Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASES (CKD) DENGAN TINDAKAN


HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISIS RSUP DR. SARDJITO,
YOGYAKARTA

Tugas Mandiri
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh:
Selviana Novita N
21/488376/KU/23512

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
Chronic Kidney Disease

1. Pengertian

Chronic kidney disease atau gagal ginjal kronik adalah kondisi dimana adanya
gangguan pada fungsi ginjal yang terjadi secara progresif, irreversible, dan dalam waktu
yang lama (> 3 bulan). Gangguan ini menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring kotoran,
mengendalikan kadar air dalam tubuh serta kadar garam dan kalsium dalam darah dengan
baik. Sehingga tubuh tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) (Nuari & Widayati, 2017).

2. Etiologi
Chronic Kidney Deases (CKD) seringkali menjadi penyakit komplikasi dari
penyakit lainnya sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab
lainnya, yaitu:
a. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dibagi dalam 2 kategori besar: infeksi saluran kemih bagian
bawah (urethritis, sistitis, prostatis) dan infeksi saluran kemih bagian atas pielonepritis
akut). Sistitis kronik dan pielonepritis kronik adalah penyebab utama gagal ginjal tahap
akhir pada anak-anak.
b. Penyakit Peradangan
Glumenonepritis kronik menyebabkan terjadinya kerusakan glomerulus secara
progresif yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya gagal ginjal.
c. Nefrosklerosis hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
memungkinkan seseorang mengalami kerusakan pada ginjal, dan sebaliknya gagal
ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi atau berperan pada hipertensi melalui
mekanisme retensi natrium dan air, serta pengaruh vasopressor dari sistem renin-
angiotensin.
d. Gangguan kongenital dan herediter
Asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik ginjal merupakan penyakit herediter
yang terutama mengenai tubulus ginjal. Keduanya dapat berakhir dengan gagal ginjal
meskipun lebih sering dijumpai pada penyakit polikistik.
e. Gangguan metabolic
Penyakit metabolic yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik antara lain DM,
gout, hiperparatiroidism primer dan amyloidosis.
f. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, obat-obatan dan bahan kimia karena:
1. Ginjal menerima 25% dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak
dengan zat kimia dalam jumlah yang besar
2. Interstitium yang hiperosmotik memungkinkan zat kimia dikonsentrasikan pada
daerah yang relative hipovaskular
3. Ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga
insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan meningkatkan
konsentrasi dalam cairan tubulus.

3. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang bersifat
sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang
banyak. Sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukan
oleh gagal ginjal kronis:
a. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami
kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan
asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi .
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi
perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periorbital dan edema perifer.
c. Respiratori system
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic lung dan sesak
nafas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal,
lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder
biasanya mengikuti seperti anoreksi, nause, dan vomitting.
e. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing,
koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolik
encephalopathy.
g. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan seksresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h. Hepatopoiteic
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialisis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada
sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya pendarahan ( purpura,
ekimosis, dan petechiae).
i. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard) (Prabowo dan Pranata, 2014)
4. Patofisiologi
Pada saat terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)

diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh

mengalami hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan

ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut

menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai

poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri

timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien

menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi

ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu (Long, 1996). Fungsi renal

menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)

tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin

banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia

membaik setelah dialisis. (Smeltzer et. al, 2001).

Pathway Chronic Kidney Disease (CKD) dan masalah keperawatan

Glomerulonephritis Diabetes mellitus Hipertensi Ginjal polikistik


kronik, pielonefritis
kronik
Peningkatan Peningkatan volume Terbentuknya kista
viskositas darah darah ke ginjal pada parenkim
Penurunan ukuran ginjal
ginjal, terbentuk Penurunan perfusi Ginjal tidak mampu
jaringan parut ke ginjal menyaring darah yang
terlalu banyak

