i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
Daftar Gambar
iv
LAMPIRAN
LAMPIRAN A .................................................................................................................................. 38
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, maka ditempuh langkah-
langkah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam
kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah. Ini mempertimbangkan bahwa
besarnya APBN/D merupakan pasar yang potensial untuk menjadi pemicu
sekaligus penggerak bagi berkembangnya produksi nasional.
2
barang/jasa pemerintah. Kajian ini dimaksudkan untuk menjaring informasi
sebagai bahan masukan yang diperlukan agar dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam menyusun rekomendasi kebijakan dan langkah-langkah
pelaksanaan P3DN dan PBJP. Dengan demikian tujuan sekaligus keluaran
kajian adalah tersedianya rekomendasi sebagai bahan masukan untuk
merumuskan kebijakan dan langkah-langkah prioritas yang diperlukan dalam
pelaksanaan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah.
3
mengingat kondisi obyektif yang ada, maka ditempuh beberapa langkah
pendekatan, yaitu:
1) Deskripsi realitas implementasi P3DN dalam PBJP didasarkan pada
persepsi para pengguna barang dan jasa/pengelola pengadaan
sebagai proksi. Pendekatan ini dilakukan untuk mengatasi sulitnya
ketersediaan data faktual terutama yang terkait dengan hasil
pelaksanaan P3DN dalam PBJP. Dengan demikian pengumpulan,
pengolahan, dan analisa data akan terfokus pada data kualitatif
terutama berupa persepsi para pengguna PBJP. Lebih lanjut,
substansi kebijakan dinilai sudah memadai sehingga implementasi
kebijakan lebih menjadi perhatian utama dalam kajian;
2) Kebijakan dan langkah dapat segera dieksekusi. Inventarisasi data dan
analisis perkembangan P3DN dalam PBJP tidak harus sepenuhnya
melandaskan pada fakta keberhasilannya. Pendekatan berorientasi
pada upaya pemecahan masalah, sehingga inventarisasi dan analisa
akan lebih didasarkan pada eksplorasi hambatan-hambatan yang
mungkin terjadi dalam tahap implementasi dan mengidentifikasi
keberadaan hambatan yang cenderung menonjol, yaitu yang dinilai
akan berpengaruh terhadap capaian yang diharapkan. Eksplorasi
hambatan dilakukan baik yang mungkin terjadi di pasar maupun yang
mungkin terjadi dalam prosedur pengadaan itu sendiri. Berdasarkan
pendekatan seperti itu, analisa lanjutnya akan terfokus pada
penyusunan bahan kebijakan operasional dan langkah-langkah yang
segera dapat mengatasi hambatan tersebut, terutama yang memiliki
dampak positif terhadap percepatan P3DN dalam PBJP;
3) Objek kajian adalah: (a) individu sebagai fokus utamayang terdiri dari
para pemangku jabatan yang memiliki tugas/fungsi dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah, dan (b) lembaga, sebagai obyek kajian yang
melengkapi, mencakup kementerian/lembaga di Jakarta dipilih sebagai
obyek instansi sektoral yang cukup representatif dan komprehensif.
5
BAB II
PRODUK DALAM NEGERI DAN
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
7
perkembangan ekonomi masng-masing negara. Namun demikian terdapat
kesamaan pada unsur yang diutamakan, yaitu adanya penggunaan sumber
daya manusia, sumber daya alam, dan jasa yang dimiliki masing-masing
negara. Bahkan banyak pula yang menetapkan unsur kepemilikan lokal pada
perusahaan. Arah kebijakan tersebut adalah mengupayakan penciptaan nilai
tambah lokal/dalam negeri (locally value added).
8
20 provinsi. Sebanyak 88 persen dari jumlah perusahaan tersebut berlokasi di
pulau Jawa.
9
menggariskan bahwa salah satu tujuan dan kebijakan pengadaan barang/jasa
pemerintah adalah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri
(PDN). P3DN telah menjadi bagian dari SPP, utamanya ditinjau dari sisi
(ketahanan) ekonomi.
10
lembaga pemerintah lainnya, satuan kerja perangkat daerah, badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan hukum lainnya yang
dimiliki negara.
