Saat bendera akan direntangkan oleh si pengibar bendera, tiba-tiba tiang bendera
itu ingin roboh. Dengan refleks, pengibar bendera bagian tengah dan kiri,
beberapa petugas upacara, beberapa peserta upacara dan juga beberapa guru,
berlari dan langsung memegang tiang yang akan roboh tersebut. Sang pengibar
bendera masih memegang bendera merah putih itu dikedua tangannya. Semua
orang yang melihat kejadian tersebut begitu terkejut.
Anita Dewi Ratnasari. Siswi yang terpilih untuk menjadi pengibar bendera,
meneteskan air matanya. Tidak ada sehelaipun dari kain bendera merah putih
tersebut yang menyentuh tanah. Ia memegang semua bagian dari bendera
tersebut dengan posisi bersedekap. Memeluk erat. Menundukkan kepala. Air
mata membasahi kedua pipinya.
Teringat akan usaha para pahlawan yang berjuang mengibarkan bendera merah
putih. Dan juga tiga orang yang menjadi pengibar bendera Merah Putih pada saat
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang tak lain dan tak bukan
yaitu Latief Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma (SK)
Trimurti. Serta insiden di Hotel Yamato 19 September 1945. Kisah sejarah
Kemerdekaan Indonesia yang membuatnya takjub dan tak terlupakan.
Seorang guru bernama Sri mendekati lalu memeluk si pengibar bendera yang
biasa dipanggil Ratna itu dari belakang. “Tidak apa-apa Ratna, kamu sudah
berusaha yang terbaik untuk ini. Ibu terharu melihatmu yang tidak membiarkan
bendera merah putih ini untuk jatuh. Bangga rasanya kita masih punya anak
bangsa yang cinta, hormat, dan menghargai bendera merah putih milik Indonesia
ini.” tutur beliau. Elusan dilengan tangan Ratna oleh tangan Bu Sri membuat
Ratna bersemangat kembali. Dengan rasa hormatnya, mencium lembut kain
bendera merah putih kebanggaan Indonesia tersebut.
Acara pentas seni pun selesai. Perlombaan 17 Agustus pun dimulai. Ratna turut
ikut serta dalam perlombaan tersebut. Bahkan hampir semua lomba ia ikuti. Dari
lomba balap karung, tarik tambang, balapan bakiak, makan kerupuk sampai
fashion show busana adat daerah.
“Selama orang percaya bahwa kemerdekaan akan tercapai dengan jalan putch
atau anarchisme, hal itu hanyalah impian seorang yang lagi demam.” –Tan Malaka
Bendera Negara Sang Saka Merah Putih yang berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang.