Anda di halaman 1dari 13

- 696 -

LAMPIRAN XV
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2021
TENTANG
TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN
HUTAN DI HUTAN LINDUNG DAN HUTAN
PRODUKSI

PEDOMAN
PEMANENAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
YANG BERASAL DARI ALAM ATAU HASIL TANAMAN REHABILITASI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH),
persetujuan pengelolaan perhutanan sosial dan badan usaha milik negara
bidang kehutanan yang melakukan pemanfaatan/pemungutan Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang berasal dari alam atau hasil tanaman
rehabilitasi mengikuti metode pemanenan yang ditetapkan oleh Menteri.

B. Maksud dan Tujuan


Pedoman pemanenan HHBK ini dimaksudkan untuk memberikan arahan
teknis pelaksanaan kegiatan pemanenan HHBK yang berasal dari alam
atau hasil tanaman rehabilitasi.
Tujuannya untuk menjamin pemanfaatan/pemungutan HHBK yang
berasal dari alam atau hasil tanaman rehabilitasi tetap memperhatikan
kelestarian ekologi dan ekonomi.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini sebagai berikut:
1. Tata cara pemanenan bambu;
2. Tata cara pemanenan sagu;
- 697 -

3. Tata cara pemanenan rotan;


4. Tata cara pemanenan gaharu; dan
5. Tata cara pemanenan getah.

D. Pengertian
1. Pemanenan HHBK adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil
hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokok hutan.
2. Hasil Hutan Bukan Kayu yang berasal dari alam adalah komoditas
HHBK yang sudah tersedia secara alami.
3. Hasil Hutan Bukan Kayu yang berasal dari rehabilitasi adalah
komoditas HHBK yang berasal dari kegiatan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam
rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas, dan
peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.
- 698 -

BAB II
TATA CARA PEMANENAN

A. Tata Cara Pemanenan Bambu.


1. Maksud dan Tujuan.
Maksud dan tujuan pedoman kegiatan pemanenan bambu meliputi:
a. meningkatkan kesehatan rumpun bambu;
b. menghasilkan batang berkualitas secara berkelanjutan; dan
c. menciptakan kondisi hutan bambu lestari.
2. Tahapan Pemanenan.
Pemanenan bambu dilakukan melalui tahapan:
a. Penyusunan rencana pemanenan.
1) Peninjauan lapangan/ survei.
Pelaksana pemanenan mendatangi lokasi rumpun dan
melihat kondisi rumpun, jumlah keluarga rimpang dan
batang bambu. Rumpun bambu yang dapat dilakukan
pemungutan sebagai berikut:
1.1. pada 1 (satu) rumpun terdapat minimal 6 (enam)
keluarga rimpang; dan
1.2. pada 1 (satu) keluarga rimpang minimal terdapat 6
(enam) batang sehat.
dalam hal rumpun bambu yang dilakukan pemanenan
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1.1. dan angka 1.2. maka tidak diperkenankan
untuk memanen bambu dari rumpun bambu tersebut.
2) Pemberian tanda.
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, dilakukan
pemberian tanda/kode pada rumpun bambu dan
penentuan keluarga rimpang. Pemberian tanda
dimaksudkan untuk memberi informasi waktu (tahun)
pemanenan, nama pelaksana pemanenan, dan nomor
rumpun/nomor keluarga rimpang. Pemberian tanda
dilakukan dengan cara memberikan tanda atau kode
dengan menggunakan cat pada setiap batang bambu.
Penentuan perkiraan umur batang dilakukan dengan
mengenali kulit batang dengan ciri semakin tua cenderung
- 699 -

berwarna lebih gelap, permukaan kulit batang tertutup


lapisan lilin, dan bercak putih/bubuk jamur putih, serta
serat bambu berwarna coklat. Data kode setiap batang
dalam rumpun dicatat dan didokumentasikan dengan baik.
b. Pelaksanaan pemanenan.
Proses dan aktivitas pemanenan bambu, sebagai berikut:
1) Pemotongan batang
Pemanenan bambu dilakukan terhadap batang bambu
sesuai dengan tanda yang diberikan pada tahap
perencanaan. Pemanenan bambu dilakukan dengan cara
memotong bambu kira-kira di atas buku ketiga dari
permukaan tanah. Untuk meminimalisir kerusakan bambu
atau rumpun bambu disekitarnya, perlu ditentukan arah
rebah. Bambu yang sudah dipotong dibersihkan,
dikumpulkan dan dilakukan pencatatan.
2) Pembersihan rumpun.
Semua sampah sisa pemotongan disingkirkan dari rumpun.
Sub cabang dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan
bibit tanaman. Daun dapat dimanfaatkan sebagai mulsa,
pakan ternak, atau untuk keperluan lainnya.
3) Perlakuan tunggul bambu.
Perlakuan tunggul bambu agar kesehatan rumpun tetap
terjaga dan merangsang pertumbuhan rebung. Perlakuan
tunggul bambu dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara:
3.1. Merapihkan bekas pemotongan dan membuat celah
berbentuk “v” pada tunggul supaya air tidak
menggenang; dan
3.2. Melubangi tunggul dengan menggunakan linggis
hingga menembus buku terbawah dan mengisinya
dengan tanah yang telah dicampur pupuk untuk
mempercepat pembusukan tunggul sehingga
memberi ruang bagi munculnya rebung baru.
4) Penimbunan rimpang.
Menimbun rimpang dengan tanah dilakukan untuk
merangsang pertumbuhan anakan. Dalam proses
penimbunan, tanah dicampur dengan serasah/daun
bambu secara merata.
- 700 -

B. Tata Cara Pemanenan Sagu.


1. Maksud dan tujuan.
Maksud dan tujuan pedoman kegiatan pemanenan sagu meliputi:
a. menghasilkan batang sagu masak tebang yang berkualitas
secara berkelanjutan;
b. meningkatkan produksi tual sagu yang optimal; dan
c. menghindari kerusakan lingkungan.
2. Tahapan pemanenan.
Pemanenan sagu dilakukan melalui tahapan:
a. Peninjauan lapangan/survei.
Melakukan penandaan terhadap pohon sagu yang sudah masak
tebang, biasanya pohon sagu telah berumur 6-7 (enam sampai
dengan tujuh) tahun, dengan ciri-ciri fisiologis, bila ujung
batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga
dan pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian
luarnya/nyorong. Tinggi pohon 10-15 m (sepuluh sampai
dengan lima belas meter), diameter 60-70 cm (enam puluh
sampai dengan tujuh puluh sentimeter), tebal kulit luar 10 cm
(sepuluh sentimeter), dan tebal batang yang mengandung sagu
50-60 cm (lima puluh sampai dengan enam puluh sentimeter).
Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari
perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk, dan batang.
b. Pelaksanaan pemanenan.
Proses dan aktivitas pemanenan sagu dilakukan secara mekanis,
sebagai berikut:
1) perintisan jalur hauling dengan jarak antar jalur rintis 200
m (dua ratus meter) dengan panjang 750 m (tujuh ratus
lima puluh meter), dengan tetap memperhatikan kondisi
ekologi lahan terutama untuk menjaga permukaan tetap
basah;
2) pembukaan jalur hauling dengan lebar maksimal 4 m
(empat meter), pembukaan jalur hauling mengikuti jalur
rintis yang sudah dibuat;
3) pemanenan pohon sagu dilakukan dengan menggunakan
chainsaw. Pohon sagu yang telah diberi tanda adalah yang
bisa ditebang;
- 701 -

4) pengangkutan log ke jalur hauling dilakukan setelah


pemanenan pohon sagu. Sebelum diangkut, log dipotong
dengan ukuran 3 m (tiga meter);
5) pemuatan/loading log ke Tempat Pengumpulan (TPn).
Setelah log dengan ukuran 3 m (tiga meter) terkumpul di
jalur hauling kemudian dimuat ke sampan darat yang
berukuran 1.8 x 3 m (satu koma delapan kali tiga meter)
dengan kapasitas angkut 3-4 (tiga sampai dengan empat)
ton atau setara dengan 10 (sepuluh) log ukuran 3 m (tiga
meter). Sampan darat ditarik dijalur hauling menuju TPn;
6) pemotongan log menjadi tual setelah di TPn, log yang
berukuran 3 m (tiga meter), dipotong kembali dengan
ukuran 1 m (satu meter) tual menggunakan chainsaw
kemudian dilakukan pencatatan jumlah tual yang
diperoleh; dan
7) pemasangan pin dan perakitan tual.

C. Tata Cara Pemanenan Rotan.


1. Maksud dan tujuan.
Maksud dan tujuan pedoman kegiatan pemanenan rotan meliputi:
a. menghasilkan batang rotan berkualitas secara berkelanjutan;
b. menjaga kelestarian tanaman rotan; dan
c. menghindari kerusakan lingkungan.
2. Tahapan pemanenan.
Pemanenan rotan dilakukan melalui tahapan:
a. Peninjauan lapangan/survei.
Melakukan penandaan terhadap tanaman rotan yang sudah siap
panen. Usia panen rotan untuk keperluan komersial beraneka
ragam tergantung pada spesies rotan. Rotan dewasa dapat
mencapai panjang 20 m (dua puluh meter) bahkan 50–100 m
(lima puluh sampai dengan seratus meter) namun memiliki
batang yang sangat ramping. Pemanenan biasanya dilakukan
saat musim kemarau. Ciri rotan siap panen yaitu batangnya
sudah agak kekuning-kuningan, dagingnya kering, dan kulit
luar rotan sudah kering.
b. Pelaksanaan pemanenan.
Proses dan aktivitas pemanenan rotan, sebagai berikut:
- 702 -

1) cara memanen rotan adalah dengan memotong batang 0,3


– 2 m (tiga persepuluh sampai dengan dua meter) di atas
tanah dengan menggunakan parang kemudian ditarik ke
bawah;
2) pemanenan rotan dilakukan pada batang rotan yang sudah
siap panen, kemudian potong batang dewasa pada 10 cm
(sepuluh sentimeter) di atas akar dan hindari benturan
dengan batang lainnya;
3) tarik batang dari akarnya, potong lapisan bagian luar dari
akar kemudian tarik kembali. Potong tangkai batang rotan
sebelum menarik rotan;
4) kelompokan batang-batang rotan sesuai dengan ukurannya
kemudian diikat;
5) kumpulkan daun-daun dan sampah bekas pemanenan
rotan lainnya pada semak untuk pemupukan rotan; dan
6) batang-batang rotan yang telah dikelompokan dan diikat
kemudian diangkut ke tempat pengumpulan dan dilakukan
pencatatan.

D. Tata Cara Pemanenan Gaharu


1. Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan pedoman kegiatan pemanenan gaharu meliputi:
a. Menghasilkan resin/gubal gaharu yang berkualitas secara
berkelanjutan;
b. Meningkatkan produksi resin/gubal gaharu yang optimal; dan
c. Menghindari kerusakan lingkungan.

2. Tahapan pemanenan
Pemanenan gaharu dilakukan melalui tahapan:
a. Peninjauan lapangan/ survei.
Pemanenan gaharu yang didapat secara alami (tanpa inokulasi)
dengan memberi penandaan pohon yang sekiranya menurut
tanda-tanda sudah mengandung gubal gaharu, paling tidak
pohon tersebut sudah tampak kerusakan dan merana.
Tanda – tanda fisiologis yaitu:
1) Daun pada tajuk pohon mulai menguning secara bertahap,
mulai rontok dan berguguran;
- 703 -

2) Ranting mulai kelihatan karena dedaunan yang menguning


banyak rontok; dan
3) Kulit batang mulai mengering.
b. Pelaksanaan pemanenan
Dalam pemanenan gaharu, dapat dilakukan beberapa
cara/tahapan untuk mendapatkan hasil yang baik, sebagai
berikut:
1) jika pohon telah mati, dapat dilakukan penebangan
sekaligus dengan mengambil akarnya. Namun jika pohon
tersebut belum mati, dapat dilakukan pemilahan bagian
yang dapat diambil gaharunya;
2) pohon yang telah ditebang dibersihkan dan dipotong-
potong, selanjutnya potongan tersebut dibelah-belah. Pilih
dan bersihkan kayu yang mengandung damar wangi atau
gubal gaharu. Setelah itu, kikislah kayunya hingga
kelihatan gaharunya;
3) lakukan pengelompokan hasil kayu penghasil gaharu
tersebut sesuai kandungan damarnya berdasarkan bentuk,
warna, dan aromanya;
4) untuk mendapatkan hasil yang baik, potongan kayu yang
telah dibelah dilakukan pengerokan agar kayu yang
mengandung gaharu bersih;
5) Gaharu yang sudah bersih kemudian diangkut ke tempat
pengumpulan dan dilakukan pencatatan.

E. Tata Cara Pemanenan Getah.


1. Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan pedoman kegiatan pemanenan getah meliputi:
a. Menghasilkan produktivitas getah secara berkelanjutan; dan
b. Menghindari kerusakan tegakan dan lingkungan.
2. Tahapan pemanenan.
Pemanenan getah dilakukan melalui tahapan:
a. Peninjauan lapangan/ survei.
Kondisi tegakan yang dapat dilakukan penyadapan merupakan
pohon yang sehat, bebas dari semak belukar. Sesuai dengan
kriteria tegakan yang dapat disadap, untuk tanaman pinus
memiliki keliling antara 62 cm s.d. > 175 cm (enam puluh dua
- 704 -

sentimeter sampai dengan lebih kecil dari seratus tujuh puluh


lima sentimeter). Untuk tanaman kemenyan mulai disadap
setelah diameter pohon berukuran 20-30 cm (dua puluh sampai
dengan tiga puluh sentimeter) atau berumur 10 (sepuluh) tahun.
Pembersihan batang sadap dari semak belukar dan tanaman
rambat lainnya adalah untuk menjaga kesehatan pohon sadap.
b. Pelaksanaan pemanenan.
Proses dan aktivitas pemanenan getah, sebagai berikut:
1) Getah Pinus.
1.1. Kriteria dan standar metode koakan penyadapan
getah pinus.
1.1.1. Keliling dan jumlah koakan.
No Ukuran Keliling Jumlah Koakan
1. Keliling 62 – 85 cm Maksimal 1 koakan hidup(*)
2. Keliling 86 - 105 cm Maksimal 2 koakan hidup
3. Keliling 106 - 124 cm Maksimal 3 koakan hidup
4. Keliling 125 - 148 cm Maksimal 4 koakan hidup
5. Keliling 149 - 175 cm Maksimal 5 koakan hidup
6. Keliling > 175 cm 6 koakan atau lebih

1.1.2. Kriteria dan standar lain


No Kriteria Standar
1. Lebar koakan Maksimal 6 cm
2. Kedalaman koakan Maksimal 2,5 cm (tidak
memperhitungkan kulit luar)
3. Ukuran sadap buka 10 x 6 x 1,5 (tinggi x lebar x
dalam)
4. Jarak antar koakan Minimal 2 kali lebar koakan
(koakan mati (**) dan koakan
hidup)
5. Pembaharuan luka Maksimal 0,5 cm per 5 hari
6. Tinggi koakan Maksimal 250 cm
7. Jenis stimulan Asam sulfat atau organik
8. Komposisi dan dosis a. Komposisi berdasarkan
stimulant ketinggian
1) ≤ 700 mdpl = stimulan
organik.
2) 701 – 900 mdpl = asam
- 705 -

No Kriteria Standar
sulfat maksimal 10%.
3) 901 – 1100 mdpl =
asam sulfat maksimal
15%.
4) > 1100 mdpl = asam
sulfat 20%.
b. Dosis stimulan 1
cc/pembaharuan luka

(*) Koakan Hidup adalah koakan lama atau koakan yang tidak
dilakukan pembaharuan luka.
(**) Koakan Mati adalah koakan yang baru atau koakan yang masih
dilakukan pembaharuan luka.

1.2. Penyadapan metode koakan.


1.2.1. Sebelum pohon disadap bagian kulitnya
dibersihkan setebal 3 mm (tiga milimeter)
tanpa melukai kayu kemudian dibuat
koakan permulaan dengan alat sadap
kadukul 20 cm (dua puluh sentimeter) diatas
tanah. Koakan berukuran 10 cm x 6 cm
(sepuluh sentimeter kali enam sentimeter)
dan dalamnya 2 cm (dua sentimeter) tidak
termasuk kulit.
1.2.2. Pemasangan talang dan tempurung.
Pemasangan talang tidak pada bagian kayu
tetapi pada tepi koakan dan dipaku pada
kedua sisinya agar supaya tidak
mengganggu aliran getah ke bawah. Ukuran
talang 10 cm x 5 cm (sepuluh sentimeter kali
lima belas sentimeter) dengan bentuk
melengkung yang terbuat dari seng.
1.2.3. Getah yang keluar dialirkan melalui talang
sadap dan ditampung dengan plastik /
tempurung dipasang 5 cm (lima sentimeter)
dibawah talang sebagai penampung getah.
1.3. Pembaharuan luka sadap.
Sadap lanjut dilakukan setiap 5 (lima) hari sekali.
- 706 -

Pembaharuan dilakukan diatas luka yang telah ada


sepanjang 5 mm (lima milimeter). Sehingga luka
sadapan dalam 1 (satu) bulan terdapat 30/3 x 3
mm = 3 cm (maksimum).
1.3.1. Pemasangan talang sadap dan penampung
getah.
(a) Pada setiap pembaharuan koakan,
talang dan tempurung harus dipisahkan
terlebih dahulu atau ditutup, hal
tersebut agar talang tidak terkena
serpihan kayu. Setelah pembaharuan
koakan mencapai 20 cm (dua puluh
sentimeter), talang, dan tempurung
harus ikut dinaikkan;
(b) Petel sadap harus dijaga tetap tajam
dan selalu bersih dari kotoran; dan
(c) Untuk menghindari kotoran dan air
hujan, sebaiknya tempurung
penampung getah diberi penutup.
1.3.2. Pengambilan Getah.
Pengambilan getah dilakukan bersamaan
pada waktu pembaharuan luka dilakukan
setiap 5 (lima) hari sekali.
1.3.3. Pembaharuan Koakan.
Pembaharuan luka sadapan dilakukan
setiap 5 (lima) hari sekali dengan
perpanjangan koakan 3-5 mm (tiga sampai
dengan lima milimeter), sehingga panjang
luka sadapan dalam satu bulan adalah
(30/5) x 5 mm = 3 cm.
1.4. Arahan sadapan
Koakan ke-1 (satu) dibuat dengan selalu mengarah
ke arah timur dan apabila jumlah koakan pada
pohon contoh lebih dari satu koakan (K-2, K-3, K-4,
K-5, dan K-6) maka pembuatan koakan dibuat
mengelilingi pohon dengan searah jarum jam.
Koakan yang menghadap ke Timur akan
- 707 -

menghasilkan getah yang lebih banyak karena


mendapatkan cahaya yang lebih cepat dan lebih
lama. Karena suhu yang lebih tinggi dengan
intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga getah
tidak cepat menggumpal.
2) Getah Jelutung.
2.1. Mencatat kondisi awal pohon jelutung yang akan
disadap, seperti diameter pohon dan tinggi pohon.
2.2. Membersihkan perdu atau semak sebelum
penyadapan sedemikian rupa sehingga sinar
matahari dapat langsung mengenai bidang sadap
dan juga untuk memudahkan pengerjaan
penyadapan.
2.3. Membuat torehan pada batang jelutung dan
menyemprotkan stimulan organik pada bidang
perlukaan sebanyak ±1 cc. Penyadapan jelutung
dilakukan pada pagi hari dan luka sadapan
diusahakan menghadap sinar matahari langsung.
2.4. Memasang tempat penampung getah di sekitar
bidang sadap sedemikian rupa sehingga getah bisa
tertampung semua.
2.5. Memperbarui luka sadapan setiap 1 (satu) hari
sekali dengan cara membuat luka sadapan di atas
luka sadapan yang pertama dan diberi stimulan
organik ± 1cc.
2.6. Pembuatan luka pembaharuan sadapan dilakukan
sebanyak 3 (tiga) torehan.
3) Getah Kemenyan.
3.1. Sebelum dilakukan penyadapan, pohon kemenyan
yang akan disadap dibersihkan dahulu dari semak
belukar dan tanaman merambat lainnya.
Pembersihan batang pohon kemenyan yang akan
disadap dengan menggunakan alat guris.
Pembersihan batang pohon kemenyan dilakukan
dengan tujuan menghilangkan jamur, lumut
ataupun tanaman kecil yang menempel pada kulit
batang kemenyan. Jika tidak dibersihkan
- 708 -

dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan pohon


karena dapat mempermudah jamur, lumut, dan
lainnya masuk melalui luka sadap yang dibuat.
3.2. Perlukaan kulit pohon kemenyan dilakukan dengan
alat panutuk pada bagian pisaunya kemudian kulit
yang terkelupas ditutup kembali dengan memukul-
mukulnya dengan alat panutuk pada bagian
pegangannya.
3.3. Pembuatan luka sadap pada batang pokok
kemenyan (bukan bagian cabang) dilakukan dengan
menyayat kulit batang (namun tidak sampai lepas) ±
3–4 cm (tiga sampai dengan empat sentimeter)
sejajar panjang batang.
3.4. Cara pemberian stimulan organik dilakukan dengan
menyemprotkan stimulan organik sebanyak 1 cc
atau setara dengan 10 (sepuluh) kali semprotan
pada luka sadapan.
3.5. Pemanenan getah kemenyan dilakukan dengan alat
khusus yang disebut agat. Pemanenan getah
kemenyan biasanya dilakukan setelah 3–4 (tiga
sampai dengan empat) bulan setelah perlukaan.

Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN


Plt. KEPALA BIRO HUKUM, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd. ttd.

MAMAN KUSNANDAR SITI NURBAYA

Anda mungkin juga menyukai