Anda di halaman 1dari 16

V.

Tahapan Kerja Pasien dan Alat yang Digunakan

A. Isolasi dengan menggunakan rubberdam.


B. Membersihkan karies dengan menggunakan steel bur atau carbide bur.

Gambar 1. Pembersihan karies dengan carbide bur


Sumber: Garg dan Garg (2011)

C. Irigasi dengan menggunakan salin.


D. Akses opening dengan menggunakan endo access bur sampai dengan
pulpa. Atap pulpa dibersihkan seluruhnya. Kavitas diusahakan dibentuk
dengan orifice terletak pada sudut kavitas agar mempermudah aplikasi
jatum endo. Bur tidak boleh mengenai orifice untuk mencegah terjadinya
perforasi lateral. Kasus tersebut memiliki 4 saluran akar, yaitu mesio
bukal, mesio lingual, disto bukal, dan disto lingual. Akses opening selesai
jika:
1. Kavitas telah bebas dari jaringan karies.
2. Atap pulpa terangkat sempurna dan orifice terlihat jelas.
3. Jarum endodontik dapat masuk dan difungsikan ke dalam saluran akar
tanpa hambatan.
4. Bentuk kavitas memberikan retensi yang baik bagi tumpatan sementara
(Suprapto, 2016).
Gambar 2. Outline form
Sumber: Margreaves dan Cohen (2011)

Gambar 3. Access Opening pada Molar Pertama Rahang Bawah


Sumber: Margreaves dan Cohen (2011)

E. Lakukan trepanasi dengan cara cara membuka atap pulpa sampai dengan
orifice akar terlihat. Lakukan spulling kemudian menggunakan campuran
iod gliserin dan saline steril. Tindakan ini bertujuan untuk membuang gas
pada abses periapikal sehingga parulis dapat hilang (Alphianti, 2014).

F. Ekstirpasi pulpa dengan menggunakan jarum ekstirpasi atau barbed


broach. Alat ini didesain dengan dilengkapi duri yang tajam yang
bertujuan untuk menarik jaringan organik pada saluran akar.
Gambar 4. Barbed Broach
Sumber: Margreaves dan Cohen (2011)

Gambar 5. Pengambilan pulpa


Sumber: Garg dan Garg (2011)

G. Negosisasi saluran akar dengan menggunakan k-file nomor 6, 8, dan 10


serta mencari apical patency yang bertujuan untuk melihat hambatan pada
bagian apikal. Glide path akan terbentuk jika negosiasi dan apical patency
telah dilakukan. Glide path bertujuan untuk memastikan tidak adanya
hambatan di saluran akar.

H. Working length
Pengukuran Panjang kerja dilakukan dengan 2 cara
1. Radiografi
a. Langsung
b. Perbandingan
PGS : PGF = PAS : PAF
PGS= PAS x PGF
PAF

Panjang kerja = PGS – 1 mm


2. Apex Locater
Panjang kerja kasus tersebut adalah 18 mm.
I. Cleaning dan Shaping
Tindakan cleaning dan shaping melibatkan pembersihan dan preparasi
saluran akar. Preparasi dapat dilakukan sesuai indikasi kasus adalah
preparasi step down atau crown down dengan mengguanakan k-file dan
protaper. Indikasi preparasi dengan menggunakan protaper, yaitu
1. Saluran akar sempit
2. Saluran akar bengkok
3. Terdapat glyde path (tidak buntu)

Tahapan preparasi dengan menggunakan protaper, yaitu

Gambar 6. Tahapan Preparasi dengan Protaper


Sumber: Margreaves dan Cohen (2011)

1. Irigasi dengan menggunakan NaOCl dan salin. Preparasi dilakukan


dalam keadaan basah.
2. Preparasi saluran akar dengan menggunakan k-file yang berukuran
kecil sesuai dengan saluran akar, yaitu k file no. 6, 8, 10 sepanjang
2/3 panjang kerja dengan gerakan watch winding. Kasus tersebut
memiliki 4 saluran akar dengan Panjang kerja sebesar 18 mm
sehingga penggunaan k-file yang kecil sepanjang 12 mm contohnya
k-file no. 10 sepanjang 12 mm.
3. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
4. Aplikasikan k-file 1 tingkat diatasnya, yaitu k-file no. 15 sepanjang
12 mm.
5. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
6. Aplikasikan protaper S1 sepanjang 12 mm
7. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
8. Aplikasikan S2 sepanjang 12 mm
9. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
10. Aplikasikan SX jika orifice kecil dan saluran akar lebar (tidak
wajib).
11. Aplikasikan kembali k-file no. 10 sepanjang Panjang kerja, yaitu 18
mm.
12. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
13. Aplikasikan F1 sepanjang 18 mm
14. Irigasi dengan NaOCl ditambahkan salin dan rekapitulasi
15. Aplikasikan F2 sepanjang 18 mm. Protaper digunakan terus sesuai
dengan urutan sampai dengan bertemu white dentin dan terasa
keras. Setiap pergantian file ditambahkan EDTA dengan tujuan
menghilangkan smear layer Margreaves dan Cohen (2011).
Gambar 7. Ukuran K-file dan H File
Sumber: Garg dan Garg (2011)

Gambar 8. K-File
Sumber: Margreaves dan Cohen (2011)

Gambar 9. Gerakan Watch Winding


dengan Clockwise dan anticlockwise
Sumber: Garg dan Garg, 2011

J. Melakukan irigasi saluran akar


Irigasi saluran akar merupakan tindakan memasukkan cairan
tertentu dengan tujuan membersihkan saluran akar dari dentin, jaringan
nekrotik dan biofilm (Widyastuti, 2017). Dalam perawatan endodontik,
desinfeksi dan pembersihan saluran akar dilakukan secara mekanis, kemis
dan biologis. Pembersihan saluran akar secara mekanis dan kemis
bertujuan untuk flush out debris, sebagai bahan pelumas, melarutkan
jaringan pulpa dan menghilangkan smear layer sedangkan secara biologis
Larutan irigasi yang ideal harus mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Memiliki spektrum antibakteri yang luas dan efektivitas tinggi terhadap
anaerob fakultatif dan mikroorganisme dalam biofilm
2. Membersihkan smear layer dan debris dentin
3. Melarutkan sisa jaringan pulpa yang nekrotik atau yang vital
4. Memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga dapat mencapai
tubulus dentin dengan mudah
5. Sebagai bahan pelumas sewaktu preparasi saluran akar
6. Bersifat biokompatibel (Haapasalo dkk., 2010).
Bahan irigasi diharapkan mampu melarutkan sisa jaringan pulpa
vital dan nekrotik merupakan karena anatomi saluran akar yang kompleks
sehingga sulit untuk dicapai secara keseluruhan sehingga pembersihan
saluran akar secara mekanis, yakni instrumentasi dengan file tidak dapat
menjamin saluran akar bersih dan bebas dari sisa jaringan pulpa nekrotik.
Jaringan pulpa nekrotik dieliminasi dari saluran akar sebelum cleaning
and shaping dilakukan akan tetapi masih terdapat sisa jaringan pulpa yang
melekat pada dinding saluran akar yang dapat menjadi sumber nutrisi
bakteri sehingga bakteri akan kembali menginvasi saluran akar yang telah
dirawat dan dapat terjadi infeksi sekunder yang menyebabkan kegagalan
perawatan saluran akar (Schafer, 2007). Beberapa bahan irigasi yang
tersedia di pasaran diantaranya: salin, EDTA, NaOCl, Chlorhexidine dan
sebagainya.
Bahan irigasi salin memiliki kemampuan hanya sebatas
membersihkan debris sisa preparasi dan tidak bias berperan sebagai
antimikroba. Salin biasanya digunakan sebagai pembilas kahir saluran
akar setelah preparasi (Widyastuti, 2017). Bahan irigasi EDTA memiliki
sifat melarutkan dentin dan mampu membantu dalam memeperbesar
saluran akar yang sempit. EDTA merupakan bahan irigasi chelator yang
sering digunakan dalam perawatan saluran akar. Bahan irigasi chelator
sangat penting dalam pembersihan saluran akar karena dapat
menghilangkan debris dentin dan smear layer (Peters dkk., 2011).
Bahan irigasi chlorhexidine mampu membunuh bakteri dengan
konsentrasi 2% (Widyastuti, 2017). Untuk itu, penggunaan klorheksidin
sering digabungkan dengan larutan irigasi lain untuk mendapatkan efek
yang optimal atau digunakan sebagai pembilas terakhir karena efek
substantivitas yang unik. Adanya efek substantivitas, klorheksidin
mempunyai durasi aktivitas antimikrobial yang lebih panjang. Hal ini
disebabkan sifat kationik klorheksidin yang dapat mengikat dengan dentin
dan enamel gigi (Schafer, 2007).
Bahan irigasi sodium hipoclorit (NaOCl) juga sering digunakan
karena memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas, melarutkan
jaringan pulpa nekrotik dan menonaktifkan endotoksin. NaOH merupakan
suatu zat yang terdapat dalam larutan NaOCl akan mendegradasi asam
lemak dan mengubahnya menjadi fatty acid salts (soap) dan glycerol
(alcohol), yang mengurangi tegangan permukaan NaOCl. Selain itu,
NaOH juga akan menetralkan asam amino dan membentuk air dan garam.
Asam hipoklorit, HOCl- yaitu suatu zat yang terdapat dalam larutan
NaOCl, yang ketika berkontak dengan jaringan organik, akan bertindak
sebagai pelarut, dan melepaskan klorin yang dikombinasikan dengan
gugus amino protein serta menghasilkan chloramines. Reaksi
chloramination antara klorin dan gugus amino (NH) membentuk
chloramines yang mengganggu metabolisme sel (Kandaswamy dkk.,
2010).
Kekurangan NaOCl adalah memiliki efek sititoksik bila terkena
jaringan periapikal, bau, dan rasa tidak enak, kecenderungan menyebabkan
korosif serta dapat menyebabkan reaksi reaksi alergi (Walton dkk., 2008).
Selain itu larutan NaOCl tidak dapat melarutkan bahan anorganik sehingga
tidak efektif dalam menghilangkan smear layer secara keseluruhan karena
smear layer mengandungi bahan organik dan anorganik sehingga untuk
eliminasi smear layer dalam saluran akar, penggunaan larutan NaOCl
sering dikombinasikan dengan EDTA 17% (Haapasalo dkk., 2010).
Frekuensi dan volume bahan irigasi yang digunakan merupakan
faktor penting dalam penghilangan debris. Efektivitas larutan irigasi
tergantung pada jumlah bahan irigasi, diameter saluran akar, dan kondisi
pulpa. Hal yang dapat meningkatkan efektifitas bahan irigasi antara lain
menggunakan jarum khusus untuk irigasi, waktu dan lamanya berkontak di
dalam saluran akar, aktivasi dengan ultrasonic (Widyastuti, 2017). Larutan
irigasi mengubah komposisi kimia dentin dengan melepaskan ion kalsium
pada kristal hidroksiapatit (Aslantas dkk., 2014).
Irigasi saluran akar dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang
dibagi berdasarkan 2 prinsip, yakni prinsip positive pressure dan prinsip
negative pressure. Teknik irigasi saluran akar yang menggunakan prinsip
positive pressure yaitu teknik secara manual yakni menggunakan syringe
plastic dan jarum. Dalam teknik ini, larutan irigasi dimasukkan ke saluran
akar dengan tekanan positif melalui jarum (Kurtzman, 2009).
Jarum yang digunakan dalam teknik ini terbagi dua jenis, yaitu
jarum ujung terbuka (open-ended) dan jarum ujung tertutup (close-ended).
Jarum ujung terbuka dapat memasukkan larutan irigasi lebih dalam dan
jauh dari ujung jarum sehingga penggantian larutan irigasi dalam saluran
akar lebih efisien namun dapat meningkatkan tekanan apikal sehingga
menyebabkan penetrasi larutan irigasi melewati apikal ke jaringan
periapikal. Jarum ujung tertutup dapat menghindari penetrasi larutan
irigasi ke jaringan periapikal karena lubang jarum berada di lateral (Gu
dkk., 2009).
Teknik irigasi saluran akar yang menggunakan prinsip negative
pressure adalah Endovac. Endovac memiliki tiga komponen, yaitu master
delivery tip, macrocannula dan microcannula. Dalam sistem negative
pressure ini larutan irigasi dialirkan ke dalam kamar pulpa secara terus-
menerus oleh Master delivery tip yang diletakkan pada bagian koronal dan
kemudian larutan irigasi akan mengalir ke bawah menuju apeks dan
kemudian disedot kembali dengan bantuan Macrocannula dan
Microcannula (Kurtzman, 2009).
Pada kasus diatas, irigasi setelah proses cleaning and shaping
menggunakan NaOCl 2,5 % selama 30 detik kemudian dibilas
menggunakan salin dengan prinsip positive pressure dan syringe jarum
lubang lateral yang sudah dibengkokkan untuk mencegah terjadinya
apical extrusion. Irigasi pada kasus ini harus dilakukan secara adekuat
karena adanya parulis pada mukosa labial bagian apical gigi 11 dan 21
yang menunjukkan adanya invasi bakteri yang menyebabkan nekrosis
pulpa yang meluas sehingga menyebabkan inflamasi pada daerah
periapikal sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah, peningkatan
permeabilitas vaskuler, dan transmigrasi leukosit dari pembuluh darah ke
perivaskuler untuk memfagositosis dan membunuh mikroorganisme.
Peradangan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan
sel-sel radang dan menghasilkan eksudat sehinggaterjadi abses. Eksudat
mencari jalan keluar untuk drainas edan membuat lesi parulis pada gingiva
(Cohen dkk., 2011).

K. Mengeringkan saluran akar menggunakan paper point


Proses setelah irigasi adalah mengeringkan saluran akar
menggunakan paper point yang ukurannya sesuai dengan no K-file MAF
(Master apical file). Secara klinis perlu paper point bekerja seperti kertas
penyerap dan harus diberi waktu dalam saluran akar agar dapat bekerja
efektif. Paper point dapat dipegang dengan pinset dan diukur sesuai
dengan panjang kerja sehingga ujungnya tidak terdorong secara tidak
sengaja melalui foramen apikal. Paper point dimasukkan secara perlahan
sehingga mengurangi terdorongnya cairan irigasi ke dalam jaringan apical
(Nisha dkk.,2010).

L. Trial Gutta Percha


Master point diambil dari gutta percha point yang bernomor sama
dengan MAF (Master apical file) karena pada kasus ini menggunakan
preparasi teknik step back. Pada preparasi biomekanis, diukur sepanjang
panjang kerja. Master Point yang baik dicapai bila telah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Panjangnya sesuai dengan panjang kerja, dapat diberi tanda dengan
menekan dengan pinset. Tanda ini harus berada pada titik referensi
di insisal sehingga apabila gutta percha ditarik keluar dari saluran
akar harus terasa ada tahanan (tug back) (Widyawati, 2016).
b. Pada gambaran rongent gigi pasien sebenarnya (di klinik), terlihat
bahwa bagian 1/3 apikal gigi terisi penuh dan sampai apeks
(Widyawati, 2016).

Gambar 6. Trial Gutta Percha


Sumber : Mulyawati, 2016.

M. Memberikan Intracanal Medicament


Tujuan pemberian medikamen intrakanal diantaranya untuk
mengurangi peradangan periradikuler, mencegah pertumbuhan bakteri,
membantu mengeliminasi eksudat periapikal, serta sebagai barier kimia
dan fisik apabila restorasi sementara bocor. Pada kasus-kasus tertentu
seperti nekrosis pulpa dan periodontitis apikalis, pemberian medikamen
intrakanal sangat diperlukan untuk memperoleh saluran akar yang steril,
sedangkan pada pulpa gigi yang masih vital atau pulpitis irreversibel, tidak
memerlukan medikamen intrakanal karena lebih menekankan pada tindakan
preparasi dan irigasi sehingga dapat diselesaikan dalam satu kali kunjungan
(Ingle dkk., 2008).
Medikamen digunakan untuk membantu meningkatkan keberhasilan
perawatan endodontik. Medikamen tersebut diharapkan dapat berpenetrasi ke
dalam tubulus dentin dan membunuh bakteri. Sehingga syarat dari
medikamen saluran akar yaitu harus memiliki aktivitas antibakteri,
menetralisir sisa-sisa debris di saluran akar, mengontrol nyeri pascarawat,
mampu mencegah reinfeksi, dan juga bersifat biokompatibel (Athanassiadis
dkk., 2007).
Medikamen yang digunakan dalam perawatan endodontik dapat
dibagi atas beberapa kelompok besar yaitu, essential oil, senyawa fenolik,
senyawa aldehida, senyawa halogen, steroid, kalsium hidroksida,
antibiotik, dan kombinasi. Senyawa fenolik meliputi: eugenol,kamforated,
monoparaklorofenol (CMCP), paraklorofenol (PCP), kamforated
paraklorofenol (CPC), chlorophenol champor menthol (CHKM),
metakresilasetat (kresatin), kresol, kreosote (Beechwood), dan timol.
Senyawa aldehida meliputi : formokresol, glutaraldehid, dan trikresol
formalin. Sementara senyawa halogen meliputi : sodium hipokhlorit
(NaOCl) dan iodine-potasium iodide (Mattulada, 2010).

No Jenis Intracanal Kelebihan Kekurangan Masa


Medikamen Aktif
1 Essential oil Menghambat impuls Disinfektan lemah 3 hari
(Eugenol) saraf interdental
2 Parachlorophenol Membunuh m.o saluran Iritatif -
akar
3 CHKM (Chloro Kemampuan Masa kerjanya 1 hari
Phenol Champor disinfektan yang kuat singkat
Mentol) dan spectrum Bau kurang enak
antibakteri yang luas
Iritatif rendah
4 Cresophene Memiliki efek Jika berlebihan dapat 3-5 hari
antiinflamasi dan iritatif dan
bakterisid yang baik menyebabkan
inflamasi jaringan
periapikal dan
periodontal
5 Crestatin Bersifat antiseptic dan Efek antimikroba -
(Metakresil Asetat) analgesik lebih rendah
dibandingkan TKF
dan CHKM
6 TKF (Trikresol Cukup efektif sebagai Sangat toksik pada -
Formalin) disinfektan dan jaringan periapaikal
antimikroba khususnya Penggunaan berlebih
anaerob dapat menyebabkan
periodontitis
7 Ca (OH)2 pH tinggi sehingga Difusi dan daya larut 7-14
bersifat antimikroba rendah hari
yang sangat baik Harus berkontak
Merangsang langusng dengan
apeksifikasi bakteri
8 NaOCl Efek bakterisid yang Masa kerjanya 2 hari
sangat baik singkat
Bila berlebihan
menyebabkan korosi
Sumber : Garg dkk., 2010
Pada kasus ini intracanal medicament yang digunakan pada
kunjungan pertama adalah Cresophene karena memiliki efek anti inflamasi
dan balterisid dengan masa aktif yang cukup lama. Cara
pengaplikasiannya adalah sebagai berikut :
1. Cotton pellet steril dijepit dengan pinset, ditempatkan pada ujung
pipet yang berisi Cresophene kemudian di teteskan pada cotton roll
sampai tersisa sedikit serapan Cresophene pada cotton pellet
(Widyawati, 2016).
2. Letakkan cotton pellet di dalam kamar pulpa, diatasnya diberi kapas
kering steril tipis kemudian terakhir ditutup dengan pasta zinc oxide
eugenol (Cavit/caviton) sebagai restorasi sementara (Widyawati,
2016).
Pada kunjungan berikutnya dapat dievaluasi mengenai keluhan yang masih
ada pada pasien dan parulis pada mukosa labial sudah menghilang atau
belum, jika belum maka mengindikasikan bahwa penggunaan Cresophene
kurang efektif sehingga perlu diganti menggunakan intracanal
medikamentosa yang lain seperti Ca(OH)2.

N. Pembuatan Restorasi Sementara


Restorasi sementara adalah pengaplikasian bahan tumpatan yang
tidak tetap diatas kavitas yang nantinya akan dibongkar kembali pada
kunjungan berikutnya. Pembuatan restorasi sementara memiliki beberapa
tujuan diantaranya :
a. Memberi kesempatan pada obat-obatan yang diletakkan di
bawahnya untuk bekerja (sterilisasi beberapa waktu pada kavitas
atau rust therapy)
b. Menunggu kemungkinan adanya reaksi pulpa.
c. Memberi kesempatan pada obat di bawahnya untuk
menstimulasikan pembuatan dentin reparatif.
d. Mendapatkan penutupan yang kedap terhadap kontaminasi saliva
dan masuknya mikroorganisme (hermetic seal)
Pada kasus ini bahan restorasi sementara yang digunakan adalah Zinc
Oxide Eugenol Cement dan Cavit yang diambil menggunakan glass plate
kemudian dipalukasikan pada kavitas setinggi 2-3 mm menggunakan
plastic instrument. Zinc Oxide Eugenol Cement adalah semen tipe sedatif
yang lembut. Biasanya disediakan dalam bentuk bubuk dan cairan, dan
berguna sebagai basif insulatif (penghambat). Powder atau bubuk
memiliki komposisi : Zinc Oksida 69%, resin putih 29,3%, Magnesium
Oksida(MgO) dalam jumlah kecil dan Zinc Asetat atau garam lainnya
sekitar 1% yang berfungsi untuk memperbaiki kekuatan. Liquid atau
cairan memiliki komposisi : Eugenol dari minyak cengkeh 85%, minyak
olive15% dan asam asetat sebagai akselerator (Sulastri, 2017).
Zinc Zinc Oxide Eugenol Cement sering digunakan sebagai tumpatan
sementara. Eugenol memiliki efek paliatif terhadap pulpa gigi dan ini
merupakan salah satu kelebihan jenis semen tersebut, kelebihan lainnya
adalah kemampuan semen untuk meminimalkan kebocoran mikro, dan
memberikan perlindungan terhadap pulpa. Bahan ini paling sering
digunakan ketika merawat lesi karies yang besar. Cara manipulasi Zinc
Oxide Eugenol Cement yaitu perbandingan powder dengan cairan berkisar
antara 4: 1 atau 6 : 1. Powder semen diletakkan pada glass plat tipis,
kemudian campur dengan powder kedalam cairan menggunakan spatula
semen hingga campur dan aduk tercapai konsistensi yang kental seperti
dempul (Sulastri, 2017).
Cavit merupakan bahan tumpatan sementara dari kalsium sulfat
polivinil. Bahan ini kekuatan relatif rendah, mudah aus, melekat pada
dentin, dan mudah diaplikasikan. Kelebihan tumpatan sementara Cavit G
(Espe/Primer,USA) merupakan bahan yang mengandung kalsium sulfat
polyvinyl khlorida asetat. Bahan ini bersifat sangat ekspansif pada waktu
mengeras, karena penggunannya yang mudah dan mempunyai kerapatan
yang baik dengan dinding kavitas, digunakan untuk waktu antar kunjungan
yang singkat, kekuatan komprehensif rendah dan mudah larut oleh saliva
(Inajati dkk., 2016).
Terdapat tiga jenis Cavit, Cavit W dan Cavit G dengan tingkat
kekuatan permukaan yang berbeda. Cavit sangat keras, maka cocok
digunakan untuk tumpatan sementara di bagian oklusal dan sebagai
mahkota sementara. Cavit W kekuatannya lebih rendah dan adhesinya
lebih kuat, maka cocok digunakan khususnya setelah perawatan
endodontik, Cavit G ideal untuk preparasi inlay karena dapat langsung
diganti tanpa menggunakan bur (Inajati dkk., 2016).

Dapus Tyas
Alphianti, L.T., 2014 , Perawatan Apeksifikasi dengan Pasta Kalsium Hidroksida:
Evaluasi Selama 12 Bulan (Laporan Kasus), IDJ, 3(1): 52-59.
Garg, N., Garg, A., 2011, Textbook of Preclinical Concervative Dentistry, Jaypee
Brothers Medical: New Delhi.

Ingle, J.I., Backland, L.K., Baumgartner, G.C., 2008, Endodontic 6, BC Decker:


California.
Margreaves, K.M., Cohen, S., 2011, Pathway Of The Pulp, ELSEVIER: Missouri.
Suprapto, A., 2016, Kedokteran Gigi Klinis, STPI Bina Insan Mulia: Yogyakarta.

Dapus Findy
Aslantas, E.E., Hatice D.B., Emre A, 2014, Effect of EDTA, Sodium
Hypochlorite, and Chlorhexidine Gluconate with or without Surface
Modifiers on Dentin Microhardness, JOE , 40(6): 876-879.
Athanassiadis, B, Abbot, P.V., Walsh, L.J., 2007, The Use of Calcium Hydroxide,
Antibiotics And Biocides As Antimicrobial Medicaments On
Endodontics. Aust Dent J, 52(1): 864-82.
Cohen, S., Hargreaves, K., 2011, Pathways of the Pulp, Mosby, St. Louis.
Garg, N., Garg, A., 2010, Textbook of Endodontics 2ndEd, Jaypee Brothers
Medical Publishers(P)Ltd, India .
Gu, L.S., Kim,J.R, Ling J, Choi, K.K., Pashley, D.H, Tay FR., 2009, Review of
Contemporary Irrigant Agitation Techniques And Devices, J Endod,
35(6): 791-804.
Haapasalo, M., Shen, Y., Qian, W., Gao,Y., 2010, Irrigation in endodontics,
Dent. Cli. N. Am, 254: 291-312.
Inajati, Untara, R.T.E., Nugraheni, T., 2016, Perbandingan Kebocoran Mikro
Antara Tumpatan Sementara Berbasis Resin, Kalsium Sulfat Dan
Seng Oksida Eugenol, Journal Ked Gigi, 7 (2) : 93-96.
Ingle, Bakland, Baumgartner, 2008, Ingle Endodontics 6, BC Decker, India.
Kandaswamy, D., Venkateshbabu, N., 2010, Root canal irigants, J Conserve
Dent, 13(4): 256-64.
Kurtzman, G., 2009, Improving endodontic success through use of the EndoVac
irrigation system, Endodontic Practice, Hal : 17-20.
Peters, O.A., Peters, C.I., 2011, Cleaning and Shaping of The Root Canal System.
In: Hargreaves KM, Cohen S Eds. Cohen’s Pathways of The Pulp,
10th ed, Elsevier, China.
Schäfer, E., 2007, Irrigation Of The Root Canal, ENDO, 1(1): 11-27. Sulastri, S.,
2017, Bahan Ajar Keperawatan Gigi Dental Material, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Walton, RE, Torabinejad M., 2008, Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Alih
bahasa: Narlan S, Winiati S, Bambang N. ed ke-3, EGC, Jakarta.
Widyastuti N.H., 2017, Penyakit Pulpa dan Periapikal Serta
Penatalaksanaannya., Surakarta: Muhammadiyah Press University,
pp : 121-138, 165-181, 205-210.
Widyawati, 2016, Buku Petunjuk Praktikum Pre Klinik Endodontik, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah, Padang.

Anda mungkin juga menyukai