Anda di halaman 1dari 7

TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

PERBANDINGAN PERSYARATAN GREEN BUILDING


DI INDONESIA DAN SINGAPURA

Budi Kurniawan 1), Manlian R. Simanjuntak.2)


1) 2) Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan
E-mail: 27budikurniawan@gmail.com

Abstrak (10 pt)


Konsep keberlanjutan saat ini sedang marak dikumandangkan. Hal ini juga menyentuh sektor
konstruksi. Dengan semakin meningkatnya pemanasan global seiring dengan meningkatnya emisi dan
penggunaan energi, perlu dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan untuk memperbaiki kondisi
lingkungan. Green Building merupakan salah satu inovasi yang dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi dari penggunaan energi dan penggunaan material yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Sebuah bangunan gedung harus memenuhi beberapa kriteria standar yang sudah ditetapkan untuk
dikategorikan sebagai Green Building. Permasalahan yang akan diselesaikan dalam penilitian ini
adalah terkait dengan kriteria bangunan gedung sehingga bangunan tersebut dapat dikatakan
sebagai bangunan gedung ramah lingkungan serta apa saja yang menjadi perbedaan di dalam
persyaratan bangunan gedung ramah lingkungan menurut Green Building Council Indonesia (GBCI)
dan BCA Green Mark Singapura. Perbedaan ini akan menentukan proses perencanaan serta
pemanfaatan dari bangunan gedung. Penelitian ini akan menggunakan studi literatur dan
membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Melalui penelitian ini dihasilkan
rekomendasi yang strategis sehubungan dengan Green Building baik berdasarkan GBCI maupun
BCA Green Mark.
Kata kunci: green building, bangunan gedung, GBCI, BCA Green Mark.

Pendahuluan
Konsep sustainability (keberlanjutan) saat ini sedang marak dikumandangkan. Hal ini juga
menyentuh sektor konstruksi, dalam hal ini bangunan gedung. Dengan semakin meningkatnya
dampak pemanasan global seiring dengan semakin meningkatnya polusi dan penggunaan energi
terutama di kota-kota besar, perlu dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan untuk
memperbaiki kondisi lingkungan. Dalam bidang konstruksi, bangunan gedung baik digunakan
untuk perkantoran, hunian ataupun ritel turut berpengaruh terhadap pemanasan global tersebut. Hal
ini dipengaruhi oleh penggunaan energi, air dan material dari bangunan gedung tersebut serta
pengolahan limbah yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sehingga memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan. Beberapa inovasi terus dikembangkan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi dari penggunaan energi dan penggunaan material yang lebih ramah
terhadap lingkungan. Green Building (bangunan gedung ramah lingkungan) merupakan salah satu
inovasi yang diterapkan di beberapa negara untuk mengurangi pemanasan global. Green Building
merupakan sebuah sistem yang mencakup beberapa faktor, diantaranya adalah pemanfaatan air,
pemanfaatan energi, pengurangan limbah, penggunaan material ramah lingkungan dan beberapa
faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan. Dalam hal ini Green Building merupakan
bangunan gedung yang menggunakan energi dan air yang lebih efisien serta pengolahan limbah
yang lebih baik sehingga dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari
pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung tersebut.
Sebuah bangunan gedung dapat dikategorikan sebagai Green Building jika telah memenuhi
persyaratan-persyaratan yang sudah ditentukan. Persyaratan ini didasarkan pada dampak yang akan
diberikan dari pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung terhadap lingkungan, baik secara
mikro (lingkungan lokal/setempat) maupun secara makro (lingkungan yang lebih luas). Beberapa
negara telah membuat panduan mengenai persyaratan-persyaratan serta batasan-batasan yang perlu
dipenuhi oleh sebuah bangunan gedung sehingga bangunan gedung tersebut dapat diketegorikan
sebagai Green Building. Di Indonesia kita mengenal Green Building Council Indonesia (GBCI)
atau Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia yang mana merupakan sebuah badan afiliasi dari
World Building Council. Sedangkan di Singapura terdapat BCA (Building Construction Authority)
Green Mark yang mengatur persyaratan mengenai Green Building.
89
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

Pemilik bangunan gedung perlu menetapkan sejak awal mengenai persyaratan seperti apa
yang akan dan dapat dipenuhi dari bangunan gedung yang akan dibuatnya. Hal ini terkait dengan
persyaratan dan batasan-batasan yang akan mempengaruhi perencanaan dari bangunan gedung
tersebut sebelum bangunan gedung tersebut dibangun. Baik GBCI maupun BCA Green Mark
sendiri memiliki batasan-batasan yang berbeda meskipun secara konsep persyaratannya mencakup
hal yang serupa. Keduanya memiliki tingkatan pemenuhan persyaratan Green Building seperti
tingkatan Platinum, Gold, Silver atau Certified. Penentuan tingkat pemenuhan persyaratan tersebut
akan ditentukan melalui proses assessment (penilaian) yang dilakukan oleh pihak penilai yang
ditunjuk oleh lembaga tersebut. Selanjutnya bangunan gedung tersebut akan diberikan sertifikat
sesuai dengan nilai yang diperoleh dari proses penilaian tersebut.
Permasalahan yang akan dibahas didalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
• Apa saja yang menjadi kriteria hingga bangunan gedung dikategorikan sebagai Green
Building?
• Apa saja perbedaan dari kriteria Green Building menurut Green Building Council
Indonesia dengan BCA Green Mark Singapura?
Penelitian ini dibatasi untuk bangunan gedung yang baru dibangun atau new building yang
bersifat bukan hunian atau non-residential.

Studi Pustaka
Green Building didefinisikan sebagai sebuah perencanaan dan perancangan bangunan
gedung melalui sebuah proses yang memperhatikan lingkungan dan menggunakan sumber daya
secara efisien pada seluruh siklus hidup bangunan gedung (building life cycle) mulai dari
pengolahan tapak, perancangan, pembangunan, penghunian, pemeliharaan, renovasi, dan
perubahan bangunan gedung. Pada dasarnya, Green Building merupakan suatu praktek dalam
membangun, yang dimulai dari pekerjaan struktur hingga pelaksana konstruksi secara keseluruhan.
Bangunan gedung dapat dikategorikan sebagai bangunan gedung yang ramah lingkungan apabila
memenuhi kriteria: menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan; terdapat fasilitas,
sarana, dan prasarana untuk konversi sumber daya air dalam bangunan gedung; terdapat fasilitas,
sarana dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi; menggunakan bahan tidak merusak ozon
dalam bangunan gedung; terdapat fasilitas, sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik
pada bangunan gedung; terdapat fasilitas pemilahan sampah; memperhatikan aspek kesehatan bagi
penghuni bangunan gedung; terdapat fasilitas, sarana dan prasarana pengelolaan tapak
berkelanjutan; terdapat fasilitas, sarana dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.
Green Building Council Indonesia (GBCI) adalah lembaga mandiri (non-government) yang
berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik
terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan.
Didirikan pada tahun 2009 oleh para profesional di sektor perancangan dan konstruksi bangunan
gedung yang memiliki kepedulian kepada penerapan konsep Green Building, GBCI bertujuan
untuk melakukan transformasi pasar serta diseminasi kepada masyarakat dan pelaku bangunan
gedung untuk menerapkan prinsip-prinsip Green Building, khususnya di sektor industri bangunan
gedung di Indonesia. GBCI memiliki 4 kegiatan utama, yaitu: transformasi pasar, pelatihan,
sertifikasi Green Building berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut Greenship,
serta program kerjasama dengan stakeholder. GBC Indonesia merupakan Established Member dari
World Green Building Council (World GBC) yang berpusat di Toronto, Kanada.
GBCI saat ini sudah mengeluarkan 5 jenis Greenship, yaitu Greenship New Building,
Greenship Existing Building, Greenship Interior Space, Greenship Home, dan Greenship
Neighborood. Greenship tersebut terbagi menjadi 6 (enam) kategori dimana masing-masing
kategori terdiri atas beberapa kriteria yang mengandung poin nilai (credit point) dengan muatan
tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Kategori Greenship tersebut yaitu: Tepat
Guna Lahan (Appropriate Site Development - ASD); Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy
Efficiency and Conservation - EEC); Konservasi Air (Water Conservation – WAC); Sumber dan
Siklus Material (Material Resources and Cycle – MRC); Kualitas Udara dan Kenyamanan Udara

90
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

dalam Ruang (Indoor Air Health and Confort – IHC); dan Manajemen Lingkungan Bangunan
(Building and Environment Management – BEM).
Skema Green Mark BCA diluncurkan pada Januari 2005 sebagai inisiatif untuk mendorong
industri konstruksi Singapura menuju bangunan gedung yang lebih ramah lingkungan. Hal ini
dimaksudkan untuk mempromosikan keberlanjutan dalam lingkungan binaan dan meningkatkan
kesadaran lingkungan di antara pengembang, perancang dan pembangun ketika mereka memulai
konsep dan desain proyek, serta selama konstruksi. BCA Green Mark memberikan diferensiasi
bangunan gedung yang berarti di pasar real estat. Ini adalah skema pembandingan yang
menggabungkan praktik terbaik yang diakui secara internasional dalam desain dan kinerja
lingkungan. Ini dapat memiliki efek positif pada citra perusahaan, nilai sewa dan nilai jual kembali
bangunan gedung. Manfaat BCA Green Mark meliputi: Memfasilitasi pengurangan penggunaan
energi, air, dan sumber daya material; Mengurangi potensi dampak lingkungan; Meningkatkan
kualitas lingkungan dalam ruangan untuk kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik; dan
Memberikan arahan yang lebih jelas untuk perbaikan berkelanjutan.
Sertifikasi BCA Green Mark mendukung pergerakan Green Building dengan mendorong
bangunan gedung berkelanjutan di lingkungan buatan Singapura. Ke depan, BCA mendorong
Gedung Super Low Energy (SLE) dan Tempat Kerja yang Lebih Sehat. Pengembang, pemilik
gedung, dan lembaga pemerintah harus menyerahkan formulir aplikasi ke BCA untuk
mendaftarkan minat mereka untuk berpartisipasi dalam Skema Green Mark BCA. Tim penilai BCA
akan mengadakan pertemuan pendahuluan dengan tim proyek atau tim manajemen gedung untuk
memberikan pengarahan tentang kriteria dan meminta laporan yang relevan dan bukti dokumenter
untuk mendukung pengajuan berikutnya. Pra-penilaian adalah opsional jika tim proyek terbiasa
dengan kriteria, kecuali untuk proyek insentif. Penilaian aktual akan dilakukan di kemudian hari
setelah tim siap. Penilaian akan mencakup tinjauan desain dan dokumenter serta verifikasi situs.
Bukti dokumenter harus diserahkan pada akhir penilaian. Setelah menyelesaikan penilaian, surat
penghargaan yang menunjukkan tingkat sertifikasi proyek akan dikirim ke tim.
Kategori skema Green Mark meliputi: Bangunan Gedung Baru Bukan Hunian; Energi
Sangat Rendah (Super Low Energy – SLE); Bangunan Gedung Hunian Baru; Bangunan Gedung
Hunian Eksisting; Rumah Tapak; Sekolah Eksisting; Fasilitas Kesehatan; Laboratorium;
Infrastruktur; Distrik; Tempat Kerja Sehat; Interior Kantor; Restoran; Supermarket; Ritel; Pusat
Data; Proyek Luar Negeri Baru dan Eksisting; dan Konstruksi Berkelanjutan.

Metodologi Penelitian
Penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan riset
data serta komparasi berdasarkan data yang diperoleh dari informasi umum serta hasil penelitian
sebelumnya yang relevan dengan materi penulisan ini. Penelitian ini membahas secara umum
persyaratan yang terdapat pada standar Green Building di Singapura yaitu BCA Green Mark dan
standar Green Building di Indonesia dari Konsil Bangunan Hijau Indonesia (Green Building
Council Indonesia). Penelitian ini dibatasi pada bangunan gedung non-residensial yang tercakup di
dalam kategori Green Building dari dua standar tersebut.
Penelitian dimulai dengan studi literasi dari GBC Indonesia dan BCA Green Mark terkait
dengan persyaratan-persyaratan dari kedua standar tersebut. Selanjutnya akan ditentukan subjek
yang akan dibandingkan dari kedua standar tersebut berikut rincian dari perbedaan kedua standar
tersebut. Selain itu penulis juga akan membandingkan dengan hasil penelitian lain yamg relevan
dengan penelitian ini.

Hasil dan Pembahasan


Penilaian Greenship untuk bangunan gedung baru dibagi menjadi dua tahapan, yang
pertama adalah Tahap Rekognisi Desain (Design Recognition – DR) dengan nilai maksimum
adalah 77 poin dimana pada tahap ini tim proyek mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan
penghargaan sementara untuk proyek pada tahap finalisasi desain dan perencanaan berdasarkan
penilaian Greenship. Tahap ini dilalui selama gedung masih dalam tahap perencanaan. Tahap
kedua adalah Tahap Penilaian Akhir (Final Assessment – FA) dengan nilai maksimum adalah 101
91
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

poin dimana pada tahap ini proyek dinilai secara menyeluruh baik dari aspek desain maupun
konstruksi yang menentukan kinerja gedung secara menyeluruh.
Setiap kategori terdapat beberapa kriteria yang memiliki jenis berbeda, yaitu Kriteria
Prasyarat dimana kriteria ini ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukan penilaian
lebih lanjut yang merepresentasikan standar minimum gedung ramah lingkungan; Kriteria Kredit
dimana kriteria ini disesuaikan dengan kemampuan gedung dimana bila kriteria ini dipenuhi maka
gedung tersebut akan mendapatkan nilai tertentu; dan yang terakhir adalah Kriteria Bonus dimana
kriteria ini memungkinkan gedung untuk mendapatkan nilai tambah. Nilai pada Kriteria Bonus
tidak akan mempengaruhi nilai maksimum Greenship namun tetap diperhitungkan sebagai nilai
pencapaian.
Sebelum melalui proses sertifikasi, proyek harus memenuhi persyaratan kelayakan
(eligibility) yang ditetapkan oleh GBC Indonesia antara lain: minimum luas gedung adalah
2.500m2; kesediaan data gedung untuk diakses GBC Indonesia terkait proses sertifikasi; fungsi
gedung sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW setempat; kepemilikan AMDAL
dan/atau rencana Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL);
kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan untuk kebakaran; kesesuaian gedung terhadap
standar ketahanan gempa; dan kesesuaian gedung terhadap standar aksesibilitas difabel.
Pada kategori ASD (Appropriate Site Development) atau Tepat Guna Lahan terdapat 1
kriteria prasyarat yaitu Area Dasar Hijau dan 7 kriteria kredit yaitu Pemilihan Tapak, Aksesibilitas
Komunitas, Transportasi Umum, Fasilitas Pengguna Sepeda, Lansekap Pada Lahan, Iklim Mikro,
Manajemen Air Limpasan Hujan dengan total nilai 17 (bobot 16.8%). Pada kategori EEC (Energy
Efficiency and Conservation) atau Efisiensi dan Konservasi Energi terdapat 2 kriteria prasyarat
yaitu Pemasangan Sub-Meter dan Perhitungan OTTV; 4 kriteria kredit yaitu Langkah Penghematan
Energi, Pencahayaan Alami, Ventilasi, Pengaruh Perubahan Iklim; serta 1 kriteria bonus yaitu
Energi Terbarukan Dalam Tapak dengan total nilai 26 (bobot 25.7%). Pada kategori WAC (Water
Conservation) atau Konservasi Air terdapat 2 kriteria prasyarat yaitu Meteran Air dan Perhitungan
Penggunaan Air; serta 6 kriteria kredit yaitu Pengurangan Penggunaan Air, Fitur Air, Daur Ulang
Air, Sumber Air Alternatif, Penampungan Air Hujan, Efisiensi Penggunaan Air Lansekap dengan
total nilai 21 (bobot 20.8%). Pada kategori MRC (Material Resources and Cycle) atau Sumber dan
Siklus Material terdapat 1 kriteria prasyarat yaitu Refrigeran Fundamental serta 6 kriteria kredit
yaitu Penggunaan Gedung dan Material Bekas, Material Ramah Lingkungan, Penggunaan
Refrigeran tanpa ODP, Kayu Bersertifikat, Material Fabrikasi, Material Regional dengan total nilai
14 (bobot 13.9%). Pada kategori IHC (Indoor Health and Confort) atau Kesehatan dan
Kenyamanan dalam Ruang memiliki 1 kriteria prasyarat yaitu Introduksi Udara Luar serta 7
kriteria kredit yaitu Pemantauan Kadar CO2, Kendali Asap Rokok di Lingkungan, Polutan Kimia,
Pemandangan ke luar Gedung, Kenyamanan Visual, Kenyamanan Termal dan Tingkat Kebisingan.
dengan total nilai 10 (bobot 9.9%). Yang terakhir yaitu kategori BEM (Building Environment
Management) atau Manajemen Lingkungan Bangunan gedung yang memiliki 1 kriteria prasyarat
yaitu Dasar Pengelolaan Sampah serta 7 kriteria kredit yaitu GP (Greenship Professional) Sebagai
Anggota Tim Proyek, Polusi dari Aktifitas Konstruksi, Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut, Sistem
Komisioning yang Baik dan Benar, Penyerahan Data Green Building, Kesepakatan dalam
Melakukan Aktifitas Fit Out dan Survei Pengguna Gedung dengan total nilai 13 (bobot 12.9%).
Masing-masing kriteria tersebut memiliki tujuan dan tolok ukur serta memiliki nilai poin yang
berbeda-beda seperti dijelaskan pada buku panduan Greenship untuk Bangunan Gedung Baru –
Ringkasan Kriteria dan Tolok Ukur yang diterbitkan oleh Green Building Council Indonesia.
Peringkat dari Greenship dibagi menjadi empat tingkatan yaitu Greenship Platinum
dimana sebuah bangunan gedung harus mencapai nilai total minimal 74 poin, Greenship Gold
dengan nilai minimal 58 poin, Greenship Silver dengan nilai minimal 48 poin, dan Greenship
Bronze dengan nilai minimal 35 poin. Total poin diperoleh dari proses penilaian (assessment) yang
dilakukan oleh pihak yang ditunjuk berdasarkan enam kategori diatas dan kriteria penilaian
berdasarkan buku panduan Greenship.
Pada BCA Green Mark proses penilaian (assessment) untuk sertifikasi Green Building
dibagi menjadi tiga kategori persyaratan utama yaitu: Prasyarat dimana semua persyaratan ini harus
92
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

dipenuhi sebelum proses penilaian selanjutnya; persyaratan yang berhubungan dengan energi
(Energy Related Requirements) dimana nilai minimum yang harus dicapai adalah 30 poin agar
bangunan gedung mendapatkan sertifikasi; dan Persyaratan lain (Other Green Requiements) yang
mencakup efisiensi air, perlindungan lingkungan, kualitas lingkungan dalam ruang dan fitur hijau
lain dimana nilai total minimum yang harus dicapai didalam persyaratan ini adalah 20 poin untuk
mendapatkan sertifikasi. Jika salah satu dari prasyarat tidak terpenuhi atau nilai minimum, baik
persyaratan yang behubungan dengan energi atau persyaratan lain, tidak terpenuhi maka proses
sertifikasi dinyatakan gagal.
Ketentuan Prasyarat (Prerequisite Requirements) disini mencakup bangunan gedung
dengan menggunakan pendingin udara (Air-Conditioned Buildings), bangunan gedung tanpa
pendingin udara (Non Air-Conditioned Buildings) dan bangunan gedung dengan lebih dari 30%
area tanpa pendingin udara (Building Development with more than 30% Non Air-Conditioned
Space). Untuk bangunan gedung dengan pendingin udara (Air-Conditioned Buildings) prasyarat
meliputi desain selubung bangunan gedung dengan perhitungan perpindahan panas (Envelope
Thermal Transfer Value – ETTP) dimana nilai ini tidak boleh melebihi batasan standar yang
ditetapkan. Prasyarat ini juga mencakup penghematan energi dari beban pendinginan (cooling load)
berdasarkan efisiensi sistem desain (Design System Efficiency–DSE) yang sudah ditentukan di
dalam buku standar/panduan. Untuk bangunan gedung tanpa pendingin udara (Non Air-
Conditioned Buildings) prasyarat terkait dengan sistem ventilasi dimana bangunan gedung harus
menggunakan pemodelan dan analisis simulasi ventilasi untuk mengidentifikasi desain dan tata
letak bangunan gedung. Sedangkan untuk bangunan gedung dengan kombinasi area dengan
pendingin udara dan tanpa pendingin udara dimana terdapat lebih dari 30% area tanpa pendingin
udara, prasyarat meliputi simulasi ventilasi dan persyaratan pemodelan energi. Persyaratan ini
tergantung dari luasan bangunan gedung tanpa pendingin udara (lebih dari atau kurang dari
2.000m2) dan luasan bangunan gedung dengan pendingin udara (lebih dari atau kurang dari
5.000m2).
Ketentuan yang terkait dengan energi (Energy Related Requirements) berhubungan dengan
efisiensi penggunaan energi pada bangunan gedung. Ketentuan ini mencakup performa panas dari
selubung bangunan (ETTV), sistem pendingin udara, selubung bangunan (parameter panas),
ventilasi alami dan mekanikal, pencahayaan alami, pencahayaan buatan, ventilasi pada area parkir,
ventilasi pada area umum, lift dan eskalator, penggunaan praktik energi efisien berikut fiturnya,
dan penggunaan energi terbarukan. Dari 11 kriteria ini nilai maksimal yang dapat diperoleh adalah
116 poin. Sedangkan nilai minimal yang harus dipenuhi adalah 30 poin.
Ketentuan lain mencakup efisiensi air, perlindungan lingkungan, kualitas udara dalam
ruang, dan fitur hijau lain. Kategori efisiensi air mencakup perlengkapan efisiensi air, penggunaan
air dan deteksi kebocoran, sistem pengairan dan lansekap, dan konsumsi air dari cooling tower
dengan nilai maksimal sebesar 17 poin. Perlindungan bangunan gedung mencakup konstruksi
berkelanjutan (sustainable construction), produk berkelanjutan (sustainable product), ketentuan
penghijauan, praktik manajemen lingkungan, transportasi hijau/ramah lingkungan, refrigerant, dan
manajemen air limpasan hujan dengan nilai maksimal sebesar 42 poin. Kategori kualitas udara
dalam mencakup kenyamanan termal, tingkat kebisingan, polutan udara dalam ruang, manajemen
mutu udara dalam ruang (IAQ), dan ballast frekuensi tinggi dengan nilai maksimal 8 poin. Untuk
kategori fitur hijau lain mencakup fitur-fitur dan inovasi lain yang terdapat pada bangunan gedung
namun belum diatur didalam kententuan Green Mark yang dapat meningkatkan performa bangunan
gedung sebagai Green Building.
Total nilai Green Mark yang dapat dicapai adalah 190 poin sesuai dengan ketentuan dari
buku panduan BCA Green Mark for New Non-Residencial Buildings version NRB/4.1. Nilai ini
akan dikategorikan ke dalam Green Mark Rating. Dimana jika Green Mark Score mencapai 90
poin atau lebih maka bangunan gedung dikategorikan sebagai Green Mark Platinum, sedangkan
jika nilai berkisar diantara 85 poin sampai kurang dari 90 poin maka bangunan gedung
dikategorikan sebagai Green Mark GoldPlus, sedangkan untuk Green Mark Gold nilai yang harus
dicapai adalah 75 poin sampai 85 poin. Untuk nilai 50 sampai kurang dari 75 bangunan gedung
dikategorikan sebagai Green mark Certified.
93
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

Secara umum perbedaan yang cukup mendasar didalam BCA Green Mark dengan GBC
Indonesia yaitu BCA Green Mark memiliki kriteria bangunan gedung yang lebih spesifik seperti
bangunan gedung hunian atau bukan hunian, bangunan gedung sekolah eksisting, fasilitas
kesehatan, laboratorium, infrastruktur, distrik, tempat kerja yang sehat, restoran, supermarket, ritel,
pusat data, dan proyek di luar negeri (luar Singapura) baik proyek baru ataupun eksisting. Hal ini
menjadikan BCA Green Mark memiliki pilihan yang lebih lengkap dan lebih mudah untuk
disesuaikan dengan karakteristik bangunan gedung yang akan dinilai. Dengan adanya standar untuk
proyek luar negeri (overseas project), BCA Green Mark dapat menjadi pilihan untuk digunakan
jika sebuah negara belum memiliki standar Green Building yang baku. Berbeda dengan GBC
Indonesia yang masih berorientasi pada SNI (Standar Nasional Indonesia) sehingga aplikasinya
sangat terbatas untuk implementasi di dalam negeri (Indonesia). Hal ini dapat berdampak pada
penggunaan standar Green Building di Indonesia sendiri dimana pemilik bangunan gedung,
terutama pemilik asing dari Singapura, akan lebih memilih menggunakan standar Green Building
dari BCA Green Mark.
Dalam kriteria penentuan Green Building untuk bangunan gedung baru, dalam hal ini yang
bersifat bukan hunian (non-residential), GBC Indonesia dan BCA Green Mark Singapura memiliki
beberapa perbedaan meskipun secara keseluruhan kriteria yang menjadi dasar penilaian cukup
serupa. Perbedaan yang pertama yaitu terkait dengan penggolongan bangunan gedung. Di dalam
BCA Green Mark di dalam ketentuan prasyarat bangunan gedung dibagi menjadi tiga golongan,
yaitu bangunan gedung dengan pendingin udara, bangunan gedung tanpa pendingin udara dan
bangunan gedung dengan pendingin udara dengan lebih dari 30% area tanpa pendingin udara. Hal
ini tidak terdapat di dalam GBC Indonesia. Di dalam BCA Green Mark, penilaian dibagi menjadi
dua kategori yaitu kategori yang terkait dengan energi (Energy Related Requirements) dan kategori
persyaratan lain (Other Green Requirements).
Selain dengan perbedaan-perbedaan diatas, secara umum kriteria yang terdapat baik pada
BCA Green Mark maupun GBC Indonesia pada dasarnya sama meskipun terdapat perbedaan baik
dari segi standar yang digunakan atau perhitungan yang dilakukan serta bobot pada masing-masing
kriteria. Pada BCA Green Mark, bobot penilaian pada kategori yang terkait dengan energi sangat
besar, yaitu hingga 61% (116 poin dari 190 poin). Sedangkan pada GBC Indonesia bobot nilai
untuk kategori energi hanya sebesr 25.7% meskipun tetap menjadi bobot nilai terbesar
dibandingkan dengan kategori lainnya. Pada BCA Green Mark, prioritas kedua adalah perlindungan
terhadap lingkungan dimana bobot nilainya sebesar 22% sedangkan terkait dengan penggunaan air
hanya sebesar 8%. Pada GBC Indonesia konservasi air menjadi prioritas kedua, dimana bobot
nilainya adalah 20.8% sedangkan manajemen lingkungan bangunan gedung sebesar 12.9%.

Kesimpulan
Secara umum bangunan gedung dikatakan sebagai bangunan gedung yang ramah
lingkungan atau Green Building berdasarkan kategori dan kriteria dari BCA Green Mark ataupun
GBC Indonesia harus memenuhi persyaratan efisiensi energi, efisiensi dan konservasi air,
perlindungan terhadap lingkungan, kualitas udara dalam ruang bangunan gedung serta penggunaan
material yang ramah lingkungan. Untuk mendapatkan sertifikasi Green Building sebuah bangunan
gedung akan dilakukan penilaian (assessment) berdasarkan standar penilaian atau rating yang
sudah ditetapkan, baik dari BCA Green Mark ataupun GBC Indonesia. Perolehan dari hasil
penilaian tersebut akan menentukan tingkat atau level dari penerapan Green Building pada
bangunan gedung tersebut, apakah bangunan gedung tersebut memiliki tingkat Green Building
level Platinum, GoldPlus (BCA), Gold, Silver (GBCI) atau Certified (BCA).
Secara umum perbedaan antara BCA Green Mark dengan GBC Indonesia terletak pada
kategori bangunan gedung pada BCA Green Mark yang lebih spesifik dan terdapat kategori untuk
bangunan gedung di luar negeri dimana pada GBC Indonesia hanya terbatas pada bangunan gedung
hunian, non-hunian dan rumah tinggal serta tidak terdapat aturan mengenai bangunan gedung di
luar negeri. Secara prinsip tidak terdapat perbedaan dari kategori umum yang diatur di dalam BCA
Green Mark ataupun GBC Indonesia. Perbedaan yang paling menonjol adalah terkait dengan bobot
pada kategori dimana untuk kategori yang terkait dengan energi pada BCA Green Mark memiliki
94
TECHNOPEX-2019 Institut Teknologi Indonesia ISSN: 2654-489X

bobot yang sangat besar hingga 61%, sedangkan pada GBC Indonesia hanya sebesar 25.7%.
Sedangkan prioritas kedua atau bobot nilai terbesar kedua pada BCA Green Mark adalah
perlindungan terhadap lingkungan, sedangkan pada GBC Indonesia adalah penggunaan dan
konservasi air.

Daftar Pustaka
[1] Chandra Shekhar Singh. Green Construction: Analysis on Green and Sustainable Building
Techniques. Civil Engineering Resarch Journal, India. April 2018.
[2] Alireza Ahankoob, S. Reza Morshedi and Kiyanoosh Golchin Rad. A Comprehensive
Comparison between LEED and BCA Green Mark as Green Building Assessment Tools. The
International Journal of Engineering and Science (IJES), Malaysia. Juli 2013.
[3] Heilia Nur Ruhenda, Emma Akmalah dan M. Rangga Sururi. Menuju Pembangunan
Berkelanjutan: Tinjauan Terhadap Standar Green Building di Indonesia Dan Malaysia.
Jurnal Online Institut Teknologi Nasional, Indonesia. Maret 2016
[4] Priyanka Nangare dan Prof. Abhijit Warudkar. Cost Analysis of Green Building. International
Journal of Scientific Engineering and Research (IJSER), India, 2014.
[5] Nushrat Shabrin dan Saad Bin Abdul Kashem. A Comprehensive Cost Benefit Analysis of
Green Building. International Journal of Advances in Mechanical and Civil Engineering,
Malaysia. April 2017
[6] Prasang Yadav, Shubhangi Kirnapure dan Akshay Gulghane. Cost Optimization Using Green
Building Concept. International Research Journal of Engineering and Technology (IRJET),
India. Mei 2018.
[7] Balramdas, P. Meher, S. Behera, B. Rath, S. Dash, P. Choudhary. “Comparison Between
Normal Buildings and Green Buildings-A case study approach” Vol. 03. Mei 2015.
[8] Y. Jerry. “What is a Green Building” Chapter 2. The Green Building Revolution, Island
Press, 2008.
[9] Booz Allen Hamilton. Green Building Economic Impact Study for U.S Green Building
Council. U.S.A, September 2015.
[10] BCA Green Mark. Green Mark for Non-Residential Buildings NRB:2015, Singapore. 2016.
[11] Divisi Rating dan Teknologi Green Building Council Indonesia. Greenship Untuk Bangunan
Baru versi 1.2. April 2013
[12] PII (Persatuan Insinyur Indonesia). Teknologi Bangunan Hijau, Engineer Weekly PII No. 03
W.III, April 2016.

95

Anda mungkin juga menyukai