Adoc - Pub Bab II Tinjauan Pustaka
Adoc - Pub Bab II Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Secara geografis pelabuhan Kijang berada pada 000 51' 04,7" LU dan 1040
36' 39,7" BT. Pelabuhan ini berfungsi untuk menghubungkan antara kecamatan
Kijang dengan desa Kelong, Numbing dan Mapur.
Setiap desa di Kecamatan Kijang memiliki pelabuhan kecil. Pelabuhan ini
berfungsi untuk tempat bersandarnya kapal yang setiap hari berlayar
menghubungkan desa dengan kecamatan Kijang. Pelabuhan Kelong berada pada
koordinat 000 51' 57,9" LU dan 1040 39' 09,5" BT, koordinat pada pelabuhan
Numbing 000 45' 36,7" LU dan 1040 43' 24,1" BT dan koordinat pada pelabuhan
Mapur 010 00' 03,0" LU dan 1040 47' 44,87" BT.
Pada cangkang dewasa berupa mantel yang terdiri dari bagian yang
saling berhubungan mengelilingi tubuhnya yaitu : carina (c), carina lateral (cl),
lateral (l) dan rostrum (r), sedangkan ada bagian atas terdapat sepasang terga (t)
7
dan sepasang scuta (s) yang membuka dan menutup sewaktu teritip menangkap
makanannya (Gambar 1).
Pada umumnya cangkang dari teritip ini adalah putih, kuning, merah,
jingga, ungu dan bergaris dengan ukuran cangkang 1-6 cm atau lebih yang diukur
dari dasar carina sampai rostrum (Ermaitis 1984). Balanus psittacus di pantai
barat Amerika Selatan dapat mencapai diameter 8 cm dengan tinggi 2,3 cm
(Buchbaun 1951 dalam Barnes 1953). Teritip memiliki organ tambahan
(appendages) yang disebut juga dengan pasangan cirri yang berguna untuk
menangkap makanan. Setiap ujung dari pasangan cirri tersebut terdapat setae
yang berguna untuk menyaring makanan (Ermaitis 1984).
Makanan teritip berupa plankton hewan kecil yang masuk bersama aliran
air kedalam mulut. Aliran air terjadi oleh gerakan-gerakan kaki berbulu dan itulah
fungsi kaki tersebut, bukan hanya untuk berjalan ataupun berenang (Darsono
1979).
macam yakni larva nauplius dan larva cypris (Gambar 2) sedangkan stadium
dewasa bersifat menempel (Ermaitis 1984).
mencari makanan. Apabila air telah surut dan teritip terpapar di udara maka
operculumnya menutup rapat setelah cangkangnya diisi air sebanyak mungkin.
Dalam kondisi demikian teritip berdiam diri dalam cangkangnya dan berpuasa
untuk sementara. Dalam keadaan terpapar ke udara menyebabkan tekanan
lingkungan yang dialaminya cukup berat, misalnya teritip tertimpa hujan atau
tersengat panasnya matahari dan ancaman kekeringan. Tetapi daya tahannya luar
biasa. Percobaan dengan menggunakan Balanus balanoides menunjukkan bahwa
teritip yang dikeluarkan dari air masih dapat hidup sampai enam minggu.
Teritip dapat hidup di daerah estuaria dan marga ini hidup komensal dengan
hewan lain seperti ikan paus, kepiting dan ular laut. Teritip hidup menempel
bersama biota-biota lain seperti alga, hidrozoa, tunikata, cacing serta moluska.
Balanus tersebar luas di seluruh perairan yang disebabkan oleh cangkangnya yang
keras sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan yang besar. Penyebaran
Balanus dipengaruhi oleh kuat arus dan gelombang (Darsono dan Hutomo 1983).
Teritip merupakan salah satu biota penempel yang sering dijumpai pada
berbagai benda atau bangunan di laut yang mendapat perhatian yang lebih besar.
Teritip bersifat menempel permanen pada substrat, daya tahannya yang cukup
kuat terhadap perubahan lingkungan yang besar, serta perkembangbiakannya yang
hermaprodit dapat menyebabkan penyebaran yang sangat luas (Ermaitis 1984).
Hampir semua benda-benda yang terendam dalam air laut misalnya batu,
besi, dasar perahu, lunas-lunas kapal, pipa saluran sistem pendingin pembangkit
tenaga listrik, saluran pendingin pabrik serta alat pengukur arus dan benda-benda
lainnya yang ditempatkan di dalam air sepanjang perairan pantai, muara dan teluk
yang beriklim sedang, subtropik dan tropik bisa merupakan substrat yang baik
bagi teritip (Romimohtarto 1977).
berlangsung apabila sperma membuahi sel telur. Telur yang telah dibuahi
dieramkan dalam rongga tubuh sampai menjadi larva naupli. Larva naupli
dicurahkan ke laut sebulan setelah penetasan.
Costow dan Bookhout (1957) dalam Ermaitis (1984) menyatakan stadium
larva terdiri dari naupli, enam stadium yakni naupli I-VI (Gambar 3). Lama waktu
untuk melewati stadium naupli berbeda-beda. Naupli I membutuhkan waktu 15
menit sampai 4 jam. Naupli II berkisar antara 1-2 hari, naupli III berkisar antara
1-4 hari, stadium IV berkisar antara 1-2 hari, stadium V membutuhkan waktu 2-4
hari dan untuk menyelesaikan stadium VI membutuhkan 2 sampai 3 minggu.
Larva naupli berkembang menjadi larva cypris melalui pergantian kulit
yang terjadi satu sampai tiga kali dalam seminggu. Pada pergantian kulit
selanjutnya akan terbentuk larva cypris. Cypris kemudian melata dan menetap
menjadi teritip muda dan akhirnya membentuk cangkang yang keras.
LARVA NAUPLIS
CYPRIS
STADIUM DEWASA
1. Substrat
Teritip sangat menyukai substrat keras atau substrat yang berbatu. Teritip
menempati substrat batuan pada garis pasang tertinggi sampai ke zona percikan
ombak di atasnya. Dengan demikian, substrat keras seperti tiang-tiang penyangga.
dermaga dan bangunan lainnya akan menjadi sasaran penempelan hewan tersebut.
Warna dan kimia substrat berpengaruh pada keberadaan hewan penempel. Larva
teritip lebih suka menempel pada substrat yang mempunyai permukaan yang
kasar, bewarna gelap, bercelah-celah atau retak dan berada pada perairan yang
tenang (Nontji 1987).
Pada perairan Kota Dumai menurut Adriman (1990), pada ketiga jenis
substrat yaitu beton, seng, dan kayu menunjukkan penempelan terendah terjadi
pada substrat seng, disebabkan permukaan seng lebih licin bila dibandingkan
dengan kedua substrat lainnya. Selain itu, Syafriadiman (1992) menyatakan
bahwa pada perairan Kota Dumai, bivalva seperti teritip lebih suka menempel
pada substrat kayu Kulim kemudian diikuti subtsrat kayu Meranti dan Jati.
Erlambang (1989) melaporkan pada perairan selat Dompak, intensitas
penempelan tertinggi adalah pada substrat papan dengan warna merah
dibandingkan dengan substrat papan dengan warna putih. Hal ini disebabkan
teritip tidak menyukai warna terang dan menyilaukan.
Laju pertumbuhan teritip menurut hasil penelitian Rohmimohtarto (1977) di
perairan Muara Karang, menunjukkan panel baja yang dipasang dalam waktu
seminggu sudah ditempeli teritip (3900 individu/900 cm2). Selain itu, Smith
dalam Rohmimohtarto (1977) menyatakan di perairan Miami dalam waktu 2 jam
lempeng kaca sudah ditempeli teritip.
2. Pasang Surut
Pasang surut adalah naik turunnya permukaan laut secara periodik selama
satu interval waktu tertentu. Pasang surut merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kehidupan di zona intertidal yaitu, terkenanya udara terbuka secara
periodik dengan kisaran parameter fisik yang cukup besar. Pendedahan pada udara
terbuka terhadap suatu organisme merupakan fungsi suhu dan kekeringan.
13
3. Kecerahan Perairan
Cahaya merupakan faktor penting dalam menentukan menetap atau
tidaknya teritip pada substrat. Larva teritip sangat sensitif terhadap cahaya.
kecerahan perairan berhubungan dengan penetrasi cahaya. Banyaknya material
terlarut dan partikel-partikel yang berasal dari daratan, potongan rumput laut,
kepadatan plankton yang tinggi dan melimpahnya nutrien yang menyebabkan
terhambatnya penetrasi cahaya. Darsono dan Hutomo (1983) membuktikan
bahwa masa padat tersuspensi yang tinggi, yaitu 30 mg/liter akan menyebabkan
kecerahan kurang dari 20 cm dan dapat menyebabkan kematian teritip.
14
4. Temperatur
Perubahan temperatur di suatu perairan dapat menjadi pertanda bagi
organisme untuk memulai atau mengakhiri aktivitas hidupnya, misalnya
reproduksi. Suhu tidak hanya mempengaruhi fungsi metabolisme, tetapi semua
aspek pertumbuhan dan pemanfaatan makanan bahkan dinamika populasi
(Nybakken 1992).
Teritip menyukasi perairan dengan suhu 15-350C. Temperatur merupakan
faktor pembatas bagi teritip dan berbeda untuk setiap spesies. Pada suhu sekitar
36-370 C selama enam jam dapat menyebabkan kematian teritip 50% pada pasang
surut diurnal. Pada temperatur 100C masih menunjukkan aktivitas hidupnya teritip
(Foster 1969).
5. Derajat Keasaman
Derajat keasaman adalah ukuran untuk menentukan sifat asam basa
perairan yang diketahui melalui konsentrasi atau aktivitas ion hidrogen. Nilai pH
dipengaruhi oleh temperatur, kandungan karbondioksida dan oksigen terlarut.
Air laut mempunyai sifat “buffer” yang cukup kuat untuk mencegah
perubahan pH. Perubahan pH berpengaruh terhadap proses fisik kimia maupun
biologis suatu organisme. Apabila teritip hidup pada kisaran pH yang lebih besar
akan terjadi tekanan fisiologis pada tubuhnya dan menyebabkan kematian. Teritip
dapat hidup optimal pada pH antar 6-9 (Romomohtarto 1991).
7. Salinitas
Dalam air laut terkandung berbagai jenis garam yaitu garam Klorida,
Magnesium, Kalsium dan Kalium. Salinitas adalah jumlah berat semua garam
yang terlarut dalam 1 liter air laut dengan satuan per mil atau gram/liter. Pada
perairan samudra, salinitas berkisar antara 340/00 – 370/00 perairan tawar berkisar
0
antara 0-0,5 /00. Pada perairan payau antara 0,5-1,70/00. Barnes (1953)
membuktikan bahwa teritip mampu hidup pada perairan estuarin sampai laut
terbuka dan mempunyai toleransi salinitas antara 15-410/00.
langsung yang berhubungan dengan kontruksi lambung dan bentuk kontur kapal.
Faktor kecepatan kapal berpengaruh terhadap jumlah teritip. Tekanan gesekan
yang besar terhadap lambung kapal ketika kapal melaju pada kecepatan 30 knot
menyebabkan matinya teritip yang berada di tempat terbuka (1 knot = 51,5 cm/dt).
Dari hasil pengamatan yang dilakukan Maley, didapatkan hasil bahwa
kapal penumpang menghabiskan waktu 60% untuk berlayar, kapal barang 40%,
kapal AL 30%, kapal penjelajah sekitar 20% dan kapal perang 15%. Jumlah
teritip meningkat dengan berkurangnya waktu pelayaran tanpa memperhatikan
faktor-faktor lainnya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada kapal yang berlayar cepat jarang ditemukan biota penempel yang
bertubuh lunak seperti Hydroids dan Tunikata, tetapi jumlah biota yang
bercangkang seperti Balanus dan Polychaeta (Maley 1947 dalam Puspasari 1995).
Jenis teritip berbeda pada setiap jalur pelayaran atau setiap perairan. Kapal
laut yang berada di perairan teluk Guantanamo, Kuba terfouling banyak oleh
spesies Balanus improvisus, B. amphitrite dan Membranifora lacroxii. Kapal-
kapal yang berlayar di perairan Atlantik Timur biota penempel yang khas berada
pada lambung kapal adalah B. eburneus dan Tubularia sp. Sedangkan kapal-kapal
yang mengunjungi pantai dan pelabuhan Amerika Selatan ditemukan
pertumbuhan B. tintinnabulum dan B. amphitrite.
Pada kapal-kapal yang mengunjungi pelabuhan diperairan tropis biasanya
penuh dengan teritip daripada di perairan sub tropis. Bila kapal yang terfouling
berat meninggalkan perairan tropis dan memasuki perairan sub tropis didapatkan
organisme mati dan tinggal cangkangnya. Hal ini disebabkan kondisi ekologi
perairan yang berbeda (Puspasri 1995).