Kerusakan ginjal

Penurunan GFR

Chronic kidney diseasae


Kerusakan glomerulus Kerusakan tubulus Penurunan produksi
eritropoietin

Peningkatan Penurunan jml Terganggunya Penurunan fungsi sumsum


permeabilitas kapiler glomerulus yg fungsi absorbsi, tulang belakang
berfungsi sekresi, eksresi

Loss protein
Penurunan produksi sel
Penurunan Menumpuknya toksik darah merah
klirens ginjal metabolit (fosfat, hydrogen,
Proteinuria urea, ammonia, kreatinin, dll)
masif anemia
Tertimbunnya
produk hasil uremia
hipoalbumin metabolisme
protein dalam
Penurunan darah Pada GI Pada kulit pada
tekanan
neuromuskular
onkotik
Gangguan keseimbangan Pruritus dan
asam basa kulit kering Iritasi saraf
Penurunan
perasa nyeri
tekanan Ketidak-
onkotik Iritasi lambung, asam
seimbangan Risiko kerusakan
lambung naik
nutrisi integritas kulit Nyeri
Transudasi cairan kurang dr kepala/nyeri
nausea
intravascular ke keb.butuh otot
intertisiil
Penurunan Aktivasi renin Retensi Kelebihan Nyeri akut
tekanan
hipovolemi angiotensin Na dan edema volume cairan
onkotik aldosteron air

5. Faktor risiko
a. Usia
Penigkatan risiko terjadinya CKD meningkat seiring dengan peningkatan usia,
dimana pada kelompok usia 35-44 tahun risiko CKD meningkat tajam
dibandingkan dengan mereka yang berusia 25-34 tahun.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko mengalami CKD dibandingkan dengan wanita. Pada pria
kejadian CKD 0,3% lebih tinggi daripada wanita.
c. BBLR
d. Obesitas
e. Kebisaan merokok
f. Penderita diabetes dan hipertensi
g. Penggunaan obat tertentu yang merusak ginjal (antibiotic dan NSAID)

6. Klasifikasi

Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur laju filtrasi glomerulus
(LFG). Pengukuran LFG dapat dilakukan secara langsung maupun melalui perhitungan
berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis kelamin dan umur seseorang.

Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD KDIGO),


klasifikasi CKD dibagi menjadi:

Stadium LFG (ml/min/1,73 m2) Terminologi


G1 >90 Normal atau meningkat
G2 60-89 Ringan
G3a 45-59 Ringan-sedang
G3b 30-44 Sedang-berat
G4 15-29 Berat
G5 < 15 Terminal

Berdasarkan albumin dalam urim (albuminuria), penyakit CKD dibagi menjadi:

Kategori AER ACR Terminology


(mg/24 jam) (approximate equivalent)
(mg/mmol) (mg/g)
A1 <30 <3 <30 Normal-peningkatan
ringan
A2 30-300 3-30 30-300 Sedang*
A3 >300 >30 >300 Berat**
*berhubungan dengan remaja dan dewasa
** termasuk nefrotik sindrom, dimana biasanya eksresi albumin > 2200mg/24jam

7. Pemeriksaan
a. Tes darah untuk melihat jumlah kreatinin dan urea dalam darah
b. Tes urine untuk membantu mengidentifikasi penyebab
c. Tes pencitraan berupa USG atau CT scan untuk melihat struktur dan ukuran ginjal
d. Biopsi ginjal untuk mengambil sampel jaringan ginjal yang akan diteliti di lab
8. Komplikasi
a. Asam urat tinggi
Asam urat disaring oleh ginjal, sehingga ketika fungsi ginjal mengalami kerusakan,
kadar asam urat akan meningkat. Hal ini menyebabkan penderita CKD akan merasakan
encog.
b. Anemia
Anemia pada penyakit CKD disebabkan kurangnya EPO (eritropoietin) yang
membuat sumsum tulang memproduksi sel darah merah lebih sedikit. Anemia pada
pasien CKD juga bisa terjadi karena penderita kehilangan darah saat menjalani
hemodialisa dan tidak mendapatkan nutrisi yang cukup.
c. Asidosis metabolic
Asidosis adalah kondisi dimana tubuh mengandung terlalu banyak pH asam dan
bisa membahayakan nyawa jika tidak segera diobati. Kondisi ini bisa terjadi pada
pasien gagal ginjal kronik karena ginjal tidak mampu menyaring darah dengan baik.
d. Gangguan mineral dan tulang
Peran ginjal yang tidak dapat menyeimbangkan kadar fosfat di tubuh bisa berbahaya
bagi tulang. Apabila tubuh kelebihan fosfor dan kekurangan vitamin D, tubuh mencoba
memperbaiki masalah tersebut dengan melepaskan hormon paratiroid. Pelepasan
hormon ini akan menarik kalsium dari tulang dan menyeimbangkan zat yang ada di
darah. Namun, kehilangan kalsium ini ternyata berdampak pada kesehatan tulang.
e. Penyakit jantung
Ginjal yang tidak berfungsi membuat sistem hormon bekerja keras agar pasokan
darah ke ginjal tetap cukup. Kondisi tersebut ternyata juga membuat jantung harus
memompa lebih keras hingga menimbulkan penyakit jantung.
f. Hyperkalemia
Hiperkalemia adalah kondisi ketika tubuh memiliki terlalu banyak kalium dalam
darah. Kondisi ini bisa terjadi pada pasien gagal ginjal kronis mengingat organ tersebut
tidak dapat menyaring kalium ekstra dalam darah.
g. Penumpukan cairan
Penumpukan cairan, alias retensi, adalah komplikasi penyakit ginjal kronis yang
sering terjadi. Jika ginjal tidak berfungsi, organ berbentuk kacang ini tidak dapat
mengeluarkan cairan berlebih dan membiarkannya menumpuk di tubuh. Apabila hal ini
dibiarkan, paru-paru dapat dipenuhi oleh cairan, risiko serangan jantung meningkat,
hingga tekanan darah meningkat drastis. Oleh sebab itu, pasien gagal ginjal perlu
mengontrol kebutuhan cairan mereka agar tidak mengalami komplikasi ini.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
a) Dilakukan pemeriksaan lab darah dan urin
b) Observasi balance cairan
c) Observasi adanya edema
d) Batasi cairan yang masuk
2. Dialisis
a) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergensi. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatiry Peritonial Dialysis).
b) Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan invasif vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodilis dilakukan melalui
daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan : AV
fistule (menggabungkan vena dan arteri) dan double lumen (langsung
pada daerah jantung atau vaskularisasi ke jantung).
3. Operasi
Transplantasi ginjal
10. Pengkajian
1. Biodata
Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun laki-laki sering
mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem
sirkulasiventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas
berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan
(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami
kegagalan filtrasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ke ruang
perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu:
P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal yang
meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal ginjal mengeluh
sesak, mual dan muntah.
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak akan
membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas.
R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan
membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-mual, dan
anoreksia.
S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat dan dalam.
T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan freukensinya,
waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-menerus.
4. Riwayat penyakit dahulu
Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal akut
dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK,
payah jantung, penggunaan obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa
penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu
diabetes mellitus, hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola
kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit,
misalnya minum jamu saat sakit.
6. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang
baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi
pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani
proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri
(murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan
selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.
7. Pola aktivitas sehari
a) Polanutrisi
Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan makanan
atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada
pasien
gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi
kurang dari kebutuhan karena klien mengalami anoreksia dan
mual/muntah.
b) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi, serta
warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang berhubungan dengan
pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi penurunan
urin,
anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi.
c) Pola istirahat tidur
Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada
masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan ditemukan
gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti
nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan lain-lain.
d) Personal Hygiene
Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan dianjurkan untuk
tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.
e) Aktifitas
Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan orang lain. Pada
pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot,
kehilangantonus, penurunan rentang gerak.
8. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering
dipakai
RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi
fluktuatif.
2) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi.
b) Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal
kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi
di
atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler.
Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan
meningkatkan beban jantung.
c) Sistem pencernanaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit
(stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
d) Sistem hematologi
Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi
jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin
tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu,
pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena
penurunan eritropoetin.
e) Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal
kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan
hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada
gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses
metabolism.
f) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif
dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
g) Sistem perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling
menonjol adalah penurunan urine output <400ml/hari bahkan
sampai
pada anuria (tidak adanya urine output).
h) Sistem integument
Anemia dan pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan
berwarna kekuningan pada uremia. Kulit kering dengan turgor
buruk,
akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Sisa
metabolik yang tidak dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk di
kulit, yang menyebabkan gatal atau pruritus. Pada uremia lanjut,
kadar urea
tinggi di keringat dapat menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal
urea di kulit.
i) Sistem musculoskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.
9. Data Psikososial
a. Body image
Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran dan
bentuk.
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan
standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.
c. Identitas diri
Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan penilaian
diri sendiri.
d. Peran diri
Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi
individu pada berbagai kelompok.
10. Data sosial dan budaya
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya
hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan sekitar dan rumah.
11. Data spiritual
Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan terhadap
penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan sebelum atau
selama dirawat.
12. Data penunjang
Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk memvalidasi
dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan penunjang. Data penunjang
pada pasien CKD adalah sebagai berikut:
a. Laboratorium
Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara
ureum dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluraan kemih. Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein dan tes klirens kreatinin yang
menurun. Terjadi asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi
menunjukan pH menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
b. Radiologi
Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan
ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
c. Ultrasonografi (USG)
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
d. Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG
Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
Hemodialisa

