Buku Ajar Praktik Keperawatan Medikal Bedah Rev 2
Buku Ajar Praktik Keperawatan Medikal Bedah Rev 2
i
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
Pasal 2
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 112
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
ii
BUKU AJAR
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Dilengkapi Standar Operasional Prosedur dan Daftar Tilik
iii
BUKU AJAR
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Dilengkapi Standar Operasional Prosedur dan Daftar Tilik
Oleh:
Ns. Agus Santosa, S. Kep., M. Kep
ISBN: 978-602-498-054-2
Edisi Pertama
Diterbitkan dan dicetak oleh:
UNY Press
Jl. Gejayan, Gg. Alamanda, Komplek Fakultas Teknik UNY
Kampus UNY Karangmalang Yogyakarta 55281
Telp: 0274 – 589346
Mail: unypress.yogyakarta@gmail.com
© 2019 Ns. Agus Santosa, S. Kep., M. Kep
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Anggota Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI)
iv
DAFTAR ISI
v
PERAWATAN WSD .............................................................................................. 159
PEMBERIAN OKSIGEN........................................................................................ 167
vi
PENILAIAN BALANCE CAIRAN ........................................................................ 331
KEGEL EXERCICE ................................................................................................. 337
BLADDER TRAINING .......................................................................................... 341
vii
PENGAMBILAN DARAH ARTERI ..................................................................... 473
BAGIAN 11 SISTEM INDRA ............................................................................... 479
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM MULUT ............................. 481
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM HIDUNG ............................ 489
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM TELINGA .......................... 495
IRIGASI TELINGGA .............................................................................................. 503
IRIGASI MATA....................................................................................................... 509
PEMERIKSAAN KETAJAMAN MATA (SNALEN CHART) ........................... 515
TES BUTA WARNA .............................................................................................. 523
GLOSARIUM........................................................................................................... 531
viii
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penyusunan buku dengan judul “BUKU AJAR
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Dilengkapi Standar Operasional
Prosedur dan Daftar Tilik” ini telah selesai disusun.
Buku ini berisi 60 (enam puluh) daftar keterampilan klinik yang dapat dijadikan
referensi bagi dosen dalam mengajar Lab, khususnya dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Buku ini juga diharapkan sebagai pegangan
mahasiswa keperawatan dalam mengasah keterampilan kliniknya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas
Muhammadiyah Purwokerto yang telah memfasilitasi penulisan Buku ini, serta
pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan Buku Ajar ini. Penulis
berharap buku ini tidak hanya dibaca oleh kalangan akademisi tetapi juga oleh
kalangan praktisi.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang.
Penulis
ix
BAGIAN 1 KETERAMPILAN DASAR
1
2
PEMERIKSAAN FISIK HEAD to TOE
A. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang pasien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Pemeriksaan fisik dalah
pemeriksaan tubuh pasien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang
dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi pasien
B. TUJUAN
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan pasien.
2. Untuk menegakkan diagnosa medis/keperawatan.
3. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan pasien dan
penatalaksanaannya.
4. Untuk mengevaluasi hasil tindakan medis/keperawatan.
C. MANFAAT
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaatbagi profesi kesehatan diantaranya:
1. Data yang di dapat bermanfaat untuk menegakkan diagnose medis/kepera-
watan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang dialami pasien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi medis/keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data bermanfaat untuk mengevaluasi hasil tindakan medis/kepera-
watan.
D. INDIKASI
1. Mutlak dilakukan pada setiappasien yang baru masuk ke rumah sakit.
2. Pasien yang sedang dirawat.
3. Dilakukan sewaktu-waktu saat pasien mengeluhkan sesuatu
3
E. TEKNIK PEMERIKSAAN
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh
yang diperiksa melalui pengamatan. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh
meliputi: ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan
penonjolan/pembengkakan. setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan
abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat dijangkau tangan. Palpasi adalah
teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba; tangan dan jari-jari, untuk
mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan,
bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan. Hal yang di deteksi meliputi suhu,
kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi,
dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh untuk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas,
lokasi, dan posisi struktur di bawahnya. Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan
mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan
bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan
untuk mengidentifikasi batas/lokasi dan konsistensi jaringan.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik
yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan seperti bunyi jantung, suara napas, dan peristaltik usus.
4
F. PEMERIKSAAN KEPALA
1. Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan fungsi
kepala;
b. Mengetahui kelainan yang
terdapat di kepala;
c. Mengetahui bentuk dan fungsi
mata;
d. Mengetahui adanya kelainan
pada mata;
e. Mengetahui keadaan telinga
luar, saluran telinga, gendang
telinga, dan fungsi
pendengaran;
f. Mengetahui bentuk dan fungsi
hidung;
g. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi;
h. Menentukan struktur integritas leher;
i. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan;
j. Memeriksa sistem limfatik.
3. Persiapan Alat
Penlight, catatan medis, otoscop, garbutala, snellen, sarung tangan, spatel dll.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan Bagian Kepala dan Wajah
Inspeksi
Ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan
rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
gizi (rambut jagung dan kering).
5
Palpasi
Adanya pembengkakan/ penonjolan,
krepitasi dan tekstur rambut.
Normal: tidak ada penonjolan
/pembengkakan, tidak ada krepitasi,
rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
b. Pemeriksaan Mata
Inspeksi
Bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu
mata, kelopak mata, kesimetrisan,
bola mata, warna konjunctiva dan
sclera (anemis/ikterik), pupil,
penggunaan kacamata / lensa kontak,
dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kiri kanan,
simetris bola mata kiri kanan, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna
putih, akomodasi pupil terhadap
cahaya baik
6
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat
penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan
otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu
cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
c. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi
Bentuk dan ukuran telinga,
kesimetrisan, integritas, posisi
telinga, warna, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat
bantu dengar.
Normal: bentuk dan posisi simetris
kika, integritas kulit bagus, warna
sama dengan kulit lain, tidak ada
tanda-tanda infeksi, dan alat bantu
dengar.
7
Palpasi
Indentifikasi adanya nyeri tekan
aurikuler, mastoid, dan tragus
Normal: tidak ada nyeri tekan.
Prosedur selanjutnya dapat di-
lanjutkan dengan Pemeriksaaan
Telinga dengan Menggunakan Gar-
pu Tala (pemeriksaan Webber, dan
pemeriksaan Rinne)
Pemeriksaan Webber
o Pegang garpu tala pada
tangkainya dan pukulkan ke
telapak atau buku jari yang
berlawanan.
o Letakkan tangkai garpu tala di
tengah puncak kepala pasien.
o Tanyakan pada pasien apakah
bunyi terdengar sama jelas pada
kedua telinga atau lebih jelas
pada salah satu telinga, kemu-
dian catat hasil pemeriksaan
tersebut.
8
Pemeriksaan Rinne
o Pegang garpu tala pada tangkainya dan
pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
o Letakkan tangkai garpu tala pada
prosesus mastoideus pasien.
o Anjurkan pasien untuk memberi tahu
pemeriksa jika ia tidak merasakan
getaran lagi.
o Angkat garpu tala dan dengan cepat
tempatkan di depan lubang telinga
pasien 1-2 cm dengan posisi garpu tala
paralel terhadap lubang telinga luar
pasien.
o Instruksikan pasien untuk memberi tahu apakah ia masih mendengarkan suara
atau tidak, kemudian catat hasil pemeriksaan tersebut.
9
e. Pemeriksaan Mulut dan Bibir
Inspeksi dan palpasi struktur luar
Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir
pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis.
f. Pemeriksaan Leher
Inspeksi
Warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain,
integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjar gondok.
10
Normal: tidak teraba pembesaran kelenjar gondok, tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada nyeri.
G. PEMERIKSAAN DADA/TORAKS
1. Tujuan
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding
dada.
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernapasan.
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus.
d. Mengetahui ketidaknormalan denyut jantung.
e. Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar.
f. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal.
g. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler.
h. Mengetahui adanya masa atau ketidakteraturan dalam jaringan payudara.
i. Mendeteksi awal adanya kanker payudara.
2. Posisi pasien
Pemeriksaan pada area dada dapat dilakukan dengan posisi pasien berdiri, duduk
dan berbaring/supinasi.
3. Persiapan alat
Stetoskop, Senter kecil, sarung tangan, lembar catatan medis, penggaris dll.
11
4. Organ yang diperiksa
Bagian dada dan punggung meliputi organ paru-paru, serta bagian jantung atau
kardiovaskuler.
5. Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan dada dan punggung
Inspeksi
Lihat kesimetrisan, bentuk/ postur
dada, gerakan napas (frekuensi,
irama, ke dalaman, dan upaya
pernapasan/ penggunaan otot-otot
bantu pernapasan), warna kulit, lesi,
edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur
normal, tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan, warna kulit
sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/ penonjolan/ edema.
Palpasi
Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, fremitus tractile(perawat berdiri
di depan (dada) dan dibelakang pasien (punggung), tempatkan tangan di titik-titik
seperti gambar disamping, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-
tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak
tangan pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, vremitus taktil cenderung teraba jelas di kanan
12
Perkusi
Paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi) titik lokasi perkusi dan
auskultasi seperti gambar disamping
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian
udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian
padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan--
hilang>>redup.
Auskultasi
Suara napas, trachea, bronchus, paru (dengarkan dengan menggunakan stetoskop
di lapang paru kiri dan kanan, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas
trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
13
b. Pemeriksaan bagian jantung/kardiovaskuler
Inspeksi
Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis.
Palpasi
Denyutan aorta
Normal: untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba, tidak ada penegangan
vena jugularis.
14
Perkusi
Ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan
dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna,
pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi
Bunyi jantung, arteri karotis (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada
bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
15
Setelah diadakan pemeriksaan sistem kardiovaskuler evaluasi hasil yang
didapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan
hasil pemeriksaan yang didapat.
H. PEMERIKSAAN PERUT/ABDOMEN
1. Tujuan
1. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut.
2. Mendengarkan suara peristaltik usus.
3. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam
perut dll.
2. Posisi pasien
Pemeriksaan pada area abdomen posisi pasien berbaring.
3. Persiapan alat
Stetoskop, selimut, penggaris, pensil, cacatan medis, sarung tangan, dll.
5. Prosedur pelaksanaan
Inspeksi
Kuadran dan simetris, contour, warna
kulit, lesi, scar, colostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan
umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan
warna kulit lain, tidak ikterik tidak
16
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Auskultasi
Suara peristaltik (bising usus) di semua
kuadran (bagian diafragma dari stetoskop)
dan suara pembuluh darah dan friction rub
:aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-
20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis,
arteri iliaka dan aorta.
Perkusi
Semua kuadran mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika pasien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
Perkusi hepar: ukur dan batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
17
Palpasi
Semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ,
adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.
I. PEMERIKSAAN GENETALIA
1. Tujuan
a. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
b. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema,
tumor/benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
c. Melakukan perawatan genetalia.
d. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
18
2. Posisi pasien
Pemeriksaan pada area genetalia pria, posisinya adalah berdiri dan wanita dengan
posisi litotomy.
3. Persiapan alat
Lampu yang dapat diatur pencahayaannya, sarung tangan, speculum (jika perlu).
5. Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan pada Pria
Inspeksi dan palpasi penis
Integritas kulit, massa dan pengeluaran.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa
atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran
pus atau darah.
19
Pemeriksaan anus dan rectum
Inspeksi dan palpasi adanya nyeri,
massa, edema, hemoroid, fistula ani,
pengeluaran dan perdarahan, feses yang
mengeras.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat
edema/ hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
20
b. Pemeriksaan pada Wanita
Inspeksi genitalia eksternal
Mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran pus, keputihan
dll.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan
tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus/bau).
21
Pemeriksaan anus dan rectum
Feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran
dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak
terdapat edema / hemoroid/ polip/
tanda-tanda infeksi dan
pendarahan.
22
J. PEMERIKSAAN EKSTERMITAS
1. Tujuan
a. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian.
b. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-
bagian tertentu.
2. Posisipasien
Pemeriksaan pada ekstrimitas dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan duduk.
3. Persiapan alat
Reflex hamer
5. Prosedur pelaksanaan
a. Pemeriksaan ekstermitas atas
Inspeksi
Struktur muskuloskletal, simetris
dan pergerakan, Integritas ROM,
kekuatan dan tonus otot, piting
edema, warna kuku.
Normal: simetris kika, integritas
kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh, warna kuku merah
muda.
23
24
25
Palpasi
Denyutan arteri brachialis dan arteria
radialis.
Normal: teraba jelas
Palpasi
Denyutan arteria femoralis, arteria
poplitea, arteria dorsalis pedis.
Normal: teraba jelas
26
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
27
28
K. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Penlight
Catatan medis
Otoscop
Senter kecil
Lampu duduk
Garbutala
Snellen
Sarung tangan
Spatel
Stetoskop
Penggaris
Pensil
Selimut
Speculum
Reflex hamer
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien
Mencuci tangan
Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
29
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy pasien
Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan dada/toraks
Pemeriksaan perut/abdomen
Pemeriksaan genetalia
Pemeriksaan ekstermitas
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan
Merapikan pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
L. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN FISIK
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Penlight
2. Catatan medis
3. Otoscop
4. Senter kecil
5. Lampu duduk
6. Garbutala
7. Snellen
8. Sarung tangan
9. Spatel
10. Stetoskop
11. Penggaris
12. Pensil
13. Selimut
14. Speculum
15. Reflex hamer
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan 1
pasien
30
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
2. Mencuci tangan 1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan 1
benar
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum 1
kegiatan dilakukan
D. Tahap Kerja 4
1. Menjaga privacy pasien 5
2. Pemeriksaan kepala 6
3. Pemeriksaan dada/toraks
6
4. Pemeriksaan perut/abdomen
5. Pemeriksaan genetalia 6
6. Pemeriksaan ekstermitas 5
E. Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan 1
2. Merapikan pasien 1
3. Membereskan alat-alat
1
4. Berpamitan dengan pasien
5. Mencuci tangan 1
6. Dokumentasi keperawatan 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
M.DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta: EGC
Lloyd H, Craig S(2007) A guide to taking a patient’s history. Nursing Standard. 22,
13, 42-48.
31
Perry, A. G & Potter, P. A. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta: EGC
Perry, A. G & Potter, P. A. (2006). Fundomental Of Nursing Edisi 4. Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC
Thomas M. (2017). Nursing assessment. Internet. Available:
https://www.rch.org.au/rchcpg/hospital_clinical_guideline_index/nursin
g_assessment/
Toney-Butler, T. J., &Unison-Pace, W. J. (2019). Nursing Admission Assessment and
Examination. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493211/
32
PENGUKURAN TANDA-TANDA VITAL
A. PENGERTIAN
Pemeriksaan tanda vital adalah suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan
sistem tubuh.
B. JENIS-JENIS
Pengukuran tanda vital meliputi pengukuran suhu tubuh, pengukuran denyut nadi,
pengukuran frekuensi pernapasan, dan pengukuran tekanan darah.
2. Tujuan
Mengetahui rentang suhu tubuh pasien.
3. Manfaat
Membantu menegakkan diagnosis.
Membantu dalam mengevalusi perkembangan penyakit.
Membantu dalam menentukan tindakan medis/keperawatan.
4. Indikasi
Pasien pertama kali tiba di rumah sakit.
Pada pasien dengan keluhan demam.
Pasien dengan infeksi.
Sebelum dan sesudah pemberian obat-obatan tertentu (mis; penurun panas).
Rutin pada pasien yang dirawat.
33
5. Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
FAKTOR DESKRIPSI
Kecepatan Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
metabolisme basal memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi
berbeda pula. Suhu tubuh sangat terkait dengan laju metabolisme.
Rangsangan saraf Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
simpatis metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu,
rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang
tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh
metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,
rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stres individu yang
menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin
yang meningkatkan metabolisme.
Hormone Hormone pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan
pertumbuhan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat.
Hormone tiroid Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua
reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin
dapat memengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% di atas
normal.
Hormone kelamin Hormone kelamin pria (testosterone)dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan
normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada
perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki
karena pengeluaran hormone progesterone pada masa ovulasi
meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di atas suhu basal.
Demam Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
(peradangan) metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
Status gizi Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan
metabolisme 20–30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada
zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme.
Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu,
individu dengan lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah
mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator yang
cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
Aktivitas Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,
mengakibatkan gesekan antar komponen otot/organ yang
34
FAKTOR DESKRIPSI
menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat
meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3–40,0 °C.
Gangguan organ Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada
hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu
tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang
dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang
peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar
keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme
pengaturan suhu tubuh terganggu.
Lingkungan Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan,
artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat
lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan
dapat memengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu
antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui
kulit. Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena
panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai
langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis
arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran
dalam fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai
30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari
inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit
merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu
tubuh.
35
7. Lokasi pengukuran suhu tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan secara Oral (mulut), di Aksila (ketiak)
dan pada Rektal (anus) danPeroftal atau melalui telinga(jarang dipakai).
36
8. Persiapan alat
Termometer air raksa/digital, tiga botol berisi larutan sabun, desinfektan dan
air bersih, sarung tangan, tisu, vaselin, catatan medis.
9. Prosedur tindakan
a. Alat dan Bahan
Termometer air raksa/digital
Tiga botol berisi larutan sabun, desinfektan dan air bersih
Sarung tangan
Tisu
Vaselin (bila dilakukan melalui rectal)
c. Tahap Orientasi
Memberikansalam sebagai pendekatan terapeutik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
37
d. Tahap Kerja
Memakai sarung tangan
Pengukuran melalui oral
1. Mengatur posisi pasien.
2. Memeriksa termometer, pastikan pada skala di bawah 35C.
3. Minta pasien membuka mulut.
4. Menempatkan termometer dibawah lidah pasien.
5. Minta pasien menahan termometer dengan bibir terkatup dan hindari
penggigitan, bila tak mampu pegangi termometer.
6. Keluarkan termometer dengan hati-hati setelah 2 menit.
7. Mengusap termometer dengan tisu.
8. Membaca dan mencatat hasil pengukuran.
9. Membersihkan termometer: mencelupkan ke dalam air sabun
kemudian usap ke arah reservoir, mencelupkan ke dalam larutan
disinfektan selanjutnya dibersihkan dengan air bersih dan lap
menggunakan tisu.
10. Menurunkan air raksa.
38
4. Memeriksa termometer, pastikan pada skala dibawah 35C.
5. Oleskan vaselin pada ujung termometer.
6. Masukkan dengang perlahan termometer ke dalam anus.
7. Keluarkan termometer setelah 2 menit.
8. Mengusap termometer dengan tisu ke arah reservoir.
9. Membaca dan mencatat hasil pengukuran.
10. Membersihkan termometer: mencelupkan ke dalam air sabun
kemudian usap ke arah reservoir, mencelupkan ke dalam larutan
disinfektan selanjutnya dibersihkan dengan air bersih dan lap
menggunakan tisu.
11. Menurunkan air raksa.
e. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
39
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
5. Vaselin (bila dilakukan melalui rectal)
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien 1
2. Mencuci tangan 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan
D. Tahap Kerja
1. Memakai sarung tangan 3
2. Pengukuran suhu 30
40
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
4. Memasang reservoir termometer tepat pada
tengah axilla
5. Menyilangkan tangan di depan, memegang bahu
6. Mengangkat termometer setelah 10 menit
7. Mengusap termometer dengan tisu ke arah
reservoir
8. Membaca dan mencatat hasil pengukuran
9. Membersihkan termometer: mencelupkan ke
dalam air sabun kemudian usap ke arah reservoir,
mencelupkan ke dalam larutan disinfektan
selanjutnya dibersihkan dengan air bersih dan lap
menggunakan tisu
10. Menurunkan air raksa
41
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
6. Membaca dan mencatat hasil pengukuran
E. Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan 1
2. Membereskan alat-alat 1
3. Berpamitan dengan pasien
1
4. Mencuci tangan
5. Dokumentasi keperawatan 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
D. PEMERIKSAANDENYUT NADI
1. Pengertian
Pemeriksaan denyut nadi merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau
arteri, dengan cara menghitung kecepatan/loncatan aliran darah yang dapat teraba
pada berbagai titik tubuh melalui perabaan. Pemeriksaan nadi dihitung selama satu
menit penuh, meliputi frekuensi, keteraturan dan isi. Selain melalui perabaan dapat
juga diperiksa melalui stetoskop.
2. Tujuan
Mengetahui keadaan umum pasien.
Mengetahui integritas sistem kardiovaskuler.
Mengetahui jumlah denyut nadi dan karakteristik denyutan.
3. Manfaat
Membantu menegakkan diagnosis.
Membantu dalam mengevalusi perkembangan penyakit.
Membantu dalam menentukan tindakan medis/keperawatan.
4. Indikasi
Pasien pertama kali tiba di rumah sakit.
Keluhan yang mempengaruhi kondisi tubuh (mis; nyeri dada, demam, nyeri
kepala, dll).
Pasien dengan dehidrasi.
42
Pasien dengan diare.
Pasien dengan infeksi.
Sebelum selama dan sesudah tindakan pembedahan.
Sebelum dan sesudah pemberian obat-obatan tertentu (mis; tindakan
kemoterapi).
Rutin pada pasien yang dirawat.
5. Lokasi pemeriksaan
6. Teknik pemeriksaan
43
7. Batasan dan Pola Nadi
Usia Batasan
Bayi baru lahirkan/nepnatus (1-3 120-140 x/menit
bulan)
Bayi 4 bulan-2 tahun 80-150 x/menit
Anak 2-10 tahun 70-110 x/mnit
Anak >10 tahun 55-90 x/menit
Dewasa 60-90 x/menit
Usia lanjut 60/100 x/menit
Pola Nadi Deskripsi
Bradikardi Frekuensi nadi lambat
Takikardia Frekuensi nadi meningkat
Pulsus alterans Denyut nadi silih berganti, kuat-lemah dan
kemungkinan menunjukkan gagal jantung
Pulsus bigeminus Denyutan berpasangan
Pulsus paradoksus Kekuatan nadi menurun selama inspirasi
Threndy pulse Denyutan nadi cepat dan lemah,
menunjukkan adanya syok
Pulsus corrigan Denyutan nadi kuat dan berdetak-detak
8. Persiapan alat
Arloji tangan dengan jarum detik atau stopwatch.
9. Prosedur tindakan
a. Alat dan Bahan
Arloji tangan dengan jarum detik atau stopwatch.
c. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
44
d. Tahap Kerja
Mengatur posisi pasien.
Menentukan lokasi nadiyang akan diukur.
Meraba denyut nadi dengan 2 jari (telunjuk dan tengah).
1
Menghitung nadi sekurang-kurangnya 2 menit, dan 1 menit untuk pasien
aritmia dan pasien anakdengan menggunakan jam.
e. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
45
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
E. Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat 1
2. Berpamitan dengan pasien 1
3. Mencuci tangan
1
4. Dokumentasi keperawatan
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
E. PEMERIKSAANPERNAPASAN
1. Pengertian
Suatu tindakan menghitung jumlah/frekuensi pernapasan, ke dalaman dan
irama gerakan ventilasi (jenis/sifat pernapasan) pada saat inspirasi yang diikuti
ekspirasi dalam satu menit penuh.
2. Tujuan
Mengetahui keadaan umum pasien.
Mengetahui jumlah dan jenis pernapasan.
3. Manfaat
Membantu menegakkan diagnosis.
Membantudalam mengevalusi perkembangan penyakit.
Membantu dalam menentukan tindakan medis/keperawatan.
46
4. Indikasi
Pasien pertama kali tiba di rumah sakit.
Pasien dengankeluhan sesak napas.
Pasien asma.
Pasien dengan masalah kardiovaskuler.
Sebelum selama dan sesudah tindakan pembedahan.
Sebelum dan sesudah pemberian obat-obatan tertentu (bronkodilator dll).
Rutin pada pasien yang dirawat.
47
Faktor Efek
Posisi tubuh
Posisi tegak Ekspansi dada penuh
Bungkuk Gangguan respirasi dengan penurunan
frekuensi
Jenis kelamin Kapasistas vital paru lebih besar pada laki-laki
dibanding perempuan
Usia Bayi sampai dewasa kapasitas vital paru meningkat,
pada orang tua kapasitas vital paru menurun
Nyeri Meningkatkan frekuensi dan ke dalaman
Aisdosis metabolik dan Meningkatkan frekuensi dan ke dalaman
respiratori
7. Persiapan alat
Arloji tangan dengan jarum detik atau stopwatch, stetoskop.
8. Prosedur tindakan
a. Alat dan Bahan
Arloji tangan dengan jarum detik atau stopwatch.
Steroskop.
c. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
d. Tahap Kerja
Mengatur posisi pasien.
Manual: Meletakkan lengan pasien pada posisi rileks menyilang abdomen
ataudada bagian bawahnya, atau tempatkan tangan pemeriksa langsung
pada abdomen atas pasien.
48
Dengan menggunkan stetoskop: letakkan stetoskop pada abdomen, lalu
hitung dan dengarkan pernapasan.
Hitung respirasi selama 30 detik dan kalikan 2 bila irama teratur. Apabila
respirasi tidak teratur hitung satu menit penuh.
Catat jumlah dan tipe pernapasan.
e. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
9. Daftar tilik
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGHITUNG PERNAPASAN
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Arloji tangan dengan jarum detik atau stopwatch.
2. Steroskop
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien 1
2. Mencuci tangan 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D. Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien 9
2. Manual: Meletakkan lengan pasien pada posisi 9
rileks menyilang abdomen atau dada bagian
bawahnya, atau tempatkan tangan pemeriksa
langsung pada abdomen atas pasien.
49
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
Dengan menggunakan stetoskop: letakkan
stetoskop pada abdomen, lalu hitung dan
dengarkan pernapasan. 8
3. Hitung respirasi selama 30 detik dan kalikan 2
bila irama teratur. Bila respirasi tidak teratur 8
hitung satu menit penuh.
F. PEMERIKSAANTEKANAN DARAH
1. Pengertian
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan
ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan
arteri, dan volume, laju serta kekentalan (viskositas) darah. Pemeriksaan tekanan
darah merupakan suatu tindakan melakukan pengukuran tekanan darah, yaitu
hasil dari curah jantung dan tahanan perifer, menggunakan Sphygmomanometer.
2. Tujuan
Mengetahui keadaan umum pasien
Menilai sistem kardiovaskular/keadaan hemodinamik pasien (curah
jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan
elastisitas arteri).
3. Manfaat
Membantu menegakkan diagnosis.
Membantu dalam mengevalusi perkembangan penyakit.
50
Membantu dalam menentukan tindakan medis/keperawatan.
Membantu mengevaluasi tindakan medis/keperawatan.
4. Indikasi
Pasien pertama kali tiba di rumah sakit.
Keluhan yang mempengaruhi kondisi tubuh (mis; nyeri dada, demam, nyeri
kepala, dll).
Pasien dengan masalah kardiovaskuler.
Pasien dengan diare.
Pasien dengan dehidrasi.
Sebelum selama dan sesudah tindakan pembedahan.
Sebelum dan sesudah pemberian obat-obatan tertentu (mis; tindakan
kemotherapi).
Rutin pada pasien yang dirawat.
Dll
51
FAKTOR DESKRIPSI
Stress Stress akan merangsang syaraf simpatik, mengakibatkan
(kecemasan, takut, peningkatan denyut jantung serta peningkatan resistensi
emosi dan nyeri) atau tahanan arteri. Selain itu juga mengakibatkan
vasokonstriksi arteri.
Miscellaneus Posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap tekanan
Faktor/Posisi darah. Hal ini berkaitan dengan efek gravitasi bumi. Pada
Tubuh saat berbaring, gaya gravitasi pada peredaran darah lebih
rendah karena arah peredaran tersebut horisontal,
sehingga jantung tidak terlalu memompa dan tidak
terlalu melawan gaya gravitasi. Pada saat duduk maupun
berdiri, kerja jantung dalam memompa darah akan lebih
keras karena melawan gaya gravitasi bumi, sehingga
kecepatan denyut jantung meningkat. Posisi berbaring
tekanan darah lebih rendah daripada duduk atau berdiri.
Baroresepsor akan merespon saat tekanan darah turun
dan berusaha menstabilkan tekanan darah.
Obat-obatan Terdapat beberapa obat yang dapat menyebabkan
peningkatan ataupun penurunan tekanan darah, seperti
analgetik yang dapat menurunkan tekanan darah, kafein
dan obat stimulus lainya yang akan meningkatkan
tekanan darah.
Peningkatan dan Peningkatan viskositas darah meningkatkan tekanan
penurunan darah, sedangkan penurunan viskositas darah maka akan
Viskositas menurunkan tekanan darah.
52
Pada orang dewasa dan lansia
Sistolik Diastolik
Kategori Tekanan Darah
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Krisis Hipertensi
(membutuhkan penangan gawat > 180 > 110
darurat)
53
8. Prosedur tindakan
a. Alat dan Bahan
Stetoskop
1 Set Spigmomanometer
c. Tahap Orientasi
Memberikansalam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
d. Tahap Kerja
Mengatur posisi pasien (berbaring atau duduk).
Membebaskan lengan pasien dari baju.
Memasang manset di lengan atas 2 jari (2,5 cm) di atas branchialis, selang
sejajar arteri brachiallis.
Hitung estimasi sistolik pasien engan cara: Palpasi arteri radialis,
kemudian pompa manset sampai tidak teraba denyutan arteri.
Raba denyut arteri brachialis kemudian gunakan stetotoskop dan
tempatkan tepat pada arteri branchialis.
Pompa manset hingga 30 mm dari estimasi sistolik pengukuran
sebelumnya.
Membuka sekrup balon perlahan-lahan sambil melihat turunnya air
raksa/jarum dan dengarkan bunyi denyut pertama (systole) hingga bunyi
terakhir (diastole), sampai tekanan nol.
Mengunci air raksa, dan melepas manset.
e. Tahap Terminasi
Rapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
54
9. Daftar tilik
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGUKURAN TEKANAN DARAH
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. 1 Set Spigmomanometer
2. Steroskop
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D. Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien (berbaring atau duduk). 3
2. Membebaskan lengan pasien dari baju. 3
3. Memasang manset di lengan atas 2 jari (2,5 cm)
di atas branchialis, selang sejajar arteri
brachiallis. 4
4. Hitung estimasi sistolik pasien engan cara:
Palpasi arteri radialis, kemudian pompa manset 5
sampai tidak teraba denyutan arteri.
5. Raba denyut arteri brachialis kemudian gunakan
stetotoskop dan tempatkan tepat pada arteri
branchialis.
6. Pompa manset hingga 30 mm dari estimasi 5
sistolik pengukuran sebelumnya.
7. Membuka sekrup balon perlahan-lahan sambil
melihat turunnya air raksa / jarum dan
dengarkan bunyi denyut pertama (systole) 5
hingga bunyi terakhir (diastole), sampai tekanan 5
nol.
8. Mengunci air raksa, dan melepas manset.
3
55
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
E. Tahap Terminasi 1
1. Rapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan.
G. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta : EGC
Hidayat, A. aziz Alimul, &Musrifatul Uliyah. (2004).Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: EGC
K. WP, M. CR, S. AW, et al. (2017) ACC/AHA/AAPA
/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure
in Adults: A Report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension.
2018;71(6):e13-e115. doi:10.1161/HYP.0000000000000065
Perry, A. G & Potter, P. A (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik.Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas.(2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC
Whaley dan Wong. (2000). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik edisi 2, Jakarta: EGC
56
MEMANDIKAN PASIEN
A. PENGERTIAN
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mandi
secara sendiri dengan cara memandikan di tempat tidur.
B. TUJUAN
Untuk menjaga kebersihan tubuh.
C. MANFAAT
1. Dapat mengurangi infeksi akibat kulit kotor.
2. Dapat memperlancar sistem peredaran darah.
3. Menambah kenyamanan pasien.
D. INDIKASI
Pasien yang tidak bisa mandi sendiri karena stroke, koma, bedrest total dll.
E. LANGKAH-LANGKAH
57
58
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Pakaian bersih 1 stel
Baskom mandi 2 buah
Air panas dan dingin
Waslap 2 buah
Perlak dan handuk kecil 1 buah
Handuk besar 2 buah
Selimut mandi / kain penutup
Celemek plastic
Tempat tertutup untukpakaian kotor
Sabun mandi
Bedak
Sarung tangan bersih
59
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien.
Mencuci tangan.
Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy pasien.
Mengenakan sarung tangan dan celemek.
Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.
Melepaskan pakaian atas pasien.
MEMBASUH MUKA
Membentangkan perlak kecil dan handuk kecil di bawah kepala.
Menawarkan pasien menggunakan sabun atau tidak.
Membersihkan muka, telinga dengan waslap lembab lalu keringkan.
Menggulung perlak dan handuk.
MEMBASUH LENGAN
Menurunkan selimut mandi ke bagian perut pasien.
Memasang handuk besar di atas dada pasien secara melintang dan kedua
tangan pasien diletakkan di atas handuk.
Membasuh tangan pasien sampai ketiak dengan waslap air bersih,
disabun, kemudian dibilas dengan air hangat (lakukan mulai dari
ekstrimitas terjauh pasien).
60
MEMBASUH PUNGGUNG
Memberitahukan pasien dan memiringkan pasien ke arah perawat.
Membentangkan handuk di belakang punggung hingga bokong.
Membasahi punggung hingga bokong dengan waslap, isabun, kemudian
dibilas dengan air hangat, dan dikeringkan.
Memberi bedak pada punggung.
Mengembalikan ke posisi telentang kemudian membantu pasien
mengenakan pakaian.
MEMBASUH KAKI
Mengeluarkan kaki pasien dari selimut mandi dengan benar.
Membentangkan handuk di bawah kaki tersebut, menekuk lutut.
Membasahi kaki mulai dari pergelangan sampai pangkal paha, disabun
dibilas dengan air bersih, kemudian dikeringkan.
Melakukan tindakan yang sama untuk kaki yang lain.
Mengangkat handuk, membantu mengenakan pakaian bawah pasien.
Ganti selimut mandi dengan selimut tidur.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan dan celemek.
Merapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MEMANDIKAN PASIEN
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Pakaian bersih 1 stel
2. Baskom mandi 2 buah
3. Air panas dan dingin
4. Waslap 2 buah
5. Perlak dan handuk kecil 1 buah
6. Handuk besar 2 buah
61
7. Selimut mandi / kain penutup
8. Celemek plastik
9. Tempat tertutup untukpakaian kotor
10. Sabun mandi
11. Bedak
12. Sarung tangan bersih
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien. 4
2. Mengenakan sarung tangan dan celemek. 3
3. Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.
3
4. Melepaskan pakaian atas pasien.
2
MEMBASUH MUKA
Membentangkan perlak kecil dan handuk kecil di 3
bawah kepala.
Menawarkan pasien menggunakan sabun atau tidak.
Membersihkan muka, telinga dengan waslap lembab
lalu keringkan.
Menggulung perlak dan handuk.
MEMBASUH LENGAN
Menurunkan selimut mandi ke bagian perut pasien.
Memasang handuk besar di atas dada pasien secara 3
melintang dan kedua tangan pasien diletakkan di
atas handuk.
Membasuh tangan pasien sampai ketiak dengan
waslap air bersih, disabun, kemudian dibilas dengan
air hangat (lakukan mulai dari ekstrimitas terjauh
pasien).
62
Membasuh dada, dan perut serta daerah lipat paha
dan genital dengan waslap basah, disabun, kemudian
dibilas dengan air hangat dan dikeringkan,
kemudian ditutup dengan handuk.
MEMBASUH PUNGGUNG
Memberitahukan pasien dan memiringkan pasien ke
arah perawat.
Membentangkan handuk di belakang punggung
hingga bokong. 3
Membasahi punggung hingga bokong dengan
waslap, disabun, kemudian dibilas dengan air
hangat, dan dikeringkan.
Memberi bedak pada punggung.
Mengembalikan ke posisi telentang kemudian
membantu pasien mengenakan pakaian.
MEMBASUH KAKI
Mengeluarkan kaki pasien dari selimut mandi
dengan benar.
Membentangkan handuk di bawah kaki tersebut,
menekuk lutut. 3
Membasahi kaki mulai dari pergelangan sampai
pangkal paha, disabun dibilas dengan air bersih,
kemudian dikeringkan.
Melakukan tindakan yang sama untuk kaki yang lain.
3
2
E. Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan dan celemek. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
63
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
American Red Cross (2013). Assisting with personal cleanliness and grooming. In:
American Red Cross. American Red Cross Nurse Assistant Training Textbook.
3rd ed. American National Red Cross, chap 13.
Downey, L., &Lloyd, H. (2008). Bed bathing patients in hospital. Nurs Stand,
22(34):35-40.
Pegram, A., Bloomfield, J., &Jones, A. (2007). Clinical skills: bed bathing and
personal hygiene needs of patients.Br J Nurs, 16(6):356-8.
Smith, S. F., Duell, D. J., Martin, B. C., Gonzalez, L., Aebersold, M. (2017). Bathing,
bedmaking, and maintaining skin integrity. In: Smith SF, Duell DJ, Martin BC,
Gonzalez L, Aebersold M, eds. Clinical Nursing Skills: Basic to Advanced
Skills. 9th ed. New York, NY: Pearson.
64
PERAWATAN RAMBUT (KERAMAS)
A. PENGERTIAN
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan hygine khususnya rambut.
B. TUJUAN
Untuk menjaga kebersihan kulit kepala dan rambut.
C. MANFAAT
1. Menghilangkan bau.
2. Menghilangkan mikroorganisme atau bakteri pada kulit kepala.
3. Menambah rasa nyaman pasien.
4. Membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit kepala.
5. Memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit kepala.
D. INDIKASI
Pasien yang tidak bisa melakukan perawatan rambut sendiri seperti:
1. Pasien stroke
2. Pasien koma
3. Pasien badrest total
4. dll
E. KONTRA INDIKASI
Perlu diperhatikan pada pasien dengan:
1. Luka pada area kepala
2. Fraktur cervical
3. Pasien dengan tekanan intra cranial (TIK)
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Handuk dua buah
Talang
Baskom berisi air hangat
65
Gayung
Shampo dalam tempatnya
Sisir dua buah
Kasa/kapas
Ember kosong
Sarung tangan bersih
Celemek
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy.
Mengenakan sarung tangan dan celemek.
Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.
Mengatur posisi tidur pasien dengan kepala dipinggir tempat tidur.
Memasang perlak dan handuk dibawah kepala.
Memasang talang dengan ujung berada didalam ember.
Menutup dada dengan handuk sampai keleher.
Menyisir rambut.
Menutup lubang telinga dengan kapas dan mata dengan kain kasa / sapu
tangan pasien.
Menyiram dengan air hangat, menggosok (memijit-mijit) kulit kepala dan
rambut dengan sampo.
Membilas rambut dengan air hangat sampai bersih.
Melepas kapas penutup lubang telinga dan kain kasa penutup mata.
Mengangkat talang, mengeringkan rambut dengan handuk.
Menyisir rambut.
Meletakkan kepala pada bantal yang telah dialasi handuk kering.
Ganti selimut mandi dengan selimut tidur.
66
5. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan dan celemek.
Merapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN RAMBUT (KERAMAS)
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Handuk dua buah
2. Talang
3. Baskom berisi air hangat
5
4. Gayung
5. Shampo dalam tempatnya
6. Sisir dua buah
7. Kasa/kapas
8. Ember kosong
9. Sarung tangan bersih
10. Celemek
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan
pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D. Tahap Kerja
3
1. Menjaga privacy.
3
2. Mengenakan sarung tangan dan celemek.
3. Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi. 2
4. Mengatur posisi tidur pasien dengan kepala 2
dipinggir tempat tidur. 2
5. Memasang perlak dan handuk dibawah kepala.
67
6. Memasang talang dengan ujung berada didalam 2
ember. 2
7. Menutup dada dengan handuk sampai keleher.
2
8. Menyisir rambut.
9. Menutup lubang telinga dengan kapas dan mata 2
dengan kain kasa / sapu tangan pasien.
10. Menyiram dengan air hangat, menggosok (memijit- 2
mijit) kulit kepala dan rambut dengan sampo.
11. Membilas rambut dengan air hangat sampai bersih.
12. Melepas kapas penutup lubang telinga dan kain kasa 2
penutup mata.
13. Mengangkat talang, mengeringkan rambut dengan 2
handuk.
14. Menyisir rambut.
15. Meletakkan kepala pada bantal yang telah dialasi 2
handuk kering. 2
16. Ganti selimut mandi dengan selimut tidur. 2
E. Tahap Terminasi
1. Lepas sarung tangan dan celemek. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
American Red Cross (2013). Assisting with personal cleanliness and grooming. In:
American Red Cross. American Red Cross Nurse Assistant Training Textbook.
3rd ed. American National Red Cross, chap 13.
Downey, L., &Lloyd, H. (2008). Bed bathing patients in hospital. Nurs Stand,
22(34):35-40.
Pegram, A., Bloomfield, J., &Jones, A. (2007). Clinical skills: bed bathing and
personal hygiene needs of patients.Br J Nurs, 16(6):356-8.
68
Smith, S. F., Duell, D. J., Martin, B. C., Gonzalez, L., Aebersold, M. (2017). Bathing,
bedmaking, and maintaining skin integrity. In: Smith SF, Duell DJ, Martin BC,
Gonzalez L, Aebersold M, eds. Clinical Nursing Skills: Basic to Advanced
Skills. 9th ed. New York, NY: Pearson.
69
PERAWATAN TANGAN DAN KAKI
A. PENGERTIAN
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan hygiene khususnya merawat tangan dan kaki.
B. TUJUAN
Menjaga kebersihan kuku, tangan dan kaki.
C. MANFAAT
1. Mencegah timbulnya infeksi akibat dari kuku.
2. Mencegah bau kaki.
3. Mencegah cedera pada jaringan lunak.
4. Menambah kenyamanan pasien.
D. INDIKASI
Pasien yang tidak bisa melakukan perawatan kuku sendiri seperti:
1. Pasien stroke.
2. Pasien koma.
3. Pasien anak-anak.
4. Wajib pada pasien dengan diabetes.
E. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Pengalas atau perlak
Gunting kuku
Kikir kuku
Handuk
Baskom berisi air hangat (37-40ºc)
Sabun
Lotion
Sikat kuku/pembersih kuku
Sarung tangan bersih
Waslap
Bengkok
71
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data dan program pengobatan pasien.
Mencuci tangan.
Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Atur posisi pasien duduk atau berbaring.
Pasang pengalas.
Pakai sarung tangan.
Rendam kuku tangan dengan air hangat ±2 menit, jika kotor kuku di
sikat/dibersihkan dengan pembersih kuku lalu keringkan dengan handuk.
Bila kuku panjang, letakkan tangan di atas bengkok lalu potong kuku
dengan gunting kuku, setelah selesai kikir kuku agar rata.
Ganti air rendaman, lalu lakukan perendaman kaki selama ±5-10 menit.
Cuci kaki dengan menggunakan sabun dan waslap, kemudian bilas dan
keringkan dengan handuk.
Bila kuku panjang, letakkan kaki di atas bengkok lalu potong kuku dengan
gunting kuku, setelah selesai kikir kuku agar rata.
Berikan lotion pada kaki.
Lepaskan sarung tangan.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Rapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
72
F. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN TANGAN DAN KAKI
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Pengalas atau perlak
2. Gunting kuku
3. Kikir kuku
4. Handuk
5. Baskom berisi air hangat (37-40ºc)
6. Sabun
7. Lotion
8. Sikat kuku/pembersih kuku
9. Sarung tangan bersih
10. Waslap
11. Bengkok
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D. Tahap Kerja
1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring. 4
2. Pasang pengalas. 3
3. Pakai sarung tangan.
3
4. Rendam kuku tangan dengan air hangat ±2 menit,
jika kotor kuku di sikat/dibersihkan dengan 4
pembersih kuku lalu keringkan dengan handuk.
5. Bila kuku panjang, letakkan tangan di atas
bengkok lalu potong kuku dengan gunting kuku,
4
setelah selesai kikir kuku agar rata.
6. Ganti air rendaman, lalu lakukan perendaman kaki 4
selama ±5-10 menit. 4
7. Cuci kaki dengan menggunakan sabun dan waslap,
kemudian bilas dan keringkan dengan handuk.
73
8. Bila kuku panjang, letakkan kaki di atas bengkok 3
lalu potong kuku dengan gunting kuku, setelah
selesai kikir kuku agar rata.
3
9. Berikan lotion pada kaki.
E. Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Rapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
G. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Etnyre, A., Zarate-Abbott, P., Roehrick, L., &Farmer, S. (2011). The role of certified
foot and nail care nurses in the prevention of lower extremity amputation.J
Wound Ostomy Continence Nurs,38(3):242-51.
Hidayat, Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
Malkin, B., &Berridge, P. (2009). Guidance on maintaining personal hygiene in nail
care.Nurs Stand, 23(41):35-8.
Pegram, A., Bloomfield, J., &Jones, A. (2007). Clinical skills: bed bathing and
personal hygiene needs of patients. Br J Nurs, 16(6):356-8.
74
ORAL HYGIENE
A. PENGERTIAN
Oral hygiene adalah tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan mulut,
gigi dan gusi. Oral hygiene merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada
pasien yang dihospitalisasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pasien yang sadar
secara mandiri atau dengan bantuan perawat. Untuk pasien yang tidak mampu
mempertahankan kebersihan mulut dan gigi secara mandiri harus dibantu
sepenuhnya oleh perawat. Pemberian asuhan keperawatan ini sedikitnya dua kali
sehari.
B. TUJUAN
Menjaga kebersihan mulut dan gigi.
C. MANFAAT
1. Dapat menjaga kontinuitas bibir, lidah dan mukosa mulut.
2. Mencegah infeksi/penyakit gigi dan mulut.
3. Melembabkan membran mulut dan bibir.
4. Mempertahankan kenyamanan rongga mulut.
5. Mencegah bau mulut.
6. Dapat meningkatkan nafsu makan.
D. INDIKASI
Pasien yang tidak bisa melakukan perawatan kuku sendiri seperti:
1. Pasien stroke.
2. Pasien koma.
3. Pasien anak-anak.
4. Wajib pada pasien dengan diabetes.
E. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Gelas kumur berisi air matang
Spatel lidah dengan bantalan atau spons
75
Handuk
Bengkok
Sarung tangan
Pelembab bibir
Obat stomatitis (bila perlu)
Kapas lidi
Tisu
Sikat gigi dan pastanya
Perlak
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
a. Pasien sadar
Atus posisi pasien setengah duduk/duduk.
Memasang perlak / handuk di bawah dagu pasien.
Memakai sarung tangan.
Membantu pasien untuk berkumur sambil menyiapkan bengkok.
Membantu menyiapkan sikat gigi dan pastanya.
Membantu pasien menyikat gigi bagian depan, samping dan dalam.
Membantu pasien untuk berkumur sambil menyiapkan bengkok.
Mengeringkan bibir menggunakan tisu.
Lepas sarung tangan.
Merapikan pasien.
b. Pasien tidak sadar
Atur posisi miring dekat ke sisi tempat tidur, ganjal punggung dengan
menggunkan bantal.
Pakai sarung tangan.
76
Tempatkan handuk/pengalas dibawah wajah pasien dan bengkok di
bawah dagu.
Secara hati-hati regangkan gigi atas dan bawah pasien dengan spatel
lidah.
Bersihkan rongga mulut dari dinding gusi gigi, dan gigi luar hingga
bersih dengan spatel lidah yang dibasahi dengan air. Ulangi sesuai
kebutuhan.
Bila ada stomatits berikan obat stomatitis dengan menggunakan kapas
lidi, kemudian berikan pelembab bibir.
c. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan
Rapikan pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
F. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
ORAL HYGIENE ( PASIEN SADAR)
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Pengalas atau perlak
2. Gelas kumur berisi air matang
3. Spatel lidah dengan bantalan atau spons
4. Handuk
5
5. Bengkok
6. Sarung tangan
7. Pelembab bibir
8. Obat stomatitis (bila perlu)
9. Kapas lidi
10. Tisu
11. Sikat gigi dan pastanya
12. Perlak
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
77
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D. Tahap Kerja
Pasien sadar
1. Atus posisi pasien setengah duduk/duduk. 4
2. Memasang perlak/handuk di bawah dagu
4
pasien.
3. Memakai sarung tangan. 3
4. Membantu pasien untuk berkumur sambil 3
menyiapkan bengkok.
5. Membantu menyiapkan sikat gigi dan pastanya.
3
6. Membantu pasien menyikat gigi bagian depan,
samping dan dalam. 3
7. Membantu pasien untuk berkumur sambil
menyiapkan bengkok. 3
8. Mengeringkan bibir menggunakan tisu.
3
9. Lepas sarung tangan.
10. Merapikan pasien. 3
3
E. Tahap Terminasi
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Rapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
78
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
ORAL HYGIENE ( PASIEN TIDAK SADAR)
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Pengalas atau perlak
2. Gelas kumur berisi air matang
3. Spatel lidah dengan bantalan atau spons
4. Handuk
5
5. Bengkok
6. Sarung tangan
7. Pelembab bibir
8. Obat stomatitis (bila perlu)
9. Kapas lidi
10. Tisu
11. Sikat gigi dan pastanya
12. Perlak
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
D. Tahap Kerja
Pasien tidak sadar
1. Atur posisi miring dekat ke sisi tempat tidur, 5
ganjal punggung dengan menggunakan bantal.
2. Pakai sarung tangan.
3. Tempatkan handuk/pengalas dibawah wajah 6
pasien dan bengkok di bawah dagu. 5
4. Secara hati-hati regangkan gigi atas dan bawah
pasien dengan spatel lidah.
5
5. Bersihkan rongga mulut dari dinding gusi gigi,
dan gigi luar hingga bersih dengan spatel lidah
yang dibasahi dengan air. Ulangi sesuai 6
kebutuhan.
6. Bila ada stomatits berikan obat stomatitis
dengan menggunkan kapas lidi, kemudian
berikan pelembab bibir. 6
79
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
E. Tahap Terminasi 1
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Rapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
G. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Hidayat,Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
Hoeksema, A. R., Peters, L. L., Raghoebar, G. M., Meijer, H., Vissink, A., & Visser, A.
(2016). Oral health status and need for oral care of care-dependent
indwelling elderly: from admission to death. Clinical oral investigations,
21(7), 2189–2196.
Naseem, S., Fatima, S. H., Ghazanfar, H., Haq, S., Khan, N. A., Mehmood, M., &
Ghazanfar, A. (2017). Oral Hygiene Practices and Teeth Cleaning
Techniques Among Medical Students. Cureus, 9(7), e1487.
Salamone, K., Yacoub, E., Mahoney, A. M., & Edward, K. L. (2013). Oral care of
hospitalised older patients in the acute medical setting. Nursing research
and practice, 2013, 827670.
80
MENGGANTI ALAT TENUN (BED MAKING)
A. PENGERTIAN
Bed making adalah suatu tindakan mengganti alat tenun kotor dengan alat
tenun yang bersih baik dilakukan pada tempat tidur dengan pasien di
atasnya ataupun pada tempat tidur kosong.
B. TUJUAN
Menciptakan tempat tidur yang bersih, rapi dan nyaman.
C. MANFAAT
1. Dapatmemberikan lingkungan yang bersih, tenang dan nyaman.
2. Menghindari iritasi/infeksi kulit akibat selimut atau linen yang kotor.
3. Mengurangi adanya paparan terhadap mikroorganisme pada pasien.
4. Mencegah terjadinya dekubitus (luka tekan) pada pasien.
5. Memberikan rasa nyaman kepada pasien.
D. INDIKASI
Bed making umumnya dilakukan setiap hari, namun seprai dapat segera diganti
bila terdapat noda bekas darah atau cairan lain dari pasien.
E. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sprei / Laken besar
Sprei sedang / Bovenlaken
Laken kecil / Stiklaken
Alas/perlak
Slimut
Sarung Bantal
81
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
a. Tempat tidur kosong
Pasang sprei besar/laken dengan ketentuan berikut:
1) Garis tengah lipatan diletakkan tepat di tengah kasur.
2) Bentangkan sprei, masukkan sprei bagian kepala kebawah kasur ±
30 cm, demikian juga pada kaki, tarik setegang mungkin.
3) Pada ujung setiap sisi kasur bentuk sisi 90o, lalu masukkan seluruh
tepi sprei ke bawah kasur dengan rapi dan tegang.
Letakkan perlak melintang pada kasur ± 50 cm dari bagian kepala.
Letakkan stik laken di atas sprei melintang, kemudian masukkan sisi-
sisinya kebawah kasur bersama dengan perlak.
Pasang boven pada kasur daerah bagian kaki, pada bagian atas yang
terbalik masukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi bagian
bawah (kaki) dibentuk 90o dan masukkan kebawah kasur, tarik sisi
atas sampai terbentang.
Pasang selimut pada kasur bagian kaki, pada bagian atas yang terbalik
dimasukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi-sisinya
dibentuk 90o dan masukkan kebawah kasur. Tarik sisi atas sampai
terbentang.
Lipat ujung atas boven sampai tampak garis/pitanya.
Masukkan bantal ke dalam sarungnya dan letakkan di atas tempat
tidur dengan bagian yang terbuka di bagian bawah.
82
2) Bersihkan perlak dengan larutan desinfektan dan keringkan lalu
gulung ke tengah tempat tidur sejauh mungkin.
3) Gulung laken/sprei besar ke tengah tempat tidur sejauh mungkin.
Bersihkan alas tempat tidur dan kasur dengan lap lembab larutan
desinfektan, lalu lap dengan lap kering.
Bentangkan sprei besar bersih dan gulung setengah bagian, letakkan
gulungannya di bawah punggung pasien, ratakan setengah bagian lagi
kemudian pasangkan di bawah kasur.
Gulung perlak dan ratakan kembali.
Bentangkan stik laken bersih di atas perlak, gulung setengah bagian,
dan letakkan di bawah punggung pasien, ratakan setengah bagian lagi
di atas perlak, lalu masukkan ke bawah kasur bersama dengan perlak.
Setelah selesai dan rapi pada satu bagian, miringkan pasien kea rah
berlawanan yang tadi telah dibersihkan (ganjal dengan bantal jika
perlu agar pasien tidak terjatuh).
Lepaskan alat tenun yang kotor dari bawah kasur.
Angkat stik laken dan masukkan pada tempat kain kotor.
Bersihkan perlak seperti tadi kemudian gulung ke tengah.
Lepaskan laken kotor dan masukkan ke tempat kain kotor.
Bersihkan alat tempat tidur dan kasur seperti tadi.
Buka gulungan laken dari bawah punggung pasien, tarik, dan ratakan
setegang mungkin kemudian masukkan ke bawah kasur.
Pasang perlak dan sprei seperti tadi.
Lepaskan sarung bantal dan guling yang kotor, ratakan isinya
kemudian pasang sarung yang bersih.
Susun bantal, lalu baringkan kembali pasien dalam sikap yang nyaman.
Ganti selimut kotor dengan yang bersih.
c. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan.
Membereskan alat tenun yang kotor.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
83
F. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGGANTI ALAT TENUN (BED MAKING)
TEMPAT TIDUR KOSONG
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Sprei / Laken besar
2. Sprei sedang / Bovenlaken 5
3. Laken kecil / Stiklaken
4. Alas/perlak
5. Slimut
6. Sarung Bantal
7. Tempat linen kotor
B. Tahap Pra Interaksi
1. Mencuci tangan. 1
2. Mempersiapkan alat dan menempatkannya
1
disamping tempat tidur.
C. Tahap Orientasi
D. Tahap Kerja
Tempat tidur kosong
1. Pasang sprei besar/laken dengan ketentuan 6
berikut:
1. Garis tengah lipatan diletakkan tepat
ditengah kasur.
2. Bentangkan sprei, masukkan sprei bagian
kepala kebawah kasur ± 30 cm, demikian
juga pada kaki, tarik setegang mungkin.
3. Pada ujung setiap sisi kasur bentuk sisi 90o,
lalu masukkan seluruh tepi sprei kebawah
kasur dengan rapi dan tegang.
2. Letakkan perlak melintang pada kasur ± 50 cm
dari bagian kepala.
6
3. Letakkan stik laken di atas sprei melintang,
kemudian masukkan sisi-sisinya kebawah kasur
bersama dengan perlak. 6
4. Pasang boven pada kasur daerah bagian kaki,
pada bagian atas yang terbalik masukkan
kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi
bagian bawah (kaki) dibentuk 90o dan masukkan 6
kebawah kasur, tarik sisi atas sampai terbentang.
5. Pasang selimut pada kasur bagian kaki, pada
bagian atas yang terbalik dimasukkan kebawah
kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi-sisinya
84
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
dibentuk 90o dan masukkan kebawah kasur. Tarik 6
sisi atas sampai terbentang.
6. Lipat ujung atas boven sampai tampak
garis/pitanya.
7. Masukkan bantal ke dalam sarungnya dan
letakkan di atas tempat tidur dengan bagian yang
terbuka di bagian bawah. 6
5
E. Tahap Terminasi
1. Mencuci tangan. 1
2. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
85
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan
1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D. Tahap Kerja
Tempat tidur dengan pasien di atasnya
1. Pakai sarung tangan. 1
2. Letakkan bantal dan selimut pasien yang tidak 1
perlu di kursi (jika keadaan pasien
memungkinkan/tidak mengganggu pasien).
3. Miringkan pasien ke satu sisi (jika perlu, ganjal
dengan bantal/guling supaya tidak jatuh). 1
4. Lepaskan alat tenun pada bagian yang kosong,
dari bawah kasur lalu gulung satu per satu sampai
1
dengan di bawah punggung pasien.
5. Gulung stik laken ke tengah tempat tidur sejauh
mungkin
6. Bersihkan perlak dengan larutan desinfektan dan 1
keringkan lalu gulung ke tengah tempat tidur
1
sejauh mungkin.
7. Gulung laken/sprei besar ke tengah tempat tidur
sejauh mungkin.
8. Bersihkan alas tempat tidur dan kasur dengan lap 1
lembab larutan desinfektan, lalu lap dengan lap
kering.
9. Bentangkan sprei besar bersih dan gulung 2
setengah bagian, letakkan gulungannya di bawah
punggung pasien, ratakan setengah bagian lagi 2
kemudian pasangkan di bawah kasur.
10. Gulung perlak dan ratakan kembali.
11. Bentangkan stik laken bersih di atas perlak,
gulung setengah bagian, dan letakkan di bawah
punggung pasien, ratakan setengah bagian lagi di 2
atas perlak, lalu masukkan ke bawah kasur
2
bersama dengan perlak.
12. Setelah selesai dan rapi pada satu bagian,
miringkan pasien ke arah berlawanan yang tadi
telah dibersihkan (ganjal dengan bantal jika perlu
agar pasien tidak terjatuh).
2
13. Lepaskan alat tenun yang kotor dari bawah kasur.
86
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
14. Angkat stik laken dan masukkan pada tempat kain
kotor. 2
15. Bersihkan perlak seperti tadi kemudian gulung ke
2
tengah.
16. Lepaskan laken kotor dan masukkan ke tempat
kain kotor. 2
17. Bersihkan alat tempat tidur dan kasur seperti tadi.
18. Buka gulunggan laken dari bawah punggung
2
pasien, tarik, dan ratakan setegang mungkin
kemudian masukkan ke bawah kasur. 2
19. Pasang perlak dan sprei seperti tadi.
20. Lepaskan sarung bantal dan guling yang kotor, 2
ratakan isinya kemudian pasang sarung yang
bersih.
21. Susun bantal, lalu baringkan kembali pasien 2
dalam sikap yang nyaman. 1
22. Ganti selimut kotor dengan yang bersih.
1
1
E. Tahap Terminasi 1
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Membereskan alat alat tenun kotor. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
G. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Bloomfield, J., Pegram, A., &Jones, A. (2008). Recommended procedure for
bedmaking in hospital.Nurs Stand, 22(23):41-4.
Hidayat, Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
87
Pellatt, G. C. (2007). Clinical skills: bed making and patient positioning.Br J Nurs,
16(5):302-5.
Smith, S. F., Duell, D. J., Martin, B. C., Gonzalez, L., Aebersold, M. (2017). Bathing,
bedmaking, and maintaining skin integrity. In: Smith SF, Duell DJ, Martin BC,
Gonzalez L, Aebersold M, eds. Clinical Nursing Skills: Basic to Advanced
Skills. 9th ed. New York, NY: Pearson.
88
MENCUCI TANGAN
A. PENGERTIAN
Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari
ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit
kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Mencuci tangan merupakan
teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi
B. TUJUAN
Menjaga kebersihan tangan.
C. MANFAAT
1. Mengurangi jumlah mikroorganismae dari kulit dan tangan.
2. Mencegah terjadinya infeksi silang (cross infection) atau infeksi nosokomial.
3. Menjaga kesehatan dan terhindar dari penyakit.
4. Melindungi diri dan pasien dari infeksi.
5. Memberikan perasaan segar dan bersih.
D. JENIS
Mencuci tangan dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Cuci tangan bersih/biasa.
2. Cuci tangan steril.
E. INDIKASI
Cuci tangan bersih biasanya dilakukan:
1. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan/prosedur invasif (menyuntik,
pemasangan kateter, pasang infus, dll).
2. Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka.
3. Kontakdengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi.
4. Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan
mikroorganisme (urinal, pispot dll).
89
Sedangkan cuci tangan steril dilakukan saat akan melakukan tindakan
operasi/bedah.
F. KONTRA INDIKASI
Tidak ada
G. LANGKAH-LANGKAH
1. Cuci tangan bersih/biasa
90
2. Cuci tangan steril
91
92
93
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sabun atau antiseptik
Handuk atau pengering
Sikat
Pembersih kuku
94
2. Tahap Kerja
a. Cuci tangan bersih/biasa
Melepaskan semua aksesoris pada tangan dan gulung lengan baju
sampai siku.
Mengalirkan air.
Membasahi tangan dan lengan bawah, mempertahankannya lebih
rendah dari siku.
Menaruh sedikit sabun/antiseptik (2-4 cc).
Menggosok kedua lengan dengan cepat, selama 10-15 detik.
Menggosok punggung tangan, sela-sela jari.
Menggosok sela-sela jari secara melingkar minimal 5 kali.
Menggosok ujung-ujung jari ke telapak tangan yang lain.
Membilas lengan dan tangan sampai bersih.
Mengeringkan tangan dengan handuk atau pengering.
Hentikan aliran air menggunakan siku atau pedal kran dari kaki atau
gunakan handuk bersih dan kering atau tisu bersih kering untuk
menutup kran tersebut.
95
5) Sikat punggung tangan 10 kali gosokan.
Cuci sikat, oleskan sabun kembali
Bayangkan Anda membagi lengan menjadi 3 bagian. Sikat setiap
pemukaan bagian bawah lengan dengan gerakan sirkular selama 10
kali gosokan, sikat bagian tengah dan atas lengan bawah dengan cara
yang sama. Letakan sikat pada tempatnya.
Keringkan tangan secara menyeluruh, usap dari jari turun
kepergelangan tangan dan lengan bawah.
Letakan handuk ke dalam wadah yang telah disediakan.
Hentikan aliran air menggunakan siku atau pedal kran dari kaki atau
gunakan handuk bersih dan kering atau tisu bersih kering untuk
menutup kran tersebut.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENCUCI TANGAN BERSIH/ BIASA
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Sabun atau antiseptik
2. Handuk atau pengering
B. Tahap Kerja
Cuci tangan bersih/biasa
1. Melepaskan semua aksesoris pada tangan dan 5
gulung lengan baju sampai siku.
2. Mengalirkan air. 4
3. Membasahi tangan dan lengan bawah, 4
mempertahankannya lebih rendah dari siku.
4. Menaruh sedikit sabun/ antiseptic (2-4 cc). 4
5. Menggosok kedua lengan dengan cepat, selama 4
10-15 detik.
6. Menggosok punggung tangan, sela-sela jari. 4
7. Menggosok sela-sela jari secara melingkar 4
minimal 5 kali.
8. Menggosok ujung-ujung jari ke telapak tangan 4
yang lain.
9. Membilas lengan dan tangan sampai bersih. 4
4
96
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
10. Mengeringkan tangan dengan handuk atau
pengering. 4
11. Hentikan aliran air menggunakan siku atau pedal
kran dari kaki atau gunakan handuk bersih dan
kering atau tisu bersih kering untuk menutup
kran tersebut.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
97
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
b. Lakukan gerakan sirkular, sikat telapak
tangan dan permukaan anterior jari, 10 kali
gosokan.
c. Sikat bagian samping ibu jari 10 kali gosokan
dan bagian posterior ibu jari, 10 kali.
d. Sikat bagian samping dan belakang tiap jari,
10 gosokan tiap area.
e. Sikat punggung tangan 10 kali gosokan.
7. Cuci sikat, oleskan sabun kembali.
8. Bayangkan anda membagi lengan menjadi 3 4
bagian. Sikat setiap pemukaan bagian bawah 4
lengan dengan gerakan sirkular selama 10 kali
gosokan, sikat bagian tengah dan atas lengan
bawah dengan cara yang sama. Letakan sikat pada
tempatnya.
9. Keringkan tangan secara menyeluruh, usap dari
jari turun kepergelangan tangan dan lengan 4
bawah.
10. Letakan handuk ke dalam wadah yang telah
disediakan. 4
11. Hentikan aliran air menggunakan siku atau pedal 4
kran dari kaki atau gunakan handuk bersih dan
kering atau tisu bersih kering untuk menutup
kran tersebut.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Ataee, R. A., Ataee, M. H., Mehrabi Tavana, A., & Salesi, M. (2017). Bacteriological
Aspects of Hand Washing: A Key for Health Promotion and Infections
Control. International journal of preventive medicine, 8, 16.
doi:10.4103/2008-7802.201923.
Hidayat, Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
98
Lee, M. S., Hong, S. J., & Kim, Y. T. (2015). Handwashing with soap and national
handwashing projects in Korea: focus on the National Handwashing Survey,
2006-2014. Epidemiology and health, 37, e2015039.
doi:10.4178/epih/e2015039.
Markel H. (2015). Wash Your Hands!. The Milbank quarterly, 93(3), 447–454.
doi:10.1111/1468-0009.12128.
Mathur P. (2011). Hand hygiene: back to the basics of infection control. The Indian
journal of medical research, 134(5), 611–620.
Toney-Butler, T. J, &Carver, N. (2018). Hand, Washing (Hand Hygiene). In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-
. Available from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470254/
Yazaji E. A. (2011). Hand hygiene strategies. Journal of community hospital internal
medicine perspectives, 1(2), 10.3402/jchimp.v1i2.7200.
doi:10.3402/jchimp.v1i2.7200
99
100
MEMAKAI SARUNG TANGAN
A. PENGERTIAN
Sarung tangan merupakan salah satu alat pelindung diri (ADP) yang dapat
mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat dengan pasien.
Alat pelindung diri selain sarung tangan, adalah masker, penutup kepala, gaun
pelindung/celemek, dan sepatu pelindung.
B. TUJUAN
Mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat dengan pasien.
C. MANFAAT
1. Melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh,
sekret dan selaput lendir
2. Mencegah terjadinya infeksi silang (cross infection) atau infeksi nosokomial.
3. Mencegah tertularnya penyakit.
4. Menjaga kesterilan alat atau tindakan invasif.
D. INDIKASI
Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, pada saat:
1. Pengunaan alat-alat medis yang steril.
2. Dalam setiap pemberian tindakan perawatan.
3. Dipakai dalam setiap tindakan invasif (pemasangan kateter, infus, dll).
4. Wajib digunakan saat tindakan operasi.
5. Saat akan kontak dengan darah atau semua jenis cairan
tubuh, sekret, ekskreta dan benda yang terkontaminasi.
101
E. LANGKAH-LANGKAH
1. Memakai sarung tangan
102
2. Melepas sarung tangan
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan steril sesuai ukuran.
2. Tahap Kerja
a. Memakai sarung tangan
Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian panjang ditarik ke
atas.
Buka pembungkus bagian luar dari kemasan sarung tangan dengan
memisahkan sisi-sisinya.
Identifikasi sarung tangan kiri dan kanan, gunakan sarung tangan pada
tangan yang dominan terlebih dahulu (tangan kanan).
Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tangan yang non dominan
(tangan kiri) pegang tepi mancet sarung tangan untuk menggunakan
sarung tangan pada tangan dominan (tangan kanan).
Dengan tangan yang dominan (tangan kanan) yang sudah bersarung
tangan, selipkan jari-jari ke dalam mancet sarung pada tangan kedua.
Kenakan sarung tangan kedua pada tangan yang non dominan (tangan
kiri).
Rapikan tautan antara jari-jari dan pergelangan sarung tangan dan
pastikan jangan menyentuh setiap bagian atau benda yang tidak steril.
103
b. Melepas sarung tangan
Pegang bagian luar dari satu mancet dengan tangan bersarung tangan,
hindari menyentuh pergelangan tangan.
Lepaskan sarung tangan dengan posisi dibalik yaitu bagian luar ke
dalam, buang pada bengkok.
Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai sarung tangan, ambil
bagian dalam sarung tangan, lalu lepaskan sarung tangan kedua
dengan bagian dalam keluar, buang pada bengkok.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MEMAKAI DAN MELEPAS SARUNG TANGAN
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril sesuai ukuran. 5
B. Tahap Kerja
Memakai sarung tangan
1. Lepaskan jam tangan, cincin dan lengan pakaian 5
panjang di tarik ke atas.
2. Buka pembungkus bagian luar dari kemasan
4
sarung tangan dengan memisahkan sisi- sisinya.
3. Identifikasi sarung tangan kiri dan kanan, gunakan
sarung tangan pada tangan yang dominan terlebih 4
dahulu (tangan kanan).
4. Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tangan yang
non dominan (tangan kiri) pegang tepi mancet
sarung tangan untuk menggunakan sarung tangan 4
pada tangan dominan (tangan kanan).
5. Dengan tangan yang dominan (tangan kanan)
yang sudah bersarung tangan, selipkan jari-jari ke
dalam manset sarung pada tangan kedua.
6. Kenakan sarung tangan kedua pada tangan yang 5
non dominan (tangan kiri).
7. Rapikan tautan antara jari-jari dan pergelangan
sarung tangan dan pastikan jangan menyentuh
5
setiap bagian atau benda yang tidak steril.
Melepas sarung tangan
1. Pegang bagian luar dari satu mancet dengan 5
tangan bersarung tangan, hindari menyentuh
pergelangan tangan.
104
2. Lepaskan sarung tangan dengan posisi dibalik
yaitu bagian luar ke dalam, buang pada bengkok. 5
3. Dengan ibu jari atau telunjuk yang tidak memakai
sarung tangan, ambil bagian dalam sarung tangan,
lalu lepaskan sarung tangan kedua dengan bagian
dalam keluar, buang pada bengkok. 4
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Hidayat, Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
Ho, C., &Jones, A. (2017). Disposable, Non-Sterile Gloves for Minor Surgical
Procedures: A Review of Clinical Evidence [Internet]. Ottawa (ON):
Canadian Agency for Drugs and Technologies in Health. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470722/
Padhye, M. N., Girotra, C., Khosla, A. R., & Gupta, K. V. (2011). Efficacy of double
gloving technique in major and minor oral surgical procedures: A
prospective study. Annals of maxillofacial surgery, 1(2), 112–119.
Viswanath, O., & Aner, M. (2018). Proper Sterile Gloving Technique for Non-
Operating Room Sterile Procedures: A Step-by-Step Guide. The Ochsner
journal, 18(4), 293–297. doi:10.31486/toj.17.0119.
105
UNIVERSAL PRECAUTION
A. PENGERTIAN
Universal precaution adalah suatu tindakan kewaspadaan standar yang
dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada petugas
kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui
(Depkes, 2008).
Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada
semua tempat, pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi
(Nursalam, 2007).
B. TUJUAN
Mencegah penularan penyakit baik dari pasien ke petugas kesehatan dan
sebaliknya.
C. MANFAAT
1. Menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain.
2. Membantu pencegahan dan pengendalian infeksi.
3. Melindungi setiap orang (pasien, klien, dan petugas kesehatan) dari paparan
infeksi.
107
4. Mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber
infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya si pasien, benda
yang terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai,dan spuit) di dalam sistem
pelayanan kesehatan.
D. INDIKASI
Tindakan Universal Precaution dilakukan, pada saat:
1. Perawatan pada pasien isolasi (HIV-AIDS, TBC, Hepatitis, Flu burung dll).
2. Tindakan operasi.
3. Saat akan kontak dengan darah atau semua jenis cairan
tubuh, sekret, ekskreta dan benda yang terkontaminasi.
108
2. Memakai Masker
Masker berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap udara yang
terkontaminasi di tempat kerja atau di rumah sakit yang bertujuan
untukmelindungi dan mengurangi risiko tertular penyakit melalui udara
(Ramdayana,2009).
3. Memakai PenutupKepala
Penutup kepala berfungsi untuk mengindari penularan seperti ketombe ke
pasien saat operasi, juga dapat menghindari risiko menempelnya mikroorganisme
pada rambut yang lembab.
109
5. Memakai gaun pelindung
Gaun pelindung berfungsi untuk melindungi petugas kesehatan dari paparan
mikro organisme yang dapat menempel pada baju petugas.
6. Sarung Tangan
Sarung tangan dipakai bila akan terjadi kontaktangan pemeriksa dengan darah
atau tubuh lainnya, selaput lendir, atau kulit yang terluka, akan melakukan
tindakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-alatvaskular seperti infus,
katetr dll) dan akan membersihkan sampah terkontaminasi atau memegang
permukaan yang terkontaminasi.
110
7. Memakai Pelindung Kaki/Sepatu
Pelindung kaki berfungsi untuk menghindari kontak dengan cairan darah, urin
atau secret yang tercecer dilantai.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan
Masker
Penutup kepala
Kacamata
Gaun pelindung
Sepatu/pelindung kaki
2. Tahap Kerja
Siapkan peralatan
Lepaskan jam tangan, dan cincin
Cuci tangan
Gunakan masker
Gunakan penutup kepala
Gunakan kacamata pelindung
Gunakan gaun
Gunakan sarung tangan
Gunakan sepatu/pelindung kaki
111
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
UNIVERSAL PRECAUTION
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan 5
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Penutup kepala
4. Kacamata
5. Gaun pelindung
6. Sepatu/pelindung kaki
B. Tahap Kerja 5
1. Siapkan peralatan 5
2. Lepaskan jam tangan, dan cincin 5
3. Cuci tangan
5
4. Gunakan masker
5. Gunakan penutup kepala 5
6. Gunakan kacamata pelindung 5
7. Gunakan gaun 5
8. Gunakan sarung tangan
5
9. Gunakan sepatu/pelindung kaki
5
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006).SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Ataee, R. A., Ataee, M. H., Mehrabi Tavana, A., & Salesi, M. (2017). Bacteriological
Aspects of Hand Washing: A Key for Health Promotion and Infections
Control. International journal of preventive medicine, 8, 16.
doi:10.4103/2008-7802.201923.
Hidayat, Aziz Alimul. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia,
Jakrata: EGC.
112
Lee, M. S., Hong, S. J., & Kim, Y. T. (2015). Handwashing with soap and national
handwashing projects in Korea: focus on the National Handwashing Survey,
2006-2014. Epidemiology and health, 37, e2015039.
doi:10.4178/epih/e2015039.
Markel H. (2015). Wash Your Hands!. The Milbank quarterly, 93(3), 447–454.
doi:10.1111/1468-0009.12128.
Mathur P. (2011). Hand hygiene: back to the basics of infection control. The Indian
journal of medical research, 134(5), 611–620.
Panas, K., Wojcik, J., Falcon, S., Hollabaugh, K., & Hickerson, L. E. (2019). Surgical
Gowning Technique: Are We Contaminated Before We Cut?. J Orthop
Trauma, 33(2):59-63.
Perry, A. G & Potter, P. A. (2002).Ketrampilan dan Prosedur Dasar. Mosby:Elsevier
Science.
Pirie S. (2010). Surgical gowning and gloving.J Perioper Pract,20(6):207-9.
Toney-Butler, T. J, &Carver, N. (2018). Hand, Washing (Hand Hygiene). In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470254/
Yazaji E. A. (2011). Hand hygiene strategies. Journal of community hospital internal
medicine perspectives, 1(2), 10.3402/jchimp.v1i2.7200.
doi:10.3402/jchimp.v1i2.7200.
113
114
BAGIAN 2 SISTEM PERNAPASAN
115
116
PEMERIKSAAN JANTUNG PARU
A. PENGERTIAN
Suatu pemeriksaan yang dilakukan pada daerah thorax/dada yang bertujuan
untuk mengetahui keadaan jantung dan paru-paru.
B. TUJUAN
1. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding
dada.
2. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernapasan.
3. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus.
4. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung.
5. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar.
6. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal.
7. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler.
C. MANFAAT
Terdeteksinya derajat kesehatan sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan.
D. INDIKASI
Pasien dengan trauma thorax, pasien dengan penyakit paru (PPOK dll), pasien
dengan nyeri dada dan pasien dengan indikasi penyakit jantung.
E. POSISI PASIEN
Pemeriksaan pada area dada dapat dilakukan dengan posisi pasien berdiri,
duduk dan berbaring/supinasi.
F. PERSIAPAN ALAT
Stetoskop, Senter kecil, sarung tangan, lembar catatan medis, penggaris, dll.
117
G. ORGAN YANG DIPERIKSA
Bagian dada dan punggung meliputi organ paru-paru, serta bagian jantung atau
kardiovaskuler.
H. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Pemeriksaan bagian paru
Inspeksi
Lihat kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan napas (frekuensi, irama, ke
dalaman, dan upaya pernapasan/penggunaan otot-otot bantu pernapasan), warna
kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak
ada pembengkakan/ penonjolan/ edema.
Palpasi
Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, fremitustractile(perawat berdiri
di depan (dada) dan dibelakang pasien (punggung), tempatkan tangan di titik-titik
seperti gambar disamping, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-
tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak
tangan pada punggung pasien).
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan,
ekspansi simetris, vremitus taktil cenderung teraba jelas dikanan.
118
Perkusi
Paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi) titik lokasi perkusi dan
auskultasi seperti gambar disamping.
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian
udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian
padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan--
hilang>>redup.
Auskultasi
Suara napas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop
di lapang paru kiri dan kanan, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas
trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
119
2. Pemeriksaan bagian jantung/kardiovaskuler
Inspeksi
Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis.
Palpasi
Denyutan aorta
Normal: untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba, tidak ada penegangan
vena jugularis.
120
Perkusi
Ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan
dari atas ke bawah sampai bunyi redup).
Normal: batas jantung tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna,
pada RIC 4,5,dan 8.
Auskultasi
Bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada
bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
121
Setelah diadakan pemeriksaan sistem kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN JANTUNG PARU
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Stetoskop 5
2. Penggaris
3. Penunjuk waktu/jam tangan
4. Sarung tangan
5. Senter bila perlu
122
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
6. Lembar catatan medis
123
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Bickley, L. S. (2009). Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC Kedokteran.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta: EGC.
Debora, Oda. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Perry& Potter. (2006). Fundomental Of Nursing, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC.
124
PENGHISAPAN LENDIR (SUCTIONING)
A. PENGERTIAN
Penghisapan lendir (suctioning) adalah tindakan menghisap lendir melalui
hidung dan atau mulut.Penghisapan lendir (suctioning) merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret
atau lendir secara mandiri dengan menggunakan alat penghisap.
Suctioning merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk
mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan napas,
pada pasien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
B. TUJUAN
1. Membersihkan jalan napas.
2. Memenuhi kebutuhan oksigenasi.
3. Mengangkat sekresi yang menghambat (obtruksi) jalan napas.
4. Mempasilitas ventilasi pernapasan.
5. Mendapat sekresi untuk tujuan diagnostik.
6. Mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat penumpukan sekresi.
C. MANFAAT
Saluran pernapasan bebas dari sumbatan semua kotoran atau lendir sehingga
pasien dapat bernapas dengan normal.
D. INDIKASI
1. Pasien batuk produktif dan dengan retensi sputum.
2. Pasien dengan respirator atau endotrakeal tube.
3. Pasien dengan trakeostomi.
4. Adanya secret yang menyumbat jalan napas, dengan ditandai terdengar
suara pada jalan napas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels
atau ronchi, kelelahan pada pasien, nadi dan laju pernapasan meningkat,
ditemukannya mucus pada alat bantu napas.
5. Pasien yang kurang responsif atau koma yang memerlukan pembuangan
secret.
125
E. KONTRA INDIKASI
1. Pasien dengan TIK meningkat.
2. Pasiendengan odema paru.
F. KOMPLIKASI
1. Hipoksia.
2. Trauma jaringan.
3. Meningkatkan risiko infeksi.
4. Stimulasi vagal dan bronkospasm.
G. JENIS-JENIS SECTIONING
1. Suction Orofaringeal
Dilakukan melalui mulut dan hidung pada pasien yang tidak mampu
mengeluarkan secret secara manual.
2. Suction ETT
Digunakan melalui selang endotrakeal pada pasien yang terpasang
endotrakealtube.
126
3. Suction tracheostomy
Dilakukan melalui lubang tracheostomy pada pasien yang dilakukan tindakan
tracheostomy.
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Mesin suction
Selang section
Neonatus dan Bayi sampai 6 bulan: 6 – 8 Fr
18 bulan: 8 – 10 Fr
24 Bulan: 10 Fr
2-4 Tahun: 10 – 12 Fr
4 - 7 tahun: 12 Fr
7 – 10 tahun: 12 Fr
10 – 12 tahun: 14 Fr
Dewasa: 12 – 16 Fr
Bak instrumen berisi : pinset anatomi 2, kasa secukupnya
NaCl atau air matang
Perlak dan pengalas
Sarung tangan
Tisu
127
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Memberikan posisi yang nyaman pada pasien (semifowler dan kepala
sedikit ekstensi untuk sectioning Orofaringeal dan supinasi untuk ETT
dan tracheostomy sectioning).
Meminta pasien untuk menarik napas panjang beberapa kali atau
memberikan oksigen 2-5 menit.
Meletakkan pengalas di bawah dagu pasien.
Memakai sarung tangan steril.
Menghubungkan selang section dengan kanul (teknik: tangan non
dominan memegang selang yang berasal dari mesin, dan tangan
dominan memegang kanul section steril, dan menyambungkannya).
Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung.
Mengecek vakum section dengan cara memasukkan ke dalam NaCl atau
air bersih.
Suctionorofaringeal
Memasukkan kanul suction dengan hati-hati (hidung : 15 cm, mulut
10cm) (teknik: ukur kanul dari mulut/hidung sampai ke telingan
bagian bawah) untuk suction orofaringeal.
Menghisap lendir dengan menutup lubang canule, menarik keluar
perlahan ( 5 detik untuk anak, 10 detik untuk dewasa) (jangan
sambil memutar kanul karena berisiko menimbulkan reflek fagal).
Suction ETT dan Tracheostomi
Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT atau Tracheostomi
tube.
Masukkanselang kateter ke ETT atau ke Tracheostomi tube.
Menghisap lendir dengan menutup lubang canule, menarik keluar
perlahan.
Membilas canule dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernapas
atau berikan oksigen.
Mengulangi penghisapan lendir bila masih ada sisa lendir sesuai dengan
langkah-langkah di atas.
128
Mengobservasi keadaan umum pasien dan status pernapasannya.
Membersihkan mulut pasien dengan tisu, menghubungan ventilator
dengan ETT (Suction ETT dan Tracheostomi).
5. Tahap Terminasi
Melepas sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGHISAPAN LENDIR/SECTION
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Mesin suction 5
2. Selang section sesuai ukuran
3. Bak instrumen berisi : pinset anatomi 2, kasa
secukupnya
4. NaCl atau air matang
5. Perlak dan pengalas
6. Sarung tangan
7. Tisu
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien 1
2. Mencuci tangan
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien 2
(semifowler dan kepala sedikit ekstensi untuk
129
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
sectioning Orofaringeal dan supinasi untuk ETT dan
tracheostomy sectioning). 2
2. Meminta pasien untuk menarik napas panjang
beberapa kali atau memberikan oksigen 2-5 menit.
3. Meletakkan pengalas di bawah dagu pasien.
4. Memakai sarung tangan steril. 2
5. Menghubungkan selang section dengan kanul 2
(teknik: tangan non dominan memegang selang
4
yang berasal dari mesin, dan tangan dominan
memegang kanul section steril, dan
menyambungkannya).
6. Menghidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol 2
penampung.
7. Mengecek vakum section dengan cara memasukkan
ke dalam NaCl atau air bersih. 2
8. Teknik section
Suction orofaringeal 7
Memasukkan kanul suction dengan hati-hati
(hidung : 15 cm, mulut 10cm) (teknik:
ukur kanul dari mulut/hidung sampai ke
telingan bagian bawah) untuk suction
orofaringeal.
Menghisap lendir dengan menutup lubang
canule, menarik keluar perlahan ( 5 detik
untuk anak, 10 detik untuk dewasa) (jangan
sambil memutar kanul karena berisiko
menimbulkan reflek fagal).
Suction ETT dan Tracheostomi
Melepaskan hubungan ventilator dengan ETT
atau Tracheostomi tube.
Masukkanselang kateter ke ETT atau ke
Tracheostomi tube. 3
Menghisap lendir dengan menutup lubang
canule, menarik keluar perlahan.
8. Membilas canule dengan NaCl, berikan kesempatan 2
pasien bernapas atau berikan oksigen.
9. Mengulangi penghisapan lendir bila masih ada sisa 3
lendir sesuai dengan langkah-langkah di atas.
10. Mengobservasi keadaan umum pasien dan status
pernapasannya. 2
11. Membersihkan mulut pasien dengan tisu,
menghubungan ventilator dengan ETT (Suction ETT
dan Tracheostomi).
130
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi 1
1. Melepas sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan.
Hazinski, M. (2013).Nursing Care of the Critically Ill Child, 3rd Edition. Elsevier
Mosby: St. Louis.
Morrow., B.M. Futter., M.J., and Argent, A.C. (2004) Endotracheal suctioning: from
principles to practice. Intensive Care Medicine,30:1167-74.
O’Donnell, L., &Tiernan, E. (2016). Guideline on suctioning via an endotracheal
tube.Crumlin: Nurse Practice Committee Our Lady’s Children’s Hospital.
Overend, T. J., Anderson, C. M., Brooks, D., Cicutto, L., Keim, M., McAuslan, D., &
Nonoyama, M. (2009). Updating the evidence-base for suctioning adult
patients: a systematic review. Canadian respiratory journal, 16(3), e6-17.
Trevisanuto, D.. Doglioni, N., and Zanardo, V. (2009) The management of
endotracheal tubes and nasal canulae: The role of nurses. Early Human
Development, 85(10): S85-S87.
131
NEBULIZER
A. PENGERTIAN
Nebulizer adalah suatu alat yang bisa menyemburkan medikasi atau agens
pelembab seperti agens bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel
mikroskopik dan mengirimkannya ke dalam paru-paru ketika pasien menghirup
napas.
Nebulasiadalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar
dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran.
B. TUJUAN
1. Mengobati peradangan saluran pernapasan bagian atas menghilangkan
sesak selaput lendir saluran napas bagian atas sehingga lendir menjadi
encer dan mudah keluar.
2. Menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab.
3. Melegakan pernapasan.
4. Mengurangi pembekakan selaput lendir.
5. Mencegah pengeringan selaput lendir.
6. Mengendurkan otot dan penyembuhan batuk.
7. Menghilangkan gatal pada kerongkongan.
C. MANFAAT
Nebulisasi bermanfaat untuk mengencerkan lendir, mampu melebarkan
(dilatasi) saluran napas dan mengatasi proses radang.
133
D. INDIKASI
Indikasi nebulisasi ditujukan untuk meredakan masalah pada saluran
pernapasan sesegera mungkin seperti pada pasien dengan:
1. Asma,
2. Rhinitis alergi,
3. Bronkiolitis,
4. Pneumonia,
5. Penyakit paru menahun,
6. Pasien dengan penyempitan jalan napas atau bronkospasme,
7. Pasien dengan hipereaktivitas bronkus (HRB) dengan atau tanpa retensi
lendir/sputum, dan
8. Keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket.
E. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif pada
pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Set nebulizer
Obat bronkodilator
Bengkok satu buah
134
Tisu
Spuit 5 cc
Aquades
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mengatur pasien dalam posisi duduk.
Menempatkan meja/troly di depan pasien yang berisi set nebulizer.
Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai takaran.
Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik.
Memasukkan obat sesuai dosis.
Memasang masker pada pasien.
Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien napas dalam sampai obat
habis.
Bersihkan mulut dan hidung dengan tisu.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
135
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
INHALASI NEBULIZER
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Set nebulizer 5
2. Obat bronkodilator
3. Bengkok
4. Spuit 5 cc
5. Aquades
6. Tisu
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Mengatur pasien dalam posisi duduk. 4
2. Menempatkan meja/troly di depan pasien yang 3
berisi set nebulizer.
3. Mengisi nebulizer dengan aquades sesuai
takaran. 5
4. Memastikan alat dapat berfungsi dengan baik. 3
5. Memasukkan obat sesuai dosis. 5
6. Memasang masker pada pasien.
4
7. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien
napas dalam sampai obat habis. 6
8. Bersihkan mulut dan hidung dengan tisu. 4
136
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Asosiasi Institusi Pendidikan D III Keperawatan
Jawa Tengah.
Boe, J., Dennis,J. H., and O’Driscoll,B. R.(2001). European Respiratory Society
Guidelines on the use of nebulizers. Eur Respir J, 18(1): 228–242.
Harris, David. (2006). Nebulizer guidelines. United Bristol Health care. Directorate
ofchildren’s services.
Rasmin, M., Rogayah, R., Wihastuti, R., Fordiastiko., Zubaedah., Elsina, S. (2001).
Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan–Diagnostik dan Terapi.
Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Setiawati, A., Zunilda S.B., Suyatna FD. (1995). Pengantar Farmakologi. Dalam:
Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, Ed.
Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.
Supriyatno, B., &Kaswandani, N. (2010). Terapiinhalasi pada Penyakit Respiratorik.
EdisiPertama. Jakarta: IDAI.
137
TEKNIK NAPAS DALAM
A. PENGERTIAN
Latihan napas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan
diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh.
B. TUJUAN
Tujuan napas dalam adalah untukmencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan
efisien.
C. MANFAAT
1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien, dan untuk
mengurangi kerja bernapas.
2. Latihan pernapasan dapat meningkatkan pengembangan paru sehingga
ventilasi alveoli meningkat dan akan meningkatkan konsentrasi oksigen
dalam darah sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi.
3. Memperbaiki ventilasi.
4. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal.
5. Meningkatkan relaksasi otot.
6. Meningkatkan mekanisme batuk agar efektif.
7. Mencegah atelektasis.
8. Memperbaikikekuatan otot-otot pernapasan.
9. Memperbaiki mobilitas dada dan vertebrathorakalis serta mengoreksi pola
pernapasan yang abnormal.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan sesak napas.
2. Pasien nyeri.
3. Pasien dengan penyakit pada sistem pernapasan (PPOK, dll).
139
E. KONTRA INDIKASI
1. Pasien dengan tekanan intra kranial.
2. Karsinoma paru.
3. Pasien yang terpasang drainage.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien.
Mencuci tangan.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mempersiapkan pasien.
Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan 1 tangan di
abdomen.
Melatih pasien melakukan napas perut (menarik napas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan. Jaga mulut tetap tertutup).
Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung
pada punggung).
Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan.
Meminta menghembuskan napas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut
bibir seperti meniup).
Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
otot.
Mengevaluasi tindakan (status pernapasan, perasan pasien, dll).
Menganjurkan pasien untuk menggunkan teknik ini jika mengalami sesak
napas.
5. Tahap Terminasi
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
140
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LATIHAN NAPAS DALAM
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
B Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
C Tahap Kerja
1. Mempersiapkan pasien. 3
2. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan 5
1 tangan di abdomen.
5
3. Melatih pasien melakukan napas perut (menarik
napas dalam melalui hidung hingga 3 hitungan. Jaga
mulut tetap tertutup).
4. Meminta pasien merasakan mengembangnya 4
abdomen (cegah lengkung pada punggung).
5
5. Meminta pasien menahan napas hingga 3 hitungan.
6. Meminta menghembuskan napas perlahan dalam 3 5
hitungan (lewat mulut bibir seperti meniup).
7. Meminta pasien merasakan mengempisnya 4
abdomen dan kontraksi dari otot.
8. Mengevaluasi tindakan (status pernapasan, perasan
pasien, dll). 4
9. Menganjurkan pasien untuk menggunakan teknik
ini bila mengalami sesak napas. 6
D Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
141
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Bilo, G., Revera, M., Bussotti, M., Bonacina, D., Styczkiewicz, K., Caldara, G., Giglio, A.,
Faini, A., Giuliano, A., Lombardi, C., Kawecka-Jaszcz, K., Mancia, G., Agostoni,
P., … Parati, G. (2012). Effects of slow deep breathing at high altitude on
oxygen saturation, pulmonary and systemic hemodynamics. PloS
one, 7(11), e49074.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta: EGC.
Perry& Potter. (2006). Fundomental Of Nursing Edisi 4. Jakarta: EGC.
Russo, M. A., Santarelli, D. M., O’Rourke, D. (2017). The physiological effects of slow
breathing in the healthy human. Breathe,13(4): 298–309.
Tamsuri, Anas. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC.
142
TEKNIK BATUK EFEKTIF
A. PENGERTIAN
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara
maksimal. Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat reaktif terhadap
masuknya benda asing dalam saluran pernapasan. Gerakan ini terjadi atau
dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru
paru. Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis sebagai terapi
untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran pernapasan akibat sejumlah
penyakit. Itulah yang dimaksud pengertian batuk efektif.
Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun
dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap masuknya
benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan melalui gerakan
yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif, maka
berbagai penghalang yang menghambat atau menutup saluran pernapasan dapat
dihilangkan.
B. TUJUAN
1. Merangsang terbukanya sistem kolateral.
2. Meningkatkan distribusi ventilasi.
3. Meningkatkan volume paru.
4. Memfasilitasi pembersihan saluran napas.
143
C. MANFAAT
Untuk melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi
sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.
D. INDIKASI
1. Pasien COPD / PPOK (Penyakit paru obstruktif kronik)
Penyakit ini sitandai oleh hambatan aliran udara disaluran napas yang
bersifat progresif non reversible atau reversible parsial. PPOK terdiri atas
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
2. Pasien Emphysema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaranrongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dining alveoli.
3. Pasien Asma
Asma merupakan gangguan inflamasi pada jalan napas yang ditandai oleh
obstruksi aliran udara napas dqan respon jalan napas yang berlebihan terhadap
berbagai bentuk rangsangan.
4. Pasien TBC
5. Pasien Chest infection
6. Pasien bedrest atau post operasi
E. KONTRA INDIKASI
1. Tension pneumotoraks
2. Hemoptisis
3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark
miokard akutrd infark dan aritmia.
4. Edema paru
5. Efusi pleura yang luas
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Tisu
Bengkok
144
Perlak/alas
Sputum pot berisi disinfektan
Air minum hangat
Stetoskop
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah membungkuk.
Auskultasi bunyi napas dan status pernapasan pasien.
Letakkan pengalas pada pasien, letakkan bengkok/pot sputum pada
pangkuan dan anjurkan pasien memegang tisu.
Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan 1 tangan di
abdomen.
Ajarkan pasien untuk menerik napas secara perlahan, tahan 1-3 detik dan
embuskan perlahan dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.
Anjurkan anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan kuat.
Menampung lendir dalam sputum pot.
Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas dua
hingga enam kali.
Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas.
Bersihkan mulut pasien, instruksikan pasien untuk membuang sputum
pada pot sputum pot atau bengkok.
Evaluasi tindakan (Auskultasi pernapasan dan perasaan pasien).
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
145
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
LATIHAN BATUK EFEKTIF
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A Alat dan Bahan
1. Tisu
2. Bengkok
3. Perlak/alas
5
4. Sputum pot berisi disinfektan
5. Air minum hangat
6. Stetoskop
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan
pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk 3
setengah membungkuk. 3
2. Auskultasi bunyi napas dan status pernapasan
pasien.
3. Letakkan pengalas pada pasien, letakkan 3
bengkok/pot sputum pada pangkuan dan anjurkan
pasien memegang tisu. 3
4. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan
1 tangan di abdomen.
5. Ajarkan pasien untuk menerik napas secara 3
perlahan, tahan 1-3 detik dan embuskan perlahan
dengan mulut. Lakukan prosedur ini beberapa kali.
6. Anjurkan anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik
3
batukkan dengan kuat.
7. Menampung lendir dalam sputum pot.
146
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
8. Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi 3
prosedur di atas dua hingga enam kali. 3
9. Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas
3
10. Bersihkan mulut pasien, instruksikan pasien untuk
membuang sputum pada pot sputum pot atau 3
bengkok.
11. Evaluasi tindakan (Auskultasi bunyi napas, status
pernapasan pasien perasaan pasien).
4
E Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Chatwin M., Toussaint, M., Gonçalves, M. R., Sheers, N., Mellies, U et al. (2018).
Airway clearance techniques in neuromuscular disorders: A state of the art
review. Respiratory Medicine, 136: 98-110.
Kowalak, Jennifer. (2011). Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Rab, Trabani. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:TIM.
Tamsuri, Anas.(2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC.
147
FISIOTERAPI DADA
A. PENGERTIAN
Fisioterapi dada adalah suatu program pengobatan/perawatan yang dilakukan
dengan teknik manual untuk melepaskan sekret dari saluran napas bagian bawah.
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi
penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.
B. TUJUAN
1. Mengeluarkan sekret yang terakumulasi dalam saluran napas bagian bawah.
2. Merangsang batuk.
3. Mencegah penumpukan sekret pada saluran napas bagian bawah.
4. Membebaskan jalan napas dari akumulasi sekret.
5. Meningkatkan distribusi dan pertukaran gas.
6. Meningkatkan ekspansi dada.
7. Mengurangi sesak napas akibat akumulasi sekret.
C. MANFAAT
Fisioterapi dadasangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan
memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu.
Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernapasan dan membantu
membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret,
memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan
untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan PPOK.
2. Pasien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang
memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi.
149
E. KONTRA INDIKASI
1. Pasien dengan kegagalan jantung.
2. Status asmatikus.
3. Renjatan dan perdarahan masif.
4. Infeksi paru berat.
5. Patah tulang iga atau luka baru bekas operasi.
6. Tumor paru dengan kemungkinan adanya keganasan serta adanya kejang
rangsang.
7. Perdarahan pulmonal.
8. Emboli paru.
9. Peningkatan TIK.
10. Trauma Kepala.
11. Pasien dengan pemasangan.
b. Tujuan
Untuk mengeluarkan sekret dari bagian dalam traktus respiratori dengan
kekuatan gravitasi.
c. Indikasi
1) Pasien yang memakai ventilasi.
2) Pasien yang melakukan tirah baring yang lama.
3) Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik
atau bronkiektasis.
4) Pasien dengan batuk yang tidak efektif.
5) Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret.
6) Pasien dengan abses paru.
150
7) Pasien dengan pneumonia
8) Pasien pre dan post operatif
9) Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan
atau batuk
d. Kontra Indikasi
1) Tension pneumotoraks
2) Hemoptisis
3) Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark
miokard akutrd infark dan aritmia.
4) Edema paru
5) Efusi pleura yang luas
151
f. Prosedur Tindakan
1) Siapkan bantal 2-3, tisu, masker, segelas air hangat, sputum pot.
2) Jelaskan prosedur.
3) Kaji area paru yang ada secretnya.
4) Cuci tangan.
5) Pakai masker.
6) Dekatkan sputum pot.
7) Berikan minum air hangat.
8) Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage.
9) Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit.
10) Berikan tisu untuk membersihkan sputum.
152
11) Minta pasien untuk duduk, napas dalam dan batuk efektif.
12) Evaluasi respon pasien (pola napas, sputum: warna, volume, suara
pernapasan).
13) Cuci tangan.
2. Clapping/Perkusi
a. Pengertian
Perkusi adalah tepukan dilakukan pada dinding dada atau punggung
dengan tangan dibentuk seperti mangkok.
Teknik perkusi
b. Tujuan
Melepaskan sekret yang tertahan atau melekat pada bronkhus.
c. Indikasi
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural
drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah
indikasi perkusi.
d. Kontra Indikasi
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
1) Patah tulang rusuk
2) Emfisema subkutan daerah leher dan dada
3) Skin graf yang baru
4) Luka bakar, infeksi kulit
5) Emboli paru
6) Pneumotoraks tension yang tidak diobati
153
e. Prosedur Tindakan
1) Siapkan handuk kecil
2) Tutup area yang akan dilakukan clapping dengan handuk untuk
mengurangi ketidaknyamanan.
3) Anjurkan pasien untuk rileks, napas dalam dengan Purse lips
breathing.
4) Perkusi pada tiap segmen paru selama 1-2 menit dengan kedua tangan
membentuk mangkok.
5) Minta pasien untuk duduk, napas dalam dan batuk efektif.
6) Evaluasi respon pasien (pola napas, sputum: warna, volume, suara
pernapasan).
7) Cuci tangan.
3. Vibrating
a. Pengertian
Vibrasi merupakan kompresi dan getaran manual pada dinding dada
dengan tujuan menggerakkan secret ke jalan napas yang besar.
Teknik vibrasi
b. Tujuan
Menggerakkan sekret ke jalan napas yang besar.
c. Indikasi
Semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi vibrasi.
d. Kontra indikasi
Patah tulang dan hemoptisis.
e. Prosedur Tindakan
154
1) Meletakkan kedua telapak tangan tumpang tindih di atas area paru
yang akan dilakukan vibrasi dengan posisi tangan terkuat berada di
luar.
2) Anjurkan pasien napas dalam.
3) Lakukan vibrasi atau menggetarkan tangan dengan tumpuan pada
pergelangan tangan saat pasien ekspirasi dan hentikan saat pasien
inspirasi.
4) Istirahatkan pasien.
5) Ulangi vibrasi hingga 3X.
6) Minta pasien untuk duduk, napas dalam dan batuk efektif.
7) Evaluasi respon pasien (pola napas, sputum: warna, volume, suara
pernapasan).
8) Cuci tangan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
FISIOTERAPI DADA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A Alat dan Bahan
1. Tisu 5
2. Bengkok
3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi disinfektan
5. Air minum hangat
6. Stetoskop
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
1
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
155
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
D Tahap Kerja
1. Kaji area paru yang terakumulasi secret. 4
2. Berikan minum air hangat. 3
3. Mengatur posisi sesuai daerah gangguan paru.
3
4. Memasang alas/perlak dan bengkok (di
pangkuan pasien bila duduk atau di dekat mulut 3
bila tidur miring).
5. Melakukan clapping dengan cara tangan perawat 4
menepuk punggung pasien secara bergantian.
6. Menganjurkan pasien inspirasi dalam, tahan
sebentar, letakan kedua tangan perawat di 3
punggung pasien.
7. Meminta pasien untuk melakukan ekspirasi,
pada saat yang bersamaan tangan perawat
4
melakukan vibrasi.
8. Meminta pasien untuk menarik napas, menahan
napas, dan membatukkan dengan kuat. 3
9. Menampung lendir dalam sputum pot.
10. Melakukan auskultasi paru (pola napas, suara
3
pernapasan).
3
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
156
H. DAFTAR PUSTAKA
ADAM
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Bateman, J. R., Newman, S. P., Daunt, K. M., Sheahan, N. F., Pavia, D., & Clarke, S. W.
(1981). Is cough as effective as chest physiotherapy in the removal of
excessive tracheobronchial secretions?. Thorax, 36(9), 683-7.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta: EGC.
Cross, J. L., Elender, F., Barton, G., Clark, A., Shepstone, L., Blyth, A., Bachmann, M. O.,
… Harvey, I. (2012). Evaluation of the effectiveness of manual chest
physiotherapy techniques on quality of life at six months post exacerbation
of COPD (MATREX): a randomised controlled equivalence trial. BMC
pulmonary medicine, 12, 33. doi:10.1186/1471-2466-12-33.
Hristara-Papadopoulou, A., Tsanakas, J., Diomou, G., & Papadopoulou, O. (2008).
Current devices of respiratory physiotherapy. Hippokratia, 12(4), 211-20.
Perry& Potter. (2006). Fundomental Of Nursing Edisi 4. Jakarta: EGC.
Warnock, L., &Gates, A. (2015). Chest physiotherapy compared to no chest
physiotherapy for cystic fibrosis.Cochrane Database Syst Rev,
21;(12):CD001401.
157
PERAWATAN WSD
A. PENGERTIAN
WSD (Water Seal Drainage)adalah merupakan suatu tindakan invasif yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan baik darah atau pus dari rongga
pleura ataupun rongga thorax (mediastinum) dengan menggunakan selang
penghubung dari rongga ke botol wsd.
B. TUJUAN
Tujuan dilakukan tindakan pemangan WSD adalah:
1. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura) keluar dari rongga pleura.
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura.
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura (reflux drainage) yang
dapat menyebabkan pneumotoraks.
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.
5. Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
6. Mengembalikan fungsi paru yaitu “mechanis of breathing”.
C. MANFAAT
1. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita
jatuh dalam shoks.
2. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga
pleura.Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga “mechanis of
breathing”dapat kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
“mechanis of breathing” tetap baik.
159
D. INDIKASI
1. Pneumothoraks
2. Hemothoraks
3. Hemopneumothorak
4. Thorakotomy
5. Efusi pleura
6. Emfiema
E. KONTRA INDIKASI
1. Infeksi pada tempat pemasangan.
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
F. JENIS WSD
1. SistemBotol
Pada sistem satu botol, cairan atau udara masuk melalui saluran
pengumpul, yang berakhir di dalam air steril (penyegel). Udara keluar dari air
menuju ventilasi udara; cairan tetap di dalam botol. Sistem satu botol
bergantung pada gravitasi dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
160
3. Sistem tiga botol
Pada sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (botol 1),
sebuah botol water seal (botol 2), dan sebuah botol kontrol pengisapan (botol
3). Fungsi botol 1 dan 2 sama dengan sistem dua botol kecuali bahwa botol 2
disambungkan ke botol 3. Botol 3 mempunyai sebuah selang kontrol
manometer dibawah permukaan air steril. Ke dalaman selang dibawah
permukaan air ini menentukan besarnya pengisapan pada rongga pleura.
Botol kontrol pengisapan mempunyai saluan lain yang digunakan untuk
pengisapan. Sistem ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas, dan
pengisapan untuk drainase.
161
G. TEMPAT PEMASANGAN WSD
1. Bagian apex paru (apical)
Anterolateral interkosta ke 1-2
Fungsi: untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
2. Bagian basal
Postero lateral interkosta ke 8-9
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.
H. PERAWATAN WSD
1. Pengertian
Perawatam WSD adalah tindakan merawat, membersikan dan mengganti
balutan luka pada area intubasi selang WSD dan mengganti botol WSD
dengan yang baru.
162
2. Tujuan
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya selang.
b. Memonitor kepatenan dan fungsi sistem WSD.
c. Mengurangi rasa sakit di bagian masuknya selang.
d. Meningkatkan kenyamanan pasien.
3. Prosedur Tindakan
a. Alat dan Bahan
Set bedah minor
Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl
0,9% dan ujung selang terendam sepanjang dua cm.
Kasa steril
Plester dan gunting
Bengkok/kantong balutan kotor
Alkohol 70%
Bethadin 10%
Handscoon steril
c. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
d. Tahap Kerja
Membuka set bedah minor steril.
Memakai handscoon.
Membuka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati,
balutan kotor dimasukkan ke dalam bengkok.
Mendisinfeksi luka dengan betadin yang sudah diencerkan dengan
NaCl.
Menutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya
kemudian diplester.
163
Mengeklem selang WSD.
Melepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol.
Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian selang
WSD dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru.
Membuka klem selang WSD.
Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam.
Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD.
e. Tahap Terminasi
Membuka sarung tangan.
Berpamitan dengan pasien.
Membereskan alat-alat.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN WSD
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Set bedah minor 5
2. Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah
diencerkan dengan NaCl 0,9%
3. Kasa steril
4. Plester dan gunting
5. Bengkok/kantong balutan kotor
6. Alkohol 70%
7. Bethadin
8. Handscoon steril
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien 1
2. Mencuci tangan 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien
164
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapanpasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Membuka set bedah minor steril. 2
2. Memakai handscoon. 2
3. Membuka balutan dengan menggunakan pinset
3
secara hati-hati, balutan kotor dimasukkan ke
dalam bengkok.
4. Mendisinfeksi luka dengan betadin yang sudah 4
diencerkan dengan NaCl.
5. Menutup luka dengan kasa steril yang sudah
3
dipotong tengahnya kemudian diplester.
6. Mengeklem selang WSD. 3
7. Melepaskan sambungan antara selang WSD 2
dengan selang botol.
8. Ujung selang WSD dibersihkan dengan alkohol
4
70%, kemudian selang WSD dihubungkan
dengan selang penyambung botol WSD yang
baru.
9. Membuka klem selang WSD. 2
10. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam.
3
11. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-
3 kali sehari melakukan latihan gerak pada 5
persendian bahu daerah pemasangan WSD.
E Tahap Terminasi 1
1. Membuka sarung tangan. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
165
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Irman, Somantri. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Kozier, Barbara. (2003). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Surtiningrum, Anjas dkk. (2009). Standar Operasional Prosedur Tindakan
Keperawatan Keterampilan Dasar dalam Keperawatan. Semarang :
Telogorejo.
Tamsuri, Anas. (2008). Pasien dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC.
166
PEMBERIAN OKSIGEN
A. PENGERTIAN
Pemberian oksigen adalah suatu kegiatan memberikan oksigen ke dalam paru-
paru melaluisaluranpernapasan dengan menggunakan alat khusus sesuai
kebutuhan.Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya
pengobatan dengan pemberian oksigen untuk mencegah atau memperbaiki
hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat
dengan cara meningkatkan masukan oksigen ke dalam sistem respirasi,
meningkatkan daya angkut oksigen ke dalam sirkulasi dan meningkatkan
pelepasan atau ekstraksi oksigen ke jaringan.
B. TUJUAN
1. Untuk mengatasi hipoksemia/hipoksia.
2. Sebagai tindakan pengobatan.
3. Untuk mempertahankan metabolisme.
C. MANFAAT
Pemberian oksigen bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien
yang tidak dapat dipenuhi secara mandiri.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan sesak napas atau kesulitan bernapas.
2. Pasien-pasien dengan infark miokard, edema paru, cedera paru akut,
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan sianida
atau inhalasi gas karbon monoksida semuanya memerlukan terapi oksigen.
3. Nilai tekanan parsial oksigen kurang dari 60 mmHg atau nilai saturasi
oksigen kurang dari 90% yang menyebabkan hipoksia jaringan saat pasien
beristirahat dan bernapas dengan udara ruangan.
4. Terapi oksigen juga diberikan sebelum dilakukannya beberapa prosedur,
seperti pengisapan trakea atau bronkoskopi di mana seringkali
menyebabkan terjadinya desaturasi arteri. Terapi oksigen juga diberikan
pada kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan jaringan
167
terhadap oksigen, seperti pada luka bakar, trauma, infeksi berat, penyakit
keganasan, kejang demam, dan lainnya.
E. KONTRA INDIKASI
Terapi oksigen tidak direkomendasi pada:
1. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan utama
dispeneu tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronis.
2. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan risiko kebakaran.
F. TEKNIK PEMBERIAN
Pemilihan teknik dan alat yang akan digunakan sangat ditentukan oleh kondisi
pasien yang akan diberikan terapi oksigen. Teknik dan alat yang akan digunakan
dalam pemberian terapi oksigen hendaknya memenuhi kriteria yaitu mampu
mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen (FiO2) udara inspirasi, tidak
menyebabkan akumulasi karbon dioksida, tahanan terhadap pernapasan minimal,
irit dan efisien dalam penggunaan oksigen dan diterima serta nyaman digunakan
oleh pasien
168
Nasal Kanul
Nasal Kateter Cara Pemakaian
169
udara ekspirasi dapat terhirup kembali saat fase inspirasi sedangkan pada sungkup
nonrebreathing, terdapat katup satu arah antara sungkup dan kantong penampung
sehingga pasien hanya dapat menghirup udara yang terdapat pada kantong
penampung dan menghembuskannya melalui katup terpisah yang terletak pada
sisi tubuh sungkup.
Sungkup dengan kantong penampung dapat mengantarkan oksigen sebanyak
10-15 liter/ menit dengan fraksi oksigen (FiO2) sebesar 80-85% pada sungkup
partial rebreathing bahkan hingga 100% pada sungkup nonrebreathing. Kedua
jenis sungkup muka ini sangat dianjurkan penggunaannya pada pasien-pasien yang
membutuhkan terapi oksigen oleh karena infark miokard dan keracunan karbon
monoksida (CO).
d. Oksigen transtrakeal
Oksigen transtrakealialah pemberian oksigen langsung ke trakea dengan
menggunakan kateter trakeal. Oksigen transtrakeal dapat menghemat penggunaan
oksigen sekitar 30-60%, oksigen yang dapat diterima pasien mencapai 80-96%.
Pemberian terapi ini dilakukan bila ada indikasi sumbatan jalan napas pada nasal.
Komplikasi yang seringkali terjadi pada pemberian oksigen transtrakeal antara lain
emfisema subkutan, bronkospasme, batuk paroksismal dan infeksi insersi.
170
Oksigen Transtrakeal
Sungkup Venturi
171
Fraksi Oksigen (FiO2) pada Alat Terapi Oksigen Arus Rendah dan Arus Tinggi
Aliran Oksigen/Alat Fraksi Oksigen %
Aliran rendah
Nasal Kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit 36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
Transtrakeal
0,5-4 Liter/ menit 24-40
Sungkup
5-6 Liter/ menit 40
6-7 Liter/ menit 50
7-8 Liter/ menit 60
Sungkup dengan Reservoir
6 Liter/ menit 60
7 Liter/ menit 70
8 Liter/ menit 80
9 Liter/ menit 90
10 Liter/ menit > 99
Nonrebreathing
4-10 Liter/ menit 60-100
Aliran Tinggi
Sungkup Venturi
3 Liter/ menit 24
6 Liter/ menit 28
9 Liter/ menit 40
12 Liter/ menit 40
15 Liter/ menit 50
172
G. EFEK SAMPING PEMBERIAN TERAPI OKSIGEN
Pemberian terapi oksigen dapat menimbulkan efek samping, terutama terhadap
sistem pernapasan, susunan saraf pusat dan mata, terutama pada bayi prematur.
1. Efek samping pemberian terapi oksigen terhadap sistem pernapasan
Efek samping pemberian terapi oksigen terhadap sistem pernapasan di
antaranya dapat menyebabkan terjadinya depresi napas, keracunan oksigen dan
nyeri substernal. Depresi napas dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) dengan hipoksia dan hiperkarbia kronis. Keracunan
oksigen terjadi apabila pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi (di atas 60%)
dalam jangka waktu yang lama.
2. Efek samping pemberian terapi oksigen terhadap susunan saraf
Efek samping pemberian terapi oksigen terhadap susunan saraf pusat apabila
diberikan dengan konsentrasi yang tinggi maka akan dapat menimbulkan keluhan
parestesia dan nyeri pada sendi sedangkan efek samping pemberian terapi oksigen
terhadap mata, terutama pada bayi baru lahir yang tergolong prematur, keadaan
hiperoksia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada retina akibat proliferasi
pembuluh darah yang disertai dengan perdarahan dan fibrosis atau seringkali
disebut sebagai retrolental fibroplasia.
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Oksigen device yang dibutuhkan sesuai order dokter (tabung
oksigen/port oksigen central, kanul/mask/venture beserta selang
oksigen, humidifier dan air steril, oksigen flowmeter).
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
173
4. Tahap Kerja
Memosisikan pasien semifowler atau fowler.
Menghubungkan antara selang oksigen dengan kanul/mask/venture ke
tabung oksigen atau port oksigen central.
Cek fungsi dari slowmeter dengan memutar pengatur konsetrasi oksigen
& mengamati adanya gelembung udara dalam humidifier.
Mengecek aliran udara pada kanul/mask/venturidengan cara merakan ke
punggung tangan perawat.
Memasang kanul/mask/venture ke pasien dan atur pengikat dengan
benar, janganlah terlalu kencang & jangan sampai terlalu kendur.
Atur aliran oksigen sesuai dengan program yang telah ditentukan.
5. Tahap Terminasi
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBERIAN OKSIGEN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
Oksigen device yang dibutuhkan sesuai order dokter
(tabung oksigen/port oksigen central,
5
kanul/mask/venture beserta selang oksigen,
humidifier dan air steril, oksigen flowmeter).
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
174
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan
1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Memosisikan pasien semifowler atau fowler. 5
2. Menghubungkan antara selang oksigen dengan 5
kanul/mask/venture ke tabung oksigen atau port
oksigen central.
3. Cek fungsi dari slowmeter dengan memutar
pengatur konsetrasi oksigen dan mengamati 5
adanya gelembung udara dalam humidifier.
4. Mengecek aliran udara pada kanul/mask/venturi
dengan cara merakan kepunggung tangan
perawat. 5
5. Memasang kanul/mask/venture ke pasien dan
atur pengikat dengan benar, janganlah terlalu 5
kencang dan jangan sampai terlalu kendur.
6. Atur aliran oksigen sesuai dengan program yang
telah ditentukan. 10
E Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
175
J. DAFTAR PUSTAKA
Butterworth, J. F., Mackey, D. C., Wasnick, J. D., Morgan & Mikhail’s. (2013). Clinical
Anesthesiology.Edisi V. New York: McGraw-Hill Companies.
Fishman, A. P., Elias, J. A., Fishman, J. A., Grippi, M. A., Senior, R. M., Pack, A. I.
Fishman’s. (2008). Pulmonary Diseases and Disorders. Edisi IV. New York:
McGraw-Hill Companies.
Guyton, A. C& Hall, J. E. (2006). Textbook of Medical Physiology. Edisi XI. Philadel-
phia: W. B. Saunders Company.
Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R. (2002). Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Levitzky MG. (2007). Pulmonary Physiology. Edisi VII. New York. McGraw-
HillCompanies.
Mangku, G &Senapathi, T. G. E. (2017). Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Edisi II. Jakarta: Indeks.
Rilantono L. I. (2012). Penyakit Kardiovaskular (PKV) 5 Rahasia. Edisi I. Jakarta:
FakultasKedokteran Universitas Indonesia.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing.
Widiyanto, B & Yasmin, L. S. (2014). Terapi Oksigen terhadap Perubahan Saturasi
Oksigenmelalui Pemeriksaan Oksimetri pada Pasien Infark Miokard Akut
(IM-A).Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah. 1(1): 138-43.
176
BAGIAN 3 SISTEM KARDIOVASKULER
177
PENGUKURAN JUGULARIS VENOUS PRESURE
(JVP)
A. PENGERTIAN
Pengukuran jugularis venous presure (JVP) adalah pengukuran tekanan sistem
vena yang diamati secara tidak langsung (indirek). Distensibilitas vena-vena di
leher dapat memperlihatkan adanya perubahan volume dan tekanan di dalam
atrium kanan. JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi vena (seperti
gagal jantung kanan).
B. TUJUAN
1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD).
2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure).
C. MANFAAT
Pengukuran JVP bermanfaat dalam penegakan diagnosis hipertrofi ventrikel
kanan, stenosis katup trikuspid, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal,
inkompetensi katup trikuspid, tamponade jantung, perikarditis dan kelebihan
cairan.
D. INDIKASI
1. Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat
penting diketahui.
2. Pasien yang mendapat obat vasoaktif, nutrisi parenteral, atau jika vena
perifer tidak adekuat.
3. Pasien dengan distensi unilateral.
4. Pasien dengan trauma mayor.
5. Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium.
6. Pasien yang diberi cairan IV secara cepat (overload cairan).
179
E. LOKASI PENGUKURAN
Vena jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Vena
jugularis baru terlihat pada posisi berbaring di sepanjang permukaan musculus
sternocleidomastoideus.
Caranya, tarik garis dari bawah telingga ke mid clavikula, lalu satu garis lagi ke
sternum. Lokasi otot musculus sternocleidomastoideus berada pada tanda merah
pada gambar di atas.
180
Ada beberapa penyebab peningkatan JVP, yaitu:
1. Masalah kardiovaskuler :
Gagal jantung kanan atau kiri
Cor pulmunal
Stenosis katup trikuspid atau pulmonal
Efusi perikardial atau tamponade
Restriktif cardiomiopati atau constriktif perikarditis
Lesi pada jantung kanan.
Regurgitasi tricuspid
Perikardial tamponade
2. Masalah non-kardiovaskuler:
Obstruksi
Venacava superior
Peningkatan volume darah
Peningkatan tekanan intrathoraks
Peningkatan tekanan intraabdomen. Sebaliknya JVP bisa tidak, bisa pada
pasien yang mengalami deplesi volume eksternal.
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
2 penggaris
Spidol
Senter (bila perlu)
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
181
4. Tahap Kerja
Posisikan pasien 30-45 derajat.
Anjurkan pasien agar menengok ke arah kiri
Tentukan pulsasi vena jugularis dengan cara:
a. Palpasi pada area vena jugularis, tarik satu garis dari belakang telinga
ke sternum dan satu garis ke mid clavikula, letakkan jari di tengah-
tengah sudut dari kedua garis tersebut dan rasakan denyutanya (vena
jugularis berdenyut 2 x dalam satu siklus/Dua puncak dalam satu
siklus pada irama sinus).
b. Membendung dengan menggunakan jari pada daerah supra clavicula
agar vena jugularis tampak dengan jelas. Menekan pada bagian ujung
proksimal vena jugularis (dekat angulus mandibulae) sambil
melepaskan bendungan pada supra clavicula. Mengamati tingginya
bendungan darah yang ada dan beri tanda dengan menggunakan
spidol.
c. Abdominal jugular reflek dengen cara, tekan abdomen dengan
menggunakan kedua tangan dan lihat denyutan pada vena gujularis di
daerah leher.
Ukur JVP dengan menarik garis vertikal antara angel of Louis (manubrio
sternal joint) atau angulus stenum dan titik pulsasi terkuat.
182
5. Tahap Terminasi
Merapikan Pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGUKURAN JUGULARIS VENOUS PRESURE (JVP)
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. 2 penggaris 5
2. Spidol
3. Senter (bila perlu)
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempersiapkan dan menempatkan alat di
dekat pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Posisikan pasien 30-45 derajat. 7
2. Anjurkan pasien agar menengok ke arah kiri. 6
3. Tentukan pulsasi vena jugularis dengan cara:
7
a. Palpasi pada area vena jugularis, tarik satu
garis dari belakang telinga ke sternum dan
satu garis ke mid clavikula, letakkan jari di
tengah-tengah sudut dari kedua garis
tersebut dan rasakan denyutanya (vena
jugularis berdenyut 2 x dalam satu
183
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
siklus/Dua puncak dalam satu siklus pada
irama sinus).
b. Membendung dengan menggunakan jari
pada daerah supra clavicula agar vena
jugularis tampak dengan jelas. Menekan
pada bagian ujung proksimal vena jugularis
(dekat angulus mandibulae) sambil
melepaskan bendungan pada supra
clavicula. Mengamati tingginya bendungan
darah yang ada dan beri tanda dengan
menggunakan spidol.
c. Abdominal jugular reflek dengen cara, tekan
abdomen dengan menggunakan kedua
7
tangan dan lihat denyutan pada vena
gujularis di daerah leher.
4. Ukur JVP dengan menarik garis vertikal antara 6
angel of Louis (manubrio sternal joint) atau
angulus stenum dan titik pulsasi terkuat.
5. Tuliskan hasil pengukuran (normal <4) (Nilai
JVP+5= nilai CVP).
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
184
I. DAFTAR PUSTAKA
Applefeld, M. M. (1990). The Jugular Venous Pressure and Pulse Contour. In: Walker
HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods: The History, Physical, and
Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths. Chapter 19.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK300/
Chua Chiaco, J. M., Parikh, N. I., & Fergusson, D. J. (2013). The jugular venous
pressure revisited. Cleveland Clinic journal of medicine, 80(10), 638-44.
Delaune, S, C & Ladner, P, K. (2002). Fundamentals of nursing standart andpractice.
New York: Thomson Delmar Learning.
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A. (2005). Kardiologi :
Lecture Notes edisi 4. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lemone, P; & Burke, K.M. (2000). Medical Surgical Nursing: critical thinking inclient
care. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall.
185
PEMASANGAN INFUS
A. PENGERTIAN
Pemasangan infus merupakan prosedur invasif yang dilakukan dengan cara
memasukkan IV line ke dalam vena yang bertujuan untuk memasukkan cairan atau
obat ke dalam tubuh. Pemberian cairan parenteral adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh melalui sebuah jarum ke dalam pembuluh vena untuk
menggantikan cairan.
B. TUJUAN
1. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Sebagai tindakan pengobatan dan pemberian nutrisi.
C. MANFAAT
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh dengan cepat/rehidrasi
cairan pada pasien shock.
2. Memperbaiki keseimbangan asam basa.
3. Memperbaiki volume komponen darah.
4. Sebagai jalan masuk dalam pengobatan.
5. Memonitor tekanan vena sentral.
D. INDIKASI
1. Pasien yang mengalami pengeluaran cairan yang berat/ dehidrasi.
2. Pasien dengan gangguan nutrisi yang berat.
3. Pasien yang mengalami syok.
4. Intoksikasi berat.
5. Pasien Pra dan pasca bedah.
6. Pasien dengan indikasi tranfusi darah.
7. Pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
8. Pasien dengan pemberian obat IV yang terus-menerus (kontinyu).
9. Pasien yang tidak bisa mencukupi kebutuhan cairan secara oral.
10. Pasien yang tidak diperbolehkan makan dan minum melalui mulut oleh
karena keadaan tertentu, dll.
187
E. KONTRA INDIKASI
Pemasangan infus tidak boleh dilakukan pada:
1. Area vena yang memar, merah dan bengkak.
2. Pada area fracture.
3. Pada area yang tepasang A-V shunt.
4. Pada pembuluh yang vena kecil karena rentan terjadi flebitis.
5. Area-area fleksi, termasuk antekubiti.
6. Vena-vena kaki karena sirkulasi lambat dan komplikasi lebih sering terjadi
komplikasi (pengecualian bila tidak ada pilihan lain).
F. KOMPLIKASI
1. Infiltrasi (ektravasasi)
2. Trombophlebitis
3. Bakteremia
4. Emboli udara
5. Perdarahan
6. Trombosis
7. Imbalance elektroli
8. Hematom
G. LOKASI PEMASANGAN
Secara umum ada beberapa tempat untuk insersi jarum infus pada pemasangan
infus, yaitu :
1. Venapunctur perifer
Vena mediana cubiti
Vena cefalika
Vena basilica
Vena antebraki
Vena metacarpal
Vena dorsalis arch, pedis
Vena digitalis
188
2. Venapunctur central
Vena femoralis
Vena jugularis internal
Vena subklavia
Ukuran 18
Digunakan anak dan dewasa, dapat digunakan untuk memasukkan tranfusi darah,
komponen darah, dan infus kental lainnya.
Ukuran 20
Digunakan anak dan dewasa, sesuai untuk kebanyakan cairan infus,
darah, komponen darah, dan infus kental lainnya, umum digunakan.
189
Ukuran 22
Digunakan untuk bayi, anak, cocok untuk sebagian besar cairan infus.
Ukuran 24, 26
Digunakan untuk Nenonatus, bayi, dan anak, sesuai untuk sebagian besar cairan
infus, tetapi kecepatan tetesan lebih lambat.
Ukuran-ukuran IV Line
190
a. Infus set (makro) makro drip: 15 dan 20 tetes/ml
Infus set (macro) merupakan seperangkat alat infus yang digunakan untuk
pemberian cairan dalam volume besar, faktor tetesannya, yaitu 15 dan 20
tetes/ml.
191
c. Blood transfusion set
Blood tranfusion set digunakan untuk pemberian darah kepada pasien
(tranfusi), ciri khasnya yaitu adanya tempat untuk penyaring darah.
3. Cairan Infus
Cairan Kristaloid
a. Normal Saline
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Indikasi :Resusitasi, Diare, Luka Bakar, Gagal Ginjal Akut
Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan.
Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal,
hipertensi, edema perifer dan edema paru.
c. Dekstrosa
Komposisi: glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Indikasi: sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk
keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan
oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25
mg/100ml).
Kontraindikasi: Hiperglikemia
192
d. Ringer Asetat (RA)
Komposisi: Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Asetat= 28-30
mEq/l.
Indikasi: Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan
cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok
hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat
induksi anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas
kardiopulmonal, pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi, dan
pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis
laktat.
Kontraindikasi : hipernatremi
Cairan Koloid
a. Albumin
Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein
69-kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (contoh: albumin 5%).
Indikasi:Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok
hipovolemia, hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma,
cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut,
pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.Pengganti volume
plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome),
Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi,
kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi
inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.Pada spontaneus bacterial
peritonitis (SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis.
Kontraindikasi: gagal jantung, anemia berat.
c. Dextran
Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari
bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media
sukrosa.
193
Indikasi : Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis,
iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer.
Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik
(trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung,
gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.
d. Gelatin
Komposisi: Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.
Indikasi: Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan.
Kontraindikasi: haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga
harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.
Cairan Khusus
a. Asering
Komposisi:Setiap liter asering mengandungNa 130 mEq, K 4 mEq, Cl 109
mEq, Ca 3 mEq, Asetat (garam) 28 mEq
Indikasi:Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok
hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
b. KA-EN 1B
Komposisi : Tiap 1000 ml isi mengandung sodium klorida 2,25 g,
anhidrosa dekstros 37,5 g, Elektrolit (meq/L) : Na+ 38,5, Cl- 38,5, Glukosa
37,5 g/L, kcal/L : 150
Indikasi:Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum
diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral
tidak memadai, demam).
d. KA-EN MG3
Komposisi:Tiap liter isi mengandung bahan sodium klorida
1,75g,potassium klorida 1,5g,sodium laktat 2,24g,anhydrous dekstros
100g, Elektrolit (mEq/L) :Na+ 50,K+ 20,Cl- 50,laktat- 20,glukosa 100 g/L,
kcal/L: 400.
194
Indikasi:memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan
asupan oral terbatas, Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam),
Mensuplai kalium 20 mEq/L, Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC
dibutuhkan 400 kcal/L.
e. KA-EN 4A
Komposisi: per 1000 ml mengandung bahan Na 30 mEq/L, K 0 mEq/L, Cl
20 mEq/L, Laktat 10 mEq/L, Glukosa 40 gr/L.
Indikasi:Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak, dapat
diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum
normal, tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik.
f. KA-EN 4B
Komposisi:Na 30 mEq/L, K 8 mEq/L, Cl 28 mEq/L, Laktat 10 mEq/L,
Glukosa 37,5 gr/L
Indikasi:Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia
kurang 3 tahun, tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik.
g. MARTOS-10
Komposisi: Mengandung 400 kcal/L
Indikasi:Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita
diabetik, keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti
tumor, infeksi berat, stres berat, dan defisiensi protein.
h. AMIPAREN
Komposisi: Setiap liter Amiparen isi mengandungL-leucine 14g,L-
isoleucine 8g,L-valine 8g,lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent
10,5g),L-threonine 5,7g,L-tryptophan 2g,L-methionine 3,9g,L-
phenylalanine 7g,L-cysteine 1g,L-tyrosine 0,5g,L-arginine 10,5g,L-
histidine 5g,L-alanine 8g,L-proline 5g,L-serine 3g,aminoacetic acid 5,9g,L-
aspartic acid 30 w/w%,total nitrogen 15, 7g sodium kurang lebih 2
mEq,acetate kira-kira 1220 mEq, Sodium bisulfit ditambahkan sebagai
stabilisator.
Indikasi:Stres metabolik berat, Luka bakar, Infeksi berat, Kwasiokor,
Pasca operasi.
i. AMINOVEL-600
Komposisi:Tiap liter berisiamino acid (L-form) 50g,D-sorbitol
100g,ascorbic acid 400mg,inositol 500mg,nicotinamide 60mg,pyridoxine
HCl 40mg,riboflavin sodium phosphate 2,5mg, Elektrolit:Sodium 35
mEq,potassium 25 mEq,magnesium 5 mEq,acetate 35 mEq,maleate 22
mEq,chloride 38 mEq, 50g asam amino berisi :L-isoleucine 3,2gram,L-
leucine 2,4g,L-lysine (calculated as base) 2g,L-methionine 3g,L-
phenylalanine 4g,L-threonine 2g,L-tryptophan 1g,L-valine 3,2g,L-arginine
195
(calculatedas base)6,2g,L-histidine (calculated as base)1g,L-alanine
6g,glycine 14g,L-proline 2g.
Indikasi:Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI, Penderita GI yang
dipuasakan, Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar,
trauma dan pasca operasi), Stres metabolik sedang.
j. PAN-AMIN G
Komposisi: Tiap liter mengandungL-arginine HCl 2,7g,L-histidine HCl
H2O 1,3g,L-isoleucine 1,8g,L-leucine 4,1g,L-lysine HCl 6,2g,L-methionine
2,4g,L-phenyilalanine 2,9g,L-threonine 1,8g,L-tryptophane 0,6g,L-valine
2g,glycine 3,4g,D-sorbitol 50g, air.
Indikasi:Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik
ringan, Nutrisi dini pasca operasi, Tifoid.
k. TUTOFUSIN OPS
Komposisi: Tiap liter mengandung Natrium 100 mEq,Kalium 18
mEq,Kalsium 4 mEq,Magnesium 6 mEg,Klorida 90 mEq,Asetat 38
mEq,Sorbitol 50 gram.
Indikasi:Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit selama masa pra operasi,
intra operasi dan pasca operasi, Memenuhi kebutuhan air dan elektrolit
pada keadaan dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intraselular,
Memenuhi kebutuhan karbohidrat secara parsial.
I. RUMUS PERHITUNGAN
1. Rumus menghitung jumlah tetesan per menit
Tts/menit =
196
2. Rumus untuk menghitung waktu habis/lama infus
J. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan
Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip atau mikro drip)
Cairan parenteral sesuai program
IV cateter (ukuran sesuai)
Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
Desinfektan
Torniquet/manset
Perlak dan pengalas
Bengkok
Plester / hypafix
Kassa steril
Penunjuk waktu
197
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mempersiapkan selang dan cairan infus (Melakukan desinfeksi tutup
botol cairan, Menutup saluran infus (klem), Menusukkan selang infus
dengan benar, Menggantung botol cairan pada standar infuse, Mengisi
tabung reservoir infus sesuai tanda dan Mengalirkan cairan hingga tidak
ada udara dalam slang).
Mengatur posisi pasien dan pilih vena.
Memasang perlak dan alasnya.
Memasang torniquet dengan jarak 5cm proksimal yang akan ditusuk,
anjurkan pasien untuk menggenggam tangan.
Memakai sarung tangan.
Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari dalam keluar).
Memegang IV cateter dengan sudut 300.
Menusuk vena dengan lobang jarum menghadap ke atas.
Memastikan IV cateter masik intra vena kemudian menarik Mandrin ± 0,5
cm.
Memasukkan IV cateter secara perlahan.
Menarik mandrin dan menyambungkan dengan selang infuse.
Melepaskan toniquet.
Mengalirkan cairan infuse.
Melakukan fiksasi IV cateter.
Memberi desinfeksi daerah tusukan dan menutup dengan kassa.
Mengatur tetesan sesuai program.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
198
K. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN INFUS
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Sarung tangan 5
2. Selang infus sesuai kebutuhan (makro drip atau
mikro drip)
3. Cairan parenteral sesuai program
4. IV cateter (ukuran sesuai)
5. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
6. Desinfektan
7. Torniquet/manset
8. Perlak dan pengalas
9. Bengkok
10. Plester / hypafix
11. Kassa steril
12. Penunjuk waktu
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Mempersiapkan selang dan cairan infus 3
(melakukan desinfeksi tutup botol cairan, menutup
saluran infus (klem), menusukkan selang infus
dengan benar, menggantung botol cairan pada
standard infuse, mengisi tabung reservoir infus
sesuai tanda dan mengalirkan cairan hingga tidak
ada udara dalam slang).
2. Mengatur posisi pasien dan pilih vena.
2
3. Memasang perlak dan alasnya.
4. Memasang torniquet dengan jarak 5cm proksimal 2
yang akan ditusuk, anjurkan pasien untuk 2
menggenggam tangan.
199
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Memakai sarung tangan. 2
6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol 2
(melingkar dari dalam keluar).
7. Memegang IV cateter dengan sudut 300
8. Menusuk vena dengan lubang jarum menghadap ke 2
atas. 2
9. Memastikan IV cateter masik intra vena kemudian 3
menarik Mandrin ±0,5 cm.
10. Memasukkan IV cateter secara perlahan.
11. Menarik mandrin dan menyambungkan dengan 3
selang infuse. 2
12. Melepaskan toniquet. 1
13. Mengalirkan cairan infuse.
1
14. Melakukan fiksasi IV cateter.
15. Memberi desinfeksi daerah tusukan dan menutup 2
dengan kassa. 2
16. Mengatur tetesan sesuai program. 2
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
L. DAFTAR PUSTAKA
Adieb, F.R. (2012). Cairan Infus (Komposisi, Indikasi). Internet. Availabel:
http://mangsholeh.wordpress.com/2012/02/18/cairan-infus-komposisi-
indikasi/
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah
Hidayat, A.A.,& Ulyah, M. (2005). Buku Saku: Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta: EGC.
Kusyati, E. dkk. (2006). Keterampilan dan Prosedur laboratorium. Jakarta. EGC
LaRocca, J. C. (1998). Terapi Intavena. Jakarta:EGC.
200
Mubarok, W.I., &Chayatin, N. (2007). Buku Ajar: Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
: EGC.
Perry, A.G. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Edisi5. Jakarta:
EGC.
Poter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4 vol 2. Jakarta:
EGC.
Radit. (2012). Rumus Lama Infus. Internet. Availabel:
http://ceritakitaraditsu.blogspot.com/2012/10/rumus-lama-infus.html
Toha. (2012). Rumus Menghitung Kecepatan Infus. Internet. Availabel:
http://blog.renpra.com/rumus-menghitung-kecepatan-tetesan-infus/
201
TRANSFUSI DARAH
A. PENGERTIAN
Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien
yang membutuhkan darah dan atau produk darah dengan cara memasukkan darah
melalui vena dengan menggunakan set transfusi. Transfusi darah adalah proses
menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem
peredaran darah orang lainnya.
B. TUJUAN
Memenuhi kebutuhan darah, pada pasien yang menderita kekurangan darah atau
kehilangan darah secara masif.
C. MANFAAT
1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau
heragi).
2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada pasien anemia.
3. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya:
faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien
hemofilia).
4. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen.
5. Memperbaiki kekebalan.
6. Memperbaiki masalah pembekuan.
D. INDIKASI
1. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.
2. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
3. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan plasma
subtitute atau larutan albumin.
4. Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
5. Pasien dengan penyakit kelainan darah tertentu (misalnya anemia,
leukemia).
6. Anemia akibat perdarahan akut sampai Hb<8gr% atau Ht < 30%.
203
Pada anemia akut akibat perdarahan, pasien klasifikasi menjadi 4 kelas. Kelas I dan
II dapat dilakukan resusitasi tanpa perlu transfusi. Pasien syok perdarahan kelas
III mungkin membutuhkan transfusi darah. Semua pasien syok perdarahan kelas
IV membutuhkan transfusi darah untuk mempertahankan penghantaran oksigen.
E. KONTRA INDIKASI
Transfusi darah tidak boleh diberikan tanpa indikasi kuat karena memiliki
banyak risiko, produk darah yang tercemar penyakit menular tidak boleh diberikan
dan tranfusi harus dihentikan bila terjadi reaksi imunologis.
F. JENIS DARAH
Golongan darah dibagi menjagi 4 macam golongan darah :
1. Golongan darah A
2. Golongan darah B
3. Golongan darah AB
4. Golongan darah O
Keterangan :
Golongan darah A hanya bisa mendonorkan darah kepada golongan darah A
dan AB dan menerima darah dari golongan darah A dan O.
204
Golongan darah B hanya bisa mendonorkan darah kepada golongan darah B
dan AB dan menerima darah dari golongan darah B dan O.
Golongan darah AB hanya bisa mendonorkan darah kepada golongan darah AB
saja dan menerima darah dari semua golongan darah (A, B, AB dan O) maka
dari itu golongan darah AB disebut sebagai resipien universal.
Golongan darah O bisa mendonorkan darah kepada semua golongan darah (A,
B, AB,dan O) dan menerima darah dari golongan darah O saja, maka dari itu
golongan darah O disebut sebagai donor universal.
205
timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks
difus.
2. Reaksi Lambat
Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala
demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat
yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC
jarang terjadi.
Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
Hal ini disebabkanadanya antibodi langsung yang melawan antigen
spesifik trombosit pada resipien.
Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya
terjadipada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA:
human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi,
diare,hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah
transfusi.
Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandaidengan gagal organ (jantung dan hati).
Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara,terdapat pendapat yangmenyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karenamenurunnya respons
imun.
206
3. Penularan Infeksi
Transmisi HIV
Penularan virus hepatitis B dan virus hepatitis C
Transmisi virus lain
Kontaminasi bakteri
Kontaminasi parasit
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan 1 pasang
Kantong darah yang sesuai
Perlak/pengalas
NaCl 0,9 %
IV Kateter besar ukuran 18-G atau 19-G
Selang tranfusi set
Animek (bila ada)
207
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Identifikasi kebenaran produk darah dan pasien :
Periksa kompatibilitas yang tertera pada kantong darah dan
informasi pada kantong itu sendiri.
Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter.
Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong darah.
Periksa darah terhadap adanya bekuan/gumpalan darah.
Tanyakan nama pasien dan periksa/cocokkan dengan gelang.
tangannya/gelang nama.
Lakukan prosedur pemasangan infus.
Isi jalur IV dengan 0,9 % normal saline.
Ganti dengan kantung darah.
Atur kecepatan tetesan.
Gunakan penghangat darah bila diperlukan.
Observasi pasien terhadap reaksi efek samping transfusi.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TRANFUSI DARAH
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT 5
1. Sarung tangan 1 pasang
2. Kantong darah yang sesuai
208
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Perlak/pengalas
4. NaCl 0,9 %
5. IV Kateter besar ukuran 18-G atau 19-G
6. Selang tranfusi set
7. Animek (bila ada)
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
4. Menyiapkan darah (cek silang label darah, suhu
sesuai tubuh). 1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Identifikasi kebenaran produk darah dan pasien : 5
Periksa kompatibilitas yang tertera pada
kantong darah dan informasi pada kantong itu
sendiri.
Periksa ulang produk darah dengan pesanan
dokter.
Periksa tanggal kadaluarsa pada kantong
darah.
Periksa darah terhadap adanya bekuan/
gumpalan darah.
Tanyakan nama pasien dan periksa/ cocokkan 7
dengan gelang tangannya/gelang nama. 4
2. Lakukan prosedur pemasangan infus. 4
3. Isi jalur IV dengan 0,9 % normal saline.
5
4. Ganti dengan kantung darah.
5. Atur kecepatan tetesan. 2
6. Gunakan penghangat darah bila diperlukan. 5
7. Observasi pasien terhadap reaksi efek samping
transfusi.
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
209
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
British Society for Haematology. (2003). Guidelines For The Use Of Platelet
Transfusions. Brit JHaematol, 122:10-23.
HTA Indonesia. (2003). Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining.
Availabel:
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_down
load&gid=261&Itemid=142
Lotterman. S., & Sharma, S. (2019). Blood Transfusion. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499824/
McFarland, J. G. (1999). Perioperative Blood Transfusion: Indications And Options.
Chest1999;115:113S-21S
National Blood Users Group. (2001). A Guideline For Transfusion Of Red Blood Cells
In Surgicalpatients. Irlandia.
Panitia Medik Transfusi RSUP Dr. Soetomo. (2001). Pedoman Pelaksanaan
Transfusi Darah Dankomponen Darah. Edisi 3. Surabaya: RSUP Dr. Soetomo-
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Poder, T. G., Nonkani, W. G., & Tsakeu Leponkouo É. (2015). Blood Warming and
Hemolysis: A Systematic Review With Meta-Analysis.Transfus Med Rev,
29(3):172-80
Tasdögen, A., Erkin, Y., Duru, L., & Gonullu, E. (2015). Effects of line type blood-
liquid warmer on two different infusion sets.J Pak Med Assoc, 65(4):362-5.
WHO. (2002). The Clinical Use Of Blood: Handbook. Geneva.Availabel:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/En
glish/Handbook.pdf.
210
PEREKAMAN EKG
A. PENGERTIAN
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan
potensial atau perubahan voltase yang terdapat dalam jantung.Elektrocardiogram
adalah rekaman grafik yang dihasilkan oleh elektrokardiograf,suatu alat untuk
merekam konduksi listrik yang melewati jantung.
Perekaman EKG adalah suatu tindakan merekam aktivitas listrik jantung yang
berawal dari nodus sinoatrial, yang dikonduksikan melalui jaringan serat-serat
(sistem konduksi) dalam jantung yang menyebabkan jantung berkontraksi, yang
dapat direkam melalui elektroda yang dilekatkan pada kulit.
B. TUJUAN
1. Mengidentifikasi adanya kelainan irama jantung (disrithmia) akibatadanya
infark miokard, angina tertentu, pembesaran jantung, dan penyakit inflamasi
jantung.
2. Menilai efek obat-obatan dan mengidentifikasi ketidakseimbangan elektrolit,
terutama kalsium dan kalium.
C. MANFAAT
1. Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung.
2. Bermanfaat untuk menentukan kodisi jantung dari pasien.
3. Memandu tingkatan terapi dan risiko pada pasien jantung.
4. Membantu menemukan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalemia)
dll.
D. INDIKASI
1. Semua pasien dengan nyeri pada dada.
2. Pasien dengan miocardium infark dan tipe penyakit Arteri coroner lainnya.
3. Pasien dengan disritmia jantung.
4. Pasien dengan pembesaran jantung (hypertropi jantung).
5. Pasien dengan gangguan elektrolit, terutama kalsium dan kalium.
6. Pasien dengan indikasi penyakit inflamasi pada jantung.
7. Pasien dengan riwayat penggunaan obat-obatan jantung.
211
E. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak tidak ada dalam perekaman EKG, namun pasien dengan
riwayat pemasangan pen pada fraktur dapat mengganggu hasil perekaman,
memakai perhiasan atau cincin yang berbahan logam.
F. KOMPONEN EKG
1. Mesin EKG
2. 4 (empat) buah sadapan ekstremitas, yaitu (Tangan kiri (LA); Tangan kanan
(RA); Kaki kiri (LL); Kaki kanan (RL))
212
3. 6 (enam) buah sadapan precordial (sadapan dada) V1, V2, V3, V4, V5, V6
4. 10 kabel elektroda (6 (enam) buah sadapan dada yaitu V1, V2, V3, V4, V5,
V6, 4 (empat) buah untuk elektroda ekstremitas)
213
G. LOKASI PEMASANGAN
214
V1 : Ruang interkostal IV garis sternal kanan
V2 : Ruang interkostal IV garis sternal kiri
V3 : Pertengahan garis lurus yang menghubungkan V2 dan V4
V4 : Ruang interkostal V kiri di garis medioklavikuler
V5 : Titik potong garis aksila anterior kiri dengan garis mendatar dari V4
V6 : Titik potong garis aksila kiri tengah dengan garis mendatar dari V 4 dan
V5
215
Gelombang EKG
Garis EKG
Ada 2 jenis penamaan: interval dan segmen.Interval : paling sedikit mencakup
satu gelombang ditambah garis lurus penghubungnya.Segmen: garis lurus yang
menghubungkan 2 gelombang.
1. Interval PR/PQ = gelombang P + garis lurus yang menghubungkannya
dengan kompleks QRS. Fungsi: mengukur waktu dari permulaan depolarisasi
atrium sampai pada mulainya depolarisasi ventrikel.
2. Segmen PR/PQ = garis di antara gelombang P dengan kompleks QRS,
menunjukkan waktu akhir depolarisasi atrium sampai mulainya depolarisasi
ventrikel (ventrikel aktif).
3. Segmen ST = garis lurus dari akhir kompleks QRS dg bagian awal glb.T.
Fungsi: mengukur waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada
mulainya repolarisasi ventrikel.
4. Garis Isoelektrik = garis lurus yang sejajar dengan segmen PQ dengan
segmen ST. Jika Segmen ST di atas garis isoelektrik disebut ST elevasi, jika di
bawah disebut ST depresi.
5. Interval QT = meliputi kompleks QRS, segmen ST dan gelombang T. Fungsi:
mengukur waktu dari permulaan depolarisasi ventrikel sampai akhir
repolarisasi ventrikel.
216
6. Interval QU = meliputi kompleks QRS, segmen ST, gelombang T dan U. Fungsi:
mengukur waktu dari permulaan depolarisasi ventrikel sampai akhir
repolarisasi ventrikel (akhir gelombang U).
217
Karakteristik
Irama teratur
Frekuensi Jantung (HR) antara 60 – 100 x permenit
Gelombang P normal, selalu diikuti oleh gelombang QRS dan T
Interval PR normal (0,12 – 0,20 detik)
Gelombang QRS normal (0,06 – 0,12 detik)
Semua gelombang sama
Irama yang tidak memiliki kriteria seperti di atas disebut Disritmia, bisa
karena gangguan pembentukan impulsatau penghantaran impuls.
2. SINUS TACHYCARDIA
Karakteristik
Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal kecuali
frekeunsinya, pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :
Frekuensi: 100 sampai 180 denyut permenit.
Gelombang P: Mendahului setiap kompleks QRS, dapat tenggelam. dalam
gelombang T yang mendahuluinya; interval PR normal.
Kompleks QRS: Biasanya mempunyai durasi normal.
Hantaran: Biasanya normal.
Irama: Reguler.
Penyebab
Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh demam,
kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung kongestif, nyeri,
keadaan hipermetabolisme, kecemasan, simpatomimetika atau pengobatan
parasimpatolitik.
218
3. SINUS BRADICARDIA
Karakteristik
Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus normal,
kecuali frekuensinya:
Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit.
Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR normal.
Kompleks QRS: biasanya normal.
Hantaran: biasanya normal.
Irama: reguler.
Penyebab
Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi digitalis,
peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI). Bradikardi sinus
juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang sangat kesakitan, atau
orang yang mendapat pengobatan (propanolol, reserpin, metildopa), pada
keadaan hipoendokrin (miksedema, penyakit adison, panhipopituitarisme),
pada anoreksia nervosa, pada hipotermia, dan setelah kerusakan bedah
nodus SA.
4. ATRIAL TACHYCARDIA
Pengertian
Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan mendadak dan
penghentian mendadak.
219
Penyebab
Dapat dicetuskan oleh emosi, tembakau, kafein, kelelahan,pengobatan
simpatomimetik atau alkohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak
berhubungan dengan penyakit jantung organik. Frekuensi yang sangat tinggi
dapat menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner.
Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.
Karakteristik
Frekuensi: 150 sampai 250 denyut per menit.
Gelombang P: Ektopik dan mengalami distorsi dibanding gelombang P
normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T; interval PR memendek
(kurang dari 0, 12 detik).
Kompleks QR: Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi apabila
terjadi penyimpangan hantaran.
Hantaran: Biasanya normal
Irama: Reguler
5. ATRIAL FIBRILATION
Pengertian
Fibrilasi atrium adalah kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan
tidak terkoordinasi.
Penyebab
Biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit
katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau
penyakit jantung congenital.
Karakteristik
Frekuensi: frekuensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P: tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang irreguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval
PR tidak dapat diukur.
220
Kompleks QRS : Biasanya normal.
Hantaran: Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons
ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekuensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan
ventrikel berespon irreguler.
Irama: ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
6. ATRIAL FLUTTER
Deskripsi
Terjadi bila ada titik fokus di atrium yang menangkap irama jantung dan
membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit. Karakter penting
pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi terhadap nodus AV, yang
mencegah penghantaran beberapa impuls. Penghantaran impuls melalui
jantung sebenarnya masih normal, sehingga kompleks QRS tak terpengaruh.
Inilah tanda penting dari disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls
atrium yang dilepaskan 250–400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi
ventrikel, suatu disritmia yang mengancam nyawa.Gelombang P merupakan
konfigurasi gigi gergaji (sawtooth), biasanya menghilang dan terbalik di
sadapan II, III, dan aVF
Penyebab
Penyebabnya sama dengan bibrilasi atrium, berhubungan dengan penyakit
jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung kongestif,
tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung congenital.
Karakteristik:
Frekuensi: frekuensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut per menit.
Irama: Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya (misalnya 2:1,
3:1 atua kombinasinya).
221
Gelombang P: Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi gergaji yang
dihasilkan oleh fokus di atrium yang melepaskan impuls dengan cepat.
Gelombang ini disebut sebagai gelombang F.
Kompleks QRS: Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya juga
normal.
Gelombang T: Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.
7. VENTRICULAR TACHYCARDIA
Deskripsi
Disritmia yang disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti
PVC. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai
keadaan gawat darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini
dan sangat cemas.
Penyebab
Biasanya berhubungan dengan penyakit arteri koroner.
Karakteristik
Frekuensi: 150 sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P: Biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat,
tidak slealu mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel
tidak berhubungan dengan kontraksi atrium.
Kompleks QRS: Mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC- lebar dan
anerh, dengan gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung
dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan.
222
Hantaran: Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran
retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
Irama: Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takiakrdia ventrikel
ireguler.
8. VENTRICULAR FIBRILATION
Deskripsi
Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada
disritmia ini denyut jatung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada
respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe
lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung, maka dapat terjadi
henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi.
Penyebab
Berhubungan dengan penyakit arteri koroner.
Karateristik :
Frekuensi: Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.
Gelombang P: Tidak terlihat.
Kompleks QRS: Cepat, undulasi iregulertanpa pola yang khas (multifokal).
Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar.
Hantaran: Banyak fokus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat
yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi
ventrikel.
Irama: Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola yang khusus.
Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.
223
9. PREMATURE ATRIAL CONTRACTION
Deskripsi
Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal. Pasien
biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut nadi
(perbedaan antara frekuensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa terjadi.
Penyebab :
Iritabilitas otot atrium karena kafein, alkohol, nikotin.
Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif.
Stress atau kecemasan.
Hipokalemia.
Cedera.
Infark.
Keadaaan hipermetabolik.
Karakteristik
Frekuensi: 60 sampai 100 denyut per menit.
Gelombang P: Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda dengan
gelombang P yang berasal dari nodus SA.
Kompleks QRS: Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.
Hantaran: Biasanya normal.
Irama: Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan terjadi lebih
awal dalam siklus dan biasanya tidak akan mempunyai jeda kompensasi
yang lengkap.
224
10. PREMATURE JUNCTIONAL CONTRACTION
Deskripsi
Prematur junctional contraction atau bisa disebut Istilah bigemini mengacu
pada kondisi dimana setiap denyut adalah prematur.
Penyebab
Biasanya diakibatkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI
akut, dan CHF.
Karakteristik:
Frekuensi: Dapat terjadi pada frekuensi jantung berapapun, tetapi
biasanya kurang dari 90 denyut per menit.
Gelombang P: Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat tersembunyi
dalam kompleks QRS.
Kompleks QRS: Setiap denyut adalah PVC dengan kompleks QRS yang
lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi lengkap.
Hantaran: Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal,
namun PVC yang mulai berselang seling pada ventrikel akan
mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.
Irama: Ireguler
225
Deskripsi
Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat peningkatan otomatisasi
sel otot ventrikel. PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien merasa
berdebar-debar tetapi tidak ada keluhan lain. Namun, demikian perhatian
terletak pada kenyataan bahwa kontraksi premature ini dapat menyebabkan
disritmia ventrikel yang lebih serius.
Penyebab
PVC bisa disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam,
asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi katekolamin.
Karakteristik:
Frekuensi: 60 sampai 100 denyut per menit.
Gelombang P: Tidak akan muncul karena impuls berasal dari ventrikel.
Kompleks QRS: Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0, 10 detik.
Mungkin berasal dari satu fokus yang sama dalam ventrikel; atau mungkin
memiliki berbagai bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi fokus di
ventrikel.
Hantaran: Terkadang retrograde melalui jaringan penyambung dan
atrium.
Irama: Ireguler bila terjadi denyut prematur.
12. AV BLOCK
AV blok adalah kelainan pada jantung yang disebabkan karena abnormalitas
hantaran. AV blok dibagi ke dalam beberapa jenis antara lain:
AV BLOCK 1ST DEGREE
226
Penyebab
Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
organic atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat
padapasien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Karakteristik
Frekuensi: Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut per menit.
GelombangP: Mendahului setiap kompleks QRS. Interval PR berdurasi
lebih besar dari 0, 20 detik.
Kompleks QRS: Mengikuti setiap gelombang P, biasanya normal.
Hantaran: Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap tempat antara
jaringan penyambung dan jaringan purkinje, menghasilkan interval PR
yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya normal.
Irama: Biasanya regular.
AV BLOCK 2ND DEGREE TYPE 1
227
AV BLOCK 2ND DEGREE TYPE II
Penyebab
Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh penyakit jantung organic,
infark miokard atau intoksikasi digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan
penurunan frekuensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.
Karakteristik
Frekuensi: 30 sampai 55 denyut per menit. Frekuensi atrium dapat lebih
cepat dua , tiga atau empat kali disbanding frekuensi ventrikel.
Gelombang P: Terdapat dua, tiga atau empat gelombang untuk setiap
kompleks QRS. Interval PR yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.
Kompleks QRS: Biasanya normal.
Hantaran: Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke ventrikel.
Irama: Biasanya lambat dan regular.
228
Penyebab
Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga berhubungan
dengan penyakit jantung organik, intoksikasi digitalis dan MI. Frekuensi
jantung berkurang drastik, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital,
seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.
Karakteristik
Asal: Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak dihantarkan ke serat
purkinje. Mereka disekat secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos
dari daerah penyambung atau ventrikel akan mengambil alih pacemaker.
Frekuensi: Frekuensi atrium 60 sampai 100 denyut per menit, frekuensi
ventrikel 40 sampai 60 denyut per menit bila irama yang lolos berasal dari
daerah penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama yang lolos
berasal dari ventrikel.
Gelombang P: Gelombang P yang berasal dari nodus SA terlihat regular
sepanjang irama, namun tidak ada hubungan dengan kompleks QRS.
Kompleks QRS: Apabila lolosnya irama berasal dari daerah penyambung,
maka kompleks QRS mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang
normal, tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P. Kompleks QRS
terjadi secara regular. Apabila irama yang lolos berasal dari ventrikel,
kompleks QRS berdurasi 0, 10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan
landai. Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi seperti kompleks
QRS pada PVC.
Hantaran: Nodus SA melepaskan impuls dan gelombang P dapat dilihat.
Namun mereka disekat dan tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang
lolos dari daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara normal ke
ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel bersifat ektopik dengan
konfigurasi yang menyimpang.
Irama: Biasanya lambat tetapi regular.
229
13. ASYSTOLE
Deskripsi
Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks QRS. Tidak ada denyut
jantung, denyut nadi dan pernapasan. Tanpa penatalaksanaan segera,
asistole ventrikel sangat fatal.
Karakteristik
Frekuensi: tidak ada
Gelombang P: Mungkin ada, tetapi tidak dapat dihantarkan ke nodus AV
dan ventrikel
Kompleks QRS: Tidak ada
Hantaran: Kemungkinan, hanya melalui atrium
Irama: Tidak ada
Karakteristik
Elevasi segmen ST 1 mm atau lebih.
1. Elevasi segmen ST pada semua sadapan, kecuali di aVR dan V1, dan
sadapan aVL pada posisi jantung vertikal. Kelainan ini dapat terjadi
pada perikarditis.
2. Elevasi segmen ST di sadapan II, III, dan aVF. Kelainan ini terjadi pada
infark jantung inferior dan aneurisma ventrikel.
3. Elevasi segmen ST disadapan I, aVL dan V4-6. Kelainan ini dapat terjadi
pada infark jantung anterior, angina pektoris, dan aneurisma ventrikel.
230
Depresi segrnen ST
1. Depresi seginen ST oblik dan horisontal pada banyak sadapan, kecuali
di sadapan aVR dan aVL dengan posisi jantung vertikal. Kelainan ini
dapat terjadi pada angina (iskemia), infark subendokardial, obat-
obatan seperti digitalis, dan tembakau.
2. Depresi segmen ST oblik dan horisontal pada sadapan V1, V2, dan V3.
Kelainan ini dapat terjadi pada iskemia, hipertrofi ventrikel kanan, dan
RBBB.
3. Depresi segmen ST oblik dan horisontal pada sadapan I, aVL, dan V4-6.
Kelainan ini dapat terjadi pada iskemia, hipertrofi ventrikel kiri, LBBB,
elevasi ST resiprokal dengan infark jantung inferior.
4. Depresi segmen ST oblik dan horisontal pada sadapan II, III, dan aVF.
Kelainan ini dapat terjadi pada iskemia dan elevasi ST resiprokal
dengan infark anterior.
231
QRS tegak (positif) di sadapan I, V5-6.
Depresi ST dan gelombang T terbalik di sadapan I, V5-6.
J. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Set mesin EKG
Kabel untuk sumber listrik
Kabel elektrode ekstremitas dan dada
Plat elektrode
Balon pengisal elektrode dada
Jelly
bengkok
Tisu
Kertas EKG
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mempersiapkan pasien (memposisikan, membuka pakaian atas, melepas
cincin atau bahan logam yang melekat pada pasien).
Bersihkan pergelangan tangan, kaki dan dada dengan kapas alkohol.
Berikan jelli pada area pemasangan.
Pasang elektrode ekstremitas atas pada pergelangan tangan kanan
(merah) dan kiri (kuning) searah dengan telapak tangan dan pasang
elektrode ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan (hitam)dan
kiri (hijau) sebelah dalam.
Pasang elektrode pada daerah dada sebagai berikut :
V1 : sela iga ke 4 pada garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : diantara V2 dan V4
V4 : sela iga ke 5 pada midclavicula kiri
232
V5 : garis axila anterior (diantara V4 dan V6)
V6 : mid axila sejajar dengan V4
Hidupkan mesin EKG
Periksa kembali standarisasi dari EKG meliputi kaliberasi dan kecepatan.
Lakukan pencatatan identitas pasien melalui mesin EKG atau pada kertas
EKG setelah perekaman.
Lakukan perekaman EKG.
Matikan mesin EKG dan membaca hasil.
5. Tahap Terminasi
Merapikan pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
K. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEREKAMAN EKG
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Set mesin EKG 5
2. Kabel untuk sumber listrik
3. Kabel elektrode ekstremitas dan dada
4. Plat elektrode
5. Balon pengisal elektrode dada
6. Jelly
7. bengkok
8. Tisu
9. Kertas EKG
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
233
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Mempersiapkan pasien (memposisikan, membuka 3
pakaian atas, melepas cincin atau bahan logam yang
melekat pada pasien).
2. Bersihkan pergelangan tangan, kaki dan dada
dengan kapas alkohol. 3
3. Berikan jelli pada area pemasangan. 2
4. Pasang elektrode ekstremitas atas pada 5
pergelangan tangan kanan (merah) dan kiri
(kuning) searah dengan telapak tangan dan Pasang
elektrode ekstremitas bawah pada pergelangan
kaki kanan (hitam) dan kiri (hijau) sebelah dalam. 7
5. Pasang elektrode pada daerah dada sebagai berikut
:
V1 : sela iga ke 4 pada garis sternal kanan
V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
V3 : diantara V2 dan V4
V4 : sela iga ke 5 pada midclavicula kiri
V5 : garis axila anterior (diantara V4 dan V6)
2
V6 : mid axila sejajar dengan V4
3
6. Hidupkan mesin EKG.
7. Periksa kembali standardisasi dari EKG meliputi 3
kaliberasi dan kecepatan.
8. Lakukan pencatatan identitas pasien melalui mesin 2
EKG atau pada kertas EKG setelah perekaman.
3
9. Lakukan perekaman EKG.
10. Matikan mesin EKG dan membaca hasil.
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
234
L. DAFTAR PUSTAKA
Aesculapius, M. (2000). Infark Miokard Akut. Kapita Selekta Kedokteran.
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Dharma, S. (2010). Pedoman Praktis Interpretasi EKG. Jakarta : EGC.
DiMino, T. L., Ivanov, A., Burke, J. F., Kowey, P. R. (2005). Electrocardiography.
Essential Cardiology 2nd ed. Editor: Rosendorff C. Totowa, New Jersey:
Humana Press.
Gray, Huon H, dkk. (2003). Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta:
Erlangga Medical Series.
Lesmana, H., Wijayanti, D., OseM. I., Putri Ayu Utami, P. A., Wahyuni, R. (2018).
Pengaruh Penggunaan Jelly dan Air LedengTerhadap potensial aksi
elektrokardiogram. Jurnal Medika Respati, 13(1):30-37
Luna, A.B. (2011). Anatomic and Electrophysiologic Basis. Clinical Arrhythmyology.
West Sussex. UK: Wiley-Blackwell.
Sperelakis, N., Sunagawa, M., &Nakamura, M. (2001). Electrogenesis of Resting
Potentials. Heart Physiology and Pathophysiology 4th ed. Elsevier.
235
PENGUKURAN ABI
A. PENGERTIAN
Ankle Brachial Index (ABI) adalah tes non invasive untuk mengukur rasio
tekanan darah sistolik kaki dengan tekanan darah sistolik lengan. ABI sangat
berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer dan untuk menilai
keparahan oklusi arteri dalam kaki. Pengukuran ABI adalah prosedur penilaian
pembuluh darah non-invasive untuk mengidentifikasi pembuluh darah besar
dengan membandingkan tekanan darah sistolik. Pengukuran ABI dilakukan
dengan menggunakan doppler, spygmomanometer dan tekanan dari manset
untuk mengukur tekanan sistolik dari brachial dan ankle, untuk mengetahui
perfusi arteri ke ekstremitas bawah.
B. TUJUAN
1. Mengetahui derajat oklusi pada arteri perifer.
2. Mendiagnosis penyakit PAD.
3. Untuk melakukan penegahan dini adanya PAD.
C. MANFAAT
Untuk mengetahui secara dini resio penyakit PAD pada seseorang yang berisiko.
D. INDIKASI
1. Dicurigai Lower Extremity Arterial Disease (LEAD)
2. Intermitten Claudication (IC)
3. Usia di atas 50 tahun dengan riwayat penggunaan tembakau (merokok).
4. Diabetes mellitus.
5. Penderita dengan terapi kompresi.
E. KONTRA INDIKASI
1. Trombosis vena dalam dianjurkan memakai duplex ultrasound.
2. Score ABI > 1.3 dianjurkan dengan Toe Brachial Index (TBI).
3. Sakit yang luar biasa di kaki bagian bawah/kaki.
4. Nyeri berat terkait dengan luka pada ekstremitas.
237
F. CARA PEMERIKSAAN
Tekanan darah sistolik diukur pada arteri brachial dan arteri pergelangan kaki
(dorsalis pedis dan tibia posterior) dengan prosedur sebagai berikut.
1. Pengukuran Tekanan Brachial
a. Setelah periode istirahat 5-10 menit, palpasi nadi brachial.
b. Tempatkan manset 2-3 cm di atas fossa cubital di lengan.
c. Olesi jelly pada nadi brachial.
d. Tempatkan tip doppler pada nadi bracial sampai nadi terdengar jelas.
e. Kembangkan manset 20-30 mmHg di atas titik nadi tidak terdengar.
f. Turunkan tekanan manset 2-3 mmHg/detik, catat pembacaan manometer
pada saat nadi pertama terdengar, catat sebagai nilai sistolik.
g. Bersihkan jelly pada lokasi nadi.
h. Ulangi prosedur pengukuran pada lengan lainnya.
i. Jika perlu pengukuran ulang, tunggu 1 menit.
j. Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap lengan untuk menghitung score
ABI.
238
G. PERHITUNGAN ABI
Membagi tekanan sistolik dari dorsalis pedis atau tibialis posterior untuk setiap
pergelangan kaki dengan tekanan sistolik brakialis kanan dan kiri untuk
mendapatkan ABI untuk setiap kaki.
Tekanan sistolik dorsalis pedis atau tibia posterior kanan
ABI kanan = Tekanan sistolik brachialis kanan
239
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Doppler Portabel dengan probe 8-10 Mhz
Spygmomanometer
Jelly ultrasound
Tisu
Alat tulis
4. Tahap Kerja
a. Posisikan penderita supinasi.
b. Pengukuran Tekanan Brachial.
Palpasi nadi brachial.
Tempatkan manset 2–3 cm di atas fossa cubital di lengan.
Olesi jelly pada nadi brachial.
Tempatkan tip doppler pada nadi brachial sampai nadi terdengar jelas.
Kembangkan manset 20–30 mmHg di atas titik nadi tidak terdengar.
Turunkan tekanan manset 2–3 mmHg/detik, catat pembacaan
manometer pada saat nadi pertama terdengar catat sebagai nilai
sistolik.
Bersihkan jelly pada lokasi nadi.
Ulangi prosedur pengukuran pada lengan lainnya dan Jika perlu
pengukuran ulang tunggu 1 menit.
Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap lengan untuk menghitung
ABI.
c. Pengukuran Tekanan Ankle
Palpasi nadi tibia posterior.
Tempatkan manset 2-3 cm di atas malleolus.
Olesi jelly pada nadi tibia posterior.
240
Tempatkan tip doppler pada tibia posterior sampai nadi terdengar
jelas.
Kembangkan manset 20–30 mmHg/detik di atas titik nadi tidak
terdengar.
Turunkan tekanan manset 2–3 mmHg/detik, catat pembacaan
manometer pada saat nadi pertama terdengar catat sebagai nilai
sistolik.
Bersihkan jelly pada lokasi nadi.
Ulangi prosedur pengukuran pada kaki lainnya dan jika perlu
pengukuran ulang tunggu 1 menit.
Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap kaki untuk menghitung
ABI.
d. Bersihkan sisa jelly pada pasien dan alat dopler dengan tisu.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGUKURAN ABI
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Doppler Portabel dengan probe 8-10 Mhz 5
2. Spygmomanometer
3. Jelly ultrasound
4. Tisu
5. Alat tulis
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
241
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 1
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Posisikan penderita supinasi. 4
2. Pengukuran Tekanan Brachial 14
Palpasi nadi brachial.
Tempatkan manset 2-3 cm di atas fossa cubital
di lengan.
Olesi jelly pada nadi brachial.
Tempatkan tip doppler pada nadi brachial
sampai nadi terdengar jelas.
Kembangkan manset 20 – 30 mmHg di atas
titik nadi tidak terdengar.
Turunkan tekanan manset 2-3 mmHg/detik,
catat pembacaan manometer pada saat nadi
pertama terdengar catat sebagai nilai sistolik.
Bersihkan jelly pada lokasi nadi.
Ulangi prosedur pengukuran pada lengan
lainnya dan Jika perlu pengukuran ulang
tunggu 1 menit.
Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap
lengan untuk menghitung ABI. 14
3. Pengukuran Tekanan Ankle
Palpasi nadi tibia posterior.
Tempatkan manset 2-3 cm di atas malleolus.
Olesi jelly pada nadi tibia posterior.
Tempatkan tip doppler pada tibia posterior
sampai nadi terdengar jelas.
Kembangkan manset 20–30 mmHg di atas titik
nadi tidak terdengar.
Turunkan tekanan manset 2-3 mmHg/detik,
catat pembacaan manometer pada saat nadi
pertama terdengar catat sebagai nilai sistolik.
Bersihkan jelly pada lokasi nadi.
Ulangi prosedur pengukuran pada kaki
lainnya dan Jika perlu pengukuran ulang
tunggu 1 menit.
Gunakan tekanan sistolik tertinggi pada tiap
kaki untuk menghitung ABI.
242
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
4. Bersihkan sisa jelly pada pasien dan alat dopler 3
dengan tisu.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
K. DAFTAR PUSTAKA
Antono, D.,& Ismail, D. (2009). Penyakit arteri perifer. Editors: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, jilid II, edisi kelima. Jakarta: Interna publishing.
Arain, F. A., &Cooper, L. T. (2008). Peripheral arterial disease: diagnosis and
treatment. Mayo Clinic Proceedings.
Chaniago. (2007).Penyakit Arteri Perifer Pada SindromaMetabolik. Medan: Fakultas
Kedokteran Universitas SumatraUtara.
Simatupang, M., Pandelaki, K., Panda, A. (2013) Hubungan antara Penyakit Arteri
Perifer dengan Faktor Risiko Kardiovaskular pada Pasien DM Tipe 2. Jurnal
e-Clinic, 1(1)
Sugawara, N., Yasui‐Furukori, N., Umeda, T., Kaneda, A., Sato, Y., Takahashi, I.,
Matsuzaka, M., Danjo, K., Nakaji, S. and Kaneko, S. (2011). Ankle brachial
pressure index as a marker of apathy in a community‐dwelling population.
Int. J. Geriat. Psychiatry, 26: 409-414.
Victor A, H. CM, Pierre A, et al. (2012). Measurement and Interpretation of the
Ankle-Brachial Index. Circulation. 126(24):2890-2909.
doi:10.1161/CIR.0b013e318276fbcb.
WOCN Clinical Practice Wound Subcommittee. (2012). Ankle Brachial Index: quick
reference guide for clinicans. Journal of Wound, Ostomy and Continence
Nursing. 39(2S):S21–S29.
243
BAGIAN 4 SISTEM PENCERNAAN
245
PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN
A. DEFINISI
Pemeriksaan fisik abdomen adalah suatu pemeriksaan di daerah abdomen
yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan organ pencernaan dan
perkemihan.
B. TUJUAN
1. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut.
2. Mendengarkan suara peristaltik usus.
3. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan
dalam perut, dll.
C. MANFAAT
Pemeriksaan fisik abdomen bermanfaat untuk membantu menegakkan
diagnosis yang berhubungan dengan masalah sistem pencernaan dan
perkemihan.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan keluhan di area abdomen.
2. Dicurigai menderita penyakit sistem pencernaan (appendiksistis, diare,
hepatitis, dll).
3. Dicurigai menderita penyakit pada sistem perkemihan (infeksi saluran
kemih, hidronefrosi, dll).
4. Dicurigai trauma abdomen.
E. POSISI PASIEN
Pemeriksaan pada area abdomen posisi pasienberbaring.
F. PERSIAPAN ALAT
Stetoskop, selimut, penggaris, pensil, cacatan medis, sarung tangan, dll.
247
G. ORGAN YANG DIPERIKSA
Bagian perut, ginjal, usus, hati, dan limfa.
H. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Inspeksi
Kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, colostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
2. Auskultasi
Suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub:aorta, a.renalis, a.
illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
3. Perkusi
Semua kuadran mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika pasien merasa nyeri dan bagaimana kualitas bunyinya.
Perkusi hepar: ukur dan batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
Perkusi ginjal: nyeri, batas dan ukuran
Normal: timpani, bila hepar, limfa, ginjal membesar=redup dan apabila
banyak cairan = hipertimpani
248
4. Palpasi
Semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik
organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN JANTUNG PARU
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Stetoskop 5
2. Penggaris
3. Penunjuk waktu/jam tangan
4. Sarung tangan
5. Senter bila perlu
6. Lembar catatan medis
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
249
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Inspeksi 8
2. Auskultasi 8
3. Palpasi
8
4. Perkusi
9
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. (2009). Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC Kedokteran.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta : EGC.
Debora, Oda. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Perry& Potter. (2006). Fundomental Of Nursing, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Profanter, C., & Perathoner, A. (2015). DOPS (Direct Observation of Procedural
Skills) in undergraduate skills-lab: Does it work? Analysis of skills-
performance and curricular side effects. GMS Zeitschrift fur medizinische
Ausbildung, 32(4), Doc45. doi:10.3205/zma000987
250
Rabinowitz, Simon S. (2017). Abdominal Examination. Internet.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:w5_6_Nc1IzsJ:h
ttps://emedicine.medscape.com/article/1909183-
overview&client=opera&hl=en&gl=id&strip=0&vwsrc=0
Tamsuri, Anas. (2008). Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan
Pernapasan.Jakarta:EGC
251
PEMASANGAN NGT
A. PENGERTIAN
NGT (Nasogastric Tube) adalah alat yang digunakan untuk memasukkan nutrisi
cair dengan selang plasitis yang dipasang melalui hidung sampai lambung.
Tindakan pemasangan selang nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan
sebuah selang plastik (selang nasogastriktube) melalui hidung, melewati
tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung. Selang nasogastrik adalah suatu
selang yang dimasukkan melalui hidung (melewati nasopharynx dan esophagus)
menuju ke lambung.
B. TUJUAN
1. Memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang
mengalami kesulitan menelan.
2. Mencegah terjadinya atropi esophagus/lambung pada pasien tidak sadar.
3. Untuk melakukan kumbang lambung pada pasien keracunan.
4. Untuk mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah atau
pendarahan pada lambung.
C. MANFAAT
NGT digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang
yang tidak mampu untuk mengonsumsi makanan, memberikan cairan dan obat-
obatan secara oral. Bermanfaat juga untuk mengeluarkan isi lambung, membantu
memudahkan diagnosis klinik melalui analisis subtansi isi lambung.
D. INDIKASI
1. Pasien tidak sadar.
2. Kesulitan menelan.
3. Pasien yang muntah darah.
4. Pasien yang keracunan.
5. Pasien Pra atau Post operasi esophagus atau mulut.
6. Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap.
253
E. KONTRAINDIKASI
1. Pada pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus.
2. Pasien dengan sustained head trauma, maxillofacial injury, atau anterior
fossa skull fracture. Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka
potensial akan melewati criboform plate, ini akan menimbulkan penetrasi
intracranial.
3. Pasien dengan trauma cervical.
4. Pasien dengan riwayat esophageal stricture, esophageal varices, alkali
ingestion juga berisiko untuk esophageal penetration.
F. UKURAN NGT
NGT diantaranya di bagi menjadi 3 kategori yaitu:
1. Dewasa ukurannya 16-18 Fr
2. Anak-anak ukurannya 12-14 Fr
3. Bayi ukuran 5-6 Fr
254
H. TEKNIK MENGUKUR PANJANG SELANG NGT
Mengukur panjang selang NGT bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut, ukur
jarak mulai dari puncak hidung ke telinga bagian bawah, kemudian dari telinga tadi
ke prosesus xipoideus, setelah itu tandai panjang NGT tersebut. Setelah ditandai
masukkan selang tersebut sesui dengan panjang yang telah ditentukan tadi. Teknik
Mengukur Panjang Selang NGT pada Bayi dan Dewasa.
255
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Slang NGT
Spuit 10 cc
Stetoskop/gelas berisi air matang
Plaster & Gunting
Kain Kassa
Pelumas (jelly)
Perlak atau pengalas
Bengkok
Sarung tangan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mengatur posisi pasien dalam posisi semi fowler/fowler (jika tidak ada
kontraindikasi).
Memakai sarung tangan.
Membersihkan lubang hidung pasien.
Memasang pengalas di atas dada.
Ukur panjang selang NGT yang akan dimasukan dengan menggunakan
metode tradisional (Ukur jarak mulai dari puncak hidung ke telinga
bagian bawah, kemudian dari telinga tadi ke prosesus xipoideus).
Mengolesi ujung NGT dengan jelly sesuai ukuran panjang NGT yang akan
dipasang.
Mengatur pasien pada posisi pada posisi fleksi kepala, dan masukkan
perlahan ujung NGT melalui hidung (bila pasien sadar menganjurkan
pasien untuk menelan ludah berulang-ulang).
256
Memastikan NGT masuk ke dalam lambung dengan cara : menginspirasi
NGT dengan spuit atau memasukkan udara 10 cc sambil diauskultasi di
region lambung atau memasukkan ke dalam gelas berisi air.
Menutup ujung NGT dengan spuit/klem atau disesuaikan dengan tujuan
pemasangan.
Melakukan fiksasi NGT di depan hidung dan pipi.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN NGT
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Slang NGT sesuai ukuran 5
2. Spuit 10 cc
3. Stetoskop/gelas berisi air matang
4. Plaster & Gunting
5. Kain Kassa
6. Pelumas (jelly)
7. Perlak atau pengalas
8. Bengkok
9. Sarung tangan
257
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum 1
kegiatan.dilakukan
D Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien dalam posisi semi 3
fowler/fowler (jika tidak ada kontraindikasi).
2. Memakai sarung tangan.
2
3. Membersihkan lubang hidung pasien.
4. Memasang pengalas di atas dada. 2
5. Ukur panjang selang NGT yang akan dimasukan dengan 2
menggunakan metode tradisional (Ukur jarak mulai 5
dari puncak hidung ke telinga bagian bawah, kemudian
dari telinga tadi ke prosesus xipoideus).
6. Mengolesi ujung NGT dengan jelly sesuai ukuran 3
panjang NGT yang akan dipasang.
7. Mengatur pasien pada posisi pada posisi fleksi kepala, 6
dan masukkan perlahan ujung NGT melalui hidung
(bila pasien sadar menganjurkan pasien untuk
menelan ludah berulang-ulang).
8. Memastikan NGT masuk ke dalam lambung dengan 6
cara: menginspirasi NGT dengan spuit atau
memasukkan udara 10cc sambil diauskultasi di region
lambung atau memasukkan ke dalam gelas berisi air.
9. Menutup ujung NGT dengan spuit/klem atau
disesuaikan dengan tujuan pemasangan. 2
10. Melakukan fiksasi NGT di depan hidung dan pipi. 2
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
258
K. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Alimul H, Aziz, A. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Metheny, N. A.,& Titler, M. (2001). Assessing Placement of Feeding Tubes.
American Journal of Nursing, 101(5): 45-46
Moh Nursing Clinical Practice Guidelines.(2010). Nursing Management of
Nasogastric Tube Feeding in Adult Patients. Ministry of Health, Singapore.
Availabel:
https://www.moh.gov.sg/docs/librariesprovider4/guidelines/nasogastri
c-tube-feeding---book.pdf
Potter, Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Stroud, M., Duncan, H., Nightingale, J.(2003). Guidelines for enteral feeding in adult
hospital patients.Gut, 52:vii1-vii12.
Tarwoto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Selemba Medika.
259
PEMBERIAN NUTRISI MELALUI SELANG NGT
A. PENGERTIAN
Pemberian nutrisi melalui selang Nasogastric Tube (NGT) adalah tindakan
memasukkan makanan cair/ minuman/obat ke dalam lambung melalui
NGT.Pemberian nutrisi melalui NGT merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral
atau tidak mampu menelan, dengan cara memberi makan melalui pipa lambung
atau pipa penduga.
Memberikan nutrisi melalui NGT adalah memberikan makan dalam bentuk cair
dan minum melalui selang atau pipa NGT kepada pasien yang tidak mampu makan
secara normal.
B. TUJUAN
Tujuan pemberian nutrisi melalui selang NGT adalah untuk mempertahankan
status nutrisi yang tidak mampu makan dan minum secara normal.
C. MANFAAT
Pemberian nutrisi melalui selang langsung ke lambung bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan yang tidak mungkin melalui oral, atau jika
asupan tidak mencukupi, dengan memasukkan nutrisi melalui NGT langsung ke
lambung, sehingga makanan bisa langsung masung ke lambung untuk langsung
dilakukan proses pencernaan. Manfaat lainya adalah untuk mempertahankan
metabolisme tubuh dan mempercepat penyembuhan luka.
D. INDIKASI
1. Pasien yang tidak dapat makan melalui mulut.
2. Pasien tidak sadar.
3. Kesulitan menelan.
4. Bayi prematur atau bayi yang tidak dapat menghisap, dll.
261
E. JENIS MAKANAN
Jenis makanan yang dapat dimasukkan lewat NGT adalah makanan cair
misalnya susu, bubur saring, bubur kacang hijau halus, obat yang sudah digerus
dan dicampur air, sirup, air putih dan makanan lain yang berbentuk cair.
F. TEKNIK PEMBERIAN
Ada 2 macam Teknik memberikan makanan via NGT yaitu:
1. Bolus/intermiten feeding
Ambil spuit steril yang tersedia.
Isi dengan makanan cair.
Kemudian klem selang NGT dengan cara menekuk ujung selang dengan
menggunakan tangan yang tidak dominan, dan hubungkan spuit yang
sudah berisi makanan ke selang.
Buka klem selang dan meninggikan ujung selang sekitar 12-18 inchi atau
30-45 cm dari abdomen pasien/hidung.
Kemudian dorong perlahan-lahan makanan.
Lakukan berulang-ulang sampai makanan habis.
262
2. Contineus drip method
Ambil spuit dan buka pendorongnya.
Kemudian klem selang NGT dengan cara menekuk ujung selang dengan
menggunakan tangan yang tidak dominan, dan hubungkan spuit ke selang
NGT.
Lalu isi spuit dengan makanan.
Buka klem selang dan meninggikan ujung selang sekitar 12-18 inchiatau
30-45 cm dari dari abdomen pasien/hidung pasien.
Biarkan makanan mengalir secara dengan sendirinya.
Mengisi kembali kateter tip ketika makanan/formula dalam suntikan
sebelumnya masih sedikit (jangan sampai kosong benar).
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Air matang
Makanan cair/obat
Spuit 5/10 cc
Tisu
Perlak/pengalas
Bengkok
Sarung tangan
263
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data dan program pengobatan pasien.
Mencuci tangan.
Memersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Siapkan peralatan, makanan dalam bentuk cair dan air minum hangat di
atas baki kemudian simpan disamping tempat tidur pasien.
Mengatur posisi pasien dalam posisi semi fowler/fowler (jika tidak ada
kontraindikasi).
Memakai sarung tangan.
Memasang pengalas di dada.
Memastikan letak NGT dengan cara aspirasi isi lambung.
Selanjutnya ambil air minum hangat terlebih dahulu yang sudah.
tersedia dalam gelas dengan menggunakan spuit dan masukan ujung
spuit pada ujung pangkal selang NGT, tinggikan 10-30cm dari atas pasien
hingga air minum masuk.
Masukkan makanan.
264
Continuous drip method
o Ambil spuit dan buka pendorongnya.
o Kemudia klem selang NGT dengan cara menekuk ujung selang dengan
menggunakan tangan yang tidak dominan, dan hubungkan spuit ke
selang NGT.
o Lalu isi spuit dengan makanan.
o Buka klem selang dan meninggikan ujung selang sekitar 12-18 inchi
atau 30-45 cm dari dari abdomen pasien/hidung pasien.
o Biarkan makanan mengalir secara dengan sendirinya.
o Mengisi kembali kateter tip ketika makanan/formula dalam suntikan
sebelumnya masih sedikit (jangan sampai kosong benar).
Bilas dengan air matang, membuka klem, tinggikan 30 cm, sebelum air
habis klem kembali.
Menutup ujung NGT dengan spuit/klem.
Membersihkan sisa makanan dengan tisu.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMBERIAN NUTRISI MELALUI SELANG NGT
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Air matang 5
2. Makanan cair/obat
3. Spuit 5/10 cc
4. Tisuue
5. Perlak/pengalas
6. Bengkok
7. Sarung tangan
265
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Siapkan peralatan, makanan dalam bentuk cair 2
dan air minum hangat di atas baki kemudian
simpan disamping tempat tidur pasien.
3
2. Mengatur posisi pasien dalam posisi semi
fowler/fowler (jika tidak ada kontraindikasi).
3. Memakai sarung tangan. 2
4. Memasang pengalas di dada. 2
5. Memastikan letak NGT dengan cara aspirasi isi
2
lambung.
6. Selanjutnya ambil air minum hangat terlebih 3
dahulu yang sudah tersedia dalam gelas dengan
menggunakan spuit dan masukan ujung spuit
pada ujung pangkal selang NGT, tinggikan 10-
30cm dari atas pasien hingga air minum masuk.
7. Masukkan makanan.
10
Metode Bolus/intermiten feeding
o Ambil spuit steril yang tersedia.
o Isi dengan makanan cair.
o Kemudian klem selang NGT dengan cara
menekuk ujung selang dengan menggunakan
tangan yang tidak dominan, dan hubungkan
spuit yang sudah berisi makanan ke selang.
o Buka klem selang dan meninggikan ujung
selang sekitar 12-18 inchi atau 30-45 cm dari
abdomen pasien/hidung.
o Kemudiaan dorong perlahan-lahan makanan.
266
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
o Lakukan berulang-ulang sampai makanan
habis.
267
I. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Alimul H, Aziz, A. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Aziz, A. (2012). Memberi Makan Melalui Selang NGT. Dari:
http://senyumbening.blogspot.com/2012/05/memberi-makan-melalui-
selang-ngt.html
Elly, Nurrachmah. (2001). Nutrisi dalam Keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto.
Metheny, N. A.,& Titler, M. (2001). Assessing Placement of Feeding Tubes.
American Journal of Nursing, 101(5): 45-46.
Moh Nursing Clinical Practice Guidelines.(2010). Nursing Management of
Nasogastric Tube Feeding in Adult Patients. Ministry of Health, Singapore.
Availabel:
https://www.moh.gov.sg/docs/librariesprovider4/guidelines/nasogastri
c-tube-feeding---book.pdf
Potter, Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.
Stroud, M., Duncan, H., Nightingale, J.(2003). Guidelines for enteral feeding in adult
hospital patients.Gut, 52:vii1-vii12.
Tarwoto, Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Selemba Medika.
268
BILAS LAMBUNG
A. PENGERTIAN
Membilas lambung adalah membersihkan lambung dengan cara memasukkan
air/cairan tertentu ke dalam lambung dan mengeluarkan kembali dengan
menggunakan selang penduga lambung (NGT).
B. TUJUAN
1. Membuang racun dalam lambung, pada pasien dengan keracunan.
2. Membersihkan perdarahan lambung pada pasien dengan perdarahan
lambung.
3. Membersihkan lambung sebelum dilakukan prosedur/pemeriksaan
endoskopik.
4. Membuang cairan atau partikel kecil dari lambung.
C. MANFAAT
Bilas lambung bermanfaat untuk membersihkan dan mengeluarkan racun/darah
dari dalam lambung.
D. INDIKASI
1. Keracunan makanan, obat atau zat kimia lainnya.
2. Hematemesis.
3. Persiapan operasi lambung.
E. KONTRAINDIKASI
Pasien kejang, prosedur dilakukan setelah kejang berhenti karena berisiko
aspirasi.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Set pemasangan NGT
Air hangat 1-2 liter / NaCl 0,9%, sesuai kebutuhan
Penampung cairan / bengkok / ember
Spuit besar 50 cc
269
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Lakukan prosedur pemasangan NGT.
Posisikanpasien miring kiri tanpa bantal dan letak kepala lebih rendah
atau posisi Trendelenburg.
Masukkan air/cairan NaCl menggunakan spuit 50cc.
Sedot kembali atau alirkan langsung air/cairan NaCl yang telah
dimasukan ke dalam lambung pasien tadi dan tampung padapenampung
cairan.
Ulangi prosedur tersebut berulang kali sampai air/cairan yang keluar dari
lambung berwarna jernih/tidak berbau racun.
Setelah bersih, lakukan prosedur pelepasan NGT.
5. Tahap Terminasi
Merapikan pasien.
Berpamitan dengan pasien.
Membereskan alat-alat.
Mencuci tangan.
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
G. DAFTARTILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
BILAS LAMBUNG
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Set pemasangan NGT 5
2. Air hangat 1-2 liter / NaCl 0,9 %, sesuai kebutuhan
3. Penampung cairan / bengkok / ember
4. Spuit besar 50 cc
270
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Lakukan prosedur pemasangan NGT. 10
2. Posisikan pasien miring kiri tanpa bantal dan letak 4
kepala lebih rendahposisi Trendelenburg.
5
3. Masukkan air/cairan NaCl menggunakan spuit
50cc. 5
4. Sedot kembali atau alirkan langsung air/cairan
NaCl yang telah dimasukan ke dalam lambung 5
pasien tadi dan tamping pada penampung cairan.
5. Ulangi prosedur tersebut berulang kali sampai
air/cairan yang keluar dari lambung berwarna
jernih/tidak berbau racun. 3
6. Setelah bersih, lakukan prosedur pelepasan NGT.
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
271
H. DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.A.A. dan Uliyah, M. (2005). Kebutuhan Dasar Manusia. Buku Saku
Praktikum. Jakarta: EGC.
Perry& Potter (2004). Clinical Nursing Skills and Technigues, (5nd). China: Mosby
An Affiliate of Elsevier.
Purwadianto Agus & Budi Sampurna. (2000).Kedaruratan Medik Pedoman
PenatalaksanaanPraktis.Jakarta: Binarupa Aksara.
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., Setiati, S. (2006). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV Jilid I. Jakarta: Pusat penerbitan Departemen
ilmu penyakit dalam FK-UI.
272
PERAWATAN COLOSTOMY
A. PENGERTIAN
Colostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Colostomi adalah lubang
yang dibuat melalui dinding abdomen ke dalam kolon iliaka untuk
mengeluarkan feses.
Perawatan colostomy adalah suatu tindakan untuk merawat pasien dengan
anus buatan setelah tindakan colostomy. Perawatan colostomy adalah tindakan
membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong
kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan. Lubang kolostomi yang muncul
dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA.
Stoma Colostomy
B. TUJUAN
1. Memberikan kenyamanan pada pasien.
2. Menjaga kebersihan pasien.
3. Mencegah terjadinya infeksi.
4. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma.
5. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya.
273
C. MANFAAT
Melakukan perawatan colostoli bermanfaat untuk mencegah terjadinya infeksi
nosocomial yang disebabkan oleh produk colostomy yaitu feses.
D. INDIKASI
Semua pasien yang terpasang colostomy harus dilakukan perawatan secara
teratur.
E. JENIS COLOSTOMY
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, colostomi dapat dibuat
secara permanen maupun sementara.
1. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,
perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak
memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).
2. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti
semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua
ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double
barrel.
274
2. Observasi adanya Infeksi
Kontaminasi feses merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu, pemantauan yang terus
menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan
mengganti kantong kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
5. Stenosis
Penyempitan dari lumen stoma.
6. Perdarahan stoma
G. IRIGASI KOLOSTOMI
Pengertian
Irigasi colostomi adalah suatu cara untuk mengeluarkan isi kolon (feses),
dilakukan secara terjadwal dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu yang
sama dengan tubuh/hangat.
Tujuan
Tujuan tindakan ini adalah merangsang kontraksi usus sehingga mendorong
keluarnya isi kolon (feses).
Manfaat
Manfaat tindakan ini adalah feses akan keluar secara teratur/ terjadwal,
mengurangi pembentukan gas, meminimalkan komplikasi di stoma, mencegah
konstipasi, mengurangi penggunaan kantong dan meningkatkan rasa percaya
diri.
275
Indikasi
Irigasi kolostomi dapat dilakukan pada pasien dengan kolostomi desenden/
sigmoid, dan bila didapatkan adanya penyumbatan/obstruksi feses.
Kontraindikasi
Irigasi kolostomi tidak dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat iritable
bowel syndrom, stoma pada kolon asenden dan tranversum, stoma prolaps dan
hernia peristoma, pasien dengan kemoterapi, radiasi pelvis, pasien dengan
diagnosis yang buruk/diare, dan pasien dengan urostomi dan ileustomi.
276
Alirkan air dengan aliran yang cukup (10–15 menit), lambatkan aliran
jikaterdapat tanda-tanda kram abdomen.
Klem kateter dan tutup stoma 15–20 menit.
Satu jam kemudian pengeluaran akan terjadi, biarkan sampai semua feses
keluar.
Bersihkan area stoma dengan sabun lembut dan air.
Pasang kembali kantung stoma.
Catat tindakan yang dilakukan dan perhatikan warna dan kondisi stoma
dan kulitperistoma, catat warna, konsistensi dan jumlah feses yang keluar.
Cuci tangan dan rapihkan alat.
H. KANTONG KOLOSTOMI
Kantong kolostomi bag adalah kantong plastik khusus yang di bagian
belakangnya terdapat perekat/skin barrier untuk melekatkan kantong pada
dinding perut pasien.
Ada 2 macam kantong kolostomi, yaitu:
1. Closed colostomy bag
Kantong yang bagian bawahnya tertutup (biasanya untuk sekali pakai/disposable).
277
Closed colostomy bag
278
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Colostomy bag
Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
Kapas kering atau tisu
1 pasang sarung tangan bersih
Zink /Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
Perlak dan alasnya
Plester dan gunting
Bila perlu obat desinfektan
bengkokkan
Set ganti balut
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy.
Gunakan sarung tangan.
Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak
stoma dan meletakkan bengkok di atas perlak.
Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll).
Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan
pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien.
Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok.
Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas
sublimat/kapas hangat (air hangat)/NaCl.
Mengeringkan kulit sekitar colostomy menggunakan kassa.
279
Memberikan zink salep/betadin (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit
sekitar stoma.
Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy.
Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi
vertikal/horisontal/miring sesuai kebutuhan pasien.
Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi.
Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara
didalamnya.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan
Merapikan pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN COLOSTOMY
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Colostomy bag
2. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3. Kapas kering atau tisu
4. 1 pasang sarung tangan bersih
5. Zink /Bethadine (bila perlu) bila mengalami
iritasi 5
6. Perlak dan alasnya
7. Plester dan gunting
8. Bila perlu obat desinfektan
9. bengkok
10. Set ganti balut
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
280
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Menjaga privacy. 2
2. Gunakan sarung tangan. 2
3. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan
2
atau kiri pasien sesuai letak stoma dan
meletakkan bengkok di atas perlak.
4. Mengobservasi produk stoma (warna, 2
konsistensi, dll). 3
5. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati
dengan menggunakan pinset dan tangan kiri
menekan kulit pasien.
6. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok 2
7. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar
colostomy dengan kapas sublimat / kapas
3
hangat (air hangat)/ NaCl.
8. Mengeringkan kulit sekitar colostomy
menggunakan kassa. 3
9. Memberikan zink salep/betadin (tipis-tipis) jika
terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma.
3
10. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma
colostomy. 2
11. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi
vertikal/horisontal/miring sesuai kebutuhan 3
pasien.
12. Memasukkan stoma melalui lubang kantong
kolostomi
13. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan 2
tepat tanpa udara didalamnya. 3
281
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi
1
1. Buka sarung tangan.
1
2. Merapikan pasien.
3. Membereskan alat-alat. 1
4. Berpamitan dengan pasien. 1
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
K. DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2013). Perawatan Colostomi. Internet. Available: http://grosir-
alatkesehatan.com/blog/perawatan-kolostomi.
Gutman, Nancy. (2011).Colostomy Guide. United Ostomy Association of America
Hendren,S., Hammond,K., Glasgow,S. C., Perry,B., Buie,W. D., Steele,S. R., Rafferty.J.
(2015). Clinical Practice Guidelines for Ostomy Surgery. Diseases of the
Colon & Rectum 58(4):375-387.
Kozier, Barbara. (2000). Fundamental Of Nursing: Concepts, Prosess And Practice.
Sixth edition. Calofornia: Menlo Park.
Potter, Perry. (2000). Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III. Jakarta: EGC.
Registered Nurses’ Association of Ontario.(2009). Ostomy Care and Management.
Toronto, Canada. Registered Nurses’ Association of Ontario. Available:
https://rnao.ca/sites/rnao-ca/files/Ostomy_Care__Management.pdf
282
KLISMA/HUKNAH
A. PENGERTIAN
Huknah/Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon.
Wash Out (sering juga di sebut huknah, enema, lavement), adalah suatu tindakan
memasukan suatu larutan ke dalam rectum dan kolon sigmoid. Tindakan ini
diberikan untuk meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltik.
B. TUJUAN
1. Membantu mengeluarkan fesces akibat konstipasi.
2. Tindakan pengobatan/pemeriksaan diagnostik.
3. Merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar.
4. Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi.
5. Sebagai tindakan pengobatan.
C. MANFAAT
Huknah bisanya dilakukan sebagai tindakan terapi atau pengobatan, namun
juga bermanfaat sebagai tindakan pencegahan (misalnya pada pasien pre operasi)
agar feses tidak keluar saat dilakukan tindakan operasi.
D. INDIKASI
1. Konstipasi
2. Impaksi fases
3. Persiapan pra operasi
4. Pasien melena
5. Persiapan tindakan diagnostika misalnya (pemeriksaan radiologi)
E. KONTRA INDIKASI
1. Pasien dengan diverticulis, ulcerative colitis, crhon’s disease.
2. Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor
rectum, dan kolon.
283
F. JENIS HUKNAH
1. Huknah rendah
Tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam
kolon dessendens melalui anus dengan menggunakan kanula rektal.
2. Huknah tinggi
Adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke
dalam kolon assendens melalui anus dengan menggunakan kanula usus.
3. Huknah gliserin
Memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid dengan
menggunakan spuit gliserin bertujuan untuk melunakkan fases dan
merangsang buang air besar serta sebagai tindakan pengobatan. Namun
huknah gliserin saat ini sudah jarang dilakukan, seiring munculnya
pengobatan supositoria.
284
Lokasi Colon untuk Huknah
G. JUMLAH CAIRAN
Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, berdasar usia dan
jumlah cairan yang bisa disimpan, berikut jumlah cairan yang biasanya digunakan
untuk enema berdasarkan usia:
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Irigator lengkap dengan kanul dan slang
Air hangat :
Bayi: 150–250 cc
Anak: 250–350 cc
Usia sekolah: 300–500 cc
Remaja: 500–700 cc
285
Dewasa: 750–1.000 cc
Standar
Perlak dan pengalas
Bengkok
Pispot dan botol cebok
Selimut mandi
Tisu toilet
Jelly
Sarung tangan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy.
Mengatur posisi (miring kiri untuk huknah rendah, miring kanan untuk
huknah tinggi).
Meletakkan perlak dan pengalas dibawah bokong pasien.
Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.
Meletakkan pispot dekat tempat tidur.
Menggantungkan irrigator yang telah diisi air hangat pada standar dengan
ketinggian 50 cm (huknah rendah) atau 30 cm (huknah tinggi).
Mengeluarkan udara dalam selang, kemudian menutup klem kembali.
Menggunakan sarung tangan.
Membuka bokong hingga anus terlihat.
Mengolesi jelly pada kanule rectal kemudian memasukkannya secara
perlahan, mengarah ke umbilicus, panjang insersi (D 7,5 – 10 cm, A 5 – 7,5
cm, B 2,5 – 3 cm).
286
Menginstrusikan pasien untuk tidak menahan masuknya kanul ke anus
dengan cara menghembuskan napas perlahan melalui mulut.
Membuka kran dan biarkan larutan masuk dengan perlahan.
Menutup kran bila air dalam irrigator habis atau bila pasien tidak dapat
menahan untuk BAB.
Memegang pangkal kanule dengan tisu, tarik kanule dari anus.
Memegang pispot dibawah bokong pasien untuk BAB.
Membersihkan anus.
5. Tahap Terminasi
Membuka sarung tangan
Merapikan pasien
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
I. DAFTARTILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
HUKNAH
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Irigator lengkap dengan kanul dan slang 5
2. Air hangat :
3. Standar
4. Perlak dan pengalas
5. Bengkok
6. Pispot dan botol cebok
7. Selimut mandi
8. Tisu toilet
9. Jelly
10. Hand schoon/ sarung tangan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
287
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Menjaga privacy. 2
2. Mengatur posisi (miring kiri untuk huknah 4
rendah, miring kanan untuk huknah tinggi).
3. Meletakkan perlak dan pengalas dibawah bokong
pasien. 2
4. Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi 1
5. Meletakkan pispot dekat tempat tidur. 3
6. Menggantungkan irigator yang telah diisi air
3
hangat pada standar dengan ketinggian 50 cm
(huknah rendah) atau 30 cm (huknah tinggi). 2
7. Mengeluarkan udara dalam selang, kemudian 2
menutup klem kembali. 2
8. Menggunakan sarung tangan.
2
9. Membuka bokong hingga anus terlihat.
10. Mengolesi jelly pada kanule rectal kemudian
memasukkannya secara perlahan, mengarah ke 2
umbilicus, panjang insersi (D 7,5 – 10 cm, A 5 –
7,5 cm, B 2,5 – 3 cm).
11. Menginstrusikan pasien untuk tidak menahan
masuknya kanul ke anus dengan cara 2
menghembuskan napas perlahan melalui mulut. 2
12. Membuka kran dan biarkan larutan masuk
dengan perlahan.
1
13. Menutup kran bila air dalam irrigator habis atau
bila pasien tidak dapat menahan untuk BAB.
14. Memegang pangkal kanule dengan tisu, tarik
kanule dari anus. 1
15. Memegang pispot di bawah bokong pasien untuk
1
BAB.
16. Membersihkan anus.
288
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi 1
1. Membuka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah.
Kozier, Barbara. (2000). Fundamental Of Nursing : Concepts, Prosess And Practice.
Sixth edition. Calofornia: Menlo Park.
Perry, Potter. 2(005). Fundamental Keperawatan. Eds 4.Jakarta: EGC.
Potter, Perry. (2000). Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III. Jakarta: EGC.
289
BAGIAN 5 SISTEM ENDOKRIN
291
PEMERIKSAAN GULA DARAH
A. PENGERTIAN
Pemeriksaan gula darah adalah suatu pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui kadar gula darah seseorang. Pemeriksaan gula darah merupakan suatu
tindakan keperawatan dengan menggunakan alat glukometer yang berguna untuk
mengukur kadar gula darah pasien.
B. TUJUAN
1. Untuk mendignosis penyakit diabetes.
2. Untuk mencegah perburukan suatu penyakit (stroke, cedera kepala).
3. Untuk mengevaluasi terapi pengobatan.
4. Untuk menentukan terapi pengobatan selanjutnya.
C. MANFAAT
Pemeriksaan kadar gula darah bermanfaat untuk membantu diagnosis pasien
salah satunya diagnosis penyakit diabetes melitus, serta bermanfaat untuk
menentukan terapi selanjutnya contohnya pada pasien cedera kepala, stroke
hemoragik serta hipo dan hiperglikemia pada pasien diabetes.
D. INDIKASI
1. Diduga menderita penyakit DMdengan gejala trias p yaitu poliuri (sering
kencing terutama di malam hari), polidipsi (cepat merasa haus) dan polifagi
(cepat merasakan lapar).
2. Pasien stroke.
3. Pasien cedera kepala.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi minimal berupa nyeri pada area tusukan/lokasi pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan.
293
F. MACAM-MACAM PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH
1. Pemeriksaan GDS adalah suatu tindakan untuk mengetahui hasil atau nilai
gula darah pada pasien yang dilakukan sewaktu dan tanpa persiapan apapun,
nilai kadar gula baik bila 70–125 mg/dL.
2. Pemeriksaan gula darah puasa (GDP) adalah tindakan untuk mengetahui
hasil gula darah pasien setelah pasien melakukan puasa minimal 8–10
jam,nilai kadar gula baik bila 70–110 mg/dL.
3. Pemeriksaan gula darah 2 jam postprandial (GD 2 jam PP) adalah tindakan
untuk mengetahui hasil gula darah pasien 2 jam setelah pasien makan, nilai
kadar gula baik bila 100–140 mg/dL.
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Glukometer
Kapas alkohol
Lanset
Pengalas
Kapas
Plester
Sarung tangan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Mengatur posisi pasien.
Memasang pengalas di bawah jari pasien yang akan di punksi.
Memakai sarung tangan.
Memilih jari yang akan di tusuk untuk pengambilan darah.
294
Mendesinfeksi area yang akan di tusuk dengan kapas alkohol.
Menyuntik jari dengan menggunakan lancet, lalu teteskan darah
secukupnya pada stick glucometer.
Membaca dan mencatat hasil gula darah.
Menutup luka suntikan dengan menggunakan kapas dan plester.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A Alat dan Bahan
1. Glukometer 5
2. Kapas alkohol
3. Lanset
4. Pengalas
5. Kapas
6. Plester
7. Sarung tangan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data/program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien. 1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Mengatur posisi pasien. 3
295
2. Memasang pengalas di bawah jari pasien yang akan 3
di punksi.
3. Memakai handscon.
3
4. Memilih jari yang akan ditusuk untuk pengambilan
darah. 4
5. Mendesinfeksi area yang akan di tusuk dengan 3
kapas alkohol.
6. Menyuntik jari dengan menggunakan lancet, lalu
5
teteskan darah secukupnya pada stick glucometer.
7. Membaca dan mencatat hasil gula darah.
8. Menutup luka suntikan dengan menggunakan kapas 9
dan plester. 3
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. (2010). Standar of medical care in diabetes,
diabetes care. Internet. Availabel:
http://care.diabetesjournals.org/content/33/Supplement_1/S11.full.pdf.
DepKesRI. (2004). Pedoman Praktik Labolatorium yang Benar. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Soegondo, S., Soewondo, P., &Subekti, I. (2011). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. FKUI : Jakarta.
296
INJEKSI INSULIN
A. PENGERTIAN
Suatu injeksi berupa hormon Insulin yang digunakan untuk menurunkan kadar
gula darah.
B. TUJUAN
1. Menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan hiperglikemia.
2. Mengendalikan kadar gula darah pada pasien dengan DM.
3. Pengobatan rutin pada pasien dengan DM tipe 1.
4. Menurunkan kadar gula darah agar tidak terjadi keparahan suatu penyakit
seperti stroke dan cedera kepala.
C. MANFAAT
1. Mengatur Keseimbangan glukosa darah.
2. Meningkatkan metabolisme glukosa pada sel otot.
3. Meningkatkan penyimpanan glukosa di dalam hepar.
4. Meningkatkan penggunaan glukosa oleh sel-sel hepar.
5. Merangsang peningkatan penyerapan glukosa plasma oleh sel tubuh.
6. Mendorong terjadinya lipogenesis.
7. Berperan dalam pengangkutan asam amino ke dalam sel.
8. Pada saat tertentu, menghambat katabolisme protein.
9. Menghambat glukoneogenesis di dalam hati.
10. Membantu pengangkutan hasil lipogenesis dari hati ke dalam sel-sel adposit.
D. INDIKASI
1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi
jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila
diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
4. Ketoasidosis diabetik.
5. Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
297
E. KONTRA INDIKASI
Gejala hipoglikemia
F. KOMPLIKASI
Kesalahan dosis dapat menyebabkan hipoglikemia yang dapat berakibat fatal.
G. JENIS-JENIS INSULIN
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang terutama
berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan
insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin): Disebut juga insulin reguler.
Yang termasuk di sini adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat ini
dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang
ada antara lain: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30
menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 jam dan efeknya dapat
bertahan sampai 8 jam.
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting): Bentuknya terlihat keruh
karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan menambahkan bahan
yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat penyerapan
insulin ke dalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn
(NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam.
Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan
24 jam.
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat: Yaitu insulin yang
mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini mempunyai
onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30/40.
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin): Merupakan campuran dari
insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat penyuntikan
sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24–36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin (PZI), Ultratard, Lantus.
298
Sediaan Insulin di Indonesia
Efek
Mulai Lama Kerja
Kelompok Nama Buatan Puncak
Efek (jam)
(jam)
Novo
Nordisk
Actrapid
(U-40 dab U-
Kerja 15-30
100) 2-4 6-8
Cepat menit
Eli Lily (U-
Humulin-R 100)
Novo
Nordisk
Insulatard
(U-40 dan U-
100)
Novo
Kerja
Monotard Nordisk 2-4 jam 4-12 18-24
Menengah
Human (U-40 dan U-
100)
Eli Lily (U-
Humulin-N 100)
Novo
Nordisk
Mixtard 30
(U-40 dan U-
Kerja
100) 60 menit 1-8 14-15
Campuran
Humulin-
Eli Lily (U-
30/70
100)
H. LOKASI INJEKSI
Penyuntikan insulin dapat dilakukan di paha, perut, lengan atau bokong secara
bergantian untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyuntikan seperti
lipohipertropi atau lipoatropi, namun penyuntikan yang paling efektif menurut
penelitian adalah di abdomen.
299
Lokasi Injeksi Insulin
J. DOSIS INSULIN
Dosis harian insulin sangat bervariasi antara individu satu dengan yang lain dan
dapat berubah setiap saat sehingga memerlukan evaluasi secara teratur. Dosis
insulin sangat tergantung oleh berbagai faktor antara lain umur, berat badan,
pubertas, durasi dan fase diabetes, tempat injeksi, asupan nutrisi, pola latihan fisik,
hasil pemantauan glukosa darah, dan ada tidaknya sakit.
300
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberianya lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu.
Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali selama 24 jam, setelah 4x pemberian
insulin maka jumlah insulin dibagi 3 dan didapatkan dosis insulin harian pasien.
K. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spuit insulin / insulin pen
Vial insulin
Kapas alkohol
Sarung tangan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
a. Memakai sarung tangan.
b. Persiapkan insulin.
301
Pada vial insulin
Megambil vial insulin dan tipe insulin yang sesuai dengan kebutuhan.
Ambil dosis yang diperlukan untuk pasien (berdasarkan daftar obat
pasien/instruksi medik).
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
302
L. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUNTIKAN INSULIN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Spuit insulin / insulin pen 5
2. Vial insulin
3. Kapas alkohol
4. Handscoen
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Memakai sarung tangan. 2
2. Persiapkan insulin. 10
303
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
Memasang cap insulin pen sehingga angka nol
(0) terletak sejajar dengan indikator dosis.
Memegang insulin pen secara horisontal dan
menggerakkan insulin pen (bagian cap)
sesuai dosis yang telah ditentukan sehingga
indicator dosis sejajar dengan jumlah dosis
insulin yang akan diberikan kepada pasien.
Skala pada cap : 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18
unit (setiap rasa “klik” yang dirasakan
perawat saat memutar cap insulin pen
menandakan 2 unit insulin telah tersedia).
3. Memilih lokasi suntikan (paling efektif pada 5
abdomen)
4
4. Mendesinfeksi area penyuntikan dengan kapas
alkohol.
5. Mencubit kulit tempat area penyuntikan dengan 5
tangan yang non dominan.
6. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan
3
tangan yang domin secara lembut dan perlahan.
7. Mencabut jarum dengan cepat dan penekanan
pada area penyuntikan dengan menggunakan 3
kapas alkohol.
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
304
M.DAFTAR PUSTAKA
Bantle, J.P., Neal, L., Frankamp, L.M., (1993). Effects of the Anatomical Region Used
for Insulin Injections on Glycemia in Type I Diabetes Subjects. Diabetes Case,
16(12):1592-7.
Bogee, Z. (2013). Memberikan Obat Insulin. Internet. Availabel:
http://www.scribd.com/doc/121326581/Insulin.
Czupryniak, L., Ruxer, J., Wolska, M.S., Kropiwnicka, A., Drzewoski, J., (2000). Effect
of Time Interval Between Insulin Injection and Meal Ingestion on Metabolic
Control in Type 2 Diabetes Mellitus. Department of Metabolic Diseasesand
Gastroenterology, Medical University of Lodz, L.odz, Poland. Abstrak.
Availabel:http://hinari-gw.who.int.
Frid, A.,&Linde, B. (1993). Clinically Important Differences in Insulin Absorption
From Abdomen in IDDM. Diabetes Research and Clinical Practice, 21 (2–3):
137-141.
Lebovitz, H. E. (2001). Insulin Resistance: Definition and Consequence. Exp Clin
Endocrinol Diabetes, 109(Suppl 2): S135-S148.
Medsafe. (2012). NovoRapidNovoMix Injection Presentation. New Zaeland Data Sheet.
CASNo: 116094-23-6. Availabel:
http://www.medsafe.govt.nz/Profs/Datasheet/n/NovoRapidNovoMixinj.
pdf.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus, Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali Gejala
Menanggulangi Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Siatem
Endokrin. Jakarta. Salemba Medika.
Suyono, S., Waspadji, S., Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Semiardji, G., Edi,
T.J., dkk. (2011). Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Melitus Terpadu. Edisi
kedua. Jakarta: FKUI.
305
SENAM KAKI DIABETIK
A. PENGERTIAN
Senam kaki merupakan gerakan untuk melatih otot kecil kaki dan memperbaiki
sirkulasi darah yang dilakukan dalam berbagai posisi seperti duduk, berdiri
maupun tiduran.
B. TUJUAN
1. Melatih otot-otot kaki.
2. Memberikan aktivitas fisik terutama pada kaki.
3. Mengoptimalkan status kesehatan, kebugaran, atau kesejahteraan terutama
pada pasien diabetes.
C. MANFAAT
1. Meningkatan tekanan sistolik di sirkulasi sentral.Dengan latihan kaki terjadi
peningkatan tekanan sistolik di sirkulasi sentral, karena bila tungkai dan
organ lainnya tidak melakukan olahraga terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah perifer yang berakibat penurunan suplai darah.
2. Dengan aerobik dan resistance training dapat meningkatkan ABI pada ABI
<1,0.
3. Meningkatkan kecepatan aliran darah di vena femoralis. Intervensi foot
exercise yang dilakukan oleh perawat selama 5 menit dengan dorsofleksi
pergelangan kaki (15 kali/menit) terhadap penderita kompresi kaki dapat
meningkatkan kecepatan aliran darah di vena femoralis dan efeknya dapat
berlangsung selama 2 jam.
4. Meningkatkan jangkauan gerak kaki, mengurangi tekanan kaki, dan
mencegah kerusakan. Program senam di rumah yang berfokus pada
mempertahankan atau meningkatkan jangkauan gerak di pergelangan kaki
dan kaki akan membantu meningkatkan jangkauan gerak kaki, mengurangi
tekanan kaki, dan mencegah kerusakan.
5. Meningkatkan pemulihan dan mengembalikan kapasitas kerja otot. Latihan
gerak kaki pasif yang digunakan sebagai sarana tambahan pemulihan, dapat
meningkatkan pemulihan dan mengembalikan kapasitas kerjaotot, karena
307
saat latihan fisik volume darah arteri meningkat tidak secara langsung tetapi
pelan-pelan sehingga terjadi perubahan heart rate dan volume sekuncup
yang akan mempengaruhi kardiak output.
6. Mempercepat penyembuhan luka. Temuan Flahr pada penderitan europatik
disertai luka pada kaki yang mengikuti noweight-bearing exercise
penyembuhannya lebih cepat, karena meningkatkan suplai darah di area
tersebut.
7. Meningkatan kepadatan volume mitokondria dan kapasitas oksidatif pada
jaringan otot kaki, ekstraksi oksigen perifer, vasodilator perifer, kapasitas
otot, curah jantung, penurunan kejadian restenosis dan tekanan akhir
diastolik.
D. INDIKASI
1. DM dan kompresi kaki.
2. Diabetik Neuropati disertai luka.
3. DM dengan klaudikasio.
4. Nyeri kaki dan cedera kaki, post operasi kaki, kelainan vaskuler.
E. KONTRA INDIKASI
Pasien diabetes yang telah mengalami gangren yang dapat berakibat luka.
F. KOMPLIKASI
Harus diterapkan dengan hati-hati karena dapat berakibat stres fisik serta
harus mempertimbangkan kekuatan yang digunakan pada tubuh yang mengalami
gangguan dan jaringan tertentu.
G. GERAKAN
1. Pemanasan
a. Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai, angkat kaki
kiri, dan turunkan kaki ke lantai lakukan10 kali.
b. Angkat kaki kanan lakukan seperti pada kaki kiri lakukan 10 kali.
308
A B
A. B. C.
3. Dorsoflexi pergelangan kaki dan mengangkat jari kaki (toe up)
a. Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai.
b. Angkat kedua jari kaki dengan tumit tetap di lantai setinggi-tingginya dan
tahan 10 detik (Dapat dimulai semampunya dan pada hari-hari
berikutnya dinaikkan sampai 10 kali).
A. B.
309
4. Menguatkan kaki/Ankle stretching
a. Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai dan angkat
kaki.
b. Lakukan gerakan jauhkan jari-jari kaki (B1) dan dekatkan (B2) sebanyak
10 kali pada tiap kaki, kemudian letakkan kaki di lantai.
A. B1. B2.
A. B.
6. Plantar flexi
a. Posisi berdiri tegak berpegangan bangku.
b. Angkat kedua tumit setinggi-tingginya dengan ujung jari tetap di lantai
dan tahan 10 detik.
310
A. B.
7. Ekstensi kaki
a. Posisi berdiri tegak dengan tangan memegang kursi.
b. Angkat kaki ke belakang dan tahan 10 detik lakukan 10 kali.
A. B.
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Petunjuk latihan.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
311
4. Tahap Kerja
a. Pemanasan
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai, angkat
kaki kiri, dan turunkan kaki ke lantai lakukan10 kali.
Angkat kaki kanan lakukan seperti pada kaki kiri lakukan 10 kali.
b. Menggambar huruf/Ankle circling exercise
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai.
Angkat kaki kiri dan tahan lalu gerakan memutar searah jarum jam
mulai dari lingkaran kecil sampai lingkaran besar lakukan 10 kali,
turunkan kaki ke lantai, Angkat kaki kanan lakukan seperti pada kaki
kiri lakukan 10 kali.
Angkat kaki kiri dan tahan lalu gerakan memutar berlawanan arah
jarum jam mulai dari lingkaran kecil sampai lingkaran besar lakukan
10 kali, turunkan kaki ke lantai. Angkat kaki kanan lakukan seperti
pada kaki kiri lakukan 10 kali, turunkan kaki ke lantai.
c. Dorsoflexi pergelangan kaki dan mengangkat jari kaki (toe up).
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai.
Angkat kedua jari kaki dengan tumit tetap di lantai setinggi-tingginya
dan tahan 10 detik (Dapat dimulai semampunya dan pada hari-hari
berikutnya dinaikkan sampai 10 kali).
d. Menguatkan kaki/Ankle stretching
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai dan
angkat kaki.
Lakukan gerakan jauhkan jari-jari kaki (B1) dan dekatkan (B2)
sebanyak 10 kali pada tiap kaki, kemudian letakkan kaki di lantai.
e. Inversi dan eversi pergelangan kaki
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki menyentuh lantai, angkat
sisi dalam kedua telapak kaki dengan sisi luar telapak kaki tetap berada
di lantai dan tahan 10 detik dan lakukan 10 kali.
Angkat sisi luar kedua telapak kaki dengan sisi dalam telapak kaki
tetap berada di lantai dan tahan 10 detik dan lakukan 10 kali.
f. Plantar flexi
Posisi berdiri tegak berpegangan bangku.
Angkat kedua tumit setinggi-tingginya dengan ujung jari tetap dilantai
dan tahan 10 detik.
312
g. Ekstensi kaki
Posisi berdiri tegak dengan tangan memegang kursi.
Angkat kaki ke belakang dan tahan 10 detik lakukan 10 kali.
5. Tahap Terminasi
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUNTIKAN INSULIN
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
Petunjuk latihan 5
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 3
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Pemanasan 5
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki
menyentuh lantai, angkat kaki kiri, dan
turunkan kaki ke lantai lakukan10 kali.
Angkatkaki kanan lakukan seperti pada kaki
kiri lakukan 10 kali.
2. Menggambar huruf/Ankle circling exercise 5
Posisiduduk tegak di bangku dengan kaki
menyentuh lantai.
Angkat kaki kiri dan tahan lalu gerakan
memutar searah jarum jam mulai dari
lingkaran kecil sampai lingkaran besar
313
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
lakukan 10 kali, turunkan kaki ke lantai,
Angkat kaki kanan lakukan seperti pada kaki
kiri lakukan 10 kali.
Angkat kaki kiri dan tahan lalu gerakan
memutar berlawanan arah jarum jam mulai
dari lingkaran kecil sampai lingkaran besar
lakukan 10 kali, turunkan kaki ke lantai.
Angkat kaki kanan lakukan seperti pada kaki
kiri lakukan 10 kali, turunkan kaki ke lantai.
3. Dorsoflexi pergelangan kaki dan mengangkat jari 5
kaki (toe up)
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki
menyentuh lantai.
Angkat kedua jari kaki dengan tumit tetap di
lantai setinggi-tingginya dan tahan 10 detik
(Dapat dimulai semampunya dan pada hari-
hari berikutnya dinaikkan sampai 10 kali).
4. Menguatkan kaki/Ankle stretching
5
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki
menyentuh lantai dan angkat kaki.
Lakukan gerakan jauhkan jari-jari kaki (B1)
dan dekatkan (B2) sebanyak 10 kali pada tiap
kaki, kemudian letakkan kaki di lantai.
5. Inversi dan eversi pergelangan kaki
Posisi duduk tegak di bangku dengan kaki 5
menyentuh lantai, angkat sisi dalam kedua
telapak kaki dengan sisi luar telapak kaki tetap
berada di lantai dan tahan 10 detik dan
lakukan 10 kali.
Angkat sisi luar kedua telapak kaki dengan sisi
dalam telapak kaki tetap berada di lantai dan
tahan 10 detik dan lakukan 10 kali.
6. Plantar flexi
Posisi berdiri tegak berpegangan bangku. 5
Angkat kedua tumit setinggi-tingginya dengan
ujung jari tetap dilantai dan tahan 10 detik.
7. Ekstensi kaki
Posisi berdiri tegak dengan tangan memegang
kursi. 5
Angkat kaki ke belakang dan tahan 10 detik
lakukan 10 kali.
314
NILAI
No ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association(2013).Exercise with diabetes complication.
Internet. Availabel: http://www.diabetes.org/food-and-fitness /fitness /
get-started-safely.
American Diabetes Association. (2019).Introduction: Standards of Medical Care in
Diabetes—2019. Diabetes Care,42(Supplement 1): S1-S2.
Barone Gibbs, B., Dobrosielski, D. A., Althouse, A. D., & Stewart, K. J. (2013). The
effect of exercise training on ankle-brachial index in type 2 diabetes.
Atherosclerosis, 230(1), 125-30.
Castro-Sánchez, et al. (2013). A program of 3 physical therapy modalities improves
peripheral arterial disease in diabetes type 2 patients a randomized
controlled trial.Journal of cardiovascular nursing, 28(1): 74-82
Grunovas, A,., Silinskas, V., Poderys, J., &Trinkunas, E. (2006). Peripheral and
systemic circulation after local dynamic exercise and recovery using
passive foot movement and electrostimulation, J Sports Med Phys Fitness,
47(3):335-43.
Hansen, D., Dendale, P., Loon. L.J.C., Meeusen, R. (2010). The impact of training
modalities on the clinical benefits of exercise intervention in patients with
cardiovascular disease risk or type 2 diabetes mellitus review article.
Sports Med, 40(11):921-40.
Kisner, C & Colby L.A. (2007). Therapeutic Exercise: Foundations and tecniques. Fifth
Edition, Philadelphia, F.A: Davis Company.
Pamela, R.D & Zucker-Levin, A. (2011).Foot and ankle exercises in patients with
diabetes, LER/Lower Extremity Review.Interet. Availabel: http:
315
//lermagazine.com/article/foot-and-ankle-exercises-in-patients-with-
diabetes.
Thijssen, D. H., Cable, N. T., & Green, D. J. (2011). Impact of exercise training on
arterial wall thickness in humans. Clinical science (London, England : 1979),
122(7), 311-22.
Yamashita, K., Yokoyama, T., Kitaoka, N., Nishiyama, T., Manabe, M. (2005), Blood
flow velocity of the femoral vein with foot exercise compared to pneumatic
foot compression.J Clin Anesth, 17(2):102-5.
316
EDUKASI DIET PASIEN DIABETES
A. PENGERTIAN
Pendidikan kesehatan mengenai diet yang diberikan pada pasien diabetes
mellitus.
B. TUJUAN
Pengelolaan makanan pada DM tipe 2 adalah untuk membantu pendeita
memperbaiki kebiasaan gizi untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik
yaitu ditunjukkan pada pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah.
C. MANFAAT
1. Mengendalikan kadar gula darah.
2. Mengendalikan kadar lemak.
3. Mengendalikan tekanan darah.
D. INDIKASI
1. Pasien diabetes melitus baik tipe 1 maupun tipe 2
2. Pasien prediabetes
E. PRINSIP
Dalam melakukan perencanaan dietpada pasien diabetes yang penting adalah
kebutuhan kalori dengan prinsip tidak ada diet khusus diabetes dan tidak ada
bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi (yang paling penting adalah jumlah
kalori yang dibutuhkan).
Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-
65%, protein 10-15% dan lemak 20-25%. Prinsipnya (anjurkan makan seimbang,
tidak ada makanan yang dilarang hanya dibatasi sesuai kebutuhan kalori/tidak
berlebih, menu sama dengan menu keluarga, teratur dalam jadwal, jumlah dan
jenis makanan).
Jumlah kalori yang dikonsumsi dalam sehari disarankan terbagi dalam 3 besar
dan 3 kecil, (makan pagi-makan selingan pagi, makan siang-makan selingan siang,
makan malam-makan selingan malam) dengan ketentuan sarapan pagi 20% dari
317
jumlah kalori, cemilan diantara sarapan pagi dan makan siang 10% dari jumlah
kalori, makan siang 25% dari jumlah kalori, cemilan diantara makan siang dan
makan malam 10% dari jumlah kalori, makan malam 25% dari jumlah kalori dan
cemilan sebelum tidur 10% dari jumlah kalori.
Jenis = laki-laki/Perempuan
Kalori basal = …….kalori (laki-laki : 30 kal/kg, wanita : 25 kal/kg) (d)
Aktifitas (c) : Ringan/sedang (Ringan : dokter/ahli gizi tanpa olah
raga. Sedang : perawat, dokter/ahli gizi dengan olah raga teratur
Umur :……..thn
Perhitungan Kalori
Kalori basal = a X d = =………..kalori (e)
………………X……………..
Koreksi :
Umur >40 th - 5% X e = -5% = - ……....kalori
X…………………
Aktifitas:
318
Ringan + 20% X e = +20% = +………kalori
X………………
Sedang + 30% X e = +30% = +………kalori
X………………
Berat badan:
Gemuk -20% X e = -20% = - ………kalori
X………………..
Kurus + 20% X e = +20% = +……....kalori
X………………
Total = ……......kalori
kebutuhan/Diet
DM
319
Kebutuhan Kalori untuk
Waktu Jenis Makanan 2500 2000 1700
kilokalori kilokalori kilokalori
Malam Nasi 3 sendok nasi 2 sendok nasi 1½ sendok
nasi
Pepes ayam 1 potong 1 potong 1 potong
Tahu 1 potong 1 potong 1 potong
Sayur bening bayam 1 mangkok 1 mangkok 1 angkok
+ jagung
Pepaya 1 potong 1 potong 1 potong
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
SAP, Leaflet, lembar balik atau media penkes lainnya.
Timbangan dan alat ukur tinggi badan.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien.
Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
a. Melakukan pengukuran antopometri (BB, TB dan IMT).
b. Menghitung kebutuhan kalori pasien.
c. Menjelaskan prinsip diet diabetes pada klien.
d. Menjelaskan jenis dan jumlah makanan berdasarkan kebutuhan kalori
pasien.
e. Mengevaluasi pengetahuan pasien dengan menanyakan kembali apa yang
telah di sampaikan perawat.
320
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan klien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENYUNTIKAN INSULIN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. SAP, Leaflet, lembar balik atau media penkes 5
lainnya.
2. Timbangan dan alat ukur tinggi badan.
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
1
C Tahap Orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
1
keluarga/klien.
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Melakukan pengukuran antopometri (BB, TB dan 2
IMT). 10
2. Menghitung kebutuhan kalori pasien.
10
3. Menjelaskan prinsip diet diabetes pada klien.
4. Menjelaskan jenis dan jumlah makanan 10
berdasarkan kebutuhan kalori pasien.
5. Mengevaluasi pengetahuan pasien dengan 5
menanyakan kembali apa yang telah di sampaikan
perawat.
321
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan. 1
2. Berpamitan dengan klien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
David, W., Smitha,T., Stephanie L. (2005). The Relationship Of Diet And Exercise
For Weight Control And TheQuality Of Life Gap Associated With Diabetes.
Journal of Psychosomatic Research 59 (2005) 385– 392.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengendalian
Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta.
Pramono, B. (2011). Diagnosis & Manajemen DM Tipe 2. Medical Sevent. Diakses
tanggal 5 Januari 2012 dari:
http://www.medicalsevent.com/apoteker/download/yogyakarta/DIAGN
OSIS%20&%20MANAJEMEN%20DM%20TIPE%202.zip
Suyono, S., Waspadji, S., Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Semiardji, G., Edi,
T.J., dkk. (2011). Penatalaksanaan Penyakit Diabetes Melitus Terpadu. Edisi
kedua. Jakarta: FKUI.
322
BAGIAN 6 SISTEM PERKEMIHAN
323
PEMASANGAN KATETER URIN
A. PENGERTIAN
Pemasangan kateter urine ialah suatu tindakan insersi atau memasukkan selang
kateter melalui uretra ke kandung kemih dengan tujuan untuk mengeluarkan
urine.
B. TUJUAN
1. Monitoring urine output
2. Mengatasi retensi urine
3. Persiapan operasi atau pasca operasi
C. MANFAAT
Pemasangan kateter urin bermanfaat untuk pemenuhan eliminasi pasien,
diagnostik, pengobatan dan monitoring cairan.
D. INDIKASI
1. Pada pasien yang mengalami gangguan eliminasi/retensi urin
2. Pasien tidak sadar
3. Pasien pre operasi
4. Pasien dengan penyakit jantung dan ginjal (untuk pengontrolan balance
cairan)
325
E. KONTRA INDIKASI
Kecurigaan adanya trauma uretra, bisa diganti dengan menggunakan kondom
kateter
F. KOMPLIKASI
1. Bila pemasangan dilakukan tidak hati-hati bisa menyebabkan luka dan
perdarahan uretra yang berakibat pada timbulnya striktur uretra.
2. Balon yang dikembangkan sebelum memasuki buli-buli juga dapat
menimbulkan luka pada uretra.
3. Infeksi saluran kemih.
326
Jenis kateter sementara dan kateter tetap
Ukuran Kateter
Ukuran kateter bervariasi, diantaranya untuk wanita dewasa biasanya
menggunakan kateter no 14/16 Fr sedangkan untuk laki-laki dewasa
menggunakan ukuran no 18/20 Fr dan anak-anak biasanya menggunakan
kateter dengan ukuran no 8/10 Fr.
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Bak instrumen steril berisi : Pinset anatomis, Kassa, Kapas
Kateter sesuai ukuran
Sarung tangan steril 2 pasang
Spuit 10 cc dan Aquades
Jelly Pelumas
Urine Bag
Plaster dan gunting
Perlak dan pengalas/selimut mandi
Bak berisi air hangat
Bengkok
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
327
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy.
Menyiapkan pasien dengan posisi dorsal recumbent (wanita), supinasi
(laki-laki) dan melepaskan pakaian bawah.
Memasang perlak, pengalas dan selimut mandi.
Memakai sarung tangan.
Membersihkan genetalia (vulva hygine pada wanita, penis hygine pada
laki-laki) dengan air hangat.
Mengganti sarung tangan steril.
Memberi pelumas pada ujung kateter.
Memasukan kateter pada uretra dengan cara:
Pada laki-laki pegang penis dengan tangan non dominan ke atas dengan
sudut 90o lalu masukkan kateter perlahan-lahan sepanjang 15-23cm atau
sampai urin keluar.
Pada wanita buka labiya mayora dan minora dengan tangan non dominan
lalu masukkan ujung kateter ke meatus uretra sepanjang 5-7,5cm atau
sampai urin keluar.
Menyambungkan kateter dengan urin bag.
Mengisi balon dengan aquadest sesuai ukuran (10cc).
Memfixasi kateter ke arah perut/paha.
Menggantung urin bag.
5. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan
Merapikan pasien
Membereskan alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
328
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN KATETER URIN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Bak instrumen steril berisi :Pinset anatomis, Kassa, 5
Kapas
2. Kateter sesuai ukuran
3. Sarung tangan steril 2 pasang
4. Spuit 10 cc dan Aquades
5. Jelly Pelumas
6. Urine Bag
7. Plaster dan gunting
8. Perlak dan pengalas/selimut mandi
9. Bak berisi air hangat
10. Bengkok
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D 1. Menjaga privacy. 2
2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorsal recumbent 2
(wanita), supinasi (laki-laki) dan melepaskan
pakaian bawah.
3. Memasang perlak, pengalas dan selimut mandi. 2
4. Memakai sarung tangan. 3
5. Membersihkan genetalia (vulva hygine pada 3
wanita, penis hygine pada laki-laki) dengan air
hangat.
6. Mengganti sarung tangan steril. 3
7. Memberi pelumas pada ujung kateter. 3
8. Memasukan kateter pada uretra dengan cara: 5
Pada laki-laki pegang penis dengan tangan non
dominan ke atas dengan sudut 900 lalu
329
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
masukkan kateter perlahan-lahan sepanjang 15-
23cm atau sampai urin keluar.
Pada wanita buka labiya mayora dan minora
2
dengan tangan non dominan lalu masukkan
ujung kateter ke meatus uretra sepanjang 5- 2
7,5cm atau sampai urin keluar. 2
9. Menyambungkan kateter dengan urin bag. 3
10. Mengisi balon dengan aquadest sesuai ukuran
(10cc).
11. Memfixasi kateter ke arah perut/paha.
12. Menggantung urin bag.
E Tahap Terminasi
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. (2004). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. ECG: Jakarta.
Bhatia, N., Daga, M. K, Garg S, et al. (2010). Urinary Catheterization in Medical
Wards. J Glob Infect Dis, 2(2): 83–90.
Fakih, M. G., Watson, S. R., Greene, T. M, et al. (2012). Reducing Inappropriate
Urinary Catheter Use: A Statewide Effort. Arch Intern Med, 172(3): 255–60.
Lee, E. A& Malatt, C. (2011). Making the Hospital Safer for Older Adult Patients: A
Focus on the Indwelling Urinary Catheter. Perm J. 15(1): 49–52.
Loeb M, Hunt D, O’Halloran K, et al. (2008). Stop Orders to Reduce Inappropriate
Urinary Catheterization in Hospitalized Patients: A Randomized Controlled
Trial. J Gen Intern Med, 23(6): 816–20.
Nicolle, L. E. (2014). Catheter associated urinary tract infections. Antimicrob Resist
Infect Control, 23(3):1-8
330
PENILAIAN BALANCE CAIRAN
A. PENGERTIAN
Balance cairan adalah dimana bila asupan cairan sesuai dengan cairan yang
hilang, hal tersebut yang dinamakan seimbang/balance. Penilaian balance cairan
adalah suatu tindakan untuk mengukur dan menghitungan keseimbangan cairan
yang masuk dan keluar dari tubuh.
Pengukuran balai cairan atau intake dan output cairan merupakan suatu
tindakan yang dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam
tubuh (intake) dan jumlah cairan yang keluar dari tubuh (output).
B. TUJUAN
Tujuan dari mengukur balance cairan yaitu untuk menentukan status
keseimbangan cauran tubuh klien dan juga untuk menetukan tingkat dehidrasi
klien.
C. MANFAAT
1. Sebagai diagnostic
Penilaian balance cairan bermanfaat mengetahui apakah pasien mengalami
kekurangan atau kelebihan cairan dalam tubuhnya, kekurangan volume
cairan pada pasien mengindikasikan pasien mengalami dehidrasi oleh
karena diare atau penyebab lain, sedangkan kelebihan cairan dapat
mengindikasikan pasien mengalami masalah pada ginjalnya.
2. Sebagai tindakan prefentif
Pada pasien yang terpasang cairan intravena sangat rentan untuk mengalami
kelebihan cairan dalam tubuh, penilaian balance cairan berfungsi untuk
mencegah keadaan seperti itu. Pada kondisi pasien dengan gagal ginjal
terminal, penilain balace cairan wajib dilakukan agar tidak terjadi kelebihan
cairan dalam tubuhnya.
331
D. INDIKASI
1. Pasien dengan pemasangan terapicairan/infus.
2. Pasien dengan penyakit ginjal.
3. Luka bakar.
4. Diare akut/kronis.
5. Pasien dengan keadaan koma.
E. KOMPONEN PENILAIAN
1. Intake Cairan
Intake cairan pada pasien dapat melalui bebagai macam, diantaranya yaitu
dari air minum, air dari makan, cairan infus, obat, dan air hasil metabolism
oksidatif.
Rata-rata intake cairan perhari yaitu :
Air minum : sekitar 1.500-2.500 ml/hari
Air dari makanan : sekitar 750 ml/hari
Air hasil metabolism oksidatif : sekitar 300 ml atau 5 cc/kgBB/hari
2. Output Cairan
Kehilangan caiaran tubuh melalui beberapa rute (proses) yaitu :
Urine
Dalam kondisi normal output urine sekitar 1-2 cc/kgBB/jam
IWL (Invisible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme
difusi dan paru-paru melaui proses pernapasan. Bila terjadi kenaikan
suhu tubuh maka IWL dapat meningkat.
Pada orang dewasa : IWL = 10-15 cc/kgBB/hari
Pada anak-anak : IWL = 30-umur th cc/kgBB/hari
Bila ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu tubuh
sekarang sampai 36,8oC)
Feces
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari,
yangdiatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar
(kolon).
332
F. PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN
Perhitungan balance cairan dapat dilakukan dengan menggunakan metode berikut:
Input Air (makan+Minum) = ......cc
cairan: Cairan Infus = ......cc
Therapi injeksi =......cc
Air Metabolisme = ......cc (Hitung AM= 5
cc/kgBB/hari)
Total =......cc
Output Urine = ......cc
cairan: Feses = .....cc (kondisi normal 1
BAB feses=100-200cc)
Muntah/perdarahan cairan = .....cc
drainage luka/cairan NGT
IWL (Insensible Water = .....cc (hitung IWL=10-15
Loss) cc/kgBB/hari)
Total =......cc
Balance Input- Output =......cc -......cc
cairan:
=......cc
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Alat tulis
Gelas ukur urine/urine bag
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien.
Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
333
4. Tahap Kerja
Menghitung in take oral (minum).
Menghitung in take oral (makan).
Menghitung in take parenteral.
Menentukan cairan metabolism.
Menghitung out put urine.
Menghitung out put feces.
Menghitung out put abnormal (muntah, drain, perdarahan dll).
Menghitung out put IWL.
Menghitung balance cairan.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan klien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENILAIAN BALANCE CAIRAN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Alat tulis 1
2. Gelas ukur urine/urine bag 1
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar.
1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/klien.
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
334
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
D Tahap Kerja 4
1. Menghitung in take oral (minum). 3
2. Menghitung in take oral (makan). 3
3. Menghitung in take parenteral.
4
4. Menentukan cairan metabolism.
5. Menghitung out put urine. 3
6. Menghitung out put feces. 3
7. Menghitung out put abnormal (muntah, drain, 3
perdarahan dll).
4
8. Menghitung out put IWL.
9. Menghitung balance cairan. 10
E Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan klien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2003).Kebutuhan Harian Air dan Elektrolit, gangguan Keseimbangan Air
dan Elektrolit, dan Terapi Cairan. Dalam: Pedoman Cairan Infus edisi revisi
VIII. Jakarta: PT. Otsuka Indonesia.
Anonim. (2005). Fluid and Electrolyte Therapy in Children. Accessed Desember 14.
Available from: URL: http://www.bmj.com/merckcourse.htm.
Graber, M. A. (2003).Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta:
Farmedia.
Lyon Lee. (2006). Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte
Balance.Oklahoma: Oklahoma State University – Center for Veterinary
Health.
Morgan, G. E, et al. (2002).Clinical Aneshesiology : Fluid Management
andTransfusion. Third Edition. New York: Lange Medical Books/McGraw-
Hill.
335
KEGEL EXERCICE
A. PENGERTIAN
Senam kegel diciptakan oleh Dr. Arnold Kegel pada tahun 1984 yaitu latihan otot
dasar panggul yang bertujuan untuk menguatkan otot-otot dasar panggul. Senam
kegel adalah suatu latihan otot dasar panggul Puboccoccygeus (PC) atau Pelvic Floor
Muscle yang digunakan untuk terapi pada seseorang yang tidak mampu
mengontrol keluarnya urine.
B. TUJUAN
Senam kegel bertujuan untuk memperkuat otot dasar panggul sehingga
meningkatkan fungsi sphincter.
C. MANFAAT
1. Kelemahan otot dasar panggul dapat mengarah kepada inkontinensia uri.
Dengan melakukan senam Kegel dengan benar dan teratur dapat
menguatkan otot tersebut.
2. Meringankan nyeri dan pembengkakan karena pembesaran dan radang
kelenjar prostat (benign prostatic hyperplasia dan prostatitis).
3. Meringankan gejala inkontinensia urin.
4. Dapat mengatasi ejakulasi dini.
5. Mencegah prolaps uteri atau turunnya rahim (pada wanita).
6. Mengencangkan oto-otot vagina pada wanita.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan inkontinensia.
2. Pasien post pemasangan katater lama.
3. Pasien post melahirkan.
4. Pasien dengan ejakulasi dini.
337
E. TEKNIK LATIHAN
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data dan program pengobatan pasien.
Mencuci tangan.
338
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Anjurkan pasien berbaring telentang dengan lutut ditekuk.
Anjurkan pasien untuk mengangkat bagian panggul ke atas dan
tahanlah 3 sampai 10 detik bagian tengah perut ketika akan kembali ke
lantai.
Anjurkan pasien untuk menurunkan panggul dan mengendurkanlah otot.
Anjurkan pasien untuk mengulangi 4-5 kali.
Anjurkan untuk melakukan latihan secara rutin.
5. Tahap Terminasi
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
KEGEL EXERCISE
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
B Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
Tahap Kerja
1. Anjurkan pasien berbaring telentang dengan lutut 8
ditekuk.
339
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
C 2. Anjurkan pasien untuk mengangkat bagian 8
panggul ke atas dan tahanlah 3 sampai 10 detik
bagian tengah perut ketika akan kembali ke lantai.
3. Anjurkan pasien untuk menurunkan panggul dan
mengendurkanlah otot. 8
4. Anjurkan pasien untuk mengulangi 4-5 kali. 8
5. Anjurkan untuk melakukan latihan secara rutin. 9
D Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
Boyle, R., Hay-Smith, E. J, Cody, J. D., Mørkved, S.(2012). Pelvic floor muscle
training for prevention and treatment of urinary and faecal incontinence in
antenatal and postnatal women.Cochrane Database Syst Rev,
17;10:CD007471.
Hullfish, K.L., Fenner, D.E., Sorser, S.A., Clayton, A., & Steers, W.D. (2007).
Postpartum depression, urge incontinence, and overactive bladder
syndrom : is there an association.Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct,
18(10):1121-6.
Widiastuti, 2011 dalam Septiastri, A.I., (2012).Latihan Kegel Dengan Penurunan
Gejala Inkontinensia Urin Pada Lansia. (Skripsi). Medan: Universitas
Sumatera Utara. Fakultas Keperawatan.
www.kegelexercisesformen.com
www.kegelexercisesforwomen.com
340
BLADDER TRAINING
A. PENGERTIAN
Bladder trining adalah latihan yang dilakukan untuk mengembalikan tonus otot
kandung kemih agar fungsinya kembali normal.
B. TUJUAN
1. Melatih pasien untuk melakukan BAK secara mandiri.
2. Mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang lama.
3. Mengembalikan tonus otot dari kandung kemih yang sementara waktu tidak
ada karena pemasangan kateter.
C. MANFAAT
Mengembalikan tonus otot kandung kemih agar fungsinya kembali normal
sehingga bisa mencegah inkontinensia urin
D. INDIKASI
1. Pasien dengan inkontinensia
2. Pasien dengan pos operasi BPH
3. Pasien dengan pemasangan kateter lama
4. Pasien setelah melahirkan
E. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Catatan perawat
Klem
341
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy pasien
a. Tingkat masih dalam kateter:
Prosedur 1 jam:
Berikan pasien minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00
s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum, klem catheter.
Kemudian setiap jam kosongkan kandung kemih pasien dimulai jam
08.00 s.d. jam 20.00 dengan cara klem catheter dibuka.
Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak diklem)
dan pasien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai program
tersebut berjalan lancar dan berhasil.
Prosedur 2 jam:
Berikan minum pasien setiap 2 jam sebanyak 200 cc dari jam 07.00
s.d. jam 19.00. Setiap kali habis diberi minum, klem catheter.
Kemudian setiap jam kosongkan kandung kemih pasien mulai jam
09.00 s.d jam 21.00 dengan cara klem catheter dibuka
Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter dibuka (tidak diklem)
dan pasien boleh minum tanpa ketentuan seperti pada siang hari.
Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya sampai program
tersebut berjalan lancar dan berhasil.
342
Berikan minum terakhir jam 19.00, selanjutnya pasien tidakboleh
diberi minum sampai jam 07.00 pagi untuk menghindari pasien
dari basahnya urine pada malam hari.
Beritahu pasien bahwa pengosongan kandung kemih selanjutnya
dijadwalkan setiap 2 jam sekali, apabila ada rangsangan BAK
sebelum 2 jam pasien diharuskan menahannya.
Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk mencoba
mengosongkan kandung kemih dengan menggunakan urinal.
5. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan
Membereskan alat-alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
F. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
BLADDER TRAINING
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A. Alat dan Bahan
1. Catatan perawat 1
2. Klem 1
B. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan pasien 1
2. Mencuci tangan 1
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
1
C. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien 3
2. Tingkat masih dalam kateter 11
a. Prosedur 1 jam
343
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
Berikan pasien minum setiap 1 jam
sebanyak 200 cc dari jam 07.00 s.d. jam
19.00. Setiap kali habis diberi minum,
klem catheter.
Kemudian setiap jam kosongkan kandung
kemih pasien dimulai jam 08.00 s.d. jam
20.00 dengan cara klem catheter dibuka.
Pada malam hari (setelah jam 20.00)
catheter dibuka (tidak diklem) dan pasien
boleh minum tanpa ketentuan seperti
pada siang hari.
Prosedur tersebut diulang untuk hari
berikutnya sampai program tersebut
berjalan lancar dan berhasil.
b. Prosedur 2 jam
Berikan minum pasien setiap 2 jam 11
sebanyak 200 cc dari jam 07.00 s.d. jam
19.00. Setiap kali habis diberi minum,
klem catheter.
Kemudian setiap jam kosongkan kandung
kemih pasien mulai jam 09.00 s.d jam
21.00 dengan cara klem catheter dibuka
Pada malam hari (setelah jam 20.00)
catheter dibuka (tidak diklem) dan pasien
boleh minum tanpa ketentuan seperti
pada siang hari.
Prosedur tersebut diulang untuk hari
berikutnya sampai program tersebut
berjalan lancar dan berhasil 11
3. Tingkat bebas catheter prosedur ini
dilaksanakan apabila prosedur 1 sudah berjalan
lancar
Berikan minum pasien setiap 1 jam sebanyak
200 cc dari jam 07.00 s.d. jam 19.00, lalu
kandung kemih dikosongkan.
Kemudian catheter dilepas.
Atur posisi yang nyaman untuk pasien, bantu
pasien untuk konsentrasi BAK, kemudian
lakukan penekanan pada area kandung kemih
dan lakukan pengosongan kandung kemih
setiap 2 jam dengan menggunakan urinal.
Berikan minum terakhir jam 19.00,
selanjutnya pasien tidak boleh diberi minum
344
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
sampai jam 07.00 pagi untuk menghindari
pasien dari basahnya urine pada malam hari.
Beritahu pasien bahwa pengosongan kandung
kemih selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam
sekali, apabila ada rangsangan BAK sebelum 2
jam pasien diharuskan menahannya.
Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk
mencoba mengosongkan kandung kemih
dengan menggunakan urinal.
E. Tahap Terminasi 1
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
G. DAFTAR PUSTAKA
AIP. (2006). SOP Keperawatan. Semarang: Asosiasi Institusi Pendidikan D III
Keperawatan Jawa Tengah
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,
volume 3. Jakarta : EGC
Informed Health Online [Internet]. Cologne, Germany: Institute for Quality and
Efficiency in Health Care (IQWiG); 2006-. Bladder training. 2013 Nov 12
[Updated 2016 Dec 30]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279430/
Lee, H. E., Cho, S. Y., Lee, S., Kim, M., & Oh, S. J. (2013). Short-term Effects of a
Systematized Bladder Training Program for Idiopathic Overactive Bladder:
A Prospective Study. International neurourology journal, 17(1), 11-7.
Perry& Potter. (2006). Fundomental Of Nursing, Edisi 4. Jakarta: EGC
Rizvi, R. M., Chughtai, N.G., &Kapadia, N. (2018). Effects of Bladder Training and
Pelvic Floor Muscle Training in Female Patients with Overactive Bladder
Syndrome: A Randomized Controlled Trial.Urol Int, 100(4):420-427
345
BAGIAN 7 SISTEM INTEGUMEN
347
MENGHITUNG LUAS DAN DERAJAT
LUKA BAKAR
A. PENGERTIAN
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
sumber panas seperti suhu panas (api, air panas, uap), suhu dingin (frosbite),
bahan kimia, listrik dan radiasi.
Menghitung luas dan derajat luka bakar adalah suatu teknik menghitung luas
permukaan kerusakan jaringan kulit yang terbakar atau karena reaksi
hipersensitivitas yang menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit, serta mengkaji
ke dalaman luka tersebut menembus jaringan.
B. TUJUAN
Menentukan seberapa luas area kulit atau jaringan yang mengalami luka bakar.
C. MANFAAT
1. Bermanfaat untuk membantu diagnosis.
2. Bermanfaat sebagai dasar untuk menentukan tindakan terapi selanjutnya.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan luka bakar.
2. Pasien dengan toksic epidermal necrolitik.
3. Pasien dengan sindrom steven jhonson.
349
Punggung atas setara dengan 9% luas permukaan tubuh dan punggung bawah
setara dengan 9% dari luas permukaan tubuh.
Bagian depan dan belakang masing-masing kaki dan kaki yang setara dengan
18% dari luas permukaan tubuh.
Daerah selangkangan setara dengan 1% dari luas permukaan tubuh.
350
Menghitung luas luka bakar menurut “Lund and Browder” pada orang dewasa:
Menghitung luas luka bakar dengan rumus “Rule Of Nine” oleh Polaski dan
Tennison dari WALLACE pada bayi dan anak-anak:
Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan 21% dari luas
permukaan tubuh.
Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan setara dengan
10% dari luas permukaan tubuh.
Dada dan perut setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
Punggung adalah setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
Pantat setara dengan 5% dari luas permukaan tubuh.
Bagian depan dan belakang masing-masing tungkai kaki dan kaki setara dengan
13,5% dari luas permukaan tubuh.
Daerah selangkangan adalah 1% dari luas permukaan tubuh.
351
Lokasi dan Persentase Luas Luka Bakar pada Bayi dan Anak-anak
352
353
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan
Alat tulis
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Jaga privasi pasien.
Memakai sarung tangan.
Buka pakaian yang dikenakan pasien.
Amati area kulit yang terbakar mencakup luas dan kedalaman.
Hitung dan catat hasil perhitungan.
354
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Merapikan pasien.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
MENGHITUNG LUAD DAN DERAJAT LUKA BAKAR
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
A Alat dan Bahan
1. Sarung tangan 1
2. Alat tulis 1
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Jaga privasi pasien. 2
2. Memakai sarung tangan. 2
3. Buka pakaian yang dikenakan pasien.
9
4. Amati area kulit yang terbakar mencakup luas
dan kedalaman. 9
5. Hitung dan catat hasil perhitungan. 15
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
355
NILAI
No. LANGKAH-LANGKAH BOBOT
0 1 2
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah, I., &Prasetyono, T. O. H. (2005). Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong
W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Baxter, C. R. (1993). Management of Burn Wound. Dermatol Clin, 11:709-14.
Evers, L. H., Bhavsar, D., Mailander, P. (2010). The Biology of Burn Injury.
Experimental Dermatology, 19:777-783
Holmes,J. H.., &Heimbach,D. M. (2005). Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery.
18th ed. New York: McGraw-Hill.
Moenadjat, Y. (2003). Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Wim de Jong.( 2005). Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
356
PERAWATAN LUKA BAKAR
A. PENGERTIAN
Perawatan luka bakar adalah suatu tindakan untuk merawat luka pada kulit
akibat terbakar atau karena reaksi hipersensitivitas yang menyebabkan
kerusakan pada jaringan kulit.
B. TUJUAN
Untuk memberisikan luka dan merawat jaringan kulit yang terbakar.
C. MANFAAT
1. Dapat mencegah infeksi.
2. Mempercepat penyembuhan luka.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan luka bakar.
2. Pasien dengan toksic epidermal necrolitik.
3. Pasien dengan sindrom steven jhonson.
E. KONTRA INDIKASI
Wajib dilakukan pada pasien dengan luka bakar sehingga tidak ada kontra indikasi
dalam melakukan tindakan ini
F. KOMPLIKASI
1. Nyeri saat perawatan.
2. Risiko infeksi bila teknik aseptik tidak dijalankan dengan baik.
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Bak instrumen yang berisi: Pinset anatomi, Pinset chirurgis, Gunting
debridemant, Kassa steril, Kom: 3 buah
Spuit 5 cc atau 10 cc
Sarung tangan
357
Gunting plester
Plester
Disenfektan
NaCl 0,9%
Bengkok: 2 buah, 1 buah berisi larutan disenfektan
Verband
Obat luka sesuai kebutuhan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien.
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas.
Memakai sarung tangan.
Membuka balutan dengan hati-hati bila sulit basahi dengan NaCl.
Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl.
Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik (bila ada bulla
jangan dipecah tapi dihisap dengan spuit steril).
Mengeringkan luka dengan menggunakan kassa steril.
Memberikan obat topikal sesuai order pada luka.
Mentup luka dengan dressing khusus luka bakar (bila ada) atau
menggunakan kassa steril.
Memasang verband dan diplester.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Merapikan pasien.
Membereskan alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
358
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN LUKA BAKAR
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Bak instrumen yang berisi:Pinset anatomi, Pinset 5
chirurgis, Gunting debridemant, Kassa steril,
Kom: 3 buah
2. Spuit 5 cc atau 10 cc
3. Sarung tangan
4. Gunting plester
5. Plester
6. Disenfektan
7. NaCl 0,9%
8. Bengkok: 2 buah, 1 buah berisi larutan
disenfektan
9. Verband
10. Obat luka sesuai kebutuhan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien. 2
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat 3
terlihat jelas. 2
3. Memakai sarung tangan.
3
4. Membuka balutan dengan hati-hati bila sulit
basahi dengan NaCl.
5. Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl. 5
5
359
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
6. Melakukan debridement bila terdapat jaringan
nekrotik (bila ada bulla jangan dipecah tapi 3
dihisap dengan spuit steril).
7. Mengeringkan luka dengan menggunakan kassa
steril. 4
8. Memberikan obat topikal sesuai order pada luka. 3
9. Mentup luka dengan dressing khusus luka bakar 2
(bila ada) atau menggunakan kassa steril
10. Memasang verband dan diplester.
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan 1
2. Merapikan pasien 1
3. Membereskan alat-alat
1
4. Berpamitan dengan pasien
5. Mencuci tangan 1
6. Dokumentasi keperawatan 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadsyah, I., &Prasetyono, T. O. H. (2005). Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong
W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Baxter, C. R. (1993). Management of Burn Wound. Dermatol Clin, 11:709-14.
Evers, L. H., Bhavsar, D., Mailander, P. (2010). The Biology of Burn Injury.
Experimental Dermatology, 19:777-783.
Holmes,J. H.., &Heimbach,D. M. (2005). Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery.
18th ed. New York: McGraw-Hill.
Moenadjat, Y. (2003). Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wim de Jong.( 2005). Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
360
PERAWATAN LUKA GANGREN
A. PENGERTIAN
Perawatan luka gangren adalah suatu tindakan untuk merawat luka pada
jaringan yang mengalami gangren akibat penyakit diabetes, PAD atau penyakit
lain yang menyebabkan gangren.
B. TUJUAN
Untuk memberisikan luka dan merawat jaringan kulit yang mengalami gangren.
C. MANFAAT
1. Mempercepat penyembuhan luka.
2. Dapat mencegah amputasi.
3. Mencegah meluasnya infeksi.
4. Memberi rasa nyaman pada pasien.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan penyakit periferal arterial disease (PAD) yang sudah timbul
luka.
2. Pasien dengan ulkus dibetik.
E. KONTRA INDIKASI
Wajib dilakukan pada pasien dengan luka gangren sehingga tidak ada kontra
indikasi dalam melakukan tindakan ini.
F. KOMPLIKASI
1. Nyeri saat perawatan.
2. Risiko infeksi bila teknik aseptik tidak dijalankan dengan baik.
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Bak instrumen yang berisi: Pinset anatomi, Pinset sirugis 2buah, Gunting
debridment, Kasa steril, Kom 3 buah
361
Sarung tangan
Gunting plester
Plester
Alkohol
Betadin/disinfektan lain
NaCl 0,9 %
Bengkok 2 buah : 1 berisi cairan desinfektan
Verband
Obat luka sesuai kebutuhan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Menjaga privacy pasien.
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas.
Memakai sarung tangan.
Membasahi plester dengan alkohol dan membuka dengan menggunakan
pinset sirugis.
Membuka balutan lapisan terluar dan membersihkan sekitar luka dan
bekas plester.
Membuka balutan lapisan dalam.
Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus.
Melakukan debridmen.
Membersihkan luka dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%.
Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kasa.
Memasang plester atau veband.
362
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan
Merapikan pasien
Membereskan alat
Berpamitan dengan pasien
Mencuci tangan
Dokumentasi keperawatan
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN LUKA GANGREN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Bak instrumen yang berisi: Pinset anatomi, Pinset 5
sirugis 2buah, Gunting debridment, Kasa steril,
Kom 3 buah
2. Sarung tangan
3. Gunting plester
4. Plester
5. Alkohol
6. Betadin/disinfektan lain
7. NaCl 0,9 %
8. Bengkok 2 buah : 1 berisi cairan desinfektan
9. Verband
10. Obat luka sesuai kebutuhan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan 1
pasien. 2
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan alat dan menempatkan alat di
dekat pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
363
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
D Tahap Kerja
1. Menjaga privacy pasien. 2
2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat 2
terlihat jelas.
2
3. Memakai sarung tangan.
4. Membasahi plester dengan alkohol dan membuka 3
dengan menggunakan pinset sirugis.
5. Membuka balutan lapisan terluar dan 3
membersihkan sekitar luka dan bekas plester.
3
6. Membuka balutan lapisan dalam.
7. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk 4
mengeluarkan pus.
8. Melakukan debridmen. 4
9. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan
4
NaCl 0,9%.
10. Melakukan kompres desinfektan dan tutup
dengan kasa. 3
11. Memasang plester atau veband. 2
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
364
I. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Salim, S., Hidayat, R., Kurniawan, J., Tahapary, D. L. (2015). Panduan praktis
klinis: Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Desalu, O. O., Salawu, F. K., Jimoh, A. K., Adekoya, A. O., Busari, O. A., Olokoba, A. B,
et al. (2011). Diabetic foot care: Self reported knowledge and practice
among patients attendingthree tertiarty hospital in Nigeria. Ghana Med J,
45(2): 60-5.
Tellechea, A., Leal, E., Veves, A., Carvalho, E. (2010). Inflammatory and angiogenic
abnormalities in diabetic wound healing: Role of neuropeptides and
therapeutic perspective.The Open Circulation and Vascular, 3:43-55.
Thomas, J., &Monaghan, T. (2014).Oxford handbook of clinical examination and
practical skills. 2nd ed. United Kingdom: Oxford University Press.
Widyatmoko, S., Sulistiyani., Ulum, M. (2012). Hubungan perawatan kaki pasien
diabetes melitus tipe 2 dengan kejadian ulkus diabetik di RSUD Dr.
Moewardi. Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta.
365
HECTING DAN HECTING UP
A. PENGERTIAN
Hecting adalah suatu tindakan menjahit luka yang berfungsi untuk hemostasis
atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong.Jahitan
menggunakan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh
darah dan menghubungkan antara dua tepi luka.
Mengangkat Jahitan (Aff Hecting/ Hecting Up adalah satu tindakan melepaskan
jahitan yang biasanya dilakukan hari ke 5-7 (atau sesuai dengan penyembuhan
luka yang terjadi).
B. TUJUAN
Untuk menghubungkan luka terbuka supaya mempercepat proses
penyembuhan luka.
C. MANFAAT
Secara garis besar tindakan hecting dan hecting up bermanfaat untuk
1. Mempercepat penyembuhan luka.
2. Mencegah timbulnya infeksi.
D. INDIKASI
1. Hecting
Setiap luka terbuka perlu dilakukan hecting untuk mempercepat
penyembuhan seperti luka sayat, luka robek, luka incisi, tusuk, gigitan dll.
2. Hecting Up
Tindakan dilakukan pada pasien yang telah dilakukan tindakan heacting
setelah hari ke 5-7 untuk diangkat jahitannya.
367
E. KONTRA INDIKASI
Wajib dilakukan pada pasien dengan luka terbuka dan dalam sehingga tidak ada
kontra indikasi dalam melakukan tindakan ini.
F. KOMPLIKASI
1. Nyeri saat perawatan.
2. Risiko infeksi bila teknik aseptik tidak dijalankan dengan baik.
G. JENIS-JENIS JAHITAN
Jenis jahitan yang umum dipakai adalah:
1. Simple interuptup suture
Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul
sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk
daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu
dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi.
Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.
Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang
terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang
terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya
368
2. Simple continue suture
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya
menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya
pada jaringan ikat yang longgar.
3. Horisontal mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Memberikan hasil jahitan yang kuat.
369
4. Vertikal mattress
Jahitan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian
dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan
penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh
jahitan ini.
5. Running subcutaneus
Memberikan hasil kosmetik yang paling bagus (hanya berupa satu garis saja).
Dilakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat di bawah dermis.
370
Pembuatan simpul yang sering dipakai adalah teknik simpul square knot atau reef
knot.
371
H. DAFTAR TILIK HECTING UP
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
HECTING
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A Alat
1. Pinjet anatomis dan sirurgis 5
2. Pemegang jarum/needle holder
3. Gunting benang
4. Gunting verban
5. Jarum
6. Duk steril
Bahan
1. Benang
2. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 %
3. Cairan Na Cl 0,9%
4. Anestesi lokal lidocain 2%.
5. Sarung tangan.
6. Kasa steril.
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
372
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik.
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Pakai sarung tangan . 2
2. Bersihkan luka dengan cairan normal saline 2
(NaCl 0,9%).
3
3. Berikan anestesi local (Lidocaine, Pehacaine) di
sekitar luka.
4. Pasang duk steril . 2
5. Gunakan jarum untuk menjahit kulit, masukkan 3
benang ke lubang jarum, pada penggunaan jarum
melengkung (curved needle) dari arah dalam ke
luar. 3
6. Pegang jarum dengan menggunakan klem
kemudian mulai menjahit luka. 3
7. Jika luka dalam sampai jaringan otot, maka di
jahit lapis demi lapis (jenis benang disesuaikan
dengan jaringan yang robek. Contoh catgut, 3
chromic, side, dll. 3
8. Ikat benang dengan membentuk simpul. 3
9. Potong benang, sisakan sepanjang 1 mm (untuk
3
jahitan dalam) dan 0,65 cm (jahitan luar).
10. Lanjutkan jahitan luka sampai terjadi penutupan 2
luka.
11. Oleskan normal salin/disinfektan pada jahitan.
12. Tutup dengan kasa steril.
13. Pasang plester/hipafix.
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
373
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
374
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien. 2
2. Meletakkan perlak dibawah luka. 2
3. Mengatur posisi yang nyaman dan tepat untuk
2
perawatan luka.
4. Memakai handscoen. 3
5. Membuka plester dan membuka balutan secara 3
hati-hati, bila susah basahi plester dengan 3
alkohol.
6. Membersihkan luka dengan NaCl.
7. Memegang vinset anatomis dengan tangan yang 4
tidak dominan dan gunting pada tangan yang
dominan. 3
8. Mengangkat simpul benang dengan vinset dan
memasukkan ujung gunting disela-sela antara
benang dengan kulit. 3
9. Menggunting benang jahitan dan tarik secara
perlahan-lahan. 3
10. Menggunting sisa benang yang ada dengan
prosedur yang sama satu-persatu, sambil
diobservasi adanya luka jahitan yang masih
belum tertutup. 2
11. Membersihkan luka kembali dengan cairan NaCl
dan berikan antiseptic/bethadine.
2
12. Menutup luka dengan kasa steril, lalu fiksasi
dengan plester.
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
375
J. DAFTAR PUSTAKA
Adams, B., Anwar, J., Wrone, D. A., Alam, M. (200). Techniques for cutaneous sutured
closures: variants and indications. Semin Cutan Med Surg, 22(4):306-16.
Brown, John Stuart. (1995). Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Reksoprodjo, S. (2000).Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.
Richey, M,. L., &Roe, S. C. (2005). Assessment of knot security in continuous
intradermal wound closures. J Surg Res, 123(2):284-8.
Schwartz, Seymourl. (1994). Principles of Surgery2 Vol.10th ed. New York: Mc-Graw
Hill Publishing Company.
Sjamsuhidajat R., &De Jong, W. (editor). (1997).Buku Ajar Ilmu BedahEdisi Revisi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
376
BAGIAN 8 SISTEM PERSYARAFAN
377
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
A. PENGERTIAN
Nervus Kranialis (saraf kranialis/Nervi Craniales) adalah saraf-saraf yang
keluar langsung dari otak dan batang otak. Pemeriksaan saraf kranial adalah
suatu teknik pemeriksaan fisik untuk mengetahui fungsi dari saraf kranial.
B. TUJUAN
Tujuan dialkuakan pemeriksaan saraf kranial adalah untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menentukan terapi selanjutnya.
C. MANFAAT
1. Mendeteksi adanya kelainan pada saraf kranial.
2. Menjadi acuan untuk menentukan program terapi selanjutnya.
D. INDIKASI
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien sehat seperti kepentingan
medical cekup, ataupun pada pasien dengan keadaan tertentu seperti stoke,
cedera kepala dll, namun tidak semua sistem saraf dikaji, hanya dipilih saraf
mana yang perlu dikaji untuk membantu menentukan diagnosis dan terapi
selanjutnya.
E. KONTRA INDIKASI
Tidak ada kontra indikasi dalam pemeriksaan saraf kranial.
F. KOMPLIKSI
Tidak ada komplikasi dalam pemeriksaan saraf kranial.
379
Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi
(intermediet);
2. Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan.
380
H. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Saraf I (N. Olfaktorius)
Pemeriksaan dapat secara subjektif dan objektif. Subjektif hanya ditanyakan
apakah penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan
betul. Objektif dengan beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh
penderita dan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang seperti :
golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan sebagainya (3
atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia)
tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah
memeriksa kiri, kanan dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk
pegangan, sebab tiap orang tidak sama. Kemudian abnormal dibandingkan
dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status dilaporkan yang
abnormal dahulu.
Cara Pemeriksaan :
Kedua mata ditutup
Lubang hidung ditutup
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang
terbuka dan penderita diminta menarik napas panjang, kemudian diminta
mengidentifikasi bahan tersebut.
381
Cara Pemeriksaan :
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata
pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai
denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang
pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut.
Bandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang
pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus
normal.
382
a. Retraksi kelopak mata atas
Pada keadaan tertentu kelopak mata tidak seperti orang normal seperti
biasa yaitu bisa didapatkan pada keadaan Hidrosefalus (tanda matahari
terbit); Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii dan Hipertiroidisme.
b. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas memotong iris lebih rendah
daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepala ke
belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis
mata secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab Ptosis
adalah:
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak
mata (chalazion).
Disfungsi simpatis (sindroma horner).
Kelumpuhan N. III
Pseudo-ptosis (Bell’s palsy, blepharospasm)
Miopati (miastenia gravis).
383
c. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil.
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan
bekas operasi mata. Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau
lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang normal kira-kira 2-3 mm (garis
tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang biasanya terdapat
pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple
sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang
biasanya terdapat pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan
psikis yaitu histeris.
Perbandingan pupil kanan dengan kiri
Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih dianggal normal. Bila
antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor.
Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar
maka harus dibedakanapakah anisokor akibat lesi non
neurologis(kelainan iris, penurunan visus) ataukah neurologis (akibat
lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi tentorium.
Refleks pupil
Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata ditutup dan
penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan
supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping
mata. Pemeriksa tidak boleh berada ditempat yang cahayanya
384
langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka pupil akan
kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex.
Reflek akomodasi
Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan
disuruh mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut
digerakkan pemeriksa menuju bagian tengah dari kedua mata
penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi. Reflek cahaya dan
akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek
cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif.
385
luar yaitu penderita disuruh mengikuti suatu benda kedelapan jurusan.
Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang
lumpuh. Bila pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot
yang disarafi N III berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka disebut
opthalmoplegic externa.
Kalau yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka
disebut opthalmoplegic interna. Jika hanya ada salah satu gangguan maka
disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan kalau ada gangguan kedua
macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis.
386
penyebab bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif
(infark) atau irirtatif (jaringan sikatriks post trauma/ epilepsi fokal &
perdarahan).
b. Motorik
Pasien disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh
kira-kira didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter berkontraksi
maka akan terasa pada tangan pemeriksa. Kalau ada parese maka
dirasakan salah satu otot lebih keras.
387
c. Reflek
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain
tepi kornea disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek kornea
mata positif, maka mata akan ditutupkan.
388
Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-
masing).
Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma
kanan dan kiri). Pada kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat
untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis pada stadium dini.
389
b. Gesekan jari
Gesekan kedua jadi pemeriksan di dekat telinga pasien, dan tanyakan
apakah pasien mendengar gesekan jari pemeriksa.
c. Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan
mana yang lebih keras, kanan/ kiri.
d. Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus.
Sesudah tak mendengar lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar lagi.
Ini karena penghantaran udara lebih baik daripada tulang. Pemeriksaan
dengan garpu tala penting dalam menentukan nervus deafness atau
tranmission deafness. Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau
penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan.
390
6. Saraf IX-X (N. Glossopharyngeus-N. Vagus)
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga
mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara serta
reflek muntah/menelan/batuk. Pemeriksaan meliputi:
a. Gerakan Palatum
Pasien diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang, sementara
itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan
berdeviasi ke arah yang normal (berlawanan dengan gerakan
menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N XII).
391
7. Saraf XI (N. Accesssorius)
Saraf ini bekerja secara motoric. Pemeriksaan meliputi:
a. Kekuatan otot sternocleidomastoideus
Diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari kepala/leher pasien
atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/mendorong sedangkan
penderita yang menahan pada posisi lateral fleksi).
b. Kekuatan m. Trapezius
Bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita kebawah,
sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu
terangkat (sebaliknya posisi penderita duduk dan pemeriksa berada
dibelakang penderita).
392
8. Saraf XII (N. Hypoglossus)
Saraf ini bekerja secara motoric terutama pada lidah. Pemeriksaan meliputi:
a. Menjulurkan lidah
Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi ke arah lesi. Pada Bell,s palsy
(kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
393
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN NERVUS I OLFAKTORIUS
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
Sabun/kopi/minyak kayu putih 5
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien 1
2. Mencuci tangan 1
3. Mempersiapkan alat dan membawa alat ke dekat
1
pasien
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata atau 4
menutup mata dengan kedua tangan.
2. Tutup salah satu lubang hidung pasien.
4
3. Dekatkan sabun/ kopi/minyak kayu putih pada
lubang hidung pasien. 5
4. Tanyakan pada pasien, bau apa yang pasien cium. 4
5. Setelah selesai, tutup lubang hidung satunya, 4
dekatkan bau-bau tadi, tetapi bahan yang
digunakan diusahakan berbeda dengan bahan yang
dipakai tadi.
6. Tanyakan pada pasien bau apa yang pasien cium. 5
7. Catat hasil premeriksaaan, apakah pasien sudah 8
benar menyebutkan jenis bau-bau yang diujikan.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
394
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN NERVUS II OPTIKUS
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Snellen chart 5
2. Bolpoint
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan alat dan menyiapkan lingkungan
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Lakukan pemeriksaaan ketajaman penglihatan
a. Anjurkan pasien menutup mata satu. 3
b. Anjurkan pasien membaca Snellen chart.
3
c. Periksa mata satunya secara bergantian.
d. Jika pasien menggunakan kaca mata, cek 2 kali, 3
satu kali memakai kaca mata dan yang kedua 3
tidak memakai kacamata.
e. Catat ketajaman mata pasien.
5
2. Lakukan tes lapang pandang dengan tes konfrontasi
a. Anjurkan pasien untuk memandang lurus 3
kedepan tanpa melirik ke kiri dan ke kanan.
b. Anjurkan pasien menutup mata yang tidak 3
diperiksa.
3
c. Atur jarak antara pasien dan perawat antara
60-100 cm.
d. Letakkan objek yang akan digunakan (dua jari 3
atau bolpoint tepat di tengah-tengah pasien
dan perawat. Objek digerakkan dari tengah ke
kanan dan ke kiri.
e. Catat luas lapang pandang pasien, dengan
membandingkan lapang pandang perawat 5
(Saratnya perawat harus mempunyai lapang
pandang yang normal).
395
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat 1
2. Berpamitan dengan pasien 1
3. Mencuci tangan
1
4. Dokumentasi keperawatan
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
396
3. Anjurkan pasien melihat ke atas dan kebawah 9
(Amati kemampuan pasien dalam pergerakan
tersebut).
9
4. Anjurkan pasien menggerakkan mata kekanan dan
kekiri (Amati kemampuan pasien dalam
pergerakan tersebut).
E Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
397
D Tahap Kerja
1. Lakukan tes reflaks kornea
a. Anjurkan pasien untuk menutup satu mata 3
dengan penutup mata.
b. Anjurkan pasien melirik ke arah mata yang
tidak diperiksa. 4
c. Sentuhkan ujung mata dengan kapas yang
sudah dipilih pada kornea, perhatikan 5
reaksinya, ketika mata langsung mengejap
berarti reflek kornea baik.
d. Lakukan hal yang sama pada kornea satu,
bandingkan hasil keduanya. 5
2. Lakukan tes sensori
a. Anjurkan pasien menutup kedua mata.
3
b. Beri tahu pasien untuk memberi tahu bila
merasakan sesuatu. 4
c. Sentuhan air dingin atau hangat pada 5
kening pasien, kedua pipi dan dagu. 5
d. Amati respon pasien.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
398
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Mempersiapkan alat dan membawa alat ke dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Jika menggunakan garpu tala
a. Getarkan garputala, kemudian dekatkan 5
dengan telinga.
b. Anjurkan pasien memberi tahu jika sudah
tidak mendengar getaran itu. 5
c. Jika sudah ada laporan dari pasien bahwa 9
tidak mendengar getaran itu maka letakkan
garpu tala pada tulang meatus acusticuss
eksterna.
2. Jika menggunakan alroji
a. Dekatkan alroji pada telingga pasien, 5
dengan menutup telingga yang tidak
diperiksa.
5
b. Tanyakan pada pasien apakah mendengar
suara detak alroji atau tidak.
c. Geser alroji menjauhi telingga, enjurkan 5
pasien melaporkan jika sudah tidak
mendengar detak alroji tersebut.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
399
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN NERVUS IX SARAF GLOSOFARINGEAL dan X SARAF VAGUS
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Tongoe spatel 5
2. Lidi kapas
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan alat dan membawa alat ke dekat
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Suruh pasien mengatakan “Ah” atau jika pasien 8
tidak sadar masukkan tongoe spatel pada mulut
pasien.
8
2. Lihat soft palatum apakah simetris atau tidak.
3. Sentuh bagian soft palatum dengan lidi kapas. 8
4. Amati adanya respon pergerakan ke atas 10
(kontraksi otot).
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
400
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN NERVUS XI SARAF AKSESORI
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Tongoe spatel
2. Lidi kapas
401
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN NERVUS XII SARAF HIPOGLOSAL
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
Tongue spatel 5
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan alat dan membawa alat ke dekat
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Anjurkan pasien untuk menjulurkan lidahnya. 6
2. Periksa lidah dalam posisi istirahat, apakah 10
terjadi fasikulasi (kedutan).
3. Periksa apakah simetris atau tidak.
4. Tekan lidah dengan tongue spatel, amati apakah 8
lidah melakukan gerakan perlawanan. 10
E Tahap Terminasi
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
402
J. DAFTAR PUSTAKA
Alford,B, R. (2010). Anatomy of the 7th Cranial Nerve. Baylor College of Medicine
Anonim. (2005). Neurologie examination. Available at:
http://medinfo.ufl.edu/year1/bes/clist/neuro.html. Accessed.
Lumbantobing. (2007). Neurologi Klinik. Jakarta: Universitas Indonesia
Munilson, J., Edward, Y., Triana, W. (2007). Diagnosis dan Penatalaksanaan Bell’s
Palsy. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Shacklock, Michael. (2005). Clinical Neurodynamics. Australia: Elsevier Limited.
Sidharta P. (1999). Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. 4th ed. Jakarta: Dian
Rakyat.
403
PEMERIKSAAN
GLASGOWS COMA SCALE (GCS)
A. PENGERTIAN
Pemeriksaan GCS adalah suatu teknik pemeriksaan tingkat kesadaran pasien
dengan menggunakan Skala Koma Glasgow.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien dan keparahan cedera kepala.
C. MANFAAT
1. Membantu mendiagnosis penurunan kesadaran dan derajat keparahan
cedera kepala.
2. Dapat membantu menentukan terapi selanjutnya.
3. Didapatkan data objektif mengenai perkembangan pasien terutama pada
status neurologisnya.
D. INDIKASI
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran yang disebabkan karena berbagai
hal seperti:
1. Kekurangan oksigen (hipoksia).
2. Kekurangan aliran darah (seperti pada kondisi syok).
3. Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis).
4. Pada kondisi hipo atau hipernatremia.
5. Dehidrasi.
6. Asidosis dan Alkalosis.
7. Pengaruh obat-obatan atau alkohol.
8. Keracunan.
9. Peningkatan tekanan intrakranial (dikarenakan perdarahan, stroke, tomor
otak).
10. Infeksi (encephalitis) dan epilepsi.
405
E. KOMPONEN PEMERIKSAAN
1. Komponen GCS meliputi:
2. Respon membuka mata
3. Respon verbal
4. Respon motoric
Respon Score
Eyes Spontan 4
Dengan rangsang suara 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak berespon 1
Verbal Orientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Motorik Bergerak sesuai perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi Normal 4
Fleksi Abnormal 3
Extensi 2
Tidak berespon 1
406
Derajat Deskripsi
Berat GCS 3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi
atau hematoma intrakranial.
F. TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran ialah ukuran dari kesadaran & respon seseorang kepada
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dapat dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious)
Adalah kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab seluruh
pertanyaan mengenai kondisi sekelilingnya.
2. Apatis
Reaksi penglihatan, pendengaran, serta perabaan normal, namun pasien
terlihat acuh pada sekitarnya.
3. Delirium
Tampakgelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berhalusinasi, berteriak-teriak, kadang berkhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi)
Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan. Bila rangsangan berhenti pasien tidur lagi.
5. Stupor (soporo koma)
Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang nyeri.
6. Coma (comatose)
Tidak dapat dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun.
Kriteria:
Kesadaran baik/ normal bila GCS 13-15
Kesadaran turun bila GCS 9-12
Koma bila GCS <8
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data (factor-factor penyebab)
3. Tahap Orientasi
Disatukan dengan fase kerja
407
4. Tahap Kerja
Melakukan uji pembukaan mata
Memberikan salam pada pasien kemudian amati kemampuan pasien
berespon terhadap salam perawat.
Jika pasien belum dapat membuka mata, lakukan rangsangan nyeri
dengan mencubit pada ibu jari kaki dan kuku jari.
Jika pasien belum dapat membuka mata lakukan kombinasi rangsang
dengan rangsang suara dan rangsang nyeri.
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN GCS
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
A Persiapan Alat
B Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data (faktor-faktor penyebab). 5
C Tahap Orientasi
Disatukan dengan fase kerja.
408
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
D Tahap Kerja
1. Melakukan uji pembukaan mata 8
Memberikan salam pada pasien kemudian
amatikemampuan pasien berespon terhadap salam
perawat.
Jika pasien belum dapat membuka mata, lakukan
rangsangan nyeri dengan mencubit pada ibu jari
kaki dan kuku jari.
Jika pasien belum dapat membuka mata lakukan
kombinasi rangsang dengan rangsang suara dan
rangsang nyeri.
2. Melakukan uji verbal respon 8
Menanyakan pada pasien tentang waktu, tempat
saat ini, nama keluarganya yang disamping (orang
yang sebelumnya sudah dikenal), amati
kemampuan pasien dalam orientasi danrespon
verbal pasien.
3. Melakukan uji motorik respon 8
Anjurkan pasien menggangkat tangan atau
kakinya, amati : kemampuan pasien mengikuti
perintah.
Jika pasien tidak dapat mengikuti perintah lakukan
rangsngan sensori pada lengan
Jika pasien tidak dapat merasakan rangsangan
tersebut, lakukan rangsangan nyeri dengan
mencubit pada ibu jari, amati pergerakan pasien.
4. Menyimpulkan hasil pemeriksaan. 19
E Tahap Terminasi
1. Mencuci tangan. 1
2. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Heather, N. L., Derraik, J. G., Beca, J., Hofman, P. L., Dansey, R., Hamill, J., & Cutfield,
W. S. (2013). Glasgow Coma Scale and outcomes after structural traumatic
409
head injury in early childhood. PloS one, 8(12), e82245.
doi:10.1371/journal.pone.0082245.
Iyer, V. N., Mandrekar, J. N., Danielson, R. D., Zubkov, A. Y., Elmer, J. L., & Wijdicks, E.
F. (2009). Validity of the FOUR score coma scale in the medical intensive
care unit. Mayo Clinic proceedings, 84(8), 694-701.
Mahdian, M., Fazel, M. R., Fakharian, E., Akbari, H., Mahdian, S. (2014). Cerebral
state index versus Glasgow coma scale asa predictor for in-hospital
mortality in brain-injuredpatients. Chinese J Trauma,17(4):220-4.
Mardjono, M dan Sidharta, P. (1997).Neurologi Klinis Dasar. 6th ed. Jakarta: Dian
Rakyat.
Weinstock, doris. (2010). Rujukan Cepat di Ruang ICU/CCU. Jakarta: EGC.
Wijdicks, E. F. (2006). Clinical scales for comatose patients: the Glasgow Coma Scale
in historical context and the new FOUR Score. Rev Neurol Dis, 3(3):109-17.
410
PENILAIAN PASCA ANESTESI
A. PENGERTIAN
Suatu kegiatan pemantauan untuk menilai status fisiologis selama masa
pemulihan pasca anestesi. Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah
dilakukan operasi terutama yang menggunakan general anestesi, maka
perlu dilakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah
dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu diobservasi di ruang
Recovery Room (RR) atau High Care Unit (HCU). Lamanya waktu yang dihabiskan
pasien di recovery room tergantung kepada berbagai faktor termasuk durasi dan
jenis pembedahan, teknik anestesi, jenis obat dan dosis yang diberikan dan kondisi
umum pasien.
B. TUJUAN
Menilai status fisiologis pasien pasca anestesi.
C. MANFAAT
Membantu perawat atau petugas kesehatan dalam menentukan keputusan
masih perlu diobservasi di ruang Recovery Room (RR) atau High Care Unit (HCU)
atau sudah dapat dirawat diruang perawatan.
D. INDIKASI
Pasien post operasi dengan general anestesi/spinal anestesi.
E. METODE PENILAIAN
Ada beberapa metode penilaian pasca anestesi yaitu penilaian menggunakan
Aldrete score, Steward score (pada pasien anak) dan bromage score (untuk spinal
anestesi).
A. Aldrete Score (pasien SKOR B. Steward Score (pasien SKOR
dewasa) anak)
Penilaian : Penilaian :
Kesadaran Kesadaran
411
A. Aldrete Score (pasien SKOR B. Steward Score (pasien SKOR
dewasa) anak)
Sadar penuh 2 Sadar penuh 2
Bangun bila dipanggil 1 Bereaksi terhadap 1
rangsangan
Tidak berespons 0 Tidak bereaksi 0
Pernapasan Pernapasan
Apnoea 0
Pergerakan
Nilai Warna Kulit
Gerak bertujuan 2
Merah muda 2 Gerak tak bertujuan 1
Pucat 1 Tidak bergerak 0
Sirkulasi
C. Bromage Score (spinal SKOR
Tekanan darah ±20% 2 anestesi)
dari pre anestesi
Tekanan darah ±20- 1 Penilaian :
49 % dari dari pre Kriteria Nilai
anestesi
Tekanan darah ±50% 0
dari dari pre anestesi
412
A. Aldrete Score (pasien SKOR B. Steward Score (pasien SKOR
dewasa) anak)
Dapat menggerakkan kaki 0
Aktivitas dan lutut secara bebas
Mampu menekuk lutut dan 1
menggerakan tungkai kaki
Seluruh ekstremitas 2 Hanya mampu 2
dapat digerakkan menggerakkan tungkai kaki
Jika jumlahnya > 8, pasien dapat Jika Bromage Score 2 pasien dapat
dipindahkan ke ruangan pindah ke ruangan
F. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENILAIAN ALDRETE SCORE
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
A Persiapan Alat
1. Tensimeter 5
2. Alat tulis
B Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data (TTV pre dan intra operasi, 4
lama operasi)
C Tahap Orientasi
Disatukan dengan fase kerja
D Tahap Kerja
1. Melakukan penilaian kesadaran 6
Observasi apakah pasien sadar penuh dengan
melihat respon mata pasien apakah spontan,
Bila respon mata tidak spontan, lakukan
stimulasi suara dengan memanggil nama pasien
dan menepuk secara halus,
2. Melakukan penilaian pernapasan
413
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
Obeservasi pernapasan pasien, nilai apakah 6
pasien dapat bernapas dalam, atau dangkat atau
terjadi apnoea,
3. Melakukan penilaiaan warna kulit
Observasi warna kulit pasien (pada telapak 6
tangan, kuku atau bibir), nilai apakah wananya
merah muda, puat atau sianosis (kebiruan),
4. Melakukan penilaiaan sirkulasi 6
Ukur tekanan darah pasien lalu bandingkan
hasil pengukuran dengan sebelum
operasi/anestesi (apakah meningkat atau
berkurang 20% atau 20-49% atau 50%dari pre
anestesi), 6
5. Melakukan penilaian aktivitas
Anjurkan pasien untuk menggerakkan tangan
dan kakinya, nilai apakah pasien dapat
menggerakkan kedua tangan dan kakinya, atau
hanya salah satunya saja (kaki atau tangan), 9
6. Simpulkan hasil pemeriksaan,
E Tahap Terminasi
1. Mencuci tangan, 1
2. Dokumentasi keperawatan, 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
414
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
Observasi apakah pasien sadar penuh dengan
melihat respon mata pasien apakah spontan.
Bila respon mata tidak spontan, lakukan
stimulasi suara dengan memanggil nama pasien
dan menepuk secara halus.
415
No. ASPEK YANG DINILAI Bobot 0 1 2
D Tahap Kerja
1. Mengucapkan salam dan menjelaskan maksud dan 4
tujuan.
2. Melakukan penilaian aktivitas ekstrimitas kaki.
25
Menyuruh pasien untuk menggerakkan lutut
dan kaki secara bebas, lalu lakukan penilaian.
Bila pasien tidak bisa menggerakkan lutut dan
kakinya secara bebas, anjurkan pasien untuk
menggerakkan tungkai kakinya dan menekuk
lututnya, lakukan penilaian apakah pasien dapat
menggerakkan tungkai kakinya dan menekuk
lututnya atau hanya dapat mengerakkan
tungkai kakinya atau tidak mampu keduanya. 19
3. Simpulkan hasil pemeriksaan.
E Tahap Terminasi
1. Mencuci tangan. 1
2. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
G. DAFTAR PUSTAKA
Aldrete, J. A.(1995). The Post-Anesthesia Recovery Score Revisited. J Clin
Anesth, 7(1):89-91.
Barone, C. P., Pablo, C. S.,&Barone, G.W. (2004). Postanesthetic Care inThe Critical
Care Unit. Journal ofThe American Association ofCritical-Care Nurse, 24: 38-
45.
Bromage, P. R. (1978). Epidural Analgesia. Philadelphia: WB Saunders.
Keegan, N. J., Yudkowitz, F. S., Bodian,C. A. (1995). Determination of the reliability
of three scoring systems to evaluate children after general
anaesthesia.Anaesthesia, 50(3):200-202.
Steward,D. J.(1975). A simplified scoring system for the post-operative recovery room.
Canadian Anaesthetists? Society Journal, 22(1):111-3.
416
BAGIAN 9 SISTEM MUSKULOSKLETAL
417
PEMASANGAN SKIN TRAKSI
A. PENGERTIAN
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
B. TUJUAN
Skin traksi atau traksi kulit dipasangkan langsung pada kulit, untuk digunakan
menarik tulang secara tidak langsung.
C. MANFAAT
Dilakukan untuk mereduksi fraktur, terapi dislokasi, memperbaiki atau
mencegah deformitas, memperbaiki kontraktur, dan mengurangi spasme otot.
D. INDIKASI
1. Pasien fraktur
2. Dislokasi
3. Kontraktur dan spasme otot
E. KONTRA INDIKASI
1. Hipermobilitas
2. Efusi sendi
3. Inflamasi
4. Fraktur humeri dan osteoporosis
F. KOMPLIKASI
1. Distal Oedema
2. Kerusakan vaskular
3. Trombo emboli
4. Alergi pada kulit
5. Nekrosis kulit
419
G. MACAM-MACAM SKIN TRAKSI
420
Forces
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Pisau cukur
Skin traksi kit (Katrol, perban elastis, perekat)
Gunting
Pemberat/beban
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Posisikan bagian kaki pasien yang akan dilakukan traksi dan sokong atau
pasang bantal di bawah kaki.
Cukur bulu rambut dengan menggunakan pisau cukur.
Pasang perekat pada kedua bagian kulit kaki.
Pasang katrol, berikan jarak beberapa centi dari telapak kaki.
Pasangperban elastis pada kaki secara memutar dari bawah ke atas.
Pasang pemberat/beban.
421
5. Tahap Terminasi
Merapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN SKIN TRAKSI
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Pisau cukur 5
2. Skin traksi kit (Katrol, perban elastis, perekat)
3. Gunting
4. Pemberat/beban
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempersiapkan dan menempatkan alat di
dekat pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Posisikan bagian kaki pasien yang akan 5
dilakukan traksi dan sokong atau pasang bantal
di bawah kaki.
2. Cukur bulu rambut dengan menggunakan pisau
cukur. 5
3. Pasang perekat pada kedua bagian kulit kaki. 5
4. Pasang katrol, berikan jarak beberapa centi dari 6
telapak kaki.
422
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Pasang perban elastis pada kaki secara 6
memutar dari bawah ke atas. 6
6. Pasang pemberat/beban.
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
Gabriel, J. F.(1996). Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC.
Maharta, G. R. A., Maliawan, S., Kawiyana, K. S. (2011). Manajemen Fraktur pada
Traumamuskeletal. Bali: FK Udayana Bali.
Rasjad, Chairuddin. (2003). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar : Binatang
Lamumpatue.
Rosenthal, R. E. (1990). Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early
Care of the Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker.
Sfeir C, Ho L, Doll BA, Azari K, Hollinger JO. (2005). Fraktur repair.Totow: NJ Human
Pess Inc,.
Sjamsuhidayat, R., &Jong, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3. Jakarta: Jakarta.
Sydney Children's Hospitals Network (SCHN). (2018). Orthopaedic Traction: Care
And Management. Sydney. Available:
http://www.schn.health.nsw.gov.au/_policies/pdf/2014-9099.pdf.
423
PEMASANGAN GIPS
A. PENGERTIAN
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk membungkus secara
keras area yang mengalami patah tulang. Gips adalah balutan ketat yang digunakan
untuk immobilisasi bagian tubuh dengan menggunakan bahan gips tipe plester dan
fiberglass.
B. TUJUAN
Tujuan pemasangan gips adalah untuk mengimobilisasi tulang yang patah.
C. MANFAAT
1. Mempercepat penyembuhan tulang.
2. Mencegah fraktur semakin parah.
D. INDIKASI
1. Pasien fraktur
2. Pasien dislokasi
E. KONTRA INDIKASI
Gips hanya digunakan untuk fraktur tertutup dan dislokasi. Gibs tidak dapat
digunakan pada keadaan fraktur terbuka.
F. KOMPLIKASI
1. Rasa sakit akibat tekanan
2. Edema pada distal garis gips
G. JENIS-JENIS GIBS
1. Upper extremity cast
Gips lengan pendek.
Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tanga, dan melingkar erat di dasar ibu jari.
425
Gips lengan panjang.
Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai di sebelah
prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi
tegak lurus.
3. Hip Cast
Gips tubuh.
Gips ini melingkar di batang tubuh.
Gips spika.
Gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas
(gips spika tunggal atau ganda).
Gips spika pinggul.
Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika
tunggal atau ganda).
426
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan
Baskom berisi air
Rolls padding
Gips
Pengalas
Handuk
Sabun
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Memosisikan pasien.
Memasang perlak di bawah daerah yang akan digips.
427
Pakai sarung tangan.
Daerah yang akan dipasang gips dicukur bila perlu, dibersihkan, dan
dikeringkan dengan handuk.
Pasang padding pada bagian yang akan dipasang gips secara sirkuler.
Masukkan gulungan vertikal gips ke dalam air dan biarkan verband gips
di dalam air beberapa saat sampai gips mengeluarkan gelembung udara,
selanjutnya angkat verband gips dan peras sedikit.
Pasang gips secara merata pada bagian tubuh, pembalutan gips secara
melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendur atau terlalu
ketat.
Membersihkan daerah di sekitar pemasangan gips.
Melakukan observasi neurovaskuler.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Merapikan pasien.
Membereskan alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN GIPS
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Sarung tangan 5
2. Baskom berisi air
3. Rolls padding
4. Gips
5. Pengalas
6. Handuk
7. Sabun
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
428
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Menempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Memosisikan pasien. 2
2. Memasang perlak di bawah daerah yang akan digips 3
3. Pakai sarung tangan.
2
4. Daerah yang akan dipasang gips dicukur bila perlu,
dibersihkan, dan kemudian dikeringkan.
5. Pasang padding pada bagian yang akan dipasang gips 4
secara sirkuler.
6. Masukkan gulungan vertikal gips ke dalam air dan
4
iarkan verband gips di dalam air beberapa saat
sampai gips mengeluarkan gelembung udara,
selanjutnya angkat verband gips dan peras sedikit. 4
7. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh, 4
pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal
ke proksimal tidak terlalukendur atau terlalu ketat.
8. Membersihkan daerah di sekitar pemasangan gips. 4
9. Melakukan observasi neurovaskuler. 5
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
429
J. DAFTAR PUSTAKA
Altizer L. (2004). Casting for immobilization. Orthopaedic Nursing, 23(2):136-141.
Kneale, J. D., Davis, P. S. (2011). Keperawatan Ortopedik & Trauma. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Suratun dkk. (2008). Pasien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah, volume 3. Jakara: EGC.
430
PEMASANGAN BIDAI
A. PENGERTIAN
Pemasangan bidai adalah suatu tindakan untuk mengatasi atau membantu
pasien yang mengalami patah tulang sehingga tidak terjadi
pergerakan/pergeseran sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih parah.
Bidai atau splak adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang
yang patah tidak bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat dan
mengurangi rasa sakit.
B. TUJUAN
1. Mencegah pergerakan tulang.
2. Mengistirahatkan tulang yang patah.
C. MANFAAT
1. Mempertahankan posisi pada tulang yang patah agar tidak
bergeser/bergerak.
2. Melindungi tubuh yang cedera.
3. Sebagai penyangga pada daerah tubuh yang cedera.
4. Meminimalisir terjadinya edema (pembengkakan).
5. Meminimalisir terjadi kontaminasi dan komplikasi.
6. Mempercepat proses penyembuhan.
7. Mengurangi nyeri.
D. INDIKASI
1. Fraktur/patah tulang,baik terbuka ataupun tertutup.
2. Adanya dislokasi pada persendian.
E. KONTRA INDIKASI
Pembidaian pada pasien fraktur penting dilakukan, terutama pada pasien
fraktur pada fase pre hospital, sehingga tidak ada kontra indikasi dalam
melakukan tindakan ini.
431
F. KOMPLIKASI
Pengikatan tidak boleh terlalu kencang akan menyebabkan vaskularisasi
periver terhambat yang akan menyebabkan kematian jaringan periver.
G. MACAM-MACAM BIDAI
1. Rigid splint
Terbuat dari bahan yang keras seperti papan panjang, plastik keras, besi,
kayu, dll.
2. Soft splint
Terbuat dari bahan yang lembut seperti splint udara, bantal, mitella.
432
3. Traction splint
untuk imobilisasi, mengurangi nyeri dan mengurangi. Bentuk ini dirancang
untuk fraktur ekstremitas bawah.
433
2. Pemasangan bidai pada jari tangan.
434
5. Pemasangan bidai pada fraktur telapak kaki.
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spalk
Kasa
Kapas
Plester
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai.
Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah dibalut dengan kasa/
kapas.
Melakukan pembidaian melewati dua sendi, dimulai dari atas sampai
bagian bawah yang patah, Pembidaian tidak terlalu kendor dan kencang.
Cek nadi perifer (bila nadi tidak teraba, kendorkan sedikit bidai).
435
5. Tahap Terminasi
Merapikan pasien.
Membereskan alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMASANGAN BIDAI
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Spalk 5
2. Kasa
3. Kapas
4. Plester
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Menempersiapkan dan menempatkan alat di
dekat pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Memeriksa bagian tubuh yang akan dibidai. 7
2. Memilih dan mempersiapkan bidai yang sudah 8
dibalut dengan kasa/kapas.
3. Melakukan pembidaian melewati dua sendi,
dimulai dari atas sampai bagian bawah yang 9
patah, Pembidaian tidak terlalu kendor dan
kencang.
4. Cek nadi perifer (bila nadi tidak teraba,
9
kendorkan sedikit bidai).
436
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi 1
1. Merapikan pasien. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
K. DAFTAR PUSTAKA
Kneale, J. D., Davis, P. S. (2011). Keperawatan Ortopedik & Trauma. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Suratun dkk. (2008). Pasien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, volume 3.Jakara: EGC.
Suzanne, C. Smeltzer dan Brenda, G. Bare. (2008).Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah volume 3.Jakara: EGC.
437
RANG OF MOTION (ROM)
A. PENGERTIAN
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang
diberikan kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit,
diabilitas, atau trauma. ROM dilakukan pada pasien dengan cara menggerakan
masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun
pasif.
B. TUJUAN
1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang
dapat dilakukan secara aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan
pasien.
2. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
C. MANFAAT
1. Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.
2. Memperlancar sirkulasi darah.
D. INDIKASI
1. Pasien stroke.
2. Pasien dengan tirah baring lama.
3. Pasien dengan kelemahan otot.
E. KONTRA INDIKASI
Pasien dengan fraktur tidak diperkenankan dilakukan tindakan ROM pada area
fraktur.
F. KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi dalam melakukan tindakan ROM.
439
G. JENIS ROM
1. ROM aktif
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing pasien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal (pasien aktif).
2. ROM pasif
Perawat melakukan gerakan persendian pasien sesuai dengan rentang gerak
yang normal (pasien pasif).
H. TEKNIK ROM
440
441
442
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data dan program pengobatan pasien.
Mencuci tangan.
443
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Pergerakan bahu
Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu,
putar ke luar dan ke dalam.
Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan dibengkokan, lalu kembali
ke posisi awal.
Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan ke arah badan, hingga
menjangkau tangan yang lain.
Pergerakan siku
Buat sudut 90o pada siku lalu gerakan lengan ke atas dan ke bawah dengan
membuat gerakan setengah lingkaran.
Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu.
Pergerakan tangan
Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan tangan.
Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah.
Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke atas.
Pergerakan kaki
Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai 30o lalu
putar.
Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90o
Angkat kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan menjauh.
Putar kaki ke dalam dan ke luar.
Lakukan penekanan pada telapak kaki keluar dan ke dalam.
Jari kaki ditekuk-tekuk lalu diputar.
444
Pergerakan Leher
Pegang pipi pasien lalu gerakan ke kiri dan ke kanan.
Gerakan leher menekuk ke depan dan ke belakang.
5. Tahap Terminasi
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN LUKA GANGREN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program pengobatan 1
pasien. 1
2. Mencuci tangan.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
1
D Tahap Kerja
Pergerakan bahu 7
1. Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu
angkat selebar bahu, putar ke luar dan ke dalam.
2. Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan di
bengkokan, lalu kembali ke posisi awal.
3. Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan ke
arah badan, hingga menjangkau tangan yang lain.
Pergerakan siku
7
4. Buat sudut 90o pada siku lalu gerakan lengan ke
atas dan ke bawah dengan membuat gerakan
setengah lingkaran.
5. Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke
dekat dagu.
445
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
Pergerakan tangan 7
6. Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu
putar pergelangan tangan.
7. Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah.
8. Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke atas.
Pergerakan kaki 7
11. Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu
angkat sampai 30o lalu putar.
12. Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90o
13. Angkat kaki lalu dekatkan ke kaki yang satu
kemudian gerakan menjauh.
14. Putar kaki ke dalam dan ke luar.
15. Lakukan penekanan pada telapak kaki keluar dan
ke dalam.
16. Jari kaki di tekuk-tekuk lalu diputar.
Pergerakan Leher 7
17. Pegang pipi pasien lalu gerakan ke kiri dan ke
kanan.
18. Gerakan leher menekuk ke depan dan ke belakang.
E Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Dokumentasi keperawatan.
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
446
K. DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S, C., Mulyadi ., & Henry Palendeng. (2013). Pengaruh Latihan Range Of
Motion terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke di Irna F Neurologi BLU
RSUP Prof. DR. R. D. KANDAU MANADO. Ejournal Keperawatan (e-Kp),
1(1):1-6.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
DasarPasien.Jakarta: Salemba Medika.
Irfan, M. (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusyati, E. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lumbantobing, S.M. (2006). Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKM Universitas Indonesia.
Mawarti & Farid. (2012). Pengaruh Latihan ROM Pasif Terhadap Peningkatan
Kekuatan Otot pada Pasien Stroke dengan Hemiparase. Journal Eduhealth,
2(2).
Perry, Potter Peterson. (2005). Keterampilan dan Prosedur Dasar. Jakarta: EGC.
Sofwan, Rudianto. (2010). Stroke dan Rehabilitasi Pasca-stroke. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer.
Suratun, Heryati, Manurung, S., & Raenah, E.(2008). Pasien Gangguan Sistem
Muskuloskeletan. Jakarta:EGC.
Tarwoto, Wartonah, & Suryati, E. S. (2007). Keperawatan medical bedah gangguan
system persarafan. Jakarta: Sagung Seto.
447
BAGIAN 10 SISTEM IMUNOHEMATOLOGI
1. Skin Test
2. Pemeriksaan Hb sahli
3. Pemeriksaan Rumple-leed / Tourniquet Test
4. Pengambilan Darah Vena
5. Pengambilan Darah Arteri
449
SKIN TEST
A. PENGERTIAN
Skin test adalah suatu kegiatan memasukan obat secara intrakutan dengan
maksud untuk mendeteksi adanya alergi terhadap obat tersebut. Skin tes adalah
test alergi yang dilakukan kepada pasien terhadap obat yang diberikan umumnya
obat antibiotika dengan cara memasukkan obat ke bawah jaringan kulit intrakutan.
B. TUJUAN
Untuk menghindari reaksi alergi terhadap obat yang akan diberikan.
C. MANFAAT
1. Mengetahui secara dini akan adanya reaksi alergi terhadap obat tertentu.
2. Menghindari dampak dari reaksi obat diantaranya sindrom stephen johson,
atau toksik epidermal necrolitik.
3. Menghindari shok anafilaktik.
D. INDIKASI
1. Pasien baru dengan program terapi antibiotik.
2. Pasien yang dicurigai mempunyai alergi obat tertentu yang akan diberikan.
E. KONTRA INDIKASI
Skin test penting dilakukan pada pasien yang akan diberikan obat khususnya
antibiotik sehingga tidak ada kontra indikasi dalam melakukan tindakan ini.
F. KOMPLIKASI
Nyeri pada suntikan
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Baki
Obat yang akan diberikan
Aquabides
451
Bak spuit
Spuit 1cc
Kapas alcoho
Sarung tangan
Perlak
Pulpen
Bengkok
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Gunakan sarung tangan.
Oplos obat, ambil 0,1 cc obat campur dengan aquabides dengan
perbandingan (1:9).
Atur posisi pasien.
Pasang perlak.
Lakukan desinfeksi pada area yang akan di injeksi.
Lakukan skin test (intracutan) dengan posisi penyuntikan 15o
Lingkari area penyuntikan dengan menggunakan pulpen dengan
diameter 2,5 cm.
Evaluasi hasil test.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Berpamitan dengan pasien.
Membereskan alat-alat.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
452
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN LUKA GANGREN
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT 5
1. Baki
2. Obat yang akan diberikan
3. Aquabides
4. Bak spuit
5. Spuit 1cc
6. Kapas alcoho
7. Sarung tangan
8. Perlak
9. Pulpen
10. Bengkok
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan alat dan menempatkan alat di
1
dekat pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
2
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Gunakan sarung tangan. 3
2. Oplos obat, ambil 0,1 cc obat campur dengan 5
aquabides dengan perbandingan (1:9).
3
3. Atur posisi pasien.
4. Pasang perlak. 3
5. Lakukan desinfeksi pada area yang akan diinjeksi. 4
6. Lakukan skin test (intracutan) dengan posisi
penyuntikan 15o
5
7. Lingkari area penyuntikan dengan
menggunakan pulpen dengan diameter 2,5 cm. 4
8. Evaluasi hasil test. 6
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
453
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
4. Mencuci tangan. 1
5. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Ratna. (2009). Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: Trans Info Media.
Baratawidjaja, K. G., &Rengganis, I. (2009). Alergi Dasar, Edisi ke-10. Jakarta: FKUI.
Berman, Audrey dkk. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Potter, A. & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan Buku 2 edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika.
Sadreddini, H. A.,& Starkey, E. S. (2014). Drug allergy:diagnosis and
managementofdrug allergyin adults, children and young people; a look at
NICE guidance. London: National Institute for Health and Care
Excellence(UK).
Sigalingging, G. (2012). Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: EGC.
Widyatun, D. (2012). Pemberian Obat Melalui Intracutan . Yogyakarta: Salemba
Medika.
454
PEMERIKSAAN HB SAHLI
A. PENGERTIAN
Mengukur kadar hemoglobin berdasarkan warna yang terjadi akibat perubahan
Hb yang menjadi asam hemain oleh adanya HCL 0,1 N.
B. TUJUAN
Tujuan dari pemeriksaan Hb Sahli adalah untuk mengetahui kadar Hb seseorang
dalam g/dl.
C. MANFAAT
1. Dapat mengetahui kadar Hb pasien.
2. Dapat mengetahui adanya anemia.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan indikasi anemia.
2. Pasien perdarahan.
E. PRINSIP
Prinsip kerjanya adalah hemoglobin oleh HCl 0,1 N diubah menjadi hematin
asam, kemudian warna yang terjadi dibandingkan dengan Standar warna yg ada
secara visual.
F. NILAI NORMAL HB
Nilai normal hasil pemeriksaan kadar Hb yang telah ditentukan adalah sebagai
berikut.
1. Saat lahir 17-23 g/dl
2. Neonatus 15-25 g/dl
3. 2 bulan 9-14 g/dl
4. 1-2 tahun 11-13 g/dl
5. 10 tahun 12-14 g/dl
6. Wanita dewasa 11-15 g/dl
7. Pria dewasa 13-17 g/dl )18
455
G. GAMBAR ALAT HB SAHLI
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Haemometer yang terdiri atas (Tabung pengukur, 2 tabung standar
warna, Pipet hb dengan pipa karetnya, Pipet HCL, Batang pengaduk,
Botol tempat HCL dan aquadest, Sikat pembersih)
Kapas alkohol 70%
Jarum atau lanset
Hanscoen steril
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Gunakan sarung tangan.
Masukan larutan HCL 0,1 N dengan menggunakan pipet HCL ke dalam
tabung pengencer sampai pada tanda 2%.
456
Menyiapkan jari pasien untuk pengambilan sampel darah dengan cara
memijat.
Desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah yang akan diambil
sampel darah.
Menusukkan jarum atau lancet pada ujung jari pasien hingga darahnya
keluar.
Dengan menggunakan pipa Hb menghisap darah sampai di angka 20 cm
(jangan sampai ada gelembung udara yang sampai ikut terhisap).
Menuangkan darah tersebut ke dalam tabung pengencer yang sudah
terisi HCL 0,1 N dengan posisi tegak lurus (hindari darah mengenai
dinding tabung).
Tunggu hingga satu menit.
Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit hingga warna dari tabung
tersebut sama dengan larutan asam hematin dan bandingkan dengan
warna dari larutan standar. Jika warna tersebut sudah sama maka
dihentikan penambahan aquadest setelah itu dibaca skala yang terdapat
di tabung pengencer.
Interpretasi hasil pemeriksaan.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN HB SAHLI
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT 5
1. Haemometer yang terdiri atas (Tabung pengukur, 2
tabung standar warna, Pipet hb dengan pipa
karetnya, Pipet HCL, Batang pengaduk, Botol tempat
HCL dan aquadest, Sikat pembersih)
2. Kapas alkohol 70%
3. Jarum atau lanset
457
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
4. Hanscoen steril
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
pasien.
1
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Gunakan sarung tangan. 3
2. Masukan larutan HCL 0,1 N dengan menggunakan 3
pipet HCL ke dalam tabung pengencer sampai pada
tanda 2%.
3. Menyiapkan jari pasien untuk pengambilan sampel 3
darah dengan cara memijat.
4. Desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah 3
yang akan diambil sampel darah.
5. Menusukkan jarum atau lancet pada ujung jari pasien
hingga darahnya keluar. 3
6. Dengan menggunakan pipa Hb menghisap darah
sampai diangka 20 cm (jangan sampai ada 4
gelembung udara yang sampai ikut terhisap.
7. Menuangkan darah tersebut ke dalam tabung
pengencer yang sudah terisi HCL 0,1 N dengan posisi 4
tegak lurus (hindari darah mengenai dinding tabung)
dan Tunggu hingga satu menit.
8. Tambahkan aquadest sedikit demi sedikit hingga
5
warna dari tabung tersebut sama dengan larutan
asam hematin dan bandingkan dengan warna dari
larutan standar. Jika warna tersebut sudah sama
maka dihentikan penambahan aquadest setelah itu
dibaca skala yang terdapat di tabung pengencer.
9. Interpretasi hasil pemeriksaan.
5
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
458
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.(1998). Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium
Puskesmas. Depkes RI: Jakarta.
FaatihM, Sariadji K, Susanti I, Putri rr, Dany F. (2017). Penggunaan Alat Pengukur
Hemoglobin di Puskesmas, Polindes dan Pustu. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 1(1): 32-39.
Indriawati, R. (2002). Kajian terhadap pemeriksaan Hemoglobin (Hb) metode sahli
dan talquist. Mutiara Medika, 2(2): 74–81.
459
PEMERIKSAAN RUMPLE-LEED / TOURNIQUET
TEST
A. PENGERTIAN
Rumple leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan
pembendungan pada bagian lengan atas selama 2-5 menit untuk uji diagnostik
kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Rumple leed test adalah salah satu cara
yang paling mudah dan cepat untuk menentukan apakah terkena demam berdarah
atau tidak.
B. TUJUAN
Untuk mengetahui ketahanan/kerapuhan dinding pembuluh darah.
C. MANFAAT
1. Diagnosis awal demam berdarah.
2. Dapat memperkirakan penurunan jumlah trombosit.
3. Dapat mendeteksi adanya perdarahan di bawah kulit (petekie) sebagai tanda
demam berdarah.
D. INDIKASI
1. Pasien dengan indikasi demam berdarah.
2. Pasien indikasi penurunan trombosit.
461
dengan dua cara yaitu secara spontan, karena kelainan hematologi, atau
diprovokasi dengan melakukan uji tourniquet (rumple leed test).
Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu, sehingga darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah
kecil pada permukaan kulit; bercak itu disebut petechiae (petekie) sebagai salah
satu manifestasi perdarahan.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Tensimeter
Penggaris dan Alat tulis
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
462
4. Tahap Kerja
Posisikan pasien baring.
Mengukur tekanan darah pasien.
Menghitung batas tekanan yang akan dipertahankan (MAP atau MABP).
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STÁNDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN RUMPLE-LEED
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Tensimeter 1
2. Penggaris dan Alat tulis 1
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
463
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
C Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
1
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Posisikan pasien baring. 3
2. Mengukur tekanan darah pasien. 10
3. Menghitung batas tekanan yang akan
10
dipertahankan (MAP atau MABP).
464
H. DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. (2010). Tourniquet Test. Internet.
Availabel:
https://www.cdc.gov/dengue/training/cme/ccm/Tourniquet%20Test_F.
pdf
Guyton dan Hall. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. (2008). Buku Saku Praktikum Keperawatan Anak. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. (2012). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
465
PENGAMBILAN DARAH VENA
A. PENGERTIAN
Tindakan pengambilan darah melalui pembuluh darah vena.
B. TUJUAN
Untuk mendapatkan sampel darah vena untuk pemeriksaan diagnostik.
C. MANFAAT
Sampel darah vena bermanfaat untuk pemeriksaan darah rutin seperti Hemoglobin
(Hb),Hematokrit (Hct), Eritrosit (sel darah merah), Leukosit (Sel Darah Putih),
Trombosit (platelet), Laju Endap Darah (LED), Waktu protrombin (Prothrombin
time/PT), aPTT (activated Partial Thromboplastin Time) dan lainnya.
D. INDIKASI
Pengambilan darah vena di indikasikan pada seluruh pasien yang membutuhkan
pemeriksaan darah terutama pasien dengan penyakit infeksi.
E. KONTRA INDIKASI
Pengambilan darah vena tidak boleh dilakukan pada daerah edema, hematome,
lokasi yang terpasang infus atau tranfusi, daerah bekas luka atau terdapat tanda
tanda infeksi, infiltrasi, atau thrombosis pada tempat penusukan, daerah bekas
cangkokan vascular (avsan) pada penderita gangguan ginjal.
467
2. Sudut pengambilan darah vena
Sudut pengambilan darah vena disarankan ±250
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spuit atau vakumtainer sesuai ukuran
Tabung EDTA
Kapas alkohol dan plester
Manset
Tourniquet
468
Sarung tangan
Pengalas
Bengkok
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Memakai sarung tangan.
Memilih dan mengkaji vena.
Pasang pengalas dibawah area vena yang akan diambil.
Pasang tourniquet di atas ±5 cm di atas vena yang akan ditusuk, bila lokasi
di tangan, anjurkan pasien untuk menggenggam jarinya.
Bersihkan area penusukandengan kapas alkohol.
Buka jarum, pegang dengan tangan dominan, lalu tusukan jarum dengan
sudut ±250 dan tetap pertahankan tehnik steril.
Bila jarum sudah masuk vena, lepaskan tournikuet, tarik spuit perlahan
sampai darah mengisi tabung sesuai kebutuhan.Bila menggunakan
vakutainer, pegang plastik adapter tekan tabung vacum dan biarkandarah
masuk sesuai kebutuhan.
Cabut jarum dari vena secaraperlahan dan gunakan kapas alkohol untuk
menekantempat penusukan. Bila darah sudah erhenti keluar, berikan
plester.
Tempatkan darah pada tabung EDTA dan beri label.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
469
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGAMBILAN DARAH VENA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Spuit atau vakumtainer sesuai ukuran 5
2. Tabung EDTA
3. Kapas alkohol dan plester
4. Manset
5. Tourniquet
6. Sarung tangan
7. Pengalas
8. Bengkok
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat 1
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 1
keluarga/pasien.
1
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Memakai sarung tangan. 3
2. Memilih dan mengkaji vena. 4
3. Pasang pengalas dibawah area vena yang akan diambil.
3
4. Pasang tourniquet di atas ±5 cm di atas vena yang akan
di tusuk, bila lokasi di tangan, anjurkan pasien untuk 4
menggenggam jarinya.
5. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol. 4
6. Buka jarum, pegang dengan tangan dominan, lalu
5
tusukan jarum dengan sudut ±250 dan tetap
pertahankan tehnik steril.
7. Bila jarum sudah masuk vena, lepaskan tournikuet, 5
tarik spuit perlahan sampai darah mengisi tabung
sesuai kebutuhan. Bila menggunakan vakutainer,
pegang plastik adapter tekan tabung vacum dan
biarkan darah masuk sesuai kebutuhan.
470
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
8. Cabut jarum dari vena secara perlahan dan gunakan 3
kapas alkohol untuk menekan tempat penusukan. Bila
darah sudah erhenti keluar, berikan plester.
3
9. Tempatkan darah pada tabung EDTA dan beri label.
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Pasien. Jakarta: Salemba Medika.
Kusmiyati, Yuni. (2007).Keterampilan Dasar Praktik Klikik Kebidanan.Yogyakarta:
Fitramaya.
Mann, E. (2016). Injection (Intramuscular): Clinician Information. The Johanna
Briggs Institute.
Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Saku Keterampilan Dan Prosedur Dasar. Edisi5.
Jakarta: EGC.
471
PENGAMBILAN DARAH ARTERI
A. PENGERTIAN
Tindakan pengambilan darah melalui pembuluh darah arteri.
B. TUJUAN
Untuk mendapatkan sampel darah arteri untuk pemeriksaan diagnostik.
C. MANFAAT
Sampel darah vena bermanfaat untuk pemeriksaan analisis gas darah (AGD).
Pemeriksaan gas darah arteri (GDA) atau analisis gas darah arteri (AGD) adalah
salah satu jenis pemeriksaan darah yang dilakukan dengan cara mengambil darah
arteri dengan teknik tertentu yang bertujuan untuk mengkaji gangguan
keseimbangan asam-basa, yang disebabkan oleh gangguan respiratorik atau
gangguan metabolik atau keduanya
D. INDIKASI
Pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan AGD diindikasikan untuk pasien:
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik (COPD)
2. Pasien deangan edema pulmo
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Pasien syok
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
8. Resusitasi cardiac arrest
9. Pasien dengan perubahan status respiratori
10. Anestesi yang terlalu lama
E. KONTRA INDIKASI
Pengambilan darah arteri tidak dilakukan pada pasien yang sedang menjalani
terapi anti koagulan, dan pasien dengan riwayat gangguan pembekuan darah.
473
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
2. Perdarahan
3. Cedera syaraf
4. Spasme arteri
474
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif.
Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.
Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang
lain.
H. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spuit: dewasa spuit 3 cc, anak-anak : wing nedle
Tabung EDTA
Kapas alkohol dan plester
Kasa steril
Obat anastetik local kalua perlu
Sarung tangan
475
Pengalas
Bantalan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Memakai sarung tangan.
Memilih dan mengkaji arteri dengan cara palpasi arteri dengan jari tangan
dn tentukan daerah pulsasi maksimal. Bila lokasi pengambilan pada
daerah arteri radial dan brakial lakukan Tes Allen.
Pasang pengalas di bawah area arteri yang akan diambil.
Stabilisasikan arteri dengan melakukan hiperekstensi (bisa menggunakan
bantalan seperti kain atau bantal).
Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol.
Masukkan jarum dengan sudut 30-450 secara perlahan dan perhatikan
masuknya darah ke dalam spuit.
Setelah darah terhisap kira-kira 2-4 cc atau (sesuai kebutuhan) tarik spuit
dan tekan bekas tusukan arteri 5-10 menit dengan kasa steril. Bila darah
sudah berhenti keluar, berikan plester.
Tempatkan darah pada tabung EDTA dan beri label.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
476
I. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN RUMPLE-LEED
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Spuit: dewasa spuit 3 cc, anak-anak : wing nedlle 5
2. Tabung EDTA
3. Kapas alkohol dan plester
4. Kasa steril
5. Obat anastetik lokal jika perlu
6. Sarung tangan
7. Pengalas
8. Bantalan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Menempatkan alat di dekat pasien.
1
C Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 1
keluarga/pasien.
1
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Memakai sarung tangan. 3
2. Memilih dan mengkaji arteri dengan cara palpasi 5
arteri dengan jari tangan dan tentukan daerah
pulsasi maksimal. Bila lokasi pengambilan pada
daerah arteri radial dan brakial lakukan Tes Allen.
3. Pasang pengalas dibawah area arteri yang akan
diambil. 5
4. Stabilisasikan arteri dengan melakukan
4
hiperekstensi (bisa menggunakan bantalan seperti
kain atau bantal).
5. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol.
6. Masukkan jarum dengan sudut 30-450 secara 4
perlahan dan perhatikan masuknya darah ke dalam
5
spuit.
7. Setelah darah terhisap kira-kira 2-4 cc atau (sesuai
kebutuhan) tarik spuit dan tekan bekas tusukan 5
477
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
arteri 5-10 menit dengan kasa steril. Bila darah
sudah berhenti keluar, berikan plester.
8. Tempatkan darah pada tabung EDTA dan beri label.
3
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
J. DAFTAR PUSTAKA
Gallo & Hudak. (2010). Keperawatan Kritis.Edisi 6 Vol.1. Jakarta: EGC.
Mc.Cann, J.A.S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philldelphia:
LippincottWilliams & Wilkins.
Potter, Patricia A. (2005). Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar.
Ed.5.Jakarta: EGC.
478
BAGIAN 11 SISTEM INDRA
479
PENGELUARAN BENDA ASING
DARI DALAM MULUT
A. PENGERTIAN
Tindakan untuk mengeluarkan benda asing yang tersangkut di saluran pernapasan
atas atau mulut.
B. TUJUAN
1. Mencegah aspirasi.
2. Mencegah terjadinya infeksi pernapasan.
481
D. GEJALA DAN TANDA
Benda yang masuk melalui mulut dapat terhenti di orofaring, hipofaring, tonsil,
dasar lidah, sinus priformis, esofagus dan dapat juga tersedak masuk ke laring,
trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala sampai
kematian sebelum diberi pertolongan, akibat sumbatan total.
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing akan mengalami 3 stadium.
1. Stadium pertama
Merupakan gejala permulaan, yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
(violent paroxysms if coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat di
tenggorokan (gagging), bicara gagap (sputtering) dan obstruksi jalan napas
yang terjadi dengan segera.
2. Stadium kedua
Pada stadium kedua gejala stadium permulaan diikuti interval asimtomatik.
Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan
melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya,
sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan
kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda tidak jelas.
3. Stadium tiga
Pada stadium tiga telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau
infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing, sehingga timbul batuk-
batuk, hemoptisis, dan abses paru.
E. KOMPLIKASI
Kompilasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain:
1. Sesak napas
2. Hipoksia sampai henti jalan napas
482
F. TEKNIK PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM MULUT
1. Heimlich manufer
483
3. Jaw thrust dan Sweep finger
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Sarung tangan bersih
Pinset
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja).
484
4. Tahap Kerja
Kaji tingkat kesadaran dengan cara dipanggil, ditepuk atau diberi
rangsangan nyeri.
Kaji lokasi benda asing dalam mulut.
Pakai sarung tangan dan lakukan tindakan pengambilan benda asing
dalam mulut dengan cara:
a. Head tilt
Letakan satu telapak tangan di dahi penderita dan tekan ke bawah
sehingga menjadi tengadah.
b. Chin lift
Gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulan dagu pasien,
kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan, atau masukan ibu
jari ke dalam mulut dan jari telunjuk memegang dagu, angkat tulang
mandibula ke atas.
c. Jaw thrust
Letakan kedua tangan penolong pada angulus kiri dan kanan dengan 3
jari terbawah, angkat ke atas dan dorong mandibula atas dengan
ibu jari ke arah dada penderita.
d. Miringkan kepala penderita ke salah satu sisi.
e. Lakukan sapuan jari atau finger sweep dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuk.
f. Lakukan sampai benar-benar tidak terdapat benda asing dalam mulut.
Bila benda asing di tonsil dapat diambil dengan memakai pinset atau
cunam.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
485
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM MULUT
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Sarung tangan 1
2. Pinset 1
B Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien 1
1. Mencuci tangan 1
2. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja)
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
1
keluarga/pasien
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja)
D Tahap Kerja
1. Kaji tingkat kesadaran dengan cara dipanggil, 4
ditepuk atau diberi rangsangan nyeri.
2. Kaji lokasi benda asing dalam mulut
4
3. Pakai sarung tangan dan lakukan tindakan
pengambilan benda asing dalam mulut dengan 30
cara:
a. Head tilt
Letakan satu telapak tangan di dahi
penderita dan tekan ke bawah sehingga
menjadi tengadah.
b. Chin lift
Gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulan dagu pasien, kemudian
angkat dan dorong tulangnya ke depan, atau
masukan ibu jari ke dalam mulut dan jari
telunjuk memegang dagu, angkat tulang
mandibula ke atas.
486
c. Jaw thrust
Letakan kedua tangan penolong pada
angulus kiri dan kanan dengan 3 jari
terbawah, angkat ke atas dan dorong
mandibula atas dengan ibu jari ke arah dada
penderita.
d. Miringkan kepala penderita ke salah satu
sisi.
e. Lakukan sapuan jari atau finger sweep
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk.
f. Lakukan sampai benar-benar tidak terdapat
benda asing dalam mulut.
Bila benda asing di tonsil dapat diambil dengan
memakai pinset atau cunam
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Benda Asing Di Saluran Napas. Internet. Availabel:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/38445944?extensi
on=pdf&ft=1378390518<=1378394128&user_id=32506039&uahk=cYG
ZsBVkBrsL2wrda45UZ6Tczug.
Anonim. (2013). Bila Benda Asing Masuk ke Dalam Tubuh. Internet.
Available:http://home.arcor.de/kharisma/education/education_kst_P3K_
4.htm.
Brady, M. F., &Burns, B. (2018). Airway Obstruction. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470562/
487
Cramer N, Jabbour N, Tavarez MM, et al. (2018). Foreign Body Aspiration. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK5-31480/
Duckett, S. A., Roten, R. A. (2018). Choking. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499941/
Freydinger,P. A., & Faddoul, F. F. (2019). Managing Adult Medical Emergencies in
the Dental Office, Airway obstruction (Foreign Object). Internet. Available:
https://www.dentalcare.com/en-us/professional-education/ce-
courses/ce516/airway-obstruction-foreign-object
Internatinal Child Health. (2013). Aspirasi Benda Asing. Internet. Availabel:
http://www.ichrc.org/49-aspirasi-benda-asing
Salih, A. M., Alfaki, M., & Alam-Elhuda, D. M. (2016). Airway foreign bodies: A critical
review for a common pediatric emergency. World journal of emergency
medicine, 7(1), 5-12.
488
PENGELUARAN BENDA ASING
DARI DALAM HIDUNG
A. PENGERTIAN
Tindakan untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam hidung.
B. TUJUAN
Mencegah benda asing masuk ke dalam sistem pernapasan bawah, mencegah
terjadinya hambatan saluran napas dan mencegah aspirasi.
D. TANDA GEJALA
Benda asing di hidung pada anak sering luput dari perhatian orang tua karena
tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama. Dapat timbul rinolith di
sekitar benda asing. Gejala yang paling sering adalah hidung tersumbat, rinore
unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri,
demam, epistaksis, dan bersin. Pada pemeriksaan, tampak edema dengan
inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi ulserasi. Benda asing
biasanya tertuttp oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis. Dalam hal demikian
bila akan menghisap mukopus haruslah berhati-hati supaya benda asing itu tidak
terdorong ke arah nasofaring yang kemudian dapat masuk ke laring, trakea dan
bronkus. Benda asing, seperti karet busa, sangat cepat menimbulkan secret yang
berbau busuk.
E. PENANGANAN
Benda asing di hidung. Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah
dengan memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung dibagain atas,
menyusuri atap kavum nasi sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait
489
diturunkan sedikit dan ditarik ke depan. Dengan cara ini benda asing itu akan ikut
terbawa ke luar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman atau wire loop.
F. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Pengait/kawat yang berujung tumpul dan dibengkokkan ujungan/pinset
Lampu senter/penerang
Sarung tangan
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja)
4. Tahap Kerja
Kaji riwayat benda yang masuk.
Posisikan pasien berbaring dengan kepala agak fleksi.
Pakai sarung tangan.
Tarik cuping hidung pasien ke atas dan gunakan senter untuk melihat.
490
Ambil pengait/pinset dan masukkan ke dalam hidung bagian atas, sampai
menyentuh nasofaring.
Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik ke depan.
Lakukan sampe benda asing hilang.
5. Tahap Terminasi
Lepas sarung tangan.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
G. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM HIDUNG
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Pengait/kawat yang berujung tumpul dan 5
dibengkokkan ujungan/pinset
2. Lampu senter/penerang
3. Sarung tangan
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data pasien. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
1
pasien.
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja)
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
(Dalam keadaan darurat langsung ke tahap kerja)
D Tahap Kerja
1. Kaji riwayat benda yang masuk. 6
2. Posisikan pasien berbaring dengan kepala agak 2
fleksi.
4
3. Pakai sarung tangan.
4. Tarik cuping hidung pasien ke atas dan gunakan 4
senter untuk melihat.
491
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
5. Ambil pengait/pinset dan masukkan ke dalam. 8
hidung bagian atas, sampai menyentuh nasofaring.
6. Setelah itu pengait di turunkan sedikit dan ditarik
6
ke depan.
7. Lakukan sampe benda asing hilang. 4
E Tahap Terminasi
1. Lepas sarung tangan. 1
2. Membereskan alat-alat. 1
3. Berpamitan dengan pasien.
1
4. Mencuci tangan.
5. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
H. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Benda Asing di Saluran Napas. Internet. Availabel:
http://www.scribd.com/document_downloads/direct/38445944?extensi
on=pdf&ft=1378390518<=1378394128&user_id=32506039&uahk=cYG
ZsBVkBrsL2wrda45UZ6Tczug.
Anonim. (2013). Bila Benda Asing Masuk ke Dalam Tubuh. Internet. Available:
http://home.arcor.de/kharisma/education/education_kst_P3K_4.htm
Brady, M. F., &Burns, B. (2018). Airway Obstruction. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470562/
Cramer N, Jabbour N, Tavarez MM, et al. (2018). Foreign Body Aspiration. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531480/
Duckett, S. A., Roten, R. A. (2018). Choking. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499941/
Freydinger,P. A., & Faddoul, F. F. (2019). Managing Adult Medical Emergencies in
the Dental Office, Airway obstruction (Foreign Object). Internet. Available:
492
https://www.dentalcare.com/en-us/professional-education/ce-
courses/ce516/airway-obstruction-foreign-object.
Internatinal Child Health. (2013). Aspirasi Benda Asing. Internet. Availabel:
http://www.ichrc.org/49-aspirasi-benda-asing.
Salih, A. M., Alfaki, M., & Alam-Elhuda, D. M. (2016). Airway foreign bodies: A critical
review for a common pediatric emergency. World journal of emergency
medicine, 7(1), 5-12.
493
PENGELUARAN BENDA ASING
DARI DALAM TELINGA
A. PENGERTIAN
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Pengeluaran benda asing dari dalam telinga
adalah tindakan untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam telinga.
B. TUJUAN
Mencegah terjadinya infeksi telingga yang disebabkan adanya benda asing dan
mencegah kerusakan telingga bagian dalam akibat adanya benda asing.
495
cotton buds dengan menggunakan air hangat, jangan menggunakan cotton
buds dalam keadaan kering atau berminyak karena itu memungkinkan
terjadinya iritasi pada telinga.
3. Benda-benda kecil
Anak-anak kecil sering tidak sengaja memasukkan sesuatu ke dalam
telinganya. Misalnya, manik-manik mainan. Biasanya para ibu mencoba
mengeluarkannya sendiri, dan hal tersebut bisa menimbulkan masalah baru.
4. Serangga
Biasanya serangga seperti semut atau serangga kecil lain yang bisa masuk ke
dalam, bagian dalam telinga.
E. GEJALA
Efek dari masuknya benda asing tersebut ke dalam telinga dapat berkisar dari
tanpa gejala sampai dengan gejala nyeri berat dan adanya penurunan
pendengaran.
1. Merasa tidak enak di telinga
Karena benda asing yang masuk pada telinga, tentu saja membuat telinga
merasa tidak enak, dan banyak orang yang malah membersihkan telinganya,
padahal membersihkan akan mendorong benda asing yang masuk ke dalam
menjadi masuk lagi.
2. Tersumbat
Karena terdapat benda asing yang masuk ke dalam liang telinga, tentu saja
membuat telinga terasa tersumbat.
3. Pendengaran terganggu
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
4. Rasa nyeri telinga (otalgia)
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembangnya komplikasi
telinga akibat benda asing.
496
F. PENATALAKSANAAN
Benda asing yang masuk ke dalam telinga penanganya adalah dengan dilakukan
Ekstrasi, ekstraksi adalah tindakan mengeluarkan benda dengan tehnik tertentu
1. Ekstrasi benda asing dengan menggunakan pengait atau pinset atau alligator
(khususnya gabah). Pada anak yang tidak kooperatif, sebaiknya dikeluarkan
dalam narcosis umum, agar tidak terjadi komplikasi pada membrane timapani.
2. Bila benda asing berupa binatang atau serangga yang hidup, harus dimatikan
dulu dengan meneteskan pantokain, xylokain, minyak atau alkohol kemudian
dijepit dengan pinset. Usaha pengeluaran harus dilakukan dengan hati-hati
biasanya dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Bila pasien tidak kooperatif
dan berisiko merusak gendang telinga atau struktur-struktur telinga tengah,
maka sebaiknya dilakukan anastesi sebelum dilakukan penatalaksanaan.
Kemudian benda asing dikait dengan pinset atau klem dan ditarik keluar.
Setelah benda asing keluar, liang telinga dibersihkan dengan larutan betadin.
Bila ada laserasi liang telinga diberikan antibiotik ampisilin selama 3 hari dan
analgetik jika perlu.
3. Benda asing seperti kertas, busa, bunga, kapas, dijepit dengan pinset dan ditarik
keluar.
4. Benda asing yang licin dan keras seperti batu, manik-manik, biji-bijian pada
anak yang tidak kooperatif dilakukan dengan narkose. Dengan memakai lampu
kepala yang sinarnya terang lalu dikeluarkan dengan pengait secara hati-hati
karena dapat menyebabkan trauma pada membran timpani.
5. Pengambilan benda asing dari kanalis audiotorius eksternus dapat diambil
dengan irigasi kecuali ada riwayat perforasi lubang membrana timpani karena
benda asing dapat terdorong secara lengkap ke bagian tulang kanalis yang
menyebabkan laserasi kulit dan melubangi membrana timpani pada anak kecil
atau pada kasus ekstraksi yang sulit pada orang dewasa. Pengambilan benda
asing tersebut harus dilakukan dengan anatesia umum di kamar operasi.
497
Cara Pemeriksaan dengan Menggunakan Otoskop
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Pengait atau pinset atau alligator
Obat tetes telinga
Betadin
Senter kepala/lampu sorot
Otoskop
498
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien.
Mencuci tangan.
Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat pasien.
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Kaji jenis benda asing yang masuk (tanyakan riwayat dan observasi).
Atur pasien posisi pasien.
Periksa telinga dengan menggunakan otoskop.
Gunakan lampu kepala.
Teteskan obat tetes telinga bila benda yang masuk sejenis serangga
dantutup lubang telingan dengan ujung jari selama beberapa saat.
Diharapkan agar serangga tersebut dapat mati karena kehabisan oksigen.
Gunakan pengait bila benda berbentuk bulat dan pinset bila benda
berbentuk pipih untuk mengeluarkan.
Lalu tarik keluar secara hati-hati dan perlahan.
Dibersihkan liang telinga dengan larutan betadin dengan menggunakan
kapas.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
499
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PENGELUARAN BENDA ASING DARI DALAM TELINGA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Pengait atau pinset 5
2. Obat tetes telinga
3. Betadin
4. Senter kepala/lampu sorot
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar.
1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Kaji jenis benda asing yang masuk (tanyakan 6
riwayat dan observasi).
2. Atur posisi pasien.
3
3. Periksa telinga dengan menggunakan otoskop.
4. Gunakan lampu kepala. 3
5. Teteskan obat tetes telinga bila benda yang 3
masuk sejenis serangga dan tutup lubang 5
telingan dengan ujung jari selama beberapa saat.
Diharapkan agar serangga tersebut dapat mati
karena kehabisan oksigen.
6. Gunakan pengait bila benda berbentuk bulat dan 6
pinset bila benda berbentuk pipih untuk
mengeluarkan.
5
7. Lalu tarik keluar secara hati-hati dan perlahan.
8. Bersihkan liang telinga dengan larutan betadin 3
dengan menggunakan kapas.
500
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Adedeji, T. O., Sogebi, O. A., & Bande, S. (2016). Clinical spectrum of ear, nose and
throat foreign bodies in North Western Nigeria. African health
sciences, 16(1), 292–297. doi:10.4314/ahs.v16i1.38.
Anonim. (2013). Gangguan Telinga karena Benda Asing.Dari:
http://heldaupik.blogspot.com/2012/02/askep-gangguan-telinga-karena-
benda.html.
Anonim. (2013). Langkah Pertama Ketika Benda Asing Masuk Pada Telinga Anak.
Internet. Available:
https://plus.google.com/112811728148721842799/posts/8dERhftVnAM
.
Sulaifi, F. (2013). Benda Asing di Telinga. Internet. Available:
http://rumahusahaku.wordpress.com/2012/09/07/benda-asing-di-
telinga/
Yaroko, A., & Irfan, M. (2012). An annual audit of the ear foreign bodies in hospital
universiti sains malaysia. Malaysian family physician : the official journal of
the Academy of Family Physicians of Malaysia, 7(1), 2–5.
501
IRIGASI TELINGGA
A. PENGERTIAN
Irigasi Telinga adalah proses pembilasan saluran telinga eksternal dengan air
steril atau saline steril. Irigasi telinga adalah suatu cara untuk membersihkan
dan/atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.
B. TUJUAN
Irigasi telinga bertujuan untuk mengobati pasien yang mengeluh benda asing
atau cerumen (lilin telinga) impaksi.
C. INDIKASI
1. Pada pasien dengan impaksi serumen.
2. Adanya benda asing dalam telinga.
D. KONTRAINDIKASI
1. Infeksi membran timpani.
2. Gendang telinga berlubang, irigasi tidak digunakan karena air bisa memasuki
telinga bagian dalam.
E. KOMPLIKASI
1. Ruptur membran timpani.
2. Kehilangan pendengaran.
3. Trauma/injury kanal telinga dalam.
4. Vertigo, mual, nyeri selama dan setelah prosedur. Bila pasien mengeluh
vertigo, mual dan nyeri stop segera, kemudian ulangi lagi dan pastikan
tekanan dan temperatur air yang digunakan cocok atau tidak terlalu panas.
503
Mekanisme Irigasi Telinga
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spuit/irigator
Air hangat suhu 370C
Bengkok
Handuk
Lampu kepala
Otoskop
Sarung tangan
Termometer
Kapas/kassa
Perlak
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
504
4. Tahap Kerja
Pakai sarung tangan.
Kaji dan periksa telinga dengan menggunakan otoskop.
Pasang lampu kepala.
Atur posisi pasien tidur agak miring atau duduk tegak dengan kepala
miring dengan posisi telinga yang akan dirawat di bagian atas.
Meletakan perlak kemudian handuk di sekitar bahu dan letakan bengkok
di bawah telinga.
Isikan cairan irigasi ke dalam spuit/irigator, cairan disesuaikan dengan
temperatur tubuh, cek dengan pergelangan tangan bagian
dalam/gunakan termometer.
Masukan cairan ke dalam telinga (Daun telinga ditarik ke belakang,
semprotkan cairan secara perlahan).
Atur posisi miring dengan posisi telinga yang dirawat berada di bawah
untuk membantu pengeluaran cairan.
Setelah irigasi, inspeksi kanal telinga untuk melihat kemajuan dari
tindakan atau cek cairan irigasi yang keluar dari serumen atau benda-
benda asing.
Ulangi irigasi sesuai kebutuhan, istirahatkan pasien di antara irigasi.
Keringkan telingan dengan kapas, taruh kapas 5-10 menit untuk absorb
dari kemungkinan lembab.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Rapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
505
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
IRIGASI TELINGGA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT 5
1. Spuit/irigator
2. Air hangat suhu 370C
3. Bengkok
4. Handuk
5. Lampu kepala
6. Otoskop
7. Sarung tangan
8. Termometer
9. Kapas/kassa.
10. Perlak
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar.
1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Pakai sarung tangan. 2
2. Kaji dan periksa telinga dengan menggunakan 3
otoskop.
3
3. Pasang lampu kepala.
4. Atur posisi pasien tidur agak miring atau duduk 4
tegak dengan kepala miring dengan posisi
telinga yang akan dirawat di bagian atas.
5. Meletakan perlak kemudian handuk di sekitar
2
bahu dan letakan bengkok di bawah telinga.
6. Isikan cairan irigasi ke dalam spuit/irigator,
cairan disesuaikan dengan temperatur tubuh, 3
cek dengan pergelangan tangan bagian
dalam/gunakan termometer.
506
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
7. Masukan cairan ke dalam telinga (daun telinga 4
ditarik ke belakang, semprotkan cairan secara
perlahan).
3
8. Atur posisi miring dengan posisi telinga yang
dirawat berada di bawah untuk membantu
pengeluaran cairan.
9. Setelah irigasi, inspeksi kanal telinga untuk 3
melihat kemajuan dari tindakan atau cek cairan
irigasi yang keluar dari serumen atau benda-
benda asing.
10. Ulangi irigasi sesuai kebutuhan, istirahatkan 3
pasien diantara irigasi.
11. Keringkan telingan dengan kapas, taruh kapas 5-
2
10 menit untuk absorb dari kemungkinan
lembab.
E Tahap Terminasi 1
1. Buka sarung tangan. 1
2. Rapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2013). Sumbatan di Telinga Luar. Internet. Available:
http://m.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=3330
Lotterman, S., &Sohal, M. (2019). Ear Foreign Body Removal.. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459136/
Loveman, E., Gospodarevskaya, E., Clegg, A., Bryant, J., Harris, P., Bird, A., … Coppin,
R. (2011). Ear wax removal interventions: a systematic review and
economic evaluation. The British journal of general practice : the journal of
507
the Royal College of General Practitioners, 61(591), e680–e683.
doi:10.3399/bjgp11X601497
Schumann, J. A., Pfleghaar, N. (2019). Ear Irrigation.. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-.Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459335/
Sulaifi, F. (2013). Benda Asing di Telinga. Internet. Available:
http://rumahusahaku.wordpress.com/2012/09/07/benda-asing-di-
telinga/
Wright T. (2015). Ear wax. BMJ clinical evidence, 2015, 0504.
508
IRIGASI MATA
A. PENGERTIAN
Irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan
benda asing dari mata.
B. TUJUAN
Irigasi mata bertujuan untuk membersihkan dan mengeluarkan benda asing
dari dalam mata.
C. INDIKASI
1. Cedera kimiawi pada mata.
2. Benda-benda asing pada mata.
3. Inflamasi mata.
D. KONTRA INDIKASI
Adanya luka terbuka pada mata.
F. GEJALA
Gejala yang bisa muncul bila ada benda asing yang masuk ke mata adalah
seperti:
1. Pandangan kabur
2. Mata merah
3. Nyeri
509
4. Berair
5. Tidak enak pada mata
6. Bengkak
510
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Spuit/irigator
Cairan irigasi (air streril/NaCL/cairan khusus)
Bengkok
Perlak/alas
Kapas basah/bola kapas
Sarung tangan steril
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
4. Tahap Kerja
Pasang perlak pada dada sampai bahu pasien.
Atur posisi pasien: tidur dengan kepala agak dimiringkan ke samping/
duduk dengan kepala agak di ekstensikan dan dimiringkan.
Tempatkan bengkok di bawah mata yang akan di irigasi.
Pakai sarung tangan.
Cuci kelopak mata dengan kapas basah dari arah luar ke dalam.
Isi spuit/irigator dengan cairan irigator.
Buka kelopak mata dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk, atau tahan
kelopak mata ke bawah, kemudian tahan kelopak mata atas.
Semprotkan cairan perlahan-lahan dari arah dalam (dekat hidung) ke
luar.
Irigasi sampai cairan yang meninggalkan mata bersih (tidak ada kotoran)
atau sampai semua cairan telah digunakan.
Anjurkan pasien untuk menutup dan menggerakkan mata secara periodik.
Penutupan dan pergerakan mata membantu pergerakan pergerakan
sekresi dari kantung konjunctiva atas ke bawah.
511
Keringkan sekitar mata dengan bola kapas.
Berikan obat tetes mata atau salep mata.
Pasang perban mata jika diperlukan.
5. Tahap Terminasi
Buka sarung tangan.
Merapikan pasien.
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
IRIGASI MATA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Spuit/irigator 5
2. Cairan irigasi (air streril/NaCL/cairan khusus)
3. Bengkok
4. Perlak/alas
5. Kapas basah/bola kapas
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data dan program 1
pengobatan pasien. 1
2. Mencuci tangan.
1
3. Mempersiapkan dan menempatkan alat di dekat
pasien.
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada 2
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan
dilakukan. 1
D Tahap Kerja
1. Pasang perlak pada dada sampai bahu pasien. 2
2. Atur posisi pasien: tidur dengan kepala agak 3
dimiringkan ke samping/ duduk dengan kepala
agak di ekstensikan dan dimiringkan.
512
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
3. Tempatkan bengkok di bawah mata yang akan di 2
irigasi.
4. Pakai sarung tangan.
2
5. Cuci kelopak mata dengan kapas basah dari arah
luar ke dalam.
6. Isi spuit/irigator dengan cairan irigator. 3
7. Buka kelopak mata dibuka dengan ibu jari dan jari 4
telunjuk, atau tahan kelopak mata ke bawah,
kemudian tahan kelopak mata atas.
8. Semprotkan cairan perlahan-lahan dari arah dalam 3
(dekat hidung) ke luar.
9. Irigasi sampai cairan yang meninggalkan mata 3
bersih (tidak ada kotoran) atau sampai semua
cairan telah digunakan.
10. Anjurkan pasien untuk menutup dan
menggerakkan mata secara periodik. Penutupan 3
dan pergerakan mata membantu pergerakan
pergerakan sekresi dari kantung konjunctiva atas
ke bawah.
11. Keringkan sekitar mata dengan bola kapas. 2
12. Berikan obat tetes mata atau salep mata. 3
13. Pasang perban mata jika diperlukan. 2
E Tahap Terminasi
1. Buka sarung tangan. 1
2. Merapikan pasien. 1
3. Membereskan alat-alat.
1
4. Berpamitan dengan pasien.
5. Mencuci tangan. 1
6. Dokumentasi keperawatan. 1
1
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
513
K. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2013). Bila Benda Asing Masuk ke Dalam Tubuh. Dari:
http://home.arcor.de/kharisma/education/education_kst_P3K_4.htm
Anonim. (2013). Eye, Ear, and Nose Injuries. Internet. Available:
http://nursing411.org/Courses/MD0547_Ear_Nose_Injuries/1-
04_Ear_Nose.html
Chau, J. P., Lee, D. T. and Lo, S. H. (2012), A Systematic Review of Methods of Eye
Irrigation for Adults and Children with Ocular Chemical Burns. Worldviews
on Evidence‐Based Nursing, 9: 129-138.
Eye Surgery Associates (ESA). (2013). Eye Watering and Tear Duct Surgery ("DCR").
Internet. Available:
http://www.eyesurgery.com.au/index.php?id=watering_eye
O'Malley, G. F., Fasano, C., Dominici, P., &Aguilera, E. (2008). Eye irrigation is more
comfortable with a lidocaine: containing irrigation solution compared with
normal saline. J Trauma, 64(5):1360-2.
Pramudiantari, L. (2013). Trauma Pada Mata. Internet. Available:
http://pramudiantari.blogspot.com/2011/05/trauma-pada-mata.html
Stevens S. (2016). How to irrigate the eye. Community eye health, 29(95), 56.
514
PEMERIKSAAN KETAJAMAN MATA
(SNALEN CHART)
A. PENGERTIAN
Suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ketajaman penglihatan
mata dengan menggunakan kartu snaken chat. Kartu Snellen adalah sederetan
huruf dengan ukuran berbeda & bertingkat, serta disusun dalam baris
mendatar.
B. TUJUAN
Memeriksa ketajaman mata pasien.
C. MANFAAT
Dapat digunakan untuk diagnosa gangguan refraksi mata.
D. INDIKASI
1. Myopia (rabun jauh)
2. Hipermetropia (rabun dekat)
3. Astigmatisma (silinder)
4. Presbyopia (rabun tua)
515
E. GAMBAR SNALEN CHART
Jarakbac
a
Jarakbac
a orang
normal
516
Pemeriksaan Tanpa Penutup Mata
4. Posisikan pasien, boleh dalam keadaan duduk atau berdiri, pada jarak 6
meter dari grafik.
5. Pengujian dilakukan pada setiap mata secara terpisah – mata ‘buruk’ yang
pertama diperiksa.
6. Minta pasien untuk memakai kacamatanya (jika pasien menggunakan
kacamata), tutup mata yang tidak diperiksa (baik menggunakan penutup
mata atau meminta pasien menutupnya dengan menggunakan tangannya),
dan mulai membaca grafik Snellen, deretan huruf dibaca dari kanan ke kiri
dan dimulai dari huruf paling besar atas atas ke bawah.
7. Baris terkecil yang bisa dibaca oleh pasien akan dinyatakan sebagai fraksi
(bilangan per), misalnya 6/18 atau 6/24. Angka di atas per merujuk pada
jarak grafik dari pasien (6 meter) dan angka yang di bawah per adalah jarak
dalam meter di mana seseorang tanpa penurunan visus harus dapat melihat
grafik dengan baik.
8. Dalam dokumentasi pasien, catat visus untuk setiap mata. Catat juga apakah
pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa koreksi (kacamata), misalnya:
Visus kanan = 6/18 (dengan koreksi) Visus kiri = 6/24 (dengan
koreksi)
9. Jika pasien tidak dapat membaca huruf terbesar (paling atas) pada jarak 6
meter, majukan pasien lebih dekat, satu meter pada satu waktu, sampai huruf
517
paling atas dapat dilihat – Visus kemudian akan dicatat dengan angka 5/60
atau 4/60, dan lain-lain.
10. Jika huruf paling atas tidak dapat dibaca pada jarak 1 meter (1/60),
gunakan jari Anda pada berbagai jarak kurang dari 1 meter dan minta apakah
pasien dapat menghitungnya. Ini dicatat sebagai penghitungan jari (CF).
Catat sebagai: Visus = Penghitungan jari.
11. Jika pasien tidak bisa menghitung jari, lambaikan tangan Anda dan minta
apakah pasien dapat melihatnya. Ini dicatat sebagai gerakan tangan. Catat
sebagai: Visus = Lambaian tangan.
12. Jika pasien tidak bisa melihat gerakan tangan, beri sinar senter ke arah
matanya dari arah empat kuadran. Dokumentasikan pada kuadran yang
relevan, dapat menggunakan kode seperti Persepsi Cahaya (PC atau √), atau
Persepsi Cahaya Negatif (PCN atau X). Catat seperti contoh pada gambar di
bawah ini:
G. INTEPRETASI HASIL
Orang normal dapat membaca 6 baris pada jarak 6 meter yang berarti visus 6/6.
Angka 6 yang di atasd merupakan jarak pasien dengan kartu snellen, sedangkan
angka 6 yang di bawah adalah huruf yang dapat dibaca oleh orang normal.
Mata normal bisa membaca huruf pada baris delapan atau disebut juga
baris “20/20”.
Maksudnya, orang dengan ketajaman “20/20” bisa melihat detail benda dari
jarak 20 kaki (enam meter).
Orang dengan ketajaman “20/40” mesti mendekat hingga 10 kaki (tiga
meter) agar bisa melihat benda yang sama.
518
H. TAJAM PENGLIHATAN
Orang dewasa : 6/6 atau 20/20
Usia 9 bulan : 20/200
Usia 1 tahun : 20/100
Usia 2 tahun : 20/40
Usia 3 tahun : 20/30
Usia 5 tahun : 20/20
I. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Snalen chart
Kursi duduk
3. Tahap Orientasi
Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Tempelkan snalen chart pada bidang rata/dinding sejajar pandang
pasien.
Persilahkan pasien untuk duduk dikursi/berdiri pada jarak 6 meter dari
snalen chart.
519
Minta pasien agar menurup mata sebelah kiri dengan tangan (anjurkan
agar tidak menekan).
Tunjuk huruf dan anurkan pasien agar menyebutkan huruf apakah yang
ditunjuk pemeriksa (pembacaan huruf dimulai dari deretan huruf yang
terbesar sampai deretan huruf yang masih dapat dibaca pasien).
Catat jarak deretan huruf yang masih dapat dibaca pasien.
Ulangi pemeriksaan untuk mata sebelah kiri, dengan menutup mata
sebelah kanan.
Menyimpulkan hasil pemeriksaan.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan
J. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN KETAJAMAN MATA (SNALEN CHART)
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Snalen chart 1
2. Kursi duduk 1
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Mempersiapkan alat.
1
C Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 1
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
520
D Tahap Kerja 3
1. Tempelkan snalen chart pada bidang
rata/dinding sejajar pandang pasien. 5
2. Persilahkan pasien untuk duduk di kursi/berdiri
pada jarak 6 meter dari snalen chart.
3. Minta pasien agar menurup mata sebelah kiri 5
dengan tangan (anjurkan agar tidak menekan).
4. Tunjuk huruf dan anurkan pasien agar 6
menyebutkan huruf apakah yang ditunjuk
pemeriksa (pembacaan huruf dimulai dari
deretan huruf yang terbesar sampai deretan
huruf yang masih dapat dibaca pasien). 6
5. Catat jarak deretan huruf yang masih dapat
dibaca pasien.
5
6. Ulangi pemeriksaan untuk mata sebelah kiri,
dengan menutup mata sebelah kanan. 7
7. Menyimpulkan hasil pemeriksaan.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
K. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2012). Panduan Skill's Lab Blok 3.6 FKUA Pemeriksaan Fisus Mata.
Internet. Available:
http://catatanmahasiswafk.blogspot.co.id/2012/05/pemeriksaan-visus-
mata.html
Bruce, B. B., & Newman, N. J. (2010). Functional Visual Loss. Neurol Clin, 28(3): 789–
802.
Currie, Z., Bhan, A., Pepper, I. (2000). Reliability of Snellen charts for testing visual
acuity for driving: prospective study and postal questionnaire. BMJ,
321(7267): 990–992.
Falkenstein, I. A, Cochran, D. E., Azen SP, et al. (2008). Comparison of Visual Acuity
in Macular Degeneration Patients Measured with Snellen and Early
521
Treatment Diabetic Retinopathy Study Charts. Ophthalmology, 115(2):
319–23.
Ghasemi, M., Yazdi, S. H. H., Heravian, J, et al. (2015). Comparison of Visual Status of
Iranian Military and Commercial Drivers. Iran Red Crescent Med J, 17(4):
e19751.
Kaiser, P. K. (2009). Prospective Evaluation of Visual Acuity Assessment: A
Comparison of Snellen Versus ETDRS Charts in Clinical Practice (An AOS
Thesis). Trans Am Ophthalmol Soc, 107: 311–24.
522
TES BUTA WARNA
A. PENGERTIAN
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel
kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu yang disebabkan
oleh faktor genetis ataupun karena faktor didapat (trauma, penyakit efek obat dll).
Saraf sel pada retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam dan putih,
serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya. Buta warna terjadi ketika
syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan, terutama sel kerucut. Tes
buta warna adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
ketidakmampuan seseorang untuk membedakan warna-warna tertentu
B. TUJUAN
Tes buta warna bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami
ketidakmampuan dalam membedakan warna-warna tertentu.
C. INDIKASI
1. Anak berusia sekitar 4-5 tahun sebagai scrining dini. Pengalaman belajar
seorang anak akan terganggu bila mengalami buta warna, itu sebabnya
sangat penting untuk mengenali buta warna sejak awal.
2. Seseorang yang akan melanjutkan pendidikan tinggi.
3. Indikasi lainnya sesuai kebutuhan.
D. KLASIFIKASI
Pembagian dari buta warna terbagi menjadi dua yaitu :
1. Buta Warna Total
Seorang yang menderita buta warna jenis ini maka dia hanya bisa mengenali
dua warna saja yaitu warna hitam dan warna putih. Hal ini disebabkan oleh
karena tidak adanya pigmen warna pada retina.
523
2. Buta Warna Parsial
Seorang penderita buta warna parsial mengalami defisiensi (kekurangan)
pigmen sel warna di dalam sel retina matanya. Sehingga akan mengalami
kesulitan dalam membedakan warna-warna tertentu.
Selain dari hal tersebut di atas, didalam dunia medis kedokteran ada
juga pembagian klasifikasi buta warna yang terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Trikomasi
Buta warna jenis trikomasi adalah perubahan sensitifitas warna dari satu
jenis atau lebih sel kerucut. Jenis buta warna ini paling sering dialami
dibandingkan jenis buta warna lainnya. Ada tiga macam trikomasi yaitu:
Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah.
Deuteromali yaitu kelemahan warna hijau.
Tritanomali yaitu kelemahan warna biru.
2. Dikromasi
Dikromasi merupakan tidak adanya satu dari 3 jenis sel kerucut, tediri atas:
Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga
kecerahan warna merah dan perpaduannya berkurang.
Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap hijau.
Tritanopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka untuk warna biru.
3. Monokromasi
Monokromasi ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua
penglihatan warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis
tipikal dan sedikit warna pada jenis atipikal. Jenis buta warna ini
prevalensinya sangat jarang.
E. DIAGNOSIS
Buta warna dapat dites dengan tes Ishihara yang menggunakan lingkaran-
lingkaran berwarna yang dibuat dengan tulisan tertentu yang hanya dapat dilihat
atau tidak dapat dilihat oleh penderita buta warna.
524
Cara pemeriksaan ishihara ini adalah dengan cara seseorang disuruh untuk
melihat kumpulan angka berwarna yang sudah dibentuk sedemikian rupa. Bila
seseorang tersebut tidak dapat menyebutkan angka yang tertera dalam buku
tersebut maka dapat dipastikan seseorang tersebut menderita buta warna.
Contoh salah satu kartu Ishihara terlihat pada di bawah ini. Pada buta warna
total tidak dapat melihat apa-apa. Pada orang normal, untuk gambar A akan terlihat
jelas dan menyebutkan angka “74”, sedangkan pada penderita buta warna merah-
hijau menyebutkan angka “21”. Pada gambar B, orang normal akan menyebutkan
angka “42”, sedangkan pada penderita protanopia akan menyebutkan ”2”, dan pada
penderita deuteranopia akan menyebutkan angka ”4”.
F. CARA PEMERIKSAAN
Tes Ishihara didesain agar dapat dilihat dengan jelas dengan cahaya ruangan.
Sinar matahari langsung atau penggunaan cahaya lampu mengakibatkan
ketidaksesuaian hasil karena perubahan pada bayangan warna yang nampak.
Namun, bila mudah nyaman hanya dengan menggunakan cahaya lampu, dapat
ditambahakan cahaya lampu tersebut sampai menghasilkan efek cahaya seperti
cahaya alami. Kartu diletakkan pada jarak 75 cm dari pasien sehingga bidang
kertasnya pada sudut yang tepat dengan garis penglihatan. Angka-angka yang
terlihat pada kartu disebutkan, dan setiap jawaban diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 3 detik. Jawaban masing-masing kartu dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini.
525
Tidak perlu semua kasus menggunakan seluruh seri dalam kartu tersebut.
Kartu no 12, 13 dan 14 dapat diabaikan jika tes dirancang sekedar untuk
membedakan gangguan persepsi warna dari yang normal.
Sebagai evaluasi dari pembacaan kartu-kartu 1 s.d. 11 menunjukkan normal
atau gangguan penglihatan warna. Jika 10 atau lebih kartu yang terbaca dengan
normal, penglihatan warna pasien tersebut normal. Jika hanya 7 kartu atau kurang
yang dibaca normal, dianggap terjadi defisiensi penglihatan warna. Namun,
merujuk pada kartu no 9, hanya yang membaca angka 2 dan membacanya dengan
mudah dibandingkan kartu no 8, dianggap abnormal.
G. PROSEDUR TINDAKAN
1. Alat dan Bahan
Buku Ishihara
Alat tulis
2. Tahap Pra Interaksi
Melakukan verifikasi data pasien
Mencuci tangan
Mempersiapkan alat
526
3. Tahap Orientasi
Mengucapkan salam sebagai pendekatan terapeutik.
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien.
Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan.
4. Tahap Kerja
Gunakan ruangan yang cukup dengan cahaya matahari (bila dengan
cahaya listrik atau lainnya akan mempengaruhi hasil pembacaan, sebab
hal itu akan dapat merubah warna yang ada di buku ishihara).
Menanyakan pada pasien apakah menggunakan kacamata atau lensa
kontak dan mempersilahkan menggunakannya apabila pasien biasa
menggunakan alat bantu tersebut.
Tutup salah satu mata dengan penutup mata atau dengan menggunakan
telapak tangan tapi tidak menekan bola mata.
Meletakkan buku kartu snellen pada jarak 75 cm dari pandangan mata
pasien dan tak boleh digerak-gerakkan.
Meminta pasien membaca satu persatu angka yang terlihat pada halaman
kartu snellen maksimal 3 detik untuk tiap kartu.
Memperhatikan dengan seksama apakah pasien dapat membaca dengan
tepat atau apakah terjadi gangguan penglihatan dan catat kesalahan yang
ditemukan.
Ulangi prosedur tersebut untuk mata yang satunya.
Cata hasil pemeriksaan dan cocokkan hasil tes dengan tabel pada kartu
Ishihara untuk menentukan tipe kebutaan.
5. Tahap Terminasi
Membereskan alat-alat.
Berpamitan dengan pasien.
Mencuci tangan.
Dokumentasi keperawatan.
527
H. DAFTAR TILIK
DAFTAR TILIK STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PEMERIKSAAN BUTA WARNA
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
A ALAT
1. Buku Pseudochromatis Ishihara 5
2. Alat tulis
B Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada. 1
2. Mencuci tangan. 1
3. Membawa alat ke dekat pasien dengan benar.
1
C Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam sebagai pendekatan 1
terapeutik. 2
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga/pasien.
3. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan 1
dilakukan.
D Tahap Kerja
1. Gunakan ruangan yang cukup dengan cahaya 4
matahari (bila dengan cahaya listrik atau lainnya
akan mempengaruhi hasil pembacaan, sebab hal itu
akan dapat merubah warna yang ada di buku
ishihara).
2. Menanyakan pada pasien apakah menggunakan 4
kacamata atau lensa kontak dan mempersilakan
menggunakannya apabila pasien biasa
menggunakan alat bantu tersebut.
3. Tutup salah satu mata dengan penutup mata atau 4
dengan menggunakan telapak tangan tapi tidak
menekan bola mata
4. Meletakkan buku kartu snellen pada jarak 75 cm
4
dari pandangan mata pasien dan tak boleh digerak-
gerakkan.
5. Meminta pasien membaca satu persatu angka yang 5
terlihat pada halaman kartu snellen maksimal 3
detik untuk tiap kartu.
6. Memperhatikan dengan seksama apakah pasien
dapat membaca dengan tepat atau apakah terjadi 4
gangguan penglihatan dan catat kesalahan yang
ditemukan.
7. Ulangi prosedur tersebut untuk mata yang satunya.
4
528
NILAI
No. ASPEK YANG DINILAI BOBOT
0 1 2
8. Cata hasil pemeriksaan dan cocokkan hasil tes 5
dengan tabel pada kartu Ishihara untuk
menentukan tipe kebutaan.
E Tahap Terminasi 1
1. Membereskan alat-alat. 1
2. Berpamitan dengan pasien. 1
3. Mencuci tangan.
1
4. Dokumentasi keperawatan.
Total 50
Keterangan:
0: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan.
1: Langkah kerja atau kegiatan tidak dilakukan dengan benar atau tidak sesuai urutan.
2: Langkah kerja atau kegiatan dilakukan dengan benar.
I. DAFTAR PUSTAKA
Birch, J. (1997), Efficiency of the Ishihara test for identifying red‐green colour
deficiency. Ophthalmic and Physiological Optics, 17: 403-408.
CPC. (2008). Commission on Paraoptometric Certification CPOT Practical
Examination. St.Louis.
Gordon N. (1998). Colour blindness.Public Health, 112(2):81-4.
Ishihara S. (1994). Ishihara’s Test for Colour-Blindness. Japan: Kanehara & Co.Ltd.
Wikipedia. (2014). Buta Warna. Internet. Available;
https://id.wikipedia.org/wiki/Buta_warna.
529
GLOSARIUM
A
Anamnesa : suatu pengambilan data yang dilakukan
oleh seorang dokter maupun perawat
dengan cara melakukan serangkaian
wawancara dengan pasien atau keluarga
pasien atau dalam keadaan tertentu
dengan penolong pasien
Asistes : penumpukan cairandi rongga perut
Atelektasis : pengembangan paru-paru yang tidak
sempurna
Auskultasi : tindakan mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam
organ dan jaringan tubuh
B
Bell,s palsy : kelumpuhan atau kelemahan pada salah
satu sisi otot di wajah yang yang bersifat
sementara sehingga wajah terlihat
“merot”
Bronkodilator : sebuah substansi obat yang dapat
memperlebar luas permukaan bronkus
dan bronkiolus pada paru-paru.
531
C
Choking : suatu keadaan masuknya benda asing ke
dalam jalan napas atas sehingga
menimbulkan gawat napas.
Colostomy : pembuatan sebuah lubang di dinding
abdomen untuk mengeluarkan feses.
Crackel : bunyi napas seperti retakan/pecahan
Cross infection : perpindahan bakteri berbahaya dari satu
orang, objek, atau tempat ke tempat lain,
atau dari satu bagian tubuh ke bagian lain
D
Dekubitus : suatu keadaan kerusakan jaringan
setempat yang disebabkan oleh iskemia
pada kulit (kutis dan sub-kutis) akibat
tekanan dari luar yang berlebihan
Disrithmia : kelainan ireguler dari denyut atau irama
jantung yang disebabkan oleh
pembentukan impuls yang abnormal dan
kelainan konduksi impuls atau keduanya.
E
Edema : pembengkakan pada anggota tubuh yang
terjadi karena penimbunan cairan di
dalam jaringan
Ekspansi paru : pengembangan paru-paru yang terjadi
ketika bernapas
Ekskursi diafragma : teknik perkusi yang digunakan untuk
menentukan ke dalaman gerakan
diafragma antara inspirasi dan ekspirasi
dengan cara meletakkan kedua telapak
532
tangan pada dinding dada posterior, jari-
jari disepanjang sisi lateral selubung iga
(rib cage) dan ibu jari disepanjang costa,
lalu meminta klien mengambil napas
dalam, dan amati pergerakan kedua
tangan,normalnya gerakan simetris
kanan kiri
Ekstraksi oksigen : oksigen yang diambil di jaringan (O2
uptake)
Exopthalmus : mata terdorong ke arah depan atau
menonjol karena proses mekanis
retroorbital
F
Fremitus tractile : vibrasi atau getaran yang dirasakan di
luar dinding dada saat klien bicara
G
Gagging : suatu kontraksi dari otot konstriktor di
faring karenaadanya stimulasi dari
reseptor sensori di soft palate oleh
rasangan fisik maupun kimiawi yang
533
menyebabkan sensasi atau
rasa tersumbat di tenggorokan
Diabetes gestasional : diabetes yang muncul pada masa
kehamilan, dan hanya berlangsung
hingga proses melahirkan
Glukoneogenesis : sintesis glukosa dari senyawa bukan
karbohidrat, misalnya asam laktat dan
beberapa asam amino. Proses tersebut
berlangsung di dalam hati.
Grunting : bunyi napas seperti rintihan yang
disebabkan oleh penutupan glotis yang
tiba-tiba selama ekspirasi
H
Heart rate : laju denyut jantung
Hematome : dikenal juga dengan memar/lebam, yaitu
penumpukan darah diluar pembuluh
darah yang terjadi karena adanya
pembuluh darah yangrusak
Hemoptysis : batuk berdarah atau kejadian dimana
darah dikeluarkan dari mulut
Hemosiderosis : akumulasi zat besi dalam tubuh atau
jaringan
Heterophoria : keadaan kedudukan bolamata yang
normal namun akan timbul
penyimpangan (deviasi) jika reflek fusi
diganggu.
Hipertiroidisme : kondisi ketika kadar hormon tiroksin di
dalam tubuh sangat tinggi.
Hipoksemia : tingkat oksigen dalam darah lebih rendah
dari tingkat normal.
Hipoksia : suatu kondisi di mana jaringan tubuh
kekurangan oksigen.
534
I
Ikterik : warna kuning yang tampak pada kulit
dan mukosa karena adanya bilirubin
pada jaringan tersebut akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah
Inkontinensia : kondisi di mana seseorang tidak dapat
mengontrol buang air kecil
Inspeksi : pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan
Intake parenteral : suatu bentuk pemberian nutrisi yang
diberikan langsung melalui pembuluh
darah tanpa melalui saluran pencernaan
Intermitten : suatu gejala nyeri otot yang terjadi saat
Claudication aktivitas ringan seperti sakit, kram, mati
rasa atau rasa lelah dan hilang dengan
istirahat.
Invisible Water Loss : hilangnya cairan melalui proses difusi
melalui kulit dan proses evaporasi
melalui pernapasan.
Iritable bowel : penyakit pencernaan yang memengaruhi
syndrom kerja usus besar yang ditandai dengan
gejala sakit perut, kembung,
sembelit/diare, atau keduanya
K
Ketoasidosis : salah satu komplikasi akut Diabetes
Melitus yang terjadi disebabkan karena
kadar glukosa pada darah sangat tinggi
yaitu antara 250-600 mg/dl
Krepitasi : bunyi gemeretak atau derik yang dapat
muncul akibat gesekan ujung-ujung
tulang patah.
535
L
Lipogenesis : pembentukan lemakyang terjadi di dalam
hati yang berasal dari glukosa yang tidak
digunakan
M
Manubrium : tulang berbentuk segitiga yang berada di
atas badan sternum
Monokromasi : hilangnya atau berkurangnya semua
penglihatan warna, sehingga yang
terlihat hanya putih dan hitam
Mukolitik : golongan obat yang bekerja dengan cara
memecah ikatan kimia mukoprotein dan
mukopolisakarida pada dahak sehingga
dahak menjadi lebih encer dan tidak
lengket
N
Nystagmus : pergerakan mata yang tidak terkendali,
berupa gerakan naik-turun, memutar
atau ke kiri dan ke kanan
O
Oklusi arteri : penyumbatan suplai darah dalam arteri
Opthalmoplegic : kelumpuhan atau kelemahan otot mata
Otalgia : nyeri pada telinga
P
Palpasi : pemeriksaan dengan menggunakan
indera peraba dengan meletakkan tangan
pada bagian tubuh yang dapat di jangkau
tangan
536
Peristaltic usus : gerakan meremas-remas pada dinding
usus yang berfungsi untuk mengerakan
makanan
Perkusi : pemeriksaan yang meliputi pengetukan
permukaan tubuh unutk menghasilkan
bunyi yang akan membantu dalam
membantu penentuan densitas, lokasi,
dan posisi struktur di bawahnya.
Petechiae : bercak merah kecil pada permukaan kulit
yang disebabkan karena darah dari
dalam kapiler keluar dan merembes ke
dalam jaringan sekitarnya
Pigmentasi : perubahan warna pada area kulit
tertentu yang mengakibatkan warna kulit
tampak tidak rata
Polidipsi : gejala kelainan metbolik yang ditandi
dengan rasa haus yang terus menerus
Polifagi : gejala kelainan metbolik yang ditandi
dengan rasa lapar yang terus menerus
Polip : hipertrofi atau pemberasan jaringan oleh
karea terisi cairan interselular
Poliuri : gejala kelainan metbolik yang ditandi
dengan meningkatnyafrekuensi
diuresis/buang air kecil
Prolaps uteri : turunnya rahim beserta jaringan
penunjangnya ke dalam liang atau rongga
vagina, kondisi ini disebabkan karena
otot dasar dan jaringan ikat (ligamen)
dari pelvis melemah
Ptosis : kondisi yang menyebabkan kelopak mata
bagian atas turun dan menutup bola mata
Pus : suatu cairan hasil proses peradangan
yang terbentuk dari sel-sel leukosit
537
R
Reabsorbsi : proses penyerapan kembali
Reaksi anafilaksis : suatu reaksi alergi berat yang terjadi
secara tiba-tiba yang ditandai dengan
gejala ruam gatal, pembengkakan
tenggorokan, dispnea, muntah, kepala
terasa ringan, dan tekanan darah rendah
Restenosis : respon penyembuhan arteri setelah
perlukaan yang terjadi selama
revaskularisasi koroner transluminal
Ronchi : suara tambahan dari pernapasan yang
dihasilkan melalui saluran napas yang
berisi sekret atau akibat saluran napas
yang menyempit yang terdengar seperti
adanya bunyi gelembung udara yang
melewati cairan terutama pada fase
inspirasi
S
Sardonicus : keadaan kejang pada otot-otot wajah
yang sangat khas, abnormal, dan
berkelanjutan sehingga wajah nampak
berseringai.
Sekret : istilah yang digunakan dalam menunjuk
senyawa dengan substansi tertentu yang
dihasilkan oleh kelenjar.
Sianosis : tanda fisik berupa kebiruan pada kulit
dan selaput lendir, seperti pada mulut
atau bibir yang terjadi akibat rendahnya
kadar oksigen dalam sel darah merah
Speculum : sebuah alat yang berfungsi untuk
memperluas bagian tubuh yang sempit
Sputtering : bicara gagap
538
Strabismus :
Stridor : bunyi napas yang terdengar kasar
Suction : tindakan pengisapan yang bertujuan
untuk mempertahankan jalan napas,
sehingga memungkinkan terjadinya
proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret dari
jalan napas
T
Tendenes : menumpuknya atau adanya zat (gas atau
cairan) di dalam perut yang
menyebapkan perut atau pinggang
mengembung melebihi ukuran normal,
seseorang yang mengalami kondisi ini
sering menggambarkannya sebagai
merasa kembung
Thrombosis : proses koagulasi dalam pembuluh darah
yang berlebihan sehingga menghambat
aliran darah, atau bahkan menghentikan
aliran tersebut.
Tindakan invasif : suatu tindakan medis yang langsung
dapat mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh pasien.
Tonus otot : ketegangan minimal suatu otot dalam
keadaan istirahat
Trauma : segala bentuk cedera fisik yang mengenai
bagian tubuh atau organ
U
Universal precaution : suatu tindakan kewaspadaan standar
yang dirancang untuk mengurangi risiko
infeksi penyakit menular pada petugas
539
kesehatan baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui
V
Vibrasi : suatu kegiatan kompresi dan
menggetarkan secara manual dinding
dada dengan tujuan menggerakkan secret
ke jalan napas yang besar
Violent : batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
paroxysms if coughing
Volume sekuncup : volume darah yang dipompa oleh jantung
dalam 1 menit.
W
Wheezing : suara pernapasan frekuensi tinggi
nyaring seperti siulan yang terdengar di
akhir ekspirasi.
540