Anda di halaman 1dari 14

Perlindungan Hukum Waris Anak Luar

Kawin Pada Golongan Tionghoa

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan menganalisis lebih lanjut mengenai
bentuk perlindungan waris terhadap anak luar kawin. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode yuridis normatif. Dimana penelitian ini menitikberatkan
kepada peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan literatur lain yang
berkaitan. Kedudukan anak luar kawin mengenai permasalahan waris tentunya
mempunyai perbedaan dengan anak sah, anak luar kawin harus memenuhi kondisi
tertentu untuk mendapatkan hak warisnya terutama anak luar kawin pada golongan
tionghoa yang mempunyai pengaturan adat dan kondisi hukum pada bentuk
perlindungan status warisnya. Penelitian dilakukan dengan mengkaji sistematika
hukum terkait peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan, status waris
serta dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa berbagai literatur
dan doktrin para ahli. Analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif. Dengan demikian, akan menjelaskan status waris bagi anak luar kawin
pada golongan tionghoa.
Kata Kunci: Waris, Luar Kawin, Tionghoa.

ABSTRACT

The purpose of this research is to examine and analyze further the forms of inheritance
protection for children born out of wedlock. The research method used is normative
juridical method, focusing on legal regulations, books, and related literature. The
position of children born out of wedlock regarding inheritance issues certainly differs
from legitimate children. Children born out of wedlock must fulfill certain conditions to
obtain their inheritance rights, especially for children born out of wedlock within the
Chinese community, which has customary regulations and legal conditions regarding the
protection of their inheritance status. The research is conducted by studying the legal
system related to legal regulations on the position, inheritance status, and by examining
secondary sources such as literature and expert opinions. The research analysis is
conducted using a qualitative method. Thus, it will explain the inheritance status for
children born out of wedlock within the Chinese community.
Keywords: Inheritance, Extramarital, Chinese.
1. Pendahuluan

Latar Belakang Masalah


Anak merupakan investasi masa depan dan harapan bagi orang tuanya di masa
yang akan datang. Anak juga dianggap sebagai sumber daya yang dapat meningkatkan
taraf hidup dan mengendalikan status sosial orang tua. Mereka mewarisi ciri-ciri dari
orang tua, baik yang baik maupun yang buruk, serta tinggi atau rendahnya. Pernikahan
adalah suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang memiliki konsekuensi
hukum baik terhadap hubungan antara pasangan yang menikah maupun dengan pihak lain
yang memiliki kepentingan.
Jika dari pernikahan tersebut terlahir seorang anak, maka akan terbentuk
hubungan hukum antara anak dan orang tuanya. Sebagai warga negara, setiap anak
berhak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya sebagai ciptaan Tuhan. Anak-
anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, asuhan, dan pengarahan agar dapat
menjadi dewasa. Menurut Konvensi Hak Anak, anak adalah setiap individu yang berusia
18 tahun atau kurang, termasuk dalam Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak mendefinisikan anak sejak di dalam kandungan untuk lebih
memberikan perlindungan yang menyeluruh terhadap anak.1
Indonesia memiliki keberagaman budaya yang kaya. Meskipun ada berbagai
aturan yang ada, tidak mungkin memisahkan keberagaman budaya yang ada. Hal yang
sama berlaku dalam hal hukum waris. Di Indonesia, belum ada hukum waris yang berlaku
secara nasional. Dalam pengaturan pewarisan menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek), ada pembagian ahli waris ke dalam empat golongan.
Pembagian ini bertujuan untuk menunjukkan siapa ahli waris yang memiliki prioritas
berdasarkan urutan tersebut. Dengan demikian, ahli waris golongan kedua tidak akan
mewarisi jika masih ada ahli waris golongan pertama yang masih hidup. Di Indonesia,
terdapat hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Setiap hukum
waris memiliki aturan yang berbeda-beda. Dalam kekayaan sistem pewarisan di
Indonesia, terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan sistem kewarisan
yang berlaku di negara ini.2
Berdasarkan berbagai sistem hukum waris di atas yang beranekaragam dapat
diketahui bahwa ketentuan mengenai hukum waris di Indonesia bersifat pluralisme. Di
bidang hukum perdata, pluralisme hukum juga terjadi selain akibat dari penduduk yang
beranekaragam juga merupakan akibat dari politik hukum Pemerintah Kolonial Belanda

1
Hadikusuma. Hukum Pernikahan Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1995, hlm 28.
2
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm.11
yang memberlakukan Pasal 131 Indische Staatsregeling IS sebelum itu Pasal 75
Regeringsreglement RR, yang dalam pokoknya sebagai berikut 3:
1) Hukum Perdata dan Dagang begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Pidana harus diletakan dalam Kitab Undang-Undang.

2) Untuk golongan bangsa Eropa dianut dicontoh perundang-undangan yang


berlaku di Negeri Belanda asas konkordansi.

3) Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing Tionghoa, Arab, dan
sebagainya, jika ternyata kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi
mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga
diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus
diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan
penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat
mereka.

Berlakunya ketentuan hukum waris dalam KUHPerdata bagi Warga Negara


keturunan Tionghoa tidak dapat dilepaskan dari sejarah ketatanegaraan Republik
Indonesia sebelum merdeka berdasarkan ketentuan pasal 131 IS jo. Staatsblad 1917
Nomor 129, maka KUHPerdata berlaku bagi:
a) Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa;

b) Orang Timur Asing Tionghoa;

c) Orang Timur Asing lainnya dan orang-orang Indonesia yang menundukan


diri kepada hukum Eropa.

Masyarakat Tionghoa adalah golongan penduduk yang menurut Pasal 131 IS


berlaku KUHPerdata, namun di dalam implementasi tidak semua ketentuanketentuan
yang diatur di dalam KUHPerdata diikuiti dan bahkan ada kalanya dikesampingkan,
misalnya ketentuan tentang pewarisan sebagaimana yang diatur di dalam Buku II
KUHPerdata. Di kalangan masyarakat Tionghoa sendiri hidup tradisi tentang pewarisan.
Hukum waris ini bersifat dinamis mengikuti perkembangan masyarakat. Faktor yang
menyebabkan perkembangan tersebut berupa faktor kemajuan tingkat pendidikan, faktor
lingkungan dan lain sebagainya.4
3
Fida Madayanti dan Akhmad Khisni, “Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin Etnis Tionghoa Atas
Harta Warisan Orangtua Biologisnya dalam Perpektif KUHPerdata Di Kota Pemalang” dalam Jurnal Akta
Vol. 4 No. 4 Desember 2017.
4
Hanatasia Angelina Sunarto, Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta keterangan hak waris Bagi
Golongan Tionghoa, (Jurnal Fakultas Hukum Bisnis Udayana, 2013), hlm.68.
Hukum warisan di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka
ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan
hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 131 IS Indische
Staatsregeling Golongan penduduk tersebut terdiri dari golongan Eropa dan yang
dipersamakan dengan mereka, golongan Timur Asing Tionghoa dan Non Tionghoa,
dan golongan Bumi Putera. Pada masyarakat golongan Tionghoa di berlakukan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata BW.
Terdapat berbagai permasalahan salah satunya pada Putusan Pengadilan Tinggi
Bandung Nomor 264/Pdt/2018/PT Bdg, dalam perkara itu menjelaskan bahwa
bahwa pada tanggal 3 Juni 1969, Tuan Joe Kok Tjong mengakui Tan Kong Lay
sebagai anaknya luar perkawinan, dimana Tan Kong Lay lahir pada tanggal 30
Maret 1961, yang merupakan anak laki-laki dari seorang wanita bernama almarhum
Tan Kwie Nio. Dalam fakta persidangan tidak ada satu dokumen dan alat bukti
yang menjelaskan bahwa Joe Kok Tjong dan Tan Kwie Nio telah melangsungkan
pernikahan baik secara keyakinan ataupun sesuai dengan ketentuan Undang-undang
No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan
Nikah, Talak Dan Rujuk Di Seluruh Daerah Luar Jawa Dan Madura tentunya saat
itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 belum berlaku, dan walaupun
dicantumkan mengenai akta kelahiran dari Tan Kong Lay yang hanya menjelaskan
bahwa Tan Kwie Nio adalah ibu biologisnya tetapi hal itu tidak diperlihatkan pada
saat pembuktian. Hakim dalam putusan membuat pertimbangan bahwa anak-anak
dan istri Tan Kong Lay adalah ahli waris yang sah dari almarhum, tetapi tidak ada
pertimbangan dan putusan yang menyatakan secara tegas apakah Tan Kong Lay
merupakan ahliwaris dari Tan Kwie Nio (selanjutnya TKN) atau Joe Kok Tjong
(selanjutnya JKT).
Maka berdasarkan hal tersebut terdapat penyesuaian dinamika waris bagi
masyarakat tionghoa mengenai pewarisan terhadap anak luar kawin masih menjadi
sebuah dinamika permasalahan hukum yang menarik untuk dibahas.

Rumusan Masalah
Bagaimana perlindungan hukum waris bagi anak luar kawin pada golongan
tionghoa?
Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan gambaran serta informasi


lebih jauh mengenai kedudukan waris anak luar kawin pada golongan tionghoa
menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis
normatif. Dimana yuridis normatif itu sendiri lebih menitikberatkan kepada
bahan pustaka sebagai sumbernya seperti buku-buku, peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.5 Pendekatan penelitian ini
dilakukan dengan cara melihat dari peraturan perundang- undangan terutama
yang berkaitan dengan perkawinan. Penelitian ini mengacu pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.


Dimana penelitian ini mengacu pada aturan, prinsip-prinsip, teori hukum guna
memperoleh pandangan yang lebih lanjut yang akhirnya akan di analisa untuk
diteliti. Bentuk dari penelitian ini adalah deksriptif analitis, yaitu penelitian yang
menekankan pada data-data sekunder yang meliputi norma-norma dan peraturan
hukum yang berkaitan dengan kedudukan waris anak luar kawin pada golongan
tionghoa menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia

3. Hasil dan Pembahasan


Bentuk Perlindungan Terhadap Status Waris Bagi Anak Luar Kawin Pada

Golongan Tionghoa

Pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi anak luar kawin

5
Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
hlm. 201.
terdapat diUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal

43 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur perlindungan hukum bagi

anak luar kawin di Indonesia. Namun, dalam komunitas Tionghoa, masih

terdapat perbedaan dalam pengakuan dan perlindungan hukum bagi anak luar

kawin. Anak luar kawin tersebut memiliki hak untuk menerima nafkah

alimentasi atau hak nafkah sebagai anak luar kawin, termasuk anak yang lahir

dari perzinahan dan anak sumbang. Ini dijelaskan dalam Pasal 867 B.W.

Meskipun demikian, terdapat pembatasan dalam hubungan yuridis antara anak

zina dan anak sumbang dengan ayah kandungnya karena undang-undang

melarang orang tua dan anak tersebut memberikan pengakuan secara hukum.6

Menurut tradisi adat Tionghoa, anak luar kawin tidak secara resmi

diakui dan tidak memiliki hak langsung terhadap warisan. Namun, anak luar

kawin masih memiliki hak untuk menerima warisan dari orang tua kandungnya

melalui jalur hukum lain. Dalam persidangan, hakim menemukan fakta-fakta

bahwa dalam akta Nomor 1 tanggal 3 Juni 1969 tentang pengangkatan anak,

TKL diakui sebagai anak luar kawin yang dilahirkan dari perempuan bernama

TKN. Namun, bukti yang menunjukkan apakah orang tua kandung TKL

terikat oleh perkawinan yang sah atau pernikahan agama tidak ada, sehingga

status TKL sebagai anak luar kawin yang diakui secara sah menjadi tidak jelas

sesuai dengan Pasal 272 KUHPerdata. Anak luar kawin tidak dapat menjadi

ahli waris tanpa adanya pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280

KUHPerdata. Pengakuan yang dilakukan oleh orang tua JKT memainkan

peran penting dalam menentukan hak dan kewajiban atas warisan yang

dimiliki oleh TKL. Jika pengakuan anak luar kawin sesuai dengan ketentuan

Pasal 280 KUHPerdata, pada dasarnya TKL memiliki hak yang sama dengan

anak sah.

Anak luar kawin yang diakui benar-benar menjadi ahli waris dengan

hak saissine, hak heredetatis petition, dan hak untuk menuntut pembagian

6
J. Andy Hartanto, 2015, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin menurut
“Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, LaksBang Justitia, Surabaya, hlm. 163.
warisan. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, persamaan mereka hanya sebatas

itu saja karena dalam hal lain, bagian mereka tidak sama dengan anak sah.

Anak luar kawin tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, melainkan di

bawah perwalian, sehingga hak dan bagian mereka dalam warisan tidak

sebesar dan selanjutnya pengakuan hanya menciptakan hubungan hukum

antara anak dan orang tua yang mengakui, tidak termasuk dalam keluarga yang

mengakuinya. Pengakuan ini tidak berlaku untuk anak luar kawin yang tidak

dapat diakui karena tidak memenuhi syarat pengakuan. Anak luar kawin

adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dan tidak mengikuti

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, seperti Undang-Undang

Perkawinan.7

Pasal 272 KUHPerdata menjelaskan bahwa setiap anak yang lahir di

luar perkawinan antara seorang wanita dan pria dapat diakui dan disahkan,

kecuali anak-anak yang hasil dari zina atau anak sumbang. Anak sumbang

mengacu pada anak yang lahir dari hubungan antara laki-laki dan wanita yang

memiliki larangan perkawinan antara keduanya (misalnya, hubungan antara

anggota keluarga dekat). Menurut Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, anak yang dilahirkan di luar perkawinan

hanya memiliki hubungan hukum perdata dengan ibunya. Namun, setelah

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 46/PUU-VIII/2010 pada tanggal 13

Februari 2012, dalam permohonan uji materi terhadap Pasal 43 Ayat 1 UU No.

1 Tahun 1974, rumusan pasal tersebut diubah. Status anak luar kawin tidak

hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya, tetapi juga dengan ayahnya

selama dapat dibuktikan berdasarkan pengetahuan dan teknologi ilmiah

dan/atau bukti lainnya.

Kedudukan anak luar kawin dalam hukum secara faktual lebih rendah

dibandingkan dengan anak sah, dengan arti bahwa bagian warisan yang

diterima oleh anak luar kawin lebih sedikit dibandingkan dengan anak sah.
7
Agatha, G., Priandhini, L., & Barlinti, Y. S. (2021). Pembuktian Dan Pengesahan Anak Luar
Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
Dalam Pandangan Hukum Islam. Indonesian Notary, 3(1). Hlm. 67.
Selain itu, anak sah berada di bawah kekuasaan orang tua sesuai dengan Pasal

299 KUHPerdata, sementara anak luar kawin yang diakui secara sah berada di

bawah perwalian sesuai dengan Pasal 306 KUHPerdata. Tanpa pengakuan,

seorang anak luar kawin tidak memiliki kesempatan untuk mewarisi. Pasal 272

KUHPerdata memungkinkan pengesahan terhadap anak yang awalnya

dilahirkan di luar perkawinan dalam beberapa cara:8

a. Orang tuanya kawin

b. Sebelum mereka kawin, terlebih dahulu telah mengakui anaknya atau


pengakuan tersebut dilakukan dalam akta perkawinan.

c. Adanya surat-surat pengesahan. Pengesahan dengan surat-surat pengesahan

dapat dilakukan karena dua hal, yaitu:

1) Bilamana orang tuanya lalai untuk mengakui anak-anaknya


sebelum perkawinan dilangsungkan atau pada saat perkawinan
dilangsungkan (Pasal 274 KUHPerdata)

2) Bilamana terdapat masalah hubungan intergentil, misalnya sang


ibu termasuk golongan Bumi Putera atau yang dapat
dipersamakannya, maka terdapat alasan-alasan penting menurut
pertimbangan Menteri Kehakiman yang bersifat menghalang-
halangi perkawinan orang tua itu.

Terdapat banyak faktor – faktor yang menghambat pelaksaan testamen untuk

anak luar kawin yaitu sebagai berikut:9

a. Pelaksanaan wasiat tersebut tidak dapat dilaksanakan dikarenakan tata cara


pembagian wasiat tersebut tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku
dan merugikan ahli waris yang lain.

b. Status anak luar kawin tersebut tidak diakui, sehingga menyebabkan tidak

8
Bowontari, S. (2019). Pengakuan dan Pengesahan Anak di Luar Nikah Beserta dengan Akibat
Hukumnya. Lex Privatum, Vol. 7, No. 4, Hlm. 10-11.
9
Anisitus Amanat. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 73.
terdapatnya bagian dalam hal mewaris untuk anak luar kawin tersebut.10

c. Adanya penguasaan yang tidak sah terhadap harta peninggalan yang ada,
sehingga menyebabkan ahli waris lain dirugikan. Hal ini terjadi pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor. 186 PK/Pdt/2005.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembatasan tersebut tidak berlaku

bagi anak luar kawin yang tidak mewaris bersama-sama dengan golongan I.