1. Pengertian

Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya pemisahan zat-
zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari sisa-sisa metabolisme seperti
air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain, melalui proses
penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialysis.

Hemodialisa (HD) merupakan salah satu terapi penggantian fungsi ginjal


selain peritoneal dialisis dan transplantasi pada pasien penyakit ginjal kronik.
Hemodialisa merupakan suatu prosedur mengalirkan darah pasien ke luar tubuh
dan beredar dalam sebuah mesin yang disebut dialiser. Di dalam mesin tersebut
terdapat dua ruang yang dipisahkan oleh sebuah membrane semipermeabel. Darah
dimasukkan ke salah satu ruang, sedangkan ruangan yang lain diisi oleh cairan
pen-dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi. Darah dikembalikan ke
tubuh melalui sebuah pirau vena.

2. Tujuan terapi HD
1. Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Hemodialisa dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus
segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanet atau menyebabkan kematian.
2. Mengambil zat-zat yang bersifat toksik dari dalam darah dan mengeluarkan
air yang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2008)
3. Indikasi dan kontraindikasi hemodialisa

Indikasi terapi hemodialisa pada CKD adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang
dari 5 ,L/menit, sehingga dialysis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal
tersebut dibawah:

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata


b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/dL
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overloaded
Kontraindikasi dari pelaksanaan hemodialisa adalah:

a. Hipotensi yang tidak responsif terhadap presor


b. Penyakit stadium terminal
c. Sindrom otak organik
d. Akses vascular sulit
e. Instabilitas hemodinamik
f. Koagulasi
g. Alzheimer
h. Demensia
i. Multi infark
j. Sindrom hepatorenal
k. Sirosis hati
4. Komponen hemodialisa
a. Sirkulasi darah
Bagian yang termasuk sirkulasi darah adalah jarum/kanula arteri (inlet), arteri blood
line (ABL), kompratment darah pada dialyzer, venus blood line (VBL), sampai
jarum/kanula vena (outlet)
Sirkulasi darah dibagi menjadi dua:
1. Di dalam tubuh pasien (sirkulasi sistemik)
2. Di luar tubuh pasien (sirkulasi ekstrakorporeal)
b. Sirkulasi dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk prosedur HD. Berada dalam kompartmen
dialisat bersebrangan dengan kompartmen darah yang dipisahkan oleh selaput semi
permeable dalam dialyzer. Dialisat dibagi menjadi:
1. Dialisat pekat (concentrate), yaitu dialisat yang tersedia dalam kemasan gallon,
merupakan cairan pekat yang belum dicampur atau diencerkan dengan air. Dialisat
pekat ada yang berisi acetate (acid) pada port A da nada yang berisi Bicarbonat
(port B).
2. Air, jumlah air yang dibutuhkan untuk 1 kali HD+150 liter selama 5 jam HD.
Kualitas air yang dibutuhkan harus memenuhi standar untuk proses HD yang sudah
diolah melalui pengolahan air (water treatment).
c. Dializer
Membrane semi permeable adalah suatu selaput atau lapisan yang sangat tipis dan
mempunyai lubang (pori) sub mikroskopis. Partikel dengan BM kecil dan sedang dapat
melewati pori membrane, sedangkan partikel dengan BM besar tidak dapat melalui pori
membrane tersebut.
Dialyzer merupakan suatu tabung yang terdiri dari 2 ruangan (kompartmen) yang
dipisahkan oleh selaput semi permeable. Darah mengalir di 1 sisi membrane dan dialisat
pada membrane lainnya. Di dalam dialyzer ini terjadi proses difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Material membrane: selulosa, substitusi selulosa, selulosintetik, sintetik.
5. Prinsip
Hemodialisa menghilangkan limbah beracun dan kotoran lainnya dari
darah pasien dengan PGK. Dalam teknik ini, darah dikeluarkan dari tubuh melalui
situs akses pembedahan, dipompa melalui unit dialisis untuk membuang racun,
kemudian kembali ke tubuh. Dialiser ekstrakorporeal bekerja melalui kombinasi
osmosis, difusi, dan filtrasi (Pellico, 2009).
1) Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat.
Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang
berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini melalui
suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat. Toksin dan zat limbah di dalam dikeluarkan melalui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi
yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang
penting dengan mengatur rendaman dialisat secara tepat. Pori-pori dalam
membran semipemiabel tidak memungkinkan sel-sel darah, protein dan
bacteria untuk dapat lolos. Proses difusi dipengaruhi oleh:
a. Perbedaan konsentrasi
b. Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
c. QB (Blood Pump)
d. Luas permukaan membrane
e. Temperatur cairan
f. Proses konvektik
g. Tahanan / resistensi membrane
h. Besar dan banyaknya pori pada membrane
i. Ketebalan / permeabilitas dari membrane
Faktor-faktor di atas menentukan klirens dialiser. Klirens suatu dializer
adalah kemampuan dializer untuk mengeluarkan zat-zat yaitu jumlah atau
banyaknya darah yang dapat dibersihkan dari suatu zat secara komplit oleh
suatu dializer yang dinyatakan dalam ml/mnt.
2) Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar
dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Air yang dikeluarkan
dari dalam tubuh dengan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat
dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari
daerah tekanan yang lebih tinggi (tubuh) ke tekanan yang lebih rendah
(cairan dialisat). Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen
darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen
dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure)
dalam mmHg. Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh:
a. TMP
b. Luas permukaan membrane
c. Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)
d. Qd & Qb
e. Perbedaan tekanan osmotic
3) Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. Proses
osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis. Gradien
tekanan dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang
dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisa. Tekanan negatif diterapkan
pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air karena pasien tidak dapat mengeksresikan air. Kekuatan
ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga terjadi keseimbangan
cairan.

6. Alat-alat hemodialisa
a. Dialyzer, sebagai ginjal buatan
b. Air untuk dialysis
c. Cairan dialisat
d. Mesin hemodialisa: terdiri dari blood pump, sistem pengaturan dialisat,sistem
monitor pengawan dan komponen tambahan berupa pompa heparin
e. Blood line
f. Cairan infus
g. Akses vascular
h. Aksesori peralatan:
- Pompa darah
- Pompa infus untuk pemberian heparin
- Alat monitor untuk mendeteksi suhu tubuh
- Konsentrasi dialisat
- Monitor perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
7. Pelaksanaan hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisa


a. Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b. Kran air dibuka.
c. Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisa sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisa ke stop kontak.
e. Hidupkan mesin.
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g. Matikan mesin hemodialisa.
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisa.
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
2. Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
b. Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah) diatas
dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan
buble tap di holder dengan posisi tengah.
e. Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
f. Hubungkan set infuse ke slang arteri.
g. Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
h. Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j. Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan
secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
l. Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m. Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih
dari 200 mmHg).
n. Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
p. Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q. Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit,
untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r. Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’
dibawah.
s. Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap
untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
3. Persiapan pasien
a. Menimbang BB
b. Mengatur posisi pasien.
c. Observasi KU
d. Observasi TTV
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
1) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
2) Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
3) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis)

8. Masalah atau komplikasi selama hemodialisa


1. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan
berat cairan.
2. Mual dan muntah
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
3. Demam disertai menggigil
Penyebab: reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.
4. Nyeri dada
Dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar
tubuh.
5. Gatal-gatal
Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedangkan sesudah transfuse kulit menjadi
kering.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan
faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. penarikan cairan dibawah BB
standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na
rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu cepat.
8. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
9. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen
ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang
menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien
yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
10. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
11. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
9. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Pre HD: Ansietas
b. Intra HD: Resiko syok
a. Post HD: Mual
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosis Outcome Intervensi
Pre HD
Ansietas Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan
Definisi: perasaan tidak nyaman Definisi: Keparahan dari tanda-tanda Definisi: mengurangi tekanan, ketakutan, firasat,
atau kekhawatiran yang samar ketakutan, ketegangan, atau kegelisahan maupun ketidaknyamanan terkait dengan sumber-
disertai respons otonom (sumber yang berasal dari sumber yang tidak dapat sumber bahaya yang tidak teridentifikasi
sering kali tidak spesifik atau diidentifikasi.
tidak diketahui oleh individu), Setelah dilakukan tindakan keperawatan Aktivitas:
perasaan takut yang disebabkan selama 1x6 jam diharapkan pasien membaik  Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi
dengan kriteria: yang akan dirasakan yang mungkin akan
oleh antisipasi terhadap bahaya.
 Wajah tegang dari 4 ke 5 dialami klien selama prosedur dilakukan
Hal ini merupakan isyarat  Peningkatan tekanan darah dari 4 ke 5
kewaspadaan yang  Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
 Peningkatan frekuensi nadi dari 4 ke 5 perawatan dan prognosis
memperingatkan individu akan  Peningkatan frekuensi pernapasan dari 4
adanya bahaya dan  Dengarkan klien
ke 5  Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
memampukan individu untuk Keterangan:  Dorong keluarga untuk mendampingi klien
bertindak menghadapi ancaman. 4: ringan dengan cara yang tepat
5: tidak ada
Batasan karakteristik:
 Perilaku: khawatir tentang
perubahan dalam peristiwa
hidup
 Afektif: sangat khawatir

Faktor yang berhubungan:


Ancaman pada status terkini

Intra HD
Risiko trauma vaskuler Akses hemodialisis Terapi hemodialisa
Definisi: rentan mengalami
Definisi: Memfungsikan area akses dialisis Definisi: Manajemen saluran darah ekstrakorporal
kerusakan pada vena dan jaringandan kesehatan jaringan sekitarnya pasien melalui dialyzer
sekitarnya yang berkaitan denganSetelah dilakukan tindakan keperawatan Aktivitas:
pemasangan kateter dan/atau
selama 1x6 jam diharapkan pasien membaik  Catat tanda-tanda vital: berat badan, denyut nadi,
larutan yang diinfuskan, yang dapat
dengan kriteria: suhu, pernapasan, tekanan darah
mengganggu kesehatan  Warna kulit area akses dialisis dari 4  Jelaskan prosedur hemodialisis dan tujuannya
ke 5  Periksa peralatan dan cairan
Faktor risiko:  Suhu kulita area akses dialisis dari 4  Lakukan teknik steril untuk memulai hemodialisis,
Pemasangan kateter dalam waktu ke 5 insersi jarum dan pemasangan kateter
lama Keterangan:  Gunakan sarung tangan, pelindung mata, dan
4: sedikit terganggu pakaian untuk mencegah kontak langsung dengan
5: tidak terganggu darah
 Hematoma padaakses dialisis dari 4  Periksa sistem monitor (misalnya tingkat, tekanan,
ke 5 suhu, pH, konduktivitas, pembekuan, tekanan
 Edema perifer distal dai 4 ke 5 negatif untuk ultrafiltrasi, dan sensor aliran darah)
Keteranagn: untuk memastikan keselamatan pasien
Keterangan:  Monitor tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
4: ringan suhu, dan respon pasien selama dialisis
5: tidak ada  Berikan heparin sesuai peraturan
 Monitor waktu pembekuan dan sesuaikan
pemberian heparin
 Hindari mengukur tekanan darah atau melakukan
tusukan infus di lengan yang dekat dengan fistula
 Pasang kateter atau perawatan fistula sesuai
peraturan
 Berkolaborasi dengan pasien untuk meringankan
ketidaknyamanan akibat efek samping penyakit
dan pengobatan
Post HD
Mual Kontrol Mual dan Muntah Manajemen Mual
Definisi: Definisi: Tindakan personal untuk Definisi: Pencegahan dan penanggulangan mual.
Suatu fenomena subjektif tentang mengontrol mual, muntah-muntah, dan
rasa tidak nyaman pada bagian gejala muntah. Aktivitas:
belakang tenggorok atau lambung,  Dorong pasien untuk memantau pengalaman
yang dapat atau tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan diri terhadap mual
mengakibatkan muntah selama 2x24 jam diharapkan pasien  Observasi tanda tanda nonverbal dari
membaik dengan kriteria : ketidaknyamanan
Batasan karakteristik:  Mengenali onset mual dari 4 ke 5  Evaluasi pengalaman masa lalu individu
 Sensasi muntah  Mengenali pencetus (stimulus) muntah terhadap mual
dari 4 ke 5  Dapatkan riwayat lengkap perawatan
Faktor yang berhubungan:  Menggunakan obat antiemetik yang sebelumnya
diresepkan dari 4 ke 5  Pastikan bahwa obat antiemetik diberikan untuk
 Terpajan toksik
 Melaporkan kegagalan pengobatan mencegah mual
 Ansietas antiemetik dari 4 ke 5  Ajari penggunaan teknik nonfarmakologi untuk
Keterangan: mengatasi mual
Kondisi terkait: 4: sering ditunjukkan  Tingkatan istirahat dan tidur yang cukup untuk
Program pengobatan 5: secara konsisten ditunjukkan memfasilitasi pengurangan mual
 Berikan informasi mengenai mual, seperti
penyebab mual dan berapa lama akan
berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M; Butcher, Howard K; Dochterman, Joanne M; Wagner, Cheryl M. 2018.
Nursing Intervention Classification seventh edition. Singapore: Elsevier.
Herdman, T. Heather. 2018. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and
Classification 2018-2020. Philadelphia: NANDA International.
Kemenkes RI. 2017. Kidney Disease. Diakses pada 17 November 2021, di
http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/dki-jakarta/diagnosis-klasifikasi-pencegahan-
terapi-penyakit-ginjal-kronis
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)
Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Moorhead, Sue; Johnson, Marison; Maas, Meridean L; Swanson, Elizabeth. 2018.
NursingOutcomes Classification (NOC) sixth edition. Singapore: Elsevier
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai