Anda di halaman 1dari 3

Gua Selomangleng

Gua Selomangleng terletak di Desa Sanggrahan, Kec. Campurdarat, Tulungagung. Gua ini merupakan
salah satu destinasi wisata sejarah di Tulungagung. Letaknya cukup strategis karena berdekatan
dengan obyek wisata sejarah lainnya seperti Candi Sanggrahan dan Candi Boyolangu.

Kata Selomangleng ditafsiri dari Selo (Batu), Mang (Siwa/Matahari), Leng ( Lubang) jadi artinya
adalah batu siwa yang berlubang. Sesuai dengan namanya, Gua Selomangleng memang merupakan
ceruk yang dibuat pada sebongkah batu raksasa. Terdapat dua ceruk pada situs ini. Diduga pada
masa lalu ceruk-ceruk tersebut difungsikan sebagai tempat bertapa para rsi (ka-rsi-an). Di atas salah
satu ceruk, sekilas terlihat pahatan kala yang cukup besar sebagai penjaga ambang pintu gua

Kompleks Goa Selomangleng yang menempati areal kehutanan di lingkungan BKPH Kalidawir, atau
tepatnya di Dusun Sanggrahan Kidul, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, merupakan lereng
Jurang Sanggrahan yang cukup terjal. Berbatasan dengan kebun milik penduduk, kompleks ini dapat
dibedakan atas dua bagian, yakni bagian yang sekarang agak datar yang berada di bagian bawah,
serta bagian yang terjal di bagian atas. Di bagian pertama itulah terdapat dua buah goa, sedangkan
sebuah candi terdapat di bagian kedua.

Ketiga kekunoan tersebut merupakan hasil pengerjaan pada bongkahan batu besar, memenuhi
hampir seluruh sisa bagian atas batu. Goa pertama berada di bagian tanah yang relatif datar,
merupakan hasil pengerukan terhadap sebuah bongkah batu besar (monolit) dengan bentuk mulut
persegi empat sebanyak dua buah. Gua pertama dihiasi dengan relief, sedangkan goa kedua tidak
memilki relief. Lahan yang ditempati bongkahan batu bergoa tersebut meliputi areal seluas 29,5 m x
26 m. Ukuran bagian dalam goa pertama adalah: panjang 360 cm, lebar 175 cm, dan dalam ceruk
380 cm. Mulut goa mengahadap ke arah arah barat. Relief dipahatkan pada panel di dinding sisi
timur dan utara. Hiasan itu menggambarkan bagian dari cerita Arjunawiwaha, yakni ketika Indra
memerintahkan bidadarinya untuk menggoda Arjuna di Gunung Indrakila.

Digambarkan pula adegan ketika bidadari menuruni awan dari kahyangan ke bumi. Gua kedua
terletak di bagian selatan dari goa pertama, pada bongkah yang sama, tetapi pada posisi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan goa pertama. Goa yang di bagian selatan ini menghadap ke selatan dan
tidak memiliki hiasan apapun di dalamnya. Ukurannya panjang 360 cm dan lebar 200 cm
Beberapa meter di sebelah timur goa tersebut, pada tempat yang lebih tinggi terdapat bongkahan
batu yang dipahatkan kaki dan batur candi berdenah persegi empat dengan ukuran panjang 490 cm
dan lebar 475 cm. Dinding batur candi tersebut dihiasi palang Yunani berbingkai bujursangkar.

Latar Belakang Sejarah

Secara khusus tidak dijumpai keterangan yang dapat diacu untuk mengenal lebih dalam lagi latar
belakang sejarah situs tersebut. Menghubungkan kesamaan relief yang terdapat di goa
Selomangleng dengan yang dijumpai di Petirtaan Jalatunda, A. J. Bernet Kempers menduga bahwa
situs tersebut dibuat dan digunakan pada akhir abad X. Sebaliknya, berdasarkan cara pemahatan dan
penataan rambut tokoh-tokohnya, Satyawati Suleiman, berpendapat bahwa goa tersebut berasal
dari masa awal Majapahit.

Di Tulungagung, relief yang dipahatkan mengambil cerita bagian dari Arjunawiwaha, khususnya pada
episode penggodaan bidadari terhadap Arjuna yang sedang menjalankan tapa. Ini mencerminkan
kedekatan mereka akan wiracarita gubahan para pujangga sejak zaman Kerajaan Kadiri. Sekaligus
untuk mengingatkan mereka akan laku yang sedang ditekuninya, serta harapan bahwa kekuatan
yang terkandung dalam kisah cerita tersebut dapat terwujud

 Menarik untuk disimak bahwa pada salah satu ceruk terdapat relief yang merupakan penggalan
kisah dari cerita Arjunawiwaha. Cerita Arjunawiwaha mengisahkan tentang Arjuna yang
mengasingkan diri dengan bertapa di gunung. Hal ini ia lakukan karena merasa prihatin
atas terjadinya perselisihan antara Pandawa dengan Kurawa (dalam cerita pewayangan Jawa kisah
bertapanya Arjuna berjudul Begawan Ciptahening/Mintaraga). Cerita ini menggambarkan
perjuangan dan kesabaran Arjuna dalam menjalani kehidupan. Dalam pertapaannya ini, Arjuna
memperoleh cobaan dari para Dewa. Dikirimlah tujuh bidadari cantik untuk menggagalkan
pertapaan Arjuna, namun Arjuna mampu melewati godaan yang diberikan oleh para Dewa. Para
Dewa di Kahyangan kembali menguji Arjuna dan kali ini para dewa memerintahkan langsung kepada
Dewa Indra untuk menguji Arjuna. Dewa Indra menyamar menjadi seorang brahmana tua yang
tinggal di hutan dan berhasil menemui Arjuna. Mereka berdiskusi soal agama dan kehidupan, sekali
lagi Arjuna mampu melewati ujian dari para dewa. Akhirnya Dewa Indra menyatakan jati dirinya dan
kembali ke Kahyangan.

Di lain waktu terjadilah peristiwa di luar pertapaannya, seekor babi hutan datang mengamuk dan
akan merusak tempat pertapaan. Arjuna sangat terganggu atas keberadaan babi hutan ini. Ia keluar
dari tempat pertapaannya, dengan menggunakan busur dan anak panahnya, Arjuna memanah babi
hutan tersebut. Tetapi tanpa ia sangka pada saat yang bersamaan melesat pula anak panah dari
seorang pemburu tua yang juga mengincar keberadaan babi hutan tersebut. Terjadilah perselisihan
antara Arjuna dan pemburu tua tersebut tentang anak panah siapa yang terlebih dahulu mengenai
babi hutan tersebut. Ternyata pemburu tua ini adalah jelmaan dari Dewa Siwa yang sedang menguji
Arjuna. Kedatangan Dewa Siwa ini juga bermaksud meminta bantuan Arjuna untuk meredakan
Kahyangan yang sedang guncang akibat diserang raksasa setengah dewa yang bernama
Niwatakawaca. Dewa Siwa memberikannya senjata kadewatan berupa Panah Pasopati dan
memberinya tugas membinasakan Niwatakawaca. Arjuna menyelesaikan tugasnya dengan baik. Atas
keberhasilannya ini Arjuna diberi anugerah menikahi bidadari Kahyangan dan pesta perkawinannya
dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam.

Uniknya relief Gua Selomangleng tidak menampilkan peristiwa amukan babi. Apakah mungkin
karena relief adegan tersebut dianggap kurang mewakili tujuan dari pertapaan, sehingga relief yang
dipahatkan hanya sepenggal kisah yang berkaitan dengan pertapaan saja? Hal ini menarik untuk
dikaji lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai