Anda di halaman 1dari 9

Nama : I Made Adi Gunawan

Kelas : 2 B Manajemen sore


No. Absen : 16
Nim ` : 1902013585
1. Carilah satu kasus atau problem spesifik masalah kewarganegaraan di Indonesia (tujukan
sumbernya : bisa dari berita ), berkaitan dengan keadilan redistributive atau keadilan
recognitive. Uraikan kasus tersebut dan berikan pandangan anda terkait penegakan
keadilan recognitive/redistributive di Indonesia saat ini?
Jawab :
Contoh kasus:
Kewarganegaraan adalah sebuah keanggotaan  yang memiliki hak untuk berpartisipasi dalam
kegiatan politik di dalam sebuah kesatuan politik atau Negara yang diberikan kepada orang
terebut, kewarganegaraan itu diatur dalam sebuah undang-undang No. 12 tahun 2006 yang
ditetapkan tanggal  1 Agustus 2006. 
Undang-undang tersebut menerangkan asas kewarganegaraan. Sedangkan asas kewarganegaraan
memiliki pengertian asas yang dimana mendasari kepemilikian kewarganegaraan seseorang. 
Dari asas kewarganegaraan tersebut kita dapat mengenal asas ius soli yang dimana
kewarganegaraan masyarakat tersebut ditentukan karena berdasarkan tempat lahir, ada juga ius
sanguinis yang menentukan kedudukan masyarakat tersebut ditinjau dari keturunan , dan yang
terakhir yaitu naturalisasi kedudukan masyarakat tersebut didasari karena permohonan iziz atau
pemberian.
Akan tetapi masih banyak sekali warga negara Indonesia yang melanggar ketentuan tersebut
sebagai masyarakat berkedudukan ganda. Di Indonesia hal seperti ini beberapa kali terjadi pada
masyarakat, public figure, sampai pejabat. Adapun contoh salah satu contoh kewarganegaraan
ganda di Indonesia
Kasus kewarganegaraan ganda Manohara Odelia Pinot bebrapa tahun lalu terdapat berita yang
viral yang menghebohkan yaitu cerita seorang gadis  belia yang berkedudukan di Indonesia yang
menikah dengan bangsawan negeri Jiran Malaysia yang hidup bersama dengan suaminya di
negara Malaysia. Yang kita ketahui tidak ada yang salah dengan cerita di atas. 
Akan tetapi cerita tersebut berubah menjadi cerita penculikan dan penganiayaan dari kejadian
tersebut Manohara Odelia Pinot mengkritik pemerintah Indonesia karena baginya pemerintah
tidak memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri yang
tercantum di UU No 12 tahun 2006. Akan tetapi jika ditelusuri seluk beluk dari riwayat
Manohara sendiri kasus yang terjadi ini berkaitan dengan masalah kewarganegaraan yang di
miliki oleh Manohara.
Manohara diketahui ternyata memiliki kewarganegaraan ganda dari pernikahan kedua orang
tuanya, ibunya yang merupakan WNI dan ayahnya yang berwarga negara asing. Jika
mengunakan asas iou soli, Manohara lahir dan dibesarkan di negara Indonesia. Seharusnya
Mohana menjadi warga negara Indonesia saat berusia 18 tahun atau sudah menikah. 
Akan tetapi saat masalah itu terjadi Manohara berusia 17 tahun dan pada saat itu masih memiliki
dua kewarganegaran dan memohon perlindungan dari Indonesia.hal ini melanggar hukum di
Indonesia, dikarenakan Indonesia sendiri tidak menerima sistem kewarganegaraan ganda bagi
warga negara yang sudah memenuhi syarat. 
Dan Indonesia memiliki sistem perlindungan warga negara yang berada di luar negeri hanya
diberikan kepada warga negara Indonesia yang bekerja dan menempuh pendidikan diluar negeri.
Bukan untuk seseorang yang diperistri oleh warga negara asing dan tinggal menetap diluar.
Juga diketahui bahwa ayah biologi Manohara adalah seorang warga Prancis yang memilliki
kewarganegaraan Amerikat Serikat. Sedangkan ayah tiri Manohara yang memberikan tambahan
nama belakang Pinot di nama Manohara adalah seorang berwarganegara Jerman. Dengan
kondisis seperti ini, maka masalah Manohara dapat di ambil dari kependudukan ganda
berdasarkan keturunan ayahnya. Ayah Manohara juga meminta bantuan kepada negra Amerika
Serikat untuk menanganai kaus tersebut karena Manohara juha memiliki kewarganegaraan
Amerika Serikat.
Sumber:https://www.kompasiana.com/pradinelaorente/5e64e391097f3649731fb212/masalah-
kewarganegaraan-ganda

Pandangan saya terkait penegakan keadilan recognitive/redistributive di Indonesia saat ini:


Jadi kewarganegaraan seseorang yang memiliki kewarganegaraan ganda harus memutuskan
kewarganegaraan apa yang akan dipilih dari salah satu kewarganegaraan saat ia berusia 18tahun
atau sudah menikah, Manohara pada saat itu berumur 17 akan tetapi ia sudah menikah jadi
Manohara pada saat itu sebenarnya sudah bisa memilih kewarganegaraan. Jadi kewarganegaraan
Manohara juga bisa menjadi kewarganegaraan  Malaysia karena suaminya  memiliki
kewarganegaraan Malaysia. Status kewarganegaraan ini menghambat pihak yang berwenang
untuk mengambil  langkah hukum. Dikarenakan juga kasus ini juga menyangkut 2 negara,
sehingga penangan maslah ini tidak bisa dilakukan secara sepihak.

2. Jelaskan masalah kewarganegaraan di Indonesia terkait dengan keberagaman hubungan


antar agama, suku, ras, dan antar golongan ? Cari satu kasus. Uraikan kasus tersebut dan
berikan pandangan anda terkait keberagaman di Indonesia saat ini ?
Jawab :
Contoh masalah kewarganegaraan di Indonesia akibat keberagaman warga negaranya adalah
sebagai berikut:
Masih ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa merekalah kelompok pribumi di Indonesia.
Akibatnya pihak lain di luar mereka dianggap nonpribumi serta tidak berhak hidup dan tinggal di
Indonesia.
Penjelasan:
Warga negara merupakan orang-orang yang tinggal dan hidup di sebuah negara. Untuk menjadi
warga negara, seseorang harus mendapatkan pengakuan secara hukum. Adapun status sebagai
warga negara dapat diperoleh baik melalui kelahiran, pemberian, maupun naturalisasi.
Contoh kasus :
KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang beragama. Indonesia memiliki suku bangsa,
adat istiadat, budaya dan ras yang berbeda-beda tersebar di wilayah Indonesia. Namun
keberagaman tersebut terus dilakukan diuji dengan munculnya berbagai konflik yang terjadi
diberbagai daerah. Konflik-konflik menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan harus mengungsi.
Diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun setelah
masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia.
Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama. Sementara sisanya
kekerasan etnik sekitar 20 persen, kekerasan gender sebanyak 15 persen, kekerasan seksual ada 5
persen. Baca juga: Pemerintah Pastikan Tuntaskan Kasus HAM di Indonesia Dari banyak kasus
yang terjadi tercatat ada beberapa konflik besar yang banyak memakan jatuh korban baik luka
atau meninggal, luas konflik, dan kerugian material. Berikut sejumlah beberapa konflik di
Indonesia tersebut. Konflik Ambon Menurut Yayasan Denny JA, konflik Ambon, Maluku
merupakan konflik terburuk yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. Di mana telah
menghilangkan nyawa sekitar 10.000 orang. Diberitakan Kompas.com (19/1/2020), konflik
Ambon berlangsung pada 1999 hingga 2003. Dalam konflik tersebut tercatat ribuan warga
meninggal, ribuan rumah dan fasilitas umum termasuk tempat ibadah terbakar. Bahkan ratusan
ribu warga harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi dan meninggalkan Maluku atas
konflik tersebut. Konfik Ambon berlangsung selama empat tahun. Lihat Foto Ratusan warga
Ambon berkumpul di Monumen Gong perdamaian dunia Minggu (19/1/2014) untuk mengenang
konflik kemanusiaan di Ambon 15 tahun silam (KOMPAS.COM/RAHMAN PATTY) Konflik
Sampit Konflik Sampit, Kalimantan Tengah terjadi pada 2001. Konflik antar etnis tersebut
berawal dari bentrokan antara warga Suku Dayak dan Suku Madura pada 18 Februari 2001.
Diberitakan Kompas.com (13/6/2018), konflik tersebut meluas ke seluruh Provinsi Kalimantan
Tengah, termasuk di ibu kota Palangkaraya. Baca juga: Istana Tegaskan Penuntasan Kasus HAM
Berat Dipimpin Kemenko Polhukam Diduga, konflik tersebut terjadi karena persaingan di bidang
ekonomi. Pada konflik tersebut Komnas HAM membentu Komisi Penyelidikan Pelanggaran
HAM Sampit. Menurut, Yayasan Denny JA, tercatat ada sekitar 469 orang meninggal dalam
konflik tersebut. Sebanyak 108.000 orang harus mengungsi. Kerusuhan Mei 1998 kerusuhan
yang berlangsung di Jakarta tersebut setidaknya banyak korban yang meninggal, pemerkosaan
dan 70.000 orang harus mengungsi. Kerusuhan tersebut terjadi pada 13-15 Mei 1998. Dikutip
Kompas.com (13/5/2019), kerusuhan tersebut dilatarbelakangi terpilihnya kembali Soeharto
sebagi presiden pada 11 Maret 1998. Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan terjadi
kericuhan dengan aparat. Dampaknya ada mahasiswa yang terluka dan meninggal. Tragedi
berdarah juga menimpa mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta. Mahasiswa yang melakukan
aksi harus berhadapan dengan aparat keamanan. Mediasi dilakukan dengan konsekuensi
mahasiswa diminta kembali ke kampus Trisakti. Namun, upaya ini tak sesuai rencana. Terdengar
letusan senjata api yang membuat empat mahasiswa meninggal. Yakni Elang Mulia Lesmana,
Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara mahasiswa yang lain mengalami
luka-luka. Baca juga: Kejagung dan Komnas HAM Disebut Sepakat Selesaikan Kasus HAM
Masa Lalu Kondisis itu membuat aksi mahasiswa semakin luas dan berlangsung beberapa hari.
Bahkan massa menduduki Gedung MPR/DPR. Tragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini
merupakan pemicu aksi yang lebih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan, pihak
Universitas Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa ini. Mereka menuntut aparat
bertanggung jawab. Selain jatuh korban meninggal dan luka. Peristiwa tersebut juga
menimbulkan kerugian mencapai Rp 2,5 triliun. Bulan Mei pun dikenang masyarakat Indonesia
sebagai bulan duka atas munculnya korban jiwa akibat aksi kerusuhan. Besarnya kerusuhan itu
menyebabkan situasi pemerintahan tidak stabil. Soeharto pun semakin sulit memegang kendali
pemerintahannya. Pada 21 Mei 1998, Soeharto mundur sebagai presiden. Lihat Foto Refleksi 21
Tahun Tragedi Peristiwa Mei 98 (KOMPAS.com/Haryantipuspasari) Baca juga: 5 Kasus HAM
yang Belum Tuntas, dari Peristiwa Trisakti hingga Paniai Konflik Ahmadiyah Konflik
Ahmadiyah berlangsung pada 2016-2017. Meski tidak menimbulkan korban jiwa yang besar,
konflik tersebut mendapat sorotan media cukup kuat. Pasca konflik terjadi selama 8 tahun para
pengungsi tidak jelas nasibnya. Mereka sulit memperoleh fasilitas pemerintah, seperti KTP.
Konflik Lampung Konflik di Lampung Selatan telah menimbulkan korban meninggal 14 orang
dan ribuan orang mengungsi. Konflik Lampung terjadi pada 2012 Konflik Poso Konflik Poso,
Sulawesi Tengah terjadi antara kelompok Muslim dengan Kelompok Kristen. Konflik tersebut
terjadi pada akhir 1998 hingga 2001. Sejumlah rekonsiliasi dilakukan untuk meredakan konflik
tersebut. Kemudian munculnya ditandatangani Deklarasi Malino pada 20 Desember 2001. Belum
diketahui secara pasti korban akibat konflik Poso. Sumber: (Sabrina Asril/Rahmat Rahman
Patty/Aswab Nanda Pratama |Editor: Inggried Dwi Wedhaswary/Robertus Belarminus/Bayu
Galih)

Sumber:https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-kekerasan-yang-
dipicu-masalah-keberagaman-di-indonesia?page=all.

Pandangan saya tentang keberagaman di Indonesia saat ini:


Indonesia Terdiri Dari Berbagai Suku .Indonesia dikenal dengan Bangsa yang majemuk, dimana
semua suku, ras, agama dan budaya ada di Indoensia. Semua bersatu dengan semboyan "Bhineka
Tunggal Ika", perbedaan bukan menjadi penghalang tersatukannya sisi kemanusiaa dan itulah
Indonesia. Negeri yang kaya raya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia dari sabang
hingga merauke. Persatuan ditengah perbedaan menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak dahulu.
Negara kita Indonesia adalah sebuah negara besar yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar di
negeri. Dengan kondisi gegrafis yang begitu luas, maka tak heran jika Indonesia memliki
beragam suku dan budaya. Kekayaan Indonesia tidak hanya dari sumber daya alam yang
melimpah ruah, namun kekayaan budaya yang begitu majemuk menjadi salah satu pemersatu
bangsa di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada suku Jawa, Madura,
Betawi, Batak dan masih banyak lagi suku lainnya yang tersebar di berbagai daerah.
Untuk itulah, kita sebagai warga negara Indonesia, harus menghormati setiap suku yang ada di
nusantara. Karena bisa jadi setiap suku memiliki kebudayaan yang berbeda dengan budaya suku
kita, atau bahkan bertentangan dengan adat budaya kita. Namun kita harus menyadari bahwa
itulah kekayaan sesungguhnya dari bangsa kita Indonesia. Kita tidak boleh mencela adat suku
lain hanya karena berebeda dengan budaya kita.
Keragaman merupakan suatu kondisi pada kehidupan masyarakat. Perbedaan seperti itu ada pada
suku bangsa, agama, ras, serta budaya. Keragaman yang ada di Indonesia adalah kekayaan dan
keindahan bangsa indonesia. Pemerintah harus bisa mendorong keberagaman tersebut menjadi
suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju indonesia yang
lebih baik.
Keberagaman bangsa Indonesia dapat dibentuk oleh banyaknya jumlah suku bangsa yang tinggal
di wilayah Indonesia dan tersebar di berbagai pulau dan wilayah di penjuru indonesia. Setiap
suku bangsa memiliki ciri khas dan karakteristik sendiri pada aspek sosial dan budaya. Menurut
penelitian badan statistik auat BPS, yang di lakukan tahun 2010, di Indonesia terdapat 1.128
suku bangsa.
Keberagaman yang ada pada masyarakat, bisa saja menjadi tantangan hal itu disebabkan karena
orang yang mempunyai perbedaan pendapat bisa lepas kendali. Munculnya perasaan kedaerahan
serta kesukuan yang berlebihan dan dibarengi tindakan yang dapat merusak persatuan, hal
tersebut dapat mengancam keutuhan NKRI. Karean itu adanya usaha untuk dapat mewujudkan
kerukunan bisa dilakukan dengan menggunakan dialog dan kerjasama dengan prinsip kesetaraan,
kebersamaan, toleransi dan juga saling menghormati satu sama lain.
Keberagaman masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah sebagai
berikut :
Kondisi negara kepulauan
Letak strategis wilayah Indonesia
Perbedaan kondisi alam
Penerimaan masyarakat terhadap perubahan
Keadaan transportasi dan kumunikasi
Tidak ada perbedaan SARA ,klau kita bangsa indonesia , ya bangsa indonesia . bangsa yang
dikenal dengan hukum ,bangsa yang juga di kenal bangsa yang harmoni ,sejahtera, dan damai .
negara  bisa hancur akibat  satu orang saja , kenapa? bayangkan saja satu orang ini menyebarkan
fitnah dan mengadu domba , maka negara kita akan musnah sekejab .
Maka dari itulah sebagai bangsa yang kuat , mari bersama-sama melawan dan membrantas iblis-
iblis yang ingin mengancurkan negara kita .
3. Carilah satu kasus berkaitan dengan masalah demokrasi yang terjadi di Indonesia
menurut anda (tunjukan sumbernya)? Uraikan kasus tersebut dan berikan pandangan anda
tentang perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini?
Jawab :
Contoh kasus :

Jakarta - Indonesia masih berada pada transisi jalan di tempat yang berlarut-larut, bahkan di
beberapa tempat mengalami kemunduran yang membuat kita masih jauh dari harapan demokrasi
terkonsolidasi. Demokrasi Indonesia belum terkonsolidasi yang ciri-cirinya: 1) demokrasi bisa
berjalan dan berproses dalam masa waktu yang lama; 2) ada penegakan hukum berjalan baik; 3)
pengadilan yang independen; 4) pemilu yang adil dan kompetitif; 5) civil society yang kuat; 6).
terpenuhinya hak-hak sipi, ekonomi, dan budaya warga negara.
MasalahKrusial

Masalah demokrasi Indonesia yang terlihat krusial adalah absennya masyarakat sipil yang kritis
kepada kekuasaan, buruknya kaderisasi partai politik, hilangnya oposisi, pemilu biaya tinggi
karena masifnya politik uang dalam pemilu, kabar bohong dan berita palsu, rendahnya keadaban
politik warga, masalah pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu yang belum tuntas hingga
kini, kebebasan media dan kebebasan berkumpul, dan berserikat, serta masalah masalah
intoleransi terhadap kelompok minoritas. Kita mengalami situasi krisis suara kritis kepada
kekuasaan karena hampir semua elemen masyarakat sipil dari mulai LSM, kampus, media dan
mahasiswa telah merapat dengan kekuasaan atau sekurang-kurangnya memilih untuk diam demi
menghindari "stigma" berpihak kepada kelompok intoleran yang anti-Pancasila dan anti-
demokrasi.

Sedikit-banyak ini disebabkan oleh polarisasi politik yang tajam yang membelah Indonesia
menjadi dua kubu, yang membuat setiap suara mengkritik pemerintah segera dikelompokkan ke
kubu anti-pemerintah. Padahal absennya suara kritis adalah kehilangan besar untuk demokrasi
yang membutuhkan kekuatan yang sehat untuk mengontrol kekuasaan. Kampus perlu mendapat
catatan secara khusus karena baru kali ini sejak era Reformasi kampus begitu berlomba-lomba
merapat kepada kekuasaan, terlihat dari maraknya praktik kooptasi ikatan alumni dengan orang-
orang di lingkaran istana yang jadi ketuanya, pemberian gelar doctor honoris causa kepada elite
politik yang tidak didasarkan kepada kontribusi nyatanya kepada masyarakat dan ilmu
pengetahuan melainkan lebih karena pertimbangan politik, absennya gerakan mahasiswa yang
membawa gagasan bernas dan berani bersuara kritis kepada kekuasaan, dan kekuasaan sangat
besar yang dimiliki pemerintah untuk menentukan rektor terpilih melalui kementerian dikti.

Pengawasan atau surveilance atas aktivitas dosen baik di media sosial ataupun di dunia nyata
merupakan gejala penghalang kebebasan akademik lainnya yang semakin melemahkan suara
kritis dari kampus.
LemahnyaParpol

Persoalan demokrasi terbesar kita saat ini ada pada lemahnya partai politik. Bukti persoalan
partai politik bermula dari rekrutmen kader sebagian besar tidak serius dan asal-asalan. Tokoh
masyarakat yang berkualitas, dosen, peneliti semakin sedikit yang terlibat di eksekutif maupun
legislatif. Dua dekade setelah Reformasi, partai belum mulai menunjukkan ikhtiar yang serius
dalam melakukan rekrutmen dan kaderisasi partai politik hanya dilakukan pada masa menjelang
pemilu.

Di sisi lain, pemilu dalam sistem proporsional terbuka tidak memperkuat pelembagaan partai
politik karena kader yang loyal terhadap partai bisa dikalahkan oleh kader pendatang baru yang
memenangkan kompetisi karena mampu mempraktikkan politik uang dengan lebih masif.
Akhirnya sistem politik nasional diisi oleh kader-kader instan. Pemilu biaya tinggi karena
masifnya praktik politik uang merupakan catatan lainnya. Ed Aspinall dan Ward Berenchot
(2019) mencatat bahwa dari masa ke masa, pemilu di era Reformasi semakin mahal dari mulai
level lokal sampai nasional dengan Pemilu 2019 sebagai pemilu termahal. Biaya pemilu yang
tinggi ini berdampak pada maraknya praktik korupsi di berbagai level lembaga negara karena
para calon terpilih baik di legislatif berkepentingan mengembalikan modal yang telah mereka
keluarkan.

MediaSosial

Lemahnya internalisasi keadaban sipil (civic virtue) di antara warga negara sebagaimana tampak
dalam perseteruan yang tajam, dangkal, dan kurang beradab antara netizen di media sosial
merupakan catatan penting lainnya. Warga negara perlu belajar untuk berbeda pendapat atau
pilihan politik sambil tetap berteman, bersahabat, dan bersaudara sebagai sesama anak bangsa.

Maraknya ujaran kebencian, intoleransi, dan diskriminasi terhadap minoritas agama dan suku
merupakan gejala yang mengkhawatirkan. Perbedaan pilihan politik atau keyakinan tidak boleh
menggerus modal sosial kita berupa rasa saling percaya, toleransi, saling tolong menolong, dan
saling menghargai perbedaan.
Ancaman kebebasan media dan berekspresi seperti pemberangusan buku, pencekalan diskusi
buku dan film, ancaman pidana untuk ilmuwan dari luar yang melakukan penelitian di Indonesia
merupakan masalah lainnya. Penggunaan UU ITE untuk mempidanakan warga atau jurnalis
merupakan ancaman lainnya untuk kebebasan berekspresi.
Kemunduran

Setelah 4 tahun pemerintahan berjalan, kritik dari pada analis dalam negeri maupun luar negeri
mulai muncul. Ed Aspinal (2018), Tom Powel dan Eve Warburton (2018 dan 2019) menganalisis
perkembangan demokrasi di Indonesia dan berargumen bahwa terjadi kemandekan dan bahkan
kemunduran demokrasi di mana Presiden Jokowi mulai melakukan praktik non demokratis
seperti membubarkan ormas tanpa proses hukum, meningkatnya intoleransi, semakin kuatnya
polarisasi politik, masifnya kabar bohong dan pelanggaran hak asai manusia.
Perlu partisipasi semua pihak baik intelektual, aktivis CSO's, jurnalis, dan partai politik untuk
menyadari situasi kemandekan bahkan kemunduran demokrasi di Indonesia untuk bersama-sama
berjuang menyelamatkan demokrasi di Indonesia. Rendahnya dialog dan sinergi di antara
berbagai elemen itu adalah masalah demokrasi kita hari ini.
sumber : https://news.detik.com/kolom/d-4650749/masalah-masalah-demokrasi-kita-hari-ini

Demokrasi di Indonesia saat ini menurut pandangan saya :


Istilah Demokrasi berasal dari bahasa  Yunani, demos yang berarti rakyat dan cratein yang
berarti pemerintahan atau memerintah. Dengan demikian demokrasi berarti pemerintahan rakyat.
Demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Menurut saya demokrasi itu sendiri adalah semua orang bebas mengeluarkan pendapat
atau aspirasi dan kita juga harus mendengarkanan aspirasi dari orang lain. Terutama pejabat-
pejabat pemerintah yang wajib mendengarkan aspirasi masyarakat. Pendengar aspirasi tersebut
juga harus menjalnkan pendapat yang menurutnya baik untuk semua kalangan. Pemerintah juga
harus mempunyai kebijakan untuk masyarakat disuatu negarapemerintah juga memilki
pendapatnya yang baik buat masyarakt dan negara.
Demokrasi yang di anut di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi suatu perubahan
orde lama ke orde baru dan berhak memberikan pendapatsesuai dengan keinginanya masing-
masing demi majunya negara. Di indonesia pergerakan nasionalisme juga mencita-citakan
pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti feodalisme dan anti imperialisme dengan
tujuan membentuk masyarakat sosial. Landasan demokrasi adalah keadilan dalam arti
terbukanya peluang kepada semua. Demokrasi juga adalah kebebasan manusia untuk berserikat
dan berkumpul dalam menyampaikan aspirasi, tetepi harus sesuai dengan norma yang berlaku
dan memetuhi aturan. Misalnya unjuk rasa awalnya harus mengajukan surat izin keramain akan
mengadakan unras, pas unras harus berjalan dengan tertib dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Bisa juga hak yang harus diperjuangkan contohnya demokrasi masalah gaji dan
masalah bahan pangan.
Dari sumber internet yang saya baca Pemilihan umum adalah wajah demokrasi. Ia
mencerminkan tingkat dan kadar demokrasi di suatu negara, seberapa demokratis sistem
pemerintahannya dan seberapa mendalam kesadaran suatu bangsa atas hak-hak demokrasi.Tanpa
proses pemilu yang sebenarnya, negara akan dicap tidak demokratis atau otoriter meski
menyandang atribut ”demokrasi” dalam namanya (seperti Republik Demokrasi Rakyat Korea).
Pemilu bukan semata-mata alat untuk merebut kekuasaan, tetapi sarana demokrasi guna
mencapai kesepakatan tentang siapa yang berhak menduduki tampuk kekuasaan. Itu berarti
keikhlasan untuk memberi dukungan bersama kepada presiden terpilih selama jangka waktu lima
tahun ke depan, tidak hanya dari pendukung yang memilih si pemenang, tetapi juga dari seluruh
unsur bangsa (termasuk mereka yang tidak memilihnya).
Kebebasan dalam demokrasi yang sekarang sudah melenceng jauh dari demokrasi Pancasila
yang menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia. Rakyat seperti tidak mempunyai pemimpin
karena kekuatan rakyat yang besar menjadi mayoritas bagi penentu kebijakan pemerintahan ini.
Namun sayangnya kekuatan rakyat yang besar ini di dominasi oleh rakyat bayaran,rakyat yang
suka terima uang sogokan dari para politisi busuk dan korup,dan juga rakyat yang tingkat
intelektualitasnya rendah serta sangat mudah dipengaruhi oleh para pemimpin massa yang
tergabung dalam organisasi massa keagamaan yang suka pamer baik dari segi kekuatan maupun
keangkeran (lebih cenderung seperti preman daripada organisasi keagamaan yang santun dan
toleran).

Anda mungkin juga menyukai