Adapun untuk anak luar kawin yang tidak diakui, keberadaan Testamen

sangatlah membantu dalam hal pewarisan harta ayahnya. Jika anak luar kawin

tersebut tidak pernah diakui, maka anak tersebut bebas untuk menerima

Testamen ayah alamiahnya, karena ia tidak dibatasi oleh Pasal 863

KUHPerdata yang berstatus sebagai orang ketiga, tidak ada hubungan darah

dan menerima wasiat terkena bagian ab-instantionya. 11

Seorang anak luar kawin memiliki hak waris jika ia diakui sah sebelum

orang tuanya menikah dengan orang lain. Namun, meskipun anak tersebut

diakui sebagai anak luar kawin yang diakui sah hal ini berbeda dengan status

anak sah, karena hal itu tidak memberikan hak waris yang sama dengan anak

– anak yang lahir dengan perkawinan sah. Selain itu, dalam hal anak luar

kawin yang diakui, pengakuan tersebut tidak boleh merugikan hak-hak istri

atau anak-anak lain dari perkawinan tersebut. Maka, sekalipun diakui sah, ia

tidak dapat merugikan. Berarti dengan demikian warisan yg diperoleh tidak

ada atau nol. Pada Pasal 285 KUHPerdata dijelaskan bahwa:

“Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama
perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan
sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat
mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-
anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.”

Selain itu, pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa meskipun ada

wasiat yang dibuat, anak luar kawin yang diakui tersebut tidak akan dapat

menerima bagian warisan. Hal ini mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang

menyatakan bahwa anak luar kawin yang diakui sebelum perkawinan tidak
10
Putusan Mahkamah Agung Nomor. 677 K/AG/2009.
11
Hartono Soerjopratignjo, Hukum Waris Tanpa Wasiat, (Yogyakarta : Seksi Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), hlm 239.
memiliki hak waris. Dalam hal ini, dapat diambil kesimpulan bahwa anak luar

kawin yang diakui sebelum perkawinan tidak mendapat hak waris karena

terbentur Pasal 285 KUHPerdata bahwa pengakuan anak tidak dapat

mendatangkan kerugian baik kepada suami atau istri maupun kepada anak-

anak yang lahir dari perkawinan tersebut, kecuali jika ada sisa harta yang dapat

dibagikan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi orang tua yang memiliki

anak luar kawin untuk memperhatikan kepentingan semua anggota keluarga

dalam hal pembagian harta warisan. Perubahan terkait hak waris anak luar

kawin diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perubahan

tersebut dituangkan dalam Pasal 49 Ayat 1 yang menyatakan bahwa anak yang

dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau hasil perkawinan yang dinyatakan

batal atau tidak sah memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan ayah

biologisnya serta keluarga ayah biologisnya, jika diakui atau dibuktikan secara

sah menurut hukum yang berlaku. Dalam konteks hak waris, perubahan ini

memperluas hak anak luar kawin untuk mewarisi harta dari ayah biologisnya

dan keluarga ayah biologisnya, jika telah diakui atau dibuktikan secara sah.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam perubahan ini maka

pengakuan terhadap anak luar kawin harus sesuai dengan ketentuan Pasal 281

KUHPerdata dan tidak dapat bertentangan dengan pasal 285 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa pengakuan anak tidak dapat mendatangkan kerugian

bagi suami atau istri maupun anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.

TKL merupakan anak luar kawin yang diakui sah jika JKT dan TKN

memenuhi bentuk pengakuan dan membawa bukti-bukti yang menjelaskan

bahwa JKT dan TKN ini setelah melahirkan TKL menyatakan, mereka

menikah dengan kondisi salah satu atau keduanya tidak terikat perkawinan

atau tidak mempunyai larangan kawin (Penggugat juga harus dengan

membawa Akta Perkawinan, Akta Kelahiran atau Keterangan Kependudukan

Catatan Sipil) yang menunjang pengakuan anak tersebut. Apabila terpenuhi

pembuktian pengakuannya sebagai anak luar kawin yang sah sesuai dengan
281 KUHPerdata maka TKL dilindungi bagian warisnya sesuai dengan Pasal

862 sampai 863 KUHPerdata, yaitu:

Pasal 862 KUH Perdata:

“Bila yang meninggal dunia meninggalkan anak-anak di luar kawin yang


telah diakui secara sah menurut undang-undang, maka harta peninggalannya
dibagi dengan cara yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut.”

Pasal 863 KuhPerdata:

“Bila yang meninggal itu meninggalkan keturunan sah menurut undang-


undang atau suami atau isteri, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi 1/3
dan bagian yang sedianya mereka terima,

seandainya mereka adalah anak-anak sah menurut undang-undang; mereka


mewarisi separuh dan harta peninggalan,

bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan,suami atau istri, tetapi
meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke atas, atau saudara laki-laki
dan perempuan atau keturunan-keturunan mereka, dan tiga perempat bila
hanya tinggal keluarga sedarah yang masih hidup dalam derajat yang lebih
jauh lagi.

Bila para ahli waris yang sah menurut undang-undang bertalian dengan yang
meninggal dalam derajat-derajat yang tidak sama, maka yang terdekat
derajatnya dalam garis yang satu, menentukan besarnya bagian yang harus
diberikan kepada anak di luar kawin itu, bahkan terhadap mereka yang ada
dalam garis yang lain.”

Dalam kondisi seperti yang telah diuraikan maka TKL dikatakan anak luar

kawin yang tidak bisa diakui jika ternyata orangtua biologisnya jika salah satu

atau keduanya telah menikah dengan orang lain, maka dalam kondisi tersebut

TKL beserta ahli warisnya tidak mempunyai hak waris dari JKT dan TKN.

Anak luar kawin diakui sah yang mewaris hanya diakui sebelum ayah atau

ibunya menikah dengan pihak lain.


4. Simpulan
Bentuk perlindungan anak luar kawin tergantung bagaimana pengakuan dari
orang tua kandungnya, terkait status anak yang tidak diakui dan tidak bisa diakui adalah
hal yang sangat harus dipastikan. Pada nyatanya anak luar kawin tidak bisa setara
terkait pewarisannya seperti anak sah yang lahir dalam perkawinan, anak luar kawin
dapat memperoleh hak warisnya jika diakui sah menurut ketentuan Undang-Undang
dan mendapat 1/3 dari bagian yang diterima jika dirinya dianggap anak sah. Dalam hal
hak waris untuk anak angkat tergantung akta pengangkatan anak yang berakibat kepada
putusnya hubungan keperdataan dengan orangtua kandungnnya dan timbul hubungan
keperdataan dengan orang tua angkatnya hal ini akan berdampak terhadap status
warisnya jika akta pengangkatanya mengikuti ketentuan Undang-Undang, telah
dilaporkan/dicatatkan pada pencatatan sipil dan akta kelahiran anak tersebut memuat
status anak angkat dari orangtua angkatnya.
5. Daftar Pustaka Buku dan Jurnal

Agatha, G., Priandhini, L., & Barlinti, Y. S. (2021). Pembuktian Dan Pengesahan
Anak Luar Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Dalam Pandangan Hukum
Islam. Indonesian Notary, 3(1)
Anisitus Amanat, 2003, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata
BW (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
Bowontari, S. (2019). Pengakuan dan Pengesahan Anak di Luar Nikah Beserta
dengan Akibat Hukumnya. Lex Privatum, Vol. 7, No. 4.
Fida Madayanti dan Akhmad Khisni, 1995, “Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin
Etnis Tionghoa Atas Harta Warisan Orangtua Biologisnya dalam Perpektif
KUHPerdata Di Kota Pemalang” dalam Jurnal Akta Vol. 4 No. 4 Desember
2017.
Hadikusuma. Hukum Pernikahan Indonesia, Bandung, Mandar Maju.
Hartono Soerjopratignjo,1983 Hukum Waris Tanpa Wasiat, (Yogyakarta : Seksi
Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Hanatasia Angelina Sunarto, Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta keterangan
hak waris Bagi Golongan Tionghoa, Jurnal Fakultas Hukum Bisnis Udayana,
2013.
J. Andy Hartanto, 2015, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin
menurut “Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, LaksBang
Justitia, Surabaya
Muhammad Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Bakti).
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.
Sudarsono, Kamus Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005.

Peraturan Perundangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh


Moeljatno. Jakarta: Prdanya Paramita,1976.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek].Diterjemahkan oleh
R.Subekti dan Tjitrosudibio. Cet 27. Jakarta: Pradnya Paramita, 1995
Staatsblad 1917 Nomor 129
Undang-undang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan,
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-undang No. 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946
Tentang Pencatatan Nikah, Talak Dan Rujuk Di Seluruh Daerah Luar Jawa
Dan Madura
. Menteri Negara Agraria, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Nomor 3 tahun 1997.
___________, Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16
Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
selanjutnya disebut PMNA Nomor 3 Tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai