Anda di halaman 1dari 31

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudra Fasifik dan samudra Hindia

dan mempunyai tatanan geografi laut yang sangat sulit dilihat dari topografi dasar lautnya.

Hampir semua dasar laut dapat di temukan seperti paparan, lereng dan cekungan yang

berupa basin dan palung. Bentuk dasar yang majemuk tersebut beserta lingkungan air di

atasnya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan

sebaran yang luas, baik secara vertikal maupun secara horisontal (Romimohartanto dan

Juwana., 2001).

Di dunia ini terdapat lebih dari satu juta spesies hewan yang sudah teridentifikasi. Dalam

kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menjumpai hewan vertebrata daripada avertebrata,

tetapi sebenarnya jumlah spesies vertebrata hanya 5% dan selebihnya merupakan

avertebrata (Suwignyo, dkk., 2005).

Peranan avertebrata air secara langsung terkait dengan ikan adalah sebagai bahan makan,

sebagai parasit ikan, sebagai pemangsa ikan, dan sebagai kompeterior ikan. Adapun

manfaat avertebrata air bagi manusia yaitu sebagai bahan konsumsi, usaha budidaya,

sebagai indikator biologis yaitu dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat pencemaran

perairan misalnya cacing dari tubificiade dan larva chironomus. Selain bermanfaat bagi

manusia avertebrata air juga dapat merugikan yaitu sebagai inang perantara beberapa

penyakit seperti penyakit demam keong (schitosomiasis) dimana siput sebagai inang

perantara dan penyakit kakai gajah (elphantiasis atau filariasis) dengan nyamuk sebagai

inang perantara. Berbagai jenis avertebrata air juga merupakan sebagai inang perantara bagi

parasit ikan.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun masalah sehingga menyebabkan perlunya dilakukan praktek lapang adalah

kurangnya pengetahuan tentang organism dan habitat hidup hewan avertebrata laut yang

terdiri dari tiga ekosistem yaitu ekosistemlamun, ekosistem karang, dan ekosistem

mangrove.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai sehingga penting untuk melakukan peraktikum ini yaitu untuk

melihat dan mengamati langsung hewan-hewan avertebrata termasuk lingkungannya

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ditinjau dari segi bentuk, ukuran, dan adaptasi lingkungan, hewan avertebrata air

mempunyai keanekaragaman yang tinggi. Sementara dari segi ukuran dijumpai mulai dari

yang berukuran mikron sampai meter, dari bentuk tubuh yang sederhana sampai yang

kompleks. Dilihat dari lingkungan hidupnya, ada yang di darat, air tawar, air payau, air laut,

bahkan ada yang di daerah ekstrim seperti danau garam.

Avertebrata air dapat didefinisikan sebagai hewan tidak bertulang belakang, yang sebagian

atau seluruh daur hidupnya, hidup di dalam air. Berdasarkan keterangan tersebut, tentunya

ada kaitan antara avertebrata air dengan perikanan yang keduanya berhubungan dengan

lingkungan perairan. Bidang perikanan tidak hanya mencakup studi tentang perikanan saja,

melainkan juga menyangkut seluruh kehidupan yang terdapat di dalam perairan, termasuk

avertebrata. Semua kehidupan dalam perairan membentuk hubungan keterkaitan antara satu

dengan yang lainnya, juga dengan lingkungan yang disebut ekosistem.

IDENTIFIKASI AVETEBRATA HEWAN AIR

2.1. Kerang Darah (Anadara granosa)

adalah sejenis kerang yang biasa dimakan oleh warga Asia Timur dan Asia Tenggara.
Anggota suku Arcidae ini disebut kerang darah karena ia menghasilkan hemoglobin dalam
cairan merah yang dihasilkannya.

Kerang ini menghuni kawasan Indo-Pasifik dan tersebar dari pantai Afrika timur sampai
ke Polinesia. Hewan ini gemar memendam dirinya ke dalam pasir atau lumpur dan tinggal
di mintakat pasang surut. Dewasanya berukuran 5 sampai 6 cm panjang dan 4 sampai 5 cm
lebar.

Budidaya kerang darah sudah dilakukan dan ia memiliki nilai ekonomi yang baik.
Meskipun biasanya direbus atau dikukus, kerang ini dapat pula digoreng atau dijadikan satai
dan makanan kering ringan. Ada pula yang memakannya mentah.

3
Seperti kerang pada umumnya, kerang darah merupakan jenis bivalvia yang hidup pada
dasar perairan dan mempunyai ciri khas yaitu ditutupi oleh dua keping cangkang (valve)
yang dapat dibuka dan ditutup karena terdapat sebuah persendian berupa engsel elastis yang
merupakan penghubung kedua valve tersebut.

Kerang darah mempunyai dua buah cangkang yang dapat membuka dan menutup dengan
menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya. Cangkang pada bagian dorsal tebal dan bagian
ventral tipis. Cangkang ini terdiri atas 3 lapisan, yaitu (1) periostrakum adalah lapisan
terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindung (2) lapisan prismatic tersusun dari
kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma, (3) lapisan nakreas atau sering disebut lapisan
induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit (karbonat) yang tipis dan paralel.

Puncak cangkang disebut umbo dan merupakan bagian cangkang yang paling tua. Garis-
garis melingkar sekitar umbo menunjukan pertumbuhan cangkang. Mantel pada pelecypoda
berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah
cangkang. Beberapa kerang ada yang memiliki banyak mata pada tepi mantelnya. Banyak
diantaranya mempunyai banyak insang. Umumnya memilikikelamin yang terpisah, tetapi
diantaranya ada yang hermaprodit dan dapat berubah kelamin.

