Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANALISIS REAL

SUB BARISAN DAN TEOREMA BOLZANO – WEIERSTRASS

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Real

Dosen Pengampu : Dr. Suryo Widodo, M.Pd

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

1. Ilyasa Mei Damayanti 2015010018


2. Reta Ayu Palupi 2015010032

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami bisa menyusun makalah tentang “Sub Barisan dan Teorema Bolzano - Weierstrass”
dengan baik dan lancar.

Keberhasilan penulisan makalah tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat penyusun selesaikan. Untuk itu, penyusun
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama proses
penyusunan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Suryo Widodo, M.Pd selaku
Dosen Mata Kuliah Analisis Real yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan kami.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Untuk itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan oleh penyusun demi perbaikan
makalah ini.

Mudah – mudahan, makalah kami ini dapat berguna untuk khalayak umum terutama
untuk memberi wawasan tentang tentang “Sub Barisan dan Teorema Bolzano - Weierstrass”.

Kediri, 1 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
1.4 Manfaat..................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Definisi dan Terminologi...........................................................................................................2
B. Beberapa Teorema.....................................................................................................................3
C. Contoh - Contoh........................................................................................................................7
BAB III................................................................................................................................................11
PENUTUP...........................................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................11
3.2 Saran....................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Barisan sebagai salah satu bagian dari matematika telah mengalami berbagai
perkembangan ke arah yang lebih spesifik dengan munculnya sifat-sifat dasar dari
barisan bernilai real salah satunya adalah kekonvergenan barisan. Dalam menguji suatu
barisan konvergen atau tidak dapat kita lakukan dengan menggunakan teorema
Bolzano-Weiestrass. Teorema ini mengatakan bahwa setiap barisan terbatas
mempunyai mempunyai barisan bagian yang konvergen. Dari teorema Bolzano-
Weierstrass tersebut tentunya kita akan mengkaji lebih jauh mengenai keterbatasan
suatu barisan dan bagaimanahubungannya dengan barisan yang konvergen. Lebih
jauhnya yang akan banyak dikaji dalam skripsi ini adalah tentang bagaimana
mengkonstruksi / membangun suatu barisan tersebut konvergen ataupun tidak
menggunakan teorema Bolzano-Weierstrass.

1.2 Rumusan Masalah


Dilihat dari latar belakang yang sudah dijelaskan diatas, maka dapatlah dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa itu sub barisan?
2. Bagaimana menentukan kekonvergenan suatu barisan menggunakan teorema
Bolzano-Weiestrass?

1.3 Tujuan

Mengetahui hubungan antara barisan konvergen dengan barisan terbatas dan untuk
mengetahui bagaimana menentukan suatu barisan konvergen dengan teorema Bolzano-
Weiestrass
1.4 Manfaat

Mendapatkan suatu wawasan dan pengetahuan tentang pengujian kekonvergenan


barisan bernilai real dengan menggunakan teorema Bolzano-Weiestrass.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diberikan konsep subbarisan (subsequences) dari suatu barisan bilangan
real.

A. Definisi dan Terminologi

Definisi A.11.1: Diberikan barisan bilangan real X =( X n) dan diberikan barisan


bilangan asli strictly increasing.

n1 <n 2< ⋯<n k < ⋯ .


'
Barisan X = ( x nk ) dengan ( x nk )=( x n 1 , , x n 2 , ⋯ , x nk , ⋯ ) disebut dengan subbarisan atau
barisan bagian (𝑠𝑢𝑏𝑠𝑒𝑞𝑢𝑒𝑛𝑐𝑒𝑠) dari X . Berikut ini, akan diberikan pengertian puncak
“𝑝𝑒𝑎𝑘”, yang akan berguna untuk membuktikan eksistensi subbarisan monoton.

Definisi A.11.2: Misalkan X =( X n) adalah barisan bilangan real. Suku ke-m x m disebut
puncak jika x m ≥ x n untuk setiap n sedemikian hingga n ≥ m. (dimana titik x m tidak
pernah didahului oleh sebarang elemen barisan setelahnya). Catatan: Bahwa pada
barisan yang 𝑑𝑒𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 setiap elemen adalah puncak, tetapi pada barisan yang
𝑖𝑛𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 tidak ada elemen yang menjadi puncak.

Definisi A.11.3: Misalkan X =( x n ) adalah barisan bilangan real yang terbatas.

a) 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 𝑠𝑢𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑟 ( x n) adalah 𝑖𝑛𝑓𝑖𝑚𝑢𝑚 dari himpunan 𝑉 dari v ϵ R sedemikian


hingga v< x n untuk paling banyak terhinggan ϵ N . Ini dilambangkan dengan
x ´
lim ( ) ¿ atau lim ¿ X atau lim ¿ ( xn ) ¿
n

b) Limit inferior dari ( x n) adalah supremum himpunan w ϵ R sehingga x m <w untuk


paling banyak terhingga m ϵ N. Ini dilambangkan dengan
lim inf ( x n ) atau lim inf X atau lim ⁡( x n )

2
Gambar 11.1 Ilustrasi limit superior dan limit inferior
Sumber: http://mathonline.wikidot.com/limit-superior-and-limit-inferior

B. Beberapa Teorema
Teorema B.11.1: Jika X =(x n ) konvergen ke x, maka sebarang subbarisan X ' =( x n ) k

dari X juga konvergen ke x.


Bukti :
Ambil ε > 0. Karena ( x n)→ x, maka terdapat K ( ε) ∈ N sedemikian hingga untuk setiap

n ≥ K (ε ) berlaku ¿ x n−x∨¿ ε. Karena untuk setiap n ∈ N berlaku n k+1 ≥ nk, maka untuk

setiap n ≥ K (ε ) berlaku n k ≥ k ≥ K (ε ) . Sehingga ¿ x n −x∨¿ ε.


k

Dengan demikian X ' =( x n ) konvergen ke x.


k

Teorema B.11.2: Diberikan barisan bilangan real X =( xn), maka pernyataan berikut ini
ekuivalen.
(i) Barisan X =( x n ) tidak konvergen ke x ∈ R.

(ii) Ada ε 0> 0 sedemikian hingga untuk sebarang k ∈ N , terdapat n k ∈ N sedemikian


hingga n k ≥ k dan ¿ x n −x∨≥ ε 0 .
k

3
(iii) Ada ε 0> 0 dan suatu subbarisan X ' =( x n ) sedemikian hingga |x n −x|≥ ε 0
k k

untuk semua k ∈ N .

Bukti :
(i)⟹(ii) Jika ( x n) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε 0> 0 tidak mungkin

ditemukan k ∈ N sedemikian hingga untuk setiapn k ≥ k berlaku |x n −x|< ε 0. Akibatnya


k

tidak benar bahwa untuk setiap k ∈ N , n ≥ k memenuhi |x n −x|< ε 0. Dengan kata lain,
k

untuk setiap k ∈ N , n k ∈ N , sedemikian hingga n k ≥ k dan |x n −x|≥ ε 0.


k

(ii)⇒ (iii) Diberikan ε 0> 0 sehingga memenuhi (ii) dan diberikan n1 ∈ N sedemikian
hingga n1 ≥1 dan ¿ X n −x∨≥ ε 0. Selanjutnya, diberikan n2 ∈ N sedemikian hingga n2 >n 1
1

dan ¿ X n −x∨≥ ε 0. diberikan n3 ∈ N sedemikian hingga n3 > n2 dan ¿ X n −x∨≥ ε 0.


2 3

Demikian seterusnya sehingga diperoleh suatu subbarisan X =( X n ) sehingga berlaku


k

¿ X n −x∨≥ ε 0 untuk semua k ∈ N .


k

(iii) ⟹(i) Misalkan X =( X n) mempunyai subbarisan X ' =( X n ) yang memenuhi sifat


k

(iii). Maka X tidak konvergen ke x, sebab jika konvergen ke x, maka X ' =( X n ) juga k

konvergen ke x. Hal ini tidak mungkin, sebab X ' =( X n ) tidak berada dalam
k

𝑛𝑒𝑖𝑔ℎ𝑏𝑜𝑟ℎ𝑜𝑜𝑑 V ε (x). 0

Teorema B.11.3: (Kriteria Divergensi) Jika barisan bilangan real X =( X n) memenuhi


salah satu dari sifat berikut, maka barisan X divergen.

(i) X mempunyai dua subbarisan konvergen X ' =( X n ) dan X ' ' =( X r ) dengan limit
k k

keduanya tidak sama.


(ii) X tidak terbatas.

Bukti :

Kasus 1:

4
Andaikan X tidak tak terbatas. Akan dibuktikan jika X mempunyai dua sub barisan
' ''
konvergen X =( X n ) dan X =( X r ) dengan limit keuanya tidak sama maka barisan X
k k

divergen.

'
Misalkan: Jika X =(x n ) konvergen ke x, maka sebarang subbarisan X =( X n ) dari X
k

juga konvergen ke x. Atau lim ( x n) =x=lim ( x n ).


k

''
Begitu juga, jika X =( x n ) konvergen ke x, maka sebarang subbarisan X =( X n ) dari X
k

juga konvergen ke x. Atau lim ( x n) =x=li m ( x r ). Sehingga lim ( x n) =x=lim ( x r ),


k k

kontradiksi dengan hipotesis.

Kasus 2:

' ''
X mempunyai dua subbarisan konvergen X =( X n ) dan X =( X r ) dengan limit
k k

keduanya sama. Akan dibuktikan X tidak terbatas maka barisan X divergen.


Misalkan: X konvergen maka X terbatas (𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.9.1) kontradiksi dengan
hipotesis. Jadi haruslah barisan X divergen.

Teorema B.11.4: (𝑺𝒖𝒃𝒃𝒂𝒓𝒊𝒔𝒂𝒏 𝑴𝒐𝒏𝒐𝒕𝒐𝒏) X =( x n ) barisan bilangan real, maka terdapat


subbarisan dari X yang monoton.

Bukti:

Pembuktian dibagi menjadi dua kasus, yaitu X mempunyai tak hingga banyak puncak,
dan 𝑋 mempunyai berhingga banyak puncak.

Kasus I:

5
X mempunyai tak hingga banyak puncak. Tulis semua puncak dengan indeks
𝑖𝑛𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 yaitu x m , x m , x m , … , x m , … Karena setiap sukunya adalah puncak
1 2 3 k

diperoleh x m ≥ x m ≥ x m ≥… ≥ x m ,…
1 2 3 k

Dengan demikian subbarisan dari puncak-puncak ( x m ) merupakan subbarisan yang k

𝑑𝑒𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛g dari X .

Kasus II:

X mempunyai berhingga banyak puncak. Tulis semua puncak dengan indeks


𝑖𝑛𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔, yaitu x m , x m , x m , … , x m , …
1 2 3 k

Misalkan s1 :mr +1 adalah indeks pertama dari puncak yang terakhir. Karena x s bukan 1

puncak,maka terdapat s2 > s1 sedemikian hingga x s < x s . Karena x s bukan puncak, maka
1 2 2

terdapat s3 > s2 sedemikian hingga x s < x s . Jika proses ini diteruskan, diperoleh
2 3

subbarisan ( x s ) yang 𝑖𝑛𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 dari X .


k

Teorema B.11.5: (𝑩𝒐𝒍𝒛𝒂𝒏𝒐 − 𝑾𝒆𝒊𝒆𝒓𝒔𝒕𝒓𝒂𝒔𝒔) Setiap barisan bilangan real yang


terbatas pasti memuat subbarisan yang konvergen.

Bukti:
Menurut (teorema B. 11.4 𝑆𝑢𝑏𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑡𝑜𝑛) X =( X n) barisan bilangan real,
maka terdapat subbarisan dari X yang monoton.. Karena subbarisan ini juga terbatas,
berdasarkan (teorema B. 10.1 𝐾𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑡𝑜𝑛), maka subbarisan tersebut
konvergen.

Cara lain, Diberikan barisan bilangan real terbatas X =( X n) . Misalkan S={x n :n ϵ N }


range barisan, maka Smungkin berhingga atau tak berhingga.

Kasus I: Diketahui 𝑆 berhingga.

Misalkan S= { x1 , x 2 , ⋯ , x t } maka terdapat m ϵ N dengan 1 ≤m ≤t dan barisan ( r k : k ϵ N )


dengan r 1 <r 2 <r 3 < ⋯ sehingga x r =x r =⋯=x m. Hal ini berarti terdapat subbarisan
1 2

( r k :k ϵ N ) yang konvergen ke x m .
Kasus II: Diketahui S tak berhingga

6
Karena S tak berhingga dan terbatas, maka 𝑆 mempunyai titik 𝑐𝑙𝑢𝑠𝑡𝑒𝑟 atau 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡
1 1
( )
misalkan x titik limit S. Misalkan U k = x− , x+ neighborhood titik 𝑥.
k k

Untuk k =1, maka terdapat x r ϵ S ∩ U 1 , x r ≠ x sedemikian hingga |x r −x|<1


1 1 1

1
Untuk k =2, maka terdapat x r ϵ S ∩ U 2 , x r ≠ x sedemikian hingga |x r −x|<
2 2 2
2

1
Untuk k =3, maka terdapat x r ϵ S ∩ U 3 , x r ≠ x sedemikian hingga |x r −x|<
3 3 3
3

Demikian seterusnya, sehingga diperoleh :

1
Untuk n=k maka terdapat x r ϵ S ∩U n , x r ≠ x sedemikian hingga |x r −x|<
n n n
n

1
Ambil ε > 0. Menurut Sifat Archimedes, maka terdapat K ϵ N sedemikian hingga < ε.
K
1 1
Maka untuk setiap n ≥ K berlaku |x r −x|< ≤ <ε . Terbukti bahwa ( x r ) konvergen ke
n K n n

x dengan ( x r ) subbarisan ( x n ) .
n

Teorema B.11.6: Diberikan X =( x n ) barisan bilangan real terbatas dan x ∈ R yang


mempunyai sifat bahwa setiap subbarisan dari X konvergen ke x. Maka barisanX
konvergen ke x.

Bukti:

Misalkan M >0 adalah batas dari barisan X sehingga ¿ x n∨≤ M untuk semua n ∈ N .
Andaikan X tidak konvergen ke x, maka menggunakan 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.11.2 terdapat ɛ 0 >0
dan subbarisan X ' =( x n ) sedemikian hingga
k

¿ x n −x∨≥ ɛ 0 untuk semua K ∈ N . (11.1)


k

Karena X ' subbarisan dari X , maka M juga batas dari X '. Menggunakan Teorema
Bolzano-Weierstrass berakibat bahwa X ' memuat subbarisan X ' ' . Karena X ' ' juga
subbarisan dari X , maka X ' ' juga konvergen ke x. Dengan demikian, akan selalu
berada dalam 𝑛𝑒𝑖𝑔ℎ𝑏𝑜𝑟ℎ𝑜𝑜𝑑 V ε (X ). Kontradiksi dengan (11.1), yang benar adalah X
0

selalu konvergen ke x.

7
Teorema B.11.7: Jika ( x n) adalah barisan bilangan real yang terbatas, maka pernyataan
berikut untuk bilangan real x ¿ adalah setara.

(a) x ¿=lim (x ) ¿
n

¿
(b) Jika ε > 0, terdapat paling banyak terhingga bilangan n ϵ N sehingga x + ε < x n , tetapi
¿
tak terhingga n ϵ N yang tak terbatas sedemikian hingga x −ε < x n.
x n : n≥ m } ¿
(c) Jika um ={ ¿ maka x =inf { um :m∈ N }=lim ( um )
(d) Jika 𝑆 adalah himpunan limit dari subbarisan ( x n) , maka x ¿ =S ¿.
Bukti :

(a) mengimplikasikan (b).

Jika ε > 0, maka fakta bahwa x ¿ adalah sebuah infimum mengimplikasikan bahwa ada v
𝑑𝑖 V sedemikian rupa sehingga x ¿ ≤ v < x ¿ +ε. Karena itu x ¿ adalah milik V , jadi paling
¿
tidak ada sejumlah terhinga n ϵ N sedemikian sehingga x + ε < x n. Di sisi lain, x ¿−ε
¿
tidak dalam V sehingga ada sejumlah tak terhingga n ϵ N sehingga x −ε < x n.

(b) mengimplikasikan (c).

Jika (b) berlaku, diberikan ε > 0, maka untuk semua myang cukup besar kita memiliki
um < x + ε. Oleh karena itu, inf { u m :m ∈ N } ≤ x¿ +ε . Demikian juga, karena ada sejumlah
¿ ¿
tak terhingga n ϵ N sehingga x −ε < x n, maka x −ε <um untuk semua m ϵ N dan
¿
karenanya x −ε ≤inf { um :m∈ N }. Karena ε > 0 adalah sebarang, dimpulkan bahwa
x ¿=inf { um :m∈ N }. Selain itu, karena barisan (um ) decreasing monoton, diperoleh

inf ( u m )=lim ⁡( um ).

(c) mengimplikasikan (d)

8
Misalkan X ' =( x n ) adalah subbarisan konvergen dari X =( x n ). Karena n k ≥ k kita
k
'
memiliki nu ≤ uk dan karenanya lim X ≤ lim ( uk )=x . Sebaliknya, ada n1 sehingga
¿
k

u1−1 ≤ xn ≤u 1.
1

Secara induktif pilih n k+1 >nk sehingga

1
n k− < x <uk
k +1 n k+ 1

¿ ¿
Sejak lim ( uk ) =x , berarti x =lim ⁡( x n )dan disini x ¿ ∈ S.

(d) mengimplikasikan (a)

Misalkan w =S ¿. Jika ε > 0 diberikan, maka ada paling banyak sejumlah terhingga n
dengan w +ε < x n. Oleh karena itu w +ε milik V dan lim ( x ) ≤ w+ε . Di lain pihak, ada
n

subbarisan ( x n) yang konvergen ke suatu bilangan yang lebih besar dari w−ε, begitu
juga bahwa w−ε tidak dalam V , dan karenanya w−ε ≤ lim ( x ) ¿ Karena ε > 0 adalah
n

sebarang, disimpulkan bahwa w=lim( x ) ¿. n

Teorema B.11.8: Barisan terbatas ( x n) adalah konvergen jika dan hanya jika
xn
lim ( ) ¿ lim inf ( x n )

Bukti sebagai latihan

C. Contoh - Contoh

Contoh C.11.1: Diberikan X = ( 11 , 12 , 13 , … , 1n , …)

9
(i) Jika diberikan n1 =2, n2 =4 ,… n k =2 k , … maka n1 <n 2< …<nk < … dengan

'
demikian, barisan X 1 = ( 12 , 14 , 16 , … , 21n ,…) merupakan subbarisan dari X .
(ii) Jika diberikan n1 =4 , n 2=5 , n3=6 , … n k =k +3 … maka n1 <n 2< …<nk < … dengan

'
demikian, barisan X 2 = ( 14 , 15 , 61 , 71 , …) merupakan subbarisan dari X .
(iii) Jika diberikan n1 =3 ,n 2=2 , n3=4 , … nk =k +3 … maka n1 <n 2 dengan

'
( 13 , 14 , 16 , 15 , …) bukan merupakan subbarisan dari X .
demikian, barisan X 3 =

1 1 1
Begitu juga untuk X =( , 0 , ,0 , , 0 , … ) bukan merupakan subbarisan dari X
'
(iv) 4
1 3 5
.
Contoh C.11.2:
Jika X =(x 1 , x 2 , … x n , …) adalah barisan bilangan real, maka X m=( X m+n :n ∈ N ) yaitu
𝑚−𝑒𝑘𝑜𝑟 dari X merupakan subbarisan.

