Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Sunan Giri

Guru pembimbing

Disusun oleh

Muhammad Reza (IX C)

MTS Al-Huda Banjarmasin

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah Walisongo ini sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita baginda Rasulullah
SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliah menuju alam yang berilmu
seperti sekarang ini.
Makalah tentang Walisongo ini dapat hadir seperti sekarang ini tak lepas
dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat mereka yang telah
berjasa membantu penulis selama proses pembuatan makalah ini dari awal
hingga akhir.
Namun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih ada hal-hal yang
belum sempurna dan luput dari perhatian penulis. Baik itu dari bahasa yang
digunakan maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala
kekurangan dan kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca sekalian demi perbaikan makalah ini ke depannya.
Akhirnya, besar harapan penulis makalah ini dapat memberikan manfaat
yang berarti untuk para pembaca. Dan yang terpenting adalah semoga dapat
turut serta memajukan ilmu pengetahuan.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah
Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau
Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-
Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang
juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam
mendirikan Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, juga pengaruhnya terhadap
kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat
para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

B. Pengertian Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali
yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga
dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal
dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi
menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis
dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Para Walisongo adalah pembaharu
masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk
manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-
tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke
pemerintahan.

C. Peran Walisongo di Berbagai Bidang


Dari gambaran singkat tentang perjalanan hidup dan perjuangan Walisongo
dalam menyebarkan agama Islam di daerah Jawa, khususnya dan di wilayah
nusantara pada umumnya, maka peran mereka dapat dibentuk seperti bidang
pendidikan, bidang politik dan yang paling terkenal adalah bidang dakwah dan
diklasifikasikan menjadi:

1. Peran Walisongo di Bidang Pendidikan


Peran Walisongo di bidang pendidikan terlihat dari aktivitas mereka dalam
mendirikan pesantren, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel, Sunan
Giri, dan Sunan Bonang. Sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta
yang dekat dengan Surabaya yang sekaligus menjadi pusat penyebaran Islam
yang pertama di Pulau Jawa. Di tempat inilah, ia mendidik pemuda-pemudi Islam
sebagai kader, untuk kemudian disebarkan ke berbagai tempat di seluruh Pulau
Jawa. Muridnya antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Raden Kosim Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (yang
kemudian menjadi sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak), Maulana Ishak,
dan banyak lagi mubalig yang mempunyai andil besar dalam islamisasi Pulau
Jawa.
Sedangkan Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri. Santrinya
banyak berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Ia mengirim juru
dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa seperti Madura, Bawean,
Kangean, Ternate dan Tidore. Sunan Bonang memusatkan kegiatan pendidikan
dan dakwahnya melalui pesantren yang didirikan di daerah Tuban. Sunan Bonang
memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, putera raja
Majapahit, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan
pendidikan tersebut kini dikenal dengan Suluk Sunan Bonang.
2. Peran Walisongo di Bidang Politik
Pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di
Jawa, Walisongo mempunyai peranan yang sangat besar. Di antara mereka
menjadi penasihat Raja, bahkan ada yang menjadi raja, yaitu Sunan Gunung Jati.
Sunan Ampel sangat berpengaruh di kalangan istana Majapahit. Istrinya berasal
dari kalangan istana dan Raden Patah (putra raja Majapahit) adalah murid beliau.
Dekatnya Sunan Ampel dengan kalangan istana membuat penyebaran Islam di
daerah Jawa tidak mendapat hambatan, bahkan mendapat restu dari penguasa
kerajaan. Sunan Giri fungsinya sering dihubungkan dengan pemberi restu dalam
penobatan raja. Setiap kali muncul masalah penting yang harus diputuskan, wali
yang lain selalu menantikan keputusan dan pertimbangannya. Sunan Kalijaga
juga menjadi penasihat kesultanan Demak Bintoro.
3. Peran Walisongo di Bidang Dakwah
Sudah jelas sepertinya, peran Walisongo cukup dominan adalah di bidang
dakwah, baik dakwah melalui lisan. Sebagai mubalig, Walisongo berkeliling dari
satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan agama Islam. Sunan Muria dalam
upaya dakwahnya selalu mengunjungi desa-desa terpencil. Salah satu karya yang
bersejarah dari Walisongo adalah mendirikan mesjid Demak. Hampir semua
Walisongo terlibat di dalamnya. Adapun sarana yang dipergunakan dalam
dakwah berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para Walisongo dan
melalui media kesenian, seperti wayang. Mereka memanfaatkan pertunjukan-
pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam, dengan membungkuskan
nafas Islam ke dalamnya. Syair dari lagu gamelan ciptaan para wali tersebut berisi
pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya atau
menyembah yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai