BAB I
PENDAHULUAN
1
Bentuk tubuh bulu babi reguler adalah simetri pentaradial hampir berbentuk
bola sedangkan bulu babi ireguler memperlihatkan bentuk simetri bilateral yang
bervariasi (Azis 1987; Radjab 2001). Selanjutnya Suwignyo dan Sugiarti (2005)
juga menyebutkan bahwa tubuh bulu babi berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak
bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan. Semua organ
pada bulu babi umumnya terletak di dalam tempurung (test sceleton), yang
terdiri atas 10 kepongpelat ganda, biasanya bersambungan dengan erat, yaitu
pelat ambulakra, disamping itu terdapat pelat ambulakra yang berlubang-lubang
tempatnya keluarnya kaki tabung. Setelah mencapai umur tertentu, cangkangnya
sudah cukup kuat sehingga jumlah predator yang dapat menyerang dan
memecahkan cangkangnya berkurang. Bulu babi mempunyai banyak predator,
yaitu berbagai jenis ikan, termasuk hiu, anjing laut, lobster, kepiting, dan
gastropoda (Kenner 1992; Tegner dan Dayton 1981 dalam Tuwo 1995).
Bulu babi termasuk organisme yang pertumbuhanya lambat. Umur, ukuran
dan pertumbuhan tergantung kepada jenis dan lokasi. Chen dan Run (1988) dalam
Tuwo (1995) diacu dari Ratna (2002) melaporkan bahwa bulu babi jenis
Tripeneuste gratilla yang dipelihara di laboratorium di Taiwan mengalami
metamorfos pada umur 30 hari. Pertumbuhan Tripeneustegratilla sangat cepat
pada awal perkembangannya, tetapi jumlahnya terbatas. Hal ini diduga erat
kaitanya dengan banyaknya predator yang dialami oleh hewan berukuran kecil.
Selain pemanfaatanya sebagai bahan pangan, biota ini juga sangat
berperan dalam kesetimbangan ekosistem habitatnya seperti peran Diadema
antillarum bagi terumbuh karang diantaranya yaitu, peningkatan jumlah populasi
jenis ini mengakibatkan kematian larva atau karang muda. Bila populasinya
turun (absence grazing) karang akan ditumbuhi oleh alga yang dapat berakibat
pada kematian karang dewasa dan tidak adanya tempat bagi larva karang
(terangi.or.id).
Bulu babi hidup di ekosistem terumbu karang (zona pertumbuhan alga)
dan lamun. Bulu babi ditemui dari daerah intertidal sampai kedalaman 10 m dan
merupakanpenghuni sejati laut dengan batas toleransi salinitas antara 30 – 34 ‰
(Aziz, 1995 dalam Hasan, 2002). Hyman (1955) dalam Ratna (2002)
menambahkan bahwa bulu babi termasuk hewan benthonik, ditemui di semua laut
2
dan lautan dengan batas kedalaman antara 0 – 8000 m karena echinoide memiliki
kemampuan beradaptasi dengan air payau lebih rendah dibandingkan invertebrate
lain. Kebanyakan bulu babi beraturan hidup pada subtsrat yang keras, yakni batu-
batuan atau terumbu karang dan hanya sebagian kecil yang menghuni substrat
pasir dan lumpur, karena pada kondisi demikian kaki tabung sulit untuk mendapat
tempat melekat. Golongan tersebut khusus hidup pada teluk yang tenang dan
perairan yang lebih dalam, sehingga kecil kemungkinan pengaruh ombak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Bulu babi (Tripneustes gratilla) merupakan jenis hewan yang unik dari
invertebrata. Hewan ini menunjukan ciri-ciri yang khas, yaitu : tubuh simertris
meruji, tanpa kepala, mata dan pusat susunan saraf yang dapat mencapai diameter
10 cm (Dafni, 2000; Shokita, dkk., 1991).
Tubuh hewan ini bulat dan paling lain dengan duri-duri menutup tubuh.
Tubuh terbungkus oleh suatu struktur berupa cangkang (test), terdiri dari
lempengan-lempengan yang menyatu membentuk kotak seperti cangkang yang
keras. Biasanya ada sepuluh deret lempeng lipat dua dengan lima pasang lubang
untuk kaki kaki tabung yang ramping keluar melalui cangkang (Shokita, dkk.,
1991).
Mulut bulu babi terletak di bawah tubuh dan berada di tengah-tengah yang
berlawanan dengan letak anus dan lubang genital pada bagian atas tubuh. Bagian
mulut atau gigi menyatu menjadi satu yang diletakkan oleh sederetan bagian
terdiri dari bahan kapur untuk membentuk struktur yang dinamakan lentera
aristotle. Parker dan Kalves (1992) dalam Person (1998) mengemukakan bahwa
semua bulu babi memiliki cangkang (Calcareous shell) yang keras. Pada T.
gratilla cangkangnya berwarna hitam dan keunguan serta dilengkapi dengan duri
yang berwarna putih atau coklat seperti : warna tembaga. Bagian ini merupakan
penutup lapisan epithelium yang tipis. Duri digunakan sebagai penggerak,
pelindung dan perangkap alga yang menyerang untuk dimakan. Di antara duri
terdapat kaki tabung yang digunakan untuk melekat pada substrat. Duri-duri ini
ada yang tipis, bagian ujungnya tajam yang dilengkapi dengan bisa. Bagian inilah
yang akan menjadi alat pertahanan terhadap serangan predator (Shokita, dkk.,
1991).
5
bagian, yaitu bagian oral, aboral serta bagian diantara oral dan aboral. Pada bagian
tengah sisi aboral terdapat sistem apical dan pada bagian tengah sisi oral
terdapat sistem peristomial (Birkeland, 1989). Lempeng-lempeng ambulakral dan
interambulakral berada di antara sistem apikal dan sistem peristomial termasuk
lubang anus yang dikelilingi oleh sejumlah keping anal (periproct) termasuk
diantaranya adalah keping-keping genital. Salah satu di antara keping yang
berukuran paling besar merupakan tempat bermuaranya sistem pembuluh air
(waste vascular system). Sistem ini menjadi ciri khas Filum Echinodermata
berfungsi dalam pergerakan, makan, respirasi dan ekskresi (Aziz, 1987). Bentuk
anatomi bulu babi disajikan pada Gambar 2.
6
Gambar 3. Struktur Lentera Aristoteles Pada Bulu Babi
Tubuh bulu babi memiliki satu rongga utama yang berisi lentera aristoteles
dan organ pencernaan. Lentera aristoteles terdiri dari lima buah gigi yang
disatukan oleh suatu substansi bercampur dan di kelilingi oleh otot pengulur dan
penarik. Otot ini berperan mengatur pergerakan gigi (Sugiarto dan Supardi, 1995).
Lentera aristoteles berfungsi seperti mulut dan gigi yang bertugas mengambil,
memotong dan menghaluskan makanan, esophagus, usus halus, usus besar
dan anus tersusun melingkari aristoteles membentuk suatu sistem pencernaan
(Tamrin, 2011). Pada bulu babi, kaki tabung memiliki banyak fungsi. Selain untuk
bergerak, kaki tabung juga digunakan sebagai indra peraba, organ respirasi dan
tempat pengeluaran air dari tubuh (Aziz dan Sugiarto, 1994).
Bulu babi T. gratilla biasanya menempati perairan dangkal. Dari mid
intertidal ke daerah intertidal sampai kedalaman 160 kaki atau sekitar 41,81 m,
tetapi kadang-kadang ditemukan sampai kedalaman 410 kaki atau sekitar 107,10
m (Mc Cauley dan Carey, 1967 dalam Person, 1998).
Bulu babi cenderung hidup di substrat karang keras, khususnya di cela
batu karang dan menghindari pasir dan lumpur (Kato dan Schopeer, 1985 dalam
Person, 1998). Lebih jauh dari (Mc Cauley dan Carey, 1967) mengemukakan
bahwa populasi bulu babi akan semakin berkurang pada setiap peningkatan
kedalaman. Hewan jenis ini biasanya beradaptasi pada hantaman ombak besar
dengan menyembunyikan diri pada cela karang.
T. gratilla tidak toleran terhadap salinitas rendah dan mereka tidak dapat
bertahan hidup akibat pengaruh estuari yang kuat sebagai akibat dari pengaruh air
7
tawar. Hal tersebut telah dibuktikan pada perairan pantai Okinawa di Jepang.
Mereka menemukan kasus kematian massal akibat masuknya arus air tawar yang
kuat akibat musim hujan (41 mm dalam 2 jam) (Shokita, dkk., 1991). Perairan
Indonesia cukup potensial menghasilkan bulu babi termasuk didalamnya jenis T.
gratilla. Daerah tempat ditemukannya hewan ini adalah di perairan pulau Seribu,
(pulau Pari, pulau Tikus), Sulewesi Selatan (Kepulauan Batang Pone, Batang
Lompo Spermonde), Bali (Gondol, Benoa dan Sanur), pulau Kubur Sumatera dan
sepanjang pantai Arafuru, Irían Jaya serta NTT.
2.2. Substrat
2.2.1. Substrat Pasir
Pada umumnya masing-masing jenis memiliki habitat yang spesifik,
seperti Tripneustes gratilla sering ditemukan di daerah berpasir atau pasir lumpur
yang banyak ditumbuhi lamun dengan kedalaman antara 0.5 m sampai dengan
20 m (Radjab, 2004).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (Anthophyta) yang hidup
dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizoma),
berakar dan berkembang biak secara generatif maupun vegetatif. Rimpangnya
merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam dan menjalar dalam
substrat pasir, lumpur dan pecahan karang (Azkab, 2006). Jenis-jenis lamun
umumnya memiliki morfologi luar yang tampak hampir serupa yakni : memiliki
daun panjang, tipis dan mirip pita yang mempunyai saluran air serta bentuk
pertumbuhannya monopodial. Bagian tubuh lamun dapat dibedakan ke dalam
morfologi yang tampak seperti akar, batang, daun, bunga dan buah (Philips dan
Menez, 1988; Fortes, 1990; Tomascik, et al., 1997). Morfologi lamun dapat
dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
8
Gambar 4. Morfologi Lamun (Philips dan Menez, 1988)
Menurut Aziz (1987), kelompok bulu babi regularia baik yang menyendiri
ataupun mengelompok, hidup bebas mencari makan secara aktif, berpindah dari
satu rumpun ke rumpun algae lainnya. Aktifitas makan ini terutama dilakukan
pada malam hari. Sementara itu, kelompok bulu babi iregularia baik sand dollar,
heart urchin, ataupun sea biscuit, hidup dengan makan sisa-sisa organik yang
terkandung dalam lumpur (deposit feeders). Hewan ini hidup membenamkan diri
dalam lumpur atau pasir halus dan secara pasif mengumpulkan jasad-jasad renik
dan sisa organik yang tertangkap oleh duri-durinya terutama pada sisi aboral, atau
memperoleh makanan dengan cara menelan pasir yang ada pada medium
disekitarnya. Mc Roy dan Helfferich (1980) melaporkan bahwa salah satu
avertebrata yang memakan daun lamun secara langsung adalah bulu babi,
sedangkan dari kelompok vertebrata yaitu beberapa ikan (Scaridae,
Acanthuridae), penyu dan duyung, sedangkan bebek dan angsa memakan lamun
ketika lamun tersebut muncul pada surut terendah.
9
2.2.2. Substrat Berkarang Lunak
Karang lunak (soft coral) sebagai salah satu penyusun ekosistem terumbu
karang merupakan salah satu jenis dari coelenterata yang biasa disebut dengan
istilah alcyonaria. Berbeda dengan karang batu, tubuh karang lunak disokong oleh
sejumlah duri-duri yang kokoh yang disebut dengan spikula. Duri-duri tersebut
mengandung kalsium karbonat, berukuran kecil dan tersusun sedemikian rupa
sehingga tubuh alcyonaria lentur dan tidak mudah putus (Manuputty, 2002).
Tubuh koloni karang lunak memiliki struktur yang lunak tapi lentur,
mempunyai tangkai yang melekat pada subtrat yang keras terutama karang
mati. Bagian atas tangkai disebut kapitulum, bentuknya bervariasi antara lain
seperti jamur, bentuk lobus atau bercabang-cabang. Kapitulum mengandung polip
sehingga disebut bagian fertil sedangkan tangkainya lebih banyak mengandung
spikula yaitu duri-duri kecil dari kalsium karbonat sehingga disebut bagian steril.
Spikula yang terdiri dari kandungan kalsium karbonat yang padat dan keras
berfungsi sebagai penyokong seluruh bagian tubuh karang lunak mulai dari bagian
basal tempat melekat sampai ke ujung tentakel (Manuputty, 2002).
Polip pada karang lunak dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
kesuburannya, yaitu polip autozooid (polip fertil/subur) dan siphonozooid (polip
steril). Polip autozooid sendiri terdiri dari tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks
dan antostela. Penampang polip karang lunak disajikan pada Gambar 5.
10
Gambar 5. Penampang Vertikal Polip Karang Lunak (Bayer, 1956)
Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan polip dan
bersifat rekratil, yaitu dapat ditarik masuk kedalam jaringan tubuh. Apabila
antokodia ditarik kedalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori
kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah yang disebut kaliks.
Penampang autozooid disajikan pada Gambar 6.
11
Walaupun penyusunan tubuh karang lunak dan karang keras sama berupa
kerangka kapur, tubuh karang lunak lebih lunak dan kenyal. Hal ini disebabkan
karang lunak tidak memiliki kerangka kapur luar yang keras seperti halnya karang
batu. Sebagai gantinya, karang lunak di tunjang oleh tangkai berupa jaringan
berdaging yang diperkuat oleh suatu matriks dari suatu partikel kapur yang
disebut dengan sklerit (Allen dan steene, 1994 in Sanday, 2000). Kerangka kapur
yang seperti itu disebut dengan endoskeleton yang membuat karang lunak akan
membusuk jika mati. Untuk memastikan bahwa spesimen tersebut adalah karang
lunak dengan melihat tentakelnya yang selalu berjumlah delapan dan berduri.
Oleh karena itu, karang lunak dikenal dengan sebutan “octocoral”.
2.4. Kelulushidupan
Survival rate atau biasa dikenal dengan SR dalam perikanan budidaya
merupakan indeks kelulushidupan suatu jenis bulu babi dalam suatu proses
12
budidaya dari mulai awal bulu babi dipelihara dalam akuarium hingga selesai
penilitian selama 2 bulan. SR ini merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam kegiatan budidaya bulu babi. Jika bulu babi yang hidup saat
panen banyak dan yang mati hanya sedikit tentu nila SR akan tinggi, namun
sebaliknya jika jumlah bulu babi yang mati banyak sehingga jumlah bulu babi
yang masih hidup saat dilakukan pemanenan tinggal sedikit tentu nilai SR ini akan
rendah.
13
matang gonad biota ini sangat panjang yaitu antara bulan Oktober sampai dengan
bulan Mei bahkan bisa sampai sepanjang tahun (Reverberi, 1971).
Beberapa kriteria kualitas gonad yang mempengaruhi harga jual-beli
dipasaran adalah jenis, negara asal, warna, tekstur, ukuran, rupa, kesegaran dan
rasa. Dari kriteria tersebut warna, kesegaran dan negara asal merupakan faktor
terpenting dalam menentukan harga. Berdasarkan warnanya, mutu gonad bulu
babi dapat dikelompokkan menjadi mutu sangat baik (Grade A) dengan gonad
berwarna kuning atau orange terang, mutu baik (Grade B) dengan warna gonad
merah muda atau kuning pucat (krem) dan mutu jelek (reject) dengan gonad
berwarna coklat (Penfold dan Boyle, 1996; Murniyati dan Setiabudi, 1998 dalam
Ratna, 2002).
Sebagai produk perikanan, gonad yang dikehendaki adalah yang bertekstur
padat dan kompak, dimana kondisi ini terjadi pada saat fase pijah lanjut (Bernard,
1977 dalam Darsono, 1986).
14
Bulu babi cenderung hidup di substrat karang keras, khususnya di cela
batu karang dan menghindari pasir dan lumpur (Kato dan Schopeer, 1985 dalam
Person, 1998). Lebih jauh dari (Mc Cauley dan Carey, 1967) mengemukakan
bahwa populasi bulu babi akan semakin berkurang pada setiap peningkatan
kedalaman. Hewan jenis ini biasanya beradaptasi pada hantaman ombak besar
dengan menyembunyikan diri pada cela karang.
T. gratilla tidak toleran terhadap salinitas rendah dan mereka tidak dapat
bertahan hidup akibat pengaruh estuari yang kuat sebagai akibat dari pengaruh air
tawar. Hal tersebut telah dibuktikan pada perairan pantai Okinawa di Jepang.
Mereka menemukan kasus kematian massal akibat masuknya arus air tawar yang
kuat akibat musim hujan (41 mm dalam 2 jam) (Shokita, dkk., 1991). Perairan
Indonesia cukup potensial menghasilkan bulu babi termasuk didalamnya jenis T.
gratilla. Daerah tempat ditemukannya hewan ini adalah di perairan pulau Seribu,
(pulau Pari, pulau Tikus), Sulewesi Selatan (Kepulauan Batang Pone, Batang
Lompo Spermonde), Bali (Gondol, Benoa dan Sanur), pulau Kubur Sumatera dan
sepanjang pantai Arafuru, Irían Jaya dan NTT.
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3. Penyedian Substrat
Substrat yang digunakan dalam penelitian berupa pasir, karang lunak dan
lumpur.
16
awal dengan padat penebaran 1 individu .dan ditebar dalam kurungan yang
sudah disediakan dengan subsrat yang berbeda.
2. Bulu babi ditebar dalam setiap kurungan kayu yang dilapisi waring, kemudian
diberikan makan (lamun) sesuai perlakuan.
3. Pemberian pakan diberikan sesuai perlakuan, yaitu : dua hari sekali
dengan jumlah pakan yang diberikan 150 gr.
4. Pengambilan sampel, bulu babi dipelihara selama dua bulan, kemudian
dilakukan pengukuran berat dan diameter tubuhnya setiap satu minggu, lalu
ditimbang menggunakan timbangan analitik dan diukur diameter tubuhnya
dengan menggunakan mister. Selama penilitian dilakukan pengukuran berat
sebanyak delapan kali.
5. Kurungan kayu yang dilapisi waring dalam penelitian ini, sebanyak 9 unit.
Sedangkan masing-masing perlakuan diletakkan dengan jarak 30 cm dengan
kedalaman air tiap unit percobaan 250 cm.
Dimana :
SGR = Laju Pertumbuhan Harian (%gram/hari)
Wt = Berat Bulu Babi Pada Akhir Penelitian (gram)
W0 = Berat Bulu Babi Pada Awal Penelitian (gram)
t = Waktu penelitian (hari)
2. Kelulushidupan
Sintasan bulu babi dapat dihutung dengan rumus kelulushidupannya (Survival
Rate) yang dikemukakan oleh Effendie (1979) adalah sebagai berikut :
17
𝐍𝐭
𝑺𝑹 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑵𝟎
Dimana :
SR = Survival Rate (%)
Nt = Jumlah Bulu Babi Yang Hidup Pada Akhir Penilitian (ekor)
N0 = Jumlah Bulu Babi Yang Ditebar Pada Awal Penelitian
3. Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran kualitas air, meliputi : suhu,
salinitas dan pH. Sedangkan kualitas air diukur dua kali selama penelitian,
yaitu pada awal dan akhir penelitian.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Hasil
Pertumbuhan bulu babi (Tripneustes gratilla) selama penelitian yaitu 60
hari (2 bulan) terhitung dari tanggal 31 November 2017 sampai dengan 31 Januari
2018 dengan 3 perlakuan yang masing-masing memiliki pertumbuhan sebagai
berikut :
4.2.1. Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
a. Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes gratilla) Untuk Berat
Selama Penelitian
Data pertambahan berat dan rata-rata berat bulu babi (Tripneustes gratilla)
masing-masing perlakuan per minggu dapat dilihat pada Lampiran 1. Sedangkan
rata-rata laju pertumbuhan harian (SGR) bulu babi (Tripneustes gratilla) untuk
berat dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 1
dibawah ini.
Lampiran 1. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes gratilla)
Untuk Berat Selama Penelitian
19
Ulangan Rata-Rata SGR Bulu Babi
Total
Perlakuan (Tripneustes gratilla)
1 2 3 (%gr/hari)
(%gr/hari)
A 7 6.44 4.44 17.88 5.96
B 5.44 5.22 4.89 15.55 5.18
C 6.67 7 6.56 20.23 6.74
20
4.3. Pembahasan
Parameter-parameter yang diukur selama penelitian meliputi : laju
pertumbuhan harian (berat dan diameter), kelulushidupan dan kualitas air untuk
bulu babi (Tripneustes gratilla) dapat dijelaskan ada bagian di bawah ini.
4.3.1. Laju Pertumbuhan Harian (SGR)
a. Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes gratilla) Untuk Berat
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian bulu babi
(Tripneustes gratilla) secara umum berkisar antara 4.44 – 7 %gr/hari. Sedangkan
laju pertumbuhan harian bulu babi (Tripneustes gratilla) untuk masing-masing
perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan A1 dan C2 yaitu 7 %gr/hari dan
terendah pada perlakuan A3 sebesar 4.44 %gr/hari.
Untuk rata-rata umum laju pertumbuhan harian bulu babi (Tripneustes
gratilla) berkisar antara 5.18 – 6.74 %gr/hari. Sedangkan rata-rata laju
pertumbuhan harian bulu babi (Tripneustes gratilla) untuk masing-masing
perlakuan tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 6.74 %gr/hari dan terendah
pada perlakuan B sebesar 5.18 %gr/hari.
Hasil sidik ragam (ANOVA) pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa nilai
F hitung < F tabel pada taraf 5 % memperlihatkan bahwa substrat berbeda yang
digunakan dalam pemeliharaan selama dua bulan penelitian berpengaruh tidak
nyata terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan bulu babi (Tripneustes gratilla).
Berpengaruh tidak nyata pada pertumbuhan dan kelulushidupan bulu babi
(Tripneustes gratilla) ini disebabkan karena………………?????!!!!!!
Berhubungan dengan musim hujan dan pertukaran air di perairan dan
dikaitkan dengan merah dibawah ini
menyebabkan organisme mengalami stress pada penebaran yang tinggi,
sehingga menghambat metabolisme dan mengakibatkan nafsu makan organisme
menurun. Organisme yang mengalami stress, hal ini diduga karena tidak dapat
menerima kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan sintasannya, misalnya
pada padat penebaran yang tinggi ia akan berkompetisi untuk mendapatkan
ruang gerak, pakan dan kebutuhan oksigen antar individu yang menyebabkan
stres. Dalam jangka waktu yang lama keadaan organisme yang stres terus
21
menerus menyebabkan fungsi normal organisme akan terganggu sehingga
pertumbuhannya akan menjadi lambat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Satyani (2001), bahwa respon terhadap
stres pada setiap organisme umumnya kurang baik atau kurang cocok dengan
reaksi stresor lingkungan yang kronis atau berkesinambungan. Lingkungan yang
tidak sesuai atau semakin buruk dapat menyebabkan fungsi hormon organisme
akan terganggu sehingga pertumbuhan akan lambat dan dalam keadan yang lebih
fatal menyebabkan organisme banyak yang mati.
Dan cari kemungkinan lain juga…………….??????!!!!!!!
22
perlakuan B (penggunaan substrat pasir) berbeda tidak nyata dengan perlakuan A
(penggunaan substrat karang lunak).
Berbeda nyata antara perlakuan C dan perlakuan B, perlakuan A
disebabkan karena ………………………………………?????!!!!!!. Sedangkan
perlakuan B berbeda tidak nyata dengan perlakuan A ini diduga mungkin
disebabkan karena ………………………………………?????!!!!!!.
23
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil capaian yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. ……………………………
2. …………………………….
Saran
Sumbangan saran yang diberikan berdasarkan temuan dari hasil penelitian
ini adalah :
1. Bagi para pembudidaya biota laut seperti bulu babi, yang ingin ………..
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menerapkan penggunaan …….
24
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. 1987. Makanan Dan Cara Makan Berbagai Jenis Bulu Babi. Osena 12
(4) : 91100.
Aziz, A., 1993. Beberapa Catatan Tentang Perikanan Bulu Babi. Oseana XVII
(2) : 65-75 h.
Aziz, A., 1994b. Aktivitas Grazing Bulu Babi Jenis Tripneustes gratilla Pada
Padang Lamun D9 Pantai Lombok Selatan Dalam. W. Kiswara, M. K.
Mosa, & M.
Azkab, 2006
Bayer, 1956
Bengen, 2000
Birkeland, 1989
Dafni, M., 2000. Bulu Babi Organisme Ekosistem Lamun. Jurnal Oseoanologi
Indonesia.
Effendie, 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Hal.114.
Effendie, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengeloaan Dan Sumberdaya
Lingkungan Perairan. Kanisius.Yogyakarta. 258 hlm.
Elmquist, 2011
Fortes, 1990
Hasan, 2002
25
Jenkins (2003)
Manuputty, 2002
Radjab, A. W.. 1998. Percobaan Pemijahan Dan Pemeliharaan Larva Bulu Babi
Tripneustes gratilla (LINNAEUS) Skala Laboratorium. Seminar
Nasional Kelautan LIPI – UNHAS ke – 11, Ujung Pandang 24 – 27 Juni
1998: 334 – 342.
Radjab A. W., 2001. Reproduksi Dan Siklus Bulu Babi (Echinoidea). Oesama.
XXVI (3): 25 – 36.
Radjab, 2004
Ratna, F. D., 2002. Pengaruh Penambahan Gula Dan Lama Fermentasi Terhadap
Mutu Pasta Fermentasi Gonad Bulu Babi Diadema setosum Dengan
Lactobacillus plantarum Sebagai Kultur Starter. [skripsi]. Departemen
Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sanday, 2000
Sugiarto, H, dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga
Diedema. Vol XX, No. 4 : 35-41.Oseana.
26
Sugiarto, et al., 1995
Tamrin, 2011
Tuwo, A., 1995. Aspek Biologi Bulu-Babi Jenis Tripneustes gratilla Di Pulau
Kapoposan, Dati II Pangkep, Sulawesi Selatan. Oseana, Volume XX,
Nomor 1, 1995 : 21 – 29.
www.terangi.or.id
Yusron, E.. 1991. Pertumbuhan Bulu Babi (Tripneustes gratilla) Dalam Bak
Akuarium Di Balitbang Sumberdaya Laut – LIPI Ambon.Bogor. Pros.
Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X.
Zonnelved (1991)
Tuwo, A., 1995. Aspek Biologi Bulu-Babi Jenis Tripneustes gratilla Di Pulau
Kapoposan, Dati II Pangkep, Sulawesi Selatan. Oseana, Volume XX,
Nomor 1, 1995 : 21 – 29.
www.terangi.or.id
Yusron, E.. 1991. Pertumbuhan Bulu Babi (Tripneustes gratilla) Dalam Bak
Akuarium Di Balitbang Sumberdaya Laut – LIPI Ambon.Bogor. Pros.
Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi X.
Zonnelved (1991)
27
LAMPIRAN-LAMPIRAN
28
Lampiran 4. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes
gratilla) Untuk Berat Selama Penelitian
Ulangan Rata-Rata SGR Bulu Babi
Total
Perlakuan (Tripneustes gratilla)
1 2 3 (%gr/hari)
(%gr/hari)
A 7 6.44 4.44 17.88 5.96
B 5.44 5.22 4.89 15.55 5.18
C 6.67 7 6.56 20.23 6.74
Total 19.11 18.66 15.89 53.66 17.88
Rata-Rata 6.37 6.22 5.3 17.89 5.96
= r.t–1
= 9–1
= 8
b. db perlakuan = t–1
= 3–1
= 2
c. db galat = t ( r – 1 )
= 3. ( 3 – 1 )
= 6
𝑦2 53.66²
a. FK = = = 319.93
r.t 9
= 327.45 – 319.93
29
= 7.52
𝑦¡²
c. JKP = ∑ – FK
𝑟
= 323.01 – 319.93
= 3.08
= 7.52 – 3.08
= 4.44
JKP 3.08
a. KTP = = = 1.54
t−1 3−1
JKG 4.44
c. KTG =
(dbg)
= = 0.74
6
KTP 1.54
a. Fhitung = = = 2.0811
KTG 0.74
Sumber Ftabel
db JK KT Fhitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 3.08 1.54
Galat 6 4.44 0.74 2.0811tn 5.14 10.92
Total 8
Keterangan : tn = Berpengaruh Tidak Nyata
30
Lampiran 7. Data Pertambahan Diameter Tiap-Tiap Perlakuan Per Minggu
Dan Rata-Rata Diameter Bulu Babi (Tripneustes gratilla)
Selama Penelitian
Minggu ke- Total Rata-Rata
Perlakuan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 (mm) (mm)
A1 36.74 37.20 37.40 37.54 37.60 37.80 38.67 39.72 39.56 342.23 38.03
A2 37.35 37.31 37.64 37.71 38.12 39.21 40.27 41.27 43.27 352.15 39.13
A3 37.34 37.51 38.34 38.41 38.49 38.93 39.60 40.54 40.77 349.93 38.88
B1 39.69 39.57 39.60 39.66 41.56 41.72 41.31 41.54 42.61 367.26 40.81
B2 37.35 38.20 38.64 38.75 39.96 40.21 40.29 41.30 42.17 356.87 39.65
B3 36.74 37.44 37.49 37.60 38.12 38.12 39.67 40.72 40.54 346.44 38.49
C1 36.73 37.30 38.21 39.17 39.54 41.27 42.33 43.25 43,22 382.8 42.53
C2 37.39 37.29 38.32 39.23 39.23 40.11 41.49 43.30 44.18 360.54 40.06
C3 36.40 38.23 38.40 39.62 39.80 40.22 42.13 44.20 44.17 363.17 40.35
31
Lampiran 10. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes
gratilla) Untuk Diameter Selama Penelitian
Ulangan Rata-Rata SGR Bulu Babi
Total
Perlakuan (Tripneustes gratilla)
1 2 3 (%mm/hari)
(%mm/hari)
A 0.89 1.67 1 3.56 1.19
B 0.78 1.33 1.11 3.22 1.07
C 1.89 1.89 2.22 6 2
Total 4.56 6.89 7.33 12.78 4.26
Rata-Rata 1.52 2.3 2.44 4.26 1.42
= r.t–1
= 9–1
= 8
b. db perlakuan = t–1
= 3–1
= 2
c. db galat = t ( r – 1 )
= 3. ( 3 – 1 )
= 6
𝑦2 12.78²
a. FK = = = 18.15
r.t 9
= 20.26 – 18.15
32
= 2.11
𝑦¡²
c. JKP = ∑ – FK
𝑟
= 19.68 – 18.15
= 1.53
= 7.52 – 1.53
= 0.58
JKP 1.53
a. KTP = = = 0.77
t−1 3−1
JKG 0.58
c. KTG =
(dbg)
= = 0.1
6
KTP 0.77
a. Fhitung = = = 7.7
KTG 0.1
Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam (ANOVA) Laju Pertumbuhan Harian Bulu
Babi (Tripneustes gratilla) Untuk Diameter Selama Penelitian
Sumber Ftabel
db JK KT Fhitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 1.53 0.77
Galat 6 0.58 0.1 7.7* 5.14 10.92
Total 8
Keterangan : * = Berpengaruh Nyata
33
Lampiran 13. Uji BNT Laju Pertumbuhan Harian Bulu Babi (Tripneustes
gratilla) Untuk Diameter Selama Penelitian
Selisih Rata-rata
Perlakuan Rata-rata
C B A
-
A 1.19 0.81** 0.12tn
-
B 1.07 - 0.93**
C 2 - - -
BNT 5 % = 0.622 BNT 1 % = 1.006
**
Keterangan : = Berbeda Sangat Nyata
tn
= Berbeda Tidak Nyata
2 KTG
BNT = Tukey 𝑎.v √ r
2 (0.1)
= 0.05 . 6 √
2
= 1.943 . 0.32
= 0.622
2 KTG
BNT = Tukey 𝑎.v √ r
2 (0.1)
= 0.01 . 6 √ 2
= 3.143 . 0.32
= 1.006
34
Lampiran 14. Data Kelulushidupan (SR) Masing-Masing Perlakuan Per
Minggu Dan Rata-Rata Berat Bulu Babi (Tripneustes gratilla)
Selama Penelitian
35