Anda di halaman 1dari 5

PELANGGARAN TERITORIALITAS OLEH PEDAGANG TETAP

(STUDI KASUS : PASAR SANGLAH, DENPASAR)

Oleh: Metta Karina Putra1

Abstrak
Dalam beraktivitas, manusia perlu memenuhi kebutuhan privasinya. Hal ini berujung pada terjadinya
pembentukan perilaku teritorialitas. Begitu pula kasusnya pada bangunan publik, di mana masing-masing
individu perlu menjaga teritorinya masing-masing agar merasa nyaman. Oleh karena itu, penelitian ini
mengambil objek studi kasus berupa salah satu bangunan publik yaitu kawasan Pasar Sanglah yang terdapat
di kota Denpasar, Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memahami ragam jenis pelanggaran yang
umumnya terjadi di kawasan publik, terutama Pasar Sanglah. Metode penelitian yang diterapkan yaitu
analisis kualitatif yang sesuai dengan peruntukan penelitian di mana mengarah pada permasalahan sosial dan
kenyamanan pengguna. Hasil studi yang dihasilkan berupa pemaparan jenis pelanggaran yang terjadi dan
titik-titik lokasi yang umum terjadi pelanggaran tersebut.
Kata kunci: arsitektur, perilaku, teritorialitas, pasar.

Pendahuluan
Manusia pasti tinggal pada suatu lingkungan sehingga mau tidak mau, manusia akan saling
berhubungan dengan lingkungan dan terpengaruhi antar satu dengan yang lainnya. Dalam
hal ini, baik secara sadar maupun tidak sadar, ingin maupun tidak ingin, sebuah desain
arsitektur akan memengaruhi pola behavior manusia penghuni ruang arsitektur dan
lingkungan tersebut. Hal ini juga didasari karena arsitektur dibangun untuk memenuhi
kebutuhan civitasnya. Arsitektur dapat membentuk perilaku manusia, dimana bangunan
yang didesain untuk memenuhi kebutuhan manusia ini mempengaruhi bagaimana kita
menjalani keseharian atau aktivitas sosial dan nilai-nilai lainnya.
Salah satu sub bahan pada arsitektur perilaku adalah tentang teritorialitas. Teritorialitas
secara umum memuat tentang bagaimana makhluk hidup memosisikan kekuasaan terhadap
teritori atau wilayah yang terdapat suatu pengendalian oleh individu atau grup untuk
mempertahankan diri dari peluang terjadinya gangguan oleh pihak lain. dalam artian lain
territory akan mempelajari bagaimana wilayah dan batas suatu ruang dibentuk untuk
mewadahi aktivitas dalam desain arsitektur. Penerapan teritorialitas dalam kehidupan
sehari hari sangat sering ditemui secara sadar maupun tidak sadar. Adanya teritorialitas ini
dapat membentuk zona ruang yang akan berfungsi sesuai dengan aktivitas yang
mewadahinya. untuk mengetahui bagaimana penerapan teritorialitas pada arsitektur serta
bagaimana teritorialitas mempengaruhi perilaku masyarakat pada kawasan publik maka

1
Prodi Arsitektur, FT - Unud
Email: mettakarinaputra@student.unud.ac.id
Metta Karina Putra

dalam makalah ini kami mengambil maka objek studi yaitu kawasan Pasar Sanglah di kota
Denpasar yang akan dibahas lebih lanjut.

Kajian Pustaka
a. Teritorialitas secara umum
Terdapat berbagai definisi dari teritorialitas yang dipaparkan oleh beberapa ahli yang
dijabarkan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Definisi teritorialitas dari berbagai ahli

No. Penulis Definisi


1. Hall (1996) Hubungan privasi dan kepemilikan.
2. Porterus (1997) Kepemilikan territory wilayah
3. Laurens (2005) Pola tingkah laku egoisme
4. Raffesstin (2012) Penataan kembali ruang dan isinya
Sumber: Dokumentasi pribadi

Dari beberapa pendapat ahli diatas teritorialitas secara umum dapat diartikan sebagai suatu
wilayah dimana individu atau kelompok dapat melakukan aktivitas atau kegiatan tanpa
mengalami gangguan dari pihak lain dengan kata lain individu dan kelompok melakukan
upaya upaya kontrol terhadap ruang yang dimiliki.
b. Klasifikasi teritorialitas
Menurut Altman (1975), teritori dibagi menjadi: 1) teritori primer (primary territory)
adalah teritori yang memiliki rasa ownership individu maupun kelompok yang tarafnya
cukup tinggi. Teritori ini memiliki karakter yang permanen . Pemilik suatu ruang memiliki
kontrol mutlak pada area kekuasaan tersebut, gangguan menjadi ancaman serius yang
harus ditangani dengan hati-hati.2) teritori sekunder (secondary territory) dimana suatu
individu atau kelompok tidak memiliki suatu teritori secara utuh, namun area tersebut
sering digunakan dan dapat diakses oleh orang lain. 3) teritori publik (public territory)
adalah teritori yang tidak dikuasai oleh suatu perorangan maupun grup. Rasa kepemilikan
pada teritori ini tergolong rendah dan sangat sulit dikontrol. Area ini umumnya
dimanfaatkan oleh sejumlah individu yang jumlahnya banyak di saat yang sama. Pada area
ini, tiap-tiap perorangan tidak terjadi perbedaan hak.
Sedangkan menurut Bower (1976), terdapat beberapa kategori teritori yaitu: 1) teritori
personal diketahui dikontrol oleh suatu perorangan atau grup dimana anggota kelompok di
dalamnya memiliki ikatan hubungan sangat dekat yakni hubungan darah dan perkawinan.
Tanda-tanda kepemilikan personal dapat ditemukan dan umumnya bersifat pribadi disertai
dengan identitas penghuni. 2) teritori komunitas dengan pengontrolan bagi suatu grup yang
anggotanya tidak tetap, namun setiap anggota tersebut telah melalui proses filtering, telah
lulus suatu penyisihan, dan telah diterima secara resmi. Individu lain yang berada di teritori
ini tidak dapat diibaratkan sebagai suatu intervensi selama pantangan dan peraturan yang
ada dapat dipatuhi. 3) teritori masyarakat, yang dikendalikan oleh masyarakat awam dan

2
Pelanggaran Teritorialitas oleh Pedagang Tetap (Studi Kasus: Pasar Sanglah, Denpasar)

terbuka untuk publik seperti jala, waiting room, dan ruang teater. Larangan dan kendali
dilaksanakan lewat ketentuan atau etika yang bersumber dari masyarakat. 4) teritori bebas,
yaitu teritori yang tidak mempunyai penghuni permanen dan eksistensi sebuah individu
tidak dipengaruhi pantangan atau kendali dari pihak lain. Teritori ini bercirikan yaitu
nihilnya indikasi teritori atau kewilayahan, contohnya hutan lebat dan pantai yang sepi.
c. Pelanggaran teritorialitas
Pelanggaran teritorialitas dibagi menjadi beberapa jenis antara lain : 1) Invasi, adalah
pelanggaran dimana ketika sebuah individu secara fisik mengakses wilayah individu lain,
umumnya dengan keinginan untuk mengambil alih kontrol atas wilayah tersebut. 2)
Kekerasan, adalah suatu jenis pelanggaran yang sifatnya sementara atas wilayah suatu
individu dengan tujuan bukan untuk menguasai kepemilikan wilayahnya, namun sebagai
suatu bentuk intervensi. Sebagai contoh yaitu vandalisme, penyerangan atau pencurian. 3)
Kontaminasi, adalah pelanggaran ketika suatu individu meninggalkan barangnya yang
tidak menyenangkan penghuni atau bahkan merusak barang pada teritori orang lain,
sehingga mengganggu penghuni teritori tersebut. Contohnya yaitu ketika orang lain
memasuki teritori seseorang dan meninggalkan barang-barangnya yang tidak disukai
penghuni tersebut.

Hasil dan Pembahasan


Jika ditinjau dari teori menurut Bower (1976), kawasan Pasar Sanglah masuk ke dalam
klasifikasi teritori masyarakat yang mana jalannya aktivitas dari kawasan Pasar Sanglah
dikendalikan oleh aktivitas masyarakat dan sangat terbuka untuk publik. Larangan dan
kontrol pada Pasar Sanglah ini dilakukan melalui peraturan pasar dan norma yang ada pada
masyarakat. Aturan pada Pasar Sanglah ini pun dikhususkan utamanya untuk para
pedagang. Hal diatas jika ditinjau berdasarkan teori klasifikasi dari para ahli. Namun, pada
kenyataannya, seiring berjalannya waktu terbentuk pula teritorial dagang, masing-masing
pedagang memberikan tanda pada area dagangnya dengan penanda visual secara fisik
seperti adanya pemisah, penanda berupa meja dagang, maupun berupa barang
dagangannya sendiri.
Jika ditinjau dari teori menurut Altman (1975), secara umum Pasar Sanglah sebagai tempat
publik termasuk kedalam klasifikasi teritori publik yang mana pada kawasan Pasar Sanglah
ini merupakan kawasan publik yang mana area ini digunakan oleh banyak orang dan dapat
dicapai oleh siapapun yang hendak berkunjung ke pasar. Kawasan pasar memiliki rasa
kepemilikan yang sangat rendah dan cukup sulit untuk mengontrol area ini. Pada kawasan
pasar hak tiap individu sama. Secara khusus, pembagian teritori di kawasan Pasar Sanglah
berdasarkan teori Altman dapat terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan tipe user
group yaitu teritorialitas user group pemilik toko, pedagang kaki lima, dan pengunjung.
Teritori yang dikontrol pemilik toko bersifat permanen sebab pemilik toko memiliki area
batas fisik teritori yang jelas serta dikontrol sepenuhnya oleh pemilik toko sepanjang
waktu. Teritori ini termasuk dalam kategori formal dimana pada Pasar Sanglah, teritori ini
terdapat pada bagian dalam pasar di lantai satu dan dua. Berdasarkan teori Altman,

3
Metta Karina Putra

teritorialitas oleh user group ini masuk ke dalam area primer sebab kontrol dipegang penuh
oleh pedagang (pemilik toko).
Pada user group pemilik toko, terjadi pelanggaran secara invasi dan kontaminasi yaitu
pelanggaran ketika suatu individu meninggalkan barangnya yang tidak menyenangkan
penghuni atau bahkan merusak barang pada teritori orang lain, sehingga mengganggu
penghuni teritori tersebut. Bentuk pelanggaran ini terjadi ketika orang lain meletakkan
barang yang tidak diinginkan penjual pada tempat berjualnya. Pelanggaran ini juga
berhubungan dengan pelanggaran yang sebelumnya yaitu invasi, di mana para pedagang
berlomba-lomba untuk memajangkan barangnya hingga luar area dagang atau kiosnya
hingga mengganggu pemilik kios lain maupun pengunjung.
Pelanggaran ini dapat ditemukan di berbagai titik Pasar Sanglah, yaitu yang pertama di
teras tiap lantai. Pada teras lantai dua para pedagang pemilik toko umumnya memajang
barang sampai di depan areal kios dan menggantung barang dagangan di kolom antara
kedua kios. Hal ini tentu akan merubah teritori kios tetangga yang akan menyebabkan
pemilik kios tersebut merasa terganggu dan tidak nyaman. Hal ini juga terjadi pada
kios-kios di lantai 1 yang di mana letaknya berdekatan dengan area parkir dan hanya
dibatasi jalur sirkulasi pengunjung. Para pedagang tetap di area lantai 1 tidak hanya
memajangkan barangnya, namun juga menyimpan barang dagangannya dan melapisinya
dengan plastik. Karena letaknya yang berada di lantai 1 dengan area terbuka dan sirkulasi
yang lebih luas, maka barang dagangan yang dipajang ataupun disimpan jumlahnya juga
tidaklah sedikit. Keberadaan tumpukan barang dagangan ini akan merubah teritorialitas
user group pedagang kios yang di sebelahnya dan juga user group pengunjung, sehingga
menyebabkan ketidaknyamanan bagi kedua user group tersebut.

Gambar 1. Barang dagangan yang diletakan diluar kios


Sumber: Dokumentasi pribadi

4
Pelanggaran Teritorialitas oleh Pedagang Tetap (Studi Kasus: Pasar Sanglah, Denpasar)

Gambar 2. Barang dagangan yang memenuhi jalur sirkulasi


Sumber: Dokumentasi pribadi

Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada studi kasus Pasar Sanglah, Denpasar terdapat pelanggaran
teritorialitas oleh user group pedagang tetap yang imbasnya dirasakan user group
pengunjung dimana batas teritori mereka terjadi perubahan sehingga user group
pengunjung merasa terganggu. Adapun jenis pelanggarannya yaitu invasi dan kontaminasi,
di mana para pedagang berlomba-lomba untuk memajangkan barangnya hingga luar area
dagang atau kiosnya hingga mengganggu pemilik kios lain maupun pengunjung.

Referensi
Altman, I (1975). The Environment and Social Behavior. Brooks/Cole Publishing
Company, California.
Brower, S. N. (1976). Territory in Urban Settings, dalam Altman, I, Rapoport, A, &
Wohlwill, Joachim F, 1980, Human Behavior and Environment: Advances in
Theory and Research, Volume 4: Environment and Culture, Plenum Press, New
York and London.
Hall, T. E. (1969). The Hidden Dimension. Doubleday Anchor Book Inc.
Laurens, J. M. (2005), Arsitektur dan Perilaku Manusia, Grasindo, PT Gramedia
Porteous, J. Douglas (1977). Environment & Behavior: Planning and Everyday Urban
Life, University of Victoria, British Columbia, Addison-Wesley Publishing
Company.
Raffestin, Claude (2012). Space, territory, and territoriality, Environment and Planning D:
Society and Space, Vol. 30, pp.121 – 141.

Anda mungkin juga menyukai