Kakinya berbentuk seperti kapak pipih yang dapat dijulurkan keluar. Kaki kerang
berfungsi untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir. Kerang bernapas dengan dua
buah insang dan bagian mantel. Insang ini berbentuk lembaran-lembaran (lamela) yang
banyak mengandung batang insang. Antara tubuh dan mantel terdapat rongga mantel yang
merupakan jalan keluar masuknya air.

2.1.1. KLASIFIKASI KERANG DARAH (Anadara granosa)

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Bivalvia

Subkelas : Pteriomorphia

Ordo : Arcoida

Famili : Arcidae

4
Genus : Anadara

Spesies : A. Granosa

2.1.2. Morfologi dan Anatomi Kerang Darah (Anadara granosa)

Cangkang terdiri dari 3 lapisan seperti pada Gambar 2 yaitu:

a) Periostrakum
Lapisan tipis paling luar yang terbuat dari bahan organik konkiolin, sering tidak ada pada
bagian umbo.

b) Prismatik
Lapisan bagian tengah yang terbuat dari kristal-kristal kapur (kalsium karbonat).

c) Nakreas
Lapisan bagian dalam yang terbuat dari kristal-kristal kalsium karbonat dan mengeluarkan
bermacam-macam warna jika terkena cahaya. Sering juga disebut lapisan mutiara. Lapisan
nakreas dihasilkan oleh seluruh permukaan mantel, sedangkan lapisan periostrakum dari
lapisan prismatik dihasilkan oleh bagian tepi mantel.

5
Gambar: Anatomi Dari Anadara granosa (Kerang Darah)

Alat pernapasan kerang berupa insang dan bagian mantel. Insang kerang berbentuk W
dengan banyak lamella yang mengandung banyak batang insang. Pertukaran O2 dan CO2
terjadi pada insang dan sebagian mantel. Mantel terdapat di bagian dorsal meliputi seluruh
permukaan dari cangkang dan bagian tepi. Antara mantel dan cangkang terdapat rongga
yang di dalamnya terdapat dua pasang keping insang, alat dalam dan kaki. Alat peredaran
darah sudah agak lengkap dengan pembuluh darah terbuka. System pencernaan dari mulut
sampai anus.

System saraf kerang terdiri dari 3 pasang ganglion yang saling berhubungan:

•ganglion anterior terdapat di sebelah ventral lambung

•ganglion pedal terdapat pada kaki

•ganglion posterior terdapat disebelah ventral otot aduktor posterior.

Kerang berkulit ganda secara menyamping dimampatkan conchiferans tertutup dengan


suatu kulit/kerang yang terdiri atas dua klep bersendi secara di belakang oleh suatu ikatan
sendi. Rongga mantel melingkupi tubuh berisi suatu pasang ctenidia yang diperbesar, dan
mantel pantat sering diperluas ke dalam pipa pemindah. Mereka bersifat bentos, sering kali
geronggang, atau mungkin epifit dan mereka menduduki suatu angkatan laut yang luas dan
tempat kediaman air tawa(Pratt, 1923).

6
2.1.3. DAUR HIDUP KERANG DARAH (Anadara granosa)

Hewan ini bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini mempunyai alat kelamin yang
terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin jantan akan mengeluarkan sperma ke air
dan akan masuk dalam tubuh hewan betina. Melalui sifon air masuk, sehingga terjadilah
pembuahan. Ovum akan tumbuh dan berkembang yang melekat pada insang dalam ruang
mantel, kemudian akan menetas dan keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini akan
keluar dari dalam tubuh hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian larva tersebut
menempel pada insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan dibungkus oleh lendir dari
kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh
dewasa, larava akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas.

2.1.4. EKONOMI PADA KERANG

Kerang darah (Anadara granosa (L.)) merupakan salah satu hasil laut yang memiliki

nilai ekonomis tinggi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan gizi. Akan tetapi

pengelolaannya belum terorganisir dengan baik. Potensi sumberdaya kerang darah (A.

granosa) di Kota Semarang cukup banyak, jika eksploitasi suatu sumberdaya tidak diiringi

dengan pengelolaan yang memadai akan membahayakan kelestarian sumberdaya tersebut.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik penangkapan

kerang darah (A. granosa) di perairan Semarang, mengetahui produksi kerang darah, untuk

mengetahui rantai pemasarannya di Kota Semarang serta untuk mengetahui kebijakan

pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang, khususnya Dinas Kelautan

dan Perikanan Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu

meneliti masalah secara mendalam yang ditujukan pada nelayan dan lembaga terkait dengan

permasalahan yang diangkat pada penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan kerang

darah belum mendapat perhatian yang serius dari instansi pemerintah maupun masyarakat

yang terkait padahal hasil produksi dari kerang darah ini bisa mencapai 1 ton setiap harinya

(dalam musim penangkapan). Daerah penangkapan kerang darah berada di perairan Kota

7
Semarang yang terdapat di Jalur I (4 mil dari pantai). Kerang darah ini umumnya ditangkap

oleh nelayan dari Demak untuk kemudian dilelang di TPI Demak. Pemanfaatan oleh

nelayan dari daerah lain ini timbul karena alasan skill dari tiap-tiap nelayan, umumnya

nelayan Kota Semarang ahli dalam menangkap rajungan, kepiting dan ikan-ikan lainnya.

Waktu penangkapan kerang darah (A. granosa) ini dilakukan setelah angin musim barat

tepatnya antara bulan Maret sampai dengan bulan September. Penjualan kerang darah di

Kota Semarang ini tidak melalui pelelangan di TPI, tetapi dijual langsung kepada pedagang

pengumpul (bakul) dan kemudian oleh bakul dijual dengan ”sistem penitipan” kepada

pedagang besar yang ada di pasar ikan Kobong di Kota Semarang dengan kompensasi 5%

dari total penjualan.

2.1 CUMI-CUMI

Cumi-cumi adalah kelompok hewan cephalopoda besar atau jenis moluska yang hidup di

laut. Nama itu ''Cephalopoda'' dalam bahasa Yunani berarti "kaki kepala", hal ini karena

kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Seperti semua

cephalopoda, cumi-cumi dipisahkan dengan memiliki kepala yang berbeda. Akson besar

cumi-cumi ini memiliki diameter 1 mm. Cumi-cumi banyak digunakan sebagai makanan.

cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata (tidak bertulang

belakang). Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam, ''Heteroteuthis'', adalah yang memiliki

kemampuan memancarkan cahaya. Organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada

ujung suatu juluran panjang yang menonjol di depan. Hal ini dikarenakan

peristiwa luminasi yang terjadi pada cumi-cumi jenis ini. Heteroteuthis menyemprotkan

sejumlah besar cairan bercahaya apabila dirinya merasa terganggu, proses ini sama seperti

pada halnya cumi-cumi biasa yang menyemprotkan tinta.

8
2.1.1 KLASIFIKASI CUMI-CUMI

Cumi-cumi Sepioteuthis lessoniana Lesson, 1830 merupakan salah satu komuditas

perikanan bernilai ekonomis penting, dan merupakan komoditas ekspor. Cumi-cumi salah

satu sumber makanan bergizi yang banyak diminati oleh masyarakat. Cumi-cumi

(Cephalopda) didalam dunia perdagangan telah dapat mengisi pasaran internasional sebagai

salah satu hasil perikanan, disamping ikan dan udang (Sudjoko, 1988).

Filum : mollusca
Kelas : Cephalopoda
Sub-kelas : Coleoida
Ordo : Teuthida
Sub-ordo : Myopsida
Famili : Loliginidae
Sub-famili : Sepioteuthinae
Genus : Sepioteuthis
Spesis : Sepioteuthis lessoniana

2.2.2 MORFOLOGI CUMI-CUMI

Cumi-cumi termasuk dalam kelas Cephalopoda (hewan yang memiliki sejumlah

lengan/kaki di kepala), kelas yang paling berkembang dalam filum moluska (Buchsbaum et

al., 1994). Cumi-cumi ini dapat mencapai ukuran yang besar sekali, dimana contohnya

adalah cumi-cumi raksasa, Architeuthis di laut Atlantik Utara. Cumi-cumi ini dapat

mencapai panjang total 20 m termasuk tentakelnya 6 m dan lingkaran tubuh 4 m. Pada

cumi-cumi, rostrum dan phragmacone dengan sekat-sekatnya lenyap, dan cangkangnya

terdiri atas sisa pro-ostracum yang ringan dan transparan terdiri dari zat tanduk, disebut

pen.

Cumi-cumi merupakan hewan pelagis yang berenang dengan gaya dorong jet (jet

propulsion) untuk memburu mangsa yang juga perenang. Kecepatan berenang mundur lebih

9
cepat dari pada berenang maju. Cumi-cumi menurut perenang tercepat diantara hewan

avertebrata lainnya (Suwignyo et al., 1998).

Salah satu genus dari famili Loliginidae, yaitu genus Sepioteuthis

mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut: tubuh gemuk dan agak mampat (kompres) secara dorsoventral,

meruncing ke ujung ayang tumpul. Sirip individu yang dewasa dan yang mendekati dewasa

biasanya besar, tersusun oleh daging atau otot, meluas hampir ke seluruh panjang mantel

hingga ke ujung ekor. Hektokotilus pada lengan kiri dari spesies ini tidak memiliki fotofor

(Nateewathana, 1997).

 Nateewathana (1997) mendeskripsikan spesies Sepioteuthis lessoniana, LESSON

secara lebih lengkap, berdasarkan bagian-bagian tubuh :

a) Mantel

Mantel panjang, kokoh, menyatu dan agak meruncing pada ujung posterior, pertengahan

cuping antero-dorsal bulat dan agak menonjol; bagian ujung cuping ventro-lateral sangat

menonjol; tepi mantel ventral cekung.

b) Sirip

Sirip besar, tebal dengan panjang 83 – 94% panjang mantel; cuping bagian anterior sempit

dan bagian paling lebar sekitar 1/3 dari ujung posterior, oval dan lebar, lebarnya sekitar 54 –

71% dari panjang mantel. Sirip bersatu pada ujung posterior.

c) Kepala

Kepala besar namun sedikit lebih kecil dari lebar mantel anterior, leher dan mantel pada

bagian dorsal dihubungkan oleh otot penghubung kepala (nuchal locking apparatus).

Memiliki mata yang besar dan ditutupi seluruhnya oleh kornea kedua yang transparan, pori-

10
pori yang unik (lacrimal) terdapat pada bagian depan mata, puncak olfaktori terlihat

menonjol pada belakang mata.

d) ‘Funnel’/corong

‘Funnel’/corong kokoh dan berbentuk keruut yang membesar kedalam permukaan ventral

kepala; katup corong berada pada posisi subterminal dan telah berkembang dengan baik;

organ corong dorsal berbentuk ‘V’ terbalik dengan dua bujur bantalan. Tulang rawan

nuchalberbentuk ‘biola’ dan lebih sederhana, lurus dan agak melengkung pada bagian luar

di dekat pasterior, sebuah lekuk yang dalam terdapat pada bagian pertengahan; tulang

rawan.

e) Lengan

Lengan gemuk dengan ujung yang agak tajam, ukurannya tidak sama dan berada pada

tingkatan ukuran III,IV,II,I. Lengan I pendek berbentuk segitiga dengan selaput otot/’keel’

aboral sepanjang lengannya. Lengan II datar dengan dasar keel berenang aboral, yang mana

bagian terluas terdapat pada pertengahan lengan. Lengan III besar dengan dasar keel aboral

yang tebal. Lengan IV tidak memiliki keel aboral, besar dan memiliki selaput sepanjang tepi

dorsal. Selaput pelinung yang kuat melapisi lengan II-III dan lebih lemah pada lengan IV.

Penghisap seri ganda terdapat pada seluruh lengan; berdiameter kurang dari 2 mm,

ukurannya mengecil kearah ujung. Penghisap terbesar terdapa pada jarak 1,25 dari ujung

proxial lengan; penghisap terbesar terdapat pada lengan III dan terkecil pada lengan Ipada

individu jantan dan betina. Cincin penghisap terdiri atas 17 – 28 gigi yang tajam dan

runcing.

f) Lengan kiri IV

Lengan kiri IV pejantan berungsi sebagai hektokotilus, yang mana bagian yang

termodifikasi sampai pada bagian 20 -30 %. Ukuran dan bentuk lengan kiri umumnya sama

11
dengan lengan kanan. Bagian proximal lengan yang tidak termodifikasi terdiri atas 25 – 30

% pasangan penghisap yang tersusun dalam dua baris.

g) Tentakel

Tentakel berbentuk batang yang panjang, kokoh , dan compres secara lateral. Bagian

pentung (club) agak lebih besar dengan bagian tepi dilapisi oleh selaput yang telah

berkembang dengan baik, kokoh dengan dilengkapi penyokong yang menonjol, bagian

permukaan aboral memiliki keel yang kuat.

h) Gladius/pen

Gladius/pen dengan rachis/tulang yang kokoh, melebarpada anterior dan mengecil pada

posterior, pada bagian tengah berbentuk lingkaran, tebal secara lateral. Bagian vane lebar

dengan bagian terlebar pada 1/3 dari ujung posterior, tebal pada bagian posterior namun

bagian tepinya tipis.

i) Paruh bawah

Paruh bawah pendek dan kuat dengan ujung taring yang melengkung, memiliki kepala

yang pendek dan sayap yang yang besar. Bagian ujung taring dan tepi pemotong bagian

anterior sayap berwarna hitam, bagian puncak melengkung tanpa adanya pigmen warna.

j) Radula

Radula terdiri atas tujuh gigi melintang dansama pada individu betina maupun jantan; gigi

rasidian pendek dan kuat dengan taring samping yang rendah, gigi samping pertama dan

kedua sama dengan gigi rasidian namun sedikit lebih besar, gigi samping ke tiga berbentuk

pelat oval dengan kait yang tipis.

k) Spermatofor

Spermatofor dengan ukuran panjang 4,5 mm dan lebar 0,15 mm, terdiri batas kumpulan

sperma sepanjang kurang lebih total panjang spermatofor. Tubuh semen dengan

penyempitan terdapat bagian pertengahan tubuh spermatofor, hampir terpisah menjadi dua

12
bagian, bagian aboral lebih besar dari pada bagian oral. Alat ejakulasi terdiri atas beberapa

gulungan besar dan rapat sekali di bagian ujung oral spermatofor.

l) Kantong tinta

Kantong tinta bentuk pirifrom tanpa fotofor, dengan lapisan luar berwarna hijau-biru

keperakan dengan gari-garis pada sisi ventral massa isi rongga perut.

2.2.3 SIKLUS HIDUP DAN REPRODUKSI CUMI-CUMI

Reproduksi cumi dalam banyak hal sangat berbeda daripada di moluska lainnya. Pertama,

jenis kelamin terpisah dan kawin biasanya mencakup masa pacaran yang sering melibatkan

perubahan warna yang rumit. Hal ini diikuti dengan transfer sebuah spermatophora (paket

sperma) oleh jantan ke betina melalui lubang mantelnya. Spermatophora ditransfer oleh

jantan baik menggunakan pen is atau lengan yang dapat diubah disebut sebuah

hectocotylus. Kebanyakan betina kemudian bertelur yolky besar dalam cluster di dasar laut

atau pada setiap substrat keras lainnya. Telur berkembang dengan membagi merata bukan

dalam pola spiral moluska lainnya. Setelah masa perkembangan dalam telur, remaja

menetas langsung tanpa stadium larva yang renang seperti umumnya pada moluska lainnya.

2.2.4 EKONOMI PADA CUMI-CUMI

Penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka telah berkembang, baik dengan

alat tradisional maupun modern. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari squid jigging dan

bagan tancap. Perikanan cumi-cumi di perairan ini belum dikelola dengan baik seperti

terlihat dari kecenderungan produksi cumi-cumi di PPN Sungailiat yang menurun 17,59%

per tahun pada periode 2010 – 2013, banyaknya nelayan luar yang menangkap cumi dan

maraknya penambangan timah illegal di perairan pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk

menentukan tingkat pengelolaan sumberdaya cumi-cumi yang optimal di perairan

Kabupaten Bangka berdasarkan aspek biologi dan aspek ekonomi. Analisis yang digunakan

13
yaitu model bio-ekonomi Schnute karena lebih sesuai untuk menduga stok cumi-cumi di

perairan ini. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di perairan

ini sudah mengalami tangkap lebih baik secara biologi maupun ekonomi sejak tahun 2010.

Dimana tingkat produksi pada tahun tersebut sudah mencapai 116,12% dari MEY dan

115,94 dari MSY. Tingkat produksi optimal pada kondisi MEY yaitu 767,13 ton/tahun

dengan upaya tangkap 5.544 trip/tahun.

2.3 UDANG

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut atau danau.

Udang menjadi dewasa dan bertelur hanya di habitat air laut. Betina mampu menelurkan

50.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas setelah 24 jam menjadi larva (nauplius).

Nauplius kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke dua yaitu zoea (jamak zoeae). Zoea

memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis (jamak

myses). Mysis memakan ganggang dan zooplankton. Setelah tiga sampai empat hari

kemudian mereka bermetamorfosis terakhir kali memasuki tahap postlarvae: udang muda

yang sudah memiliki ciri-ciri hewan dewasa.

Udang air tawar mempunyai peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan

ekosistem. Udang air tawar berfungsi sebagai makanan bagi hewan akuatik yang lebih

besar, seperti ikan. Udang air tawar juga berfungsi sebagai pemakan bangkai dan detritus di

sungai, kolam dan danau. Apabila udang air tawar tidak terdapat di perairan, perairan akan

mengalami pembusukan yang dapat meningkatkan zat amoniak dan bersifat racun.

Udang air tawar dikelompokkan dalam subfilum Crustacea, kelas Malacostraca, ordo

Decapoda, yang terdiri dari famili Palaemonidae, Atyidae dan Alpheidae (Holthuis 1980).

Ciri-ciri morfologis udang menurut Fast & Lester (1992), mempunyai tubuh yang bilateral

simetris terdiri atas sejumlah ruas yang dibungkus oleh kitin sebagai eksoskeleton. Tiga

14
pasang maksilliped yang terdapat di bagian dada digunakan untuk makan dan mempunyai

lima pasang kaki jalan sehingga disebut hewan berkaki sepuluh (Decapoda).

Tubuh biasanya beruas dan sistem syarafnya berupa tangga tali. Dilihat dari luar, tubuh

udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan

disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada yang menyatu.

Bagian kepala tertutup kerapak, bagian perut terdiri dari lima ruas yang masing-masing ruas

mempunyai sepasang pleopod dan ruas terakhir terdiri dari bagian ruas perut, dan ruas

telson serta uropod (ekor kipas). Tubuh udang mempunyai rostrum, sepasang mata,

sepasang antena, sepasang antenula bagian dalam dan luar, tiga buah maksilipied, lima

pasang chelae (periopod), lima pasang pleopod, sepasang telson dan uropod.

2.3.1 KLASIFIKASI UDANG.

Udang yang mempunyai nama latin Penaeus monodon ini diklasifikasikan tergolong

kedalam ordo Decapoda yang merupakan ordo krustasea dalam kelas Malacostraca,

termasuk banyak kelompok lainnya seperti lobster, kepiting dan udang.

Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda/Bivalvia
Sub
Kelas : Lamelladibranchia
Ordo : Taxodonta
Family : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granos

15
2.3.2 MORFOLOGI UDANG

Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala

dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax yang

terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas dibagian dada. Bagian badan dan

abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan

(kaki renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan

satu telson yang berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau

carapace bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk

kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007). Menurut Haliman dan Adijaya (2004) udang putih

memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara

periodik (moulting) Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3

pasang maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5

pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi

sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang berbentuk capit

(dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri dari 6 ruas pada bagian

abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropods (ekor) yang

membentuk kipas bersama-sama telson. Udang juga mengalami moulting pada saat bulan

purnama atau bulan mati (moulting secara normal) dan moulting pada saat mengalami stres

yang diakibatkan oleh lingkungan dan penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003).

2.3.3 SIKLUS HIDUP DAN REPRODUKSI UDANG

Udang menjadi dewasa dan bertelur hanya di habitat air laut. Betina mampu

menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur, yang akan menetas setelah 24 jam

menjadi larva (nauplius). Nauplius kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke dua

16
yaitu zoea (jamak zoeae). Zoea memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari

bermetamorfosis lagi menjadi mysis (jamak myses). Mysis memakan ganggang

dan zooplankton. Setelah tiga sampai empat hari kemudian mereka bermetamorfosis

terakhir kali memasuki tahap pascalarva: udang muda yang sudah memiliki ciri-ciri hewan

dewasa. Seluruh proses memakan waktu sekitar 12 hari dari pertama kali menetas. Pada

tahap ini, udang budidaya siap untuk diperdagangkan, dan disebut sebagai benur. Di alam

liar, postlarvae kemudian bermigrasi ke estuari, yang sangat kaya akan nutrisi dan

bersalinitas rendah. Di sana mereka tumbuh dan kadang-kadang bermigrasi lagi ke perairan

terbuka di mana mereka menjadi dewasa. Udang dewasa merupakan hewan bentik yang

utamanya tinggal di dasar laut, udang masih kerabat jauh dari serangga seperti ulat bulu,

kupu-kupu, cencorang dan sebagainya.

Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembunuhan

berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Telur menetas menjadi larva yang

sangat kecil, berkaki tiga pasang dan bersilia. Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan

akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali.

2.3.4 EKONOMI PADA UDANG

Udang mantis merupakan salah satu komoditas hewan laut yang mempunyai nilai ekonomi

tinggi. Udang mantis termasuk salah satu jenis krustase laut yang bernilai gizi tinggi,

dengan kadar protein dapat mencapai 87,09%. Beberapa spesies udang mantis dikenal

sebagai bahan makanan eksotis dan sebagai komoditas ekspor. Jenis-jenis udang mantis

yang bernilai ekonomi tinggi adalah dari famili Harpiosquillidae dan Squillidae. Dalam

keadaan hidup, udang mantis dijual per ekor berdasarkan ukuran panjang, dengan kisaran

Rp 10.000,- hingga Rp 80.000,-. Dalam keadaan mati, udang mantis dijual dengan harga Rp

45.000,-/kg. Udang mantis dapat hidup dalam air laut maupun air payau, dan sering

dijumpai di daerah pesisir maupun pertambakan. Habitat sebagian besar udang mantis

17
adalah pantai, senang hidup di dasar air terutama pasir berlumpur. Udang mantis

mempunyai kemampuan beradaptasi yang tinggi, bahkan di daerah yang sudah

terkontaminasi. Sampai saat ini udang mantis diperoleh dengan mengandalkan hasil

tangkapan nelayan, yang ketersediaannya tergantung musim. Udang mantis merupakan

salah satu hasil tangkapan sampingan nelayan dengan target tangkapan utama ikan maupun

udang. Dalam rangka mencegah terjadinya penurunan hasil tangkapan sekaligus menjaga

kelestarian populasi udang mantis, perlu dilakukan upaya budidaya. Domestikasi sebagai

langkah awal dalam usaha budidaya perlu dilakukan, untuk itu, diperlukan penelitian/kajian

tentang berbagai aspek seperti aspek biologi, ekologi, reproduksi, genetika, dan lain-lain.

2.4 KEPITING

Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari upabangsa

(infraordo) Brachyura, yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa

Yunani: brachy = pendek, ura = ekor), atau yang perutnya (abdomen) sama sekali

tersembunyi di bawah dada (thorax). Tubuh kepiting dilindungi oleh cangkang yang sangat

keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasangcapit. Ketam adalah nama lain

bagi kepiting.

Kepiting terdapat di semua samudra dunia. Ada pula kepiting air tawar dan darat,

khususnya di wilayah-wilayah tropis. Rajunganadalah kepiting yang hidup di perairan laut

dan jarang naik ke pantai, sedangkan yuyu adalah ketam penghuni perairan tawar (sungai

dan danau).

Kepiting beraneka ragam ukurannya, dari ketam kacang, yang lebarnya hanya

beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m.

Kepiting sejati mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi

menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis

kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di

18
bawahcephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian

depan dari carapace tidak membentuk sebuahrostrum yang panjang.Insang kepiting

terbentuk dari pelat-pelat yang pipih ("phyllobranchiate"), mirip dengan insang udang,

namun dengan struktur yang berbeda.

2.4.1 KLASIFIKASI KEPITING

Kepiting merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang sangat digemari masyarakat

dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Disamping cita rasanya yang digemari, kepiting

mengandung nilai nutrisi yang baik. Kepiting yang banyak dikonsumsi dan berpotensi untuk

dibudidayakan adalah kelompok famili portunidae yang tergolong sebagai kepiting

perenang (swimming crabs) karena memiliki pasangan kaki terakhir yang memipih dan

digunakan untuk berenang. Famili ini meliputi rajungan (Portunus, Charybdis dan

Thalamita) dan kepiting bakau (Scylla spp.).

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scyllaserrata

2.4.2 MORFOLOGI KEPITING RAJUNGAN

Kepiting rajungan (Portunus pelagicus) adalah sebelah kiri dan kanan karapaksnya

terdapat duri yang besar. Duri-duri sisi belakang matanya berjumlah Sembilan buah

(termasuk duri besar). ukuran lebar karapas lebih besar dari pada ukuran panjang tubuhnya.

Rajungan jantan karapaksnya berwarna dasar biru ditaburi bintik-bintik putih yang beraneka

ragam bentuknya. Sedangkan yang betina berwarna dasar hijau kotor dengan bintik-bintik

seperti jantan (Soim, 1994). Menurut Afrianto dan Liviaty (1992) pada bagian perut (dada)

19
kepiting jantan umumnya organ kelamin berbentuk segitiga yang sempit dan agak

meruncing dibagian depan, sedangkan organ kelamin betina berbentuk segitiga yang relatif

lebar dan dibagian depannya agak tumpul (lonjong).

