Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PERITONITIS


DI RUANG PICU RSUP DR SARDJITO

Tugas Individu
Stase Praktik Keperawatan Anak

Disusun oleh:
Melinda Wardani
20/469769/KU/22707

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
A. KONSEP DASAR PERITONITIS
1. PENGERTIAN
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa rongga
abdomen) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah peradangan
pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran
limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012). Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan
membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera yang merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan
gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda –
tanda umum inflamasi (Santosa, Budi, 2005).
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan
peritonitis tersier. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah
dan kelenjar getah bening di peritoneum dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis
hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari
traktus gastrointestinal yang merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi.
Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung yang sering
terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang dengan kondisi komorbid
(Ridad, 2007).
2. ETIOLOGI
a) Infeksi bakteri
Penyebab terjadinya peritonitis adalah invasi kuman bakteri ke dalam rongga
peritoneum. Bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi, meliputi
1) Gram negative meliputi Escherichia coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%),
Pseudomonas species, Proteus species, gram negatif lainnya (20%).
2) Gram positif, seperti Streptococcus pneumoniae (15%), Streptococcus lainnya
(15%), dan Staphylococcus (3%). Mikroorganisme anaerob kurang dari 5%.
(Cholongitas, 2005)
Menurut Nanda (2015), penyebab dari peritonitis antara lain: mikroorganisme
yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, apendisitis yang meardang dan
perforasi, tukak peptik (lambung/duodenum), tukak typoid, tukak disentri
amoeba/colitis, tukak pada tumor.
b) Secara langsung dari luar
- Operasi yang tidak steril
- Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa
- Trauma pada kecelakaan peritonitis lokal seperti rupturs limpa, ruptur hati
- Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
c) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut
Komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian
atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
streptokokus atau pnemokokus.
3. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oliguri. Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah
yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat
banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan
penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen - kompartemen yang kita kenal
sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber.
Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau
intervensi bedah yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang
terlalu banyak di dalam rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi
kuman yang tinggi hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri
dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain
atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan
bakterigram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis
menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga dengan menggunakan
skor APACHE II (acute physiology and cronic health evaluation) diperoleh mortalitas
tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis juga diteliti lebih lanjut karena
melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan systemic inflammatory
response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).

Sumber: Mansjoer,2000 dan Syamsuhidayat,2004.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan
terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di
seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak. Gejala
lainnya meliputi:
 Demam
Temperatur lebih dari 380C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
 Mual dan muntah
Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi peritoneum
 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan
kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin dan
syok.
 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar bising usus
 Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi otot
dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap penekanan
pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap iritasi
peritoneum
 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
 Tidak dapat BAB/buang angin.
5. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
a) Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
b) Abses peritoneal
c) Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
d) Sepsis
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena
sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga
peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
b) Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c) Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
d) Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen
dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat
menyebabkan distres pernapasan.
e) Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan oksigenisasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan.
f) Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar
dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme
penyebab infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat
dimulai.
g) Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan
atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses). Pada
sepsis yang luas, perlu dibuat diversi fekal.
7. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no RM,diagnose, tanggal masuk, dan
alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering kali
membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada
beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut berat,
iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal
b) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh,
mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan kesadaran
akibat syok sirkulasi dari septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat pada
tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan pernyataan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan,
gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat
menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis,
divertikulosis dan lain-lain
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan,
serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
c) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien tampak
legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen didapatkan
pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan menunjukkan
peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan peritonitis berat sering
menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk mengurangi
ketegangan dinding perut. Perut sering mengembung disertai tidak adanya
bising usus. Temuan ini mencerminkan ileus umum. Terkadang, pemeriksaan
perut juga mengungkapkan peradangan massa
2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda
ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh, adanya
darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan tanda-tanda
rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan
dan defans muskular. Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas
dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal dapat memunculkan nyeri abdomen,
colok dubur ke arah kanan mungkin mengindikasikan apendisitis dan apabila
bagian anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk
mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis,
salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit
diinterprestasikan dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan leukositosis
(>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi disfungsi
pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih, namun
pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukkan
sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan kultur cairan
peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan peritoneal mengandung
banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel
diindikasi dengan kultur
b) Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan usus
halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam kebanyakan kasus
anterior perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan
perforasi dari usus kecil dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks
perforasi. Tegak film berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah
diafragma (paling sering disebalah kanan) sebagai indikasi adanya viskus
berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan untuk
abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis
tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos abdomen. Abses
peritoneal dan cairan lain dapat diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah
bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis dicurigai
abses intra-abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan itensitas sinyal
pada gambar T1-weighted dan homogen atau peningkatan intensitas sinyal
heterogen pada gambar T2-weighted.
c) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas (misalnya
perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran
kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses tuba-ovarium,
abses Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya
nyeri, distensi abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi
peningkatan jumlah cairan peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk
mendeteksi jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
b) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi tidak
adekuat
c) Ketidakfektifan bersihan jalan napas b.d ketidakmampuan batuk efektif
d) Kecemasan b.d proses penyakit
e) Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus gastrointestinal
f) Penurunan perfusi jaringan cerebral b.d suplai darah ke otak menurun
g) Risiko infeksi b.d prosedur invasif
h) Kerusakan integritas kulit b.d diskontinuitas jaringan
i) Hipertermia b.d penyakit/proses peradangan
B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosis Tujuan/NOC Intervensi/NIC
1 Nyeri Akut b.d agens cedera Kontrol Nyeri (1605) Manjemen Nyeri: Akut (1410)
biologis (00132) Definisi: Tindakan pribadi untuk 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
Definisi: Pengalaman sensori dan menghilangkan atau menurunkan nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik,
emosional tidak menyenangkan Indikator: onset/durasi, frekuensi dan kualitas,
berkaitan dengan kerusakan 1. Menggunakan tindakan pengurangan intensitas serta apa yang mengurangi
jaringan aktual atau potensial, atau (nyeri) tanpa analgesik nyeri, dan faktor yang memicu
yang digambarkan sebagai 2. Menggunakan analgesik yang 2. Monitor nyeri menggunakan alat
kerusakan; awitan yang tiba-tiba direkomendasikan pengukur yang valid dan reliabel sesuai
atau lambat dengan intensitas ringan 3. Melakukan teknik relaksasi efektif usia dan kemampuan komunikasi
hingga berat, dengan berakhirnya 4. Melaporkan perubahan dalam gejala 3. Monitor TTV
dapat diantisipasi atau diprediksi, nyeri pada profesional kesehatan 4. Lakukan intervensi nonfarmakologi untuk
dan dengan durasi kurang dari 3 Keterangan penilaian NOC: penyebab nyeri dan apa yang diinginkan
bulan 1. Tidak pernah menunjukkan pasien
Batasan karakteristik: 2. Jarang menunjukkan 5. Beritahu dokter jika tindakan kontrol
 Perubahan selera makan 3. Kadag-kadang menunjukkan nyeri tidak berhasil
 Perubahan pada parameter 4. Sering menunjukkan
fisiologis 5. Secara konsisten menunjukkan Pemberian Analgesik (2210)
 Ekspresi wajah nyeri 1. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
 Laporan tentang perilaku Tingkat Nyeri (2102) dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
nyeri/perubahan aktivitas Definisi: Keparahan dari nyeri yang diresepkan
 Keluhan tentang intensitas diamati atau dilaporkan 2. Tentukan respon pasien sebelumnya
menggunakan standar skala Indikator: terhadap analgesik
nyeri 1. Nyeri yang dilaporkan 3. Cek adanya riwayat alergi
 Keluhan tentang karakteristik 2. Ekspresi nyeri wajah 4. Lakukan penyesuaian dosis untuk
nyeri dengan menggunakan 3. Kehilangan nafsu makan anak-anak
standar instrumen nyeri 4. Frekuensi nafas 5. Monitor TTV
Faktor yang berhubungan: 5. Denyut nadi radial 6. Evaluasi keefektifan analgesik dengan
 Agens cedera fisik Keterangan penilaian NOC: interval yang teratur setelah pemberian
1. Berat/deviasi berat dari kisaran
normal
2. Cukup berat/deviasi yang cukup
berat dari kisaran normal
3. Sedang/deviasi sedang dari kisaran
normal
4. Ringan/deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada/tidak ada deviasi dari
kisaran normal

2 Ketidakseimbangan nutrisi: Status Nutrisi (1004) Manajemen Nutrisi (1100)


kurang dari kebutuhan tubuh b.d Definisi: Tindakan pribadi untuk 1. Kaji riwayat nutrisi dan makanan yang
intake nutrisi tidak adekuat menghilangkan atau menurunkan nyeri disukai.
(00002) Indikator: 2. Identifikasi alergi/intoleransi makanan
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup 1. Asupan makanan yang dimiliki pasien
untuk memenuhi kebutuhan 2. Asupan Cairan 3. Monitor kalori dan asupan makanan
metabolik 3. Rasio berat badan/tinggi badan 4. Atur diet yang diperlukan
Batasan karakteristik: 5. Beri makan sedikit-sedikit tapi sering
4. Hidras
 Kram/nyeri abdomen 6. Sajikan makanan bervariasi dan sesuai
 Kurang minat pada makanan Keterangan penilaian NOC: selera pasien
 Diare 1. Sangat menyimpang dari rentang 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
 Asupan kurang dari RDA normal pemberian diet
 Kerapuhan kapiler 2. Banyak menyimpang dari rentang
 Bising usus hiperaktif normal
Faktor yang berhubungan: asupan 3. Cukup menyimpang dari rentang
diet berkurang normal
Kondisi terkait: ketidakmampuan 4. Sedikt menyimpang dari rentang
mengabsobsi nutrien normal
5. Tidak menyimpang dari rentang
normal

Status Nutrsi: Asupan Nutrisi (1009)


Definisi: asupan gizi untuk memnuhi
kebutuhan-kebutuhan metabolik
Indikator:
1. Asupan protein
2. Asupan mineral
3. Asupan kalsium
4. Asupan natrium
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat

3 Hipertermia b.d penyakit (00007) Termoregulasi (0800) Perawatan Demam (3740)


Definisi: Suhu inti tubuh di atas Definisi: Keseimbangan antara produksi 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
kisaran normal diurnal karena panas, mendapatkan panas, dan 2. Monitor warna kulit dan suhu
kegagalan termoregulasi kehilangan panas. 3. Monitor asupan dan keluran, sadari
Batasan karakteristik: Indikator: perubahan kehilangan cairan yang tidak
 Letargi 1. Denyut nadi radial dirasakan
 Kulit terasa hangat 2. Tingkat pernapasan 4. Beri obat atau cairan IV
 Takikardia 3. Peningkatan suhu kulit 5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
 Takipnea 4. Hipertermia ringan
Faktor yang 5. Dehidrasi
berhubungan: 6. Dorong konsumsi cairan
dehidrasi Keterangan penilaian NOC: 7. Pantau komplikasi-komplikasi yang
Kondisi terkait: 1. Sangat terganggu/berat berhubungan dengan demam
 Penyakit 2. Banya terganggu/cukup berat
 Sepsis 3. Cukup terganggu/sedang
4. Sedikit terganggu/ringan
5. Tidak terganggu/tidak ada
4 Risiko Infeksi (00004) Kontrol Risiko (1902) Kontrol Infeksi (6540)
Definisi: Rentan mengalami invasi Definisi: Tindakan individu ntuk 1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
dan multiplikasi organisme mengerti, mencegah, dan mengurangi memberi perawatan dan pengobatan
patogenik yang dapat mengganggu ancaman kesehatan yang telah 2. Menggunakan saarung tangan saat
kesehatan. dimodifikasi melakukantindakan
Faktor risiko: Indikator: 3. Membatasi pengunjung bila perlu
 Malnutrisi 1. Mengenali faktor risiko individu 4. Mendorong klien untuk meningkatkan
 Stasis cairan tubuh 2. Memonitor faktor risiko lingkungan intake nutrisi, cairan dan istirahat
 Gangguan peristaltis 3. Menjalankanstrategi kontrol risiko 5. Menekankan memberbanyak intake
 Gangguan integritas kulit yang sudah ditetapkan protein untuk pembentukan sistem imun
 Vaksinasi tidak adekuat 4. Memodifikasi gaya hidup untuk 6. Mengkaji suhu klien, dan melaporkan jika
 Kurang pengetahuan untuk mengurang risiko suhu lebih dari 38 derajat Celcius
menghindari pemajanan Keterangan penilaian NOC: 7. Mengkaji warna kulit, tekstur dan turgor
pathogen 1. Tidak pernah menunjukkan
Kondisi terkait: 2. Jarang menunjukkan
 Imunosupresi 3. Kadag-kadang menunjukkan
 Penyakit kronis 4. Sering menunjukkan
 Perunuran kerja siliaris 5. Secara konsisten menunjukkan
 prosedur invasive, dll
DAFTAR PUSTAKA

Japanesa, A., Zahari, A., & Rusjdi, R.S. (2016). Pola Kasus dan Penatalaksanaan
Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas:5(1).

Jitowiyono, S & Kristiyanasari, W. (2012). Asuhan Keperawatan Post Operasi Dengan


Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin, A. & Kumala, S. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nanda. (2017). Nanda International Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC

Ridad, M.A. (2007). Infeksi. Dalam: R. Sjamsuhidajat, editor (penyunting). Buku ajar
ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Edisi ke-3. Jakarta: EGC

Santosa, B. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika

Syamsuhidayat. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai