Anda di halaman 1dari 8

Sertifikasi Hunian Tingkat Dunia

A. Sertifikasi EDGE
EDGE (Excellence In Design For Greater Efficiencies) merupakan sistem sertifikasi
bangunan hijau untuk pasar yang sedang tumbuh. Sistem yang telah dikembangkan oleh
IFC (International Finance Corporation) merupakan anggota Grup Bank Dunia. EDGE
merupakan sistem yang terukur bagi para pelaku konstruksi guna mengoptimalkan
rancangan mereka menjadi lebih layak investasi dan layak dipasarkan. Dengan proses
sertifikasi yang cepat dan murah, EDGE selaras dengan kebutuhan para pengembang untuk
tetap berada di jajaran terdepan dalam era bangunan hijau.
EDGE membuktikan bahwa bangunan di masa mendatang dapat lebih menguntungkan
dan sekaligus mengurangi besaran jejak karbon yang ditinggalkan. Untuk memenuhi
persyaratan sertifikasi, bangunan harus mencapai penghematan sebesar 20% untuk energi,
air, dan kandungan energi dalam material, dibandingkan dengan bangunan konvensional.
EDGE berfungsi untuk beragam bangunan hunian dan komersial di lebih dari 100 negara,
termasuk rumah dan apartemen, hotel dan resor, bangunan perkantoran, fasilitas layanan
kesehatan dan bangunan ritel.

EDGE untuk hunian, pembeli hunian yang cerdas akan memahami manfaat nyata
yang akan diperoleh dari hunian hijau. Melalui solusi seperti pencahayaan hemat energi,
kaca thermal dan piranti penghematan air, pengembang dapat memenuhi harapan konsumen,
yang berkeinginan menghemat pengeluaran operasional bulanan, tetapi mendapatkan
kenyamanan tinggal dengan ventilasi yang baik dan cahaya matahari berlimpah. Para
Pembeli Hunian lebih menyukai Hunian Hijau karena sebagai berikut :

1. Mengurangi biaya utilitas bulanan (listrik, air), biaya pemeliharaan dan biaya
perbaikan.
2. Potensi harga jual kembali yang lebih tinggi.
3. Gaya hidup yang lebih nyaman.
4. Menginspirasi kebanggaan dan tanggungjawab sebagai pemilik hunian yang
peduli terhadap keberlanjutan planet bumi.
Hunian dengan sertifikasi EDGE akan menjadi daya tarik bagi para calon pembeli
yang memahami nilai investasi jangka panjang yang akan diperoleh dari hunian hijau,
dengan tagihan utilitas bulanan (listrik, air) rendah dan harga jual kembali yang tinggi.
Pemilik hunian juga akan memperoleh kepuasan dengan pilihan yang bertanggungjawab.
Para pengembang dapat memanfaatkan peluang keunggulan dan aspirasi ini guna meraih
pelanggan baru dan mempromosikan perusahaan.

EDGE untuk komersial, banyak alasan untuk menjatuhkan pilihan pada bangunan
komersial dengan sumber daya yang efisien. Baik penyewa maupun tamu akan
mengapresiasi nilai manfaat dari penghematan biaya operasional yang ditawarkan bangunan
tersebut. Tingkat hunian dengan titik impas yang lebih singkat akan memberikan
perlindungan terhadap gejolak harga pasar. Dan investor akan memberi tanggapan positif
untuk neraca keuangan yang kuat.

Piranti lunak EDGE menyediakan peluang guna menjajagi pilihan-pilihan teknis


yang memberikan pilihan penghematan biaya modal dan utilitas. Dengan hanya penambahan
biaya modal sebesar 2%, dapat dicapai penghematan sebesar 10 kali lipat dari biaya awal
untuk bangunan hijau. Di samping itu, bangunan itu sendiri akan meningkatkan nilai pasar
menjadi lebih tinggi karena kinerja operasional yang dimiliki. Alasan Utama Memiliki
Bangunan dengan Sertifikasi EDGE yaitu :

1. Sinyal positif bagi para investor.


2. Meningkatkan profitabilitas guna perluasan usaha.
3. Meningkatkan nilai properti.
4. Menjamin pengendalian biaya dan konsistensi seluruh properti.
5. Mendukung efisiensi pekerjaan konstruksi dan penggunaan tenaga kerja.
Kontribusi citra sebagai perusahaan berkelanjutan.
B. Proses Sertifikasi EDGE
Proses sertifikasi diawali dari tahap awal rancangan, ketika detil proyek dimasukkan
kedalam piranti lunak EDGE dan pilihan-pilihan hijau di seleksi. Proyek harus memperoleh
capaian standar EDGE sebesar 20% penghematan energi, air dan material dibandingkan
ukuran praktek konstruksi pada umumnya. Apabila standar tersebut dicapai, proyek baru
dapat didaftarkan untuk memperoleh sertifikasi. Selama proses sertifikasi, dokumen proyek
disampaikan oleh klien dan dipelajari oleh Auditor EDGE yang telah lulus pelatihan
Auditor, baik pada tahap rancangan maupun pada masa konstruksi, dengan melakukan audit
di lapangan. Proyek yang memenuhi standar EDGE akan menerima sertifikasi sebagai
konfirmasi dari kinerja bangunan yang telah diperkirakan.

C. GBC Indonesia mitra sertifikasi EDGE


Green Building Council Indonesia (GBCIndonesia) adalah sebuah organisasi independent
dan mandiri yang bergerak dalam bidang keberlanjutan lingkungan hidup melalui praktek
perencanaan, konstruksi dan pemeliharaan bangunan di Indonesia. GBC Indonesia
merupakan anggota dari World Green Building Council (WGBC). Dalam menjalankan
misinya, GBC Indonesia berkolaborasi dengan berbagai pihak berkepentingan, seperti
arsitek, insinyur, pengembang kawasan, akademisi, pemerintah, industri manufaktur,
konsultan dan kontraktor. Guna pemcapaian tujuannya, GBC Indonesia memiliki 3 program
utama:
1. Pendidikan dan Pelatihan bagi profesional di sektor bangunan dan komunitas umum
2. Implementasi sertifikasi bangunan hijau, termasuk EDGE
3. Meningkatkan kepedulian masyarakat akan bangunan hijau melalui networking,
bantuan teknis dan publikasi

Setiap negara mempunyai sistem rating masing – masing. Untuk negara Indonesia
sendiri terdapat sebuah standar bangunan hijau yaitu GREENSHIP yang dikembangkan oleh
Lembaga Konsul Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBCI)
(Putri et al., 2012; Surjana dan Ardiansyah, 2013; Huda et al., 2013; Pambudi dan
Handayani, 2014) yang dibentuk tahun 2009, Amerika Serikat – LEED tahun 1998 (Ismail
dan Rashid, 2014), Singapura - Green Mark, Australia - Green Star yang dicetuskan oleh
Green Building Council Australia (GBCA) tahun 2002 (Byrd dan Leradini, 2011), dan lain
sebagainya.
GREENSHIP dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council Indonesia
dengan mempertimbangkan kondisi, karakter alam serta peraturan dan standart yang berlaku
di Indonesia. GREENSHIP disusun dengan melibatkan para pelaku sektor bangunan yang
ahli di bidangnya seperti arsitek, industri bangunan, teknisi mekanikal elektrikal, desainer
interior, arsitek lansekap, dan lainnya. Tingkat kehijauan suatu bangunan harus dapat
diposisikan dalam level yang dapat dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar)
tertentu.
GREENSHIP terbagi atas enam kategori yang terdiri dari :
1. Tepat Guna Lahan - Appropriate Site Development (ASD)
2. Efisiensi dan Konservasi Energi - Energy Efficiency & Conservation (EEC)
3. Konservasi Air - Water Conservation (WAC)
4. Sumber & Siklus Material - Material Resources & Cycle (MRC)
5. Kualitas Udara & Kenyamanan Udara Dalam Ruang - Indoor Air Health & Comfort
(IHC)
6. Manajemen Lingkungan Bangunan - Building & Enviroment Management (BEM)

GBC Indonesia saat ini sudah mengeluarkan 5 jenis GREENSHIP, yaitu :


1. GREENSHIP NEW BUILDING
Implementasi green building pada gedung baru banyak terkait dengan desain dan
perencanaan bangunan, tim proyek memiliki kesempatan berkreasi dan berinovasi untuk
menciptakan green building yang menyeluruh. Jenis proyek yang dapat masuk ke
dalam GREENSHIP yaitu:

a. Gedung baru pada lahan kosong,


b. Aktivitas renovasi sebesar minimal 90% bobot pekerjaan mekanikal elektrikal
atau pekerjaan struktur, pada lahan yang telah dibangun,
c. Gedung baru pada lahan dalam suatu kawasan terpadu. Proses Penilaian mulai
dari desain hingga pelaksanaan konstruksi selesai.
2. GREENSHIP EXISTING BUILDING
GREENSHIP untuk Gedung Terbangun digunakan untuk bangunan gedung yang
telah lama beroperasi minimal satu tahun setelah gedung selesai dibangun.

Implementasi green building pada gedung terbangun banyak terkait dengan manajemen
operasional dan pemeliharaan gedung.
3. GREENSHIP INTERIOR SPACE
Ruang Interior hijau memungkinkan kita untuk bernapas, memberi pemandangan
keluar dan pencahayaan alami membuat kita lebih sehat dan produktif. Lingkup
penilaian: aktivitas fit out, kebijakan pihak manajemen, serta pengelolaan oleh pihak
manajemen setelah aktivitas di dalamnya mulai beroperasi.

GREENSHIP Ruang Interior dapat digunakan oleh:


a. Tim proyek yang tidak mempunyai kontrol pada keseluruhan gedung untuk
membuat ruang di dalam gedung yang lebih sehat dan nyaman.
b. Pada sebagian atau keseluruhan ruangan didalam gedung,
c. Diikuti oleh proses kegiatan fit out.
4. GREENSHIP HOMES
Rumah ramah lingkungan adalah rumah yang bijak dalam menggunakan lahan,
efisien dan efektif dalam penggunaan energy, air, dan sumber daya; serta sehat dan
aman bagi penghuni rumah. Keberlanjutan dari rumah ramah lingkungan harus disertai
dengan perilaku ramah lingkungan oleh penghuninya. Jenis rumah yang dapat dilakukan
penilaian:
a. Rumah tinggal single landed, yaitu rumah hunian tunggal yang terbangun melekat di
atas tanah.
b. Desain rumah baru, rumah terbangun (existing), dan rumah terbangun yang ditata
kembali (redevelopment).
Dapat melakukan penilaian mandiri (self assessment) untuk mengetahui apakah
rumah atau design rumah termasuk green building atau tidak. Link dapat diakses secara
gratis pada www.greenshiphomes.org
5. GREENSHIP NEIGHBOURHOOD
GREENSHIP Kawasan merupakan perangkat penilaian yang membantu
mewujudkan kawasan yang berkelanjutan dan ramah bagi penggunanya, dengan lingkup
lebih luas dari skala bangunan; melihat interaksi antara bangunan, alam dan manusia.

Konsep keberlanjutan dalam kawasan sangat ditentukan oleh kondisi kawasan,


bangunan, dan manusia di dalamnya. Pengembangan kawasan merupakan investasi
jangka panjang untuk keberlanjutan kehidupan masyarakat di dalamnya.

D. Proses pengukuhan serifikasi GREENSHIP

1. Pemilik Bangunan Gedung dapat menghubungi GREENSHIP Facilitator (GF) untuk


memperoleh penjelasan dan menyampaikan keinginannya. Kemudian GF akan
menerangkan dan mengirimkan Paket Informasi Perkenalan, serta melakukan
presentasi bila diperlukan.
2. Bila pemilik gedung sudah berminat untuk melakukan pendaftaran, maka akan mengisi
Formulir Registrasi.
3. Minat tersebut harus disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir yang terdapat
pada Paket Informasi Perkenalan, dan selanjutnya menyampakan donasinya.
4. Setelah donasi disampaikan, kemudian akan dikirim bukti transfer Bank, dan Formulir
Registrasi akan segera disampaikan melalui email.
5. Proses selanjutnya mengikuti bagan alir sebagai berikut :
Kelayakan dokumen awal untuk Bangunan Terbangun (Existing Building-EB), harus memenuhi
4 (empat) kelayakan dokumen awal yang dipersyaratkan, antara lain:
 Luas lantai sekurang-kurangnya 2500m2 (Ada bukti : Denah Bangunan);
 Menunjukan dokumen lingkungan berupa, antara lain : laporan pelaksanaan AMDAL atau
UPL dan UKL terbaru, dapat berupa salinan, sampul depan (cover) dan halaman pengesahan;
 Bersedia menyampaikan surat pernyataan resmi (menggunakan kop surat dan materai
Rp.6.000), yang menyatakan setuju/membolehkan seluruh data bangunan gedung yang
berhubungan dengan Perangkat Penilaian (Rating) Bangunan Hijau dalam GREENSHIP untuk
diperlajari dan dipergunakan dalam studi kasus yang diselenggarakan oleh G B C
INDONESIA;
 Menunjukan dokumen IPB (Izin Penggunaan Bangunan) dan atau SLF (Sertifikat Laik
Fungsi) terbaru, dapat berupa salinan, sampul depan (cover) dan halaman pengesahan.

Sumber :

Byrd H, Leardini P. 2011. Green buildings: issues for New Zealand. Procedia Engineering 21
(2011): 481 – 488. doi: 10.1016/j.proeng.2011.11.2041.

[GBCI] Green Building Council Indonesia. Nopember 2013. Greenship Draft Perangkat
Penilaian Kawasan Berkelanjutan Di Indonesia. [Internet]. [diacu 2019 Feb 12]. Tersedia dari:
http://www.gbcindonesia.org.

Ismail MA, Rashid FA. 2014. Malaysia‟s existing green homes compliance with LEED

Pambudi GB, Handayani KD. 2014. Analisis Kesesuaian Desain Rumah Terhadap Konsep
Greenship Home Pada Perumahan Menengah Ke Atas Di Kota Gresik.Rekayasa Teknik
Sipil1(1): 14. E-journalunesa.

Putri AA, Rohman MA, Utomo C. 2012. Penilaian Kriteria Green Building Pada Gedung Teknik
Sipil ITS.Jurnal Teknik ITS 1(1): 107-112. E-jurnalITS.

Surjana TS, Ardiansyah. 2013. Perancangan Arsitektur Ramah Lingkungan: Pencapaian

Rating Greenship GBCI. Jurnal Arsitektur Universitas Bandar Lampung3(2): 1-13.

REJONI, SULISTYANTARA, FATIMAH for homes. Procedia Environmental Sciences 20:


131-140. doi:10.1016/j.proenv.2014.03.018

Anda mungkin juga menyukai