𝑚−𝑒𝑘𝑜𝑟 bersesuaian dengan barisan yang ditentukan dengan r 1=m+1 , r 2=m+2 ,


r n =m+ n ,

Sehingga memenuhi r 1 <r 2 <…< r n <…,

Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.

Contoh C.11.3:

(a) lim ( bn ) =0 bila 0< b<1


Pada contoh C.8.4 (b), telah dibahas bahwa bila 0< b<1dan bila x n=b n, maka dari

ketidaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim ( x n) =0.


Alternatif lain, dilihat bahwa karena 0< b<1, maka x n+1=bn+1 <b n=x n; dengan
demikian ( x n) adalah barisan 𝑑𝑒𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔. Jelas juga bahwa 0 ≤ xn ≤ 1, sehingga
menurut Teorema Konvergensi Monoton 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.10.1 barisan tersebut
konvergen. Misalkan x=lim ⁡( x n ). Karena ( x 2 n) subbarisan dari ( x n ) menurut

10
2
𝑇𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.11.6 maka x=lim ⁡( x 2 n ). Di lain pihak, karena x 2 n=b2 n =( bn ) =x2n ,
menurut 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.10.2 diperoleh,
2
x=lim ( x 2n ) =( lim ⁡( x n ) ) =x2

Oleh karena itu akan dipenuhi salah satu x=0 atau x=1.

Karena ( x n ) barisan 𝑑𝑒𝑐𝑟𝑒𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 dan terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x=0

1
( )
(b). lim c n =1 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 c >1

Limit ini telah diperoleh dalam 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝐶.8.4(𝑐) untuk c >0, dengan pemikiran
argumen yang banyak diakal-akali.

Di sini akan dilihat pendekatan lain untuk 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 c >1.


1
Perhatikan bahwa jika z =c n , 𝑚𝑎𝑘𝑎 z n >1dan z n+1 < z nuntuk semua nϵN . Jadi dengan
n

menggunakan Teorema Konvergensi monoton, z=z n ada. 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.11.1, berlaku


z=lim ⁡( z 2 n ). Di lain pihak, karena
1
1 1 1
2n
z 2 n=c = c ( ) =z
n
2
2
n

Dan Teorema B.9.8, maka


1 1
z=lim ( z 2 n) =( lim ⁡( z 2 n ) ) 2 =z 2

Karena itu z 2=z yang menghasilkan z=0 atau z=1. Karena z n >1 untuk semua 𝑛𝜖𝑁,
maka haruslah 𝑧 = 1.
Kegunaan subbarisan membuat lebih mudah untuk menyajikan uji divergensi suatu
barisan.

Contoh C.11.4:

a) Barisan ( (−1 )n ) divergen

Bila barisan X =( (−1 )n ) konvergen ke x, maka (menurut 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.11.1) setiap


sub-barisan dari X harus konvergen ke x. Karena terdapat subbarisan yang

11
konvergen ke +1 dan sub-barisan yang lain konvergen ke −1, maka haruslah X
divergen.
1 1 1
2 (
b) Barisan 1 , ,3 , , 5 , , … divergen
4 6 )
Didefinisikan barisan Y =( y n ), yang mana y n=n bila n ganjil dan y n=1 n bila n
genap secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak terbatas, disini menurut
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑒𝑚𝑎 𝐵.9.1, barisan ini tidak mungkin konvergen. Secara alternatif, walaupun

1 1 1
2 ( 4 6 )
sub-barisan 1 , ,3 , , 5 , , … dari Y konvergen ke 0, keseluruhan barisan Y tidak

konvergen.
c) Barisan S := ( sin n ) divergen
Barisan ini tidak begitu mudah untuk ditangani. Dalam membahasnya, tentu saja,
memanfaatkan sifat-sifat dasar dari fungsi sinus. Diketahui bahwa

sin ( π6 )= 12 =sin ( 56π ) dan bahwa sin x > 12 untuk pada interval I =( π6 , 56π ). Karena
1

5 π π 2π
panjang dari I 1= − = >2 paling sedikit terdapat dua bilangan asli di dalam
6 6 3
I 1. Kita misalkan n1 sebagai bilangan pertama. Dengan cara yang sama, untuk setiap

1
k ∈ N , sin x > untuk x pada interval:
2

I 1= ( π6 + 2 π ( k−1 ) , 56π +2 π ( k −1))


Karena panjang I k lebih dari 2, paling sedikit terdapat dua bilangan asli di dalam I k :
'
kita mengambil n k sebagai bilangan asli yang pertama. subbarisan S =( sin nk ) dari S

1
dengan cara ini diperoleh semua nilai terletak pada interval [ ]
2
,1

Dengan cara yang sama, jika k ∈ N dan j k adalah interval


7π 11 π
j k= ( 6
+2 π ( k−1 ) ,
6
+2 π ( k −1 ) )

12
Kemudian kita melihat bahwa sin x <−12 untuk setiap x ϵ j k dan panjang j k lebih
''
dari 2. Misalkan m k adalah bilangan asli pertama di j k. maka subbarisan S =( sin m k )

1
[
dari S yang semua nilainya terletak pada interval −1 ,
2 ]
Diberikan sebarang bilangan real c pada dilihat paling sedikit satu subbarisan S ’dan

1
S ” terletak diluar −neighborhood dari c. Oleh karena itu, c bukanlah limit dari S.
2
Karena c ∈ R sebarang, maka kita dapat menyimpulkan bahwa S adalah divergen.

Contoh C.11.5:

Berikut ini diberikan sebuah teorema yang menyatakan bahwa barisan bilangan real
X =( X n) pasti mempunyai subbarisan yang monoton. Untuk membuktikan teorema ini,
diberikan pengertian puncak (peak), x m disebut puncak jika x m ≥ x n untuk semua n
sedemikian hingga n ≥ m. Titik x m tidak pernah didahului oleh sebarang elemen barisan
setelahnya. Perhatikan bahwa pada barisan yang menurun, setiap elemen adalah
puncak, tetapi pada barisan yang naik, tidak ada elemen yang menjadi puncak.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai


berikut:

1. Dari kedua teorema diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap barisan yang
konvergen pasti dia terbatas, sebaliknya bahwa barisan yang terbatas belum tentu
konvergen. Jika barisan monoton terbatas maka barisan tersebut konvergen.
2. Teorema Bolzano-Weierstrass ”Setiap barisan terbatas mempunyai barisan bagian
yang konvergen”. Teorema ini dibuktikan dengan 2 cara, cara ke-1 yakni dibuktikan
dengan mengambil barisan bagian yang monoton dan cara ke-2 dengan interval
bersarang. Teorema Bolzano-Weierstrass dapat diartikan bahwa setiap barisan yang
terbatas mempunyai barisan bagian yang konvergen tak perlu ke titik yang sama,
tetapi jika setiap barisan bagiannya konvergen ke titik yang sama maka barisan
aslinya konvergen pula ke titik tersebut.

3.2 Saran
Makalah yang kami susun masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat membantu kami untuk menyusun makalah yang lebih baik
lagi ke depannya. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca akan bermanfaat
untuk memperbaiki kajian kami.

14
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Suryo dan Yuni Katminingsih. 2018. Pengantar Analisis Real. Kediri: Fakultas
Teknik Universitas Nusantara PGRI Kediri.

15

Anda mungkin juga menyukai