MATERI
KONSEP DASAR PENGELOLAAN
BARANG MILIK NEGARA
OLEH:
MARGONO
Sesuai dengan UU nomor 1 tahun 2004 pasal 1 angka 1, barang milik negara adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. PP 27 tahun 2014 mendefinisikan Barang Milik Nrgara (BMN) pada pasal
1 angka 1 sebagai semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dengan
demikian definisi BMN pada UU no 1 tahun 2004 dengan PP 27 tahun 2014 adalah sama.
Barang Milik Negara ini merupakan bagian dari aset pemerintah yang dikelola sendiri oleh
Pemerintah atau oleh pihak lain.
Barang milik Negara ini meliputi: (a) Persediaan; (b) Tanah; (c) Gedung dan
Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; (d) Aset Tetap lainnya; (e) Konstruksi dalam
Pengerjaan (f) Aset Tak berwujud, Aset Kemitraaan dengan fihak ketiga serta aset lain-lain.
Persediaan merupakan aset yang berupa : (1). Barang atau perlengkapan (supplies)
yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah; (2) Bahan atau
perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi; (3) Barang dalam
proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
(4)Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka
kegiatan pemerintahan.
Tanah adalah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan
operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam klasifikasi tanah ini
adalah tanah yang digunakan untuk gedung, bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan.
Suatu barang berwujud dapat diakui sebagai asset tetap apabila mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehan aset dapat diukur secara andal,
tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas, dan diperoleh atau dibangun
dengan maksud untuk digunakan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau
dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam
kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang
berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu rambu, serta Tugu Titik
Kontrol (lampiran VII PMK 120/PMK.06/2007).
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh
pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang
1
termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air, Instalasi, dan
Jaringan(PMK120/PMK.06/2007).
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok Tanah, Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan, Jalan, Irigasi dan Jaringan,
yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi
siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi
Perpustakaan/Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olah Raga, Hewan, Ikan dan
Tanaman.
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset
tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
periode waktu tertentu dan belum selesai(PMK 120/PMK.06/2007).
Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasikan dan tidak
mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa
atau digunakan untuk tujuan lainnya. Aset tak berwujud meliputi software komputer, lisensi
dan franchise, hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya, dan hasil kajian/penelitian yang
memberikan manfaat jangka panjang.
Jenis aset tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam mata pelajaran Penatausahaan
Barang Milik Negara.
Dilihat dari perolehannya BMN ini dapat diperoleh atas beban APBN atau dapat juga
melalui perolehan lainnya yang syah. Jika suatu satuan kerja akan mengadakan BMN,
rencana pengadaan BMN tersebut dituangkan dalam dokumen yaitu Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran yang berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran Negara dan pencairan dana atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Jika suatu satker berdasarkan DIPA tersebut membeli Barang
Milik Negara maka Barang Milik Negara pada satker tersebut bertambah. Disamping itu
tindakan ini juga akan mengakibatkan pengeluaran uang dari Kas Negara yang membebani
APBN. Disamping diperoleh melalui pengadaan yang membebani APBN tersebut, BMN juga
dapat diperoleh dengan cara lain yang akan dibicarakan pada bagian berikutnya.
3. Barang yang digunakan Satuan Kerja yang Bukan Barang Milik Negara;
Barang yang digunakan oleh Satuan Kerja dapat berupa Barang Milik Negara
sebagaimana telah dibahas di atas atau Bukan Barang Milik Negara.
Barang yang tidak termasuk Barang Milik Negara antara lain adalah tanah wakaf
yang digunakan oleh pemerintah. Banyak Barang Milik Negara berupa gedung dan
bangunan yang berdiri di atas tanah wakaf. Tanah wakaf bukan merupakan Barang Milik
Negara. Sesuai dengan SE Direktur Jenderal Kekayaan Negara nomor SE-10/KN/2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Inventarisasi Dan Penilaian Tanah Wakaf, tanah wakaf
dicatat dalam SIMAK-BMN sebagai barang pihak ketiga. Apabila tanah wakaf telah terlanjur
dicatat dalam SIMAK-BMN sebagai BMN yang dimiliki satker, maka wajib dilakukan koreksi
pencatatan yang semula BMN Intrakomptabel tanah menjadi Barang Pihak Ketiga. Koreksi
pencatatan tersebut harus berdasarkan surat keputusan Kepala satuan kerja yang
bersangkutan.
