Anda di halaman 1dari 16

DAYA TARIK INTERPERSONAL

A. Pengertian Daya Tarik Interpersonal


Daya tarik interpersonal adalah suatu proses psikologis berfokus pada bagaimana
memelihara dan mengarahkan hubungan hal itu dipengaruhi oleh adanya kesukaan, yang
dilihat dari fisik, penampilan, perilaku, kompetensi, ketulusan sehingga dapat
memunculkan hubungan yang akan terjalin antara kedua belah pihak. Atkinson (2008)
daya tarik interpersonal yaitu sikap kita terhadap orang lain.
Baron dan Byrne menjelaskan bahwa daya tarik interpersonal adalah penilaian
seseorang terhadap sikap orang lain, di mana penilaian ini dapat diekspresikan melalui
suatu dimensi, dari strong liking sampai dengan strong dislike. Rakhmat mengungkapkan
bahwa Daya tarik interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif, dan daya
tarik seseorang. Barlund mengemukakan daya tarik interpersonal adalah ketertarikan
seseorang terhadap orang lain.
Byrne menjelaskan daya tarik interpersonal merupakan gabungan dari efek
keseluruhan interaksi di antara individu. Merujuk pada sikap seseorang terhadap orang
lain. Ketertarikan diekspresikan sepanjang suatu dimensi yang berkisar dari sangat suka
hingga sangat tidak suka (Baron dan Byrne, 2003).
Suatu proses berkenalan dengan orang lain, kemudian memberikan penilaian
terhadap orang tersebut, apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman kita
atau orang tersebut ternyata kurang sesuai, sehingga kita memilih untuk tidak melakukan
interaksi sama sekali (Sarlito dan Eko, 2009).
Brehm & Kassin mengartikan daya tarik interpersonal sebagai istilah yang
digunakan untuk merujuk secara khusus keinginan seseorang untuk mendekati orang lain.
Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan Brigham yaitu kecenderungan seseorang
untuk menilai seseorang atau kelompok secara positif untuk mendekatinya dan
berperilaku positif padanya. Daya tarik interpersonal adalah penilaian seseorang terhadap
sikap orang lain. Ketika berkenalan dengan orang lain, sebenarnya melakukan penilaian
terhadap orang tersebut, apakah orang tersebut cukup sesuai untuk menjadi teman atau
orang tersebut kurang sesuai sehingga lebih memilih untuk tidak melakukan interaksi
sama sekali (Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2012)
Daya Tarik interpersonal mengacu pada sesuatu yang menarik dua orang
bersama-sama (Zanden, 1984). Dayakisni dan Hudaniyah mengartikan daya tarik
interpersonal adalah suatu proses bagaimana orang dapat saling tertarik, saling mengenal,
bagaimana ada gairah tarik menarik satu sama lain.
Pengertian para tokoh mengenai daya tarik interpersonal, maka dapat disimpulkan
bahwa daya tarik interpersonal adalah sikap kita terhadap orang lain dan suatu evaluasi
perasaan yang dibuat seseorang yang merujuk secara khusus keinginan seseorang untuk
mendekati orang lain berdasarkan kualitas positif yang dimiliki, dimana setiap individu
memiliki derajat perasaan tersendiri yang mungkin berbeda dengan individu lain.
B. Penyebab Ketertarikan
1. The Propinquity Effect (Efek kedekatan)
One of the simplest determinants of interpersonal attraction is propinquity
(dikenal juga dengan istilah proximity). Semakin sering kita melihat dan berinteraksi
dengan sesorang, semakin besar kemungkinan orang itu menjadi sahabat kita.
RISET : Tim Psikologi Sosial (Leon Festinger, Stanley Schachter dan Kurt Back)
Apartemen ini memiliki 17 bangunan terpisah dua lantai, masingmasing memiliki 10
apartemen. Penghuni apartemen adalah mahasiswa MIT yang telah berkeluarga.
Mereka menempati apartemen tsb secara acak, tidak memilih sendiri, sehingga tidak
saling mengenal pada awalnya. Para penghuni diminta menyebutkan 3 orang teman
dekatnya yang ada di sekitar tempat tinggalnya (apartemen).
Hasilnya menunjukkan adanya “propinquity effect”. Sebanyak 65% menyebutkan
sahabat yang tinggal dalam gedung yang sama, meskipun gedung yang lain tidak
jauh. Festinger dkk (1950) menunjukkan bahwa ketertarikan dan kedekatan
hubungan tidak hanya tergantung pada jarak fisik yang nyata, melainkan juga karena
‘jarak fungsional’. Jarak fungsional menunjuk pada aspek desain arsitektur yang
memungkinkan beberapa orang bertemu lebih sering.
2. Similarity (Kesamaan)
Para peneliti membedakan adanya dua jenis situasi sosial: situasi yang tertutup
(close-field situations), yaitu situasi yang mendorong orang untuk berinteraksi satu
sama lain atau situasi yang terbuka (open-field situations) yang mendukung
perkembangan hubungan, yaitu situasi dimana orang bebas untuk merinteraksi
maupun tidak, sesuai pilihan pribadi mereka.
a) Opini dan Kepribadian
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesamaan demografis, nilai-nilai, sikap,
dan kepribadian, merupakan hal yang menentukan ketertarikan untuk
mengembangkan hubungan lebih lanjut, menuju persahabatan ataupun hubungan
percintaan.
b) Minat dan Pengalaman
Berbagai riset menunjukkan bahwa kita cenderung menyukai orang yang memiliki
minat dan pengalaman yang sama. Misalnya, penelitian Kubitscheck dan Hallinan
(1998) mengenai pola persahabatan pada mahasiswa, mereka cenderung lebih
memilih teman yang memiliki pengalaman dan minat yang sama dengannya
dibanding yang berbeda.
c) Penampilan (Appearance)
Peneliti melakukan penelitian mengenai kesamaan fisik dan posisi tempat duduk,
hasilnya menemukan bahwa individu yang menggunakan kacamata, lebih sering
duduk bersebelahan dengan individu lain yang menggunakan kacamata
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kacamata.
d) Genetic
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Christakis dan Fowler (2014) menemukan
hal yang mengejutkan, bahwa individu berteman dengan individu lain yang
memiliki kesamaan DNA diantara mereka, bahkan dimiliki juga oleh orang tua
diatas mereka.
3. Reciprocal liking (Kesukaan timbal balik)
Individu semua merasa senang disukai. Hal ini cukup kuat menimbulkan
ketertarikan, tanpa harus ada kesamaan. Sebuah penelitian dimana partisipan
dipasangkan dengan orang yang belum dikenal sebelumnya, dan selanjutnya salah
satu diantaranya menerima pesan khusus: sebagian partisipan diberi pesan yang
meyakinkan dirinya bahwa mahasiswa pasangannya (dalam eksperimen)
menyukainya, dan sebagian partisipan lainnya diberi pesan yang meyakinkan dirinya
bahwa mahasiswa pasangannya tidak menyukainya.
Ketika kemudian pasangan tersebut diberi kesempatan untuk bertemu kembali,
saling bicara, menunjukkan hasil: individu yang yakin disukai pasangannya
berperilaku dengan cara yang lebih disukai pasangan (lebih membuka diri, lebih
sedikit ketidaksetujuan dalam mendiskusikan isu, hangat, dan lebih menyenangkan
dibanding dengan individu yang berpikir dirinya tidak disukai. Hasilnya, individu
yang yakin disukai pasangannya berperilaku dengan cara yang lebih disukai
pasangan (lebih membuka diri, lebih sedikit ketidaksetujuan dalam mendiskusikan
isu, hangat, dan lebih menyenangkan dibanding dengan individu yang berpikir
dirinya tidak disukai.
4. Physical Attractiveness
Selain kedekatan (propinquity), kesamaan, dan rasa suka timbal balik,
ketertarikan juga ditentukan oleh penampilan fisik. Daya tarik fisik merupakan hal
yang menentukan kesan pertama baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun
berbagai penelitian menunjukkan bahwa dibanding perempuan, laki-laki menilai
daya tarik fisik lebih penting.
Media massa telah mendikte kita untuk mendefinisikan apa yang disebut cantik
(beauty) dan tampan (handsome). Misalnya, dalam film atau buku anak-anak, tokoh
yang menjadi pahlawan perempuan, selalu digambarkan serupa: mungil, hidung
mancung, mata lebar, bibir yang indah, langsing, tubuh atletis, yang secara
keseluruhan seperti boneka-boneka barbie.
Cultural standar of beauty (Standar budaya mengenai keindahan)
Persepsi mengenai wajah cantik dan tampan antar berbagai budaya apakah sama?
Hasil penelitian lebih lanjut oleh Cunningham (1995) maupun beberapa penelitian
lain memberikan jawaban ‟ ya‟, bahwa dalam berbagai budaya terdapat kesamaan
persepsi mengenai kriteria cantik dan tampan.
The power of familiarity
Salah satu variabel yang menentukan ketertarikan adalah familiaritas. Hal ini
perlu dicatat sebagai hal yang menentukan ketika partisipan memberikan rating
terhadap sekumpulan foto wajah. Mereka memilih satu wajah yang nampak secara
tipikal, familiar, dan menarik secara fisik.
Assumptions about attractive people (Asumsi mengenai orang yang menarik)
Orang cenderung memberikan atribut kualitas yang positif (yg tidak ada
hubungannya dengan apa yang dilihat) terhadap orang yang nampak cantik atau
tampan. Hal ini disebut juga sebagai streotip “apa yang baik dari keindahan”. Self-
fulfilling prophecy yaitu cara kita memperlakukan seseorang mempengaruhi
bagaimana ia berperilaku dan juga bagaimana ia mempersepsikan dirinya.
