Anda di halaman 1dari 7

KRIMINALITAS ANAK DI PERKOTAAN

DISUSUN OLEH:

Nama: Gilang Axelline Andriani

NPM: 2006551190

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH EKONOMI PERENCANAAN KOTA

MAGISTER PERENCANAAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS INDONESIA 2021


Sekilas tentang Kriminalitas Anak di Perkotaan

Karakteristik perkotaan yang menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dibanding wilayah


lain menimbulkan permasalahan yang terjadi di berbagai aspek. Dilihat dari kuantitas
penduduk perkotaan yang menimbulkan kepadatan, perbedaan pola pikir dan kondisi
lingkungan dalam berinteraksi telah mempengaruhi seseorang dalam mengambil tindakan dan
menimbulkan konflik. Seiring bertambahnya penduduk, potensi konflik semakin tinggi
sehingga potensi terjadinya tindak kriminal juga meningkat.

Berdasarkan teori ekonomi, tindak kriminal merupakan aktivitas rasional seperti


aktivitas ekonomi lainnya di mana hal tersebut dilakukan jika memberikan manfaat yang lebih
besar dibanding biaya yang dikeluarkan (O’Sullivan, 2012). Secara umum, dorongan dalam
melakukan tindak kriminal disebabkan adanya faktor intern maupun ekstern. Sifat kepribadian,
pola pikir, dan kondisi mental seseorang dapat menjadi penyebab terjadinya tindak kriminal
dari sisi intern. Sedangkan sisi ekstern dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan, dampak
buruk kemajuan teknologi, kesenjangan sosial, disintegrasi budaya, fanatisme, rasa kedaerahan
yang berlebihan, dan kepadatan penduduk1.

Tindak kriminal mengakibatkan terganggunya rasa aman bagi orang lain. Tindak
kriminal tidak mengenal batas usia, tidak hanya dilakukan atau dialami oleh orang dewasa
namun anak – anak pun turut terlibat baik sebagai pelaku maupun korban. Seperti yang
dirangkum oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), laporan pengaduan terkait anak
berhadapan dengan hukum (ABH) meningkat dari tahun 2016 – 2018 dan mulai turun pada
tahun 20192. Sedangkan menurut data BPS yang diperoleh dari Susenas tahun 2018 – 2019,
persentase anak yang menjadi korban kejahatan mengalami peningkatan (Badan Pusat
Statistik, 2020). Bahkan selama pandemi Covid-19 berlangsung di Indonesia, kasus kriminal
yang melibatkan anak juga mengalami peningkatan3.

Tindak kriminal memberikan kerugian bagi pelaku maupun korbannya. Anak sebagai
generasi penerus seharusnya tumbuh dalam lingkungan yang baik dan memiliki sikap yang
sesuai dengan aturan maupun norma yang berlaku. Mengingat adanya potensi bonus demografi
yang dimiliki Indonesia, kualitas generasi penerus harus dijaga dan ditingkatkan agar

1
https://tribratanews.kepri.polri.go.id/2019/04/30/faktor-faktor-penyebab-terjadinya-kriminalitas-melalui-
internal-dan-eksternal/
2
https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020
3
https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/kasus-kriminal-yang-libatkan-anak-
melonjak-saat-pandemik-covid/3
percepatan pembangunan Indonesia menjadi negara maju dapat tercapai. Jika terjadi
sebaliknya, bonus demografi akan menjadi bencana sosial4.

Mengurai Faktor Terjadinya Kriminalitas Perkotaan

Kriminalitas perkotaan muncul karena adanya faktor internal dan eksternal. Abdulsyani
(1987) (dalam (Astuti, 2014)) menyebutkan ada dua faktor yang dapat menimbulkan kejahatan
di perkotaan. Pertama, faktor intern yang terbagi menjadi dua sifat: khusus dan umum. Sifat
khusus dalam diri individu antara lain; sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental, dan
anatomi. Sedangkan sifat umum dalam diri individu antara lain; umur, kekuatan fisik,
kedudukan individu di dalam masyarakat, pendidikan individu, dan hiburan individu. Kedua,
faktor ekstern yang mencakup faktor-faktor ekonomi (perubahan harga, pengangguran,
urbanisasi), faktor agama, faktor bacaan, dan faktor film.

Sejalan dengan permasalahan perkotaan, masalah kependudukan di perkotaan


berdampak pada peningkatan kriminalitas perkotaan. Permasalahan tersebut muncul akibat
adanya migrasi dan mobilisasi penduduk di perkotaan. Migrasi dan mobilitas penduduk
meningkatkan kepadatan penduduk perkotaan sehingga memperkecil peluang untuk
mendapatkan sumber ekonomi dan meningkatkan persaingan dalam mencari pekerjaan
(Handayani, 2017). Kondisi ini menghasilkan kesenjangan dalam kehidupan masyarakat
perkotaan. Bagi kelompok yang tidak memiliki atau akses terhadap sumber ekonominya
berkurang, mereka cenderung melakukan tindakan adaptif yang bersifat ilegal yaitu melakukan
tindak kriminal (Merton dalam (Tutrianto, 2018)). Selain itu, tingginya tingkat pengangguran
dan rendahnya tingkat pendidikan turut andil dalam peningkatan tindak kriminal di perkotaan
(Dermawanti et al., 2015).

Bagaimana dengan Kriminalitas Anak?

Aspek kepribadian yang berasal dari dalam diri anak seperti konsep diri yang rendah,
penyesuaian sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, sikap yang
berlebihan serta pengendalian diri yang rendah menjadi faktor internal tindak kriminal anak 5.
Peran keluarga terutama orang tua terlebih seorang ibu sangat penting dalam mempengaruhi
perilaku anak. Anak dari keluarga bermasalah (broken home) cenderung mengalami
permasalahan dalam mengaktualisasi diri sehingga mencari pengakuan dari lingkungan lain

4
https://fisipol.ugm.ac.id/maksimalkan-potensi-bonus-demografi-untuk-pertumbuhan-ekonomi/
5
http://fppsi.um.ac.id/?p=1276
yang sayangnya salah tempat6. Trauma akibat pernah menjadi korban kejahatan baik di rumah,
sekolah, maupun lingkungan membuat psikologis anak terganggu, kecenderungannya akan
menjadi pelaku kejahatan di kemudian hari jika trauma tersebut tidak diobati 7.

Dalam tulisan Flaherty & Sethi (2015), paparan timbal terhadap anak – anak
mempengaruhi perkembangan otak yang dapat menimbulkan sikap impulsif dan agresif serta
IQ rendah. Elastisitas kejahatan dengan kekerasan terhadap paparan timbal sebesar 0,8, namun
paparan timbal tidak berpengaruh signifikan terhadap kejahatan properti. Paparan timbal ini
bersumber dari pemakaian bensin di mana lebih banyak digunakan di perkotaan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi lingkungan hidup juga berpengaruh pada kriminogen, penyebab
terjadinya tindak kriminal.

Lingkungan pergaulan saat ini menjadi lebih luas dengan adanya teknologi internet.
Anak tanpa pengawasan dan bekal kepribadian yang cukup akan mudah tergelincir dalam
tindakan yang melanggar aturan dan norma. Pengaruh media terutama media elektronik saat
ini seolah tidak terbendung. Anak dapat secara bebas mengakses tayangan kekerasan atau
berbau seksual yang dipertontonkan oleh idola atau anak – anak sebaya atau bahkan orang
dewasa. Dengan sifat anak yang masih relatif labil, pengaruh – pengaruh tersebut akan ditiru
sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri. Berawal dari kenakalan hingga akhirnya berkembang
menjadi kriminalitas8. Penulis menilai bahwa dengan asumsi teknologi internet lebih
berkembang di perkotaan, kriminalitas anak di perkotaan berpeluang lebih tinggi daripada
wilayah lain.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia melaporkan pengaduan anak selama 2016 – 2020
dalam berbagai kasus. Tabel berikut merupakan kasus terkait dengan kriminalitas anak yang
diambil dari kasus pengaduan anak yang diterima oleh KPAI 9, disusun ulang dengan format
klasifikasi kejahatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Republik
Indonesia dan The International Classification of Crime for Statistical Purposes (ICCS) yang
digagas Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni UNODC (United Nation Office
on Drugs and Crime).

Tidak hanya kasus berupa anak berhadapan dengan hukum namun kasus kriminalitas
lain yang dirangkum dalam tabel tersebut pada tahun 2020 secara total mengalami peningkatan

6
https://nasional.sindonews.com/berita/1386542/13/tindak-kriminalitas-anak-sangat-memprihatinkan
7
http://fppsi.um.ac.id/?p=1280
8
http://fppsi.um.ac.id/?p=1276
9
https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-anak-2016-2020
dari sisi korban dan penurunan kasus dari sisi pelaku. Dilihat lebih detail, angka yang cukup
mencengangkan adalah pelaku kepemilikan media pornografi (HP/Video, dsb), korban
kekerasan dalam rumah tangga, korban perkosaan, korban penganiayaan, korban kekerasan
psikis, dan korban kejahatan seksual online. Peningkatan kasus tersebut menjadi perhatian
penting bagi penegak hukum, lembaga perlindungan anak, terlebih bagi orang tua atau
keluarga.
Pelaku Korban
Klasifikasi Kejahatan
2016 2017 2018 2019 2020 2016 2017 2018 2019 2020
Pembunuhan 48 51 54 46 8 72 64 63 42 12
Aborsi 48 53 67 44 10 64 58 61 43 11
Penganiayaan 108 112 107 121 58 146 173 166 157 249
Kekerasan dalam Rumah Tangga - - - - - 0 17 72 133 519
Kekerasan di Sekolah 131 116 127 51 12 122 129 107 46 76
Perkosaan 146 168 161 183 44 192 188 182 190 419
Pencabulan 0 0 0 0 11 0 0 0 0 20
Penculikan 8 8 11 7 3 36 34 22 17 20
Mempekerjakan Anak Dibawah Umur - - - - - 87 96 91 53 54
Penculikan keluarga - - - - - 78 63 79 50 31
Kekerasan Psikis 39 41 32 26 11 64 62 51 32 119
Pencurian 43 57 75 55 22 56 55 77 50 6
Pengguna Narkotika dan Psikotropika 96 46 63 52 6 - - - - -
Pengedar Narkotika dan Psikotropika 31 22 15 6 2 - - - - -
Tawuran Pelajar 76 74 88 84 7 55 57 56 73 9
Terorisme 0 4 8 0 0 - - - - -
Kejahatan Seksual Online 94 102 96 101 9 112 126 116 87 103
Pornografi dari Media Sosial - - - - - 188 142 134 148 91
Kepemilikan Media Pornografi (HP/Video, dsb) 103 110 112 94 389 - - - - -
Bulliying di Media Sosial 56 73 112 106 13 34 55 109 117 46
Perdagangan (Trafficking) - - - - - 72 58 65 56 28
Prostitusi Anak - - - - - 112 104 93 64 29
Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA) - - - - - 69 89 80 71 23
Eksploitasi Pekerja Anak - - - - - 87 96 91 53 54
Adopsi Ilegal - - - - - 0 0 0 0 11
Rekrutmen Seks Komersial Anak/Mucikari 0 0 0 0 4 - - - - -
Total 3043 3054 3146 2995 2629 3662 3683 3733 3501 3950

Sumber: Kasus Pengaduan Anak 2016 – 2020, https://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-pengaduan-


anak-2016-2020 diakses pada 27 Juni 15.00 (diolah).

Bonus demografi yang dimiliki Indonesia seharusnya menjadi keuntungan jika sumber
daya manusia yang dimiliki berkualitas. Salah satu indikator kualitas SDM adalah Indeks
Pembangunan Manusia yang masuk kategori tinggi tapi masih banyak yang perlu dibenahi 10.
Melihat angka kriminalitas anak yang mengalami peningkatan pada tahun 2020, pemerintah
dan masyarakat harus waspada. Estafet pembangunan Indonesia selanjutnya akan dipegang
oleh generasi saat ini yang masih kategori usia anak dan remaja. Perlu upaya pencegahan dan
penanganan kriminalitas anak secara simultan dan didukung oleh semua pihak agar
peningkatan kualitas SDM dapat tercapai. Target pencapaian IPM tak hanya meningkat namun
juga merata di wilayah Indonesia.

10
https://nasional.tempo.co/read/1415903/laporan-undp-indonesia-tetap-pada-kategori-pembangunan-
manusia-yang-tinggi/full&view=ok
Tindakan Pencegahan dan Penanganan Kriminalitas Anak

Penanganan kriminalitas anak berbeda dengan tindak kriminal yang dilakukan orang
dewasa. Hukum di Indonesia memberlakukan pidana bagi anak yang berhadapan dengan
hukum sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Undang – undang ini mengatur keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang
berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan
setelah menjalani pidana.

Anak yang berhadapan dengan hukum meiputi anak yang berkonflik dengan hukum
(pelaku tindak pidana), anak yang menjadi korban tindak pidana, anak yang menjadi saksi
tindak pidana, berumur dibawah 18 tahun adalah fokus dari undang – undang ini. Hal ini
dilakukan karena Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention
on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak
mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan
dengan hukum Pemberlakuan aturan ini diharapkan memberikan efek jera bagi pelaku
sekaligus mencegah anak – anak melakukan tindak kriminal. Pendampingan pasca hukuman
juga tidak kalah penting agar pelaku dapat diterima kembali hidup bermasyarakat dan meraih
masa depannya. Dalam aturan ini juga sudah diterapkan kesepakatan diversi yang pada intinya
adalah penyelesaian kasus pidana secara kekeluargaan (Mimi et al., 2014). Hal ini dapat
menjadi alternatif yang baik bagi semua pihak karena penanganan dan pencegahan tindak
kriminal dapat dilakukan lebih intensif.

Undang – undang yang telah diputuskan secara keseluruhan dinilai sudah sesuai dengan
kondisi perkembangan zaman. Menurut penulis, beberapa hal dapat dilakukan untuk
mendukung pencegahan dan penanganan kriminalitas anak tidak hanya dari aspek hukum.
Penciptaan lingkungan ramah anak dengan perencanaan kota yang aman terhadap kriminalitas
juga penting. Anak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang
mengedapkan edukasi dan moral serta nilai – nilai agama. Dalam hal teknologi. pembatasan
terhadap penggunaan internet dengan memblokir konten tidak pantas serta pengawasan yang
intensif dari orang dewasa atau pihak yang berwenang dapat mengurangi paparan anak
terhadap tayangan negatif. Tentunya seluruh sikap dan kebijakan tersebut dilakukan secara
kekeluargaan karena secara fitrah anak membutuhkan rasa aman dan bahagia dalam tumbuh
kembangnya agar dalam menjalani kehidupan selanjutnya anak lebih siap secara fisik dan
mental dalam menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat.
Daftar Pustaka

Astuti, N. W. (2014). Analisis Tingkat Kriminalitas di Kota Semarang dengan Pendekatan


Ekonomi Tahun 2010 - 2012.

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Kriminal 2020.

Dermawanti, Hoyyi, A., & Rusgiyono, A. (2015). Faktor - faktor yang Mempengaruhi
Kriminalitas di Kabupaten Batang Tahun 2013 dengan Analisis Jalur. Jurnal Gaussian,
4(2), 247–256.

Flaherty, O., & Sethi, R. (2015). Urban Crime. https://doi.org/10.1016/B978-0-444-59531-


7.00023-5

Handayani, R. (2017). Analisis Dampak Kependudukan terhadap Tingkat Kriminalitas di


Provinsi Banten. Jurnal Administrasi Publik, Untirta, 8(2), 149–169.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31506/jap.v8i2.3312

Mimi, U., Pello, J., & Medan, K. K. (2014). Diversi Dalam Perlindungan Hukum Anak Yang
Bermasalah Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Jurnal Masalah
Masalah Hukum, 43(2), 305–312.

O’Sullivan, A. (2012). Urban Economics (8th ed.).

Tutrianto, R. (2018). Munculnya Wilayah Kejahatan di Perkotaan (Studi Pada Kota


Pekanbaru). Jurnal Kriminologi Indonesia, 14(1), 15–24.

Anda mungkin juga menyukai