Di samping tanah wakaf mungkin Satuan Kerja menyimpan benda-benda tertentu.
Sebagai contoh benda-benda yang disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara.
Dilihat dari wujudnya benda-benda tersebut dapat berupa barang dan surat-surat. Barang
sitaan ini juga bukan Barang Milik Negara. Jika putusan hakim ternyata ada barang sitaan
yang dirampas oleh Negara, maka barang tersebut harus diserahkan ke Kementerian
Keuangan dan akan dicatat sebagai Barang Milik Negara. Barang barang tersebut dapat
dijual, ditukarkan, digunakan oleh Pemerintah atau mungkin dimusnahkan. Hal yang sama
juga barang-barang yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kegiatan Belajar Kedua
WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB
PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
4
h. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang
berada pada Pengelola Barang;
i. memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada pada
Pengguna Barang;
j. memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara;
k. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Negara dan
menghimpun hasil Inventarisasi;
l. menyusun laporan Barang Milik Negara;
m. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik
Negara; dan
n. menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik Negara/Daerah kepada
Presiden, jika diperlukan.
PP 27 tahun 2014 pasal 4 ayat (3) mengatakan bahwa Pengelola Barang Milik Negara
dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana dimaksud pada
pasal 4 ayat (2) di atas kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Kewenangan dan
tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
tata cara pendelegasiannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pembahasan lebih
lengkap terkait pendelegasian dan tanggungjawab tertentu disampaikan pada angka 3 di bawah
ini.
Sesuai Pasal 7 ayat (1) Kepala kantor dalam lingkungan Kementerian/Lembaga adalah
Kuasa Pengguna Barang Milik Negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya. Kuasa
Pengguna Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan Barang Milik Negara untuk lingkungan kantor yang
dipimpinnya kepada Pengguna Barang;
b. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada
dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
c. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya;
d. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;
f. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada
dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
g. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan
Pihak Lain, kepada Pengguna Barang;
h. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam
penguasaannya kepada Pengguna Barang;
i. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang
berada dalam penguasaannya; dan
j. menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran dan laporan
barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna
Barang.
15
dimaksud di atas meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan,
Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara. Untuk melaksanaan amanah
perencanaan BMN di atas, Menteri Keuangan sebagai Pengelola Barang telah menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK 150/PMK.06/2014 Tentang Perencanaan
Kebutuhan Barang Milik Negara. Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur Kewenangan
Pengelola dan Pengguna Barang, ruang lingkup perencanaan, objek perencanaan
kebutuhan BMN, Prinsip Perencanaan Kebutuhan BMN serta Tatacara penyusunan dan
penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara, Tatacara penyusunan dan
penelaahan usulan perubahan hasil penelaahan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara.
Sesuai dengan Pasal 24 PMK 150/PMK.06/2014, Tata cara penyajian dan
penghitungan Perencanaan Kebutuhan BMN dilakukan dengan berpedoman pada Modul
Perencanaan Kebutuhan BMN. Modul Perencanaan Kebutuhan BMN tersebut tertuang
dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 450/KM.6/2014 tentang Modul Perencanaan
Kebutuhan BMN untuk Penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara.
Untuk Kementerian Keuangan, penyusunan Rencana Kebutuhan Barang Milik
Negara berpedoman pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor
642/KMK.01/2015 tentang Pedoman Penyusunan, Penelitian dan Penyampaian Rencana
Kebutuhan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Kecuali untuk Penghapusan, Perencanaan Kebutuhan, berpedoman pada: (1)
standar barang; (2) standar kebutuhan; dan/atau (3) standar harga. Standar barang dan
standar kebutuhan ditetapkan oleh Pengelola Barang setelah berkoordinasi dengan instansi
terkait. Standar harga sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengguna Barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh
Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan kantor yang dipimpinnya. Selanjutnya
Pengguna Barang menyampaikan usul rencana kebutuhan Barang Milik Negara
sebagaimana dimaksud di atas kepada Pengelola Barang.
Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usul rencana kebutuhan Barang Milik
Negara tersebut bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada
Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dan menetapkannya sebagai rencana
kebutuhan Barang Milik Negara.
b. Pengadaan
Pengadaan Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif,
transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Pelaksanaan pengadaan Barang
Milik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pengadaan Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden
nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan
Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa (Perpres 54 tahun 2010 pasal 1 angka 1).
Menurut Prepres 54 tahun 2010 Pasal 5, dengan menerapkan prinsip-prinsip efisien,
efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses Pengadaan Barang/Jasa, karena
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis
dan keuangan.
Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan
dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang
ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan
sasaran dengan kualitas yang maksimum.
Efektif, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran
yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Transparan,
berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/Jasa bersifat jelas dan
dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh
masyarakat pada umumnya.Terbuka, berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh
semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan
ketentuan dan prosedur yang jelas.Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus
dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa
yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barang/Jasa yang
ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya
mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.
Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon
Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak
tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan
Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
c. Penggunaan
Sesuai dengan PP 27 tahun 2014 Pasal 14 Status Penggunaan Barang Milik Negara
ditetapkan Pengelola Barang. Tidak semua BMN harus ditetapkan statusnya. Menurut PP
27 tahun 2014 Pasal 15 penetapan status Penggunaan tidak dilakukan terhadap:
1). Barang Milik Negara berupa: barang persediaan, konstruksi dalam pengerjaan dan atau
barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.
2). Barang Milik Negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas
pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan
3). Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang.
2). Pengelola Barang meneliti laporan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dan menetapkan status penggunaannya. Penetapan status Penggunaan
Barang Milik Negara oleh Pengelola Barang akan ditindaklanjuti dengan pencatatan
Barang Milik Negara tersebut dalam Daftar Barang Pengguna oleh Pengguna Barang.
Sesuai PP 27 tahun 2014 Pasal 17 ayat (3) dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang
dapat menetapkan status Penggunaan Barang Milik Negara pada Pengguna Barang tanpa
didahului usulan dari Pengguna Barang. Yang dimaksud “kondisi tertentu” antara lain atas
permohonan instansi lain seperti Pengadilan dan Badan Pertanahan Nasional, dan
penetapan Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Negara dapat ditetapkan status penggunaannya untuk
penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, guna dioperasikan oleh Pihak
Lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Kementerian/
Lembaga yang bersangkutan (PP 27 tahun 2014 Pasal 18).
Barang Milik Negara yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna
Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu
tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Negara tersebut setelah
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang. Persetujuan Pengelola Barang
sekurang-kurangnya memuat mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengguna Barang
dan Pengguna Barang sementara ( PP 27 tahun 2014 Pasal 19 ayat 1).
Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang
kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan
persetujuan Pengelola Barang (Pasal 20 ayat 1). Pengalihan status Penggunaan Barang
Milik Negara dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari Pengelola Barang dengan
terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang ( Pasal 20
ayat 2).
Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara/ Daerah berupa tanah dan/atau
bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang yang bersangkutan.
Menurut PP 27 tahun 2014 Pasal 22 ayat (2) Pengguna Barang wajib menyerahkan
Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan (yang tidak digunakan dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang), kepada Pengelola Barang.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (2) di atas, apabila
tanah dan/atau bangunan tersebut telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan
dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.
Berdasarkan PP 27 tahun 2014 pasal 23 ayat 1, Pengguna Barang yang tidak
menyerahkan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang telah ditetapkan
sebagai Barang Milik Negara yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), dikenakan sanksi
berupa:
1). pembekuan dana pemeliharaan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan
tersebut; dan/atau
2). penundaan penyelesaian atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, atau
Penghapusan Barang Milik Negara.
Disamping diberi sangksi sebagaimana dijelaskan di atas, menurut PP 27 tahun
2014 Pasal 23 ayat (3), Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan atau tidak
dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut penetapan status
penggunaannya oleh Pengelola Barang. Selanjutnya Menteri Keuangan telah menetapkan
PMK 246/PMK.06/2014 tentang Tata cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara.
d. Pemanfaatan
f. Penilaian
Menurut PP 27 tahun 2014 pasal 1 angka 7 Penilaian adalah proses kegiatan untuk
memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/Daerah
pada saat tertentu.
Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca
Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk:
(a). Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau (b). Pemindahtanganan dalam bentuk
Hibah.
Sesuai dengan PP 27 tahun 2014 pasal 49 Penetapan nilai Barang Milik Negara
dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat dilakukan dengan berpedoman pada
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Sementara itu menurut Pasal 50 ayat (1) Penilaian Barang Milik Negara berupa
tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan
oleh: (a). Penilai Pemerintah; atau (b). Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola
Barang. Penilaian Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan untuk
mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PP 27
tahun 2014 pasal 50 ayat 3). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) bagi Penjualan Barang Milik Negara berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan
rumah susun sederhana. Berdasarkan PP 27 tahun 2014 pasal 50 ayat (5) Nilai jual Barang
Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu Barang Milik Negara berupa tanah
yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana ditetapkan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Penilaian Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka
Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna
Barang, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan oleh Pengguna Barang (PP 27 tahun
2014 Pasal 51 ayat 1). Penilaian Barang Milik Negara tersebut dilaksanakan untuk
mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (PP 27
tahun 2014 pasal 51 ayat 3). Namun jika Penilaian sebagaimana dimaksud di atas dilakukan
oleh Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil Penilaian Barang Milik Negara
hanya merupakan nilai taksiran. Hasil Penilaian Barang Milik Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Pengguna Barang.
Sesuai dengan PP 27 tahun 2014 Pasal 52 ayat (1) dalam kondisi tertentu,
Pengelola Barang dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai Barang Milik
Negara/Daerah yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah. Keputusan
mengenai Penilaian kembali atas nilai Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian Barang Milik Negara diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan yaitu PMK no 166/PMK.06/2015 tentang Penilaian Barang
Milik Negara. PMK ini menggantikan PMK 179/PMK.06/2009. Ketentuan lebih lanjut
mengenai Penilaian Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud di atas.
g. Pemindahtanganan
Menurut PP 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah.
Terdapat beberapa alasan kenapa BMN dipindahtangankan seperti : (a) untuk
melaksanakan efisiensi pengeluaran biaya pemeliharaan dan karena secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi negara; (b). Dalam rangka optimalisasi Barang Milik Negara yang
berlebih atau idle ; (c). sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
(d) dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan,
optimalisasi penggunaan BMN, atau tidak tersedia dana dalam APBN; (e) kepentingan
sosial, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.; (f) BMN
tersebut akan lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN/D atau Badan Hukum lainnya yang
dimiliki Negara/Daerah, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah tersebut dilakukan dengan cara:
a. Penjualan;
b. Tukar Menukar;
c. Hibah; atau
h. Pemusnahan
Menurut PP 27 tahun 2014 pasal 1 angka 22, Pemusnahan adalah tindakan
memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemusnahan Barang
Milik Negara dilakukan dalam hal:
1). Barang Milik Negara tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak
dapat dipindahtangankan; atau
2). Terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut PP 27 tahun 2014 Pasal 78 ayat (1) Pemusnahan dilaksanakan oleh
Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. Pelaksanaan
Pemusnahan dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Pengelola Barang.
Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan
atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pemusnahan Barang Milik Negara diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Pembahasan lebih mendalam tentang tatacara pemusnahan akan dibahas pada
mata pelajaran Pemindahtangan dan Penghpusan Barang Milik Negara.
i. Penghapusan
Sesuai dengan PP 27 tahun 2014 pasal 1 angka 23 Penghapusan adalah tindakan
menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan
dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang,
dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang
yang berada dalam penguasaannya. Penghapusan meliputi: (a). Penghapusan dari Daftar
Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; dan (b). Penghapusan dari
Daftar Barang Milik Negara.
Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa
Pengguna sebagaimana dimaksud di atas dilakukan dalam hal Barang Milik Negara sudah
tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
Penghapusan tersebut dilakukan dengan menerbitkan keputusan Penghapusan oleh
Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. Dikecualikan dari
ketentuan mendapat persetujuan Penghapusan dari Pengelola Barang sebagaimana
dimaksud di atas untuk Barang Milik Negara yang dihapuskan karena: (a) Pengalihan
Status; (b). Pemindahtanganan; atau (c). Pemusnahan. Persetujuan Pengelola sudah
dilakukan ketika akan melakukan pemindahtangan dan pemusnahan.
Selanjutnya Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara sebagaimana
dilaporkan kepada Pengelola Barang.
Pengelola akan menghapus BMN dari Daftar Barang Milik Negara berdasarkan
laporan Penghapusan dari Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang untuk BMN yang
berada pada Kuasa Pengguna. Hal ini diatur pada PP 27 tahun 2014 pasal 83. Sesuai
dengan Pasal 83 ayat 1 Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara dilakukan dalam hal
Barang Milik Negara/Daerah tersebut sudah beralih kepemilikannya, terjadi Pemusnahan,
atau karena sebab lain. Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan keputusan dan/atau laporan Penghapusan dari Pengguna Barang (PP 27
tahun 2014 pasal 83 ayat 2 huruf a). Sementara itu untuk BMN yang ada pada pengelola
sesuai dengan PP 27 tahun 2014 pasal 83 ayat 2 huruf b dilaksanakan berdasarkan
keputusan Pengelola Barang.
Menteri keuangan telah menetapkan PMK 50/PMK.06/2014 tentang Tata cara
pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara.
j. Penatausahaan
Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan. Pembukuan merupakan Kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam
Daftar Barang yang ada pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang.
Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil
pendataan Barang Milik Negara. Pelaporan merupakan kegiatan penyampaian data dan
informasi yang dilakukan oleh unit pelaksana penatausahaan BMN pada Pengguna Barang
dan Pengelola Barang.
Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik
Negara yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut
penggolongan dan kodefikasi barang.
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan pendaftaran dan
pencatatan Barang Milik Negara yang status penggunaannya berada pada Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa
Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang (PP 27 tahun 2014 pasal 84 ayat
2).
Selanjutnya PP 27 tahun 2014 pasal 84 ayat 3 menyatakan bahwa Pengelola Barang
menghimpun Daftar Barang Pengguna/ Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana
dimaksud pada ayat (2). Pengelola Barang menyusun Daftar Barang Milik Negara
berdasarkan himpunan Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan
dan kodefikasi barang. Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Negara ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Sementara itu penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Daerah
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.
Sesuai dengan pasal 85 (1) Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik
Negara paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam hal Barang Milik Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan,
Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.
Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana
dimaksud di atas kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya
Inventarisasi.
Pengelola Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara berupa tanah
dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.
Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna
Semesteran dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk
disampaikan kepada Pengguna Barang. Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang
Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan penyusunan Laporan Barang
Pengguna Semesteran dan Tahunan. Laporan Barang Pengguna sebagaimana dimaksud di
atas disampaikan kepada Pengelola Barang.
Pengelola Barang harus menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan
Tahunan. Disamping itu Pengelola Barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna
Semesteran dan Tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagaimana dimaksud di atas
sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Milik Negara. Laporan Barang Milik Negara
digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, Inventarisasi,
dan pelaporan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara.