id
Vol. 15 No. 1 (2019) Hal. 57-64
p-ISSN 1858-3075 | e-ISSN 2527-6131
Email : aulia.nm@ub.ac.id
1Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
2Magister Pengelolaan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Sleman, Indonesia
Abstrak — Kota Yogyakarta merupakan kota padat penduduk dengan sejumlah aktivitas manusia yang sangat
padat, serta konstruksi bangunan dengan potensi bahaya kebakaran yang tinggi, oleh karena itu perlu adanya
upaya pemetaan sebagai langkah awal dari upaya mitigasi bahaya kebakaran (pencegahan dan pengurangan
risiko bahaya kebakaran). Beberapa faktor yang dapat memicu bahaya kebakaran yaitu jenis aktivitas penduduk,
material konstruksi bangunan, kerapatan antar bangunan, aksesibilitas jalan, jumlah mobil pemadam kebakaran,
dan sumber air sebagai pemadaman. Faktor-faktor utama tersebut menjadi latar belakang utama dalam
penelitian, yaitu memetakan bahaya kebakaran di Kota Yogyakarta secara spasial tahun 2017 sebagai upaya
mitigasi bahaya kebakaran. Metode yang digunakan dalam penentuan zonasi dan penanggulangan dini berupa
metode kuantitatif dengan teknik scoring serta analisis spasial berbasis ArcGIS yang dilakukan dengan teknik
overlay dengan beberapa variabel. Hasil penelitian membagi Kota Yogyakarta menjadi 3 (tiga) zona bahaya,
yaitu kawasan rawan kebakaran kelas tinggi, sedang, dan rendah. Kawasan kerentanan tingkat tinggi diperoleh
sebesar 53,08%, kawasan kerentanan tingkat sedang sebesar 15,65%, dan kawasan kerentanan tingkat rendah
(aman) sebesar 31,26%.
57
Pemetaan Zona Kerentanan Bahaya Kebakaran Sebagai Upaya Mitigasi
Awal Kebakaran Kota Yogyakarta – [Aulia Nur Mustaqiman, dkk]
dan Kecamatan Umbulharjo [2]. bencana, pemetaan kawasan rawan dan risiko
Hal tersebut menjadi latar belakang bahwa bencana, tanggap darurat dan kontijensi,
perlunya tindakan upaya mitigasi dini terhadap meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap
kebakaran di Kota Yogyakarta. Salah satunya bencana, dan pengurangan risiko bencana (risk
dengan melakukan kajian pemetaan dengan assessment). Penelitian terhadap kerentanan
mengukur nilai kerentanan pada faktor-faktor tersebut menurut Turnining Ayu Rachmawati
terkait. Faktor-faktor tersebut akan dinilai sebagai (2018) merupakan serangkaian pendekatan
upaya pengurangan risiko kebakaran proses untuk melihat dampak yang dapat
sebagaimana dikatakan oleh [3] bahwa upaya diakibatkan oleh bencana guna upaya
mitigasi termasuk salah satu dalam pengelolaan pengurangan risiko bencana berbasis tata ruang
atau manajemen risiko. [8].
Kebaruan penelitian ini adalah terletak pada Upaya yang perlu dilakukan yaitu kajian
pengadaan dan penyediaan data berupa pemetaan evaluasi terkait pemetaan dan mitigasi zona risiko
dan zonasi terhadap bahaya kebakaran yang mana kebakaran sebagai wilayah pemukiman dan
dikarenakan riset yang telah pernah ada kesesuaian daya dukung lingkungannya di Kota
sebelumnya dengan topik kebakaran di Kota Yogyakarta. Falah (2015) berpendapat bahwa
Yogyakarta hanya berupa upaya optimasi jalur Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan
pemadam kebakaran yang diteliti pada tahun sistem informasi yang memiliki peran guna
2014 sehingga tidak dapat dideskripsikan secara mengolah data informasi spasial atau keruangan
spasial. berupa objek luas wilayah, koordinat, dan
Metode penelitian menggunakan metode panjang wilayah [9]. Adapun beberapa manfaat
kuantitatif berbasis spasial dengan menggunakan SIG menurut Wibowo (2015) berfungsi untuk
software atau aplikasi ArcGIS 10.2 yang mampu mengetahui indeks potensi (kerentanan) suatu
mengolah serta menunjukkan data kewilayahan wilayah, persebaran penduduk atau pemukiman,
menjadi suatu informasi spasial tematik yang dan luas wilayah administrasi [10]. Tumiar
informatif di Kota Yogyakarta. Tujuan dari Katarina Manik (2018) dalam bukunya “Risiko
penelitian ini adalah untuk mengetahui zona Bencana” menuliskan bahwa aspek kerentanan
kawasan risiko bahaya kebakaran berbasis spasial dan aspek kapasitas diperoleh dengan analisis
dan memberikan rekomendasi untuk mengurangi data berupa data sosial, data ekonomi, data
risiko terjadinya kebakaran di perkotaan demografi, data fasilitas umum dan data kondisi
Yogyakarta berbasis ArcGIS versi 10.2. pemerintahan [11].
58
DINAMIKA REKAYASA Vol. 15 No. 1 (2019)
p-ISSN :1858-3075 | e-ISSN : 2527-6131 | http://dinarek.unsoed.ac.id
aplikasi software ArcGIS versi 10.2, kemudian Tabel-2. Tipe konstruksi bangunan
melakukan pengolahan data, dan membuat (SNI 03-1736-989)
strategi rekomendasi mitigasi kebakaran. Persentase Blok
Teknik pengambilan sampel yang digunakan No. Klasifikasi
Pemukiman
Nilai
adalah teknik non-probability sampling dengan Berdasarkan Tipe
Bangunan Rata-rata
jenis purposive sampling yang mana sampel mampu mencegah
diambil berdasarkan syarat dan kriteria tertentu 1. Tipe A 1
penjalaran panas
yang telah ditentukan dan ditetapkan pada metode 2. Tipe B sedang 2
penelitian. Hasil sampel (data) berupa data jalan 3. Tipe C mudah terbakar 3
utama dan jalan sekunder sebanyak 45 sampel
atau kelompok (diperoleh dengan cara Tipe A merupakan kelas bangunan tidak
pengelompokan tipe jalan perkotaan melalui mudah terbakar berbahan dasar isolator. Tipe A
interpretasi peta dan survei sebagai langkah diberi nilai terkecil yaitu nilai 1 (satu) karena
verifikasi lapang) di perkotaan Yogyakarta dan memiliki potensi kecil dalam penyebaran panas,
15 sampel (kelompok) kawasan bangunan sedangkan tipe C adalah berbahan dasar mudah
pemukiman (didapat dengan cara menghitung terbakar seperti kayu dan serat yang mudah
jumlah macam-macam kelompok bangunan yang menjalarkan panas sehingga memiliki nilai
mengacu pada SNI 03-1736-989, Peraturan tertinggi sejumlah 3 (tiga) artinya sangat berisiko
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2009 terhadap kebakaran, dan tipe B berisiko sedang
dan buku “Problem of settlement of urban in sehingga pada SNI 03-1736-989 ditunjukkan
Indonesia” yang ditulis oleh Suharyadi yang dengan nilai 2 (dua).
tersebar pada setiap kecamatan di Kota Tabel-1 dan Tabel-2 menunjukkan tingkat
Yogyakarta, kemudian diolah dengan kerentanan kebakaran terhadap pemukiman.
menggunakan teknik analisis kuantitatif, dengan Peneliti menambahkan variabel tambahan berupa
teknik scoring atau penilaian (ranking) dimana aktivitas di dalam bangunan berdasarkan
parameter-parameter (ditunjukkan pada Tabel-1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20
dan Tabel-2) masing-masing diberi kategori Tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel-3.
penilaian kemudian direkap menjadi satu tabel Tabel-3 merupakan salinan Peraturan
hasil dari semua pengharkatan dari semua Kementerian Pekerjaan Umum yang memberikan
parameter. Tabel scoring dapat dilihat di Tabel-1. pedoman dalam Peraturan Menteri Nomor 20
Penilaian terhadap kepadatan pemukiman Tahun 2009 bahwa setiap bangunan secara umum
berdasarkan kepadatan bangunan rata-rata guna sudah ditentukan nilainya berdasarkan klasifikasi
kerentanan terhadap ancaman kebakaran yang telah ditetapkan oleh kementerian, yang juga
didasarkan pada parameter kerentanan kebakaran telah dibuktikan oleh penelitian Sarwono [8].
[12] yaitu tipe bangunan, kepadatan pemukiman, Tahap pertama adalah melakukan digitasi
dan aktivitas di dalam bangunan tersebut yang pada peta yang telah tersedia. Digitasi peta agar
mana ketiga hal tersebut menjadi tiga parameter lebih praktis dilakukan masing-masing yang
utama. meliputi digitasi akses jalan, kawasan-kawasan
aktivitas masyarakat, dan digitasi kawasan
Tabel-1. Kepadatan bangunan pemukiman menurut kerapatan/kepadatan bangunan di Kota
Persentase Blok Yogyakarta. Tahap selanjutnya adalah melakukan
Pemukiman pembobotan sekaligus penilaian di atas peta yang
No. Klasifikasi Berdasarkan Nilai telah terdigitasi sesuai dengan batas-batas
Kepadatan kawasan. Pada tahap ini diperoleh 3 (tiga) peta
Bangunan Rata-rata
1. Jarang < 40 % 1
yang masing-masing sudah terdigitasi. Semakin
Cukup Padat 40 % - 75 %
besar risiko suatu variabel maka nilai bobotnya
2. 2
akan semakin tinggi dan sebaliknya. Penilaian
Kepadatan > 75 %
3. 3 dapat dimulai (tidak harus urut) dengan kondisi
Tinggi
aktivitas masyarakat di Kota Yogyakarta sesuai
Semakin padat maka nilai (pengharkatan) kawasan-kawasan yang ditetapkan, kemudian
diperoleh semakin besar. Pedoman penilaian penilaian berikutnya terhadap kondisi konstruksi
dalam pengharkatan berdasarkan tipe kelas bangunan (sesuai PerMen PU No. 20/2009) dan
bangunan dapat dilihat pada Tabel-2 berikut. penilaian terhadap kepadatan bangunan.
59
Pemetaan Zona Kerentanan Bahaya Kebakaran Sebagai Upaya Mitigasi
Awal Kebakaran Kota Yogyakarta – [Aulia Nur Mustaqiman, dkk]
No. Klasifikasi Daftar Blok Pemukiman Berdasarkan Kepadatan Bangunan Rata-rata Nilai
Apartemen, Universitas, Kelab, Asrama, Perumahan, Pos kebakaran, Rumah
1 Sulit terbakar sakit, Hotel dan Motel, Perpustakaan (kecuali gudang buku), Museum, Rumah 1
perawatan, Perkantoran, Kantor Polisi, Penjara, Sekolah, Teater tanpa panggung.
Gudang/Pabrik senjata, Garasi parker mobil, Pabrik roti, Salon, Pabrik minuman
bir, Rumah boiler, Pabrik bata, Pabrik kembang gula, Pabrik semen, Rumah ibadah,
Agak sulit
Pabrik susu, Tempat praktik dokter, Pabrik elektronik, Tungku dapur, Pabrik
2 pakaian bulu hewan, Kadang kuda, Pabrik gelas, Pom bensin, Kamar mayat, 2
terbakar
Gedung pemerintahan, Kantor pos, Rumah, Pemotongan hewan, Kantor telepon,
Pabrik produk tembakau, Pabrik arloji, Pabrik Anggur.
Agak mudah Kandang kuda komersial, Gudang bahan bangunan, Pusat perbelanjaan, Ruang
pamer, Auditorium dan teater, Tempat penyimpanan bahan pangan, Terminal,
4 Pertokoan, Pabrik kertas, Pemrosesaan kertas, Pelabuhan, Bengkel, Pabrik 4
terbakar penyimpanan karet, Gudang.
60
DINAMIKA REKAYASA Vol. 15 No. 1 (2019)
p-ISSN :1858-3075 | e-ISSN : 2527-6131 | http://dinarek.unsoed.ac.id
a. Kerentanan dan Zonasi Kebakaran Kota Pakualaman. Kawasan dengan nilai sedang (nilai
Yogyakarta 2) yaitu Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan
Beberapa tahapan untuk menghasilkan Gedongtengen, Kecamatan Ngampilan,
Gambar-2 sebagai upaya zonasi rentan bahaya Kecamatan Pakualaman, Kecamatan
kebakaran adalah dengan cara melakukan Mergangsan, Kecamatan Gondomanan,
pengolahan spasial menggunakan ArcGis melalui Kecamatan Danurejan, dan Kecamatan Jetis.
teknik overlay (penggabungan beberapa variabel) Kawasan dengan nilai rendah (nilai 1) yaitu
menjadi 1 (satu) peta. Keseluruhan variabel Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan
tersebut meliputi variabel kepadatan bangunan, Gondokusuman, Kecamatan Kotagede,
variabel bahan bangunan, variabel aktivitas Kecamatan Tegalrejo, dan Kecamatan
penduduk, variabel akses jalan dan lokasi sumber Matrijeron.
air terdekat dilakukan perhitungan sebelum Zonasi variabel akitivitas penduduk
dilakukan teknik overlay. menunjukan kawasan dengan nilai aktivitas yang
Tahap awal untuk menghasilkan Gambar-2 rendah meliputi Kecamatan Umbulharjo,
zonasi rentan bahaya kebakaran yaitu dengan cara Kecamatan Tegalrejo, Kecamatan Jetis,
scoring (pemberian nilai) untuk variabel Kecamatan Kotagede, dan Kecamatan
kepadatan pemukiman/gedung, zona dengan nilai Gondokusuman. Kawasan dengan nilai sedang
kepadatan paling rendah (memperoleh nilai 1) ditunjukkan pada Kecamatan Mergangsan. Untuk
adalah Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan kawasan dengan aktivitas penduduk tertinggi
Gondokusuman, Kecamatan Mantijeron, dan ditunjukkan pada Kecamatan Wirobrajan,
Kecamatan Mergangsan. Kawasan dengan nilai Kecamatan Kraton, Kecamatan Gondomanan,
kepadatan sedang (memperoleh nilai 2) Kecamatan Danurejan, Kecamatan Ngampilan,
ditunjukkan pada Kecamatan Kotagede, dan Kecamatan Pakualaman.
Kecamatan Wirobrajan, dan Kecamatan Pada tahap akhir yaitu teknik overlay
Tegalrejo. Sedangkan untuk kawasan dengan dilakukan dengan penggabungan (perpaduan nilai
kepadatan tinggi (memperoleh nilai 3) terletak rata-rata sebagai nilai akhir) seluruh variabel
pada Kecamatan Kraton, Kecamatan antara data nilai tipe bangunan di Kota
Gondomanan, Kecamatan Pakualaman, Yogyakarta dengan data nilai kepadatan dan data
Kecamatan Danurejan, Kecamatan nilai aktivitas penduduk di kota tersebut sehingga
Gedongtengen, dan Kecamatan Ngampilan. menghasilkan peta risiko bahaya kebakaran
Tahapan selanjutnya untuk menghasilkan seperti ditunjukkan pada Gambar-2. Gambar-2
Gambar-2 yaitu melakukan scoring pada variabel menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta dibagi
berbeda, yaitu variabel bahan konstruksi menjadi 3 (tiga) zona yaitu kawasan rawan
bangunan, yang menunjukkan bahwa zona kebakaran kelas tinggi, sedang, dan rendah.
tersebut memiliki bahan konstruksi bangunan Kawasan tingkat tinggi diperoleh sebesar
yang mudah menyebabkan terjadinya kebakaran 53,08%, kawasan sedang sebesar 15,65%, dan
(contoh kebakaran tipe A adalah disebabkan oleh kawasan rendah (aman) sebesar 31,26%.
kayu, serat, dan plastik) memiliki nilai risiko yang Kawasan tingkat tinggi ini didominasi pada
tinggi (memperoleh nilai 3 dikarenakan tipe kawasan utara ke barat Kota Yogyakarta, hal ini
konstruksi tipe C adalah tipe konstruksi paling disebabkan karena kawasan barat Kota
berisiko tinggi) yang terletak pada Kecamatan Yogyakarta didominasi oleh pemukiman yang
Kraton yaitu pada area Kraton Kesultanan sangat padat. Kawasan tingkat tinggi ini meliputi
Yogyakarta dimana material bangunannya masih Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan
terbuat dari serat kayu, dan satu lagi adalah Wirobrajan, Kecamatan Kraton, Kecamatan
pemukiman kawasan bantaran Kali Code, yang pakualaman, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan
memiliki pola bangunan pemukiman terlalu rapat Mergangsan, Kecamatan Danurejan, Kecamatan
dan tidak beraturan serta ditambah akses jalan Jetis, dan Kecamatan Kotagede. Adapun kawasan
yang sempit, sehingga layak untuk memperoleh yang memiliki zona sedang adalah Kecamatan
nilai 3 dikarenakan kawasan tersebut memiliki Gondomanan, Kecamatan Gondokusuman dan
kepadatan yang sangat tinggi yang berisiko besar Kecamatan Matrijeron. Kawasan yang aman atau
untuk menyebabkan kebakaran. Kemudian zona rendah ditunjukkan pada Kecamatan
Kecamatan Danurejan, dan Kecamatan Umbulharjo dan Kecamatan Tegalrejo.
61
Pemetaan Zona Kerentanan Bahaya Kebakaran Sebagai Upaya Mitigasi
Awal Kebakaran Kota Yogyakarta – [Aulia Nur Mustaqiman, dkk]
62
DINAMIKA REKAYASA Vol. 15 No. 1 (2019)
p-ISSN :1858-3075 | e-ISSN : 2527-6131 | http://dinarek.unsoed.ac.id
(memperoleh nilai mitigasi rendah yang artinya bangunan sekaligus dapat menjadi upaya mitigasi
memiliki kebutuhan mitigasi yang tidak besar) dalam mengurangi risiko terjadinya kebakaran.
dikarenakan potensi risiko kebakaran yang juga Hasil pengelompokkan upaya mitigasi dapat
rendah. Kondisi teknologi dan akses jalan yang dilihat pada Gambar-3 yang merupakan hasil dari
baik juga berpengaruh terhadap tinggi upaya pemetaan kemampuan mitigasi terhadap zona
mitigasi, seperti perencanaan beton berbasis fire risiko kebakaran
Proofing [13] yang bermanfaat dalam penahan
63
Pemetaan Zona Kerentanan Bahaya Kebakaran Sebagai Upaya Mitigasi
Awal Kebakaran Kota Yogyakarta – [Aulia Nur Mustaqiman, dkk]
DAFTAR PUSTAKA
[1] Badan Pusat Statistik Yogyakarta. D.I. [8] Rachmawati, T. A. Pengurangan Risiko Bencana
Yogyakarta dalam Angka 2017; 2017. Alam Berbasis Tata Ruang. Malang. UB Press;
[2] Sagala S., Wimbardana R., Pratama F.P. Perilaku 2018.
dan kesiapsiagaan terkait kebakaran pada [9] Falah W. Menggambar Peta dengan ArcGIS
penghuni permukiman padat Kota Bandung. 10.1. Yogyakarta. Penerbit ANDI. 2015.
Forum Geografi. 2014;28(2):1-20. [10] Wibowo P. Seno. Menguasai ArcGis 10 Pemula.
[3] Ramli S. Manajemen Risiko K3. Jakarta: DIAN Yogyakarta. Penerbit ANDI. 2015.
RAKYAT. 2010. [11] Manik T.K. Risiko Bencana. Yogyakarta.
[4] Sufianto H., Green A.R. Urban fire situation in Mobius. 2018.
Indonesia. Fire Technology. 2012;48:367-387. [12] Suharyadi. Problem of settlement of urban in
[5] Navitas P. Improving resilience against urban fire Indonesia. Yogyakarta. UGM Press. 2000.
hazards through environmental design in dense [13] Sudibyo G.H. Pengaruh Fire Proofing pada
urban areas in Surabaya, Indonesia. Social and Balok Beton Pasca Bakar. Dinamika Rekayasa.
Behavioral Sciences. 2014;135:178-183. 2010; 6(2): 62-66.
[6] Yong Z. Analysis on comprehensive risk
assessment for urban fire: the case of Haikou
City. Procedia Engineering. 2013;52:618-623.
[7] Sarwono, A. Kriteria kelayakan penerapan fire
safety management (FSM) pada bangunan
gedung dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Jurnal Permukiman. 2011;6(1).
64