Anda di halaman 1dari 6

1.

Pendahuluan

Psikologi lingkungan adalah cabang psikologi yang mempelajari hubungan antara lingkungan fisik
dan perilaku manusia. Interaksi antara orang dengan lingkungannya dimulai dengan persepsi (psikis),
stimulasi (fisik-organik), dan efek (lingkungan). Ketiga komponen tersebut menjadi input dan
terintegrasi baik pada manusia maupun sistem lingkungan yang beragam. Perilaku lingkungan
merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari dalam bidang psikologi lingkungan.

Saat kita membandingkan perilaku manusia dengan lingkungannya, kita akan melihat pola
perilaku yang menunjukkan bagaimana manusia berbeda dari spesies makhluk lain yang hidup di
habitat yang sama. Manusia memiliki kemampuan untuk memberi makna pada lingkungannya.
Orang juga dapat membangun lingkungan mereka sendiri dalam imajinasi mereka. Manusia
membawa struktur ke dunia mereka melalui kemampuan kognitif yang tidak dimiliki oleh makhluk
lain. Orang-orang telah lama berusaha untuk hidup selaras dengan lingkungannya.

Struktur lingkungan manusia mengambil bentuk representasi mental (mental-representation)


dari lingkungan. Akibatnya, struktur lingkungan menjadi lebih subyektif. Jika subjektivitas ini
menyangkut banyak individu, dikatakan bahwa lingkungan memiliki makna budaya.

Interaksi manusia-lingkungan dapat disesuaikan dengan orientasi sosial, yang mendorong


perilaku sosial dalam konteks lingkungan. Perilaku ini dapat berbentuk agosentris, di mana individu
hanya mengandalkan sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Perilaku ini bisa menjadi
holosentris, dalam hal ini sesuai dengan gagasan timbal balik. Terdapat makna ruang/spasial dalam
orientasi sosial yang terdiri dari empat bagian (Altman, 1975), yaitu ruang privat, personal space,
ruang teritorial, dan crowding. Tulisan ini akan membahas personal space dan teritorial. Kajian ini
dibagi menjadi beberapa sub-pembahasan, yaitu konsep dan teori tentang ruang dan teritori
personal, temuan jurnal, dan hasil analisis wawancara yang dikaitkan dengan ruang dan teritori
personal.

2. Konsep dan Teori tentang Personal space dan Territory


2.1. Definisi Personal space

Personal space mengatur seberapa dekat kita terlibat dengan orang lain, bepergian bersama
kita, dan meluas bergantung pada situasinya. Individu secara konstan menjadi pusat personal
spacenya. Territory adalah aktivitas berbasis kelompok, sedangkan personal space lebih merupakan
proses individu.

Menurut Robert Sommer (Halim, 2005), personal space adalah seperti gelembung atau bola
yang tidak terlihat yang mengelilingi dan membawa organisme dan berada di antara dirinya dan
orang lain, khususnya zona penyangga atau jarak yang tidak terbagi antara orang dan orang lain.
Personal space individu bersifat dinamis, dan dimensinya dapat bergeser; jika orang lain memasuki
area tersebut, hal itu menyebabkan stres dan kegelisahan.

Kualitas individu seperti kepribadian, suasana hati (mood), jenis kelamin, dan usia, serta norma
dalam masyarakat dan nilai-nilai budaya yang terkait dengan berbagai situasi lingkungan fisik,
memiliki dampak yang signifikan terhadap personal space seseorang. Saat laki-laki menghabiskan
waktu dengan laki-laki, personal spacenya lebih luas daripada saat dia berkencan dengan wanita.

Personal space biasanya meningkat seiring bertambahnya usia, namun berkurang pada usia
tertentu. Di sekolah dasar Amerika, anak-anak dari etnis yang sama memiliki lebih banyak personal
space daripada anak-anak dari etnis yang berbeda.
2.2. Teori personal space

Selain psikologi, biologi, antropologi, dan arsitektur semuanya berkontribusi pada pemahaman
personal space, yang awalnya dikemukakan oleh Katz (1937). Untuk mencegah rangsangan
berlebihan, sesuai dengan kebutuhan subjektif setiap orang, kami menjaga personal space antara
diri sendiri dan orang lain. Menurut Scott (Halim, 2005), kita akan mengalami rangsangan sosial atau
fisik yang berlebihan jika kita berada di dekat individu lain. Kami mempertahankan personal space
kami untuk mencegah berbagai tekanan yang terkait dengan terlalu dekat. Menurut teori kendala-
perilaku (behavior-constraint), menjaga personal space sangat penting untuk membatasi
kemampuan orang lain untuk bertindak bebas ketika mereka terlalu dekat dengan kita.

Personal space dipandang sebagai salah satu bentuk komunikasi nonverbal oleh antropolog
Edward T. Hall (Halim, 2005). Dia mengklaim bahwa jumlah dan jenis rangsangan yang dibagikan
tergantung pada jarak antar orang. Jarak juga mempengaruhi bagaimana orang berinteraksi satu
sama lain dan bagaimana aktivasi dilakukan.

Menurut Altman (Halim, 2005), privasi adalah proses batas antar pribadi yang melaluinya orang
mengendalikan interaksi dengan orang lain. Personal space dipandang sebagai sarana untuk
membangun batas-batas untuk mencapai tingkat privasi pribadi yang sesuai. Orang-orang
memutuskan berapa banyak privasi yang mereka inginkan agar konsisten mengingat personal space
yang sangat luas. Konsekuensi negatif dapat terjadi akibat kegagalan menerapkan batasan ini.

Ketika semua ide ini digabungkan, personal space dapat dilihat sebagai sistem untuk
membangun batas-batas antarpribadi yang melayani dua tujuan dasar. Peran protektif sebagai garis
pertahanan terhadap potensi bahaya emosional dan fisik, dan kemudian fungsi komunikasi. Saluran
komunikasi sensorik mana yang paling penting dan akan digunakan dalam hubungan kita bergantung
pada jarak yang kita jaga dari orang lain.

2.3. Penelitian personal space

Bagian ini akan membahas berbagai temuan studi, dimulai dengan studi tentang interaksi antara
elemen situasional dan personal space, kemudian dampak karakteristik individu terhadap perilaku
spasial, dan terakhir pengaruh faktor fisik terhadap karakter interpersonal.

a. Faktor situasional

Dampak ketertarikan antara orang-orang yang memiliki sifat interpersonal yang sama pada
banyak dimensi (seperti usia, ras, dan jenis kelamin) dalam konteks interaksi interpersonal perilaku
spasial telah diselidiki secara eksperimental dengan menggunakan faktor situasional. Studi-studi ini
telah menemukan sejumlah faktor yang konsisten, termasuk yang berikut ini.

Ketertarikan (Attraction). Salah satu topik yang sangat menarik untuk diteliti adalah,
bagaimana ketertarikan antara orang yang berinteraksi mengubah ukuran dan jarak antarpribadi?
Keinginan seorang kekasih untuk dekat secara fisik dengan seseorang yang jauh darinya merupakan
motif umum dalam lagu-lagu cinta. Keinginan untuk dekat secara fisik dengan seseorang meningkat
seiring dengan intensitas ketertarikannya, namun hubungan antara kasih sayang dan personal space
lebih bernuansa dan juga bergantung pada jenis kelamin orang yang terlibat.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketika pria dan wanita bertemu, ketertarikan yang
meningkat berhubungan dengan keintiman fisik. Penelitian Byrne, memengaruhi daya tarik dengan
mencampurkan pria dan wanita dengan karakteristik serupa dan kontras pada kencan singkat.
Menurut studi psikologi sosial, orang dengan kepribadian yang mirip lebih tertarik satu sama lain
daripada sebaliknya. Ketika pasangan kembali dari kencan mereka, para peneliti memeriksa tingkat
ketertarikan serta jarak antara mereka saat mereka berdiri di depan tempat kerja mereka. Pasangan
dengan kepribadian yang mirip berdiri lebih dekat daripada pasangan dengan kepribadian yang
berlawanan. Studi lebih lanjut sedang dilakukan untuk mengetahui apakah ketertarikan, kedekatan
dengan lawan jenis terjadi ketika pria mendekati wanita atau sebaliknya.

Kesamaan (Similarity). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang-orang yang


memiliki usia, ras, subkultur, agama, orientasi seksual, dan status yang sama mempertahankan jarak
yang lebih ketat daripada mereka yang tidak. Salah satu contohnya adalah di militer, di mana
berkomunikasi dengan atasan berbeda dengan berinteraksi dengan kenalan dengan pangkat yang
sama; semakin banyak kesamaan, semakin kecil kesenjangan interpersonal.

Alasan mengapa kesamaan dan ketertarikan mengarah pada jarak antarpribadi yang lebih
dekat adalah karena salah satu fungsi personal space adalah perlindungan terhadap ancaman,
sehingga orang lebih bersedia untuk berinteraksi dalam jarak yang lebih dekat dengan orang lain
yang berkarakter sama daripada mereka yang tidak memilikinya. karakter yang sama, karena orang
lebih mau berinteraksi lebih dekat dengan orang yang tidak memiliki karakter yang sama. Individu
percaya bahwa dia lebih mampu mengenali situasi orang lain yang serupa dengan dirinya.

Jenis Interaksi. Orang yang menerima umpan balik negatif tentang kinerjanya dalam suatu
kelompok akan menjauhkan diri dari kelompok tersebut dibandingkan sebaliknya. Dapat disimpulkan
bahwa situasi negatif akan menyebabkan orang mengarah pada jarak yang lebih jauh. Hal ini
berkaitan dengan kualitas hubungan interpersonal dimana topiknya menyenangkan atau tidak
menyenangkan.

b. Faktor Perbedaan Individual

Personal space ditentukan oleh faktor situasional, seperti perbedaan individu yang
mencerminkan pengalaman belajar. Misalnya, budaya, norma, dan nilai seseorang akan
memengaruhi apakah mereka yakin penting untuk berkomunikasi dengan melakukan kontak mata,
dan fungsi perlindungan akan memengaruhi nilai yang mereka pegang sehubungan dengan ukuran
mereka. area yang diperlukan untuk mempertahankan diri dari bahaya.

Faktor Budaya dan Ras. Orang-orang yang dibesarkan dalam berbagai budaya akan memiliki
berbagai pengalaman pendidikan. Perbedaan antara kelompok subkultur dalam budaya besar adalah
contoh perbedaan antar budaya dalam jarak antarpribadi. Pengelompokan budaya terlibat dengan
anggota subkultur mereka pada jarak yang lebih jauh daripada non-anggota.

Perbedaan Jenis Kelamin. Pria dan wanita menunjukkan perilaku spasial yang bervariasi
terhadap orang yang mereka sukai dan tidak sukai, wanita terlibat dengan orang yang mereka sukai
dari jarak yang lebih dekat, sementara pria tidak berbeda secara geografis sebagai fungsi daya tarik.
Pasangan wanita dan wanita menjaga jarak interpersonal yang lebih dekat dengan orang lain yang
berjenis kelamin sama daripada pasangan pria dan pria. Kesimpulan ini mencerminkan fakta bahwa
sosialisasi perempuan lebih bersifat afiliatif dan melibatkan kedekatan nonverbal yang lebih besar.

Faktor Kepribadian. Duke dan Nowicki mengilustrasikan bahwa ada variasi dalam personal
space berdasarkan konsepsi internal dan eksternal, dan mereka mengklaim bahwa perilaku spasial
dapat mencerminkan pengalaman belajar. Dalam penelitian yang membandingkan seseorang
dengan skizofrenia dengan seseorang yang normal, terlihat bahwa orang dengan skizofrenia
membutuhkan lebih banyak ruang. Juga ditemukan bahwa mereka yang gugup mempertahankan
lebih banyak personal space daripada mereka yang tidak cemas.
c. Faktor Fisikal Ruangan

Menurut penelitian, ada berbagai variabel fisik yang mempengaruhi ruang interpersonal.
Pertama-tama, berbagai karakteristik arsitektur berdampak pada personal space. Savinar
menemukan bahwa ketika ketinggian langit-langit rendah, laki-laki membutuhkan lebih banyak
ruang daripada ketika ketinggian langit-langit tinggi. Menurut White (Halim, 2005), personal space
tumbuh seiring berkurangnya ukuran ruangan.

Menurut Gergen dan Bartong (Halim, 2005), kita lebih mungkin untuk menyentuh individu
lain dalam keadaan gelap daripada dalam keadaan pencahayaan yang lebih tinggi. Selain ciri
arsitektural, posisi orang-orang di dalam ruangan, baik duduk maupun berdiri, baik di dalam maupun
di luar ruangan, berpengaruh terhadap personal space. Mengenai posisi di dalam ruangan, beberapa
penelitian menemukan bahwa orang menunjukkan personal space yang lebih besar saat berada di
sudut ruangan daripada di tengah ruangan, berdasarkan berbagai populasi subjek. Selain itu,
ternyata saat kita berdiri kita menjaga jarak lebih dekat dibandingkan saat kita duduk. Ketika mereka
tahu mereka bisa mencegahnya, kebanyakan orang merasa nyaman dengan sedikit personal space.

2.4. Efek dari Menginvasi (Mendekati) Ruang Personal Orang Lain


a. Individu yang didekati mungkin menunjukkan perilaku menghindar.
b. Sebagai reaksi, individu yang didekati mungkin mengalami stres sebagai akibat dari gairah
fisiologis.
c. Menurunkan kemampuan memproses informasi pada orang terinvasi, misalnya saat
membaca buku di perpustakaan lalu ada orang yang mendekat, seringkali orang terinvasi
akan terganggu dalam memproses informasi dari buku yang sedang dibaca.
d. Menurut hasil penelitian tertentu, terdapat perbedaan jenis efek kelamin dimana
perempuan lebih merespon negatif terhadap posisi yang berada di bawahnya sedangkan
laki-laki merespon lebih negatif terhadap posisi yang berada di atasnya. Sepanjang proses
sosialisasi, pria terasa lebih kompetitif daripada wanita.
e. Bagi mereka yang menginvasi, memasuki personal space orang lain juga dapat diartikan
sebagai situasi yang berpotensi membahayakan ruang orang itu sendiri yang ingin mereka
hindari dengan cara apa pun.

Ternyata, selain jarak pribadi dengan orang, pengelompokan juga memiliki jarak pribadi
dengan kelompok lain. Ketika wilayah mereka terganggu, kelompok juga akan mengembangkan
respon kompensasi berupa penghindaran. Mereka bahkan mungkin bergerak pada waktu yang
sama. Ini menunjukkan bahwa grup akan mempertahankan personal space meskipun sedang
didekati.

2.5. Territoriality

Teritorial adalah konsep yang sangat mirip dengan personal space; itu adalah mekanisme
"tunggal" yang mengatur perilaku antarpribadi dengan karakteristik khusus yang unik untuk setiap
individu. Personal space, di sisi lain, adalah ruang yang tidak terlihat, dapat didefinisikan oleh
individu, berpusat pada orang, dan menentukan siapa yang akan berhubungan dengan mereka,
sedangkan wilayah, yang akan kami gunakan untuk makalah ini, adalah a ruang yang dapat dilihat
dengan jelas, tidak berubah, biasanya terfokus pada rumah, dan menentukan siapa yang akan
berhubungan dengan mereka (Sommer dalam Bell, et al., 1996). Wilayah dapat dipandang sebagai
lokasi yang dimiliki, dikuasai, atau dikelola oleh satu orang, beberapa orang, atau keduanya. Selain
itu, wilayah juga berfungsi sebagai “kendaraan” untuk menjalin hubungan antar individu dan
kelompok, sebagai sarana untuk menentukan identitas setiap orang. Ini juga dapat dikaitkan dengan
perasaan berharga atau keterikatan terhadap ruang tertentu.

Istilah "teritorial" sendiri sulit untuk didefinisikan dan sarat dengan perdebatan di kalangan
akademisi. Menurut Bell (1996), yang mendefinisikan "teritorial" dalam kaitannya dengan "arus
utama", teritorialitas manusia dapat dilihat sebagai seperangkat tujuan dan persepsi untuk individu
atau kelompok orang tergantung pada rasa kepemilikan ruang fisik. Rasa kepemilikan dalam hal ini
mungkin berlaku untuk apa pun yang jelas dimiliki (seperti rumah) atau kendali di ruangan tertentu
(seperti kantor, dapat dikontrol tetapi tidak dimiliki). Gifford, dkk (2010) lebih lanjut mendefinisikan
teritorialitas dalam hubungannya dengan manusia sebagai proses negosiasi dan wawasan yang
terkait dengan kontrol damai secara umum atas ruang fisik, objek, dan gagasan. Menurut Lalu
Holahan (dalam Latifadila, dkk., 2014), teritorial hanyalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu tempat yang ditempati oleh orang lain dan tunduk pada hukumnya dan
pertahanan diri dari orang lain.

Ada tiga jenis wilayah yang digunakan manusia, menurut Altman dan rekan (1975), yaitu:

1. Primary Territory

Wilayah yang paling signifikan. Rasa kepemilikan yang tinggi dan milik seseorang atau
kelompok. Selain itu, wilayah tersebut sepenuhnya berada di bawah kendali pemilik, membuat invasi
menjadi berbahaya. Contoh: rumah atau kamar.

2. Secondary Territory

Sering dimanfaatkan oleh individu atau kelompok tetapi tidak dimiliki oleh mereka; mereka
berbagi ruang dengan orang lain. Ada rasa memiliki yang sederhana terhadap lokasi yang merupakan
bagian dari wilayah sekunder. Orang-orang yang tinggal di sana dianggap sebagai salah satu dari
beberapa pengguna yang memenuhi syarat yang dapat menempati ruang tersebut. dapat agak
disesuaikan untuk penduduk sepanjang kerangka waktu hukum. Contoh: ruang kelas, kantin,
perpustakaan (di mana dia biasanya menempati lokasi tersebut).

Goffman secara khusus membedakan tiga jenis wilayah tambahan:

a. Stalls: Hotel, losmen, dan ruang kuliah adalah contoh objek teritorial yang ditentukan
dengan jadwal tertentu.
b. Turns: Telepon umum dan tiket bioskop adalah contoh setting yang menekankan intensitas
giliran (antrean) lebih cepat.
c. Use-space: Museum, lapangan tembak, dan arena pacuan kuda adalah contoh wilayah
umum (kelompok tertentu).

3. Public Territory

Bukan milik seseorang atau kelompok. Rasa kepemilikan daerah rendah. Sangat sulit untuk
menguasai daerah tersebut. Area yang menjadi bagian dari domain publik juga digunakan dan dihuni
oleh sebanyak mungkin orang. Ragi memiliki kendali atas ruang, dan setiap orang memiliki hak yang
sama di area atau ruang tersebut. Pantai, mal, taman, dan ruang tunggu adalah beberapa
contohnya.

2.6. Fungsi dari Territoriality


1. Sebagai “organizers” dalam berbagai dimensi, seperti membuat “peta” berbagai jenis
perilaku, mampu memprediksi kemana kita akan pergi, siapa yang akan kita temui, apa
status mereka, dan lain-lain.
2. Membantu dalam mengatur dan merencanakan kehidupan kita sehari-hari.
3. Membantu dalam pengorganisasian yang terkait dengan peran sosial.

Intinya, ruang spesifik menentukan bagaimana wilayah "mengatur sesuatu" dan cara kerjanya.
Ilustrasinya adalah bagaimana kamar tidur diatur untuk memungkinkan keintiman, tempat yang
cocok untuk menyendiri, dan ekspresi identitas pribadi. Ilustrasi lainnya adalah ruang publik dengan
mekanisme jarak antarpribadi, seperti perpustakaan, dimana territory telah mengatur ruang
tersebut.

Austin, Daniel; Cross, Robin M; Hayes, Tamara; Kaye, Jeffrey. (2014). Regularity and Predictability of
Human Mobility in Personal Space. Scholarly Journals. 9(2).

Bell, P.A., Greene, T.C., Fisher, J.D., & Baum, A. (1996). Environmental Psychology 4ed. USA: Harcourt
College Publishers.

Gifford, R., Steg, L., Reser, J.P. (2010). Handbook of Applied Psychology. IAAP.

Halim, D. (2005). Psikologi Arsitektur. Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta: PT Grasindo.

Kennedy, Gläscher , Tyszka & Adolphs. (2009). Personal space regulation by the human amygdala.
Nature Neuroscience. 12 (10), 1226-1227.

Latifadila, Z.S., Dzuharyadi, A., Rakasiwi, J., Aisyah, N. (2014). Theories of Social Psychology, Chapter
6 dan Chapter 12. Paper tidak dipublikasikan

Nassiri, Powell & Moore. (2010). Human interactions and personal space in collaborative virtual
environments. Springer. 14, 229 – 240.

Setiawan, A. (2005). Fenomena Kawasan Permukiman yang Individualis. SMARtek. 3 (2), 113 – 124.

Van Efferink, L. (2015). David Storey: Territories, Landscapes, Spaces, Places, States, Borderless
World. Retrieved from exploringgeopolitics.org/

Anda mungkin juga menyukai