C. Teori-Teori Ketertarikan Interpersonal
1. Social Exchange Theory
Pendekatan dalam teori pertukaran sosial atau social exchange theory ini
berasumsi bahwa penghargaan hanya dapat ditemukan dalam interaksi sosial.
Teoretisi pertukaran melihat kesamaan antara interaksi sosial dengan transaksi
ekonomi atau transaksi pasar, yaitu harapan bahwa manfaat yang diberikan akan
menghasilkan keuntungan. Ada penekanan pada hubungan timbal balik meskipun
dasar pertukaran tetaplah perhitungan dan melibatkan sedikit kepercayaan atau
moralitas. Pendekatan ini termasuk yang mengawali teori pilihan rasional (Rational
Choice Theory). Teori ini berkaitan dengan interaksi timbal balik yang melibatkan
kelompok dan orang yang bertukar item nilai sosial dan simbolis yang
menguntungkan mereka. Teori ini pada awalnya dikembangkan dari kajian sosiologi
awal terhadap sumber solidaritas sosial; teori ini juga dielaborasi ilmu sosial Anglo-
Amerika sebagai dasar untuk meneliti diferensiasi kekuasaan di dalam relasi sosial.
Satu sifat dari sistem teori yang dikembangkan di sini adalah kehematan. Pelaku
terhubungkan dengan sumber-sumber (dan terhubung secara tak langsung satu sama
lain) hanya melalui dua hubungan kuasa mereka atas sumber-sumber dan
kepentingan mereka terhadap sumber-sumber itu. Pelaku memiliki prinsip tunggal
tindakan yaitu bertindak untuk memaksimalkan realisasi kepentingan mereka.
Tindakan itu bisa berupa sekedar pemenuhan, untuk merealisasikan kepentingan si
pelaku; jika bukan begitu, memaksimalkan prinsip itu seringkali mengarah pada satu
jenis tindakan-pertukaran kuasa (atau hak untuk menguasai) atas sumber-sumber atau
peristiwa-perisstiwa. Namun dalam beberapa situasi, ia bisa mengarah pada
pemasrahan unilateral kuasa (atau hak untuk menguasai) kepada pelaku lain.
Pertukaran sosial sudah melekat dalam seluruh kehidupan sosial. Bahkan,
sebagian teoritisi sosial, misal Homans dan Blau, menyusun teori-teori sosial yang
pada prinsipnya berpijak pada proses pertukaran semacam ini Homans membangun
teori pertukarannya pada landasan konsep konsep dan prinsip-prinsip yang diambil
dari psikologi perilaku behavioral psychology dan ekonomi dasar.
 Dari psikologi perilaku diambil suatu gambaran mengenai perilaku manusia
yang dibentuk oleh hal-hal yang memperkuat atau yang memberikannya
dukungan yang berbeda-beda.
 Dari ekonomi dasar homans mengambil konsep-konsep seperti biaya (cost),
imbalan (reward), dan keuntungan (profit).

Gambaran dasar mengenai perilaku manusia yang diberikan oleh ilmu ekonomi
adalah bahwa manusia terus-menerus terlibat dalam memilih diantara perilaku-
perilaku alternatif, dengan pilihan yang mencerminkan cost dan reward (atau profit)
yang diharapkan yang berhubungan dengan garis-garis perilaku alternatif itu.Dalam
model Blau, manusia tidak didorong hanya oleh kepentingan diri yang sempit.
Seperti Homans, Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu
imbalan Pun perilaku altruistik dapat didorong oleh keinginan untuk pujian sosial.
Pastinya, keinginan ini mencerminkan kebutuhan egoistik untuk dipikirkan sebaik-
baiknya oleh orang lain, tetapi untuk memperoleh tipe penghargaan ini, individu
harus mengatasi dorongan egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan
dan keinginan orang lain.
Blau juga menerapkan prinsip-prinsip teori pertukarannya ini dalam menganalisa
hubungan sosial antara orang yang saling bercintaan dalam satu bab berjudul
"Excursus on love". Dalam hubungan seperti itu banyak pertukaran istimewa yang
terjadi, dapat dilihat sebagai simbol daya tarik emosional terhadap satu sama lain,
ikatan hubungan yang bersifat timbal balik, dan keinginan mereka untuk
meningkatkan komitmen satu sama lain Barang-barang materiil yang bisa
dipertukarkan (misalnya hadiah) merupakan hal yang sangat penting. Pertukaran
barang-barang materiil tersebut tidak untuk kegunaan praktis atau bernilai secara
ekonomis, melainkan sebagai ungkapan komitmen emosional yang terlihat.

2. Equity theory
Equity theory adalah gagasan bahwa orang akan bahagia dengan hubungan yang
dijalinnya bila pengalaman rewards, costs dan kontribusi antara dua belah pihak
diperkirakan seimbang. Para pendukung teori ini berpendapat bahwa orang tidak
sekedar berusaha mendapatkan rewards sebanyak-banyaknya dan mengurangi costs,
melainkan juga peduli mengenai keseimbangan dalam hubungan, yaitu bahwa
rewards dan costs yang mereka alami dan kontribusi yang mereka berikan dalam
hubungan tersebut kira-kira seimbang dengan pihak lain.teori ini menggambarkan
bahwa hubungan yang seimbang adalah yang membahagiakan dan relatif stabil.
Apakah teori keadilan keseimbangan (equity theory) berlaku untuk hubungan
jangka panjang sama seperti yang berlaku dalam hubungan yang baru atau kurang
erat? Menurut Margaret Clark dan Judson Mills, interaksi antara orang yang baru
saling mengenal berlangsung dengan kepedulian terhadap keadilan/keseimbangan
yang disebut hubungan pertukaran (exchange relationship). Dalam hubungan
pertukaran, orang melacak, siapa memberikan kontribusi apa, dan merasa
dimanfaatkan ketika ia merasa memberi lebih daripada yang mereka dapatkan dari
hubungan itu. Di sisi lain, dalam hubungan dengan teman dekat, anggota keluarga,
dan pasangan romantik, norma keadilan/keseimbangan kurang berlaku dan lebih
dipengaruhi kebutuhan untuk saling membantu saat dibutuhkan. Dalam hubungan
komunal (communal), orang memberikan respon terhadap kebutuhan pihak lain,
terlepas apakah mereka dibayar kembali (Clark, 1994, 1986; Clark & Mills, 1993;
Milss & Clark, 1982,1994, 2001; Vaananen dkk, 2005).
D. Cinta dan Hubungan Erat
Apakah yang dimaksud dengan ’cinta’? Usaha awal yang dilakukan ahli psikologi
sosial untuk mendefinisikan cinta adalah membedakan antara ’cinta’ dengan ’suka’
(Rubin, 1970). Seorang psikolog sosial, Zick Rubin (1970, 1973) telah mengembangkan
dua kuesioner, masing-masing untuk mengukur kondisi suka dan cinta. Menurut Rubin :
1. Kesukaan, lebih didasarkan pada afeksi dan respek. Item-item skala ini dikaitkan
dengan kesepakatan tentang kualitas positif seorang teman dan kebutuhan untuk menjadi
sama dengan teman tersebut.
2. Kecintaan, bersandar pada keintiman, kelekatan, dan peduli terhadap kesejahteraan
pihak lain. Item untuk skala ini dihubungkan dengan kesedihan karena tidak adanya
seseorang yang dicintai, pemaafan terhadap kesalahan, dan tingginya tingkat keterbukaan
diri.
Selanjutnya dalam mendefinisikan cinta secara umum membedakan antara
companionate love dan passionate love (Hartfield, 1988; Hardfield & Rapson, 1993;
Hardfild & Walster, 1978).
1. Companionate love adalah keintiman dan afeksi yang dirasakan seseorang ketika ia
sangat peduli terhadap seseorang yang lain, tetapi tidak mengalami gairah atau bangkitan
fisiologis (arousal) saat kehadiran orang lain tsb.
2. Passionate love adalah kerinduan yang sangat kuat yang dirasakan seseorang, disertai
arousal; bila cinta itu berbalas maka ada rasa kepenuhan yang sangat besar, tetapi bila tak
berbalas maka terjadi rasa sedih dan putus asa.
Penelitian lintas budaya yang membandingkan budaya Amerika Serikat
(individualistik) dan China (kolektivistik) menunjukkan bahwa pasangan di Amerika
cenderung menghargai passionate love daripada pasangan China, dan pasangan China
cenderung menghargai companionate love daripada pasangan Amerika (Gao, 1993;
Jankowiak, 1995; Ting-Toomey & Chung, 1996). Di sisi lain, pasangan di Kenya, Afrika
Timur menilai keduanya secara seimbang, mereka mengonsepkan cinta romantik sebagai
kombinasi passionate love dan companionate love. Mereka beranggapan gabungan
keduanya merupakan jenis cinta yang terbaik, dan menjadi tujuan utama dalam
masyarakat (Bell, 1995).
Apakah penyebab cinta sama dengan penyebab saat ketertarikan awal? Adakah
variabel lain yang ikut menentukan ketika kita mengembangkan dan mengelola hubungan
erat?
Pendekatan Evolusioner dalam hal Cinta: Memilih Pasangan
Pendekatan evolusioner ini merupakan konsep biologis yang diterapkan untuk
perilaku sosial oleh para ahli psikologi. Evolutionary Psychology didefinisikan sebagai
usaha untuk menjelaskan perilaku sosial dalam konteks faktor genetik yang berevolusi
sepanjang waktu sesuai dengan prinsip seleksi alami. Evolutionary psychology
berpandangan bahwa manusia berevolusi untuk memaksimalkan kesuksesan reproduksi,
bahwa laki-laki dan perempuan memiliki agenda yang berbeda atas peran yang berbeda
dalam menghasilkan keturunan.
Dalam dunia binatang, kesuksesan reproduksi pejantan diukur dari kuantitas
keturunannya sehingga mereka sering berganti pasangan untuk itu. Di sisi lain
kesuksesan reproduksi makhluk betina bergantung pada kesuksesan meningkatkan tiap-
tiap keturunanya menuju kematangan sehingga mereka hanya berpasangan dengan
pejantan pilihan, mengingat bahwa untuk mematangkan tiap keturunan memerlukan
ongkos yang tinggi (Berkow, 1989; Symons,1979).
Pendekatan evolusioner
Dalam hal cinta dikembangkan berdasarkan konsep ini. Pendekatan evolusioner
dalam hal cinta dikembangkan berdasarkan konsep ini. Pendekatan evolusioner dalam hal
cinta merupakan teori yang diturunkan dari teori biologi evolusioner yang mendukung
pandangan bahwa laki-laki dan perempuan tertarik satu sama lain dengan karakteristik
yang berbeda: laki-laki tertarik pada penampilan fisik perempuan; perempuan tertarik
pada sumber daya yang dimiliki laki-laki. Hal ini untuk memaksimalkan kesuksesan
reproduksi.
Beberapa penelitian hasilnya mendukung pendekatan evolusioner tersebut.
Misalnya hasil penelitian Bush dkk (Bus 1989; Buss dkk, 1990) dengan subjek dari 37
negara yang menanyakan berbagai kriteria pemilihan pasangan (untuk menikah) dan
seberapa penting kriteria tsb, pada umumnya perempuan menilai kriteria ambisius, rajin,
penghasilan yang baik lebih tinggi (penting) daripada subjek laki-laki, dan subjek laki-
laki menilai lebih penting daya tarik fisik. Bagaimanapun perlu dicatat bahwa berbagai
penelitian menyatakan bahwa karakteristik paling tinggi pada laki-laki maupun
perempuan adalah kejujuran, dapat dipercaya, dan kepribadian yang baik.
Gaya Kelekatan dalam Hubungan Erat
Teori lain mengenai cinta menyatakan bahwa relasi kita pada masa dewasa
didasari oleh pengalaman pada awal kehidupan kita (masa kanak-kanak) dengan orang
tua atau pengasuh kita. Pendekatan ini berfokus pada gaya kelekatan (attachment style)
dan bersandar pada karya John Bowlby (1969, 1973, 1980) dan Mary Ainsworth
(Ainsworth dkk, 1978) mengenai bagaimana bayi membentuk ikatan dengan
pengasuhnya (orang tua, dsb). Menurut teori gaya kelekatan, jenis kelekatan yang kita
bentuk pada awal kehidupan memengaruhi jenis kelekatan yang kita bentuk pada masa
dewasa.
Ainsworth (1978) mengidentifikasi adanya tiga tipe hubungan antara bayi dan
pengasuhnya:
1. Secure attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai oleh rasa percaya, tidak
kuatir ditinggalkan, dan memandang dirinya layak dan disukai.
2. Avoidant attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai dengan menekan
(suppression) kebutuhan kelekatan, karena upaya untuk intim telah ditolak; orang-orang
dengan gaya ini sulit untuk membangun hubungan intim.
3. Anxious attachment style adalah gaya kelekatan yang ditandai oleh kekhawatiran
bahwa orang lain tidak akan membalas keinginan diri untuk intiman, dihasilkan oleh
kecemasan yang cenderung tinggi.
Hasil survei yang dilakukan oleh Hazan dan Shaver (1987) dengan responden
orang dewasa menunjukkan bahwa 56% responden memiliki secure style, 25% avoidant
style, dan 19% anxious style. Hasil-hasil penelitian lain (Feeney dkk, 2000; Hazan &
Shaver, 1994a, 1994b; Shaver dkk, 1998; Simpson & Rholes, 1994) menggambarkan
bahwa responden dengan secure style mengaku diri mereka mudah untuk menjalin
hubungan dekat dengan orang lain, mudah percaya, dan memiliki hubungan romantik
yang memuaskan.
Responden dengan avoidant style mengaku dirinya tidak nyaman menjalin
hubungan dekat dengan orang lain, sulit untuk mempercayai orang lain, dan kurang puas
dalam hubungan romantik. Responden dengan anxious/ambivalent style cenderung
memiliki hubungan yang tidak memuaskan, namun dengan gambaran khusus: cenderung
obsesif dan asyik dalam menjalin hubungan, takut bahwa pasangannya tidak
menginginkan keintiman seperti dirinya menginginkan.
Adanya teori kelekatan tidak berarti bahwa orang yang memiliki hubungan tidak
membahagiakan dengan orang tuanya akan mengulang ketidakbahagiaan tsb dalam tiap-
tiap hubungan (Slimms, 2002). Hasil penelitian longitudinal (beberapa peneliti kembali
menghubungi partisipan penelitiannya dalam hitungan bulan atau tahun setelah penelitian
awalnya dan kembali mengukur gaya kelekatan mereka) menunjukkan bahwa 25-30%
partisipan telah berubah gaya kelekatannya (Feeney & Noller, 1996; Kirkpatrick &
Hazan, 1994). Hal tersebut terjadi karena pengalaman 9 mereka dalam hubungan
membantu mereka untuk mempelajari perilaku yang lebih sehat.
Pertukaran Sosial dalam Relasi Jangka Panjang
Teori pertukaran sosial menjelaskan bahwa kelangsungan hubungan ditentukan
oleh perolehan (outcomes) dalam hubungan, dan bahwa rewards merupakan hal yang
penting menentukan outcomes. Teori ini mendapatkan dukungan hasil-hasil penelitian
mengenai hubungan erat pada masyarakat yang berbeda budaya seperti Taiwan dan
Belanda (Lin & Rusbult, 1995; Rusbuld & Van Lange, 1996; Van Lange, 19970.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan dengan partisipan pasangan mahasiswa
menunjukkan bahwa tiga bulan pertama dalam hubungan mereka banyak diwarnai
dengan rewards, namun makin lama makin berkurang, dan semakin banyak costs.
Akibatnya, banyak hubungan yang semula intim kemudian berakhir. Tetapi
bagaimanapun kita mengetahui bahwa banyak orang tidak meninggalkan pasangannya
meskipun hubungannya tidak memuaskan, dan nampak memiliki alternatif yang menarik.
Berkaitan dengan kenyataan tersebut, para ahli mempertimbangkan adanya faktor
tambahan untuk memahami hubungan erat, yaitu tingkat investasi (level investment)
dalam hubungan (Impett dkk, 2001-2002; Rusbult dkk, 2001; Rusbult dkk, 1998). Dalam
model teori investasi (investmen model) mengenai hubungan erat ini Cheryl Rusbult
(1983) mendefinisikan investasi sebagai segala sesuatu yang telah dimasukkan seseorang
ke dalam hubungan dengan orang lain, yang akan hilang jika mereka meninggalkan
hubungan tsb. Investasi mencakup sesuatu yang tangible (dapat dilihat) seperti sumber
daya finansial dan kepemilikan (misalnya rumah), maupun yang intangible (tak dapat
dilihat) seperti kesejahteraan emosi anak, waktu dan energy emosi untuk membangun
hubungan, dan rasa integritas pribadi, yang akan hilang bila terjadi perpisahan.
Equity dalam Relasi Jangka Panjang
Apakah teori keadilan/keseimbangan (equity theory) berlaku untuk hubungan
jangka panjang sama seperti yang berlaku dalam hubungan yang baru atau kurang erat?
Menurut Margaret Clark dan Judson Mills, interaksi antara orang yang baru saling
mengenal berlangsung dengan kepedulian terhadap keadilan/keseimbangan yang disebut
hubungan pertukaran (exchange relationship). Dalam hubungan pertukaran, orang
melacak, siapa memberikan kontribusi apa, dan merasa dimanfaatkan ketika ia merasa
memberi lebih daripada yang mereka dapatkan dari hubungan itu.
Di sisi lain, dalam hubungan dengan teman dekat, anggota keluarga, dan pasangan
romantik, norma keadilan/keseimbangan kurang berlaku dan lebih dipengaruhi kebutuhan
untuk saling membantu saat dibutuhkan. Dalam hubungan komunal (communal), orang
memberikan respon terhadap kebutuhan pihak lain, terlepas apakah mereka dibayar
kembali (Clark, 1994, 1986; Clark & Mills, 1993; Milss & Clark, 1982,1994, 2001;
Vaananen dkk, 2005).
E. Berakhirnya Suatu Hubungan
Duck (1982) menjelaskan 4 tahapan proses berakhirnya suatu hubungan :
1. Fase Intrapersonal (intrapersonal phase)
Individu memikirkan perasaan tidak puas terhadap hubungannya dengan;
fokus pada perilaku pasangan, menilai kecukupan perilaku pasangan, menilai
aspek positif dari hubungan dan mengevaluasi aspek negatif dari hubungan.
2. Fase dyadic (dyadic phase)
Individu membahas keinginan menyudahi hubungannya bersama pasangan
dengan; menghadapi dilema (hindari masalah/hadapi masalah), berdiskusi tentang
hubungan, berupaya memperbaiki hubungan dan rekonsiliasi.
3. Fase sosial (social phase)
Individu memberitahukan status putusnya kepada orang lain (keluarga,
teman, dll) dengan; menegosiasikan status pasca putus dengan pasangan,
menceritakan dan mendiskusikan pada keluarga atau teman, mempertimbangkan
dan menghadapi reaksi keluarga, teman dll.
4. Fase Intrapersonal (intrapersonal phase)
Individu memulihkan diri dari sesudah berakhirnya hubungan dan
menjadikan pelajaran untuk diri bagaimana dan mengapa hubungan berakhir
dengan; retropeksi pada kejadian masa lalu untuk menganalisis apa yang salah.
Akert (1998) menjelaskan bahwa peran seseorang dalam perpisahan menentukan
bagaimana perasaan mereka pasca hubungannya berakhir. Mereka yang “diputus”
(breakees) cenderung yang paling merasa sedih dan bingung. Sedangkan mereka yang
“memutus” lebih sedikit merasa sedih dan bingung. Apabila timbal-balik “saling
memutus” maka kesedihan dan kebingungan yang dirasakannya menengah/setara. Dalam
berakhirnya hubungan, perempuan lebih mengalami emosi negatif daripada laki-laki. Bila
perpisahannya berdasarkan keputusan bersama/dua belah pihak maka lebih
berkemungkinan untuk tetap berteman/berhubungan baik setelah hubungan berakhir.
F. Cinta dan Perkembangan Teknologi
Secara harfiah, teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “technologia” yang
berarti pembahasan sistematik mengenai seluruh seni dan kerajinan. Istilah tersebut
memiliki akar kata “techne” dan “logos”, yang berarti perkataan atau pembicaraan,
sedangkan kata “techne” dalam bahasa Yunani kuno berarti seni (art), atau kerajinan
(craft). Dari makna harfiah tersebut, teknologi dalam bahasa Yunani Kuno dapat
didefinisikan sebagai seni memproduksi alat-alat produksi dan menggunakannya.
Definisi tersebut kemudian berkembang melalui ilmu pengetahuan yang
menyesuaikan dengan kebutuhan manusia. Teknologi dapat pula dimaknai sebagai
pengetahuan mengenai bagaimana membuat sesuatu (know-how of making things) atau
“bagaimana membuat sesuatu” (know-how of doing things) atau bagaimana melakukan
sesuatu” (know-how of doing things), dalam arti kemampuan untuk mengerjakan sesuatu
dengan hasil nilai yang tinggi, baik nilai manfaat maupun nilai jualnya Raharjo, (2002).
Berdasarkan uraian diatas, teknologi dapat diartikan sebagai rancangan atau
desain melalui tahapan yang memiliki nilai tambah guna menghasilkan produk dan
memiliki ciri efisiensi dalam kegiatan manusia. Sedangkan perkembangan teknologi
berarti suatu proses kegiatan dalam rangka mengembangkan teknologi atau ilmu tentang
keterampilan.
Di jaman yang modern ini, teknologi menjadi sebuah kebutuhan pokok bagi setiap
orang. perkembangan teknologi sangat pesat di dalam lingkungan masyarakat.
perkembangan. perkembangan teknologi memiliki banyak sekali manfaat diantaranya
memudahkan untuk mendapatkan informasi, mengirim data, dan berealisasi dengan orang
melalui media sosial.
Saat ini kita berada di era di mana banyak interaksi sosial tidak dilakukan secara
tatap muka, melainkan terjadi melalui teks, Twitter, Snapchat, Instagram, permainan
interaktif, realitas virtual, dan mungkin bahkan teknologi dan aplikasi yang lebih baru
dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir saat perkembangan teknologi mulai pesat.
Di era perkembangan teknologi yang pesat ini terlebih di era smartphone ini
kebanyak orang lebih memilih memainkan gadget nya ketimbang makan bersama sambil
mengobrol atau menonton tv bersama keluarga. Gadget sendiri memiliki banyak sekali
manfaat namun disisi lain bisa menjauhkan kedekatan, kekerabatan bersama orang
terdekat karena lebih memilih bermain dengan gadget masing-masing pengguna.
Penelitian menunjukkan bahwa mungkin ada. Pertimbangkan eksperimen lapangan baru-
baru ini di mana para peneliti mengunjungi toko kopi dan kafe di daerah Washington
D.C., mengamati 100 interaksi kehidupan nyata antara pasang orang, dan kemudian
meminta individu melibatkan pertanyaan tentang percakapan yang baru mereka miliki. Di
antara pasangan yang memiliki setidaknya satu perangkat seluler (misalnya, smartphone,
laptop, tablet) hadir selama percakapan, peringkat yang terhubung ke dan empati untuk
orang lain secara signifikan lebih rendah daripada di antara pasangan yang berinteraksi
dengan tidak adanya perangkat semacam itu (Misra et al., 2014).
Eksperimen lain menunjukan hubungan kausal antara kehadiran gadget dengan
penurunan hubungan sosial. Dalam salah satu eksperimen tersebut, Andrew Pryzbylski
dan Netta Weinstein (2013) membawa pasangan orang asing ke lab mereka untuk
percakapan 10 menit. Setengah dari percakapan ini terjadi dengan ponsel atau tablet yang
diletakkan di atas meja kecil di antara mereka; dalam kondisi lain, tidak ada telepon. Para
peneliti menemukan bahwa kehadiran perangkat seluler saja menurunkan perasaan
percaya, kedekatan, dan empati peserta dengan pasangan percakapan mereka. Efek ini
terutama terlihat ketika pasangan diinstruksikan untuk mendiskusikan topik yang
bermakna secara pribadi, sebuah skenario yang, tanpa adanya telepon, diharapkan dapat
menumbuhkan rasa kedekatan di antara orang asing yang bertemu untuk pertama kalinya
(Pryzbylski & Weinstein, 2013).
Kemajuan teknologi bukan berarti hal yang harus dihindari karena Teknologi
seperti ini akan tetap ada, dan tidak diragukan lagi bahwa ini adalah hal yang baik secara
keseluruhan. Tetapi penelitian psikologis sosial memang memberikan dukungan
tambahan bagi gerakan yang muncul untuk mencabut kabel sesekali dan memaksa diri
kita untuk mengambil liburan berkala dari ponsel, tablet, dan komputer kita (Huffington,
2014).
Dating apps, termasuk ke salah satu hubungan antara cinta dan kemajuan
teknologi. Beberapa penelitian di bawah menjelaskan tentang beberapa kemungkinan
suatu aplikasi untuk berkencan dalam hubungan antara dua individu. Selain itu beberapa
aplikasi media sosial bisa menjadi tempat bertemunya 2 individu yang kemungkinan bisa
saling memberi cinta satu sama lainya.
Salah satu cara untuk mengeksplorasi bagaimana dunia teknologi kita yang
berkembang pesat mempengaruhi proses ketertarikan dan pembentukan hubungan adalah
dengan meninjau kembali beberapa temuan klasik mengenai kedekatan, kesamaan, dan
keakraban, memeriksa bagaimana faktor-faktor ini beroperasi di era Internet. Misalnya,
pertimbangkan bagaimana kedekatan beroperasi di era ketika jarak fisik tidak lagi
menciptakan hambatan yang sama untuk interaksi seperti dulu (Chan & Cheng, 2004;
Dodds, Muhamad, & Watts, 2003).
Jure Leskovec dan Eric Horvitz melakukan penelitian yang menguji seberapa
terhubung kita dengan orang lain di dunia modern. Mereka memeriksa "derajat
pemisahan", ukuran jarak sosial antara orang-orang: Anda satu derajat dari semua orang
yang Anda kenal, dua derajat dari semua orang yang mereka kenal, dan seterusnya. Para
peneliti ini menganalisis jaringan pesan instan, berapa banyak orang yang berbeda dalam
sebuah "rantai" yang dibutuhkan, rata-rata, untuk menghubungkan dua pengguna acak
satu sama lain. Setelah membuat perhitungan untuk 30 miliar percakapan di antara 240
juta orang, mereka menemukan bahwa rata-rata panjang "rantai" yang diperlukan untuk
menghubungkan dua orang adalah tujuh, dan bahwa 90% pasangan dapat terhubung tidak
lebih dari delapan "lompatan" ( Leskovec & Horvitz, 2007).
Sebuah studi lanjutan dengan lebih dari 1 juta pengguna menghasilkan hasil yang
sebanding: Orang cenderung memilih (dan dipilih oleh) orang lain dengan tingkat
popularitas yang sama, dan kecenderungan untuk mencoba "mencocokkan" dengan
pasangan dengan ularitas yang sebanding tidak berbeda untuk pria. daripada untuk
wanita. Seperti yang disimpulkan pemanah, “salah satu alasan pasangan mapan d menjadi
serupa adalah karena pencocokan sudah dimainkan sejak awal kencan” (Taylor et al.,
2011).
Dalam penelitian tentang kencan online, Michael Norton dan eagues (2007)
memberikan survei kepada partisipan baik sebelum maupun sesudah berkencan. Sebelum
kencan, semua yang peserta ketahui tentang pasangannya adalah apa yang telah mereka
baca di file situs web, jadi peringkat mereka tentang seberapa banyak pengetahuan yang
mereka miliki tentang pasangannya meningkat setelah kencan. Tapi peringkat mereka
seberapa mereka menyukai pasangan mereka menurun setelah tanggal. Mengapa? Karena
semakin akrab peserta dengan pasangannya selama kencan, semakin mereka menyadari
bahwa beberapa aspek kesan awal mereka (berdasarkan profil situs kencan ambigu)
ternyata tidak akurat. Ketika mereka memperoleh informasi tambahan selama tanggal itu
sendiri, mereka mulai menghargai semua ketidaksesuaian dan ketidaksamaan mereka,
yang pada gilirannya menurunkan peringkat kesukaan rata-rata (Norton et al., 2007; lihat
Finkel et al., 2015).

Anda mungkin juga menyukai