Anda di halaman 1dari 35

TERRITORIALITAS DALAM DESAIN RUANG

 Sebagai awal teori teritori yang digunakan dalam desain


ruang publik, pertama kali teori dikembangkan oleh Altman
seorang pakar masalah perilaku.
 Awalnya dia mengembangkan teori ”Behaviour Constraint ”
atau yang biasa disebut dengan teori hambatan perilaku.
Premis dasar teori ini adalah stimulasi yang berlebih atau
yang tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau
hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi.
 Akibatnya seseorang atau kelompok merasa kehilangan
kontrol terhadap situasi yang sedang terjadi. Hal tersebut
menjadi awal terbentuknya teori dan konsep teritori pada
desain lingkungan.
Selanjutnya menurut Altman ( dalam gifford. 1987), bahwa
privasi merupakan konsep yang terdiri dari tiga dimensi :
•Pertama : privasi merupakan proses pengontrolan
boundary, artinya pelanggaran terhadap boundary ini
merupakan sebuah pelanggaran.
•Kedua : Privasi dilakukan dalam upaya memperoleh
optimalisasi, artinya seseorang atu kelompok yang
memisahkan diri dari orang lain atau keramaian bukan untuk
menghindar, tetapi lebih merupakan suatu kebutuhan untuk
mencapai kebutuhan tertentu.

•Ketiga; Privasi merupakan proses multi mekanisme, artinya


ada banyak cara orang melakukan privasi baik melalui ruang
personal, teritorial, komunikasi verbal dan non verbal.
 Teritori merupakan suatu pembentukan wilayah untuk
mencapai privasi yang optimal yang diupayakan dengan
menyusun kembali setting fisik atau pindah kewilayah lain.
… a territory is a delimited space that a person or a group uses
and defends as an exclusive preserve. It involves
psychological identification with a place, symbolizedby
attitudes of possessiveness and arrangement of objects in
the area….
Lebih lanjut Irwin Altman menyatakan bahwa :
… Territorial behaviour is a self-other boundary regulation
mechanism that involves personalization of or marking a
place or object and communication that it is owned by a
person or group.
Definisi di atas menyatakan karakter dasar dari suatu
teritori yaitu tentang:
1. Kepemilikan dan tatanan tempat.
2. Personalisasi atau penandaan wilayah.
3. Taturan atau tatanan untuk mempertahankan
terhadap gangguan
4. Kemampuan berfungsi yang meliputi jangkauan
kebutuhan fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan
kebutuhan aesthetic
 Berdasar teorisasi tersebut diletakkan dasar pengertian
sekaligus batasan definisi tentang tempat privat dan
tempat public Place pada pernyataan di atas menunjuk
pada ruang dalam konteks perilaku lingkungan yang
dinyatakan dengan adanya batas fisik yang dibangun
melingkupi suatu ruang ( terkadang dengan tujuan untuk
membatasi gerak, pandangan atau suara ).
 Ruang juga ditandai (sebagai batasan) oleh perilaku
organisme yang diwadahinya. Pertahanan atas serangan
terhadap territorial hendaknya tidak dibaca secara harfiah.
Karakter perilaku keruangan dalam suatu ruangan bisa
sangat beragam namun ada satu kesamaan mendasar yang
disebut ‘teritoriality’.
 Manusia berakal mendudukkan teritory sebagai wilayah
kekuasaan dan pemilikan yang merupakan organisasi
informasi yang berkaitan dengan identitas kelompok.
(sebagai contoh adalah pernyataan ‘apa yang kita punya’
dan ‘apa yang mereka punya’).
 Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori
dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement,
kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau
kelompok dan frekuensi penggunaan.
Tiga kategori tersebut adalah primary,secondary dan public
territory.
1.Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan
secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan
secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam
kegiatan sehari-hari penghuninya.
2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak
terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau
sdekelompok orang mempunyai cakupan area yang
relatif luas, dikendalikan secara berkala.
3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan
dan dapat diamsuki oleh siapapun akan tetapi ia harus
mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di
area tersebut.
 Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan
dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Kalau
merujuk pada batasan diatas maka yang disebut
dengan tempat privat adalah setara dengan primary
teritory sedangkan tempat publik setara dengan
public territory.
 Dalam terminologi perilaku , hal diatas berkaitan dengan
apa yang disebut sebagai privacy manusia. Seperti yang
dinyatakan oleh Edney (1976). Type dan derajat privacy
tergantung pola perilaku dalam konteks budaya, dalam
kepribadiannya serta aspirasi individu tersebut.
 Penggunaan dinding, screen, pembatas simbolik dan
pembatas teritory nyata, juga jarak merupakan
mekanisme untuk menunjukkan privacy.
 Konsep privasi dan teritorial memang terkait erat. Namun
definisi privasi lebih ditekankan pada kemampuan individu
atau kelompok untuk mengkontrol daya visual, auditory, dan
olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya. Dalam arti
konsep privacy menempatkan manusia sebagai subyeknya
bukan tempat /place yang menjadi subyeknya
 Tiap individu mempunyai perbedaan perilaku keruangannya.
 Perbedaan ini merefleksikan perbedaan pengalaman yang
dialami dalam pengelolaan perilaku keruangan sehubungan
dengan fungsinya sebagai daya proteksi dan daya
komunikasi.
 Yang menyebabkan perbedaan tanggapan ini antara lain
jenis kelamin, daya juang, budaya, ego state, status sosial,
lingkungan, dan derajat kekerabatan (affinity) sebagai sub
system perilaku.
 Lebih jauh hal ini akan menentukan kualitas dan
keluasan personal space yang dimiliki tiap individu
( disamping tentu saja adanya pengaruh schemata,
afeksi, perilaku nyata, pilihan tiap individu).
 Pada konsep pendekatan perilaku dalam desain ruang
publik, teritorialitas merupakan hal yang sangat
mempengaruhi perilaku pada ruang publik, karena
pembentukan teritori yang lebih luas dari individu atau
kelompok akan menyangkut pula pada hak teritorial
individu atau kelompok lainnya.
 Hal tersebut sering kali membuat terjadinya masalah
diruang publik, hingga dalam desain ruang publik harus
betul-betul memperhatikan dan menekankan desain
pada perilaku teritoirlitas.
 Teritori interaksi ditujukan untuk sebuah daerah yang
secara temporer dikendalikan oleh sekelompok orang yang
berinteraksi.
 Sementara teritori badan dibatasi oleh badan manusia
namun berbeda dengan ruang personal yang batasnya
bukanlah ruang maya melainkan kulit manusia.

1. Pelanggaran dan pertahanan teritori


Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai
suatu invasi ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori
orang lain biasanya dengan maksud mengambil kendali atas
teritori tersebut.
 Bentuk kedua adalah kekerasan sebagai sebuah bentuk
pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori orang lain,
biasanya hal ini bukan untuk menguasai teritori orang lain
melainkan suatu bentuk gangguan, seperti gangguan
terhadap fasilitas publik.
 Bentuk ketiga adalah kontaminasi, yaitu seseorang
mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan
sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan
atau merusaknya.
 Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah
pelanggaran teritori antara lain; 1) Pencegahan seperti
memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu atau
pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk
pelanggaran.2) Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya
pelanggaran, seprti menindak si pelanggar.
2.Pengaruh pada teritorialitas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaan teritori
adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan
situasional dan faktor budaya.
a). Faktor Personal
Faktor personal yang mempengaruhi karakteristik seseorang
yaitu jenis kelamin, usia dan kepribadian yang diyakini
mempunyai pengaruh terhadap sikap teritorialitas.
b). Faktor Situasi
Perbedaan situasi berpengaruh pada teritorialitas, ada dua
aspek situasi yaitu tatanan fisik dan sosial budaya yang
mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas.
c). Faktor budaya
Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas.
Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini
dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat
beragam.
Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh
berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat
berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang
Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia
melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang
dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya.
3. Teritorialitas dan agresi
Salah satu aspek yang paling menarik dari teritorialitas
adalah hubungan antara teritori dan agresi. Walaupun
tidak selalu disadari, teritori berfungsi sebagai pemucu
agresi dan sekaligus sebagai stabilisator untuk mencegah
terjadinya agresi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan antara
teritorialitas dan agresi adalah status dari teritori tertentu
( apakah teritori tersebut belum terbentuk secara nyata
atau dalam perebutan, atau sudah tertata dengan baik ).
Ketika teritori belum terbentuk secara nyata, atau masih
dalam perebutan agresi lebih sering terjadi.
Apa akibatnya jika terjadi invasi teritori ?, Altman
(1975), mengatakan bahwa atribusi yang kita
pergunakan untuk menilai suatu tindakan akan
menentukan respon terhadap invasi teritori tersebut
hingga kita hanya akan merasakan suatu tindakan
agresi pada saat kita merasakan tidak orang lain yang
kita anggap mengancam. Kemudian secara umum
kita memakai respon verbal, kemudian memakai
cara-cara fisik seperti memasang papan atau tanda
peringatan.
Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam
personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol.
a). Personalisasi dan penandaan.
Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama,
tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi
tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar
batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga
dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik,
seperti kursi di ruang publik atau naungan.
b). Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang
akan semakin keras bila terjadi pelanggaran di teritori
primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang
terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan
karena batas teritori tidak jelas.
c). Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di
teritori primer. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk
menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi
penting.
4.Teritori sebagai perisai perlindungan.
Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan
agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori
tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang
dianggap penting. Kebenaran dari kalimat ” Home Sweet
Home”, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian
mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan,
bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar
pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder
maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan
daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti
mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi
ketidak nyamanan terhadap teritorinya.
Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan
kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang
dimilikinya.
PENGARUH TIMBAL BALIK PERILAKU DAN RUANG
Perilaku manusia dalam hubungannya terhadap suatu setting
fisik berlangsung dan konsisten sesuai waktu dan situasi.
Karenanya pola perilaku yang khas untuk setting fisik tersebut
dapat diidentifikasikan.
Dari data yang didapat pada riset perilaku tidak dimaksudkan
bahwa asumsi itu hanya sebagian benar, tapi yang lebih
penting adalah keyakinan bahwa hal tersebut
menyederhanakan pengertian hubungan antara perilaku
manusia dan setting fisiknya.
Kita dapat menyaksikan bahwa kamar tidur itu secara tetap
digunakan untuk bersosial dan makan selain hanya untuk tidur.
Ruang makan tidak hanya untuk makan tapi juga untuk
membentuk pola berinteraksi sosial.
Hal ini membawa J.B. Watson (1878-1958) memandang
psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang
perilaku karena perilaku dianggap lebih mudah diamati,
dicatat, dan diukur. Perilaku mencakup perilaku yang
kasatmata seperti makan, menangis, memasak, melihat,
bekerja, dan Perilaku yang tidak kasatmata, seperti
fantasi, motivasi, dan proses yang terjadi pada waktu
seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.
Sebagai objek studi empiris, perilaku mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebab
terjadinya perilaku secara langsung mungkin tidak dapat
diamati.
b. Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku
sederhana dan stereotip, perilaku kompleks seperti perilaku
sosial manusia, perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada
juga yang melibatkan proses mental biologis yang lebih tinggi.
c. Perilaku bervariasi klasifikasi : kognitif, afektif dan psikomotorik
yang menunjuk pada sifat rasional, emosional dan gerakan fisik
dalam berperilaku.
d. Perilaku bisa disadari dan juga tidak di sadari.
Dalam perjalanan perkembangan ilmu perilaku-lingkungan ini
banyak dilakukan penelitian dan pengembangan teori. Akan
tetapi, tidak ada satu pun teori yang dianggap dapat menjawab
semua permasalahan dalam psikologi lingkungan. Berbagai
model ditawarkan untuk menggambarkan kompleksitas
hubungan manusia dengan lingkungannya. Salah satu model
tersebut sebagai berikut .
D. Konsep Perilaku pada Ruang Publik
Manusia mempunyai keunikan tersendiri, keunikan yang
dimiliki setiap individu akan mempengaruhi lingkungan
sekitarnya. Sebaliknya, keunikan lingkungan juga
mempengaruhi perilakunya. Karena lingkungan bukan hanya
menjadi wadah bagi manusia untuk ber aktivitas, tetapi juga
menjadi bagian integral dari pola perilaku manusia.
Proses dan pola perilaku manusia di kelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu : Proses Individual dan Proses Sosial
1. Proses Individual
Dalam hal ini proses psikologis manusia tidak terlepas dari proses
tersebut.
Pada proses individu meliputi beberapa hal :
a. Persepsi Lingkungan, yaitu proses bagaimana manusia menerima
informasi mengenai lingkungan sekitarnya dan bagaimana
informasi mengenai ruang fisik tersebut di organisasikan kedalam
pikiran manusia.
b. Kognisi Spasial, yaitu keragaman proses berpikir selanjutnya,
mengorganisasikan, menyimpan dan mengingat kembali informasi
mengenai lokasi, jarak dan tatanannya.
c. Perilaku Spasial, menunjukan hasil yang termanifestasikan dalam
tindakan respon seseorang, termasuk deskripsi dan preferensi
personal, respon emosional, ataupun evaluasi kecenderungan
perilaku yang muncul dalam interaksi manusia dengan lingkungan
fisiknya.
1). Perilaku Manusia dan Lingkungan
Perilaku manusia akan mempengaruhi dan membentuk
setting fisik lingkungannya Rapoport, A, 1986, Pengaruh
lingkungan terhadap tingkah laku dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
a) Environmemntal Determinism, menyatakan bahwa
lingkungan menentukan tingkah laku masyarakat di tempat
tersebut.
b) Enviromental Posibilism, menyatakan bahwa lingkungan
fisik dapat memberikan kesempatan atau hambatan terhadap
tingkah laku masyarakat.
c) Enviromental probabilism, menyatakan bahwa lingkungan
memberikan pilihan-pilihan yang berbeda bagi tingkah laku
masyarakat.
 Pendekatan Perilaku, menekankan pada keterkaitan yang
ekletik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang
memanfaatkan ruang atau menghuni ruang tersebut.
 Dengan kata lain pendekatan ini melihat aspek norma, kultur,
masyarakat yang berbeda akan menghasilkan konsep dan
wujud ruang yang berbeda (Rapoport. A, 1969 ),adanya
interaksi antara manusia dan ruang, maka pendekatannya
cenderung menggunakan setting dari pada ruang.
 Istilah seting lebih memberikan penekanan pada unsur-unsur
kegiatan manusia yang mengandung empat hal yaitu : Pelaku,
macam kegiatan, tempat dan waktu berlangsungnya
kegiatan.
 Menurut Rapoport pula, kegiatan dapat terdiri dari sub-sub
kegiatan yang saling berhubungan sehingga terbentuk sistem
kegiatan.
2). Setting Perilaku ( Behaviour Setting )
Behaviour setting merupakan interaksi antara suatu kegiatan
dengan tempat yang lebih spesifik. Behaviour setting
mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan
kegiatan, tempat dimana kegiatan tersebut dilakukan dan
waktu spesifik saat kegiatan dilakukan.
Setting perilaku terdiri dari 2 macam yaitu :
a) System of setting ( sistem tempat atau ruang), sebagai
rangkaian unsur-unsur fisik atau spasial yang mempunyai
hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk
suatu kegiatan tertentu.
b) System of activity ( sistem kegiatan), sebagai suatu rangkaian
perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa
orang.
 Dari pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa unsur
ruang atau beberapa kegiatan, terdapat suatu struktur
atau rangkaian yang menjadikan suatu kegiatan dan
pelakunya mempunyai makna.
 Pada berbagai pendapat dikatakan bahwa desain Behavior
Setting yang baik dan tepat adalah yang sesuai dengan
struktur perilaku penggunanya.
 Dalam desain arsitektur hal tersebut disebut sebagai
sebuah proses argumentatif yang dilontarkan dalam
membuat desain yang dapat diadaptasikan, Fleksibel atau
terbuka terhadap pengguna berdasarkan pola perilakunya.
Edward Hall ( dalam Laurens, 2004 ) mengidentifikasi tiga tipe
dasar dalam pola ruang :
1.Ruang Berbatas Tetap (Fixed-Feature Space),ruang berbatas
tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak
mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.
2.Ruang Berbatas SemiTetap ( SemiFixed- Feature Space),ruang
yang pembatas nya bisa berpindah, seperti ruang-ruang
pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan
ketika dibutuhkan menurut setting perilaku yang berbeda.
3.Ruang Informal, ruang yang terbentuk hanya untuk waktu
singkat, seperti ruang yang terbentuk kedua orang atau lebih
berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi diluar kesadaran.
 Desain behavior setting tidak selalu perlu dibentuk ruang-
ruang tetap, baik yang ber pembatas maupun semi tetap
terlebih lagi dalam desain ruang publik yang di dalamnya
terdapat banyak pola perilaku yang beraneka ragam.
 Konsep sistem aktivitas dan behaviour setting memberi
dasar yang luas dalam mempertimbangkan lingkungan
daripada semata-mata tata guna lahan, tipe bangunan,
dan tipe ruangan secara fisik.
 Hal tersebut dapat membebaskan desain ruang publik dari
bentuk-bentuk klise, bentuk-bentuk prototip atau
memaksakan citra yang tidak sesuai dengan pola perilaku
masyarakat penggunanya.
 Pengamatan behaviour setting dapat digunakan
dalam desain ruang publik karena dapat mengerti
preferensi pengguna yang diekspresikan dalam pola
perilaku pengguna.
 Dari pembahasan ini jelas bahwa organisasi ruang
pada ruang publik dan perilaku pengguna
mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu
behavior setting
2. Proses Sosial
Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi
manusia juga merupakan makhluk sosial hidup dalam
masyarakat dalam suatu kolektivitas.
Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya manusia
berperilaku sosial dalam lingkungannya dapat diamati
pada , Fenomena perilaku-lingkungan, kelompok
pemakai, dan tempat berlangsungnya kegiatan.
Pada proses sosial, perilaku interpersonal manusia
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Ruang Personal ( Personal Space ) berupa domain
kecil sejauh jangkauan manusia.
b. Teritorialitas yaitu kecenderungan untuk menguasai
daerah yang lebih luas bagi seseorang.
c. Kesesakan dan Kepadatan yaitu keadaan apabila ruang
fisik yang tersedia terbatas.
d. Privasi sebagai usaha optimal pemenuhan kebutuhan
sosial manusia.
 Dalam proses sosial, perilaku interpersonal yang sangat
berpengaruh pada perubahan ruang publik adalah
teritorialitas.
 Konsep teritori dalam studi arsitektur lingkungan dan
perilaku yaitu adanya tuntutan manusia atas suatu area
untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosional dan kultural.
 Berkaitan dengan kebutuhan emosional ini maka konsep
teritori berkaitan dengan ruang privat dan ruang publik.
 Ruang privat ( personal space) dapat menimbulkan
crowding ( kesesakkan ) apabila seseorang atau kelompok
sudah tidak mampu mempertahankan personal spacenya.

Anda mungkin juga menyukai