Anda di halaman 1dari 176

TUGAS AKHIR (610450A)

STUDI NUMERIK PENDINGINAN UDARA PADA KANDANG


SAPI KAPAL TERNAK MENGGUNAKAN CFD
(COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC)

ROHIMAWAN PURUHITO PAMBUDI


NRP. 0314040014

DOSEN PEMBIMBING:
PRIYO AGUS SETIAWAN, S.T., M.T.
GEORGE ENDRI K., S.T., M.Sc.Eng.

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2018

i
ii
TUGAS AKHIR (610450A)

STUDI NUMERIK PENDINGINAN UDARA PADA KANDANG


SAPI KAPAL TERNAK MENGGUNAKAN CFD
(COMPUTATIONAL FLUID DYANAMIC)

ROHIMAWAN PURUHITO PAMBUDI


NRP. 0314040014

DOSEN PEMBIMBING:
PRIYO AGUS SETIAWAN, S.T., M.T.
GEORGE ENDRI K., S.T., M.Sc.Eng.

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERMESINAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2018

i
ii
FINAL PROJECT (610450A)

NUMERICAL STUDY AIR COOLING AT CATTLE PEN


LIVESTOCK VESSEL USING CFD (COMPUTATIONAL
FLUID DYNAMIC)

ROHIMAWAN PURUHITO PAMBUDI


NRP. 0314040014

ADVISOR:
PRIYO AGUS SETIAWAN, S.T., M.T.
GEORGE ENDRI K., S.T., M.Sc.Eng.

STUDY PROGRAM OF D4 MARINE ENGINEERING


DEPARTEMENT OF MARINE ENGINEERING
SHIPBUILDING POLYTECHNIC INSTITUTE SURABAYA
SURABAYA
2018

iii
iv
HALAMAN PENGESAHAN

i
HALAMAN PENGESAHAN

v
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

vi
LEMBAR PERNYATAAN

BEBAS PLAGIAT

v
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

vii
viii
KATA PENGANTAR

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan seluruh rahmat dan hidayah–Nya sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “STUDI NUMERIK
PENDINGINAN UDARA PADA KANDANG SAPI KAPAL TERNAK
MENGGUNAKAN CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC)”.
Tugas Akhir ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
kelulusan sebagai Sarjana Terapan (S.ST) pada Program Studi D-IV Teknik
Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Bentuk rasa syukur ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Suwiyana, Ibu Warjiyah, dan Lutfiana Dwi Rohmawati serta keluarga
yang tiada hentinya memberikan dukungan baik moral maupun materil selama
penulis menempuh studi di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., MRINA. selaku Direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
3. Bapak George Endri K., S.T., M.Sc.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik
Permesinan Kapal dan Dosen Pembimbing II yang memberikan arahan dan
saran selama penulisan Tugas Akhir.
4. Ibu Ir. Emie Santoso, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Permesinan
Kapal.
5. Ibu Nurvita Arum Sari, S.Si., M.Si. selaku Koordinator Tugas Akhir Program
Studi Teknik Permesinan Kapal.
6. Bapak Priyo Agus Setiawan, ST., MT. selaku Kepala Laboratorium Mesin
Fluida dan Dosen Pembimbing I yang memberikan arahan dan saran selama
penulisan Tugas Akhir.
7. Bapak Ali Imron S., ST., MT. selaku Kepala Laboraturium CAD Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
8. Bapak dan ibu dosen pengajar di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
9. Bapak Saifudin dan Bapak Sudarno selaku Teknisi Laboraturium CAD
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

ix
10. Misbahudin Ardiansyah, S.ST. selaku penulis tugas akhir yang berjudul
“Evaluasi perbandingan distribusi udara pada saluran udara peti dengan saluran
udara tunggal dikapal ternak 1200 DWT” yang selalu memberikan motivas i
kepada penulis selama proses pengerjaan tugas akhir.
11. Rekan Program Studi D-IV Teknik Permesinan Kapal angkatan 2014 atas
kerjasama dan kekompakan selama menempuh studi di Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
12. Rekan Program Studi Teknik Permesinan Kapal angkatan 2014 atas kerjasama
dan kekompakan selama menempuh studi di Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
13. Rekan On The Job Training Raqih Arizona Pradhika dan Yohannes Hadi
Yamlean di PT. Adiluhung Sarana Segara Indonesia.
14. Elfa Aulia Rahmah dan Asri Dwi Widiastuti yang selalu memberikan motivas i,
dukungan semangat dalam penyelesaian Tugas akhir ini.
15. Pihak-pihak lain yang terkait dan tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu kelancaran penelitian Tugas Akhir ini.

Pelaksanaan dan laporan Tugas Akhir ini sangat terbuka untuk kritik dan
saran yang membangun sebagai bentuk perbaikan gagasan berikutnya. Semoga
Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi rekan– rekan Program Studi
Teknik Permesinan Kapal pada khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis juga
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Surabaya, 9 Agustus 2018

Penulis

x
ABSTRAK

vii
STUDI NUMERIK PENDINGINAN UDARA PADA KANDANG
SAPI KAPAL TERNAK MENGGUNAKAN (CFD)
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

ABSTRAK

Kapal ternak yaitu kapal yang digunakan untuk mendistribusikan dan


mengangkut ternak dari tempat satu ke tempat lain. Penelitian serupa telah
dilakukan dengan membuat model ternak dalam bentuk balok yang dinilai membuat
distribusi udara kurang merata. Penelitian ini akan dilakukan simulas i
menggunakan model ternak dalam bentuk 3D. Simulasi ini bertujuan untuk
mengetahui distribusi temperatur udara, kecepatan udara, tekanan udara dan pola
aliran udara. Penelitian ini menggunakan metode simulasi computational fluid
dynamic (CFD). Hasil simulasi menunjukkan distribusi temperatur udara rata-rata
300o K atau 27o C pada kandang sapi A dan B. Distribusi kecepatan udara rata-rata
0,669 m/s pada kandang sapi A dan 0,7 m/s pada kandang sapi B. Distribusi tekanan
udara rata-rata 0,211 pa pada kandang sapi A dan -0,267 pa pada kandang sapi B.
Bentuk aliran udara mengelilingi model ternak sapi. Distribusi temperatur udara
300o K atau 27o C dengan nilai RH (relative humidity) 70% - 90%, nilai THI
(Temperature-Hunidity Index) menunjukkan pada kondisi siaga (alert) antara 75 –
78. Sehingga kandang sapi A dan B memiliki zona nyaman (comfort zone) yang
kurang baik dan membuat sapi dalam keadaan stress sedang. Oleh karena itu
temperatur udara perlu diturunkan dengan cara penambahan instrumen pendingin.

Kata kunci: Kecepatan, Simulasi, Tekanan, Temperatur, Ternak.

xi
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xii
ABSTRACT

xi
NUMERICAL STUDY AIR COOLING AT CATTLE PEN LIVESTOCK
VESSEL USING CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC)
ABSTRACT

Livestock vessels are vessels used to distribute and transport livestock from
one place to another. Similar research has been carried out by making cattle models
in the beams which are considered to make air distribution less evenly. This
research will be carried out simulation use 3D cattle’s model. This simulation aims
to determine the distribution of air temperature, air velocity, air pressure and air
flow patterns. This study uses a CFD (computational fluid dynamic) simulation
method. Based on the simulation result, the average of air temperature distribution
is 300o K or 27o C at cattle pen A and B. The average of air velocity distribution is
0,669 m/s at cattle pen A and 0,7 m/s at cattle pen B. The average of air pressure
distribution is 0,211 pa at cattle pen A and -0,267 pa at cattle pen B. And the airflow
pattern is around a model of cattle. The distribution of air temperature at 300o K or
27o C by RH (relative humidity) 70%-90%, THI (Temperature Humidity Index)
shows in the alert condition between 75 – 78. So, The cattle pen A and B have not
good the comfort zone and make a cattle to be mild stress. Because of it, the air
temperature has to be down by adding a cooling instrument.

Keywords: Cattle, Pressure, Simulation, Temperature, Velocity

xiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xiv
DAFTAR ISI

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................v

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................... vii

KATA PENGANTAR............................................................................................. ix

ABSTRAK .............................................................................................................. xi

ABSTRACT ............................................................................................................ xiii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xxi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xxiii

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Tugas Akhir.................................................................................. 2

1.4 Manfaat Tugas Akhir................................................................................ 2

1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Kapal Ternak (Livestock Vessel) ............................................................. 5

2.1.1 Enclosed Deck Vessel ........................................................................... 5

2.1.2 Open Deck Vessel ................................................................................. 6

2.1.3 Combined Deck Vessel ......................................................................... 6

2.2 Hewan Ternak .......................................................................................... 7

2.3 Standardisasi Kapal Ternak ...................................................................... 8

2.3.1 AMSA (Australian Maritime Safety Authority) ................................ 8

xv
2.3.2 SNI (Standar Nasional Indonesia) ..................................................... 8

2.4 Perhitungan Beban Panas.......................................................................... 9

2.4.1 Beban Panas Dari Lampu .................................................................. 9

2.4.2 Beban Panas Dari Ternak Sapi .......................................................... 9

2.5 Heat Stress............................................................................................... 10

2.6 Routing .................................................................................................... 11

2.6 Computational Fluid Dynamic (CFD) .................................................... 12

2.6.1 Pre-processor .................................................................................. 12

2.6.2 Solver ............................................................................................... 12

2.6.3 Post-processor ................................................................................. 14

2.7 Proses Validasi ....................................................................................... 14

2.7.1 Convergence .................................................................................... 14

2.7.2 Grid Independence........................................................................... 14

2.8 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 14

BAB 3 METODE PENELITIAN ......................................................................... 17

3.1 Metode Penelitian ................................................................................... 17

3.1.1 Tahap Identifikasi Awal .................................................................. 17

3.1.3 Tahap Pengumpulan Data ................................................................ 17

3.1.4 Tahap Pengolahan Data ................................................................... 18

3.1.5 Tahap Analisa .................................................................................. 18

3.1.5 Tahap Kesimpulan ........................................................................... 18

3.2 Diagram Alir ........................................................................................... 19

3.3 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir............................................................ 21

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 23

4.1 Data dan Spesifikasi................................................................................ 23

4.1.1 Data Livestock Vessel ...................................................................... 23

xvi
4.1.2 Spesifikasi Saluran Udara (Ducting) ............................................... 23

4.1.3 Spesifikasi Lampu Penerangan ....................................................... 24

4.1.4 Data Ukuran Ternak ........................................................................ 24

4.1.5 Data Dimensi Model Kandang Sapi................................................ 24

4.1.6 Data Temperatur dan Kecepatan Udara .......................................... 25

4.2 Perhitungan Beban Panas ....................................................................... 25

4.2.1 Beban Panas Dari Hewan Ternak.................................................... 25

4.2.2 Beban Panas Dari Lampu ................................................................ 26

4.3 Simulasi Pemodelan Ruang Muat Kandang Sapi Dengan CFD............. 27

4.3.1 Pre-Processor.................................................................................. 27

4.4.2 Solver Control ................................................................................. 30

4.4.3 Post Processor................................................................................. 31

4.4 Distribusi Temperatur, Kecepatan, dan Tekanan Udara Pada Kandang


Sapi………. ....................................................................................................... 33

4.4.1 Distribusi Temperatur Udara Pada Kandang Sapi .......................... 34

4.4.2 Distribusi Kecepatan Udara Pada Kandang Sapi ............................ 38

4.4.3 Distribusi Tekanan Udara Pada Kandang Sapi ............................... 41

4.5 Comfort zone Pada Kandang Sapi .......................................................... 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 47

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 47

5.2 Saran ....................................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

xvii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xviii
DAFTAR TABEL

xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Panas dari lampu ..................................................................................... 9
Tabel 2.2 THI (Temperatur Humidity Indexs) ...................................................... 10
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir .......................................................... 21
Tabel 4.1 Data ukuran ternak sapi......................................................................... 24
Tabel 4.2 Data dimensi ukuran kandang sapi ....................................................... 24
Tabel 4.3 Data temperatur dan kecepatan udara ................................................... 25
Tabel 4.4 Panas dari lampu ................................................................................... 27
Tabel 4.5 Input boundary condition pada model kandang sapi A ........................ 30
Tabel 4.6 Input boundary condition pada model kandang sapi B......................... 30

xix
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xx
DAFTAR GAMBAR

xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Enclose deck vessel ............................................................................. 5
Gambar 2.2 Open deck vessel ................................................................................. 6
Gambar 2.3 Combined deck vessel.......................................................................... 6
Gambar 2.4 Sapi sumba ongole jantan.................................................................... 8
Gambar 2.5 Grafik animal heat production .......................................................... 10
Gambar 2.6 Beberapa alternative routing saluran udara kamar mesin ................. 11
Gambar 3.1 Diagram alir tugas akhir .................................................................... 20
Gambar 4.1 Dimensi kandang sapi ....................................................................... 25
Gambar 4.2 Grafik animal heat production .......................................................... 26
Gambar 4.3 Model sapi ......................................................................................... 26
Gambar 4.4 Model kandang sapi A....................................................................... 28
Gambar 4.5 Model kandang sapi B ....................................................................... 28
Gambar 4.6 Meshing model kandang sapi A ........................................................ 29
Gambar 4.7 Meshing model kandang sapi B ........................................................ 29
Gambar 4.8 Hasil solver control model kandang sapi A ...................................... 31
Gambar 4.9 Hasil solver control model kandang sapi B....................................... 31
Gambar 4.10 Result post processor simulasi model kandang sapi A ................... 32
Gambar 4.11 Result post processor simulasi model kandang sapi B.................... 32
Gambar 4.12 Result post processor simulasi model kandang sapi A sumbu XZ . 33
Gambar 4.13 Result post processor simulasi model kandang sapi B sumbu XZ . 33
Gambar 4.14 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 0,4 m pada kandang
sapi A..................................................................................................................... 35
Gambar 4.15 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1 m pada kandang
sapi A..................................................................................................................... 35
Gambar 4.16 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1,5 m pada kandang
sapi A..................................................................................................................... 36
Gambar 4.17 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 0,4 m pada kandang
sapi B ..................................................................................................................... 36
Gambar 4.18 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1 m pada kandang
sapi B ..................................................................................................................... 37

xxi
Gambar 4.19 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1,5 m pada kandang
sapi B ..................................................................................................................... 37
Gambar 4.20 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 0,4 m pada kandang
sapi A ..................................................................................................................... 38
Gambar 4.21 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang
sapi A ..................................................................................................................... 39
Gambar 4.22 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang
sapi A ..................................................................................................................... 39
Gambar 4.23 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 0,4 m pada kandang
sapi B ..................................................................................................................... 40
Gambar 4.24 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi
B............................................................................................................................. 40
Gambar 4.25 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang
sapi B ..................................................................................................................... 41
Gambar 4.26 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi
A ............................................................................................................................ 42
Gambar 4.27 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi A
............................................................................................................................... 42
Gambar 4.28 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi
A ............................................................................................................................ 43
Gambar 4.29 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi
B............................................................................................................................. 43
Gambar 4.30 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi B
............................................................................................................................... 44
Gambar 4.31 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi
B............................................................................................................................. 44

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Biodata Penulis
Lampiran B Kemajuan Tugas Akhir
Lampiran C Rekomendasi Tugas Akhir
Lampiran D Revisi Tugas Akhir
Lampiran E Ducting Arrangement
Lampiran F Report Meshing Kandang Sapi A
Lampiran G Report Meshing Kandang Sapi B
Lampiran H Amsa Marine Order 43..
Lampiran I SNI 10-6200-2000
Lampiran J SNI 7651.7 2016.

xxiii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xxiv
BAB 1

PENDAHULUAN

xv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kapal ternak (live stock vessel) yaitu kapal yang berfungsi dan digunakan
untuk mendistribusikan serta mengangkut ternak dari tempat satu ke tempat lain.
Kapal ternak (live stock vessel) memiliki sistem ventilasi udara yang digunakan
untuk mendistribusikan dan menurunkan temperatur udara pada ruang muat atau
kargo dalam waktu pelayaran. Hal tersebut memiliki tujuan agar ternak tidak
mangalami stress yang diakibatkan oleh peningkatan termperatur udara. Sistem
ventilasi udara yang terpasang pada kapal ternak (live stock vessel) menggunaka n
sistem penggerak mekanik yaitu kipas (fan) yang diletakkan pada geladak C dan D.
Kipas tersebut digunakan untuk memasukkan udara dari luar ke dalam kargo kapal
ternak.
Ruang muat atau kargo kapal ternak yang difungsikan sebagai kandang
(cattle pen) berguna untuk menjaga agar ternak tidak berkeliaran dan proses
pemantauan serta perawatan ternak selama pelayaran menjadi lebih mudah. Ternak
yang diangkut memiliki daya tampung mencapai 500 ekor pada ruang muat atau
kargo kapal ternak (live stock vessel).
Penelitian sebelumnya yang berjudul “Evaluasi perbandingan distribus i
udara pada saluran udara peti dengan saluran udara tunggal dikapal ternak 1200
DWT” oleh (Ardiansyah, 2016), melakukan simulasi dengan membuat model
kandang yang bertujuan untuk mengetahui kontur temperatur udara dan pola aliran
udara. Model kandang yang dibuat terdapat model hewan ternak (sapi) dengan
bentuk balok. Hal tersebut dinilai distribusi udara menjadi kurang merata karena
aliran udara hanya melewati bagian atas ternak sedangkan pada kondisi sebenarnya
aliran udara menyebar keseluruh tubuh hewan ternak.
Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan simulasi kandang yang
dengan menggunakan model hewan ternak (sapi) menyerupai bentuk model 3D.
Simulasi ini memiliki tujuan untuk mengetahui penyebaran / distribusi temperatur

1
udara, distribusi kecepatan udara, distribusi tekanan udara dan pola aliran udara
yang terdapat pada kandang di kapal ternak (live stock vessel).
Pengerjaan tugas akhir ini dilakukan dengan metode simulasi menggunaka n
software computational fluid dynamic (CFD). Penggunaan software computational
fluid dynamic (CFD) dipilih karena memiliki banyak keunggulan dibandingka n
melakukan pengujian secara eksperimental. Keunggulan tersebut diantara lain yaitu
kemudahan dalam mendapatkan data, waktu set up yang relatif singkat, biaya relatif
lebih murah dan tidak terpengaruh oleh gangguan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dikaji yaitu :
1. Berapa beban panas yang terdapat pada kandang sapi?
2. Bagaimana bentuk pemodelan kandang sapi yang digunakan sebagai
simulasi?
3. Bagaimana hasil simulasi pada kandang sapi dikapal ternak?
1.3 Tujuan Tugas Akhir
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini yaitu :
1. Mengetahui beban panas yang terdapat pada kandang sapi.
2. Mengetahui bentuk model kandang sapi yang digunakan sebagai
simulasi.
3. Mengetahui hasil simulasi kandang sapi dikapal ternak.
1.4 Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari tugas akhir ini adalah :
1. Manfaat bagi institusi, sebagai referensi pembelajaran yang dapat
dipelajari bagi rekan – rekan mahasiswa.
2. Manfaat bagi peneliti, sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dari tugas akhir ini adalah :
1. Model kandang yang dibuat model untuk simulasi terletak digeladak
dasar alas ganda.

2
2. Beban panas yang digunakan sebagai input berasal dari ternak sapi yang
dimuat dan lampu yang digunakan sebagai penerangan pada kandang.
3. Parameter yang diambil berupa suhu dan kecepatan aliran udara.
4. Simulasi yang akan dilakukan menggunakan software software
computational fluid dynamic (CFD).

3
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kapal Ternak (Livestock Vessel)


Kapal ternak (livestock vessel) merupakan kapal yang didesain khusus untuk
mengangkut hewan ternak. Tujuan dibangunnya kapal ternak (livestock vessel)
untuk mendistribusikan hewan ternak ke suatu daerah yang mengalami kekurangan
pasokan hewan ternak. Kapal ternak (livestock vessel) merupakan salah satu kelas
dari kapal yang didesain untuk digunakan terutama untuk transportasi hewan
(Outschoorn, 2005). Terdapat 3 (tiga) jenis kapal ternak (livestock vessel) yang
digunakan saat ini sebagai berikut :
2.1.1 Enclosed Deck Vessel

Gambar 2.1 Enclose deck vessel (Outschoorn, 2005)

Gambar 2.1 merupakan kapal ternak jenis enclose deck vessel, kapal ini
biasanya pembawa mobil yang telah dikonversi untuk tujuan membawa ternak.
Kapal memiliki dek-dek besar tertutup yang besar di dalam superstruktur kapal dan
oleh karena itu mereka dianggap sebagai platform yang baik untuk pemasangan
kandang di dalam dek-dek ini. Sistem ventilasi mekanis paksa juga biasanya di
tempat namun peningkatan ekstraksi dan suplai mungkin diperlukan karena
respirasi dan panas yang dihasilkan oleh ternak yang ditempatkan di dalam pena
mereka. Keuntungan dari kapal jenis ini adalah isolasi hewan dari unsur-unsur. Hal
ini memungkinkan kontrol yang lebih ketat terhadap lingkungan dan habitat hewan
tersebut pada tingkat yang lebih besar dari pada di kapal-kapal desain tipe terbuka

5
namun mereka sepenuhnya bergantung pada sistem ventilasi mekanis untuk
kelangsungan hidup hewan tersebut.
2.1.2 Open Deck Vessel

Gambar 2.2 Open deck vessel (Outschoorn, 2005)

Gambar 2.2 merupakan kapal ternak jenis open deck vessel, kapal dek
terbuka lebih umum dibangun pada tahun 1970-an dan 1980-an dan biasanya kapal
tanker, kapal pengangkut curah atau kapal kontainer dikonversi untuk transportasi
ternak dengan pembangunan rumah stok di foredeck mereka. Rumah stok biasanya
terbuka untuk elemen di sisi mereka dan oleh karena itu pengendalian lingkunga n
memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan kapal tipe tertutup.
Desain terbuka memungkinkan untuk lintasan udara segar melalui rumah stok dan
oleh karena itu sistem ventilasi mungkin memiliki kapasitas yang lebih rendah
dibandingkan dengan kapal jenis tertutup dan hanya dipasok ke kandang di pusat
rumah persediaan. Kapal-kapal ini juga memiliki sistem umpan, penyiraman, dan
pembuangan limbah otomatis pada yang dibangun baru-baru ini namun kapal yang
lebih tua dari jenis ini masih beroperasi tidak dilengkapi dengan baik.
2.1.3 Combined Deck Vessel

Gambar 2.3 Combined deck vessel (Outschoorn, 2005)

6
Tujuan dibangunnya kapal-kapal ternak yang memiliki konstruksi yang
lebih baru cenderung memiliki baik dek terbuka maupun tertutup untuk transportasi
hewan seperti Gambar 2.3 yang merupakan kapal ternak jenis combined deck
vessel. Dek terbuka biasanya terletak di atas dek utama geladak dan memanfaatka n
kelebihan alami ventilasi jika memungkinkan. Ini mengurangi jumlah kipas
ventilasi yang dibutuhkan dibandingkan dengan kapal yang sepenuhnya tertutup.
Untuk memaksimalkan penggunaan ruang yang tersedia, ruang lambung juga
digunakan untuk transportasi ternak dan ini biasanya berupa ruang tertutup yang
mengandalkan pasokan paksa mekanis serta kipas angin untuk pergantian udara
mereka.
2.2 Hewan Ternak
Hewan ternak yang dimuat kapal ternak (livestock vessel) adalah sapi
ongole. Sapi ongole sapi bukanlah asli Indonesia, melainkan berasal dari India. Sapi
ini mulai dimasukkan ke Indonesia pada permulaan abad ke-20 dan diternakan
secara murni di pulau sumba sehingga lebih dikenal dengan nama sapi sumba
ongole. Sapi ongole mudah dikenal karena postur tubuhnya lebih besar
dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya. Warna bulunya bervariasi dari putih sampai
putih kelabu dengan campuran kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan,
sedangkan lututnya hitam. Anak yang baru lahir sering berwarna coklat dan setelah
umur setahun berubah menjadi kelabu. Ukuran kepalanya panjang, telinga sedang
dan agak tergantung. Tanduk sapi jantan pendek dan pada sapi betina panjang.
Pundak bulat dan besar gelambir lebar dan tergantung mulai dari leher melalui perut
hingga ambing atau skrotum. Tinggi jantan dewasa dapat mencapai 150 cm dengan
bobot badan 600 kg, sedangkan betina dewasa mencapai tinggi badan 135 cm
dengan bobot badan 450 kg. Pertambahan bobot badan dapat mencapai 0,47 – 0,81
kg/hari dan tergantung pakan yang diberikan, kuantitas dan kualitas. Pada tahun
1917, untuk pertama kali, sapi Ongole dikeluarkan dari Pulau Sumba dengan tujuan
daerah Sulawesi Utara, Kalimantan dan Jawa. Namun sebenarnya untuk Pulau Jawa
dan sumatera, pemasukan sapi Ongole sudah dimulai sejak tahun 1909 dalam
rangka “Ongolisasi” sapi-sapi yang ada dikawasan barat Indonesia (Rusdiana,
Wibowo, & Praharani, 2010). Gambar 2.4 berikut merupakan hewan ternak sapi
sumba ongole.

7
Gambar 2.4 Sapi sumba ongole jantan (BSN, 2016)

2.3 Standardisasi Kapal Ternak


2.3.1 AMSA (Australian Maritime Safety Authority)
AMSA (Australian Maritime Safety Authority) merupakan standar yang
didirikan oleh otoritas hukum di negara Australia dengan tujuan mengatur
keselamatan dalam dunia maitim. Standar AMSA yang mengatur tentang kapal
ternak (livestock vessel) terdapat pada Marine Order 43. Marine Order 43
mencakup tentang pembuatan ketentuan untuk sertifikasi kapal yang bergerak
dalam pengankutan muatan ternak dan menentukan persyaratan mengena i
penyimpanan dan pengangkutan muatan untuk keamanan kapal dalam beroperasi.
Pelayanan ternak yang dibahas dalam AMSA Marine Order 43 (AMSA, 2013)
sebagai berikut :
a) Ventilasi
b) Persediaan air bersih
c) Persediaan pakan ternak
d) Pencahayaan
e) Sistem pembuangan libah
2.3.2 SNI (Standar Nasional Indonesia)
Standar pelayanan ternak yang diatur SNI terdapat pada SNI 10-6200-2000
tentang ruang muatan kapal motor angkutan ternak babi. Standar SNI merupakan
standar yang berlaku di Indonesia, dibentuk oleh komite teknis dan ditetapkan oleh
BSN. Standar SNI 10-6200-2000 mengacu pada SNI 10-4665-1998 tentang truk
ternak sapi dan kerbau. Tujuan standar SNI 10-6200-2000 yaitu sebagai berikut
(BSN, 2000) :
a) Menjamin kenyaman ternak dan keselamatan ternak

8
b) Menjamin kesejahteraan ternak
c) Megurangi kerugian selama pengangkutan
d) Menjamin kualitas produk babi
e) Mendukung perkembangan usaha pengangkutan ternak babi
f) Menjamin keselamatan kapal
2.4 Perhitungan Beban Panas
2.4.1 Beban Panas Dari Lampu
Sumber panas dari lampu dapat tidak diperhitungkan apabila suatu ruangan
didesain dengan menggunakan sumber penerangan dari alam (George Endri
kusuma, Mardi Santoso, 2016). Jika ruangan tersebut menggunakan lampu
penerangan maka dapat diperhitungkan dengan menggunakan Tabel 2.2 panas dari
lampu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Panas dari lampu
Sensible heat from general lighting
No Space (W)
Incandescent Fluorecent
1 Cabin etc 15 8
2 Mess or Dining room 20 10
3 Gymnasium. Etc. 40 20
Sumber: Sistem Refrigrasi dan Saluran Udara (2016)

2.4.2 Beban Panas Dari Ternak Sapi


Beban panas yang dihasilkan sapi dapat dilihat pada Gambar 2.5 tentang
gravik produksi panas hewan. Gambar tersebut menggambarkan tentang hubunga n
antara peningkatan produksi panas yang dihasilkan oleh hewan dengan peningkata n
suhu. Gambar 2.5 juga menggambarkan tentang hubungan yang lebih operasional
antara total panas sensible dan laten suhu lingkungan yang diberikan pada tingkat
hewan, sebagai model umum untuk sapi, babi dan unggas (Gozo & View, 2015).

9
Gambar 2.5 Grafik animal heat production (Gozo & View, 2015)

2.5 Heat Stress


Heat stress didefinisikan sebagai fungsi vital di tubuh hewan dan
ketidakmampuan memindahkan panas tubuh yang disebabkan oleh pencernaan
makanan dari tubuh hewan dengan suhu udara meningkat. Suhu udara dimana
hewan pemamah biak lebih nyaman tergantung pada relative humidity di udara
antara 5o C dan 25o C (Şireli, Tutkun, Tatar, & Tuncer, 2017). Bila suhu tinggi
melebihi 27o C, bahkan dengan kelembaban rendah, suhu efektif berada diatas zona
nyaman untuk produksi sapi yang tinggi. Indeks temperatur kelembaban (THI)
umumnya digunakan untuk menunjukkan tingkat stress pada ternak (Armstrong,
1994). Manusia juga memiliki tingkat heat stress layaknya hewan, temperatur
kenyamananan pada manusia yaitu sekitar 30 o C (Yuning Widiarti, Binti Mualifa tul
Rosydah, 2013). Pada Tabel 2.2 merupakan indeks kelembaban temperatur (THI)
sebagai berikut :
Tabel 2.2 THI (Temperatur Humidity Indexs)

Sumber: (Gozo & View, 2015)

Interpretasi nilai indeks kelembaban suhu (THI):

10
Normal < 74 THI,
Alert 75 – 78 THI,
Danger 79 – 83 THI,
Emergency >84 THI
2.6 Routing
Routing adalah bentuk aliran udara dalam ruangan kamar mesin. Routing
sangatlah penting dalam menentukan tercapainya kondisi lingkungan udara kamar
mesin yang nyaman. Untuk itu biasanya udara bersih dari luar dialirkan masuk
kamar mesin sejauh mungkin agar secara natural udara dapat terdistribusi merata
keseluruh ruangan kamar mesin.
Gambar 2.6 menunjukkan beberapa alternative routing yang seringkali ada
dalam kamar mesin. Effisiensi dari routing pada gambar tersebut diistila hka n
sebagai Factor Routing (Frouting), dimana gambar A memiliki F routing = 1.0 dan
merupakan routing udara kamar mesin yang paling baik dibandingkan alternative
routing yang lain. Sehingga untuk routing yang lain, nilai factor routing
menunjukkan kelipatan jumlah udara yang harus disuplai kedalam ruangn
dibandingkan dengan jumlah udara yang dibutuhkan pada routing gambar A.
Misalnya, untuk gambar B, jumlah udara yang dibutuhkan adalah 1,4 kali daripada
jumlah udara yang dibutuhkan pada gambar A (George Endri kusuma, Mardi
Santoso, 2016).

Gambar 2.6 Beberapa alternative routing saluran udara kamar mesin (George Endri kusuma,
Mardi Santoso, 2016)

11
2.6 Computational Fluid Dynamic (CFD)
Computational fluid dynamics (CFD) adalah metode perhitungan dengan
sebuah kontrol dimensi, luas, dan volume dengan memanfaatkan bantuan
komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen
pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan.
perhitungan dibagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan
prosesnya dinamakan meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan
sebuah kontrol perhitungan. Kontrol- kontrol perhitungan ini merupakan
pembagian ruang atau meshing. Pada setiap titik kontrol perhitungan akan
dilakukan perhitungan dengan batasan domain dan boundary condition yang telah
ditentukan (Islam, 2017). Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3
bagian utama yaitu:
2.6.1 Pre-processor

Langkah-langkah dalam tahap pre-processing yaitu:


a) Definisi geometri region yang telah di buat
b) Pemecahan domain menjadi beberapa sub domain yang lebih kecil dan
non overlapping dari hasil meshing geometri
c) Pemilihan fenomena fisik yang perlu dimodelkan
d) Definisi properties fluida
e) Pemberian boundary condition yang sesuai pada sel-sel yang berhimp it
dengan batas domain
Akurasi CFD ditentukan oleh jumlah sel dalam grid. Secara umum, semakin
besar jumlah sel maka semakin baik keakurasiannya. Lama tidaknya perhitunga n
dalam iterasi tergantung kepada halus atau rapatnya grid.
2.6.2 Solver
Dalam tahap ini akan dilakukan perhitungan terhadap model yang dibuat
pada tahap pre-processor. Terdapat 3 macam teknik solusi numerik yaitu beda
hingga (finite difference), elemen hingga (finite element), dan metode spektral.
Perbedaan metode tersebut adlah sebagai berikut:
a) Motode Beda Hingga (Finite Difference Methode)

12
Menggambarkan variabel tidak diketahui Ф sebuah problem aliran
dengan cara sampel-sampel titik pada titik nodal sebuah grid dari garis
koordinat. Ekspansi deret taylor terpotong sering dipakai untuk membangun
aproksimasi-aproksimasi beda hingga derivative Ф dalam suku-suku
sampel titik Ф di masing- masing titik grid dan tetangga terdekat. Derivativ
tersebut muncul dalam persamaan atur digantikan oleh beda hingga
menghasilkan persamaan aljabar untuk nilai-nilai Ф di setiap titik grid.
b) Metode Elemen Hingga (Finite Element Methode)
Menggunakan fungsi- fungsi potong (piecewise) sederhana (misal linear
atau kuadratik) pada elemen-elemen untuk menggambarkan variasi- variasi
lokal variabel aliran yang tidak diketahui Ф. Jika fungsi- fungsi aproksimasi
potong untuk Ф disubsitusikan ke dalam persamaan, terdapat sebuah
ketidakpastian hasil (residual) yang didefinisikan untuk menguk ur
kesalahan. Residual kemudian diminimalkan melalui sebuah pengalia n
dengan sebuahset fungsi berbobot dan mengiintegrasikannya. Hasilnya
diperoleh sekumpulan persamaan aljabar untuk koefisien-koefisien tak
diketahui dari fungsi aproksimasi. Teori elemen hingga awalnya
dikembangkan untuk analisa tegangan struktur.
c) Metode spektral (Spectral Methode)
Mengaproksimasikan variabel Ф dengan deret fourier terpotong atau
deret polinomial chebyshev. Aproksimi tidak secara lokal namun valid di
semua domain komputasional, mengganti tak diketahui dalam persamaan
atur dengan deret-deret terpotong. Batasan yang membawa ke persamaan
aljabar untuk seluruh koefisien deret fourier dan chebyshev diberikan oleh
konsep residual berbobot mirip dengan elemen hingga atau membuat fungs i
aproksimasi serupa dengan solusi eksak pada sebuah nilai dari titik-titik
grid.
d) Metode Volume Hingga (Finite Volume Methode)
Awalnya dikembangkan untuk spesial formulasi beda hingga, algoritma
numerik terdiri dari langkah: integrasi persamaan aliran fluida di seluruh
volume atur dari domain solusi, diskretisasi dengan subsitusi beragam
aproksimasi beda hingga untuk suku-suku persamaan terintegrasi proses

13
aliran seperti konveksi, difusi, dan sumber, akan dikonversikan persamaan
integral menjadi sebuah sistem persamaan aljabar dan solusi persamaan-
persamaan aljabar dengan metode iterative.
2.6.3 Post-processor
Hasil perhitungan model solver berupa nilai-nilai numerik variabel dasar
aliran seperti kecepatan aliran udara, tekanan, temperatur, dan fraksi-fraksi masa.
Dalam post-processsor hasil-hasilnya disajikan dalam bentuk visualisasi ataupun
kontur-kontur distribusi parameter aliran fluida. Adapun data visualisasi model
yang bisa ditampilkan oleh post-processor adalah gambar geometri model, gambar
surface sifat fluida, animasi aliran fluida, tampilan vektor kecepatan, gerakan rotasi,
translasi, dan penyekalaan serta arah aliran fluida.
2.7 Proses Validasi
Tahap validasi selama proses perhitungan dengan pendekatan CFD
dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu
2.7.1 Convergence
Pada tahap ini proses iterasi perhitungan akan selalu dikontrol dengan
persamaan pengendali. Jika hasil perhitungan belum sesuai dengan tingkat
kesalahan yang ditentukan, maka komputasi akan terus berjalan.
2.7.2 Grid Independence
Besarnya jumlah cell yang digunakan dalam perhitungan akan menentuka n
keakuratan hasil yang didapat, karena jumlah cell juga dapat mempengar uhi
perubahan bentuk geometri pada saat dilakukan definite. Tetapi tidak selamanya
dengan jumlah cell yang banyak akan menambah keakuratan hasil perhitunga n.
Dengan demikian pengguna dituntut untuk dapat menentukan jumlah cell yang
optimum, agar waktu dan memori komputer yang terpakai tidak terlalu besar.
2.8 Penelitian Terdahulu
Pada penelitian dengan judul “Evaluasi perbandingan distribusi udara pada
saluran udara peti dengan saluran udara tunggal dikapal ternak 1200 DWT”
membahas tentang evaluasi desain ducting yang sudah ada, menghitung beban
internal, jalur pelayaran waingapu (NTT) – Cirebon (Jawa Barat), sistem pendingin

14
menggunakan blower (fan), dan variabel yang dipakai bentuk ducting rectangular
(persegi) dengan round (lingkaran).
Pada penelitian tersebut menemukan pada saluran udara peti menghas ika n
temperatur rata-rata 300,8 K atau 27,7 C, RH 70%, nilai THI sebesar 76 dan
kecepatan udara keluaran tertinggi 13 m/s. Sedangkan pada saluran udara tungga l
menghasilkan temperatur pada saluran udara tunggal menghasilkan temperatur
rata-rata 296,2 K atau 23 C, RH 70% nilai THI 72 dan kecepatan udara keluaran 14
m/s.

15
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

16
BAB 3

METODE PENELITIAN

1
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian adalah tata cara yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti
dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigas i
terhadap data yang telah didapatkan tersebut. Metode penelitian memberika n
gambaran rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang
harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan cara apa data-data
tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis. Adapun tahapan - tahapan
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
3.1.1 Tahap Identifikasi Awal
Tahap identifikasi awal yaitu menyusun tujuan dan rumusan masalah yang
dirumuskan berdasarkan hasil penelitian terdahulu mengenai simulasi permodelan
yang dilakukan.
3.1.3 Tahap Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data merupakan tahap dimana pencarian dan
pengumpulan data sesuai permasalahan yang didapat. Pada tahap pengump ula n
data didapatkan dari penelitihan terdahulu. Tahap ini juga dilakukan pencarian studi
literatur yang bersumber dari textbook, jurnal, standart dan penelitian terdahulu
yang telah dilakukan. Data yang dikumpulkan dapat diidentifikasi sebagi berikut :
a) Data pimer
Data primer yang didapat pada tugas akhir ini berupa file ducting
arrangement dari kapal ternak (livestock vessel).
b) Data sekunder
Data sekunder didapat pada tugas akhir ini berasal dari penelitia n
terdahulu berupa temperatur, kecepatan udara dan standart SNI berupa
ukuran bentuk sapi.

17
3.1.4 Tahap Pengolahan Data
Tahap pengolahan data merupakan lanjutan dari tahap pengumpulan data.
Pada tahap pengelolahan data dilakukan sebagai berikut :
a. Tahap perhitungan dilakukan secara manual dengan menggunakan data
yang diperoleh. Tahap ini digunakan untuk menghitung beban panas
yang dihasilkan oleh sapi yang akan dibuat pemodelan.
b. Tahap pemodelan geometri menggunakan software Auto CAD yang
kemudian di impor ke software ansys untuk dilakukan simulasi.
c. Tahap meshing, input model dan running model merupakan tahap
simulasi Computional Fluid Dynamic (CFD).
3.1.5 Tahap Analisa
Tahap ini dilakukan analisa dengan berbekal data-data diperoleh dari hasil
simulasi menggunakan software Computional Fluid Dynamic (CFD). Dari hasil
simulasi akan dihasilkan bentuk penyebaran temperatur dan pola aliran udara yang
di distribusikan terdapat pada ruang muat kandang sapi.
3.1.5 Tahap Kesimpulan
Tahap ini dapat ditarik kesimpulan dari hasil simulasi yang dilakukan
dengan menggunakan software Computional Fluid Dynamic (CFD) untuk
menyimpulkan bentuk simulasi yang terdapat pada ruang muat kandang sapi.

18
3.2 Diagram Alir
Diagram alir pada tugas akhir ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

Mulai

Identifikasi masalah
Tahap identifikasi awal
Studi literatur : Pengumpulan data:
textbook, jurnal, internet, - Ducting Arrangement
standart, dan tugas akhir. - Temperatur dan kecepatan
- Data ukuran sapi
Tahap pengumpulan data
Perhitungan beban panas pada
kandang sapi yang akan di buat
permodelan

Pembuatan model geometri


menggunakan sofware CAD dan proses
simulasi menggunakan software CFD

Proses meshing pemodelan


(Pre-processing)

Ya

Terjadi kesalahan apabila


overlaping dan doubel name
selection

Tidak

Memasukkan data pada


software CFD

19
A

Proses running pada model


(Solver)

Ya

Terjadi kesalahan apabila


divergence

Tidak

Proses running pada model


(Post-processing)
Tahap pengolahan data

Analisa pendinginan udara


pada kandang sapi
Tahap Analisa

Kesimpulan
Tahap Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram alir tugas akhir (Penulis, 2018)

20
3.3 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
Bulan
Prosentase
Kegiatan Febuari Maret April Mei Juni
No (%)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Studi Literatur 9,45

2 Pengumpulan Data 4,22

3 Pengajuan Proposal TA 2,11

4 Perhitungan 10,52

5 Pengerjaan Model 36,84

`6 Pengajuan Sidang Progress 15,78

7 Analisa Data & Pembahasan 10,52

8 Kesimpulan 10,52

9 Pengajuan Sidang TA 5,26

Total Progress Tugas Akhir (%) 100

Sumber: Penulis, 2018

21
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

22
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

23
24
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dan Spesifikasi


4.1.1 Data Livestock Vessel
Data berikut merupakan spesifikasi kapal ternak (livestock vessel) yang
diperoleh dari penelitian sebelumnya, dari data tersebut diketahui kapal ternak
(livestock vessel) memiliki kapasitas angkut ternak sebanyak 500 ekor. Spesifikas i
kapal ternak (livestock vessel) dapat dilihat dibawah ini :

Panjang kapal keseluruhan (LOA) = 69,78 m


Panjang garis air (LPP) = 65,80 m
Lebar (B) = 13,6 m
Tinggi (H) = 4,30 m
Kecepatan operasi (V) = 12,00 knot
Daya mesin = 2 x 1100 HP (1450 rpm)
Personil = 32 orang
Kapasitas muat ternak = 500 ekor sapi
Gross tonage = 1200 DWT
Radius pelayaran = Bima – Tanjung priok

4.1.2 Spesifikasi Saluran Udara (Ducting)


 Dimensi main duct
Panjang = 0,4 m
Lebar = 0,2 m
Luas = 0,08 m2
 Dimensi brach duct
Panjang = 0,3 m
Lebar = 0,2 m
Luas = 0,06 m2
 Material ducting = galvanized steel, spiral seams, continous roll.

23
4.1.3 Spesifikasi Lampu Penerangan
 Merk = Philips
 Daya = 18 W/ 220V
 Type = TLD 18 flourescent lamp
 Dimensi = ∅ 1 inch, panjang 72 cm

4.1.4 Data Ukuran Ternak


Hewan ternak (sapi) memiliki ukuran tubuh yang beragam, dalam hal ini
ukuran ternak sapi diperoleh dari standart SNI. Data ukuran ternak sapi tersebut
terdapat pada standart SNI 7651 mengenai bibit sapi potong – bagian 7: sumba
ongole. Berdasarkan standart tersebut data ukuran ternak sapi dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Data ukuran ternak sapi
Umur Parameter Kelas
Satuan
(bulan) (minimum) I II III
Tinggi pundak cm 143 136 129
Panjang badan cm 142 135 128
18 < 24
Lingkar dada cm 176 169 162
Lingkar skortum cm 26
Tinggi pundak cm 147 140 133
Panjang badan cm 145 138 131
24 -30
Lingkar dada cm 179 172 165
Lingkar skortum cm 26
Sumber: BSN, 2016

4.1.5 Data Dimensi Model Kandang Sapi


Dimensi kandang sapi pada kapal ternak yang menjadi bahasan dalam tugas
akhir ini terdapat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 merupakan dimensi kandang sapi
pada geladak dasar ganda yang selanjutnya akan dibuat model. Model kandang sapi
dibuat menjadi dua bagian yaitu kandang sapi A dan kandang sapi B dikarenakan
terdapat sekat. Dimensi kandang yaitu seperti pada Tabel 4.2 seperti berikut ini.
Tabel 4.2 Data dimensi ukuran kandang sapi
Geladak dasar
Keterangan Kandang A Kandang B
alas ganda
Panjang 9,6 m 9,6 m 19,2 m
Lebar 13,2 m 13,2 m 13,2 m
Tinggi 2,8 m 2,8 m 2,8 m
Sumber: General Arrangement, 2016

24
Gambar 4.1 Dimensi kandang sapi (Penulis, 2018)

4.1.6 Data Temperatur dan Kecepatan Udara


Data temperatur dan kecepatan udara diperoleh dari hasil penelitia n
terdahulu. Kecepatan udara keluar dari outlet ducting yang terpasang pada kandang
sapi. Data temperatur dan kecepatan udara menjadi nilai yang diinputkan ketika
melakukan simulasi. Data temperatur dan kecepatan udara terdapat pada Tabel 4.3
sebagai berikut.
Tabel 4.3 Data temperatur dan kecepatan udara

Velocity Temperatur
No Keterangan
(m/s) (⁰K)

1 Air out ducting 1 4 300


2 Air out ducting 2 13 300
3 Air out ducting 3 10 300
4 Air out ducting 4 8,5 300
5 Wall part_1 - 305
Sumber: Ardiansyah, 2016

4.2 Perhitungan Beban Panas


4.2.1 Beban Panas Dari Hewan Ternak
Beban panas yang dihasilkan oleh hewan ternak (sapi) dapat dihitung
dengan menggunanakan Gambar 4.2 Grafik animal heat production seperti berikut:

25
Gambar 4.2 Grafik animal heat production (Gozo & View, 2015)

Berdasarkan (Armstrong, 1994) untuk hewan ternak, suhu udara yang


didistribusikan tidak melebihi 27o C. Penelitian sebelumnya (Ardiansyah, 2016)
menggunakan suhu udara 27 o C. Dari Gambar 4.2 dapat diketahui animal heat
production pada suhu 27o C mengeluarkan total heat sebesar 980 watt. Bentuk
hewan terak (sapi) yang dimodelkan seperti pada Gambar 4.3 seperti berikut.

Gambar 4.3 Model sapi (Penulis, 2018)

Model sapi yang dibuat tersebut memiliki luas permukaan sebesar 6,922 m2
yang diperoleh dari pendekatan rumus luas permukaan balok. Beban panas dari
ternak sebesar 141,57 W/m2 untuk satu ekor sapi. Perhitungan beban panas dari
ternak tersebut sebagai berikut:
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑥 𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑘 =
𝐴

980 𝑊
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑥 = ⁄𝑚2
6,922
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑥 = 141,57 𝑊⁄𝑚2

4.2.2 Beban Panas Dari Lampu


Beban panas dari lampu diketahui berdasarkan (George Endri kusuma,
Mardi Santoso, 2016) terdapat pada Tabel 4.2 panas dari lampu seperti berikut:

26
Tabel 4.4 Panas dari lampu
Sensible heat from general lighting
No Space (W)
Incandescent Fluorecent
1 Cabin etc 15 8
2 Mess or Dining room 20 10
3 Gymnasium. Etc. 40 20
Sumber: (George Endri kusuma, Mardi Santoso, 2016)

Jenis lampu yang terdapat dikandang sapi pada kapal ternak yaitu jenis
lampu fluorecent. Kategori space untuk kandang sapi pada kapal ternak yaitu
Gymnasium. Etc. sehingga mengeluarkan panas 20 W.

4.3 Simulasi Pemodelan Ruang Muat Kandang Sapi Dengan CFD


Simulasi model menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamic)
memiliki tiga tahapan yaitu Pre-Processor, Solver Control dan Post Processor.
Analisa yang digunakan untuk simulasi model kandang sapi menggunakan software
CFD yaitu ANSYS FLUENT. Inputan simulasi model yang dilakukan berasal dari
perhitungan dan data yang telah diketahui seperti temperatur udara, beban panas
ternak (heat flux), beban panas lampu, kecepatan aliran udara pada keluaran
ducting. Hasil visualisai yang diambil berupa penyebaran temperatur dan pola
aliran udara dalam bentuk streamline.
4.3.1 Pre-Processor
 Geometri Model
Kandang sapi yang dimodelkan berdimensi lebar 13.6 m, pajang 9.6 m,
tinggi 2.8 m, dan berisikan 38 ekor sapi untuk kandang A dan 36 ekor
sapi untuk kandang B. Pembuatan model dilalukan dengan
menggunakan CAD, selanjutnya di export menjadi file dalam bentuk
ACIS dan di import ke ANSYS Fluent. Bentuk model kandang sapi A
yang dibuat seperti pada Gambar 4.4. sedangkan bentuk model kandang
sapi B yang dibuat seperti pada Gambar 4.5 dibawah ini :

27
Airoutducting1 lamp

cow

Airoutducting2
1

Gambar 4.4 Model kandang sapi A (Penulis, 2018)

Airoutducting3 lamp

Airoutducting4
cow 1

Gambar 4.5 Model kandang sapi B (Penulis, 2018)

 Meshing
Hasil meshing dari model kandang sapi A yang dibuat dapat dilihat pada
Gambar 4.6. Proses meshing menghasilkan jumlah nodes sebesar
770679 dan jumlah elements sebesar 4217443. Untuk model kandang
sapi B yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 4.7. Proses meshing
menghasilkan jumlah nodes sebesar 680765 dan jumlah elements
sebesar 3698276.

28
Gambar 4.6 Meshing model kandang sapi A (Penulis, 2018)

Gambar 4.7 Meshing model kandang sapi B (Penulis, 2018)

 Fluid Domain
Fluid domain digunakan untuk menentukan jenis fluida yang akan
digunakan untuk simulasi. Jenis fluida yang digunakan dalam simulas i
yaitu udara dalam bentuk steady.
 Boundary Conditions
Boundary condition pada simulasi model kandang sapi A dan B
menginputkan kecepatan udara, heat flux, dan temperature udara.
Berikut merupakan Tabel 4.5 input boundary condition pada kandang
sapi A dan Tabel 4.6 input boundary condition pada kandang sapi B.

29
Tabel 4.5 Input boundary condition pada model kandang sapi A

Velocity Termal Heat flux Temperatur


No Boundary Type
(m/s) condition (W/m²) (⁰K)

1 Air out ducting 1 wall 4 - - 300


2 Air out ducting 2 wall 13 - - 300
3 Cow wall - heat flux 141,57 -
4 Lamp wall - heat flux 20 -
5 Wall part_1 wall - - - 305
Sumber: (Ardiansyah, 2016)

Tabel 4.6 Input boundary condition pada model kandang sapi B

Velocity Termal Heat flux Temperatur


No Boundary Type
(m/s) condition (W/m²) (⁰K)

1 Air out ducting 3 wall 10 - - 300


2 Air out ducting 4 wall 8,5 - - 300
3 Cow wall - heat flux 141,57 -
4 Lamp wall - heat flux 20 -
5 Wall part_1 wall - - - 305
Sumber:(Ardiansyah, 2016)
 Initial Conditions
Initial condition simulasi model pada kandang sapi A dan B yang
digunakan berupa wall dan velocity-inlet. Initial condition untuk tipe
wall digunakan pada jenis boundary berupa cow, lamp, dan wall_part 1.
Sedangkan initial condition untuk tipe velocity-inlet digunkan pada jenis
boundary berupa air out ducting 1, air out ducting 2, air out ducting 3,
dan air out ducting 4.

4.4.2 Solver Control


Solver control adalah perhitungan dilakukan terhadap model yang dibuat
pada tahap pre-processor. Perhitungan yang dilakukan oleh software analisa
ANSYS mempresentasikan jumlah iterasi yang dilakukan. Simulasi model yang
dilakukan menggunakan 3000 iteresi untuk simulasi model kandang sapi A dan B.
Gambar 4.8 merupakan hasil solver control simulasi model kandang sapi A dan
Gambar 4.9 merupakan hasil solver control simulasi simulasi model kandang sapi
B seperti berikut.

30
Gambar 4.8 Hasil solver control model kandang sapi A (Penulis, 2018)

Gambar 4.9 Hasil solver control model kandang sapi B (Penulis, 2018)

4.4.3 Post Processor


Post processor merupakan hasil dari perhitungan yang dilakukan pada tahap
solver. Hasil dari perhitungan pada tahap solver ditampilkan dalam bentuk
visualisasi. Bentuk visualisasi pada simulasi model kandang sapi berupa gambar
dan angka. Berikut merupakan bentuk visualisasi gambar hasil post processor
simulasi dalam bentuk streamline sehingga dapat dilihat bentuk aliran udara yang
mengelilingi model sapi pada model kandang sapi A yang terdapat Gambar 4.10
dan Gambar 4.12 serta simulasi model kandang sapi B yang terdapat Gambar 4.11
dan Gambar 4.13 sebagai berikut.

31
Gambar 4.10 Result post processor simulasi model kandang sapi A (Penulis, 2018)

Gambar 4.11 Result post processor simulasi model kandang sapi B (Penulis, 2018)

32
Gambar 4.12 Result post processor simulasi model kandang sapi A sumbu XZ (Penulis, 2018)

Gambar 4.13 Result post processor simulasi model kandang sapi B sumbu XZ (Penulis, 2018)

4.4 Distribusi Temperatur, Kecepatan, dan Tekanan Udara Pada


Kandang Sapi
Distribusi temperatur, kecepatan dan tekanan udara pada kandang sapi
dilihat dengan melakukan pebagian plane pada hasil post processor. Pembagian

33
plane diletakkan pada ketinggian 0,4 m, 1 m, dan 1,5 m dari model kandang sapi.
Pembagian plane dimaksudkan untuk mengetahui nilai rata-rata distribus i
temperatur, kecepatan dan tekanan udara yang divisualisasikan dalam bentuk
gambar kontur. Berikut merupakan pembahasan dari distribusi temperatur,
kecepatan, dan tekanan udara pada kandang sapi.
4.4.1 Distribusi Temperatur Udara Pada Kandang Sapi
Hasil visualisasi distribusi temperatur udara pada kandang sapi A dapat
dilihat pada Gambar 4.14, Gambar 4.15, dan Gambar 4.16. Hasil visualisas i
distribusi temperatur udara pada kandang sapi B dapat dilihat dari Gambar 4.17,
Gambar 4.18, dan Gambar 4.19. Gambar 4.14 dan Gambar 4.17 merupakan hasil
visualisasi dalam bentuk gambar yang didapatkan ditribusi temperatur udara pada
ketinggian 0,4 m. Hasil visualisasi dari simulasikan diperoleh bahwa distribus i
temperatur udara rata-rata di ketinggian 0,4 m yaitu 300o K atau 27o C pada kandang
sapi A dan B. Gambar 4.15 dan Gambar 4.18 merupakan hasil visualisasi dalam
bentuk gambar yang didapatkan ditribusi temperatur pada ketinggian 1 m. Hasil
visualisasi dari simulasikan diperoleh bahwa distribusi temperatur rata-rata di
ketinggian 1 m yaitu 300o K atau 27o C pada kandang sapi A dan B. Gambar 4.16
dan Gambar 4.19 merupakan hasil visualisasi dalam bentuk gambar yang
didapatkan ditribusi temperatur pada ketinggian 1,5 m. Hasil visualisasi dari
simulasikan diperoleh bahwa distribusi temperatur rata-rata di ketinggian 1,5 m
yaitu 300o K atau 27o C pada kandang sapi A dan B. Hasil visualisasi dapat
disimpulkan bahwa distribusi temperatur udara dari simulasi yang dilakukan
memiliki temperatur rata-rata 300o K atau 27o C pada kandang sapi A dan B.

34
Gambar 4.14 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

Gambar 4.15 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1 m pada kandang sapi A
(Penulis, 2018)

35
Gambar 4.16 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

Gambar 4.17 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

36
Gambar 4.18 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

Gambar 4.19 Kontur distribusi temperatur udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

37
4.4.2 Distribusi Kecepatan Udara Pada Kandang Sapi
Hasil visualisasi distribusi kecepatan udara pada kandang sapi A dapat
dilihat pada Gambar 4.20, Gambar 4.21, dan Gambar 4.22. Hasil visualisas i
distribusi kecepatan udara pada kandang sapi B dapat dilihat dari Gambar 4.23,
Gambar 4.24, dan Gambar 4.25. Gambar 4.20 dan Gambar 4.23 merupakan hasil
visualisasi dalam bentuk gambar yang didapatkan ditribusi kecepatan udara pada
ketinggian 0,4 m. Hasil visualisasi dari simulasi diperoleh distribusi kecepatan
udara rata-rata di ketinggian 0,4 m yaitu 0,613 m/s pada kandang sapi A dan 0,627
m/s pada kandang sapi B. Gambar 4.21 dan Gambar 4.24 merupakan hasil
visualisasi dalam bentuk gambar yang didapatkan ditribusi kecepatan pada
ketinggian 1 m. Hasil visualisasi dari simulasi diperoleh distribusi kecepatan udara
rata-rata di ketinggian 1 m yaitu 0,628 m/s pada kandang sapi A dan 0,663 m/s pada
kandang sapi B. Gambar 4.22 dan Gambar 4.25 merupakan hasil visualisasi dalam
bentuk gambar yang didapatkan ditribusi kecepatan udara pada ketinggian 1,5 m.
Hasil visualisasi dari simulasi diperoleh distribusi kecepatan udara rata-rata di
ketinggian 1,5 m yaitu 0,766 m/s pada kandang sapi A dan 0,81 m/s pada kandang
sapi B. Hasil visualisasi dapat disimpulkan distribusi kecepatan udara dari simulas i
yang dilakukan memiliki kecepatan udara rata-rata 0,669 m/s pada kandang sapi A
dan 0,7 m/s pada kandang sapi B.

Gambar 4.20 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

38
Gambar 4.21 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

Gambar 4.22 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

39
Gambar 4.23 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

Gambar 4.24 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

40
Gambar 4.25 Kontur distribusi kecepatan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)
4.4.3 Distribusi Tekanan Udara Pada Kandang Sapi
Hasil visualisasi distribusi tekanan udara pada kandang sapi A dapat dilihat
pada Gambar 4.26, Gambar 4.27, dan Gambar 4.28. Hasil visualisasi distribus i
tekanan udara pada kandang sapi B dapat dilihat dari Gambar 4.29, Gambar 4.30,
dan Gambar 4.31. Gambar 4.26 dan Gambar 4.29 merupakan hasil visualisasi dalam
bentuk gambar yang didapatkan ditribusi tekanan udara pada ketinggian 0,4 m.
Hasil visualisasi dari simulasi diperoleh distribusi tekanan udara rata-rata di
ketinggian 0,4 m yaitu 0,268 pa pada kandang sapi A dan -0,349 pa pada kandang
sapi B. Gambar 4.27 dan Gambar 4.30 merupakan hasil visualisasi dalam bentuk
gambar yang didapatkan ditribusi tekanan udara pada ketinggian 1 m. Hasil
visualisasi dari simulasi diperoleh tekanan udara rata-rata di ketinggian 1 m yaitu
0,194 pa pada kandang sapi A dan -0,349 pa pada kandang sapi B. Gambar 4.28
dan Gambar 4.31 merupakan hasil visualisasi dalam bentuk gambar yang
didapatkan ditribusi tekanan udara pada ketinggian 1,5 m. Hasil visualisasi dari
simulasi diperoleh tekanan udara rata-rata di ketinggian 1,5 m yaitu 0,172 pa pada
kandang sapi A dan -0,105 pa pada kandang sapi B. Hasil visualisasi dapat

41
disimpulkan distribusi tekanan udara dari simulasi yang dilakukan memilik i
tekanan udara rata-rata 0,211 pa pada kandang sapi A dan -0,267 pa pada kandang
sapi B. Harga minus yang diperoleh dari hasil simulasi dikarenakan pada kandang
sapi didefinisikan ruangan terisolasi.

Gambar 4.26 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

Gambar 4.27 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi A (Penulis, 2018)

42
Gambar 4.28 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi A (Penulis,
2018)

Gambar 4.29 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 0,4 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

43
Gambar 4.30 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1 m pada kandang sapi B (Penulis, 2018)

Gambar 4.31 Kontur distribusi tekanan udara ketinggian 1,5 m pada kandang sapi B (Penulis,
2018)

44
4.5 Comfort zone Pada Kandang Sapi
Distribusi temperatur pada kandang sapi A dan B dari hasil simulas i
diperoleh temperatur udara rata-rata 300o K atau 27o C. Berdasarkan tabel THI
(Temperature-Hunidity Index) pada Tabel 2.2 dapat dipresentasikan bahwa
temperatur 300o K atau 27o C memiliki zona kenyamanan (comfort zone) dengan
nilai THI pada kondisi normal < 74. Nilai THI pada kondisi normal < 74 dari Tabel
2.2 memiliki nilai RH (relative humidity) yang berkisar antara 5% sampai dengan
55%. Sedangkan nilai RH (relative humidity) yang berkisar antara 55% sampai
dengan 100%, nilai THI pada kondisi siaga (alert) 75 – 78. Nilai RH (relative
humidity) pada kandang sapi A dan B dengan temperatur 300 o K atau 27o C yaitu
70% - 90% dimana nilai THI (Temperature-Hunidity Index) menunjukkan pada
kondisi siaga (alert) 75 – 78. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandang sapi A
dan B memiliki zona nyaman (comfort zone) yang kurang baik dan membuat sapi
dalam keadaan stress sedang. Karena pada kandang sapi A dan B memiliki zona
nyaman (comfort zone) yang kurang baik maka temperatur udara kandang sapi A
dan B perlu diturunkan. Temperatur udara pada kandang sapi A dan B dapat
diturunkan dengan cara penambahan instrumen pendingin.

45
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

46
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

47
48
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari simulasi yang telah dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir tersebut
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Beban panas dari ternak untuk satu ekor sapi sebesar 141,57 W/m2
sedangkan beban panas lampu yang terdapat pada kandang sapi
mengeluarkan panas 20 W.
 Model kandang sapi A dan B memiliki dimensi 9,6 m x 13,2 m x 2,8 m.
Model kandang sapi A menghasilkan jumlah nodes sebesar 770679 dan
jumlah elements sebesar 4217443. Model kandang sapi B menghasilka n
jumlah nodes sebesar 680765 dan jumlah elements sebesar 3698276.
 Distribusi temperatur udara pada kandang sapi A dan B memilik i
temperatur udara rata-rata 300o K atau 27o C. Distribusi kecepatan udara
pada kandang sapi A dan B memiliki kecepatan udara rata-rata 0,669
m/s pada kandang sapi A dan 0,7 m/s pada kandang sapi B. Distrib us i
tekanan udara pada kandang sapi A dan B memiliki tekanan udara rata-
rata 0,211 pa pada kandang sapi A dan -0,267 pa pada kandang sapi B.
Distribusi temperatur pada kandang sapi A dan B dari hasil simulas i
diperoleh temperatur udara rata-rata 300o K atau 27o C dengan nilai RH
(relative humidity) 70% - 90% dimana nilai THI (Temperature-Hunidity
Index) menunjukkan pada kondisi siaga (alert) 75 – 78. Sehingga
kandang sapi A dan B memiliki zona nyaman (comfort zone) yang
kurang baik dan membuat sapi dalam keadaan stress sedang, oleh karena
itu temperatur udara perlu diturunkan dengan cara penambahan
instrumen pendingin.
5.2 Saran
Dari pengerjaan tugas akhir yang telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan yaitu sebagai berikut :

47
 Simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan komputer yang
memiliki spesifikasi minimal processor core i7 dengan memory 8 giga
agar dapat mempercepat proses simulasi.
 Kualitas meshing pada tahap pre-processor dapat diperbaiki sehingga
mendapat mesh yang memiliki kualitas baik.
 Jumlah iterasi pada tahap solver control dapat dilakukan penambahan
agar dapat diperoleh nilai error yang lebih kecil.

48
DAFTAR PUSTAKA

49
50
DAFTAR PUSTAKA
AMSA. (2013). Marine Order 43 (Cargo and cargo handling - livestock) 2006.

Ardiansyah, M. (2016). Evaluasi Perbandingan Distribusi Udara Peti Dengan


Saluran Udara Tunggal Di Kapal Ternak 1200 DWT.
Armstrong, D. V. (1994). Heat Stress Interaction with Shade and Cooling .
Journal of Dairy Science, 77(7), 2044–2050.
https://doi.org/10.3168/jds.S0022-0302(94)77149-6
BSN. (2000). Ruang Muatan Kapal Motor Angkutan Ternak Babi.

BSN. (2016). Bibit sapi potong - Bagian 7 : Sumba Ongole.

George Endri kusuma, Mardi Santoso, M. A. M. (2016). Sistem Refrigerasi dan


Saluran Udara. Surabaya.
Gozo, E., & View, S. (2015). “ Animal housing in hot climates a Commission
Internationale du Génie ... CIGR Section II Working Group ANIMAL
HOUSING IN HOT CLIMATES : (I. de A. Naas, Ed.). Brazil.
Islam, H. S. (2017). REDESAIN SALURAN DISTRIBUSI UDARA RUANG
MUAT SAPI KAPAL LIVESTOCK VESSEL. Surabaya: Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
Outschoorn, J. P. (2005). Computational Fluid Mechanics investigation of
Ventilation aboard a Livestock Vessel, (October).
Rusdiana, S., Wibowo, B., & Praharani, D. L. (2010). PENYERAPAN
SUMBERDAYA MANUSIA DALAM ANALISIS FUNGSI USAHA
PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI PEDESAAN
(Absorption in The Human Resources in Function Analysis of Cattle
Fattening In Rural area). Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan
Veteriner, 453–460.
Şireli, H. D., Tutkun, M., Tatar, A. M., & Tuncer, S. S. (2017). Heat stress in
ruminants. Scientific Papers: Series D, Animal Science, 60, 257–261.
Yuning Widiarti, Binti Mualifatul Rosydah, P. A. S. (2013). EVALUASI
VENTILASI ALAMI DENGAN SIMULASI NUMERIK
COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS SEBAGAI UPAYA
PENGENDALIAN K3 PADA BENGKEL LAS POLITEKNIK
PERKAPALAN NEGERI SURABAYA. Jurnal Teknik Mesin, (2), 256–
263.

49
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

50
LAMPIRAN A

BIODATA PENULIS

49
BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Rohimawan Puruhito Pambudi


Tempat, Tanggal Lahir : Bantul, 9 Agustus 1996
Alamat Asal : Wonokerto RT/RW: 006/002, Kedungwonokerto,
Prambon, Sidoarjo – Jawa Timur, Indonesia
Alamat Sekarang : Keputih Gg 2 No. 27 A, Sukolilo, Surabaya – Jawa
Timur, Indonesia.
Telepon/Hp : 085731566095
Email : puruhitop.rohimawan@gmail.com
Penulis telah menempuh pendidikan formal yaitu;
1. SD Negeri 1 Kedungwonokerto
2. SMP Negeri 1 Krian
3. SMA Negeri 1 Mojosari
Setelah lulus SMA penulis mengikuti PMDK dan diterima di Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya (PPNS) pada tahun 2014 dan terdaftar dengan NRP. 0314040014.
Pada tahun 2017 penulis mengikuti pelatihan Associate Marine Surveyor di
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Pada bulan Septemper 2017 sampai
Desember 2017 penulis melaksanakan On The Job Training (OJT) di PT.
Adiluhung SaranaSegara Indonesia. Pada tahun 2018 penulis menyelesaikan
penelitian yang berjudul “ANALISA NUMERIK PENDINGINAN UDARA
PADA KANDANG SAPI KAPALTERNAK MENGGUNAKAN CFD
(COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC)”.
LAMPIRAN B

KEMAJUAN TUGAS AKHIR

49
LAMPIRAN C

REKOMENDASI TUGAS AKHIR

49
LAMPIRAN D

REVISI TUGAS AKHIR

49
LAMPIRAN E

GENERAL ARRANGEMENT

49
NUC

G. SERANG

TEKNIK PERMESINAN KAPAL


PRINCIPAL PARTICULARS
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
LENGTH OVER ALL (LOA) : 69.78 m
LENGTH PERPENDICULAR (LPP) : 65.80 m
BREADTH MOULDED (B) : 13.60 m
LIVESTOCK VESSEL
DEPTH MOULDE (H) : 4.30 m
DRAFT (T)
SERVICE SPEED
FRAME SPACING
:

:
3.50 m
12.00 knots
600 mm
GENERAL ARRANGEMET
CHAMBER : 200 mm 1:200 SIGNATURE DATE Remark
SKALA
CREW : 32 Persons mm
SATUAN
CATTLE : 500 Cattle
DRAWN BY Rohimawan Puruhito Pambudi

CHECKED BY Priyo Agus Setiawan, ST., MT


APPROVED BY George Endri Kusuma, ST., MSc.Eng A3
3EX
3EX 3C 20" 3C

3EX 3C 3EX 3C
24" 20"

TEKNIK PERMESINAN KAPAL


PRINCIPAL PARTICULARS
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
LENGTH OVER ALL (LOA) : 69.78 m
LENGTH PERPENDICULAR (LPP) : 65.80 m
BREADTH MOULDED (B) : 13.60 m
LIVESTOCK VESSEL
DEPTH MOULDE (H) : 4.30 m
DRAFT (T)
SERVICE SPEED
FRAME SPACING
:

:
3.50 m
12.00 knots
600 mm
GENERAL ARRANGEMET
CHAMBER : 200 mm 1:200 SIGNATURE DATE Remark
SKALA
CREW : 32 Persons mm
SATUAN
CATTLE : 500 Cattle
DRAWN BY Rohimawan Puruhito Pambudi

CHECKED BY Priyo Agus Setiawan, ST., MT


APPROVED BY George Endri Kusuma, ST., MSc.Eng A3
LAMPIRAN F

REPORT MESHING

KANDANG SAPI A

49
Project
First Saved Wednesday, May 2, 2018
Last Saved Wednesday, May 23, 2018
Product Version 16.2 Release
Save Project Before Solution No
Save Project After Solution No
Contents
 Units

 Model (B3)
o Geometry
 Part 1
o Coordinate Systems
o Mesh
o Named Selections

Units
TABLE 1
Unit System Metric (m, kg, N, s, V, A) Degrees rad/s Celsius
Angle Degrees
Rotational Velocity rad/s
Temperature Celsius

Model (B3)
Geometry
TABLE 2
Model (B3) > Geometry
Object Name Geometry
State Fully Defined
Definition
D:\KULIAH\Semester8\Tugas Akhir\TA 2\Tugas Akhir Progress\Simulasi TA
Source
1\Simulasi TA_files\dp0\Geom\DM\Geom.agdb
Type DesignModeler
Length Unit Meters
Bounding Box
Length X 9,6025 m
Length Y 13,6 m
Length Z 2,8 m
Properties
Volume 335,34 m³
Scale Factor Value 1,
Statistics
Bodies 1
Active Bodies 1
Nodes 770679
Elements 4217443
Mesh Metric Skewness
Min 3,57642582080597E-05
Max 0,841861048203786
Average 0,227775912130437
Standard Deviation 0,121235757039314
Basic Geometry Options
Parameters Yes
Parameter Key DS
Attributes No
Named Selections No
Material Properties No
Advanced Geometry Options
Use Associativity Yes
Coordinate Systems No
Reader Mode Saves
No
Updated File
Use Instances Yes
Smart CAD Update No
Compare Parts On
No
Update
Attach File Via Temp
Yes
File
Temporary Directory C:\Users\SUWIYANA\AppData\Roaming\Ansys\ v162
Analysis Type 3-D
Decompose Disjoint
Yes
Geometry
Enclosure and
Symmetry Yes
Processing

TABLE 3
Model (B3) > Geometry > Parts
Object Name Part 1
State Meshed
Graphics Properties
Visible Yes
Definition
Suppressed No
Coordinate System Default Coordinate System
Reference Frame Lagrangian
Material
Fluid/Solid Defined By Geometry (Solid)
Bounding Box
Length X 9,6025 m
Length Y 13,6 m
Length Z 2,8 m
Properties
Volume 335,34 m³
Centroid X -8126,3 m
Centroid Y 13450 m
Centroid Z 1,4245 m
Statistics
Nodes 770679
Elements 4217443
Mesh Metric Skewness
Min 3,57642582080597E-05
Max 0,841861048203786
Average 0,227775912130437
Standard Deviation 0,121235757039314
Coordinate Systems
TABLE 4
Model (B3) > Coordinate Systems > Coordinate System
Object Name Global Coordinate System
State Fully Defined
Definition
Type Cartesian
Coordinate System ID 0,
Origin
Origin X 0, m
Origin Y 0, m
Origin Z 0, m
Directional Vectors
X Axis Data [ 1, 0, 0, ]
Y Axis Data [ 0, 1, 0, ]
Z Axis Data [ 0, 0, 1, ]

Mesh
TABLE 5
Model (B3) > Mesh
Object Name Mesh
State Solved
Display
Display Style Body Color
Defaults
Physics Preference CFD
Solver Preference Fluent
Relevance 0
Sizing
Use Advanced Size Function On: Proximity and Curvature
Relevance Center Coarse
Initial Size Seed Active Assembly
Smoothing Medium
Transition Slow
Span Angle Center Fine
Curvature Normal Angle Default (18,0 °)
Num Cells Across Gap Default (3)
Proximity Size Function Sources Faces and Edges
Min Size Default (8,4146e-003 m)
Proximity Min Size Default (8,4146e-003 m)
Max Face Size Default (0,841460 m)
Max Size Default (1,68290 m)
Growth Rate Default (1,20 )
Minimum Edge Length 7,2e-002 m
Inflation
Use Automatic Inflation None
Inflation Option Smooth Transition
Transition Ratio 0,272
Maximum Layers 5
Growth Rate 1,2
Inflation Algorithm Pre
View Advanced Options No
Assembly Meshing
Method None
Patch Conforming Options
Triangle Surface Mesher Program Controlled
Patch Independent Options
Topology Checking Yes
Advanced
Number of CPUs for Parallel Part Meshing Program Controlled
Shape Checking CFD
Element Midside Nodes Dropped
Straight Sided Elements
Number of Retries 0
Extra Retries For Assembly Yes
Rigid Body Behavior Dimensionally Reduced
Mesh Morphing Disabled
Defeaturing
Pinch Tolerance Default (7,5731e-003 m)
Generate Pinch on Refresh No
Automatic Mesh Based Defeaturing On
Defeaturing Tolerance Default (4,2073e-003 m)
Statistics
Nodes 770679
Elements 4217443
Mesh Metric Skewness
Min 3,5764e-005
Max 0,84186
Average 0,22778
Standard Deviation 0,12124

Named Selections
TABLE 6
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object
Cow1 Cow10 Cow11 Cow12 Cow13 Cow14 Cow15 Cow16 Cow17 Cow18 Cow19
Name
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to
Yes
Solver
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total
21 Faces
Selection
Suppressed 0
Used by
Mesh No
Worksheet

TABLE 7
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object
Cow2 Cow20 Cow21 Cow22 Cow23 Cow24 Cow25 Cow26 Cow27 Cow28 Cow29
Name
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to
Yes
Solver
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total
21 Faces
Selection
Suppressed 0
Used by
Mesh No
Worksheet

TABLE 8
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object Name Cow3 Cow30 Cow31 Cow32 Cow33 Cow34 Cow35 Cow36 Cow37 Cow38 Cow4
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to
Yes
Solver
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total
21 Faces
Selection
Suppressed 0
Used by
Mesh No
Worksheet
TABLE 9
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object Name Cow5 Cow6 Cow7 Cow8 Cow9 Lamp Airoutducting1 Airoutducting2
State Fully Defined
Scope
Scoping Method Geometry Selection
60
Geometry 21 Faces 8 Faces 6 Faces
Faces
Definition
Send to Solver Yes
Visible Yes
Program Controlled
Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
60
Total Selection 21 Faces 8 Faces 6 Faces
Faces
Suppressed 0
Used by Mesh
No
Worksheet
LAMPIRAN G

REPORT MESHING

KANDANG SAPI B

49
Project
First Saved Thursday, May 31, 2018
Last Saved Thursday, May 31, 2018
Product Version 16.2 Release
Save Project Before Solution No
Save Project After Solution No
Contents
 Units

 Model (B3)
o Geometry
 Part 1
o Coordinate Systems
o Mesh
o Named Selections

Units
TABLE 1
Unit System Metric (m, kg, N, s, V, A) Degrees rad/s Celsius
Angle Degrees
Rotational Velocity rad/s
Temperature Celsius

Model (B3)
Geometry
TABLE 2
Model (B3) > Geometry
Object Name Geometry
State Fully Defined
Definition
C:\SIM TA HITO D4 ME 8\Simulasi TA 2\Simulasi TA
Source
2_files\dp0\Geom\DM\Geom.agdb
Type DesignModeler
Length Unit Meters
Bounding Box
Length X 9,6 m
Length Y 13,6 m
Length Z 2,8 m
Properties
Volume 336,16 m³
Scale Factor Value 1,
Statistics
Bodies 1
Active Bodies 1
Nodes 680765
Elements 3698276
Mesh Metric Skewness
Min 1,20932225261439E-04
Max 0,845282681819062
Average 0,228414339078769
Standard Deviation 0,121312948895966
Basic Geometry Options
Parameters Yes
Parameter Key DS
Attributes No
Named Selections No
Material Properties No
Advanced Geometry Options
Use Associativity Yes
Coordinate Systems No
Reader Mode Saves
No
Updated File
Use Instances Yes
Smart CAD Update No
Compare Parts On
No
Update
Attach File Via Temp File Yes
Temporary Directory C:\Users\SUWIYANA\AppData\Roaming\Ansys\ v162
Analysis Type 3-D
Decompose Disjoint
Yes
Geometry
Enclosure and Symmetry
Yes
Processing

TABLE 3
Model (B3) > Geometry > Parts
Object Name Part 1
State Meshed
Graphics Properties
Visible Yes
Definition
Suppressed No
Coordinate System Default Coordinate System
Reference Frame Lagrangian
Material
Fluid/Solid Defined By Geometry (Solid)
Bounding Box
Length X 9,6 m
Length Y 13,6 m
Length Z 2,8 m
Properties
Volume 336,16 m³
Centroid X 1471,8 m
Centroid Y 13450 m
Centroid Z 1,4208 m
Statistics
Nodes 680765
Elements 3698276
Mesh Metric Skewness
Min 1,20932225261439E-04
Max 0,845282681819062
Average 0,228414339078769
Standard Deviation 0,121312948895966

Coordinate Systems
TABLE 4
Model (B3) > Coordinate Systems > Coordinate System
Object Name Global Coordinate System
State Fully Defined
Definition
Type Cartesian
Coordinate System ID 0,
Origin
Origin X 0, m
Origin Y 0, m
Origin Z 0, m
Directional Vectors
X Axis Data [ 1, 0, 0, ]
Y Axis Data [ 0, 1, 0, ]
Z Axis Data [ 0, 0, 1, ]

Mesh
TABLE 5
Model (B3) > Mesh
Object Name Mesh
State Solved
Display
Display Style Body Color
Defaults
Physics Preference CFD
Solver Preference Fluent
Relevance 0
Sizing
Use Advanced Size Function On: Proximity and Curvature
Relevance Center Coarse
Initial Size Seed Active Assembly
Smoothing Medium
Transition Slow
Span Angle Center Fine
Curvature Normal Angle Default (18,0 °)
Num Cells Across Gap Default (3)
Proximity Size Function Sources Faces and Edges
Min Size Default (8,4138e-003 m)
Proximity Min Size Default (8,4138e-003 m)
Max Face Size Default (0,841380 m)
Max Size Default (1,68280 m)
Growth Rate Default (1,20 )
Minimum Edge Length 7,2e-002 m
Inflation
Use Automatic Inflation None
Inflation Option Smooth Transition
Transition Ratio 0,272
Maximum Layers 5
Growth Rate 1,2
Inflation Algorithm Pre
View Advanced Options No
Assembly Meshing
Method None
Patch Conforming Options
Triangle Surface Mesher Program Controlled
Patch Independent Options
Topology Checking Yes
Advanced
Number of CPUs for Parallel Part Meshing Program Controlled
Shape Checking CFD
Element Midside Nodes Dropped
Straight Sided Elements
Number of Retries 0
Extra Retries For Assembly Yes
Rigid Body Behavior Dimensionally Reduced
Mesh Morphing Disabled
Defeaturing
Pinch Tolerance Default (7,5725e-003 m)
Generate Pinch on Refresh No
Automatic Mesh Based Defeaturing On
Defeaturing Tolerance Default (4,2069e-003 m)
Statistics
Nodes 680765
Elements 3698276
Mesh Metric Skewness
Min 1,2093e-004
Max 0,84528
Average 0,22841
Standard Deviation 0,12131

Named Selections
TABLE 6
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object
Cow1 Cow10 Cow11 Cow12 Cow13 Cow14 Cow15 Cow16 Cow17 Cow18 Cow19
Name
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to
Yes
Solver
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total
21 Faces
Selection
Suppressed 0
Used by
Mesh No
Worksheet

TABLE 7
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object
Cow2 Cow20 Cow21 Cow22 Cow23 Cow24 Cow25 Cow26 Cow27 Cow28 Cow29
Name
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to
Yes
Solver
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total
21 Faces
Selection
Suppressed 0
Used by
Mesh No
Worksheet

TABLE 8
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object Name Cow3 Cow30 Cow31 Cow32 Cow33 Cow34 Cow35 Cow36 Cow4 Cow5 Cow6
State Fully Defined
Scope
Scoping
Geometry Selection
Method
Geometry 21 Faces
Definition
Send to Solver Yes
Visible Yes
Program
Controlled Exclude
Inflation
Statistics
Type Imported
Total Selection 21 Faces
Suppressed 0
Used by Mesh
No
Worksheet

TABLE 9
Model (B3) > Named Selections > Named Selections
Object Name Cow7 Cow8 Cow9 Lamp Airoutduct3 Airoutduct4
State Fully Defined
Scope
Scoping Method Geometry Selection
Geometry 21 Faces 48 Faces 8 Faces 6 Faces
Definition
Send to Solver Yes
Visible Yes
Program Controlled Inflation Exclude
Statistics
Type Imported
Total Selection 21 Faces 48 Faces 8 Faces 6 Faces
Suppressed 0
Used by Mesh Worksheet No
LAMPIRAN H

AMSA MARINE ORDER 43

49
Schedule 4 Provision of livestock services

Schedule 4 Provision of livestock services


1 General
Section 12 provides that a vessel permanently equipped for the carriage of
livestock must be fitted with systems and equipment that ensure the maintenance
of livestock services at a level necessary for the welfare of the livestock.
Compliance with this Appendix will meet this requirement.
However, as an alternative, an owner may demonstrate adequate redundancy in
systems and equipment by supplying to the Manager, Ship Inspection and
Registration, a risk analysis of the systems involved. In particular, vessels
constructed on or before 31 December 2001, or for which application is made
for an Australian Certificate for the Carriage of Livestock before 31 December
2001, may until the end of 2006 meet the requirement by complying with
sections 13, 14, 15, 16, 19 and 20 of Issue 4 of Marine Order 43 (Cargo and
cargo handling — livestock) 2006 (as applied by subsections 2.2.3, 2.2.4 and
2.2.5 of that Issue).
2 Sources of electrical power for livestock vessels
2.1 Main source
The vessel’s main source of power, as defined in Regulation 41 of Chapter II-1
of SOLAS should, in addition to being able to supply the services defined in
Regulation 40.1.1 under the conditions specified in Regulation 41, be able to
supply power to the livestock services under those same conditions.
2.2 Secondary source
The secondary source of power should meet the following:
(a) it should be located in a space that is not contiguous with any space
containing the main source of power or part thereof, and be independent of
any services provided from or through any such space;
(b) the prime mover should be capable of being started readily by an effective
arrangement powered by an independent source of energy. The independent
source of energy should have sufficient capacity to be able to fully recharge
the starting arrangement within 30 minutes;
(c) it must be capable of supplying power to livestock services for a period of
three days in case of a fire or other casualty in any space containing the
main source of power or any part thereof;
(d) it must at all times be maintained in a condition acceptable to the vessel's
recognised organisation;
(e) the secondary source of power, all associated ancillaries and electrical
systems associated with livestock services should comply with Regulation
45 of Chapter II-1 of SOLAS and meet the requirements of the ship's
recognised organisation for electrical systems; and
(f) instructions should be provided for the changeover between main and
secondary sources of power and vice-versa. A copy of such instructions
should be posted in the space containing the livestock source of power, and
should be readable under the emergency lighting required by Regulation
43.2.2 of Chapter II-1 of SOLAS. The instructions should detail, among

56 Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006


MO43 modcomp-130605Z.docx
Provision of livestock services Schedule 4

other things, starting method, switchboard changeover and electrical supply


changeover to livestock services.
Note For paragraph (b), the emergency source of power required by paragraph 1.1 of
Regulation 43 of Chapter II-1 of SOLAS may be used to power the starting arrangement in
accordance with paragraph 1.4 of Regulation 43 of Chapter II-1 of SOLAS provided that the
emergency source of power at all times complies with paragraph 2 of Regulation 43 of Chapter
II-1 of SOLAS and the vessel’s recognised organisation approves the arrangement.

3 Ventilation
3.1.1 An enclosed space for the carriage of livestock should be provided with a
mechanical ventilation system of sufficient capacity to change the air of that
space in its entire volume as follows:
(a) if the minimum clear height of the space is 2.30 metres or more, not less
than once every three minutes;
(b) if the minimum clear height of the space is 1.80 metres, not less than once
every two minutes; and
(c) if the minimum clear height of the space is between 2.30 metres and 1.80
metres, at a rate proportional to those specified above.
3.1.2 For the purposes of subclause 3.1.1, the volume of an enclosed space includes
all that space contained between the vessel's side plating, bulkheads, tank top or
decks enclosing the space, less the volume of any tanks or trunks that are airtight
within the space and no deduction is to be made in respect of space occupied by
livestock, pens or other livestock fittings.
3.2.1 A space for the carriage of livestock that is not enclosed should be provided
with a mechanical ventilation system if:
(a) the space, being a structure having an arrangement of pens on more than
one deck level, has a breadth greater than 20 metres; or
(b) because of a partial enclosure of the space, the natural ventilation is
restricted.
3.2.2 On vessels constructed or converted on or after 27 May 2004, any mechanical
ventilation system referred to in subclause 3.2.1 should be capable of providing
100 per cent of the relevant capacity in subclause 3.1.1. On all other vessels,
any mechanical ventilation system referred to in subclause 3.2.1 should be
capable of providing 75 per cent of the relevant capacity in subclause 3.1.1.
3.2.3 In determining capacity for the purpose of subclause 3.2.2, the volume of a
space referred to in subclause 3.2.1 includes all that space contained between the
extremities of a pen structure including passageways on the outboard sides or
ends of the structure, less the volume of any tanks or trunks that are airtight
within the pen structure and no deduction is to be made in respect of space
occupied by livestock, pens or other livestock fittings.
3.3 A mechanical ventilation system should distribute air so as to ensure that the
whole of each livestock space is efficiently ventilated. On vessels constructed
or converted on or after 27 May 2004, the mechanical ventilation system should
be capable of provided a minimum air velocity across any part of a pen from a
source of supply of not less than 0.5 metres per second.
Note A lower air velocity may be accepted in some areas of the pen where a solid structure or
the vessel’s side impedes the immediate flow. However, these areas should not exceed 4% of the
area of any pen.

Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006 57


MO43 modcomp-130605Z.docx
Schedule 4 Provision of livestock services

3.4 Appropriate measures must be taken by the owner to ensure that air supplied to
livestock spaces is as clean and fresh as practicable and that adequate separation
measures are taken to ensure minimal recirculation of intake and exhaust air.
Exhaust air outlets must be sited clear of the accommodation.
Note The use of a vertical high velocity exhaust system may aid in the reduction of the
recirculation of exhaust and intake air.
3.5 Ventilators serving livestock spaces must remain open in all weather conditions
while livestock are on board.
Note The Load Line Convention requires ventilators serving spaces below the freeboard deck,
or serving enclosed superstructure decks, which can be left open in all weather conditions to be
at least 4.5 metres above the deck if situated on exposed superstructure decks within L/4 from
the forward perpendicular, exposed freeboard decks and raised quarter decks, and at least 2.3
metres above if situated elsewhere.
3.6 If a mechanical ventilation system is fitted, adequate spare parts should be
Note 1 ‘Adequate spare parts’ should be interpreted as including for each type of fan: one set of
bearings; one rotor or impeller; and one complete motor.
Note 2 If a mechanical ventilation system provides an air change in excess of that specified in
this Order, fans providing that excess may be accepted in place of the spares required by
subclause 3.6, provided the distribution of air will remain efficient.
3.7 In order to achieve an adequate level of redundancy, it is suggested that fan
group starter panels be located in at least two locations, with the operation of
fans from either panel being able to effectively ventilate the required livestock
spaces. Electrical supplies from both main and secondary sources of power
should be supplied to each group starter panel, with both supplies being as
widely separated as practicable and neither passing through any space
containing any part of the other source of power. Interlocks at each group starter
should prevent simultaneous supply by both sources of power.
4 Lighting
4.1 Livestock spaces, passageways between pens and access routes between or to
those spaces should be adequately lit.
4.2 Guidance may be obtained from Australian Standard AS1680. Generally
however, a minimum lighting level of 20 lux is acceptable for areas of general
movement and duties such as feeding and watering livestock, while an
illumination level of 110 lux is needed for close examination of livestock.
4.3 An emergency lighting system that is automatically activated on the failure of
the main electrical installation should be provided in all parts of a vessel where
livestock is carried, passageways between pens and access routes between or
from those parts, and should be capable of giving a level of illumination of not
less than 8 lux in all passageways and access routes for a continuous period of
not less than 15 minutes.
Note The lamp casings on light fittings for the emergency lighting system should be painted red
for ease of identification.
4.4 If fixed lighting is provided in a part of a vessel above the uppermost continuous
deck, that lighting must be capable of being controlled from the navigating
bridge.
4.5 Light fittings must be waterproof and:
(a) of sufficient strength to resist damage by livestock; or

58 Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006


MO43 modcomp-130605Z.docx
Provision of livestock services Schedule 4

(b) placed beyond possible contact by livestock.


4.6 It is acceptable for vessels that were permanently fitted for the carriage of
livestock and had carried livestock from Australia before 1 July 1983 to be
equipped with emergency hand lamps instead of an emergency lighting system
referred to in subclause 4.2.
5 Electrical Equipment for use in dust laden atmospheres
5.1 Areas where flammable dusts may be present (such as spaces used for the
storage or handling of bulk fodder) must be classified in accordance with
Australian Standard AS 61241.3 (IEC 61241-3:1997). Electrical equipment to
be installed in spaces so categorised must be selected, installed, certified and
maintained in compliance with Australian Standards AS 2381.1 and AS
61241.1.2 (IEC 61241-1-2:1999).
5.2 Lighting, or power points for portable lighting, in a space used for carriage of
fodder in bulk, should be controlled by switches situated on the navigating
bridge or at the fodder-handling machinery control station and indicator lights
should be provided to show when power is supplied to the lighting or power
points.
6 Drainage
6.1 Provision should be made for effectively draining fluids from each pen in which
livestock is to be carried, under any expected conditions of trim by the head or
by the stern, except that drainage is not required from the upper tier of sheep
pens of ships constructed or converted before 27 May 2004 unless necessary to
comply with subclause 6.6 of this Appendix.
6.2 Drainage arrangements should be such that fluids drained from a pen are as far
as practicable kept clear of other pens and associated working and access spaces.
6.3 A pump or eductor for a drainage tank or well should:
(a) be capable of handling semi-solid matter;
(b) evacuate the tank or well by lines other than the vessel's bilge lines; and
(c) be powered from both the main and secondary sources of power.
6.4 Essential drainage tanks, wells and the top of drainage pipes in a vessel should
be accessible from outside livestock pens for the purpose of inspection and
cleaning.
6.5 A drainage channel and the top of a drainage pipe should be covered by a
strainer plate if:
(a) it is located inside a pen and could, if uncovered, cause injury to an animal;
or
(b) it is located in a passageway and could, if uncovered, cause injury to a
person.
This may require a holding tank to prevent accumulation of effluent in the
livestock spaces while in port.
Note Effluent or effluent contaminated water must not be intentionally discharged from a
vessel while the vessel is within the limits of an Australian port.
6.6 For all new vessels, and existing vessels after 27 September 2008, a holding
tank or treatment plant is to be provided, complying with Annex IV of

Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006 59


MO43 modcomp-130605Z.docx
Schedule 4 Provision of livestock services

MARPOL 73/78, to treat, store and discharge effluent in accordance with that
Annex. The holding tank is to be of sufficient storage capacity:
(a) to ensure that effluent is not discharged in contravention with Annex IV of
MARPOL 73/78; and
(b) to retain on board all effluent generated while the vessel is in areas for
which discharge is prohibited, such as in port and within 12 nautical miles
of nearest land.
Note For the purposes of plan assessment, the effluent produced will be assumed to be the total
of fodder consumption and the water consumption based on the daily allowance for the
maximum expected time for the vessel to be operating in waters for which discharge is
prohibited.
6.7 For the purpose of subclause 6.6:
(a) an existing vessel is a vessel:
(i) built or converted before 27 September 2003;
(ii) in respect of which an Australian Certificate for the Carriage of
Livestock has been issued prior to 27 May 2004; and
(iii) the owner of which has not changed since 27 May 2004; and
(b) a new vessel is a vessel that is not an existing vessel.
6.8 All equipment fitted to meet the requirements of subclause 6.6 must be capable
of being operated by both the primary and the secondary sources of power.
7 Fodder & Water arrangements
7.1 A storage and efficient distribution system should be provided to supply fresh
drinking water to livestock at all times while livestock are on board. If it is an
automatic system, it should be so constructed as to:
(a) minimise, by control of the level of water, any spillage from a receptacle;
and
(b) prevent the return of water from a receptacle to the freshwater tank.
Note For the issue of an ACCL the ability of a vessel to provide an emergency water reserve
from the vessel’s tanks will be assessed on the basis of a requirement of 36 litres per square
metre of pen area per day for cattle and 6 litres per head per day for sheep. If the capacity of the
usable tanks is such that a vessel has three days supply in the tanks, any fresh water generator
fitted to the vessel need not be supplied from both primary and secondary source of power.
7.2 The master should ensure that each tank used for the storage of drinking water
for livestock is maintained in good condition to ensure that the water is not
contaminated.
7.3 In order to achieve a satisfactory level of redundancy, the following are
required:
(a) water which may include the output from a fresh water generator, provided
it can be powered by both the main and secondary sources of power and
can continue to operate despite a fire or other casualty in the space
containing the main source of power;
(b) at least two pumps for distribution of water supplies should be provided. One
may be located in the space occupied by the main source of power and
supplied by that source of power. The other should be able to maintain
supply despite a fire or other casualty affecting the space occupied by the
main source of power; and

60 Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006


MO43 modcomp-130605Z.docx
Provision of livestock services Schedule 4

(c) if the fodder distribution system is dependant on electric power, the system
must be capable of being powered by both the main and secondary sources
of supply.
7.4 Fodder in pelletised or other concentrated form supplied to a vessel should be
accompanied by a certificate from the pellet manufacturer stating the average
temperature and moisture content of the pellets as delivered alongside the vessel
and certifying that the pellets were manufactured in accordance with the
National Pellet Standards issued by the Livestock Exporters’ Industry Advisory
Council.
7.5.1 Each pen, stall or similar fitting should be provided with receptacles for feeding
and watering of livestock and, except where the fodder or water is provided by
an automatic system, the receptacles must be capable of containing at least 33
per cent of the daily allowance of fodder and water for the number of animals
contained in the pen, stall or fitting.
Note 1 For the purposes of approval of the receptacle only, the daily allowance fodder is to be
taken as 5.7kg per m2 of pen space for cattle and 4.8kg per m2 of pen area for sheep and goats
(irrespective of age).
Note 2 For the purposes of approval of the receptacle only, the daily allowance for water to be
calculated on the basis of a requirement of 36 litres per square metre of pen area per day for
cattle and 6 litres per head per day for sheep.
7.5.2 A feeding receptacle is not required for a pen containing cattle, provided:
(a) the pen adjoins a passageway and the cattle can conveniently consume hay
distributed on the floor of the passageway; and
(b) urine, faeces and water used in washing any pen is prevented from fouling
the passageway.
7.6.1 A receptacle provided in accordance with subclause 7.5.1 should be:
(a) suitable for the species of livestock;
(b) readily accessible to the livestock;
(c) capable of being serviced from outside the pen, stall or other fitting;
(d) so installed as to not impede ventilation; and
(e) so constructed and positioned, that fodder dust is not disturbed by the flow
of ventilation.
In respect of adult sheep the top of a trough used as a water or fodder receptacle
should be approximately 550 millimetres above the pen floor.
7.6.2 A pipe or rounded bar should be provided in a pen where the trough is not
portable in order to minimise fouling of the trough. The pipe or bar should be at
a suitable height to prevent or minimise fouling of the trough and at a horizontal
distance of 75 millimetres (in a pen designed for sheep) or 150 millimetres (in a
pen designed for cattle) or more from the edge of the trough.
7.7 Automatic feeding and watering systems should, if practicable, be set up and
capable of supplying water and fodder in accordance with this Order before
livestock are loaded. Irrespective of the systems used, water and fodder should
be provided to livestock not later than 12 hours after loading has commenced.
7.8 Fodder other than hay stored in bulk in a vessel on which conversion or
construction for the carriage of livestock commenced after 1 July 1983, should
be carried in not less than two separate spaces on the vessel.

Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006 61


MO43 modcomp-130605Z.docx
Schedule 4 Provision of livestock services

7.9 The master should ensure that fodder in storage or in feeding receptacles is kept
in a dry state, protected from the weather and sea.
Note Pelletised food is, depending on moisture content, liable to spontaneous combustion.
Guide-lines cannot be given as to the level of moisture that causes this reaction in individual
types of pellets. Masters and others concerned are advised to ensure that the moisture content of
pellets is within the product specification and to avoid loading pellets in wet weather conditions.
7.10 Fodder may be stored in an enclosed livestock space if it does not interfere with
the ventilation, lighting, drainage and passageway provisions of this Order.
Fodder stowed on an open deck, whether on pallets, in containers or otherwise,
should be secured to prevent movement prior to proceeding to sea.

62 Marine Order 43 (Cargo and cargo handling — livestock) 2006


MO43 modcomp-130605Z.docx
LAMPIRAN I

SNI-10-6200-2000

49
Ruang muatan kapal motor angkutan ternak babi

1 Ruang lingkup

Standar ini meliputi Acuan, definisi, istilah, klasifikasi dan persyaratan ruang
motor muatan kapal motor angkutan ternak babi

2 Acuan

SNI Nomor 10-4665-1998. Truk angkutan ternak sapi dan kerbau

3 Definisi

Ruang muatan kapal motor angkutan ternak babi adalah ruang di dalam kapal
yang dirancang khusus untuk angkutan ternak babi sehingga dapat menjamin
kesejahteraan ternak dan keselamatan kapal.

4 Istilah

a) Kandang (pen) adalah ruang dalam kapal yang ditempati oleh ternak dan
dibatasi oleh pagar serta dilengkapi dengan tempat makan, dan tempat minum.

b) Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan khusus untuk


menempatkan dan menangani ternak yang mengalami gangguan kesehatan.

c) Lorong (gangway) adalah gang diantara kandang yang berfungsi untuk


memudahkan pelayanan terhadap ternak seperti pemberian pakan, minum,
mengontrol ternak dan proses bongkar muat.

5 Klasifikasi

Ruang muatan kapal motor angkutan ternak babi diklasifikasikan menjadi satu
tipe.

6 Persyaratan

Syarat tata susunan ruang muatan ternak di kapal motor tercantum pada
Tabel 1.

1 dari 8
Tabel 1

Tata susunan ruang muatan ternak di kapal pengangkut ternak babi

No. Kriteria Satuan Persyaratan


1 2 3 4
1 Kandang *
1.1 Kapasitas tampung ekor/m2 Sesuai tabel 2 terlampir dan
tidak melebihi daya angkut
maksimum kapal sesuai
peraturan perundangan yang
berlaku.
1.2 Jumlah ternak perkandang ekor Maksimum 100 atau maksimum
bobot total 8000 kg.
1.3 Tata letak Memperhatikan keseimbangan
kapal
2 Kandang isolasi*
2.1 Luas m2 Dapat menampung minimal
2,5% dari jumlah ternak sesuai
persyaratan 1.1.
3 Pagar kandang*
3.1 Bahan Besi
3.1.1 Diameter cm Minimal 2
3.2 Tinggi cm 100
3.3 Jarak antar tiang cm Maksimal 200
3.4 Jarak antar palang dari lantai ke
atas
3.4.1 Palang pertama dari lantai cm 3
3.4.2 Palang kedua dan seterusnya cm Maksimal 15
4 Lantai kandang Didesain agar aman, tidak licin
dan mudah dibersihkan
5 Jarak kandang dari mesin atau ketel uap cm Minimal 100, dilengkapi
penghalang panas
6 Lorong
6.1 Lebar cm Minimal 100

Lanjutan

2 dari 8
1 2 3 4
7 Tangga bongkar muat
7.1 Bahan Besi,kayu atau bahan lain yang
kuat dan aman bagi ternak
7.2 Ukuran
7.2.1 Lebar
7.2.2 Tinggi pagar cm 100
7.2.3 Kemiringan ....0 Maksimal 20
7.2.4 Tangga ternak antar lantai kapal Harus ada dan terpasang
8 Ventilasi Volume udara masuk 10 x
volume ruangan/jam
9 Ruang penyimpanan pakan*
9.1 Kapasitas kg Minimal 3% dari total bobot
badan x lama perjalanan (hari)
10 Tempat penyimpanan air bersih
10.1 Kapasitas liter 15% dari total bobot badan x
lama perjalanan (hari)
11 Wadah pakan dan air minum
11.1 Bahan Fiber glass atau bahan lain yang
kuat dan tidak bocor
11.2 Ukuran
11.2.1 Panjang cm 120
11.2.2 Lebar atas cm 30
11.2.3 Kedalaman cm 20
11.3 Jumlah buah Minimal 1 untuk 10 ekor
11.4 Tempat pemasangan pagar kandang menghadap
lorong
12 Alat penerang 1,42 watt/m2 atau 80 lux
13 Penutup dek atas*
13.1 Bahan Terpal atau bahan lain yang
kuat dan aman

Lanjutan
1 2 3 4

3 dari 8
14 Tempat penampungan feces dan urin*
14.1 Kapasitas kg Minimal dapat menampung
feces dan urin 5 kg x jumlah
ternak x lama perjalanan (hari)
15 Tempat obat dan peralatan Harus tersedia, jenis obat dan
alat yang dibawa sesuai dengan
Direktorat Bina Kesehatan
Hewan
Keterangan: *dapat dibongkar pasang

4 dari 8
Tabel 2

Kebutuhan Ruang Ternak Babi Berdasarkan Berat Badannya

Berat badan Kebutuhan Ruang Kapasitas tampung


2
(Kg) per ekor (m ) ekor/m2

25 0.18 5.6
30 0.21 4.8
35 0.23 4.4
40 0.26 3.9
45 0.28 3.6
50 0.30 3.3
60 0.35 2.9
70 0.37 2.7
80 0.40 2.5
90 0.43 2.3
100 0.45 2.2
110 0.50 2.0
120 0.55 1.8
>120 0.70 1.5

Y = 0,1095122 + 0,00360976x

Y = Kebutuhan ruang/ekor

X = Berat badan

5 dari 8
LAMPIRAN J

SNI 765.7 2016

49
SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Bibit sapi potong – Bagian 7 : Sumba ongole

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi sumba ongole.

2 Istilah dan definisi

2.1
sapi sumba ongole
salah satu rumpun sapi potong lokal Indonesia yang wilayah sebarannya di Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya, mempunyai karakteristik bentuk fisik dan
komposisi genetik serta kemampuan adaptasi pada berbagai lingkungan di Indonesia

2.2
bibit sapi sumba ongole
sapi sumba ongole yang mempunyai sifat unggul dan mewariskannya serta memenuhi
persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan

2.3
rumpun
segolongan ternak dari suatu jenis yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat
diwariskan pada keturunannya

2.4
dokter hewan berwenang
dokter hewan yang ditetapkan oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka
penyelenggaraan kesehatan hewan

2.5
penyakit hewan menular strategis
penyakit hewan yang dapat menimbulkan angka kematian dan/atau angka kesakitan yang
tinggi pada hewan, dampak kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau bersifat
zoonotik

3 Persyaratan mutu

Bibit sapi sumba ongole harus memenuhi persyaratan mutu yang terdiri dari persyaratan
umum dan persyaratan khusus.

© BSN 2016 1 dari 8


SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
3.1 Persyaratan umum

Persyaratan umum bibit sapi sumba ongole terdiri dari :

1) Sehat dan bebas dari penyakit hewan menular strategis yang dinyatakan oleh dokter
hewan yang diberi kewenangan untuk menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan
2) Bebas dari segala bentuk cacat fisik dan cacat organ reproduksi.
3) Bibit sapi sumba ongole jantan memiliki libido dan kualitas semen yang baik
4) Bibit sapi sumba ongole betina memiliki ambing normal dan tidak memiliki gangguan
reproduksi permanen.

3.2 Persyaratan khusus

Persyaratan kualitatif bibit sapi sumba ongole terdiri dari :

3.2.1 Persyaratan kualitatif

Persyaratan kualitatif bibit sapi sumba ongole terdiri dari :


1) Warna
a. Tubuh dominan putih sampai ke abu-abuan;
b. Hidung hitam;
c. Ekor putih dengan bagian ujung berwarna hitam;
d. Gumba abu-abu sampai hitam.
2) Bentuk
a. Tubuh tinggi besar;
b. Mata besar dan jernih;
c. Tanduk jantan lebih pendek dari betina;
d. Gelambir menggantung dari leher hingga tulang dada (sternum).
e. Gelambir jantan lebih lebar dan panjang dibanding betina
f. Punuk jantan lebih besar dari betina.
Contoh bibit sapi sumba ongole jantan dan betina sebagaimana Gambar 1 dan Gambar 2.

© BSN 2016 2 dari 8


“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
SNI 7651.7:2016

Gambar 1 – Contoh bibit sapi sumba ongole jantan

Gambar 2 – Contoh bibit sapi sumba ongole betina

3 dari 8
© BSN 2016
SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
3.2.2 Persyaratan kuantitatif

Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole jantan dan betina sebagaimana
tercantum pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 – Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole jantan

Parameter Kelas
Umur
(minimum) Satuan
(bulan) I II III
Tinggi pundak cm 143 136 129
Panjang badan cm 142 135 128
18 - < 24
Lingkar dada cm 176 169 162
Lingkar skrotum cm 26
Tinggi pundak cm 147 140 133
Panjang badan cm 145 138 131
24 – 30
Lingkar dada cm 179 172 165
Lingkar skrotum cm 26

Tabel 2 – Persyaratan minimum kuantitatif bibit sapi sumba ongole betina

Parameter
Umur
(minimum) Satuan Kelas
(bulan)
I II III
Tinggi pundak cm 129 124 119
18 - < 24 Panjang badan cm 128 123 118
Lingkar dada cm 160 155 150
Tinggi pundak cm 132 127 122
24 – 30 Panjang badan cm 131 126 121
Lingkar dada cm 165 160 155

4 Cara pengukuran

Dilakukan pada posisi sapi berdiri sempurna di atas permukaan yang rata dengan
menggunakan alat pita ukur dan tongkat ukur dengan ketelitian 1 mm sesuai Gambar 3.

Gambar 3 – Contoh alat ukur yang digunakan

© BSN 2016 4 dari 8


SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
4.1 Umur

Menentukan umur dapat dilakukan melalui catatan kelahiran, atau menaksir umur melalui
jumlah gigi seri permanen. Cara penaksiran umur berdasarkan gigi seri permanen seperti
terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 – Taksiran umur berdasarkan gigi seri permanen

Gigi seri permanen Contoh gambar Taksiran umur


(bulan)

0 pasang <18

1 pasang 18 – <24

2 pasang 24 – 30

4.2 Tinggi pundak

Mengukur jarak dari permukaan yang rata sampai bagian tertinggi pundak melewati
bagian scapulla secara tegak lurus, menggunakan tongkat ukur sebagaimana ditunjukkan
Gambar 4.

4.3 Panjang badan

Mengukur jarak dari bongkol bahu (tuberositas humeri) sampai ujung tulang duduk
(tuber ischii), menggunakan tongkat ukur sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.

4.4 Lingkar dada

Cara mengukur lingkar dada dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada dibelakang
punuk, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.

© BSN 2016 5 dari 8


SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”

Keterangan gambar:
a. Tinggi pundak
b. Panjang badan
c. Lingkar dada

Gambar 4 – Cara pengukuran bibit sapi sumba ongole

© BSN 2016 6 dari 8


SNI 7651.7:2016

“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
4.5 Lingkar skrotum

Mengukur lingkar skrotum dengan melingkarkan pita ukur pada diameter terbesar skrotum,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 – Cara pengukuran skrotum sapi sumba ongole jantan

© BSN 2016 7 dari 8

Anda mungkin juga menyukai