2.4.3 REPRODUKSI DAN DAUR HIDUP PADA KEPITING RAJUNGAN

Reproduksi menjadi suatu aktivitas penting untuk menjaga keberlangsungan generasi dari

P. pelagicus. Dalam proses reproduksi tingkah laku menjadi bagian yang lazim dilakukan

oleh makhluk hidup lainnya untuk menarik pasangannya dengan memberi sinyal-sinyal

yang dipahami oleh lawan jenis. Demikian pula yang terjadi pada spesies yang pintar

menari ini. Ketika spesies jantan mengalami matang maka akan mencoba menarik perhatian

spesies betina yang mengarah pada kematangan gonad. Ritual yang biasa dan unik adalah

ketika spesies jantan berdiri tinggi dengan menggunakan kaki jalan sebagai

tumpuan,sesekali menggali substrat pasir, meregangkan capit mengarah keluar tubuh atau

melipatnya kea rah dalam dan pada saat ini feromon dilepaskan ke air yang berperan

sebagai komunikasi untuk menarik spesies betina.

Dalam daur hdupnya, rajungan melalui fase telur, zoea dan pasca burayak yang telah

menyerupai induknya. Telur rajungan menetas sebagai Zoea I yang berkembang menjadi

Zoea II, Zoea III dan Zoea IV. Setelah itu, metamorfosa menjadi megalopa yang merupakan

tingkatan akhir perkembangan burayak. Selanjutnya tingkat perkembangan pasca burayak

diawali dengan crab I (rajungan muda) yang memerlukan moulting (berganti kulit) untuk

menjadi dewasa (juwana 1997)

2.4.4 EKONOMI KEPITING RAJUNGAN

Kepiting Rajungan merupakan komoditas bernilai tinggi. Dengan harga jual mencapai Rp

70.000/kilogram, saat ini permintaannya cenderung terus naik terutama dalam memenuhi

permintaan pasar ekspor ke berbagai Negara khususnya Amerika Serikat.

20
Permintaan dan harga yang menggiurkan ini, disatu sisi telah memicu over eksploitasi

diberbagai wilayah dan saat ini mulai terlihat kecenderungan penurunan stok yang cukup

drastis. Upaya yang penting apalagi saat ini peran perikanan budidaya juga dinilai sebagai

jawaban bagaimana di satu sisi kelestarian jenis ini bisa dijaga.

21
III. METODE PERAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari selasa 09 oktober s/d 15 november 2018,

pukul 02.00 - 16.00 WIB, yang bertempat di BBI (Balai Benih Ikan) FALKULTAS

PERTANIAN, UNIVERSITAS ISLAM RIAU,.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pratikum ini dengan cara manual dan bahannya yaitu

penggaris, gunting, pisau, pingset, mangkok kaca, dan nampan.

3.3 Metode Praktikum

Metode yang digunakan yaitu dengan cara pengamatan langsung, dengan cara membedah

hewan-hewan avebrata yang tidak mempunyai tulang belakang, seperti kerang, cumi-cumi,

udang, dan kepiting, agar bisa mengetahui ilmu pengetahuan dan perbedaan hewan yang

mimiliki tulang belakang dan tidak memiliki tulang belakang

Nama-nama latin
Nama-nama hewan air avebrata

Tegillarca granosa
Kerang Darah

Teuthida
Cumi-cumi

Caridea
Udang Galah

Brachyura
Kepiting Rajungan

22
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

4.1.1 Kerang Darah

Panjang : 3,6 cm

Tinggi : 2 cm

Lebar : 2,6 cm

Jumlah ruas: 18 buah

4.1.2 Cumi-cumi

Panjang kantong plastik : 10 cm

Panjang badan : 10,2 cm

Lebar badan : 3 cm

Panjang sirip : 3 cm

Panjang tentakel panjang : 13 cm

Panjang tentakel pendek : 4 cm

Jumlah tentakel panjang : 9 buah

Jumlah tentakel pendek : 1 buah

4.1.3 Udang Galah


panjang badan : 7 cm Jumlah kaki berenang : 5 psg
Lebar badan : 2 cm Panjang karapak : 5,5 cm
Panjang antena : 3,8 cm Jumlah luas perut : 6 Ruas
Panjang kaki berjalan : 4 cm Panjang telson : 2 cm
Jumlah kaki berjalan : 5 pasang Panjang uropot : 2,7 cm
Panjang kaki berenang : 2,5 cm Panjang rustrum : 4,5 cm

23
4,1,4 Kepiting rajungan

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Kerang

Pada pratikum avertebrata hewan air ini, kerang termasuk dari avebrata dimana

kerang tidak mempunyai tulang belakang, dimana dalam penelitian ini kita bisa mengetahui

isi tubuh dari kerang dan juga mengetahui organ dari kerang dan dapat mengetahui bahwa

kerang mempunyai cangkang yang keras dan sebuah mantel yang berupa dua daun telinga

yang simetri bilateral dan lain sebagainya.

4.2.2 Cumi-cumi

pada pratikum cumi-cumi ini juga termasuk dari avertebrata juga, dimana dalam

penelitian ini kita bisa mengetahui isi dari tubuh cumi-cumi dan juga dapatkan ilmu yang

24
mengetahui bagian-bagian organ dari cumi-cumi dan dapat kita ketahui bahwa cumi-cumi

mempunyai bagian-bagian yang sangat penting yaitu, kepala, sirip, mantel, corong,

tentakel, gladiun/pen, radula, paru bawah, kantong tinta, spermatofor.

4.2.3 Udang Galah

Pada pratikum udang ini juga termasuk hewan aveterbrata dimana udang tidak juga

mempunyai tulang belakang, dalam penelitian ini kita bisa mengetahui bagian dalam tubuh

udang dan disini kita tidak tau makan udang saja, kita juga mendapatkan ilmu yang belum

kita ketahui tentang organ organ dari udang tersebut dan dapat di ketahui juga udang

mempunyai bagian-bagian organ yang sangat penting bagi udang yaitu, udang dapat dibagi

menjadi dua bagian yaitu bagian kepala dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan

bagian badan. Di bagian badan dan abdomen mempunyai sepasang anggota badan (kaki

renang) yang beruas-ruas. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas dan satu telson yang

berbentuk runcing.

25
4.2.4 Kepiting Rajungan

Pada praktikum ini kepiting merupakan hewan avertebrata dimana dalam penelitian

ini kita juga bisa mengetahui isi dari tubuh kepiting dan juga dapatkan ilmu yang

mengetahui bagian-bagian organ dari kepiting dan dapat di ketahui bahwa kepiting

mempunyai bagian-bagian yaitu, Pada dahi ada sepasang matanya terdapat duri dan

disamping kanan kiri nya juga ada duri. Kepitng bakau jantan mempunyai sepasang lengan

sepit besar dan kokoh yang dapat mencapai panjang hampir dua kali dari pada panjang

karapasnya, sedangkan kepiting bakau betina itu relatif capi tnya lebih pendek. Selain itu,

kepiting baku juga memiliki 3 pasang kaki jalan serupa bentuknya dan sepasang kaki

perenang serupa dayung berujung bundar berujung tumpul.

26
V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang Praktikum Avertebrata Air ini dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari beberapa organisme tersebut, tidak ada beberapa yang memiliki persamaan bentuk

tubuh sehingga dapat membedakan hewan air yang lunak dan keras

2. Organisme dari Filum Mollusca memiliki struktur tubuh yang lunak.

3. Dari beberapa Filum yang telah diamati, didapatkan 3 spesies dari Filum Mollusca (kerang,

Cumi-cumi, dan udang), dan 2 dari Filum Arthropoda (kepiting dan udang)

4. Umumnya organisme yang termasuk kedalam Filum arthropoda memiliki tubuh yang beruas-

ruas.

5.2 SARAN

Dengan melihat kondisi didalam Laboratorium Budidaya Perairan Universitas Islam Riau

alat-alat yangmenunjang praktikum sudah cukup lengkap walaupun ada sedikit yang rusak,

patah dan sebagainya, saran dari saya sebagai pihak kampus atau yang bertanggung jawab

untuk meningkatkan dan nambahkan lagi alat-alat dan bahan praktek tersebut, agar pada

waktu melaksanakan praktikum kedepannya dapat berjalan dengan lancar. Selain itu,

praktek yang dilakukan dapat langsung mengidentifikasi organisme di lapangan langsung

sehingga mahasiswa juga dapat mengenal lingkungan tempat hewan tersebut hidup.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Penuntun Praktikum Invertebrata. Jurusan Perikanan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Universitas Halueleo. Kendari.

Aslan, L.M., Yusnaini, Wa Iba. 2010. Bahan Ajar Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.

Brotowidjoyo, M.D. 1994. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Hanlon, R.T. and J.B. Messenger. 1996. Cephalopod Behavior. Cambridge University Press;

Cambridge.

Jasin, Maskuri. 1984. Sistematika Hewan Vertebrata dan Avertebrata.Surabaya : Sinar

Wijaya Surabaya.

Kastawi, Yusuf. 2003. Zoologi Avertebrata. Malang : UM Press.

Kimbal, John. W. 1983. Biologi, edisi ke lima. Institut pertanian bogor : PT gelora Aksara

Pratama.

Kramadibrata. 1996. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis (Terjemahan : Muhammad

Eidman, Koesoebiono, Dietrich Geoffrey Bengen, Malikusworo Hutomo, dan

Suristijono Sukardjo). Gramedia. Jakarta.

Kreuzer, Delianis.1986. Morfologi dan Anatomi cumi cumi Loligo duvauceli yang dapat

Memancarkan Cahaya (Morphology and Anatomy of light-emitting squid Loligo

duvauceli). Jurnal Moluska Indonesia. Volume 2(1 ): 33-38.

Newmark. 2004. Zoologi Perairan Laut. Jakarta: Erlangga.

28
Nontji, A. 2000. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Pricillia, V. 2011. Journal: Karakteristik Cumi-cumi (Loligo sp). Departemen Teknologi

Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor;

Bogor.

Rocha, F., Guerra A. and Gonzalez A.F. 2001. A review of Reproductive strategies in

cephalopods. Biol. Rev.76,291-304.

Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2001. Biologi Laut edisi I Ilmu Pengetahuan Tentang Biota

Laut. Djambatan. Jakarta.

Roper, C.F.E. and G.L. Voss. 1983. Guidelines for taxonomic description of cephalods

species. Mem. Natl. Mus. Vic. 44: 48-63.

Subani, 1984. Evolusi Avertebrata. Jakarta: UI Press.

Sugiarti, O., 1989. Aspek Ekologi Penganekaan Pangan. Penerbit Yayasan Pembina Fakultas

Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suwignyo, B.W., Wardianto, Y., Krisanti, M. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Penebar

Swadaya. Bogor.

Wikipedia. 2010. Mollusca. http://id.wikipedia.org/wiki/Mollusca. Diakses tanggal 20

November 2018.

29
LAMPIRAN

 ALAT

 Kerang

 Cumi-cumi

30
 Udang

 Kepiting

31

Anda mungkin juga menyukai