Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MESIN DENGAN MANAJEMEN

AUTONOMOUS MAINTENANCE DI PT. SUZUKI INDOMOBIL


MOTOR CIKARANG PLANT

David Lewis Hasudungan Tambunan1, Kurbandi SBR2


Prodi Manajemen, Universitas Pelita Bangsa
E-mail : davidlewistambunan@gmail.com1; antyo999@gmail.com2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari pelaksanaan Autonomous


Maintenance terhadap peningkatan Produktivitas mesin yang diukur dengan Availability
Rate, Performance Rate, Quality Rate, dan Overall Equipment Effectiveness (OEE)
terhadap permasalahan yang ada dimesin Hot Forging. Jenis penelitian yang digunakan
adalah kuantitatif yang merupakan data penelitian yang didapatkan dari data produksi
dan hasil pengamatan di PT. Suzuki Indomobil Motor Cikarang Plant Powertrain
Departement Transmission Section – Forging dengan metode Sampling Purposive.
Produktivitas mesin diukur dengan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dan uji beda
dengan Paired Sample t- Test menggunakan Software SPSS. Hasil penelitian yang
didapatkan dari penelitian ini bahwa pelaksanaan Manajemen Autonomous Maintenance
yang baik dan tetap konsisten dapat meningkatkan produktivitas mesin. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya nilai OEE di mesin Hot Forging #1 dari 69.52% menjadi
80.1%. kemudian hasil dari pengujian uji beda dengan Paired Sample t- Test
menggunakan Software SPSS didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah
0.000 dibawah dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara nilai OEE sebelum dan sesudah dilakukan Autonomous Maintenance
terhadap Produktivitas mesin.
Kata kunci : Produktivitas mesin, Autonomous Maintenance, OEE, Paired Sample t- Test

1. PENDAHULUAN kemampuannya akan mengalami penurunan.


Menurunnya kondisi performa mesin dan
Bersamaan dengan perkembangan peralatan dapat disebabkan dari kurangnya
era industri pada saat ini, perusahaan– perawatan mesin dan akan berdampak
perusahaan terus saling bersaing untuk terhadap rendahnya produktivitas mesin.
memenuhi kebutuhan konsumen dan Rendahnya produktivitas mesin
meningkatkan keuntungan perusahaan. dapat menimbulkan kerugian bagi
Khususnya industri manufaktur yang bergerak perusahaan. Penggunaan mesin yang
dalam bidang Otomotif berbagai usaha kondisinya kurang maksimal yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi diakibatkan dari adanya breakdown
kebutuhan–kebutuhan konsumen yang (kerusakan mesin), hal ini dapat
beragam, hal ini membuat perusahaan terus menyebabkan menurunnya kinerja mesin-
menerus melakukan produksi untuk mesin produksi yang berdampak perusahaan
memenuhi permintaan konsumen. Agar akan mengalami kerugian yang dapat
perusahaan dapat selalu produktif penggunaan menghilangkan keuntungan yang seharusnya
mesin dan peralatan sebagai alat pendukung dapat diperoleh perusahaan, seperti biaya
produksi sangat dibutuhkan oleh perusahaan, untuk memperbaiki kerusakan mesin secara
tentunya kondisi mesin dan peralatan apabila terus menerus, serta biaya yang timbul akibat
beroperasi secara terus menerus dipakai menurunnya produktivitas produksi yang di
ukur menggunakan Overall Equipment yang nantinya dapat lebih meningkatkan
Effectiveness (OEE). Hal ini yang dialami produktivitas mesin melalui manajemen
oleh perusahaan PT. Suzuki Indomobil Motor Autonomous Maintenance secara maksimal.
Plant Cikarang Powertrain Departement Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
Transmission Section – Forging. Bagian mengetahui efek dari pelaksanaan
Forging yang merupakan proses awal dari Autonomous Maintenance terhadap
pembuatan Gear & Shaft Transmisi yang peningkatan Produktivitas mesin yang diukur
merupakan komponen dari Transmisi mobil dengan Availability Rate, Performance Rate,
dan motor dari produk-produk merk Suzuki Quality Rate, dan Overall Equipment
yang berkualitas yang akan dikirim ke luar Effectiveness (OEE) terhadap permasalahan
negri (ekspor), maupun dalam negri yang ada di mesin Hot Forging.
(domestik) yang terus menerus mengalami
peningkatan. 2. TINJAUAN PUSTAKA
Meningkatnya permintaan produk
unit 4W (mobil) dan 2W (motor) membuat Perawatan Mesin
perusahaan harus menjaga kontinuitas Suatu kegiatan industri tidak
produksi terhadap produk yang dihasilkan. terhindar dari pemakaian mesin dan alat
Dengan begitu dibutuhkan kondisi mesin- produksi. Kelancaran produksi bergantung
mesin yang optimal agar proses produksi pada baik atau tidaknya kondisi peralatan
dapat tetap berjalan dengan lancar tanpa yang digunakan. Hal ini tergantung pada cara
adanya hambatan-hambatan produksi. pakai dan perawatan mesin yang dilakukan.
Khususnya bagian Forging yang merupakan Kegiatan perawatan meliputi kegiatan
proses awal dari pembuatan komponen Gear pengecekan, melumasi dan perbaikan atau
& Shaft Transmisi, namun dari beberapa reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada
mesin yang ada di bagian tersebut mesin Hot serta penyesuaian atau penggantian suku
Forging yang merupakan mesin yang cadang atau komponen yang terdapat pada
mengalami penurunan produktivitas. mesin atau fasilitas tersebut (Assauri, et
Menurunnya produktivitas mesin diakibatkan all.,2013).
dari besarnya waktu yang disebabkan dari Perawatan atau pemelliharaan terbagi
kerusakan mesin atau Downtime yang terjadi menjadi 3 bentuk pelaksanaannya yaitu
terus-menerus karena besarnya waktu yang (Wijaya dan Sensue, 2011) :
diperlukan untuk memperbaiki komponen 1. Preventive Maintenance (Pemeliharaan
mesin yang rusak serta seringnya frekuensi Pencegahan)
kerusakan mesin atau peralatan yang terjadi. Preventive Maintenance adalah suatu
Maka dari itu dibutuhkan suatu metode kegiatan pemeriksaan secara periodik
pemeliharaan mesin secara mandiri terhadap mesin dan peralatan dengan tujuan
(Autonomous Maintenance) yang merupakan untuk mengetahui kondisi yang menyebabkan
suatu metode dalam Total Produktive kerusakan mesin, serta untuk menjaga mesin
Maintenance (TPM) yang dapat mengurangi dan peralatan yang telah rusak dengan
Downtime yang mengakibatkan produktivitas cara memperbaiki dan menyetel ulang
mesin dapat meningkat dan bisa mengurangi sebelum menjadi kerusakan yang lebih parah.
biaya yang ditimbulkan dari adanya Perawatan ini juga terbagi menjadi dua
Downtime. menjadi : Perawatan Rutin, yang merupakan
Penelitian tentang Autonomous kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
Maintenance ini sangat pantas dianalisa dilakukan secara rutin setiap hari seperti
karena dengan melibatkan langsung operator melakukan pembersihan peralatan,
mesin serta bagian-bagian perusahaan yang pelumasan, pengecekan oli, dll. selanjutnya
ikut terlibat dalam kegiatan pemeliharaan. perawatan periodic yang merupakan kegiatan
Studi ini dilakukan untuk mendukung upaya pemeliharaan yang dilakukan secara periodic
dari perusahaan dalam meningkatkan atau jangka waktu tertentu seperti memeriksa
produktivitas mesin-mesinnya. Peneliti komponen-komponen dari mesin/peralatan.
berkeinginan agar hasil dari penelitian ini 2. Corrective Maintenance (Pemeliharaan
dapat menjadi masukan yang bermanfaat Perbaikan)
untuk memperbaiki sistem manajemen Corrective Maintenance adalah suatu
pemeliharaan mesin-mesin diperusahaan, kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi
kegagalan atau kerusakan yang ditemukan satu bentuk pemeliharaan secara mandiri yang
selama masa waktu Preventive Maintenance. dilakukan operator, dengan memberikan
Pada umumnya Corrective Maintenance tanggung jawab kepada operator terhadap
bukanlah aktifitas perawatan yang terjadwal, fasilitas yang digunakan dengan melakukan
karena dilakukan setelah sebuah komponen aktivitas perawatan fasilitas mandiri caranya
mengalami kerusakan dan bertujuan untuk dengan melatih operator untuk melakukan
mengembalikan kondisi prima sebuah mesin pembersihan, pelumasan, pemeriksaan, serta
atau peralatan. Corrective Maintenance perbaikan sederhana terhadap setiap
biasanya juga dikenal sebagai Breakdown kerusakan yang terjadi di mesin yang
Machine. Pemeliharaan hanya dilakukan dioperasikannya. Adapun tujuan dari
setelah mesin rusak. Sehingga apabila strategi pelaksanaan Autonomous Maintenance yaitu :
ini digunakan sebagai strategi utama maka 1. Mencegah dan mengurangi lama waktu
akan menimbulkan dampak yang sangat Downtime mesin.
tinggi terhadap suatu proses produksi. 2. Mencegah Defect dari proses mesin.
3. Predictive Maintenance 3. Mempercepat penanganan terhadap
Predictive Maintenance adalah mesin Downtime.
kegiatan Maintenance yang dilakukan pada 4. Meningkatkan ketahanan mesin.
tanggal yang telah ditetapkan berdasarkan 5. Menjaga mesin dalam kondisi selalu
hasil prediksi analisa dan evaluasi data bersih dan prima.
operasi yang diambil untuk melakukan 6. Mencegah kerusakan mesin yang lebih
Predictive Maintenance itu dapat berupa data parah.
yang diperoleh dari maker pembuat mesin, 7. Meningkatkan pemahaman operator dan
kondisi actual dilapangan seperti perubahan Skill tentang mesin.
getaran atau vibrasi, suara abnormal, 8. Operator yang memahami dan mampu
temperatur, dan tekanan pada suatu peralatan. melakukan perawatan dasar dari mesin.
Total Productive Maintenance (TPM) 9. Mengurangi resiko kecelakaan kerja
Menurut Nakajima, et all., (2013) karena operator paham sistem dari keamanan
TPM (Total Productive Maintenance) adalah / Safety dari mesin.
suatu program untuk mengembangkan Overall Equipment Effectivity (OEE)
Fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam Menurut Iswardi dan Sayuti (2016)
suatu organisasi, yang melibatkan seluruh Overall Equipment Effectiveness (OEE)
sumber daya manusianya. merupakan efektivitas peralatan secara
Menurut Hasriyono (2009) TPM keseluruhan utnuk mengevaluasi seberapa
memiliki 3 komponen yaitu : pencapaian performance dan Reliability suatu
Total Approach (Pendekatan Total), peralatan. OEE juga digunakan sebagai
Filosofi dari TPM sesuai dengan semua aspek kesempatan untuk memperbaiki produktivitas
yang terkait dengan fasilitas yang sebuah perusahaan yang pada akhirya sebagai
dipergunakan dalam area operasi dan orang langkah pengambilan keputusan. OEE di
yang mengoperasikan, Men Setup dan rumuskan menjadi :
merawat fasilitas yang merupakan objek yang OEE = AR x PR x QR
menjadi fokus perhatian. AR = Availability Rate
Productive Action (Aksi yang PR = Performance Rate
Produktif), pendekatan yang bersifat proaktif QR = Quality Rate
pada setiap kondisi dari operasi fasilitas yang Batasan nilai OEE yang ideal ialah
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas Availability > 90%, Performance Efficiency
secara secara terus menerus dan performansi >95%, Quality Rate > 99%, OEE >85%.
bisnis yang optimal secara keseluruhan.
Maintenance atau perawatan mesin, Availability = Operation Time x 100%
pelaksanaan manajemen perawatan yang baik Loading Time
dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan Operation Time = Loading Time – Downtime
integrasi dari semua operator produksi hingga Loading Time= Running Time – Plan
level manajemen. Downtime
Autonomous Maintenance
Menurut Tanti Octavia et all., 2001 Performance Rate =
Autonomous Maintenance merupakan salah Qty Produksi x Ideal Cycle Time x 100%
Operation Time 3. METODE PENELITIAN
Quality Rate = Penelitian ini menggunakan metode
Jumlah Produksi – Produk Defect x 100% kuantitatif, pengolahan data yang digunakan
Jumlah Produksi merupakan data sekunder yang didapatkan
Uji Paired Sample t- Test dari buku-buku referensi, literature, jurnal,
Menurut Nisfiannoor (2013) uji dan kondisi aktual diperusahaan seperti data
Sample T- Test atau Uji-t berpasangan kerusakan mesin, perawatan mesin, serta
bertujuan untuk menguji ada tidaknya kondisi produktivitas mesin-mesin di bagian
perbedaan mean atau rata-rata dari dua Forging Section Transmission Departement
kelompok yang berpasangan. Subyeknya Powertrain. Adapun kerangka penelitian
sama namun mengalami dua perlakuan atau dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
pengukuran yang berbeda.
Dasar pengambilan keputusan
untuk uji Paired Sample T- Test atau Uji-t
berpasangan ini yaitu :
a. Jika hasil nilai Signifikansi (2-tailed) >
0.05 maka terdapat perbedaan yang
signifikan.
b. Jika hasil nilai Signifikansi (2-tailed) <
0.05 maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
Pareto Diagram
Menurut Erni Krisnaningsih (2015)
pareto diagram dapat mengidentifikasi
masalah yang paling penting untuk
melakukan perbaikan dan memberikan
petunjuk dalam prioritas mengalokasikan
sumber daya untuk menyelesaikan masalah.
Pareto diagram juga dapat digunakan untuk
membandingkan kondisi proses, seperti
ketidaksesuaian proses sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan perbaikan terhadap
proses.
Cause and Effect Diagram
Menurut Heri Murnawan dan
Mustofa (2014) Cause and Effect Diagram
(Sebab dan Akibat) atau Fishbone Diagram
(Tulang Ikan) digunakan untuk dapat Populasi pada penelitian ini
menemukan akar penyebab terjadinya merupakan mesin-mesin yang ada di PT.
masalah khusus di industri manufaktur Suzuki Indomobil Motor Cikarang Plant
dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya Powertrain Departement. Pengambilan
ragam variabel yang berpotensi menyebabkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
munculnya permasalahan. Apabila masalah
menggunakan metode Sampling Purposive.
dan penyebab masalah sudah diketahui Metode ini merupakan teknik penentuan
dengan pasti maka tindakan dan langkah sampel dengan pertimbangan tertentu
perbaikan yang akan dilakukan selanjutnya (Sugiyono 2011). Mesin-mesin yang ada di
akan menjadi lebih mudah untuk bagian Forging adalah sampel yang
dilaksanakan. Sehingga semuanya menjadi digunakan dalam penelitian ini.
lebih jelas dan memungkinkan kita untuk
dapat melihat semua kemungkinan- 4. PEMBAHASAN DAN HASIL
kemungkinan dari penyebab dan mencari akar
permasalahan yang sebenarnya. Pembahasan
Seluruh mesin yang ada di bagian
Forging merupakan mesin-mesin yang bisa
dibilang kondisinya masih terbilang baru
karena awal perakitan mesin-mesin dibagian jumlah waktu breakdown dengan jam kerja
Forging dan seluruh mesin yang ada di atau working time dijelaskan pada tabel
Cikarang Plant dirakit sekitar tahun 2012, berikut:
namun meskipun begitu dengan tingginya Tabel 3. Perbandingan Breakdown
produksi dan banyaknya jam opersional Mesin Hot Forging #1 Terhadap Working
mesin, pastinya ada hambatan-hambatan pada Time
suatu proses produksi yang dapat TAHUN 2018 TAHUN 2019
mempengaruhi rendahnya produktivitas Mesin Hot Forging#1 Total AVERAGE
mesin. salah satu hambatan produksi tersebut Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19
yaitu kerusakan mesin atau breakdown yang Breakdown (mnt) 258 447 278 188 894 482 2,155 493 1,249 321 439 847 8,051 671
dikategorikan sebagai downtime. Berikut Working Time (mnt) 11,510 14,423 8,255 13,550 14,530 13,250 15,090 10,150 13,600 15,260 11,210 8,720 149,548 12,462
merupakan data breakdown atau kerusakan
mesin pressing dibagian Forging : Persentase (%) 2.2% 3.1% 3.4% 1.4% 6.2% 3.6% 14.3% 4.9% 9.2% 2.1% 3.9% 9.7% 5.4% 5.3%
Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019
Tabel 1. Data Breakdown Semua Mesin
Tabel data perbandingan breakdown
press Bagian Forging
mesin Hot Forging#1 dengan working time
TAHUN 2018 TAHUN 2019 mesin periode maret 2018 sampai dengan
NAMA MESIN Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19 Total AVERAGE april 2019 diatas dapat diketahui bahwa
(mnt / bulan ) persentase breakdown dan working time yaitu
Hot Forging#1 258 447 278 188 894 482 2155 493 1249 321 439 847 8051 671 sebesar 5.4 % per tahunnya sedangkan rata-
Hot Forging#2 1341 307 381 309 959 347 1315 405 261 434 691 397 7147 596 ratanya sebesar 5.3 % per bulannya.
Hot Forging#3 150 150 55 95 332 0 0 100 85 280 220 39 1506 126 Mesin Hot Forging #1 merupakan
CFT1000t (Auto) 225 26 30 50 360 15 0 50 0 40 10 0 806 67 mesin yang memiliki rata-rata kebutuhan
CF1000t (Manual) 0 20 0 50 0 0 14 10 0 15 25 5 139 12 produksi sebanyak 150.000 pcs/bulan jenis
CF400t 45 25 0 0 121 48 25 0 0 0 20 75 359 30 part Gear & Sleeve yang merupakan
Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019
komponen dari transimisi motor dan mobil,
Data kerusakan mesin diatas dapat
untuk itu dibutuhkan kondisi mesin yang
dilihat bahwa mesin press Hot Forging#1
optimal agar bisa dapat terus menerus
yang memiliki histori breakdown terbesar
memproduksi part sesuai dengan kebutuhan
selama periode bulan April 2018 sampai
produksi yang telah direncanakan. Namun
Maret 2019 dengan waktu total setahun 8,051
aktualnya mesin ini masih belum bisa
menit/tahun dan rata-rata perbulan sekitar 671
mencapai standart JIPM (Japan Institute of
menit/bulan. Meskipun di bagian Forging
Plant Maintenance) dengan Availability Rate
terdapat dua mesin dengan jenis yang sama
90%, Performance Rate 95%, Quality Rate
yaitu mesin Hot Forging #1 dan mesin Hot
99%, dan Overall Equipment Efectiveness
Forging #2 namun mesin Hot Forging #1
(OEE) mesin yaitu >85% hal ini dapat dilihat
yang memiliki hasil produksi paling sedikit
dari data mesin Hot Forging #1 periode April
yang penjelasannya bisa dilihat pada tabel
2018 sampai dengan Maret 2019 berikut ini :
berikut :
Tabel 4. Data AR, PR, QR, dan
Tabel 2. Perbandingan Jumlah Hasil
OEE Mesin Hot Forging#1
Produksi Mesin Hot Forging 1 dan 2
TAHUN 2018 TAHUN 2019 TAHUN 2018 TAHUN 2019
MESIN Total Mesin Hot Forging#1 Average Target
Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19 Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19
Hot Forging # 1 (pcs) 86,585 109,1 5 76,931 109,138 128,651 124,506 130,175 85,2 8 121,612 128,9 7 125,213 75,056 1,301,207 AVAILABILITY (%) 65.9 % 67.93% 73.86% 75.0 % 67.14% 74.31% 65.32% 76.10% 72.10% 84.50% 75.57% 72.04% 72.49% 90.0 %
Hot Forging # 2 (pcs) 164,968 170,076 91,176 159,295 150,35 165,175 154,262 16 ,3 6 1 5,094 161,4 5 17 ,174 1 7,215 1,792,571 RATE PERFORMACE (%) 91.20% 89.09% 10 .94% 85.91% 105.49% 101.16% 105.65% 8 .27% 9 .2 % 80.04% 1 8.25% 95.58% 96.74% 95.0 %
Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019 RATE QUALITY (%) 9 .17% 9 .41% 9 .50% 9 .42% 9 .34% 9 .45% 9 .4 % 9 .3 % 9 .43% 9 .39% 9 .38% 9 .40% 9 .39% 9 .0 %
Data diatas menunjukkan bahwa
mesin Hot Forging #1 yang memiliki hasil OEE (%) 59.68% 60.17% 74.18% 64.06% 70.37% 74.76% 68.63% 6 .73% 71.13% 67.2 % 8 .80% 68.45% 69.52% 85.0 %
produksi lebih sedikit yaitu 1.301.207 per Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019
tahunnya dibandingkan dengan mesin Hot Data AV, RP, RQ dan OEE mesin
Forging #2 yaitu 1.792.571 per tahunnya. Hal Hot Forging #1 periode April 2018 sampai
ini dikarenakan adanya Stop Time yang dengan Maret 2019 diatas dapat dilihat bahwa
disebabkan oleh kerusakan mesin atau mesin tersebut masih belum dapat mencapai
breakdown. Kemudian untuk perbandingan standart tingkat effektivitas Japan Institute of
Plant Maintenance (JIPM) seperti Availability dari suatu efek spesifik dan kemudian
dengan target 90 % aktualnya dengan rata- memisahkan akar penyebabnya.
rata perbulannya sebesar 72,49 sedangkan Adapun faktor yang digunakan
untuk Rate Performance dapat mencapai dalam Fishbone Diagram terdiri dari 4M
target 95 % aktual rata-rata perbulannya yaitu Manusia, Material, Metode dan Mesin.
96,74% kemudian untuk Rate Quality juga Analisa ini dilakukan dengan cara
dapat mencapai target 99 % aktual rata-rata brainstorming dengan melibatkan semua
perbulannya 99,39 % sedangkan untuk OEE pihak yaitu dari bagian produksi, enginering,
target >85 % namun aktual rata-ratanya dan bagian maintenance. Berikut ini
sebesar 69,52 %, hal ini dikarenakan masih merupakan hasil analisa yang telah dilakukan
besarnya waktu stop atau Downtime mesin dengan menggunakan Fishbone Diagram
yaitu hambatan produksi yang dikarenakan yang dijelaskan sebagai berikut :
kerusakan mesin atau Breakdown dengan Gambar 1. Analisa Akar Masalah
waktu yang lama Permasalahan ini dapat dengan Fishbone Diagram
dilihat berdasarkan data 3 kerusakan mesin
terbesar berikut ini :
Grafik 1. Pareto Kerusakan Mesin Hot
Forging #1
(Mnt)

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019


Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019 Analisis selanjutnya yaitu analisis
Tabel 5. Frekuensi Kerusakan Mesin akar penyebab dari masalah scrap conveyor
Hot Forging #1 yang sering eror dengan menggunakan
TAHUN 2018 TAHUN 2019 Fishbone Diagram dengan menganalisa dari
Mesin Hot Forging#1 Satuan Total
Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18 Nov-18 Dec-18 Jan-19 Feb-19 Mar-19 beberapa faktor yaitu 4M (Manusia, Metode,
Scrap Conveyor Eror 2 2 1 2 2 3 8 2 3 6 5 5 41 Material, Mesin) seperti yang dapat dilihat
Frekuensi
Missgrip Finger Part 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 1 3 10 pada gambar diatas. Dari hasil analisa
(kali/bln)
Bil et Stagnation 1 1 0 2 0 0 2 0 1 0 0 3 10 tersebut didapatkan beberapa akar masalah
Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019 yaitu sebagai berikut :
Berdasarkan dari data diatas dapat a. Faktor Metode
dilihat bahwa waktu breakdown atau Akar masalah yang disebabkan oleh
kerusakan mesin terbesar diakibatkan karena faktor Metode yaitu kecepatan putaran
adanya scrap conveyor eror dengan total conveyor tidak bisa di setting atau di atur
waktu 503 menit/tahun dan dengan frekuensi kecepatan putarannya secara manual.
yang tertinggi yaitu 41 kali setahun. Dengan b. Faktor Material
begitu diperlukan analisa yang mendalam Akar masalah yang disebabkan oleh
terhadap penyebab terjadinya masalah scrap faktor Material yaitu pendinginan scrap
conveyor eror analisa tersebut dapat kurang maksimal dan tidak adanya sirip yang
dilakukan dengan analisa akar masalah bisa menarik scrap.
dengan menggunakan Fishbone Diagram. c. Faktor Mesin
Menurut Heri Murnawan dan Mustofa Akar masalah yang disebabkan oleh
(2014), analisa yang dilakukan dengan faktor Mesin yaitu pelaksanaan maintenance
Fishbone Diagram bertujuan untuk yang tidak teratur dan cover conveyor kecil.
mengidentifikasi dan mengorganisasi d. Faktor Manusia
penyebab-penyebab yang mungkin timbul Akar masalah yang disebabkan oleh
faktor Manusia yaitu operator yang belum di
training tentang pemahaman akan yang digunakan serta cara pemeliharaan
karakteristik mesin dan cara perawatan mesin. mesin yang bertujuan untuk meningkatkan
Akar masalah dari empat faktor inilah produktivitas mesin dan menambah
yang menyebabkan rendahnya produktivitas pengetahuan operator akan karakter mesin
mesin Hot Forging #1. Untuk itu diperlukan yang dioperasikannya dan juga cara
perbaikan terhadap akar masalah tersebut. pemeliharaan mesin agar tidak menimbulkan
Pelaksanaan preventive maintenance mesin kerusakan yang lebih parah yang berakibat
yang intensif merupakan salah satu cara untuk perusahaan merugi karena harus
mengatasi masalah kerusakan mesin tersebut mengeluarkan biaya yang besar.
berikut ini : Program selanjutnya memberikan
Faktor Metode, perbaikan yang dapat training 5S Menurut Mukhril (2014) 5S
dilakukan dengan melakukan modifikasi berasal dari bahasa Jepang yang artinya Seiri /
terhadap kecepatan putaran conveyor agar Membuang yang tidak diperlukan, Seiton /
dapat diatur secara manual. Menempatkan barang pada tempatnya, Seisou
Faktor Material, perbaikannya dengan / Menjadikan area Kerja Bersih, Seiketsu /
memasang Blower di bagian keluaran dari Standarisasi Prosedur 3S yang pertama,
conveyor scrap agar dapat mempercepat Shitsuke / Disiplin dari diri sendiri. Atau
pendinginan suhu material scrap. Kemudian dalam bahasa Indonesia biasa disebut 5R
pemasangan sirip pada conveyor agar dapat yaitu Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin.
menarik scrap keluar. Program training ini diberikan kepada
Faktor Mesin, Perbaikannya dengan operator agar pelaksanaan 5s atau 5R dapat di
mengganti cover conveyor dengan yang lebih budayakan di tempat kerja. Pelaksanaan
besar agar kotoran atau scale material tidak kegiatan 5s ini bertujuan agar operator mesin
dapat masuk kedalam conveyor. Kemudian dapat selalu menjaga kondisi lingkungan
perbaikan selanjutnya diperlukan manajemen kerja yang rapih, teratur, bersih, dan tetap
pelaksanaan perawatan mesin atau konsisten dalam pelaksanaan 5s. Pelaksanaan
maintenance mesin yang teratur agar dapat kegiatan 5s yang teratur dapat meningkatan
selalu menjaga kondisi mesin yang optimal. efisiensi kerja, produktivitas kerja, kualitas
Faktor Manusia, perbaikannya kerja, keselamatan kerja serta meningkatkan
diperlukan peningkatan kemampuan dan moral, disiplin kerja dan kenyamanan dalam
pengetahuan operator dalam merawat mesin, bekerja. dengan penerapan 5s ini tidak hanya
Kegiatan perawatn mesin yang dilakukan dapat membuat operator menjadi lebih peduli
operator secara berkala dan dilaksanakan akan lingkungan kerjanya saja namun dapat
dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap membuat operator menjadi terbiasa untuk
mesin yang dioperasikannya. Keterlibatan melakukan perawatan terhadap mesin yang
operator dalam melakukan perawatan mesin dioperasikannya.
dapat dilakukan melalui pelaksanaan Menurut Mukhril (2014) 5S
autonomous maintenance, agar kerusakan merupakan sebuah metode untuk menciptakan
mesin tidak menjadi lebih parah serta tetap area kerja yang effisien, rapi, bersih, dan
dalam perawatan dan pemeriksaan mesin produktif serta memperbaiki safety,
secara berkala oleh operator. menumbuhkan tanggung jawab dan rasa
Penerapan Autonomous Maintenance memiliki area kerja.
Langkah awal untuk penerapan Langkah selanjutnya perlunya
Autonomous Maintenance ialah membuat dibentuk suatu aktivitas group pemeliharaan
program pemeliharaan mesin yang tidak mesin secara berkelanjutan yang melibatkan
hanya melibatkan bagian maintenance namun semua pihak termasuk operator mesin yang
semua tingkatan baik dari Group Head, Sub bertujuan untuk meningkatkan kegiatan Total
Group Head, Line Leader, hingga operator Productive Maintenance dan pengetahuan
yang mengoperasikan mesin secara langsung. akan kondisi mesin yang berdampak terhadap
Dalam hal ini operator mesin yang menjadi peningkatan produktivitas.
pelaku utama dalam program pemeliharaan Step 1 atau kegiatan awal group ini
mesin, program pemeliharaan yang dilakukan yaitu pelaksanaan pemeriksaan terhadap unit-
ialah dengan memberikan training individu unit mesin yang terus menerus beroperasi
kepada operator tentang pengetahuan akan agar dapat mengetahui unit atau bagian-
mesin yang dioperasikan dan peralatan kerja bagian mesin mana yang perlu menjadi
perhatian khusus pemeliharaannya dan unit Check sheet perawatan mesin yang
bagian mesin yang sering mengalami dibuat juga harus lebih spesifik agar dapat
kerusakan dengan melibatkan operator, memudahkan operator dalam mengetahui
Leader, Sub Group Head, Group Head dan lokasi unit mesin yang di periksa, point
bagian maintenance juga. Kemudian pemeriksaannya, cara perawatannya dengan
membuat list unit atau bagian-bagian mana menggunakan apa dan harus bagaimana
saja yang perlu dilakukan perawatan rutin. caranya hal ini dilakukan serta dilengkapi
Unit atau bagian mesin di Hot dengan gambar dan Alat Perlindungan Diri
Forging#1 yang sangat perlu mendapatkan (APD) apa yang harus digunakan untuk
perhatian khusus yaitu conveyour scrap yang melakukan perawatan tersebut agar tidak
merupakan sering mengalami kerusakan dan terjadi kecelakaan dalam bekerja dan
menyebabkan tingginya waktu breakdown menghindari kesalahan dalam melakukan
dimesin Hot Forging #1 yang berakibat perawatan mesin. Misalkan tidak
rendahnya produktivitas di mesin tersebut menggunakan APD seperti sarung tangan
seperti yang sudah dijelaskan pada Pareto khusus, masker, kaca mata dan lainnya
Chart kerusakan mesin sebelumnya. contoh pelaksanaannya seperti pelumasan
Step 2 yang dilakukan ialah seluruh yang dilakukan dengan menggunakan oli
anggota mengidentifikasikan unit atau bagian- yang bukan spesifikasinya, atau pelumasan
bagian mesin yang ada dalam daftar list tidak pada tempatnya bahkan pelumasan
secara bersama. Pelaksanaan brainstorming dilakukan terlalu banyak.
ini dilakukan untuk dapat lebih mudah dan Hasil
cepat menganalisis permasalahan yang terjadi Seberapa besar hasil dari penerapan
serta mendapatkan ide-ide yang lebih kreatif Autonomous Maintenance ini terhadap
dan inovatif dari setiap anggota. Tujuan dari produktivitas dapat dilihat dari data
step 2 ini agar dapat menganalisa apakah Availability, Rate Performance, Rate Quality,
yang menjadi penyebab utama dari seringnya Overall Equipment Efficiency (OEE) dan
unit mesin tersebut mengalami kerusakan waktu Breakdown mesin Hot Forging #1 yang
serta langkah apa yang harus dilakukan untuk data sebelumnya diambil dari bulan
tetap menjaga kondisi baik unit mesin Desember 2018 sampai Maret 2019
tersebut seperti pengecekan, pengencangan, sedangkan data sesudahnya diambil dari data
pelumasan, pembersihan secara berkala dan periode tahun Fiskal April 2019 sampai
rutin. dengan Juli 2019 yang dijelaskan pada tabel
Langkah selanjutnya ialah step 3 berikut ini :
pelaksanaan standarisasi atau pembakuan, Grafik 2. Perbandingan AV, RP, RQ,
pelaksanaan pemeliharaan dasar yang lebih OEE Sebelum dan Sesudah Autonomous
efektif dan cepat dengan pengecekan, Maintenance
pengencangan, pelumasan, dan pembersihan
terhadap unit atau bagian mesin yang kritis
secara berkala dan rutin yang pelaksanaan
perawatan tersebut dilakukan oleh operator
mesin dengan memberikan waktu khusus.
Standarisasi yang dilakukan dengan
menggunakan check sheet sebagai media
untuk memastikan apakah operator selalu
melakukan pengecekan dan pemeliharaan Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019
mesin secara konsisten yang di kontrol oleh Berdasarkan grafik data evaluasi
leader dilapangan langsung serta Group Head perbandingan AV, RP, RQ dan OEE sebelum
dan Sub Group Head dalam pengawasan dan sesudah penerapan Autonomous
pelaksanaannya. Selain itu dengan adanya Maintenance diatas dapat dilihat bahwa
check sheet operator dapat langsung terjadi peningkatan untuk AV dari 72.5 %
mengetahui kondisi unit mesin dalam kondisi menjadi 87.8 %, Sedangkan untuk RP terjadi
baik atau buruk dan memudahkan operator sedikit penurunan dari 96.7 % menjadi 91.8
untuk mengetahui unit mesin mana yang % saat dilakukan wawancara dengan Sub
harus segera dilakukan perbaikan atau Group Head terjadinya penurunan diakibatkan
penggantian unit mesin dengan yang baru. meningkatnya Idling Time atau waktu tunggu
untuk supply matreial ke mesin yang
diakibatkan oleh rusaknya Forklift rental yang TabelTabel
6. Paired Samples
5.6 Paired Samples StatisticsStatistics
digunakan. Selanjutnya sedikit peningkatan Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean
RQ yang sebelumnya 99.4 % menjadi 99.5 %, Pair 1 OEE Sebelumnya .7356 72 .12886 .01519
kemudian adanya peningkatan juga untuk OEE Setelahnya .8190 72 .04364 .00514
Sumber : Data penelitian yang diolah 2019
OEE yang sebelumnya 69.5 % menjadi 80.1
Penjelasan selanjutnya dari output
% meskipun belum mencapai standart Japan
kedua tabel Paired Samples Correlations
Institute of Plant Maintenance (JIPM)
bahwa hasil korelasi atau hubungan antara
merupakan >85% namun dengan penerapan
kedua data atau variabel, terdapat nilai
manajemen autonomous maintenance yang
korelasi dari data OEE sebelumnya dengan
konsisten dan lebih dikembangkan lagi dapat
data OEE setelah Autonomous Maintenance
meningkatkan lagi produktivitas karena masih
yaitu -0.183 dengan nilai signifikansi yaitu
ada peluang untuk melakukan improvement
0.124. artinya hasil nilai signifikansi lebih
terhadap downtime.
besar dari 0.05 sebagaimana dasar
Grafik 3. Perbandingan Breakdown
pengambilan keputusan dalam uji korelasi
Sebelum dan Sesudah Autonomous
maka indikasinya adalah tidak ada hubungan
Maintenance
antara OEE sebelumnya dengan data OEE
setelah Autonomous Maintenance. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 6. Tabel
Paired Samples
5.7 Paired Correlations
Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 OEE Sebelumnya & OEE
Setelahnya 72 -.183 .124

Sumber : Data penelitian yang diolah 2019

Sumber : PT. Suzuki Indomobil Motor 2019


Output ke tiga merupakan hasil
Hasil dari grafik di atas dapat analisis Uji beda dengan Paired Sample t-
diketahui juga bahwa Autonomous Test dengan dasar pengambilan keputusan
Maintenance bisa menurunkan waktu dalam uji Paired Sample t- Test yaitu : jika
breakdown seperti pada grafik evaluasi nilai Sig. (2-tailed) <0.05 maka terdapat
breakdown diatas, dengan rata-rata persentase perbedaan yang signifikan dan sebaliknya jika
waktu breakdown yang sebelumnya 6.2 % nilai Sig. (2-tailed) >0.05 maka tidak terdapat
menjadi 2.4 %. Data tersebut menggunakan perbedaan yang signifikan antara OEE
data rata-rata persentase breakdown dari sebelumnya dengan data OEE setelah
bulan Desember 2018 sampai dengan Juli Autonomous Maintenance. Penjelasan dari
2019. output tabel yang ketiga diperoleh nilai
Paired Sample t- Test signifikansi (2-tailed) 0,000 < 0,05 maka
Uji beda dengan Paired Sample t-Test dapat di simpulkan bahwa terdapat perbedaan
dalam penelitian ini digunakan untuk yang signifikan antara OEE sebelumnya dan
mengetahui apakah ada perbedaan setelah dilakukan Autonomous Maintenance
peningkatan OEE yang signifikan setelah dimesin Hot Forging #1. Hal ini dapat dilihat
dilakukan Autonomous maintenance dengan pada tabel berikut :
menggunakan aplikasi SPSS 22 (Statistical Tabel 7. Paired Samples t- Test
Product and Service Solution). Data yang
digunakan dalam pengujian ini ialah data
OEE dari setiap hari produksi selama 4 bulan
sebelum dan setelah pelaksanaan Autonomous
maintenance mulai awal bulan Desember
2018 sampai akhir bulan Juli 2019 didapatkan
hasil dengan tiga output tabel. Sumber : Data penelitian yang diolah 2019
Pada Out put tabel yang pertama 5. KESIMPULAN DAN SARAN
menjelaskan bahwa dari jumlah sampel yang
digunakan masing-masing data sebanyak N= Kesimpulan
72 sampel didapatkan nilai rata-rata (Mean) Berdasarkan pembahasan dan hasil
OEE sebelumnya 0,7356 atau 73,56% lalu penelitian pada bab sebelumnya dapat
untuk OEE setelahnya 0,8190 atau 81,90% diperoleh kesimpulan terhadap penerapan
yang dapat dilihat pada tabel berikut : Autonomous Maintenance di PT. Suzuki
Indomobil Motor Cikarang Plant Powertrain dioperasikannnya tetap dalam kondisi
Departement Transmission Section – Forging yang optimal.
yaitu : Perlunya dilakukan evaluasi dan
1. Manajemen Autonomous Maintenance penerapan hal yang sama juga terhadap mesin
yang baik dapat menurunkan waktu yang ada dibagian lain untuk dapat selalu
breakdown di mesin Hot Forging #1 dari menjaga kondisi mesin yang optimal agar
rata-rata persentase waktu breakdown dapat selalu memenuhi kebutuhan produksi
yang sebelumnya 6.2 % menjadi 2.4 %. tanpa ada hambatan yang dapat menurunkan
Data tersebut menggunakan data rata- produktivitas mesin.
rata persentase waktu breakdown dari
bulan Desember 2018 sampai dengan DAFTAR PUSTAKA
bulan Juli 2019 yang merupakan 4 bulan
sebelum dan setelah penerapan Iswardi, & Sayuti, M. (2016). Analisis
Autonomous Maintenance. Produktivitas Perawatan Mesin
2. Penerapan Manajemen Autonomous Dengan Metode TPM (Total
Maintenance juga dapat Productive Maintenance) Pada Mesin
Meningkatkan produktivitas mesin Mixing Section. Malikussaleh
Hot Forging #1 yang diukur dengan Journal Of Mechanical Science And
Availability Rate, Performance Rate, Technology , Vol 4 No. 2, 10-13.
Quality Rate, dan OEE menggunakan Jiwantoro, A., Argo, B. D., & Nugroho, W.
A. (2013). Analisis Efektivitas Mesin
data empat bulan sebelum dan
Penggiling TebuDengan Penerapan
sesudah pelaksanaan Autonomous Total Productive Maintenance.
Maintenance yang dimulai dari bulan Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
Desember 2018 sampai dengan bulan Dan Biosistem , Vol. 1 No.2, 18-28.
Juli 2019. Didapatkan hasil Availability Krisnaningsih, E. (2015). Usulan Penerapan
Rate dari 72,49% menjadi 87,8% TPM Dalam Rangka Peningkatan
sedangkan Performance Rate dari Efektivitas Mesin Dengan OEE
96,74% menjadi 91,8% penurunan ini Sebagai Alat Ukur di PT.XYZ.
diakibatkan adanya waktu idling time Jurnal Prosisko , Vol.2 No.2, 13 - 26.
Murnawan, H., & Mustofa. (2014).
atau waktu tunggu untuk penyediaan
Perencanaan Produktivitas Kerja dari
material ke mesin karena forklift yang Hasil Evaluasi Produktivitas dengan
biasa digunakan sering mengalami Metode Fishbone di Perusahaan
kerusakan, sehingga ada waktu Percetakan Kemasan PT. X. Jurnal
tunggu atau idling time untuk Teknik Industri Heuristic , Vol. 11
memperbaiki forklift oleh pihak maker No. 1, 27-46.
forklift. Kemudian Quality Rate dari Nisfiannoor, M. (2013). Pendekatan Statistika
99,39% menjadi 99,5% dan OEE dari Modern (Aplikasi Dengan Software
69,52% menjadi 80.1%. SPSS dan Eviews). Penerbit
Universitas Trisakti.
Saran Octavia, T., Stock, R. E., & Amelia, Y.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini (2001). Implementasi Total
berikut merupakan beberapa saran yang Productive Maintenance Di
diberikan peneliti kepada perusahaan : Departement Non Jahit PT. Kerta
1. Penerapan autonomous maintenance e Rajasa Raya. jurnal Teknik Industri ,
yang melibatkan operator mesin ini Vol. 3 No. 1, 18-25.
masih perlu dilakukan pengawasan Sugiyono. (2011). Metode Penelitian
untuk memastikan apakah pelaksanaan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
pengecekan, pemeliharaan, tetap selalu Bandung: Alfabeta.
dilakukan. Agar dapat diketahui
seberapa besar tanggung jawab,
kepedulian dan konsistensi operator
dalam memelihara mesin yang

Anda mungkin juga menyukai