memperbaiki.
Pengujian harus dilakukan
sampai kedalaman penuh pada
lokasi berselang-seling setiap
 jarak tidak lebih dari 200 m.
Untuk penimbunan kembali di
sekitar struktur atau pada galian
 parit untuk gorong-gorong,
 paling sedikit harus dilaksanakan
satu pengujian untuk satu lapis
 penimbunan kembali yang telah
selesai dikerjakan.
4.
 
Untuk timbunan, paling sedikit 1
rangkaian pengujian bahan yang
lengkap harus dilakukan untuk
setiap 1.000 m
3
 bahan timbunan
yang dihampar.
4
 
SIMPULAN DAN SARAN
4.1
 
Simpulan
1.
 
Proyek konstruksi merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari
 berbagai unsur yang terkait mulai
dari proses disain, pengadaan,
konstruksi, operasi dan
 perawatan, dan dekonstruksi
dengan berbagai jenis sumber
daya.
2.
 
Green construction
 sebagai
 bagian dari
 sustainable
construction
 tentunya akan
 berdampak terhadap operasional
 bangunan maupun proses desain
 berupa umpan balik
(feed back 
)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3.
 
Metode konstruksi adalah
 jawaban atas bagaimana
 pekerjaan suatu proyek akan
dikerjakan, sehingga dibutuhkan
cara penyajian yang dapat segera
dimengerti oleh yang
 berkepentingan.
4.
 
Proses penyusunan metode
konstruksi merupakan hasil
 pembahasan,
brainstorming 
,
diskusi, referensi dari berbagai
macam sumber, dan dituangkan
dalam bentuk gambar kerja serta
urutan pelaksanaan pekerjaan
(
 procedure, work 
 
instruction
)
yang menjadi acuan dalam setiap
 pekerjaan perbaikan
(
improvemen
t), inovasi, serta
kreativitas (sebagai unsur utama
inovasi) dalam pembuatan
metode konstruksi sehingga
dapat memberikan nilai tambah
(
add value
) bagi tercapainya
sasaran, baik mutu, waktu, biaya
maupun
 safety.
4.2
 
Saran
1.
 
Oleh karena proyek konstruksi
merupakan sebuah sistem, maka
sistem ini harus dikelola untuk
mencapai prinsip
 – 
 prinsip dalam
 sustainable construction.
2.
 
Dalam mewujudkan
 green
construction
 sebagai bagian dari
 sustainable construction
 
hendaknya memperhitungkan
dampak terhadap operasional
 bangunan maupun proses desain
 berupa umpan balik
(feed back 
)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3.
 
Penerapan metode konstruksi
hendaknya memperhatikan cara
 penyajian yang mudah
dimengerti oleh yang
 berkepentingan dalam
 pelaksanaan proyek.

 
79
 PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014
ISSN: 2303-2693
5
 
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Husen, 2010,
Manajemen
Proyek 
, Yogyakarta, Andi Offset
Asiyanto. 2010.
Manajemen Produksi
untuk Jasa Konstruksi 
. Jakarta :
Penerbit PT.Pradnya Paramita.
Asiyanto. 2007.
Manajemen Alat Berat
untuk Konstruksi 
. Jakarta : Penerbit
PT.Pradnya Paramita.
Dipohusodo, Istimawan. 1996.
Manajemen Proyek dan
Konstruksi. Jilid 1 & 2 
. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Ervianto, W. I. 2004.
Teori
 – 
 Aplikasi
Manajemen Proyek Konstruksi 
.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2005.
Manajemen
Proyek Konstruksi 
. Yogyakarta:
Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2012.
Selamatkan Bumi
Melalui Konstruksi Hijau,
Perencanaan, Pengadaan,
Konstruksi dan Operasi 
.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
http://www.google.co.id/search?q=
Alat
berat dalam Konstruksi 
 
Imam Soeharto,I. 1995.
Manajemen
Proyek Konstruksi. Dari
Konseptual sampai Operasional 
.
Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta.
Komatsu, 1978,
Specification and
Application Hand Book 
. Third
edition.
Mahendra Sultan Syah. 2004.
Manajemen Proyek Kiat Sukses
Mengelola Proyek 
, Cetakan
Pertama, Pt. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Peurifoy, 1979.
Construction Planning
Equipment 
, Int Student Edition, Mc
Graw
 – 
 Hill, New York.
Rochmanhadi, 1992,
Alat
 – 
 Alat Berat
dan Penggunaannya 
, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1985,
Perhitungan
Biaya Pelaksanaan Pekerjaan
dengan Menggunakan Alat
 – 
 Alat
Berat 
, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1992,
Kapasitas dan
Produksi Alat Berat 
, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta
Susy Fatena Rostiyanti, 2008,
Alat
Berat Untuk Proyek Konstruksi 
,
Edisi Kedua, PT.Rineka Cipta,
Jakarta.
The Asphalt Institute. 1983.
Asphalt
Technology and Construction
 Practices.Instructur’s Guide
.
Second Edition January 1983.
Team Lokakarya Dosen Perguruan
Tinggi Swasta Seluruh Indonesia
Program Studi Teknik Sipil Bidang
Pemindahan Tanah Mekanis.Juli
1997. Pemindahan Tanah
Mekanis,Cisarua Bogor.
…., 1988,
Manual Supervisi Lapangan
untuk Staf Pengendali Mutu pada
Kontrak Pemeliharaan dan
Peningkatan Jalan Dokumen
Rujukan RD. 641 Central Quality
& Monitoring Unit 
, Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Jakarta.
........Spesifikasi Umum Buku III,
Departemen Pekerjaan Umum,
Dirjen Bina Marga, Direktorat Bina
Program Jalan

Anda mungkin juga menyukai