11
BAB III
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
TABEL 1
PERSEPSI DERAJAT HAMBATAN P3DN 1
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
SKOR
KATEGORI HAMBATAN
(1-6)
13
-Sosialisasi kebijakan dan petunjuk
operasional kurang meluas serta intensif
-P3DN dalam PBJP dipandang sebagai
wacana dan baru merupakan gerakan moral
4. Kebijakan -P3DN dalam PBJP dirasakan hanya
menambah beban kerja
-Kurangnya dorongan/komitmen pada tataran
implementasi
-Adanya kesenjangan pada tingkat kebijakan
dan pada tingkat implementasi
-Persentase jumlah paket PDN dengan nilai
paket s/d Rp200 juta adalah di bawah 80%
5. Hasil Pelaksanaan -Persentase jumlah paket PDN dengan nilai
paket antara Rp200 juta – Rp 2,5 miliar
adalah di bawah 50%
- Persentase jumlah paket PDN dengan nilai
paket antara Rp2,5 miliar – Rp50 miliar
adalah di bawah 35%
14
295 responden yang merupakan pelaku pengadaan/pengguna barang/jasa
pemerintah.
15
tersebarnya penyedia bersertifikat PDN yang ada sehingga menaikkan biaya;
dan (7) kurangnya informasi produk (barang/jasa) bersertifikat TKDN dari
penyedia.
Hasil pelaksanaan baik dalam jumlah paket dan nilai yang telah dicapai
selama ini menjadi fakta kemajuan yang berarti. Indikator ini berupa : (1)
persentase jumlah paket PDN dengan nilai paket sampai dengan Rp200 juta
di bawah 80 persen. Indikator ini merupakan penilaian optimis bahwa selama
ini untuk pengadaan barang/jasa di bawah Rp200 juta telah membawa
peningkatan penggunaan PDN yang signifikan dalam PBJP; (2) persentase
jumlah paket PDN dengan nilai paket antara Rp200 juta – Rp2,5 miliar adalah
di bawah 50 persen; dan (3) persentase jumlah paket PDN dengan nilai paket
antara Rp2,5 miliar – Rp50 miliar adalah di bawah 35 persen.
16
3.2 P3DN Dalam Proses Pengadaan
SKOR
KATEGORI HAMBATAN (1-6)
1 2 3 4 5 6
-Sulitnya memenuhi spesifikasi teknis
yang dibutuhkan dengan spesifikasi teknis 37 78 91 51 28 9
PDN bersertifikat yang ada
-Kewajiban penggunaan PDN kurang
jelas tertuang dalam petunjuk 37 73 83 56 31 12
pelaksanaan
Prosedur -Rumitnya menerapkan pedoman teknis
43 89 75 47 32 11
Pengadaan PDN ke dalam dokumen pengadaan
-Kurangnya pemahaman perhitungan
Tingkat Komponen DN (TKDN) dan Bobot 23 60 84 64 44 19
Manfaat Perusahaan (BMP)
-Sulitnya evaluasi antara besaran
preferensi harga yang ditawarkan 22 67 78 72 40 15
terhadap besaran TKDN
17
menggagalkan proses pengadaan, dan sebagian besar responden sebanyak
52,9 persen terkonsentrasi pada derajat hambatan 2 dan 3.
RATA-
KATEGORI HAMBATAN MODUS
RATA
18
perbaikan dan penyempurnaan petunjuk teknis/pelaksanaan, termasuk
memuat kewajiban penggunaan PDN bersertifikat dalam PBJP.
19
mengagalkan proses pengadaan, dan sebagian besar dari para pelaku
pengadaan sebanyak 55,2 persen memberikan skor 2 dan 3.
TABEL 4
DISTRIBUSI SKOR HAMBATAN PADA PASOKAN BARANG/JASA
SKOR
KATEGORI HAMBATAN (1-6)
1 2 3 4 5 6
20
bersertifikat TKDN akan sangat mempengaruhi pelaksanaan P3DN
bersertifikat dalam PBJP. Sementara itu, labelisasi “produk lokal” perlu
disempurnakan menjadi “produk lokal bersertifikat TKDN” dalam setiap media
informasi, termasuk pada tampilan katalog elektronika, sehingga dapat
menghindari terjadinya salah pengertian.
TABEL 5
NILAI MODUS DAN RATA-RATA SKOR HAMBATAN
PADA PASOKAN BARANG/JASA PDN
RATA-
KATEGORI HAMBATAN MODUS
RATA
Penerbitan sertifikat produk TKDN telah dimulai sejak tahun 2011 dan
sampai dengan tahun 2019 (berjalan) telah diterbitkan sebanyak 10.433
sertifikat dengan jumlah produk sebanyak lebih dari 20.500 produk. Suatu
jumlah yang cukup besar. Namun demikian jumlah sertifkat yang masih
berlaku saat ini hanya sekitar 3.600 sertifikat yang mencakup 19 kelompok
barang dengan persebaran lokasi perusahaan meliputi 20 provinsi (87,7
persen berlokasi di pulau Jawa). Penurunan jumlah sertifikat yang masih
berlaku terjadi pada seluruh kelompok barang. Sementara itu, sebagian besar
produk bersertifikat umumnya didominasi oleh produk-produk yang termasuk
dalam kelompok peralatan kelistrikan, mesin peralatan migas, logam dan
barang logam, peralatan telekomunikasi, dan bahan kimia dan barang kimia.
Produk-produk ini umumnya banyak digunakan oleh BUMN dan sedikit sekali
yang digunakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
21
Dari sisi pengguna barang/jasa, terutama K/L/PD, perkembangan
seperti tersebut di atas bisa menimbulkan terjadinya kekurangan (shortage)
pasokan akan PDN bersertifikat. Sebaliknya dari sisi rasionalitas penyedia
barang, yang selalu berlandaskan pada besarnya dan stabilitas pasar secara
komersial, menurunnya jumlah produk bersertifikat TKDN yang tersedia bagi
PBJP adalah keadaan yang dapat dinilai wajar saja menurut ukuran
komersialnya. Sikap penyedia yang tidak memperpanjang masa berlaku
sertifikatnya bisa saja diambil bila dalam perkembangannya ternyata pasar
PDN bersertifikat tidak sebesar yang diperkirakan sebelumnya. Efektivitas
insentif berupa preferensi harga bagi PDN bersertifikat TKDN dalam PBJP
dan pemberian bentuk insentif lainnya masih memerlukan eksplorasi lebih
lanjut.
22
pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP), yaitu tersedianya kegiatan
pendukung kebijakan dan efektivitas kegiatan pemantauan serta evaluasi.
Kebijakan P3DN melalui PBJP telah cukup lama. Seringkali terjadi bahwa
kebijakan atau aturan belum berlangsung dengan baik bukan karena
substansi kebijakan itu. Tetapi, suatu kebijakan yang dikeluarkan itu baru
merupakan persyaratan penting saja namun belum didukung oleh berjalannya
kondisi pendukung kebijakan yang memadai.
Kondisi pendukung kebijakan itu antara lain adanya pemahaman
kebijakan yang baik oleh para pelaku pengadaan serta segenap jajaran
institusi, motivasi dan komitmen yang kuat dari jajaran pimpinan hingga
tenaga pelaksana, dan tersedianya petunjuk teknis pelaksanaan yang jelas
dan rinci. Keadaan yang berlangsung dengan suasana tersebut perlu
diungkap mengingat kemungkinan berkembangnya menjadi penghambat.
TABEL 6
DISTRIBUSI SKOR HAMBATAN PADA KEBIJAKAN
SKOR
KATEGORI HAMBATAN (1-6)
1 2 3 4 5 6
-Sosialisasi kebijakan dan petunjuk
24 64 98 53 40 16
pelaksanaan kurang meluas serta intensif
-P3DN dalam PBJP dipandang sebagai
wacana dan baru merupakan gerakan 36 69 94 58 26 11
moral
Kebijakan -P3DN dalam PBJP dirasakan hanya
48 91 89 46 12 8
menambah beban kerja
-Kurangnya dorongan/komitmen pada
24 65 94 66 33 12
tataran implementasi
-Adanya kesenjangan pada tingkat
14 70 100 58 33 18
kebijakan dan pada tingkat implementasi
23
skor 1(satu) yang berarti menilai tidak terdapat hambatan, sebanyak 4,4
persen pelaku pengadaan memberikan angka skor 6 (enam) yang
menunjukkan keberadaan hambatan yang sangat menghambat, dan
sebagian besar dari para pelaku pengadaan sebanyak 56,7 persen
memberikan skor 2 dan 3.
TABEL 7
NILAI MODUS DAN RATA-RATA SKOR HAMBATAN
PADA KEBIJAKAN
24
Sementara itu, nilai rata-rata skor adanya kesenjangan pada tingkat
kebijakan dan pada tingkat operasional sebesar 3,27, maka kegiatan
penyusunan dan perbaikan petunjuk teknis ataupun petunjuk pelaksanaan
yang lebih jelas, tegas, dan rinci perlu segera ditindaklanjuti. Sebagai contoh,
dalam standar dokumen pengadaan perlu dinyatakan bahwa produk lokal
yang dimaksud dan yang harus ditulis dengan nyata adalah produk
bersertifikat TKDN. Nilai rata-rata skor sebesar 3,19 cukup mengindikasikan
bahwa para pelaku pengadaan umumnya merasakan perlunya membangun
komitmen yang tinggi dan konsisten, dari jajaran pimpinan hingga jajaran staf
pelaksana, untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi juga perlu mendapat perhatian
dalam hubungannya dengan pengukuran kinerja pelaksanaan P3DN dalam
PBJP pada setiap instansi. Tabel 8 memperlihatkan distribusi skor hambatan
sebagai hasil survey persepsi yang berhubungan dengan pengukuran kinerja.
Distribusi skor menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai bahwa
jenis hambatan “sistem audit/pemantauan internal belum terbangun dengan
memadai”, “pelaksanaan pemantauan internal belum terselenggara secara
reguler”, dan “ketiadaan sistem reward and punishment” berturut-turut adalah
sebesar 49,3 persen, 53,1 persen, dan 51,5 persen dengan konsentrasi pada
derajat hambatan 3 dan 4, sedangkan untuk jenis hambatan lainnya sebesar
51,5 persen dan 57,4 persen terkonsentrasi pada derajat hambatan 2 dan 3.
Pada kategori pengukuran kinerja ini ditemukan sebanyak 6,6 persen
para pelaku pengadaan memberikan angka skor 1(satu) yang berarti
responden tidak menemukan adanya hal yang menghambat, sebanyak 6,3
persen pelaku pengadaan memberikan angka skor 6 (enam) yang
menunjukkan keberadaan hambatan yang sangat menghalangi P3DN dalam
PBJP, dan sebagian besar dari para pelaku pengadaan sebanyak 52,3
persen memberikan skor 3 dan 4.
TABEL 8
DISTRIBUSI SKOR HAMBATAN PADA PENGUKURAN KINERJA
SKOR
KATEGORI HAMBATAN (1-6)
1 2 3 4 5 6
25
-Sistem audit/pemantauan internal
penggunaan PDN belum terbangun 18 57 82 63 51 23
dengan memadai
-Pelaksanaan pemantauan internal belum
15 58 92 64 49 16
terselenggara secara konsisten/reguler
Pengukuran -Kinerja penggunaan PDN dalam
Kinerja 26 55 95 54 43 18
pengadaan tidak menjadi ukuran prestasi
TABEL 9
NILAI MODUS DAN RATA-RATA SKOR HAMBATAN
PADA PENGUKURAN KINERJA
RATA-
KATEGORI HAMBATAN MODUS
RATA
26
-Pelaksanaan pemantauan internal belum
3,05 3,41
terselenggara secara konsisten/reguler
Hasil pelaksanaan P3DN melalui PBJP juga ditinjau dari persepsi para
pelaku pengadaan mengingat sangat terbatasnya ketersediaan data faktual
yang terekam. Persepsi atas hasil nilai transaksi pengadaan sebagaimana
dapat dilihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11.
TABEL 10
DISTRIBUSI SKOR CAPAIAN PADA HASIL PELAKSANAAN
SKOR
KATEGORI HAMBATAN (1-6)
1 2 3 4 5 6
-Persentase jumlah paket PDN dengan
nilai paket s/d Rp200 juta adalah di 56 102 78 32 21 5
Hasil bawah 80%
Pelaksanaan -Persentase jumlah paket PDN dengan
nilai paket antara Rp200 juta – Rp2,5 41 86 96 44 18 8
miliar adalah di bawah 50%
27
-Persentase jumlah paket PDN dengan
nilai paket antara Rp2,5 miliar - Rp50
37 80 96 46 21 12
miliar adalah di bawah 35%
TABEL 11
NILAI MODUS DAN RATA-RATA SKOR CAPAIAN
PADA HASILPELAKSANAAN
28
rata=3,39); (4) kurang tersebarnya penyedia bersertifikat PDN yang ada
sehingga menaikkan biaya (modus=3,03 dan rata-rata=3,39); (5) kurangnya
pemahaman perhitungan TKDN dan BMP (modus=3,05 dan rata-rata=3,35);
(6) sulitnya evaluasi antara besaran preferensi harga yang ditawarkan
terhadap besaran TKDN (modus=3,15 dan rata-rata=3,29); ((7) adanya
kesenjangan antara tingkat kebijakan dengan tingkat implementasi
(modus=2,92 dan rata-rata=3,27); 8) sosialisasi kebijakan dan petunjuk
operasional kurang meluas serta intensif (modus=2,93 dan rata-rata=3,23);
(9) kurangnya dorongan/komitmen pada tataran implementasi (modus=3,01
dan rata-rata=3,19); dan (10) indikator kinerja P3DN dalam PBJP sulit
ditetapkan (modus=2,98 dan rata-rata=3,18). Meskipun termasuk di dalam
jenis hambatan yang memiliki skor tertinggi, “pengembangan sistem reward
and punishment” dan “kinerja penggunaan PDN dalam pengadaan menjadi
ukuran prestasi” tidak termasuk dalam sepuluh hambatan dengan nilai
tertinggi karena dipertimbangkan tidak mendesak penanganannya.
Skor yang lebih besar dari angka tiga tersebut memberikan indikasi
adanya pengaruh hambatan pada tingkat operasional yang dapat
menimbulkan dampak negatif dan perlu segera mendapatkan
penanganannya. Kategori pasokan/ketersediaan PDN bersertifikat dan
kategori pengukuran kinerja mendominasi lima peringkat teratas. Sementara
itu, peringkat dua jenis hambatan, yang termasuk dalam kategori prosedur
pengadaan, yaitu “kurangnya pemahaman perhitungan TKDN dan BMP” dan
“sulitnya evaluasi antara besaran preferensi harga yang ditawarkan terhadap
besaran TKDN” masing-masing menempati posisi ke lima dan enam dari
sepuluh hambatan yang tergolong memiliki angka rata-rata tertinggi. Masalah
proses pengadaan dapat diatasi dengan penyediaan petunjuk
pelaksaan/teknis yang lebih jelas disertai pelatihan teknis kepada para
pengelola pengadaan.
29
kelompok tersebut dilaksanakan melalui program pokok dan program
pendukung.
30
2. Pelaksanaan pemantauan internal belum terselenggara secara
konsisten/reguler (modus=3,05 dan rata-rata=3,41)
GAMBAR 2
31
5. Kurangnya pemahaman perhitungan TKDN dan BMP (modus=3,05
dan rata-rata=3,35)
GAMBAR 5
GAMBAR 7
32
8. Sosialisasi kebijakan dan petunjuk operasional kurang meluas serta
intensif (modus=2,93 dan rata-rata=3,23)
GAMBAR 8
GAMBAR 9
10. Indikator kinerja P3DN dalam PBJP sulit ditetapkan (2,98 dan 3,18)
GAMBAR 10
33
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
34
yang komprehensif dan akurat menjadi sangat terbatas. Oleh karena
itu asesmen terhadap kemajuan implementasi kebijakan dapat
ditelusuri dari sesuatu yang berpotensi menghambat atau
menghalanginya;
3. Sebagai langkah awal untuk memperoleh informasi dengan cepat,
survey persepsi utamanya ditujukan kepada para pengguna
barang/jasa pemerintah atau pengelola pengelola pengadaan untuk
memberikan penilaian berkenaan dengan derajat pengaruh atas
suatu jenis hambatan tertentu. Kajian ini sangat mengandalkan pada
persepsi para pengelola pengadaan sebagai sumber utamanya,
namun hasil survey persepsi ini dapat mengidentifikasi hambatan
yang perlu segera diatasi berdasarkan besaran derajat pengaruhnya.
Hasil ini dapat digunakan sebagai bahan tindaklanjut penetapan
prioritas untuk perbaikan kebijakan dan langkah-langkah operasional;
4. Survey persepsi menghasilkan temuan terpenting dari kajian ini, yaitu
informasi dan komitmen. Informasi yang terutama berhubungan
dengan ketersediaan produk bersertifikat TKDN dan yang terkait
dengan penyedia/produsennya. Sementara, komitmen adalah
prasyarat pendukung kebijakan P3DN dalam PBJP mengingat
kebijakan hakekatnya baru merupakan prasyarat penting. Oleh
karena itu terbangunnya komitmen yang penuh dari segenap jajaran
pimpinan hingga staf pelaksana perlu dilandasi oleh adanya
pemahaman yang baik. Pemahaman sendiri adalah hasil dari proses
sosialisasi kebijakan yang intensif dan meluas. Ada hubungan
keterkaitan yang erat antara satu aspek dengan aspek yang lain.
Komitmen dan informasi adalah awal dan modal dari keberhasilan;
5. Asesmen terhadap hasil survey persepsi menghasilkan sebanyak
sepuluh jenis hambatan dari beberapa kategori hambatan, yang
memperoleh nilai derajat hambatan tertinggi. Lima jenis hambatan
dengan skor tertinggi adalah: 1) sistem audit dan pemantauan internal
penggunaan PDN belum terbangun dengan memadai (modus=3,07
dan rata-rata=3,48); (2) pelaksanaan pemantauan internal belum
terselenggara secara reguler dan konsisten (modus=3,05 dan rata-
rata=3,41); 3) kurangnya informasi produk (barang/jasa) bersertifikat
35
TKDN dari para penyedia (modus=3,04 dan rata-rata=3,39); (4)
kurang tersebarnya penyedia bersertifikat PDN yang ada sehingga
menaikkan biaya (modus=3,03 dan rata-rata=3,39); (5) kurangnya
pemahaman perhitungan TKDN dan BMP (modus=3,05 dan rata-
rata=3,35). Angka rata-rata skor lebih dari 3 (tiga) menunjukkan
bahwa derajat hambatan telah memasuki daerah pengaruh yang
cukup meluas dan berpotensi memberikan dampak terhadap
kelancaran pada tingkat operasional. Bersama dengan lima jenis
hambatan lainya yang memiliki nilai rata-rata tertinggi lainnya,
sepuluh jenis hambatan inilah yang menjadi acuan untuk menetapkan
prioritas tindaklanjut penanganan;
6. Program pokok pengembangan umumnya berupa kegiatan: (1)
penyempurnaan petunjuk pelaksanaan/teknis dalam proses
pengadaan, termasuk mengganti penulisan kata “produk lokal”
menjadi “PDN bersertifikat TKDN” dalam setiap dokumen; (2)
pelatihan teknis bagi para pengelola pengadaan; dan (3) penyediaan
serta diseminasi informasi PDN bersertifikat TKDN. Sementara itu,
program pendukung pengembangan perlu diarahkan pada: (1)
kegiatan sosialisasi kebijakan P3DN dalamPBJP lebih meluas dan
intensif; (2) membangun komitmen internal instansi dan komitmen
bersama antara K/L/PD untuk keberhasilan kebijakan P3DN dalam
PBJP; (3) membangun sistem audit, sistem pemantauan dan
evaluasi; dan (4) pelaksanaan pemantauan internal pada setiap
instansi secara konsisten dan reguler.
36
bisnisnya dan perhitungan kelayakan ekonominya sendiri atas dasar
pada prospek kebutuhan akan barang/jasa dari K/L/PD. Kelayakan
ekonomi tetap menjadi prinsip yang harus dipedomani.Timbulnya
subsidi semaksimal mungkin harus dihindari; (3) pemberian
kewenangan dalam proses sertifikasi TKDN suatu produk kepada
instansi sektoral yang potensial dengan disertai peningkatan
kapsitasnya. Pelaksanaanya tetap dalam koordinasi kementerian
yang berwenang dalam penerbitan sertifikat TKDN; dan (4) K/L/PD
secara reguler memutakhirkan dan mengeluarkan informasi akan
kebutuhan barang/jasa.
2. Sesuai dengan kebutuhannya, survey persepsi ini dapat dilakukan
kembali setelah tindaklanjut temuan hasil kajian ini dilaksanakan.
Penyempurnaan disain survey dapat dilakukan atas dasar evaluasi
yang diikuti dengan proses identifikasi kembali atas hambatannya
secara lebih partisipatif dengan melibatkan ahli dan pengelola
pengadaan yang berpengalaman.
37
LAMPIRAN A
SURVEY
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Dasar Pertimbangan
1. Peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) berpotensi besar
sebagai pemicu sekaligus penggerak bagi berkembangnya usaha nasional;
2. Pertumbuhan ekonomi saat ini berada pada posisi stagnan, sehingga upaya
P3DN melalui pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) menjadi sangat
relevan. P3DN bisa sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan,
khususnya bagian dari Sustainable Public Procurement (SPP) ditinjau dari sisi
(daya tahan) ekonomi. SPP itu sendiri mencakup aspek sosial, lingkungan,
dan ekonomi (The Triple Bottom Line);
3. Direktorat Iklim Usaha dan Kerjasama Internasional (IUKI), LKPP berprakarsa
melakukan kajian secara cepat (rapid assessment) sebagai rangkaian
perbaikan upaya P3DN dalam PBJP dengan melakukan survey ini.
Pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan survey persepsi terhadap
adanya hambatan-hambatan yang signifikan, sehingga atas dasar itu akan
jelas langkah-langkah untuk mengatasinya.
Petunjuk Pengisian
1. Survey dilaksanakan menggunakan pendekatan persepsi dari para
responden, yaitu merupakan akumulasi dari yang dialami, diamati, dan
dipahami;
2. Setiap jenis hambatan dari setiap kategori mohon diberikan skor (angka)
antara 1-6.
3. Pemberian angka 1 mempunyai arti bahwa tidak ada hambatan yang
menghalangi P3DN dalam PBJP; angka 2 menunjukkan adanya hambatan
yang bersifat elementer namun harus mendapatkan perhatian penanganan
agar tidak meluas; angka 3 menunjukkan adanya pengaruh hambatan pada
tingkat operasional dan memberikan dampak negatif serta perlu segera
penangannya; angka 4 hambatan yang terjadi pada angka 3 telah
berlangsung lebih dari 2(dua) tahun; angka 5 pengaruh hambatan sudah
sistemik dan perlu prioritas penanganan pada tingkat kebijakan dan
operasional; dan angka 6 pengaruh hambatan sangat serius dan berpotensi
menggagalkan pelaksanaan kebijakan dan program. (Semakin besarnya skor
yang diberikan maka hambatan tersebut semakin besar/signifikan)
(INFORMASI YANG TERBURUKPUN BISA
MENJADI MASUKAN TERBAIK BAGI UPAYA PERBAIKAN)
38
Identitas Responden
1. Nama :
2. Unit Kerja : Pusat / Propinsi / Kabupaten / Kota
3. Jabatan/Posisi : KPA/PPK/Anggota Pokja/Pejabat Pengadaan/PPHP
4. Pengalaman Kerja: .........tahun (dalam bidang pengadaan)
TABEL
PERSEPSI DERAJAT HAMBATAN P3DN
DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
SKOR
KATEGORI HAMBATAN
(1-6)
39
-Sistem audit/pemantauan internal
penggunaan PDN belum terbangun
dengan memadai
-Pelaksanaan pemantauan internal belum
3. Pengukuran terselenggara secara konsisten/reguler
Kinerja -Kinerja penggunaan PDN dalam
pengadaan tidak menjadi ukuran prestasi
-Indikator kinerja P3DN sulit ditetapkan
-Ketiadaan sistem “reward and
punishment”
4. Kebijakan -Sosialisasi kebijakan dan petunjuk
operasional kurang meluas serta intensif
-P3DN dalam PBJP dipandang sebagai
wacana dan baru merupakan gerakan
moral
-P3DN dalam PBJP dirasakan hanya
menambah beban kerja
-Kurangnya dorongan/komitmen pada
tataran implementasi
-Adanya kesenjangan pada tingkat
kebijakan dan pada tingkat implementasi
-Persentase jumlah paket PDN dengan
nilai paket s/d Rp200 juta adalah di
bawah 80%
-Persentase jumlah paket PDN dengan
5. Hasil Pelaksanaan nilai paket antara Rp200 juta – Rp 2,5
miliar adalah di bawah 50%
- Persentase jumlah paket PDN dengan
nilai paket antara Rp2,5 miliar – Rp50
miliar adalah di bawah 35%
SARAN :
...............................................................................................................
...............................................................................................................
................................................................................
40