Istiqomah : 20.11.022413
ADMINISTRASI NEGARA
2021
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena kami
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Untaian terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala
usaha kita.
Kelompok 2
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
sesuai dengan perencanaan strategis yang ditetapkan, efisien artinya penyelenggaraan
dilakukan secara hemat berdaya guna dan berhasil guna, transparan artinya segala
kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggara negara itu adalah terbuka, semua orang
melakukan dapat pengawasan secara langsung sehingga mereka dapat memberikan
penilaian kinerjanya terhadap hasil yang dicapai, akuntabel artinya penyelenggara
pemerintah bertanggung jawab terhadap kebijakan yang ditetapkan, serta
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada seluruh warga negara pada setiap akhir
tahun penyelenggaraan pemerintahan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis kemukakan dalam hal pelayanan publik
adalah sebagai berikut:
4. Birokrasi, pelayanan pada umumnya dilakukan melalui proses yang terdiri dari
berbagai level sehingga menyebabkan pelayanan yang terlalu lama
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis dapat mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut:
2
3. Bagaimana perwujudan konsep good governance dalam kaitannya dengan
pelayanan publik?
C. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional),
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
b. Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan.
b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam
melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada
sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta
mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
(Sedarmayanti, 2003:6)
4
Jadi, good governance pada esensinya merupakan pemerintahan yang efektif dan
modern, yakni suatu pemerintahan yang demokratik (democratic governance) yang
elemen utamanya partisipasi masyarakat (Goffrey R. Njeru, 2000:213).
5
demokratis dan berjalan secara baik. Proses keseimbangan inilah yang dijaga oleh
praktika administrasi publik agar tidak berhenti sampai sketsa (Miftah Thoha, 2003).
Menurut Bank Dunia, economic governance dapat berjalan dengan baik apabila
ekonomi pasar dapat berjalan, dan hal tersebut perlu dirancang seorang pengambil
keputusan yang rasional. Bank Dunia memandang bahwa keahlian ekonomi adalah
penting, sementara itu hak asasi manusia yang penting, meliputi hak untuk memiliki
property dan perlindungan hak milik seseorang disamping perlindungan dari pasar
dan state violence. Disisi lain, UNDP melihat Good Governance sebagai tata
pemerintahan yang demokratis (democratic governance), yang menekankan pada
proses demokratisasi dari bawah, fokusnya adalah dalam konteks politik dari negara
dan pemahaman struktur kekuasaan dan bagaimana perubahan struktur kekuasaan
secara demokratis. Demokrasi bukan hanya cara untuk memecahkan masalah-
masalah politik praktis tetapi juga cara untuk transformasi identitas seperti dunia
6
simbolis dari inklusif dan solidaritas kebangsaan. Proses pengambilan keputusan,
serta gerakan populer yang tumbuh dari masyarakat sipil.
World Bank, sebagai salah satu lembaga donor keuangan dunia menganggap
bahwa globalisasi merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan ekonomi setiap
negara-negara yang ada di dunia. Namun globalisasi dapat dianggap sebagai suatu
tantangan dan juga suatu masalah bagi negara-negara yang menggunakan sistem
demokrasi di dalam hubungan antara negara dan masyarakatnya. World Bank pun
memperkenalkan prinsip good governance di dalam hubungan antara negara dengan
masyarakatnya. Prinsip-prisip kerja administrasi publik dalam good governance
dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan ekonomi setiap negara, salah
satunya karena dapat mengurangi pelaku korup di dalam birokrasi pemerintahan.
Namun prinsip good governance yang diperkenalkan oleh World Bank mendapat
sejumlah kritikan. Salah satu kritik yang diberikan adalah kurangnya kontrol yang
dilakukan dalam penerapan good governance di dalam pemerintahan. Tidak hanya itu
penerapan good governance di dalam suatu negara seringkali dipaksakan walaupun
prinsip tersebut tidak cocok dengan sistem pemerintahan, negara, budaya masyarakat
yang ada.Prinsip Good Governance yang diciptakan World Bank justru dianggap
tidak dapat menyelesaikan masalah kemiskinan terutama di negara-negara
berkembang (Scholte, 2012).
Apalagi ketika prinsip neoliberalisme yang diperkenalkan pada tahun 1946 oleh
sekelompok jaringan masyarakat yang suskes menerapkan suatu hegemoni kebijakan
dibeberapa negara di dunia. Neoliberalisme kemudian masuk dan diterapkan dalam
setiap kebijakan ekonomi di negara maju. Neo Liberalisme merupakan suatu paham
yang menganut prinsip-prinsip seperti mengutamakan investasi asing yang masuk ke
suatu negara, menciptakan kondisi yang seimbang antara investasi internal dan
eksternal, melegalkan ijin-ijin usaha dan menasionalisasikan investasi asing. Hal ini
menbuat ekonomi di suatu negara akan semakin maju, namun menciptakan krisis di
negara belahan dunia lainnya. Sehingga tujuan good governance yang digagas oleh
World Bank untuk memberantas kemiskinan di negara berkembang, justru gagal
7
diimplementasikan. Selain itu, praktek good governance yang digagas oleh UNDP
pun menuai kritik. UNDP mengusung good governance dalam frame democratic
governance. Konsep untuk good governance tidak bisa serta merta di
implementasikan di suatu negara, perlu adanya penyesuaian terhadap kharakteristik
kondisi dan karakteristik dari masing-masing negara. Alhasil, good governance ketika
dipaksakan di suatu negara bisa menjadi cacat. Artinya konsep good governance ini
mencoba untuk menerjang tatanan yang ada di negara tersebut dengan memasukkan
prinsip-prinsip yang diusung oleh UNDP. Hal ini bisa menghilangkan prinsip-prinsip
lokalitas yang murni berasal dari negara yang bersangkutan. Lebih lanjut, negara-
negara donor juga mempunyai keberagaman politiik dan kapitalisme yang dapat
mempengaruhi negara-negara yang menerima donor tersebut.
Good Governance mulai muncul di Indonesia setelah era reformasi. Hal ini
dilatar belakangi oleh berbagai macam permasalahan yang muncul Tuntutan
pemerintah orde baru yaitu presiden sebagai pusat kekuasaan. sebagai akibat dari
konstitusi maupun akibat dari lembaga tinggi negara lainnya yang tidak berjalan
dengan baik, dan juga tersumbatnya control social yang berasal dari partisipasi
masyarakat. Namun pada kenyataannya, hingga saat ini pun masih belum
menemukan pemaham yang baik mengenai apa itu good governance sehingga dalam
implementasinya, konsep ini belum dapat berjalan dengan baik. Pemerintahpun mulai
mempunyai komiten untuk menjadikan good governance sebagai landasan atau
pondasi nilai pemerintahan Pada masa reformasi, badan eksekutif dan legislatif telah
berhasil menciptakan 3 perundang-undangan yang kemudian mengubah sistem dalam
pemerintahan di Indonesia, yaitu:
8
yang terdesentralisasi ini, daerah mempunyai kewenangan untuk dapat menetapkan
kebijaksanaan dalam hal perencanaan dan pembangunan daerah.
9
governance di Indonesia pada waktu itu bisa dikatakan sebagai angin segar yang
dapat memperbaiki sistem yang korup dan kualitas pelayanan masayarakat yang
buruk. Berikut beberapa permasalahan good governance di Indonesia:
Berbagai upaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik telah
dilakukan, namun apabila dilihat dalam perkembangan Good Governance di
Indonesia, pada pengimplementasiannya masih terdapat kebocoran akibat kurangnya
transparansi sebagai salah satu syarat pokok dari Good Governance, sehingga
pengimplementasiannya ini belum dapat dikatakan baik dan berhasil sepenuhnya.
10
4. Pengertian dan Konteks Pelayanan Publik
Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari
birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara
empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan hal-hal seperti
berbelit-belit, lamban, mahal, melelahkan, ketidakpastian. Keadaan demikian terjadi
karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang
dilayani.
Pelayanan publik secara konseptual dapat dijelaskan dengan menelaah kata demi
kata. Menurut Kotler sebagaimana dikutip oleh Lukman (2000), disebutkan bahwa
Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik. Istilah publik dalam pengertian sehari-hari di Indonesia sering
dipahami sebagai negara atau umum, hal ini biasa dijumpai dalam pola Bahasa
Indonesia yang menterjemahkan publik seperti pada istilah public administration
yang diterjemahkan sebagai administrasi negara. Kata publik sebenarnya sudah
diterima menjadi Bahasa Indonesia baku menjadi publik yang berarti umum, atau
orang banyak.
11
tatacara yang telah ditetapkan (Kurniawan, 2005). Dalam Kepmenpan No.
63/KEP/M.PAN/7/2003, diberikan pengertian publik sebagai segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan
keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik disebutkan pengertian
pelayanan publik sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang- undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami negara-negara maju pada awal
tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan
kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini juga ditandai pada
berbagai karya ilmiah yang telah ditulis oleh para pakar berkaitan dengan pelayanan
publik ini antara lain yang berkembang di Amerika Serikat dengan munculnya
paradigma postbureaucratic oleh Barzelay (1992) bersama dengan Armajani (1997).
Pandangan post-bureacratic berkaitan dengan pelayanan publik terlihat pada
penekanan administrasi publik pada hasil yang berguna bagi masyarakat, kualitas dan
nilai, produk dan keterikatan terhadap norma, dan mengutamakan misi, pelayanan
dan hasil akhir (outcome).
12
kontrol yang dimilikinya kepada masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga
mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. New Public
Management dipandang sebagai pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen
bisnis dan disiplin yang lain untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas, dan kinerja
pelayanan publik pada birokrasi moderen (Vigoda, dalam Keban, 2008).
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma new public
service yaitu pelayanan publik harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan
nilai-nilai public yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan
mengelaborasi berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas.
Pandangan tersebut mengandung makna karakter dan nilai yang terkandung di dalam
pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik
juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat. Selain itu pelayanan
publik model baru ini harus bersifat non-diskriminatif sebagaimana dimaksud oleh
dasar teoritis yang digunakan yaitu teori demokratis yang menjamin adanya
persamaan warga negara tanpa membeda-bedakan asal-usul, kesukuan, ras, etnik,
agama, dan latar belakang kepartaian (Dwiyanto, 2005).
Menurut Bharata (2004:11) terdapat enam unsur penting dalam proses pelayanan
publik, yaitu:
a. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu
kepada konsumn, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan
barang (goods) atau jasa-jasa (services).
b. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (customer) yang
menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.
13
c. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada
pihak yang membutuhkan layanan.
Menurut Kasmir (2006:34) ciri-ciri pelayanan publik yang baik adalah memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
c. Bertanggung jawab kepada setiap nasabah (pelanggan) sejak awal hingga akhir;
e. Mampu berkomunikasi;
a. Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi
penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna
jasa pelayanan.
14
b. Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan
demikian konsep one stop shop benar- benar diterapkan.
c. Kejelasan tata cara pelayanan. Tata cara pelayanan harus didesain sesederhana
mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa layanan.
g. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus
pasti, sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
j. Kejelasan hak dan kewajiban provides dan customers. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban bagi providers maupun customers harus dirumuskan secara jelas, dan
dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
15
7. Kaitan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan publik dan
penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik
Menurut kamus besar bahas Indonesia dalam KoAk (2002:55) dikatakan bahwa
prinsip mengandung pengertian "asas" (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir
dan bertindak, dan sebagainya). Secara harafiah, prinsip dapat diartikan sebagai dasar
yang mnejadi pedoman yang dijunjung tinggi oleh seseorang atau kelompok karena
diyakini kebenarannya. Dalam kaitannya dengan judul skripsi ini, maka faktor yang
ditekankan disini adalah bagaimana suatu "Prinsip" dapat diterapkan secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kebenaran umum bukan sekedar
mengetahui atau memahami saja hakikat dari pada prinsip itu sendiri. Selain itu juga
berbicara mengenai bagaimana suatu prinsip diterapkan secara seimbang dan selaras
sehingga tidak menimbulkan kekacauan dan ketimpangan (overlapping) dalam
kehiduapan masyrakat, bangsa dan Negara.
Lembaga Administrasi Negara memberikan pengertian Good governance yaitu
penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efesien
dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-
domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan
yang baik terdiri dari:
1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan
biaya yang terjangkau.
2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam
segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
16
3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur
yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana
dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan
hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang
menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan
bertanggung jawab.
7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan
adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian,
menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
17
pemberdayaan (empowering) dan reformasi total atas kehidupan politik dan
pemerintahan, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan pertanahan serta keamanan
nasional. Dalam kondisi persaingan bebas di era globalisasi, peran pemerintah
mengalami pergeseran, dalam arti bahwa pemerintah sudah tidak lagi menjalankan
peran secara dominan dalam berbagai aktivitas negara melainkan hanya sebagai
fasilitator bagi kelancaran arus perdagangan dan persaingan bebas. Ini menuntut
kondisi Negara (pemerintah) dengan permerintah yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme agar memperoleh kepercayaan yang besar dari masyarakat serta
agar terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan arus investasi guna
mendorong laju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi maupun mikro ekonomi.
Penerapan good governance dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya untuk
melaksanakan asas-asas demokrasi dan demokratisasi, yang merefleksikan dijunjung
tingginya aspek pemenuhan hak-hak rakyat oleh penguasa, ditegakannya nilai-nilai
keadilan dan solidaritas sosial, serta adanya penegakan HAM dalam berbagai aspek
kehidupan negara, misalnya dengan menegakan prinsip Rule Of Law atau supremasi
hukum dalam berbagai aspek kehiduapn Negara. Good governance juga dapat
dipandang sebagai suatu konsep ideology politik yang memuat kaidah-kaidah pokok
atau prinsip-prinsip umum pemerintahan yang harus dijadikan pedoman dalam
menyelenggarakan kehidupan Negara. Dalam perspektif Otonomi Daerah, khususnya
di Indonesia, penerapan Good governance merupakan suatu urgensitas dalam upaya
mewujudkan pemerintahan daerah atau lokal governance yang efektif, efisien,
mandiri serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal ini didukung pula
dengan diberlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan Daerah yang
akan memberikan peluang lebih besar bagi terlaksananya asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan; serta prinsip-prinsip Otonomi Daerah sehingga
pemerintah daerah mampu menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat (publik services) secara optimal dan
tidak terlalu bergantung lagi kepada pemerintah pusat (sentralistik) sebagaimana era
pemerintahan sebelumnya.
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
19
masyarakat. Kegiatan sosialisasi kepada publik sehingga masyarakat semakin paham
dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik, sehingga pada
gilirannya akan dapat memacu tumbuhnya semangat partisipasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
C. DAFTAR PUSTAKA
20