Anda di halaman 1dari 4

KISAH PUTRI PUKES DAN DANAU LUT TAWAR

Di dalam tanah Gayo, hiduplah seorang putri raja bernama Putri Pukes Sang Putri
menyukai seorang pangeran dari kerajaan lain.Awalnya, kedua orang tuanya tidak merestui
karena negeri tempat tinggal pangeran itu jauh. Namun, karena kegigihan Putri Pukes dan
Sang Pangeran, orang tua sang Putri merestui dan menikahkan mereka.

Di dalam gua, Putri Pukes berdiri di sudut untuk menghangatkan tubuhnya yang kedinginan.
Perlahan-lahan sang Putri merasa tubuhnya mengeras. Putri Pukes sangat terkejut dan
menangis. Ternyata, tubuhnya berubah menjadi batu. Putri ini menyesal karena tidak
mengindahkan pesan orangtuanya. Seharusnya ia tidak menoleh ke belakang selama dalam
perjalanan.

Setelah merasa cukup lama beristirahat dan hujan mulai redah, mereka berniat untuk
melanjutkan perjalanan. Para pengawal pun memangil sang Putri. Setelah merasa cukup lama
beristirahat dan hujan mulai reda mereka berniat untuk melanjutkan perjalanan. Para
pengawal pun memanggil sang Putri.Tuan Putri Hujan sudah reda, mari kita melanjutkan
perjalanan panggil para pengawal. Berkali-kali mereka memanggil, tetapi tetap tidak
terdengar jawaban.Para pengawal pun menghampiri tempat Putri Pukes berdiri. Mereka terus
memanggil, tetapi sang Putri hanya diam. Saat melihat dengan jelas, para pengawal sangat
terkejut melihat tubuh Putri Pukes telah mengeras dan menjadi batu.

Sampai sekarang, batu Putri Pukes masih bisa dilihat. Bentuknya membesar di bagian bawah,
tetapi bentuk sanggul dan kepala sang Putri masih bisa dikenal.Menurut kepercayaan
penduduk batu tersebut membesar dibagian bawah karena Putri Pukes terus menangis
sehingga air matanya menumpuk di bawah.Sementara itu, karena hujan yang sangat lebat,
terbentuklah danau di kawasan itu. Penduduk sekitar menamakan danau itu dengan Danau
Laut Tawar.
KISAH PUTRI PUKES
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Kampung Nosar yang terletak di dataran tanah Gayo,
hiduplah seorang putri raja yang dikenal dengan nama Putri Pukes. Sang putri sangat disukai
oleh warga kerajaannya, khususnya laki-laki karena kecantikan wajah dan kelembutan
hatinya.Meskipun begitu, cintanya hanya tertuju pada seorang pangeran dari kerajaan sebelah
di negeri seberang, Bener Meriah. Sayangnya, perjalanan cinta sang putri dengan pangeran
yang bernama Mude Suara itu sama sekali tak mudah.Selain karena sang pangeran
yang bertempat tinggal terlalu jauh dari kediaman sang putri, kedua orang tua Putri Pukes
juga tidak memberikan restunya. Bagaimana tidak? Sang raja yang kesulitan mendapatkan
keturunan itu harus merelakan satu-satunya putri yang ia miliki untuk seorang
pangeran.Untungnya, berkat kegigihan sang putri untuk mempertahankan hubungan,
akhirnya hati kedua orang tuanya pun luluh. Bahkan, sang putri sampai hendak dinikahkan
oleh sang raja dengan Mude Suara.

Pesta pernikahan antara Putri Pukes dan sang pangeran dari negeri seberang akhirnya
diadakan. Setelah pesta berlangsung, kebahagiaan pun menyelimuti hati sang putri. Namun,
di sisi lain ia juga merasa sedih karena setelah menikah ia harus meninggalkan kedua orang
tuanya.Sesuai dengan adat Gayo saat itu, pengantin tidak diperbolehkan melakukan
perjalanan bergandengan atau bersama-sama. Oleh karena itu, sang pangeran berangkat
terlebih dahulu ke kerajaannya. Barulah beberapa jam kemudian, sang putri akan
menyusulSetelah beberapa jam, tibalah waktu sang putri menyusul ke kerajaan suaminya.
Sebelum berangkat, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya terlebih dahulu. Sang ayah dan
ibu pun sebenarnya merasa sedih karena tak akan bisa melihat putrinya setiap hari. Namun,
bagaimanapun juga mereka tetap harus rela melepas buah hatinya pergi.

Sebagai seseorang yang baik dan bijaksana, sang ayah tak lupa menitipkan sebuah pesan
kepada Putri Pukes. “Pergilah bersama para pengawal, Nak,” pesan sang ayah. “Namun,
ingatlah satu hal yang harus kau jaga! Setelah melangkahkan kaki keluar dari istana ini,
jangan pernah sekalipun kamu menolehkan kepalamu ke belakang!”Meskipun merasa
bingung dan heran dengan pesan tersebut, Putri Pukes tetap mengiyakan kemudian berangkat
bersama para pengawalnya. Tak lupa, sang ratu membawakan beberapa peralatan rumah
tangga, seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring, cawan, dan periuk.Selama perjalanan menuju
ke kerajaan sebelah, Putri Pukes selalu teringat akan kedua orang tuanya. Tak ayal, hatinya
terasa berat dan sedih. Saking sedihnya, tanpa sengaja ia menolehkan wajahnya ke
belakang.Saat itu, datanglah petir yang menyambar disertai hujan lebat. Dengan terpaksa
rombongan Putri Pukes itu harus berteduh di dalam sebuah goa. Agar tubuhnya yang
kedinginan menjadi hangat, sang putri berdiri di sudut goa yang agak dalam. Namun, secara
perlahan tubuhnya justru mengeras dan menjadi batu.

Putri Pukes pun hanya bisa menangis menyesal karena tidak mengindahkan pesan kedua
orang tuanya. Seharusnya, ia tidak menolehkan kepalanya ke belakang selama perjalanan
menuju ke kerajaan sebelah. Namun, kini ia hanya bisa meratapi penyesalannya itu tanpa bisa
bergerak lagi.Sementara itu, di luar goa hujan terlihat mulai reda. Rombongan pengawal pun
merasa kalau mereka sudah cukup beristirahat dan ingin melanjutkan perjalanan. Mereka
kemudian masuk ke dalam gua untuk memanggil sang putri.“Tuan Putri, hujan telah reda!
Mari kita lanjutkan lagi perjalanan kita!” sang pengawal memanggil berkali-kali. Sayangnya,
tak ada jawaban sedikit pun dari sang putri. Terpaksa, para pengawal pun pergi menghampiri
tempat sang putri menghangatkan diri seraya memanggil namanya. Namun, tetap saja sang
putri tidak memberikan jawaban. Para pengawal mulai merasa khawatir dan bergegas masuk
ke gua lebih dalam. Ketika akhirnya menemukan sang putri, betapa terkejutnya mereka ketika
mendapati Putri Pukes telah mengeras dan menjadi batu.

Sang pangeran yang sudah berjalan terlebih dahulu mendengar kabar kalau putri
pujaan hatinya telah berubah menjadi batu.  Dengan penuh kesedihan, ia berdoa agar bisa
diubah menjadi batu juga. Pada akhirnya, kisah cinta antara Putri Pukes dan Pangeran Mude
Suara berakhir tragis. Hingga kini, batu tersebut masih bisa dilihat. Bentuknya terlihat seperti
orang bersanggul yang bagian bawah tubuhnya lebih besar. Konon menurut kepercayaan
warga setempat, batu tersebut berukuran lebih besar di bawah karena Putri Pukes terus
menangis dan air matanya yang mengalir di dekat kakinya turut mengeras menjadi batu. Tak
jauh dari lokasi gua, terdapat akses jalan yang dahulu kabarnya bisa tembus hingga ke Aceh
Jaya. Di jalan itu, terdapat patung berukuran manusia yang kabarnya merupakan perwujudan
dari sang pangeran. Sementara itu, hujan yang terlampau lebat membuat kawasan di sekitar
gua berubah menjadi danau. Oleh para penduduk setempat, danau itu disebut dengan nama
Danau Laut Tawar.

Anda mungkin juga menyukai