ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan menganalisis lebih lanjut mengenai
bentuk perlindungan waris terhadap anak luar kawin. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode yuridis normatif. Dimana penelitian ini menitikberatkan
kepada peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan literatur lain yang
berkaitan. Kedudukan anak luar kawin mengenai permasalahan waris tentunya
mempunyai perbedaan dengan anak sah, anak luar kawin harus memenuhi kondisi
tertentu untuk mendapatkan hak warisnya terutama anak luar kawin pada golongan
tionghoa yang mempunyai pengaturan adat dan kondisi hukum pada bentuk
perlindungan status warisnya. Penelitian dilakukan dengan mengkaji sistematika
hukum terkait peraturan perundang-undangan mengenai kedudukan, status waris
serta dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa berbagai literatur
dan doktrin para ahli. Analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
kualitatif. Dengan demikian, akan menjelaskan status waris bagi anak luar kawin
pada golongan tionghoa.
Kata Kunci: Waris, Luar Kawin, Tionghoa.
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine and analyze further the forms of inheritance
protection for children born out of wedlock. The research method used is normative
juridical method, focusing on legal regulations, books, and related literature. The
position of children born out of wedlock regarding inheritance issues certainly differs
from legitimate children. Children born out of wedlock must fulfill certain conditions to
obtain their inheritance rights, especially for children born out of wedlock within the
Chinese community, which has customary regulations and legal conditions regarding the
protection of their inheritance status. The research is conducted by studying the legal
system related to legal regulations on the position, inheritance status, and by examining
secondary sources such as literature and expert opinions. The research analysis is
conducted using a qualitative method. Thus, it will explain the inheritance status for
children born out of wedlock within the Chinese community.
Keywords: Inheritance, Extramarital, Chinese.
1. Pendahuluan
1
Hadikusuma. Hukum Pernikahan Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1995, hlm 28.
2
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994), hlm.11
yang memberlakukan Pasal 131 Indische Staatsregeling IS sebelum itu Pasal 75
Regeringsreglement RR, yang dalam pokoknya sebagai berikut 3:
1) Hukum Perdata dan Dagang begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Pidana harus diletakan dalam Kitab Undang-Undang.
3) Untuk golongan bangsa Indonesia asli dan Timur Asing Tionghoa, Arab, dan
sebagainya, jika ternyata kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi
mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga
diperbolehkan membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus
diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka, dan boleh diadakan
penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat
mereka.
Rumusan Masalah
Bagaimana perlindungan hukum waris bagi anak luar kawin pada golongan
tionghoa?
Tujuan Penulisan
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis
normatif. Dimana yuridis normatif itu sendiri lebih menitikberatkan kepada
bahan pustaka sebagai sumbernya seperti buku-buku, peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.5 Pendekatan penelitian ini
dilakukan dengan cara melihat dari peraturan perundang- undangan terutama
yang berkaitan dengan perkawinan. Penelitian ini mengacu pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Perubahan Ketiga Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Golongan Tionghoa
5
Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
hlm. 201.
terdapat diUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal
terdapat perbedaan dalam pengakuan dan perlindungan hukum bagi anak luar
kawin. Anak luar kawin tersebut memiliki hak untuk menerima nafkah
alimentasi atau hak nafkah sebagai anak luar kawin, termasuk anak yang lahir
dari perzinahan dan anak sumbang. Ini dijelaskan dalam Pasal 867 B.W.
melarang orang tua dan anak tersebut memberikan pengakuan secara hukum.6
Menurut tradisi adat Tionghoa, anak luar kawin tidak secara resmi
diakui dan tidak memiliki hak langsung terhadap warisan. Namun, anak luar
kawin masih memiliki hak untuk menerima warisan dari orang tua kandungnya
bahwa dalam akta Nomor 1 tanggal 3 Juni 1969 tentang pengangkatan anak,
TKL diakui sebagai anak luar kawin yang dilahirkan dari perempuan bernama
TKN. Namun, bukti yang menunjukkan apakah orang tua kandung TKL
terikat oleh perkawinan yang sah atau pernikahan agama tidak ada, sehingga
status TKL sebagai anak luar kawin yang diakui secara sah menjadi tidak jelas
sesuai dengan Pasal 272 KUHPerdata. Anak luar kawin tidak dapat menjadi
ahli waris tanpa adanya pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280
peran penting dalam menentukan hak dan kewajiban atas warisan yang
dimiliki oleh TKL. Jika pengakuan anak luar kawin sesuai dengan ketentuan
Pasal 280 KUHPerdata, pada dasarnya TKL memiliki hak yang sama dengan
anak sah.
Anak luar kawin yang diakui benar-benar menjadi ahli waris dengan
hak saissine, hak heredetatis petition, dan hak untuk menuntut pembagian
6
J. Andy Hartanto, 2015, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin menurut
“Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, LaksBang Justitia, Surabaya, hlm. 163.
warisan. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, persamaan mereka hanya sebatas
itu saja karena dalam hal lain, bagian mereka tidak sama dengan anak sah.
Anak luar kawin tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, melainkan di
bawah perwalian, sehingga hak dan bagian mereka dalam warisan tidak
antara anak dan orang tua yang mengakui, tidak termasuk dalam keluarga yang
mengakuinya. Pengakuan ini tidak berlaku untuk anak luar kawin yang tidak
dapat diakui karena tidak memenuhi syarat pengakuan. Anak luar kawin
adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dan tidak mengikuti
Perkawinan.7
luar perkawinan antara seorang wanita dan pria dapat diakui dan disahkan,
kecuali anak-anak yang hasil dari zina atau anak sumbang. Anak sumbang
mengacu pada anak yang lahir dari hubungan antara laki-laki dan wanita yang
Februari 2012, dalam permohonan uji materi terhadap Pasal 43 Ayat 1 UU No.
1 Tahun 1974, rumusan pasal tersebut diubah. Status anak luar kawin tidak
hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya, tetapi juga dengan ayahnya
Kedudukan anak luar kawin dalam hukum secara faktual lebih rendah
dibandingkan dengan anak sah, dengan arti bahwa bagian warisan yang
diterima oleh anak luar kawin lebih sedikit dibandingkan dengan anak sah.
7
Agatha, G., Priandhini, L., & Barlinti, Y. S. (2021). Pembuktian Dan Pengesahan Anak Luar
Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010
Dalam Pandangan Hukum Islam. Indonesian Notary, 3(1). Hlm. 67.
Selain itu, anak sah berada di bawah kekuasaan orang tua sesuai dengan Pasal
299 KUHPerdata, sementara anak luar kawin yang diakui secara sah berada di
seorang anak luar kawin tidak memiliki kesempatan untuk mewarisi. Pasal 272
b. Status anak luar kawin tersebut tidak diakui, sehingga menyebabkan tidak
8
Bowontari, S. (2019). Pengakuan dan Pengesahan Anak di Luar Nikah Beserta dengan Akibat
Hukumnya. Lex Privatum, Vol. 7, No. 4, Hlm. 10-11.
9
Anisitus Amanat. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 73.
terdapatnya bagian dalam hal mewaris untuk anak luar kawin tersebut.10
c. Adanya penguasaan yang tidak sah terhadap harta peninggalan yang ada,
sehingga menyebabkan ahli waris lain dirugikan. Hal ini terjadi pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor. 186 PK/Pdt/2005.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembatasan tersebut tidak berlaku
bagi anak luar kawin yang tidak mewaris bersama-sama dengan golongan I.
Adapun untuk anak luar kawin yang tidak diakui, keberadaan Testamen
sangatlah membantu dalam hal pewarisan harta ayahnya. Jika anak luar kawin
tersebut tidak pernah diakui, maka anak tersebut bebas untuk menerima
KUHPerdata yang berstatus sebagai orang ketiga, tidak ada hubungan darah
Seorang anak luar kawin memiliki hak waris jika ia diakui sah sebelum
orang tuanya menikah dengan orang lain. Namun, meskipun anak tersebut
diakui sebagai anak luar kawin yang diakui sah hal ini berbeda dengan status
anak sah, karena hal itu tidak memberikan hak waris yang sama dengan anak
– anak yang lahir dengan perkawinan sah. Selain itu, dalam hal anak luar
kawin yang diakui, pengakuan tersebut tidak boleh merugikan hak-hak istri
atau anak-anak lain dari perkawinan tersebut. Maka, sekalipun diakui sah, ia
“Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama
perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan
sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat
mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-
anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.”
wasiat yang dibuat, anak luar kawin yang diakui tersebut tidak akan dapat
menerima bagian warisan. Hal ini mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa anak luar kawin yang diakui sebelum perkawinan tidak
10
Putusan Mahkamah Agung Nomor. 677 K/AG/2009.
11
Hartono Soerjopratignjo, Hukum Waris Tanpa Wasiat, (Yogyakarta : Seksi Notariat Fakultas
Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), hlm 239.
memiliki hak waris. Dalam hal ini, dapat diambil kesimpulan bahwa anak luar
kawin yang diakui sebelum perkawinan tidak mendapat hak waris karena
mendatangkan kerugian baik kepada suami atau istri maupun kepada anak-
anak yang lahir dari perkawinan tersebut, kecuali jika ada sisa harta yang dapat
dibagikan. Hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi orang tua yang memiliki
dalam hal pembagian harta warisan. Perubahan terkait hak waris anak luar
tersebut dituangkan dalam Pasal 49 Ayat 1 yang menyatakan bahwa anak yang
dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau hasil perkawinan yang dinyatakan
batal atau tidak sah memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan ayah
biologisnya serta keluarga ayah biologisnya, jika diakui atau dibuktikan secara
sah menurut hukum yang berlaku. Dalam konteks hak waris, perubahan ini
memperluas hak anak luar kawin untuk mewarisi harta dari ayah biologisnya
dan keluarga ayah biologisnya, jika telah diakui atau dibuktikan secara sah.
pengakuan terhadap anak luar kawin harus sesuai dengan ketentuan Pasal 281
bagi suami atau istri maupun anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
TKL merupakan anak luar kawin yang diakui sah jika JKT dan TKN
bahwa JKT dan TKN ini setelah melahirkan TKL menyatakan, mereka
menikah dengan kondisi salah satu atau keduanya tidak terikat perkawinan
pembuktian pengakuannya sebagai anak luar kawin yang sah sesuai dengan
281 KUHPerdata maka TKL dilindungi bagian warisnya sesuai dengan Pasal
bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan,suami atau istri, tetapi
meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke atas, atau saudara laki-laki
dan perempuan atau keturunan-keturunan mereka, dan tiga perempat bila
hanya tinggal keluarga sedarah yang masih hidup dalam derajat yang lebih
jauh lagi.
Bila para ahli waris yang sah menurut undang-undang bertalian dengan yang
meninggal dalam derajat-derajat yang tidak sama, maka yang terdekat
derajatnya dalam garis yang satu, menentukan besarnya bagian yang harus
diberikan kepada anak di luar kawin itu, bahkan terhadap mereka yang ada
dalam garis yang lain.”
Dalam kondisi seperti yang telah diuraikan maka TKL dikatakan anak luar
kawin yang tidak bisa diakui jika ternyata orangtua biologisnya jika salah satu
atau keduanya telah menikah dengan orang lain, maka dalam kondisi tersebut
TKL beserta ahli warisnya tidak mempunyai hak waris dari JKT dan TKN.
Anak luar kawin diakui sah yang mewaris hanya diakui sebelum ayah atau
Agatha, G., Priandhini, L., & Barlinti, Y. S. (2021). Pembuktian Dan Pengesahan
Anak Luar Kawin Serta Akibat Hukumnya Setelah Berlaku Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Dalam Pandangan Hukum
Islam. Indonesian Notary, 3(1)
Anisitus Amanat, 2003, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata
BW (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).
Bowontari, S. (2019). Pengakuan dan Pengesahan Anak di Luar Nikah Beserta
dengan Akibat Hukumnya. Lex Privatum, Vol. 7, No. 4.
Fida Madayanti dan Akhmad Khisni, 1995, “Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin
Etnis Tionghoa Atas Harta Warisan Orangtua Biologisnya dalam Perpektif
KUHPerdata Di Kota Pemalang” dalam Jurnal Akta Vol. 4 No. 4 Desember
2017.
Hadikusuma. Hukum Pernikahan Indonesia, Bandung, Mandar Maju.
Hartono Soerjopratignjo,1983 Hukum Waris Tanpa Wasiat, (Yogyakarta : Seksi
Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Hanatasia Angelina Sunarto, Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta keterangan
hak waris Bagi Golongan Tionghoa, Jurnal Fakultas Hukum Bisnis Udayana,
2013.
J. Andy Hartanto, 2015, Hukum Waris: Kedudukan dan Hak Waris Anak Luar Kawin
menurut “Burgerlijk Wetboek” Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, LaksBang
Justitia, Surabaya
Muhammad Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Bakti).
Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.
Sudarsono, Kamus Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005.
Peraturan Perundangan