Anda di halaman 1dari 10

Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum

PERTEMUAN 1:
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PERKULIAHAN
Setelah menyelesaikan pertemuan ke - 1 Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mendeskripsikan manusia sebagai makluk berbudaya.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Perkuliahan:
1. Manusia Sebagai Makluk Berbudaya

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan sebagai mahluk social memiliki
1
akal, perasaan dan kehendak. Manusia tidak bisa berbuat sesuai dengan kehendak
hatinya akan tetapi harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Pada prinsipnya
ada dua jenis perbuatan manusia sebagai makluk pada umumnya (actus hominis) dan
perbutan manusia sebagai manusia ( actus humanis) dan etika adalah filter dari
perbuatan itu sendiri yang merupakan studi tentang benar atau salah dari perbuatan
manusia. Perbuatan manusia yang tergolong dalam actus hominis biasa perbutan itu
dilakukan tanpa disadari seperti bernafas, bergerak dan berfikir sedangkan perbuatan
yang tergolong actus humanis biasanya perbuatan itu dilakukan dengan penuh rasa
kesadaran dan atas dasar kebebasan sendiri untuk memilih dilakukan atau tidak
dilakukan. Hal kedua ini manusia dibedakan dari binatang karena manusia adalah
tuan dari perbuatannya sendiri karena manusia mempunyai akal pikiran dan kehendak

yang bebas. Tanggung jawab ini adalah konsekuensi manusia secara manusiawi dan
terdapat beberapa tingkatan, bentuk dan taraf pertanggungjawaban manusia

1
E.Sumaryono, Etika Profesi Hukum – Norma-Norma Bagi Penegakan Hukum, PT. Kanisius,
Yogyakartya, 1995, hlm. 16.

1
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
tergantung pada tingkatan pengetahuan dan kebebasan yang mempengaruhi perasaan
bertanggaungjawab manusia antara lain:

a. Ketidaktahuan

Terdapat dua macam ketidaktahuan yaitu, tidak tahu oleh karena rasa malas atau
penolakan terhadap suatu pengetahuan tertentu dan tidak tahu karena memang benar-
benar tidak mempunyai pengetahuan tentang suatu hal. Ketidaktahuan yang pertama
2
dibagi lagi menjadi tiga antara lain: (a) Ketidaktahuan karena kealpaan, seperti
orang tidak tahu jam berapa sekarang, hari apa sekarang dan lainnya: (b)
Ketidaktahuan karena kecerobohan dalam bertindak, seperti seorang insinyur yang
mempergunakan bahan material dalam pembangunan jembatan namun tidak
mempertimbangkan kekuatan material yang dipergunakan: (c) Ketidaktahuan karena
memang secara terang-terangan tidak mau tahu.

Berbagai jenis ketidaktahuan itu, tidak sepenuhnya menghapus bentuk dan taraf
pertanggungjawaban perbuatan seorang manusia. Tuntutan terhadap
pertanggungjawaban ini tergantung pada jumlah pengetahuan Ketika melakukan
suatu perbuatan. Substansi dari ketidaktahuan kedua, dapat terlihat pada contoh kasus
berikut ini, yaitu seseorang menikahi saudara sepupunya sendiri. Dalam hal ini ia
tidak sepenuhnya dianggap melanggar norma adat istiadat yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat jika ia memang benar-benar tidak mengetahui hal
tersebut.

b. Pertanggungjawaban Umum dan Pertangungjawaban Moral

Seseorang yang melanggar rambu-rambu lalulintas tidak dapat dimaafkan seketika


hanya karena ia baru datang dari kampung dan atau tidak mengetahui arti dari rambu-
rambu lalulintas. Pertanggungjawaban umum (publick/sivil) berbeda dengan
pertanggungjawaban moral. Secara publik seseorang dianggap mengetahui suatu

2
E.Sumaryono, Ibid, hlm. 16-17

2
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
aturan undang-undang sejak undang-undang itu disahkan oleh Lembaga Negara. Oleh
karena itu setiap warga negara wajib mengetahui dan mematuhi suatu peraturan yang
telah dinyatakan berlaku. Pertanggungjawaban umum merupakan urusan antara
warga negara dengan penguasa negara sedangkan pertanggungjawaban moral
merupakan urusan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga pelanggaran
moral ada kemungkinan dapat dimaafkan atau diampuni.

c. Aspek Psikologis
Maksud dari aspek psikologis di sini merupakan adanya kecenderungan
mendesak (impulsive) ke arah perbuatan yang secara instingtif baik. Dalam hal ini
terdapat dua jenis instingtif baik, yaitu: kecenderungan antesedentif dan
kecenderungan konsekuentif. Jenis pertama, terjadi pada awal perbuatan manusia
yang termasuk kategori actus hominis. Dalam perbuatan ini, manusia dibebaskan
dari rasa bertanggungjawab. Sedangkan jenis yang kedua, terjadi pada perbuatan
manusia yang termasuk dalam kategori actus humanis. Kecenderungan ini muncul
karena memang dikehendaki pelakunya.

d. Rasa Takut
Rasa takut dapat berupa gejolak emosi karena suatu kondisi tertentu. Perbuatan
yang dilakukan karena takut biasanya terbebas dari pertanggungjawabannya. Oleh
karena dalam kondisi itu, manusia pada dasarnya tidak bebas. Demikian juga dengan
perbuatan-perbuatan lainnya, seperti terpaksa berbuat sesuatu karena ada ancaman,
intimidasi atau tekanan mental yang menyebabkan seseorang dapat berbuat sesuatu
diluar kehendak dan kemauan bebasnya. Walaupun demikian pertanggungjawaban
tetap dapat dikenakan ketika seseorang dalam kondisi terancam, seperti masih mampu
untuk berteriak meminta pertolongan orang lain.

3
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
e. Kekerasan

Kekerasan atau lebih tegas lagi dikatakan sebagai pemaksaan kehendak


merupakan paksaan lahiriah yang mengharuskan seseorang berbuat sesuatu di luar
atau bertentangan dengan kemauan bebasnya. Misalnya, dalam suatu aksi
perampokan bank dimana direktur dibawah ancaman pistol dan kassirnya dibawah
ancaman golok diminta untuk membuka lemari besi tempat menyimpan uang serta
karyawan lainnya dibawah ancaman perampok untuk tidak berteriak meminta
pertolongan orang lain atau aparat keamanan, sehingga dalam kondisi semacam itu,
para korban dibebaskan dari rasa bertanggungjawab atas perbuatan yang mereka telah
lakukan.

f. Kebebasan
Kebebasan merupakan faktor yang terpenting dalam mempengaruhi
pertanggungjawaban manusia. Konsep kebebasan ini dalam pengertian klasik adalah
keberadaan untuk memilih antara dua alternatif, yaitu memilih untuk berbuat atau
memilih untuk tidak berbuat. Ketika kita menggali lebih dalam mengenai
implementasi kebebasan manusia dalam kenyataan hidup sehari - hari, maka dapat
memunculkan pertanyaan benarkah manusia bebas untuk memilih. 3 Di satu pihak di
mana - mana manusia “terbelenggu” oleh keadaan atau kondisi lingkungan yang
setidak-tidaknya mempengaruhi kebebasannya untuk menentukan kehendak dan
perbuatannya. Namun dipihak lain manusia sesuai kodratnya, mampu untuk
menentukan pilihan terhadap perbuatannya sendiri dan membatasi diri dari pengaruh
lingkungannya.
Untuk memecahkan persoalan yang tampak kontradiktif ini, kita dapat melihat dari
dua aliran pendapat berikut ini: 4

3
E. Sumaryono, Ibid, hlm. 18.
4
E. Sumaryono, Ibid, hlm. 18 – 19.

4
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
(1) Aliran Determinisme, merupakan aliran pemikiran yang menyatakan bahwa
manusia memang tidak mempunyai daya pilih, jadi tidak memiliki kehendak
bebas. Sehingga sebagaimanapun kompleksnya tindakan manusia dapat
diperhitungkan sebelumnya, yaitu apabila orang mengingat dan mengetahui apa
saja yang dapat mempengaruhi perbuatannya;
(2) Aliran Indeterminisme, merupakan aliran pemikiran yang sebaliknya dari
determinisme dan aliran ini menyatakan bahwa manusia dalam berbuat tidak
semata-mata tertentukan. Keberadaan aliran ini tidak menyangkal adanya sebab-
musebab sebuah perbuatan yang dilakukan, namun betapapun banyaknya
pengaruh dan dorongan yang datang dari luar diri manusia, tidak semuanya
mengharuskan manusia berbuat begini atau begitu. Manusia tetap memiliki
kebebasan untuk memilih bahkan manusia mampu untuk mengubah situasi dan
kondisi lingkungannya. Karena indeterminisme mengakui adanya kehendak
bebas dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan.

Tujuan Perkuliahan:
2. Pengertian Etiak dan Pendapat Para Ahli Tentang Etika

a. Pengertian Etika
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti; ilmu
tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup dalam
masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral; kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara etimologis etika
berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak dan
watak serta perasaan dan sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara
tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. Aristoles, filsuf pertama yang
menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks ini

5
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana mencapai hidup yang baik itu,
yakni hidup yang bermutu atau bermakna ketika manusia mencapai apa yang menjadi
tujuan hidupnya. Menurut Aristoteles meraih apa yang menjadi tujuan hidupnya
berarti manusia itu mencapai dirinya sepenuh-penuhnya. Manusia ingin meraih apa
yang disebut nilai (value) dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia adalah
kebahagiaan (eudaimonia). Perilaku menjadi obyek pembahasan etika karena dalam
perilaku manusia menampakkan berbagai model pilihan atau keputusan yang masuk
dalam standar penilaian atau evaluasi, apakah perilaku itu mengandung kemanfaatan
atau kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Dalam Kamus Bahasa Inggris, Ethos diartikan sebagai jiwa khas suatu
bangsa. Jadi Etika adalah pola pikir dan sikap perilaku yang dinyatakan secara tegas
mana yang baik dan benar, mana yang benar dan salah serta mana yang kontribusi
dan korupsi dan mana yang sopan serta tidak sopan dan mana yang patut atau tidak
patut. Etika bersumber dari nilai-nilai ajaran agama yang bersifat universal dan nilai-
nilai yang tercermin dari kepribadian serta budaya bangsa yang tercakup di dalam
Pancasila (Etika Indonesia). Sedangkan Profesi adalah suatu pekerjaan tetap yang
dilakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dihayatinya
sebagai panggilan hidup yang terikat, baik pada etika yang umum maupun pada etika
yang bersifat khusus (etika profesi). Dan Hukum adalah seperangkat norma/kaidah
yang merupakan petunjuk atau pedoman tentang bagaimana seseorang melakukan
kegiatan atau berbuat dan bertingka laku di dalam pergaulan hidup bersama.

b. Pendapat Para Ahli Tentang Etika

Menurut Bertens, terdapat tiga arti Etika yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1) Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia
orang Jawa, Etika agama Budha dan lainya;

6
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
(2) Etika dipakai dalam arti kumpulan azas atau nilai moral;
(3) Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti Etika di
sini sama dengan filsafat moral;
Di samping itu, 5 Urgensi Etika menurut Aristoteles, yang menyatakan bahwa
urgensi etika mendapat tempat dalam pembahasan utama, yang terbukti dalam
tulisannya tentang “Ethika Nicomachela”. Beliau berpendapat tentang tata pergaulan
dan penghargaan seorang manusia, yang tidak didasarkan pada egoisme atau
kepentingan individual, akan tetapi didasarkan pada hal-hal yang altruistik, yaitu
memperhatikan orang lain.
6
Pandangan Aristoteles ini, jelas menunjukan bahwa urgensi etika berkaitan
dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan kehidupan orang lain. Dengan
berpegang pada etika, manusia tidak terseret pada pola hidup yang mementingkan
kepentingan diri pribadinya (egoism) dan ambisi-ambisinya, tetapi dapat hidup
sebagai “zoon politicon”. Dengan beretika, kehidupan manusia menjadi bermakna,
jauh dari keinginan untuk melakukan perusakan dan kekacauan-kekacauan.
Selain itu, 7
Napoleon Bonaparte, mengingatkan bahwa di tengah masyarakat
yang serba kacau, hanya kaum bajinganlah yang bisa memperoleh keuntungan
besar. Sementara menurut Paul Scholten, moral (etika) itu pengaturan perbuatan
manusia sebagai manusia, ditinjau dari segi baik buruknya, dipandang dari
hubungannya dengan tujuan akhir hidup manusia berdasarkan hukum kodrati.
Dan dalam hubungan etika dengan hukum menurut pendapat Paul Scholten di atas
menunjukkan bahwa titik temu antara etika dan hukum terletak pada muatan
substansinya yang mengatur tentang perilaku manusia. Apa yang dilakukan manusia
selalu mendapat koreksi dari ketentuan hukum dan etika yang menentukannya.

5
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
6
Abdul Wahid dan Moh. Muhibbin, Etika Profesi Hukum, (Rekonstruksi Citra Peradilan di
Indonesia)
7
Bambang S., Makalah dalam Seminar Regional “Etika Hidup berbangsa, Sesulit mencari
Jarum dalam Lautan”, Malang, 12 Mei 2006, hlm. 2

7
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
Ada keharusan, perintah dan larangan serta sanksinya. Dan menurut pendapat Von
Savigny dalam Madzhab sejarah secara tidak langsung menunjukan keterkaitan antara
hukum dengan etika. Beliau mengatakan bahwa hukum itu harus dipandang sebagai
suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani suatu bangsa. Selalu ada suatu hubungan
yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa. Apa yang dinilai dan
dijadikan ideologi suatu bangsa sebagai pandangan, tata aturan atau kaidah-kaidah
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka hal itu dapat disebut sebagai bagian
dari “jiwa bangsa”.

Tujuan Perkuliahan:
3. Sifat dan Fungsi Etika

Di era modernisasi dengan segala kecanggihan yang membawa perubahan dan


pengaruh terhadap nilai-nilai moral, adanya berbagai pandangan ideologi yang
menawarkan untuk menjadi penuntun hidup tentang bagaimana harus hidup,
bertindak dan tentunya kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga
dalam bidang moral sehingga membuat kita bingung atau ambigu harus mengikuti
8
moralitas yang mana, untuk itu sampailah pada suatu fungsi utama etika, yaitu
untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan
moralitas yang membingungkan.

Etika juga mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:

Fungsi etika dalam tingkah laku, yaitu: 9

(a) Sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dapat mengelolah kehidupan
agar tidak mencapai kehidupan yang tragis;

8
Frans Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, PT. Kanisius,
Yogyakarta, 1991, hlm. 15.
9
Mardani, Etika Profesi Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Depok, 2017, hlm. 5.

8
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
(b) Membantu manusia mencapai orientasi kritis dalam berhadapan dengan
kehidupan masyarakat yang pluralistik termasuk dalam bidang moralitas.10

Fungsi etika terhadap Agama, yaitu:

(a) Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moralitas agama,
seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini bukan itu;
(b) Etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang seakan - akan
saling bertentangan;
(c) Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-
masalah baru dalam kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan
euthanasia yaitu tindakan mengakhiri hidup orang lain dengan alasan kasian

C. UJI PEMAHAMAN MATERI


1. Mengapa manusia disebut sebagai makluk yang berbudaya ?
2. Buatlah bagan / ragaan yang menggambarkan hubungan antara
Nilai–Norma–Moral–Etika dalam sikap dan prilaku manusia,
kemudian narasikan bagan /ragaan itu dalam hubungan dengan sikap
dan prilaku manusia ?
3. Bagaimana tindakan penegakkan hukum yang berdimensi
pelanggaran disiplin dan pelanggaran Etika namun memenuhi unsur
pelanggaran pidana ?

10
Darji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok- Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2006, hlm. 263-264.

9
Etika Profesi
Universitas Pamulang S1 Ilmu Hukum
D. DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid dan Moh. Muhibbin, Etika Profesi Hukum, (Rekonstruksi Citra
Peradilan di Indonesia).
Bambang S., Makalah dalam Seminar Regional “Etika Hidup berbangsa, Sesulit
mencari Jarum dalam Lautan”, Malang, 12 Mei 2006.
Darji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok- Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2006.
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum – Norma-Norma Bagi Penegakan Hukum, PT.
Kanisius, Yogyakartya, 1995.
Frans Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, PT.
Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Mardani, Etika Profesi Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Depok, 2017.
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994.

10
Etika Profesi

Anda mungkin juga menyukai