Anda di halaman 1dari 43

MATERI UJIAN KOMPETENSI PELAKSANA: Materi ini sebenarnya ditujukan

untuk seseorang yang ingin


(Masrul Andriyanto) belajar namun terkendala
keterbatasan waktu dan
1. Tata Naskah Dinas kesibukan.
a. Dasar Hukum:
1) UU 43 Tahun 2019 tentang Kearsipan Semoga Bermanfaat!
2) PP 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Kearsipan
3) PerKa ANRI Nomor 2 Tahun 2014
4) PMK-136/PMK.01/2018
b. Materi Pokok
1) Tata Naskah Dinas adalah informasi tertulis sebagai alat komunikasi kedinasan yang
dibuat dan/atau dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di lingkungan Kementerian
Keuangan dalam rangka menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan
kekayaan negara.
2) Asas TND:
a) Efektif dan Efisien
b) Pembakuan
c) Pertanggungjawaban
d) Keterkaitan
e) Kecepatan dan Ketepatan
f) Keamanan
3) Jenis Naskah Dinas
a) Arahan: Pengaturan (pedoman, petunjuk pelaksanaan, SOP, SE), Penetapan
(Keputusan), Penugasan (Instruksi, Surat Perintah, dan Surat Tugas)
b) Korespondensi: Internal Kemenkeu (hanya menggunakan nota dinas, tidak ada
memorandum), Eksternal Kemenkeu (surat dinas), Surat Undangan.
c) Khusus: Perjanjian, Surat Kuasa, Berita Acara, Surat Keterangan, Surat Pengantar,
Pengumuman, Laporan Telaahan Staf)
4) Struktur Naskah Dinas: Bagian Kepala (kepala, jenis naskah dinas dan nomor), Batang
Tubuh, Kaki Naskah Dinas, Lampiran
5) Logo Kementerian Keuangan yang digunakan pada Naskah Dinas berwarna hitam,
berupa segi lima sama sisi, dengan ukuran tiap sisi minimal 14 mm dan maksimal 17
mm
6) Huruf: Naskah dinas menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 7, 9, 11, dan 13
(untuk penggunaan komputer) atau huruf Pica apabila menggunakan mesin ketik
elektronik.
7) Nomor Halaman : nomor urut angka arab dan dicantumkan secara simetris di tengah
atas dengan membubuhkan tanda hubung (-) sebelum dan setelah nomor, kecuali
halaman pertama Naskah Dinas atau halaman Naskah Dinas yang menggunakan kepala
Naskah Dinas tidak perlu mencantumkan nomor halaman.
8) Tingkat Keamanan: Sangat Rahasia (menyangkut keselamatan negara), Rahasia (dapat
merugikan negara jika diketahui orang yang tidak berhak), Terbatas, dan Biasa
9) Kecepatan: Sangat Segera (paling lama 24 jam), Segera (Paling lama 2x24 jam) dan Biasa
(Paling lama 3x24 jam).
10) Sifat Naskah Dinas: Penulisan sifat Naskah Dinas dapat digabung antara tingkat
keamanan dengan kecepatan penyampaian.

1
MATRIKS PERUBAHAN TATA NASKAH DINAS

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
1. Jenis Naskah Dinas 1. Naskah Dinas Arahan 1. Naskah Dinas Arahan Perubahan klasifikasi jenis Naskah
2. Naskah Dinas Korespondensi 2. Naskah Dinas Korespondensi Dinas
3. Naskah Dinas Khusus 3. Naskah Dinas Khusus
4. Laporan
5. Telaahan Staf
6. Formulir
7. Naskah Dinas Lainnya

2. Naskah Dinas Korespondensi Intern: ditujukan kepada pejabat Intern (Nota Dinas): ditujukan Segala bentuk komunikasi yang
lain di lingkup internal di dalam unit kepada atasan, pejabat setingkat,bersifat rutin antara pejabat Eselon
organisasi bersangkutan. atau bawahan di lingkungan I sampai dengan Eselon IV di
Kementerian Keuangan. lingkungan DJP dan Kementerian
Ekstern: ditujukan kepada pihak Keuangan menggunakan nota
lain di luar unit organisasi yang Ekstern (Surat Dinas): ditujukan dinas.
bersangkutan. kepada pihak lain di luar
Kementerian Keuangan.

3. Naskah Dinas Korespondensi 1. Nota Dinas Hanya Nota Dinas Penghapusan Memorandum.
Intern 2. Memorandum

4. Tata Naskah Dinas Elektronik Tidak diatur. Diatur dalam Bab VI, sebagai Diatur lebih lanjut dengan
payung hukum untuk NADINE 2.0 Keputusan Menteri Keuangan.

2
NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN
(1) (2) (3) (4)
5. Naskah Dinas Lainnya 1. Formulir Tidak diatur 1. Formulir jarang digunakan
2. Naskah Serah Terima Jabatan 2. Naskah Serah Terima Jabatan
3. Surat Perjalanan Dinas menggunakan format berita
acara
3. Surat Perjalanan Dinas diatur
tersendiri

6. Jenis Naskah Dinas Khusus 1. Surat Perjanjian 1. Surat Perjanjian


2. Surat Kuasa 2. Surat Kuasa
3. Berita Acara 3. Berita Acara
4. Surat Keterangan 4. Surat Keterangan
5. Surat Pengantar 5. Surat Pengantar
6. Pengumuman 6. Pengumuman
7. Laporan
8. Telaahan Staf
9. Notula
10. Lembar Ralat

7. Kode Penunjuk Kode Penunjuk meliputi: Kode Penunjuk meliputi: Menghapus nomor urut berkas.
a. kode unit konseptor, kode unit a. kode unit konseptor, kode unit
penyimpan berkas; penyimpan berkas; dan
b. tahun pembuatan naskah dinas; b. tahun pembuatan naskah
dan dinas;
c. nomor urut berkas.

Contoh: Contoh:
Kp:PJ.011/PJ.0112/2018.01 Kp:PJ.011/PJ.0112/2018.

3
-3-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
Keterangan: Keterangan:
 PJ.011 : unit konseptor (Bagian  PJ.011 : unit konseptor
Organta) (Bagian Organta)
 PJ.0112 : unit penyimpan  PJ.0112 : unit penyimpan
berkas (Subbagian Tata berkas (Subbagian Tata
Laksana) Laksana)
 Naskah Dinas dibuat tahun  Naskah Dinas dibuat tahun
2018 2018
 disimpan dengan nomor urut
01.

8. Penggunaan NIP Di ruang tanda tangan masih Tidak menggunakan NIP


menggunakan NIP setelah nama
lengkap pejabat yang
menandatangani.

9. Surat Edaran Kewenangan Penandatangan Kewenangan Penandatangan


Surat Edaran hanya ada pada: Surat Edaran hanya ada pada:
1. Menteri 1. Menteri
2. Pimpinan Eselon I 2. Pimpinan Eselon I atau yang
3. Kepala Kanwil DJP setara
4. Kepala Kantor Vertikal/UPT 3. Pimpinan Unit Eselon II Kantor
Pusat atau yang setara
4. Kepala Kanwil DJP
5. Kepala Kantor Vertikal/UPT

10. Pengaturan Tembusan Tidak diatur. Diatur lebih spesifik dalam Pasal Tembusan merupakan salinan
43 PMK 136/PMK.01/2018 Naskah Dinas yang disampaikan
kepada pejabat yang secara
fungsional terkait dengan substansi
materi Naskah Dinas.

4
-4-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
11. Tingkat Keamanan 1. Sangat Rahasia 1. Sangat Rahasia Penambahan tingkat keamanan
2. Rahasia 2. Rahasia dengan tujuan membatasi pihak
3. Biasa 3. Terbatas yang boleh mengetahui Naskah
Dinas.
4. Biasa

12. Penggunaan Ejaan Ejaan yang digunakan adalah Ejaan yang digunakan adalah Istilah EYD sudah berubah.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Disempurnakan (EYD). Indonesia (PUEBI).

13. Penanganan Naskah Dinas Tanpa seri pengamanan dan Terdapat opsi pemberian nomor
dengan Tingkat Keamanan security printing. seri pengaman dan security
Tertentu printing.

14. Matriks Kewenangan Kewenangan Staf Khusus Menteri, Menambahkan Kewenangan Staf
Penandatangan Tenaga Pengkaji, Pejabat pada Khusus Menteri, Tenaga
organisasi non eselon, dan pejabat Pengkaji, Pejabat pada organisasi
fungsional belum diakomodasi. non eselon, dan pejabat
fungsional.

15. Verbal Naskah Dinas Tidak Diatur. Menambahkan pengaturan


penandatanganan Verbal Naskah
Dinas.

16. Penngunaan atas nama (a.n.) Diatur mekanisme atas nama (a.n.) Hanya mengatur mekanisme atas
dan untuk beliau (u.b.) dan untuk beliau (u.b.), atas nama nama (a.n.) dan untuk beliau
untuk beliau (a.n. dan u.b.) (u.b.).

17. Lembar Disposisi Belum ada kolom tujuan kepada Menambahkan kolom tujuan
pejabat fungsional. kepada pejabat fungsional.

5
-5-

NO. MATERI PMK 181/PMK.01/2014 PMK 136/PMK.01/2018 KETERANGAN


(1) (2) (3) (4)
18. Penanganan Naskah Dinas Tidak Diatur. Dicetak 2 (dua) rangkap dan
Keluar keduanya diberi paraf.

11) Kata sambung merupakan kata yang digunakan sebagai tanda bahwa teks masih berlanjut pada halaman berikutnya (jika Naskah Dinas lebih
dari satu halaman) dan ditulis pada akhir setiap halaman, pada baris terakhir teks di sudut kanan bawah halaman, dengan urutan: kata
penyambung dan tiga buah titik.
12) Lampiran,
a) baris pertama berisi tulisan LAMPIRAN;
b) baris kedua tulisan jenis Naskah Dinas dan diikuti nama jabatan yang menerbitkan;
c) baris ketiga tulisan Nomor dan diikuti tanda baca titik dua (:);
d) baris keempat tulisan Tanggal dan diikuti tanda baca titik dua (:).
tulisan LAMPIRAN menggunakan huruf Arial 11, sedangkan jenis Naskah Dinas, nomor, dan tanggal menggunakan ukuran huruf lebih kecil dari
kata LAMPIRAN, yaitu Arial 9.
Lampiran harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
13) Penandatanganan Naskah Dinas TANPA disertai dengan penulisan NIP
14) Sebelum ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, terlebih dahulu pada sebelah kiri dan kanan nama pejabat diparaf oleh pejabat sampai
dengan dua tingkat Eselon di bawah pejabat penandatangan, kecuali untuk naskah dinas elektronik.
15) Cap dinas merupakan tanda pengenal yang sah dan berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan, yang dibubuhkan pada ruang tanda tangan
dan digunakan untuk pengabsahan Naskah Dinas. Cap dinas merupakan tanda pengenal yang sah dan berlaku di lingkungan Kementerian
Keuangan, yang dibubuhkan pada ruang tanda tangan dan digunakan untuk pengabsahan Naskah Dinas. Nota Dinas tidak diberikan cap dinas.
16) Rujukan berupa Naskah Dinas arahan (peraturan, keputusan, dan lain-lain)
Penulisan rujukan berupa Naskah Dinas arahan mencakup informasi singkat tentang naskah yang menjadi rujukan, dengan urutan
sebagai berikut, yaitu jenis Naskah Dinas, jabatan penandatangan Naskah Dinas, nomor Naskah Dinas (ditulis lengkap, misalnya Nomor
.../PMK.01/2018), tanggal penetapan, dan subjek Naskah Dinas.
Penulisan rujukan berupa Naskah Dinas lainnya mencakup informasi singkat tentang Naskah Dinas yang menjadi rujukan, dengan urutan
yaitu, jenis Naskah Dinas, jabatan penandatangan, nomor Naskah Dinas (ditulis lengkap, misalnya nomor S-…/SJ/2018), tanggal
penandatanganan Naskah Dinas dan hal (dikutip sama dengan naskah aslinya).

6
17) Kertas Naskah Dinas menggunakan ukuran A4
18) Memorandum adalah naskah dinas intern yang bersifat mengingatkan suatu masalah,
menyampaikan arahan, peringatan, saran, dan pendapat kedinasan secara singkat.
Memorandum digunakan untuk komunikasi dari atasan kepada bawahan. (sudah
tidak berlaku dengan adanya PMK-136/2018)

19) Naskah Dinas Lainnya:


a) Penyusunan Naskah Dinas di lingkungan Kementerian Keuangan harus mengacu
pada Peraturan Menteri ini, kecuali Naskah Dinas yang diatur secara khusus dengan
dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang setingkat
atau lebih tinggi dari Peraturan Menteri ini (PMK-136/2018).
b) Naskah Dinas yang format, materi, dan kegunaannya telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat,
ketentuan penyusunannya mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkenaan.
c) Naskah Dinas yang telah diatur khusus seperti naskah dinas di bidang pemeriksaan
pajak, penagihan pajak, penyidikan pajak, dan litigasi, naskah dinas tersebut
mengacu pada ketentuannya masing-masing.
d) Naskah Dinas yang telah diatur khusus seperti naskah dinas di bidang pemeriksaan
pajak, penagihan pajak, penyidikan pajak, dan litigasi, naskah dinas tersebut
mengacu pada ketentuannya masing-masing.
e) Naskah Dinas di bidang Pengadaan Barang dan/atau Jasa mengacu pada ketentuan
mengenai Standar Dokumen Pengadaan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan oleh
Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai proses pengadaan Barang
dan/atau Jasa Pemerintah.
20) Naskah Dinas Peraturan & Keputusan : Naskah Dinas Pengaturan (peraturan,
pedoman dan petunjuk pelaksanaan) dan Naskah Dinas Penetapan mengacu pada
ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pedoman penyusunan Peraturan
Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Pimpinan Unit
Organisasi Eselon I, dan Keputusan Pimpinan Unit Organisasi Eselon I di lingkungan
Kementerian Keuangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
(PMK-123/PMK.01/2012)
21) Standar Pengetikan Naskah Dinas Peraturan dan Keputusan:
a) Ukuran Kertas : F4
b) Marjin
1. Batas Atas (top margin) : 2,2”
2. Batas Bawah (bottom margin) : 0,8”
3. Batas Kiri (left margin) : 0,9”
4. Batas Bawah (right margin) : 0,7”
c) Jenis Huruf (font style) : Bookman Oldstyle
d) Ukuran Huruf (font size) : 12

7
2. Nilai-Nilai/Budaya Organisasi, Kepatuhan Internal, dan Kode Etik Pegawai
a. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan (KMK-312/KMK.01/2011)
1) Integritas, yakni Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar
serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral
Kaidah Perilaku Utama:
a) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
b) Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela
2) Profesionalisme, yaitu Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik
dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi
Kaidah Perilaku Utama:
a) Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas
b) Bekerja dengan hati
3) Sinergi, yaitu Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk
menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas
Kaidah Perilaku Utama:
a) Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati
b) Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik
4) Pelayanan, yaitu Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman
Kaidah Perilaku Utama:
a) Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan
b) Bersikap proaktif dan cepat tanggap
5) Kesempurnaan, yaitu Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik.
Kaidah Perilaku Utama:
a) Melakukan perbaikan terus menerus
b) Mengembangkan inovasi dan kreativitas
b. Kepatuhan Internal
1) Pengendalian Gratifikasi (PMK-7/PMK.09/2017)
a) Korupsi, berasal dari Bahasa Latin, “coruptio ” dan “coruptus ” yang berarti kerusakan
atau kebobrokan
b) Bentuk (7 Jenis) Tindakan Korupsi (merugikan keuangan Negara, suap, gratifikasi,
kecurangan, penggelapan, pemerasan, dan konflik kepentingan)

8
c) Penyebab/Rumus Korupsi (korupsi berbanding lurus dengan kekuasaan dan
berbanding terbalik dengan akuntabilitas, serta menjelaskan fraud triangle
(rasionalisasi, motif dan kesempatan)). Corruption by Need vs Corruption by Need
d) Cegah Korupsi: Membangun Karakter (pribadi) dan Membangun Sistem
e) Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni uang, barang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik
f) ASN Kemenkeu memiliki kewajiban untuk:
1. menolak Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugas yang bersangkutan;
2. melaporkan penolakan Gratifikasi kepada UPG; dan
3. melaporkan penerimaan Gratifikasi yang tidak dapat ditolak melalui UPG atau
secara langsung kepada KPK
g) Gratifikasi yang tidak dapat ditolak merupakan Gratifikasi yang memenuhi kondisi:
1. Gratifikasi tidak diterima secara langsung
2. pemberi gratifikasi tidak diketahui
3. penerima Gratifikasi ragu dengan kategori Gratifikasi yang diterima, dan/atau
4. terdapat kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak yang antara lain dapat
mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi, membahayakan diri
sendiri/karier penerima/ada ancaman lain
h) Kategori Gratifikasi:
1. Gratifikasi yang wajib dilaporkan
2. Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan
i) Gratifikasi yang Wajib Dilaporkan:
1. Gratifikasi yang diterima dan/atau ditolak oleh ASN Kemenkeu, yang berhubungan
dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang
bersangkutan
2. Gratifikasi yang ditujukan kepada unit kerja dari Pihak yang Mempunyai Benturan
Kepentingan

9
j) Gratifikasi yang Tidak Wajib Dilaporkan:
1. Gratifikasi yang terkait dengan Kedinasan
a. segala sesuatu yang diperoleh dari seminar, workshop, konferensi, pelatihan,
atau kegiatan lain sejenis, di dalam negeri maupun di luar negeri, baik yang
diperoleh dari panitia seminar, penyelenggara, atau penyedia layanan
transportasi dan penginapan dalam rangka kepesertaan
b. kompensasi yang diterima dari Pihak Lain, sepanjang:
i. tidak melebihi standar biaya yang berlaku di Kementerian Keuangan
ii. tidak terdapat Pembiayaan Ganda
iii. tidak ada Benturan Kepentingan
iv. tidak terdapat pelanggaran atas ketentuan yang berlaku di instansi penerima
2. Gratifikasi yang tidak terkait dengan Kedinasan
a. hadiah langsung/undian, rabat (diskon) voucher, point rewards, atau suvenir
yang Berlaku Umum;
b. prestasi akademis atau non akademis (kejuaraan/ perlombaan/ kompetisi)
dengan biaya sendiri;
c. keuntungan/bunga dari penempatan dana investasi atau kepemilikan saham
pribadi yang Berlaku Umum;
d. kompensasi atas profesi di luar Kedinasan yang tidak terkait dengan tugas
fungsi dari ASN Kemenkeu, dan tidak mempunyai Benturan Kepentingan serta
tidak melanggar kode etik pegawai;
e. pemberian karena hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua
derajat atau dalam garis keturunan ke samping satu derajat sepanjang tidak
mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
f. pemberian karena hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
satu derajat atau dalam garis keturunan kesamping satu derajat sepanjang
tidak mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi;
g. pemberian yang berasal dari Pihak Lain sebagai hadiah pada perayaan
perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat/tradisi,
dengan nilai keseluruhan paling banyak satu juta rupiah dari masing-masing
pemberi pada setiap kegiatan atau peristiwa yang bersangkutan dan bukan
dari Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima
Gratifikasi ;

10
h. pemberian dari Pihak Lain terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari
Pihak yang Mempunyai Benturan Kepentingan dengan penerima Gratifikasi
i. pemberian dari sesama rekan kerja, baik dari atasan, rekan setingkat atau
bawahan yang tidak dalam bentuk uang, dengan nilai maksimal dua ratus ribu
rupiah per acara/peristiwa dengan batasan nilai maksimal satu juta rupiah
dalam satu tahun dari masing-masing pemberi, dalam rangka promosi jabatan,
dan/atau pindah/mutasi tempat kerja
k) Pelaporan Penolakan/Penerimaan Gratifikasi, diatur bahwa setiap pegawai:
1. menyampaikan laporan penerimaan atau penolakan gratifikasi kepada UPG
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penerimaan atau penolakan
gratifikasi tersebut;
2. menyampaikan laporan secara langsung kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima,
dalam hal lebih dari 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima, pegawai
yang menerima gratifikasi belum melaporkan gratifikasi tersebut kepada UPG,

2) Whistleblowing System (WBS) – PER-22/PJ/2011


a) Whistleblowing System (WBS) merupakan suatu mekanisme yang mengatur
kewajiban bagi setiap pegawai dan memberikan hak kepada masyarakat untuk
melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau ketentuan perundang-undangan dan
mengatur bagaimana tata cara pengelolaan serta tindak lanjut pelaporan pelanggaran
untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih khususnya untuk
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b) Latar Belakang/Mengapa:
1. Sebagai bentuk pertahanan internal dan perlawanan terhadap praktik korupsi di
DJP.
2. membangun kembali public trust terhadap DJP.
c) Pelanggaran adalah Perbuatan Pegawai yang melanggar peraturan perundang-
undangan tentang tindak pidana umum dan tindak pidana khusus termasuk namun
tidak terbatas pada peraturan di bidang perpajakan, peraturan tindak pidana korupsi,
serta peraturan di bidang kepegawaian
d) PELAPOR (whistleblower) adalah Pegawai atau masyarakat yang melaporkan
terjadinya Pelanggaran atau dugaan terjadinya Pelanggaran baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak.

11
e) Prinsip Dasar WBS: Prevention (mencegah pelaku melakukan pelanggaran), Early
Detection (mendorong antusiasme whistleblower) dan Proper Investigation
(Penanganan yang efektif)
f) Saluran Pengaduan:
1. Helpdesk Direktorat KITSDA
2. Surat Elektronik: kode.etik@pajak.go.id atau pengaduan@pajak.go.id
3. Saluran Telepon: 021 52970777
4. Kring Pajak 1500200
5. Aplikasi SIKKA
6. Surat Tertulis kepada: Dirjen Pajak, Direktur KITSDA, Direktur P2 Humas, Direktur
Penegakan Hukum atau Pimpinan Unit Vertikal
g) Hak-Hak Pelapor:
1. Upaya Perlindungan (kerahasiaan, perlindungan saksi, bantuan hukum, dan
sejenisnya);
2. Informasi Tindak Lanjut Penanganan;
3. Mendapatkan Penghargaan.

3) Three Line of Defense (konsep pengendalian internal sebagai upaya pertahanan yang
terdiri dari tiga lapis pertahanan), yaitu:
a) Pengawasan Melekat (waskat)/Pemantauan Berkelanjutan (on going monitoring) oleh
Atasan langsung (Manajemen).
b) Pemantauan /evaluasi terpisah yang dilakukan oleh UKI (Unit Kepatuhan Internal)
atas penerapan pengendalian intern, kode etik dan disiplin, manajemen risiko, dan
tindak lanjut hasil pengawasan.
c) Internal audit oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

c. Kode Etik dan Disiplin Pegawai:


1) Dasar Hukum: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PM.3/2007 dan SE-33/PJ/2007
2) Kode Etik Pegawai DJP – Kewajiban – 9 Butir
a) Menghormati agama, budaya dan adat istiadat orang lain
b) Bekerja secara profesional, Transparan dan Akuntabel
c) Mengamankan data dan/atau informasi yang dimiliki DJP
d) Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam
pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya
e) Mentaati perintah kedinasan

12
f) Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik DJP
g) Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor
h) Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan
i) Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan
3) Kode Etik Pegawai DJP – Larangan – 8 Butir
a) bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas;
b) meniadi anggota atau simpatisan aktif partai politik;
c) menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung;
d) menyalahgunakan fasilitas kantor;
e) menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak
langsung, dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan
Pegawai yang menerima, patut diduga memilikl kewajlban yang berkatlan dengan
jabatan atau pekerjaannya;
f) menyalahgunakan data dan atau lnformasi perpajakan;
g) melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan
dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak;
h) melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan
dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak.

4) Ketentuan Jam Kerja


a) Hari kerja ditetapkan sebanyak 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, yaitu mulai
hari Senin sampai dengan hari Jumat
b) Jam Kerja Reguler sejumlah 42 (empat puluh dua) jam dan 45 (empat puluh lima)
menit dalam 1 (satu) minggu.
1. jam kantor yaitu pukul 07.30 sampai dengan pukul 17.00 waktu setempat
2. jam istirahat pada hari Senin sampai dengan Kamis yaitu pukul 12.15 sampai
dengan pukul 13.00 waktu setempat
3. jam istirahat pada hari Jum'at yaitu pukul 11.30 sampai dengan pukul 13.15 waktu
setempat
c) Jam Kerja Ramadhan sejumlah 39 (tiga puluh sembilan) jam dan 15 (lima belas) menit
dalam 1 (satu) minggu
1. jam kantor yaitu pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat
2. jam istirahat pada hari Senin sampai dengan Kamis yaitu pukul 12.00 sampai
dengan pukul 12.30 waktu setempat

13
3. jam istirahat pada hari Jum'at yaitu pukul 11.45 sampai dengan pukul 13.00
waktu setempat
d) Pengisian daftar hadir dinyatakan sah dalam hal dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu
pada saat masuk kerja paling cepat pukul 06.00 waktu setempat, dan saat pulang
kerja paling lambat pukul 23.59 waktu setempat.

5) Pakaian Kerja Pegawai


a) hari Senin atau hari lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan:
1. pria, kemeja lengan panjang warna putih dan celana panjang warna hitam;
2. wanita, kemeja/blouse lengan panjang warna putih dan/atau blazer/jas warna
putih, serta celana panjang/rok panjang/rok pendek warna hitam;
b) hari Selasa, berpakaian batik lengan panjang
c) hari Rabu, memakai pakaian:
1. pria, kemeja lengan panjang biru muda dan celana panjang biru tua;
2. wanita, kemeja/blouse lengan panjang warna biru muda dan/atau blazer/jas warna
putih, serta celana panjang/rok panjang/rok pendek warna biru tua;
d) hari kamis memakai pakaian bebas, sopan, dan rapi
1. pria, kemeja dan celana panjang
2. wanita, kemeja/blouse dan celana panjang/rok panjang/rok pendek
e) hari Jumát, berpakaian batik
3. Keuangan
a. Pelaksanaan Pembayaran atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
1) berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, diatur bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh
dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.
2) berdasarkan Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
145/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Sebelum Barang/Jasa Diterima, diatur bahwa Pembayaran atas beban
APBN dapat dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima dalam hal terdapat
kegiatan yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih dahulu setelah
penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan
dilakukan.
3) berdasarkan Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki
tugas:

14
a) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
b) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
c) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan
Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
dan
d) melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
4) berdasarkan pasal 40 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (PMK-190), diatur bahwa Pembayaran tagihan kepada penyedia
barang/jasa dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah yang meliputi:
a) Bukti perjanjian/kontrak;
b) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa;
c) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan;
d) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang;
e) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan;
f) Berita Acara Pembayaran;
g) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK, yang dibuat
sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
h) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib
Pajak/Bendahara Pengeluaran;
i) Jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan
asuransi sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan
mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau
j) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri
sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar
negeri bersangkutan.
Dokumen lain sebagaimana dimaksud pada huruf j merupakan dokumen selain
dokumen yang tercantum pada huruf a sampai dengan huruf i yang dapat
memberikan keyakinan yang memadai bahwa pekerjaan pengadaan barang/jasa telah

15
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan perjanjian/kontrak terutama terkait dengan
kesesuaian spesifikasi teknis dan volume, terjaganya kualitas barang/jasa, ketepatan
penghitungan jumlah atau volume, ketepatan waktu penyerahan dan ketepatan
tempat penyerahan, misalnya apabila pembayaran yang melibatkan penyerahan jasa
tenaga kerja maka diperlukan daftar tenaga kerja, rekapitulasi kehadiran atau
dokumentasi pelaksanaan pekerjaan yang diberikan.
5) berdasarkan Pasal 15 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur bahwa Panitia Penerima Hasil Pekerjaan
(PPHP) memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit
di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sesuai dengan Butir VIII angka 8 huruf h, huruf i, dan huruf j Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia diatur bahwa PjPHP/PPHP
melakukan pemeriksaan administratif proses pengadaan barang/jasa sejak perencanaan
pengadaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan, meliputi dokumen
program/penganggaran, surat penetapan PPK, dokumen perencanaan pengadaan,
RUP/SIRUP, dokumen persiapan pengadaan, dokumen pemilihan Penyedia, dokumen
Kontrak dan perubahannya serta pengendaliannya, dan dokumen serah terima hasil
pekerjaan serta menuangkan hasil pemeriksaan administratif tersebut dalam Berita
Acara. Apabila hasil pemeriksaan administrasi ditemukan ketidaksesuaian/kekurangan,
PjPHP/PPHP melalui PA/KPA memerintahkan Pejabat Penandatanganan Kontrak (PPK)
untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan dokumen administratif.
6) berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 14 ayat (1) PMK-190, diatur bahwa
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mempunyai tugas dan wewenang yang meliputi:
a) membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia
Barang/Jasa;
b) mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
c) menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada Negara;
d) Pengujian dilakukan dengan:
1. menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-menyurat bukti mengenai hak
tagih kepada Negara; dan/atau

16
2. menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja;
e) membuat dan menandatangani Surat Perintah Pembayaran (SPP).
Sebelum menandatangani SPP, PPK Menguji:
1. kelengkapan dokumen tagihan;
2. kebenaran penghitungan tagihan;
3. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana tercantum
dalam perjanjian/kontrak dengan barang/jasa yang diserahkan oleh Penyedia
barang/jasa;
4. kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa sebagaimana yang tercantum
4) kesesuaian...
pada dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak;
5. kebenaran, keabsahan serta akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
mengenai hak tagih kepada Negara; dan
6. ketepatan jangka waktu penyelesaian pekerjaan sebagaimana tercantum pada
dokumen serah terima barang/jasa dengan dokumen perjanjian/kontrak.
7) berdasarkan Pasal 16 ayat (1) serta Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) PMK-190, Pejabat
Penandatangan SPM (PPSPM) melaksanakan kewenangan KPA untuk melakukan
pengujian atas tagihan dan menerbitkan SPM. Dalam pelaksanaan pengujian tersebut,
PPSPM memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) menguji kebenaran SPP beserta dokumen pendukung;
Pengujian terhadap SPP beserta dokumen pendukung, meliputi:
1. kelengkapan dokumen pendukung SPP;
2. kesesuaian penanda tangan SPP dengan spesimen tanda tangan PPK;
3. kebenaran pengisian format SPP;
4. kesesuaian kode BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran Satker;
5. ketersediaan pagu sesuai BAS pada SPP dengan DIPA/POK/Rencana Kerja Anggaran
Satker;
6. kebenaran formal dokumen/surat keputusan yang menjadi
persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai;
7. kebenaran formal dokumen/surat bukti yang menjadi persyaratan/kelengkapan
sehubungan dengan pengadaan barang/jasa;
8. kebenaran pihak yang berhak menerima pembayaran pada SPP sehubungan
dengan perjanjian/kontrak/surat keputusan;

17
9. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari pihak
yang mempunyai hak tagih;
10.kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak
yang mempunyai hak tagih kepada negara; dan
11.kesesuaian prestasi pekerjaan dengan ketentuan pembayaran dalam
perjanjian/kontrak.
b) menolak dan mengembalikan SPP, apabila SPP tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
c) menerbitkan SPM.
8) berdasarkan Pasal 24 ayat (2) dan ayat (4) PMK-190, diatur bahwa pelaksanaan tugas
Bendahara Pengeluaran antara lain:
a) melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK; 8. berdasarkan...
Pengujian atas perintah pembayaran yang diharus dilakukan antara lain:
1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh PPK;
2. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, meliputi: pihak yang ditunjuk untuk
menerima pembayaran; nilai tagihan yang harus dibayar; jadwal waktu
pembayaran; dan menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
3. pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam penerimaan barang/jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan
dalam dokumen perjanjian/kontrak; dan
4. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan kode mata anggaran
pengeluaran (akun 6 digit).
b) menolak perintah pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan untuk
dibayarkan;
c) melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan Negara dari pembayaran yang
dilakukannya;
d) menyetorkan pemotongan/pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara;
b. Jenis Pembayaran (Penyelesaian Tagihan):
1) Pembayaran Langsung (LS)
a) Pembayaran LS adalah pembayaran yang dilakukan langsung kepada Bendahara
Pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat keputusan, surat
tugas atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan Surat Perintah Membayar
Langsung.

18
b) Filosofi dari penggunaan SPM-LS adalah agar pembayaran atas hak tagih kepada
negara dipastikan langsung diterima oleh penerima hak yang telah menyelesaikan
pekerjaannya. Penerima hak tersebut bisa pihak ketiga (rekanan), perorangan, atau
pegawai satker. Pembayar
c) Penerima hak mengajukan tagihan kepada negara atas komitmen berdasarkan bukti-
bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran.
d) Atas dasar tagihan PPK melakukan pengujian, Pelaksanaan pembayaran tagihan,
selanjutnya dilakukan dengan Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa atau
Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya (melalui transfer rekening).
e) Pembayaran LS ditujukan kepada: Penyedia barang/jasa atas dasar perjanjian/kontrak;
atau Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji
induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan.

2) Pembayaran dengan Uang Persediaan


a) UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan
membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran
LS.
b) UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara Pengeluaran yang
dapat dimintakan penggantiannya (revolving).
c) Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP
kepada 1 (satu) penerima/ penyedia barang/jasa paling banyak sebesar
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan
perjalanan dinas.
d) Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas
Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
Penggantian UP dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh
persen).
UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran: Belanja Barang, Modal, dan
Belanja Lain-lain
Pemberian UP diberikan paling banyak:
a) Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa
dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp. 900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah);

19
b) Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.
2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah);
c) Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp.6.000.000.000 (enam miliar rupiah); atau
d) Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan
melalui UP diatas Rp. 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

c. Laporan Keuangan Pemerintah


1) Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya
disingkat UAKPA adalah unit akuntansi yang melakukan kegiatanak untansi dan pelaporan
tingkat satuan kerja.
2) Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan
APBN berupa:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b) Neraca,
c) Laporan Arus Kas,
d) Laporan Operasional (LO),

20
e) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE),
f) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP SAL), dan
g) Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK).
3) Unit akuntansi dan pelaporan keuangan , terdiri dari:
a) UAKPA (KPP);
b) UAPPA-W (Kanwil);
c) UAPPA-El (Eselon I); dan / atau
d) UAPA (Kementerian).
4) Laporan Keuangan yang disusun dan disajikan oleh entitas akuntansi dan entitas
pelaporan UAKPA, Laporan Keuangan dimaksud disusun dan disajikan (dalam bentuk
cetakan) hanya untuk periode pelaporan semesteran (periode yang berakhir 30 Juni
tahun anggaran berjalan) dan untuk periode tahunan (periode yang berakhir 31
Desember tahun anggaran berjalan). Laporan Bulanan UAKPA (LRA, LO, LPE dan Neraca)
disampaikan dalam bentuk pengunggahan data (SAIBA, SAS, dan SIMAK-BMN) pada
aplikasi berbasis web (e-rekon, SAKTI)
5) Laporan Keuangan Semester I (Tingkat K/L) disampaikan paling lambat pada tanggal 31
Juli tahun anggaran berjalan.
6) Laporan Keuangan Tahunan (Tingkat K/L) diatur sebagai berikut:
a) Laporan Keuangan Unaudited disampaikan paling lambat pada tanggal terakhir di
bulan Februari setelah tahun anggaran berakhir;
b) Laporan Keuangan Tahunan Asersi Final akan ditentukan waktunya sesuai dengan
kesepakatan antara Pemerintah dengan Badan Pemeriksa Keuangan.
7) Dalam hal tanggal-tanggal tersebut merupakan hari libur/ hari besar, Laporan Keuangan
disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya.

21
8) Sistematika Laporan Keuangan (penyajian laporan keuangan yang dicetak)
Laporan Keuangan Kementerian Negara/ Lembaga mengacu pada Standar Akuntansi
Pemerintahan yaitu:
a) Pernyataan Telah Direviu (hanya untuk penyaj ian Laporan Keuangan Tingkat Unit
Akuntansi Pengguna Anggaran / KL dan untuk periode semesteran dan tahunan)
b) Pernyataan Tanggung Jawab
c) Ringkasan Laporan Keuangan
d) Laporan Realisasi Anggaran
e) Neraca
f) Laporan Operasional
g) Laporan Perubahan Ekuitas
h) Catatan atas Laporan Keuangan, yang memuat:
a) Gambaran Umu Entitas (Dasar Hukum Entitas, Pendekatan Penyusunan Laporan
Keuangan, Basis Akuntansi, Dasar Pengukuran, dan Kebijakan Akutansi)
b) Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran
c) Penjelasan atas Pos-pos Neraca
d) Penjelasan atas Laporan Operasional
e) Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas
f) Pengungkapan Penting Lainnya
g) Lampiran dan Daftar
9) Pemerintah menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Berbasis Akrual.

4. Kepegawaian
a. ASN, terdiri dari:
1) PNS: Diangkat sebagai Pegawai Tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan memiliki
NIP, dan menduduki jabatan pemerintahan.
2) PPPK: Diangkat dengan perjanjian kerja sesuai kebutuhan instansi dan ketentuan UU
dan melaksanakan tugas pemerintahan.
b. Fungsi, Tugas dan Peran ASN:
1) Fungsi:
a) Pelaksana Kebijakan Publik
b) Pelayanan Publik
c) Perekat dan Pemersatu Bangsa

22
2) Tugas:
a) Melaksanakan Kebijakan Publik
b) Memberikan Pelayanan Publik
c) Memperat Persatuan dan Kesatuan
3) Peran: Sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

c. Jabatan ASN:
1) Jabatan Administrasi
a) Jabatan Administrator (eselon III) bertanggungjawab memimpin pelaksanaan seluruh
kegiatan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan;
b) Jabatan Pengawas (eselon IV) bertanggungjawab mengendalikan pelaksananaan
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pelaksana
c) Jabatan Pelaksana bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan
2) Jabatan Fungsional: Jabatan Fungsional Keahlian (Ahli Pertama, Ahli Muda, Ahli Madya,
dan Ahli Utama) dan Jabatan Fungsional Keterampilan (Pemula, Terampil, Mahir, dan
Penyelia)
3) Jabatan Pimpinan Tinggi:
a) Jabatan Pimpinan Tinggi Utama
b) Jabatan Pimpinan Tinggi Madya
c) Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama
d. Hak dan Kewajiban ASN
1) Hak PNS:
a) Gaji, tunjangan dan fasilitas
b) Cuti
c) Jaminan pensiun dan jaminan hari tua
d) Perlindungan
e) Pengembangan kompetensi
2) Hak PPK
a) Gaji, tunjangan dan fasilitas
b) Cuti

23
c) Perlindungan
d) Pengembangan kompetensi
3) Kewajiban ASN:
a) Setia & taat pada Pancasila, UUD ‘45, NKRI & pemerintahan yg sah,
b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang,
d) Mentaati ketentuan peraturan per-UU-an,
e) Menunjukkan integritas dan keteladanan,
f) Menyimpan rahasia,
g) Bersedia ditempatkan diseluruh NKRI
4) Kelembagaan ASN:
Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan
profesi, dan Manajemen ASN, mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada:
a) KemPAN merumuskan kebijakan ;
b) LAN melaksanakan diklat dan kajian ;
c) BKN mengelola pegawai ASN;
d) KASN menjamin perwujudan sistem merit.

24
5) Manajemen ASN

6) Batas Usia Pensiun

7) Penyataraan Jabatan

25
8) Cuti (Perka BKN Nomor 24 Tahun 2017)
a) Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu.
b) Tujuan Cuti adalah dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan
rohani Pegawai Negeri Sipil
c) Pejabat Yang Berwenang Memberikan Cuti: Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK),
dan PPK dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di
lingkungannya
d) Jenis Cuti:
1. Cuti Tahunan:
a. PNS dan calon PNS yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus
menerus berhak atas cuti tahunan;
b. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12
(dua belas) hari kerja;
c. Permintaan cuti tahunan dapat diberikan untuk paling kurang 1 (satu) hari;
d. Dalam hal hak atas cuti tahunan yang akan digunakan di tempat yang sulit
perhubungannya, jangka waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk
paling lama 12 (dua belas) hari kalender
e. Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan,
dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas)
hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan;
f. Hak atas cuti tahunan yang tidak digunakan dalam tahun yang bersangkutan,
dapat digunakan dalam tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas)
hari kerja termasuk cuti tahunan dalam tahun berjalan
2. Cuti Besar
a. PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus
berhak atas cuti besar lama 3 (tiga) bulan
b. Ketentuan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dikecualikan bagi
PNS yang masa kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk kepentingan agama.
c. PNS yang menggunakan hak atas cuti besar tidak berhak atas cuti tahunan
dalam tahun yang bersangkutan;

26
3. Cuti Sakit
a. Setiap PNS yang menderita sakit berhak atas cuti sakit.
b. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari
berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis dengan melampirkan surat keterangan
dokter.
c. PNS yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit
untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun., dengan ketentuan PNS yang
bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis dengan
melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
d. Apabila dalam jangka waktu 1 tahun belum sembuh, maka dapat ditambah
untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila diperlukan, berdasarkan surat
keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
e. PNS yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu 1 1/2 tahun, harus
diuji kembali kesehatannya oleh tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
f. Apabila berdasarkan hasil pengujian kesehatan PNS belum sembuh dari
penyakitnya, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari
Jabatannya karena sakit dengan mendapat uang tunggu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. PNS yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit untuk paling lama
1 1/2 (satu setengah) bulan. Dengan melampirkan surat keterangan dokter atau
bidan.
h. PNS yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena menjalankan tugas
kewajibannya sehingga yang bersangkutan perlu mendapat perawatan berhak
atas cuti sakit sampai yang bersangkutan sembuh dari penyakitnya.
4. Cuti Melahirkan
a. Untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat
menjadi PNS, berhak atas cuti melahirkan.
b. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya, kepada PNS diberikan cuti
besar.
c. Lamanya cuti melahirkan 3 (tiga) bulan.

27
5. Cuti karena Alasan Penting (CAP)
a. Diberikan kepada PNS karena :
i. ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu salit
keras atau meninggal dunia;
ii. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a meninggal
dunia, dan menurut peraturan perundang-undangan PNS yang bersangkutan
harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia;
atau
iii. Melangsungkan perkawinan.
iv. PNS laki-laki yang istrinya melahirkan normal/operasi Caesar dapat diberikan
CAP dengan melampirkan surat keterangan rawat inap dari unit pelayanan
kesehatan
v. PNS yang mengalami musibah kebakaran rumah atau bencana alam dapat
diberikan CAP dengan melampirkan surat keterangan dari Ketua RT .
6. Cuti Bersama
a. Presiden dapat menetapkan cuti bersama.
b. Cuti bersama tidak mengurangi hak cuti tahunan.
c. Cuti bersama ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
d. PNS yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, hak cuti
tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak
diberikan dan hanya dapat digunakan dalam tahun berjalan.
7. Cuti Di Luar Tanggungan Negara
a. PNS yang telah bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus
karena alasan pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan
negara.
b. Cuti di luar tanggungan negara dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
c. Jangka waktu cuti di luar tanggungan negara dapat diperpanjang paling lama I
(satu) tahun apabila ada alasan-alasan yang penting untuk memperpanjangnya.
d. Cuti di luar tanggungan negara mengakibatkan PNS yang bersangkutan
diberhentikan dari Jabatannya.

28
9) Izin/Pemberitahuan:
Pembuatan surat permohonan izin/pemberitahuan wajib dilaksanakan sebagai berikut:
a) Surat permohonan izin dibuat dalam hal Pegawai merencanakan untuk tidak hadir,
terlambat masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas,
dan/atau tidak mengganti waktu keterlambatan dengan ketentuan:
1. ketidakhadiran dan keterlambatan, dibuat pada hari sebelumnya;
2. pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, atau tidak
menggantiwaktu keterlambatan, dibuat pada hari yang sarna.
b) Surat pemberitahuan dibuat dalam hal Pegawai tidak hadir, terlambat masuk bekerja,
pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat tugas, tidak mengganti waktu
keterlambatan dan/atau tidak mengisi daftar hadir dan terjadi diluar kehendak
Pegawai, dengan ketentuan:
1. ketidakhadiran, dibuat setelah kembali masuk kerja dengan kewajiban
memberitahukan sementara alasan ketidakhadirannya melalui media lainnya
seperti telephone atau pesan singkat sesegera mungkin;
2. terlambat atau tidak berada di tempat tugas, dibuat pada hari yang sarna;
3. pulang sebelum waktunya atau tidak mengganti waktu keterlambatan, dibuat pada
hari kerja berikutnya;
4. tidak mengisi daftar hadir masuk atau pulang bekerja dibuat pada saat mengetahui
terjadinya tidak mengisi daftar hadir.
c) Surat permohonan izin/pemberitahuan yang telah disetujui oleh Pejabat yang
berwenang wajib disampaikan kepada PejabatiPegawai yang menangani daftar hadir
d) untuk paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal terjadinya ketidakhadiran,
keterlambatan masuk bekerja, pulang sebelum waktunya, tidak berada di tempat
tugas, tidak mengganti waktu keterlambatan, dan/atau tidak mengisi daftar hadir.
Khusus bagi yang tidak masuk bekerja lebih dari 1 (satu) hari maka penghitungan 3
(tiga) hari kerja dihitung sejak masuk kerja kembali.
Khusus bagi yang tidak mengisi daftar hadir masuk bekerjalpulang bekerja, maka
penghitungan 3 (tiga) hari kerja dimulai sejak diketahui terjadinya tidak mengisi daftar
hadir.
e) Surat permohonan izin/pemberitahuan yang disampaikan lebih dari 3 (tiga) hari kerja
dinyatakan tidak berlaku dan dianggap melanggar Jam Kerja.
f) Pegawai yang melanggar Jam Kerja dihitung secara kumulatif mulai bulan Januari
sampai dengan bulan Desember tahun berjalan, dengan ketentuan konversi 7 1/2

29
(tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk bekerja dan apabila telah
memenuhi akumulasi 5 (lima) hari tidak masuk kerja atau lebih, dijatuhi hukuman
disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yaitu:

10) Pelaksana Tugas dan Pelaksana Harian


a) Untuk menunjang dan menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan kelangsungan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian
Keuangan pada suatu jabatan structural sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Keuangan, dilakukan pengangkatan:
1. Pelaksana Tugas (Plt.) ; atau
2. Pelaksana Harian (Plh. ) ,
dalam hal pejabat definitif berhalangan.
b) Pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) dilakukan dengan
cara:
1. dirangkap oleh pejabat atasan langsung atau atasan tidak langsung;
2. ditunjuk dari pejabat yang setingkat;
3. ditunjuk dari pejabat satu tingkat dibawahnya; atau
4. ditunjuk dari pelaksana bawahannya.
c) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) melaksanakan tugas menetapkan
keputusan, dan/atau melakukan tindakan rutin yang menjadi wewenang jabatan
pejabat definitif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

30
d) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) memiliki kewenangan dalam aspek
kepegawaian untuk:
1. menetapkan sasaran kerja pegawai dan penilaian prestasi kerja;
2. menetapkan kenaikan gaji berkala;
3. menetapkan cuti selain Cuti di Luar
4. Tanggungan Negara (CLTN);
5. menetapkan surat penugasan pegawai;
6. menyampaikan usul mutasi kepegawaian, kecuali perpindahan antar instansi; dan
7. memberikan izin belajar, izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan
tinggi/administrasi, dan izin tidak masuk kerja.
e) Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) tidak berwenang untuk:
1. mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak
pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian, meliputi meliputi
pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai; dan
2. menetapkan keputusan penjatuhan hukuman disiplin,

11) Pengelolaan Kinerja Pegawai


a) Kinerja adalah hasil dari pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi dan pegawai selama
periode tertentu.
b) Pengelolaan Kinerja adalah rangkaian kegiatan pemanfaatan sumber daya untuk
meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi
c) Balanced Scorecard, yang selanjutnya disingkat BSC, adalah suatu alat manajemen
strategis yang menerjemahkan Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi ke dalam kerangka
operasional.
d) Sasaran Strategis yang selanjutnya disingkat SS adalah pernyataan mengenai apa yang
harus dimiliki, dijalankan, dihasilkan atau dicapai organisasi
e) Peta Strategi adalah suatu dashboard yang memetakan SS organisasi dalam suatu
kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan
strategi organisasi dalam mewujudkan visi dan misi.
f) Indikator Kinerja Utama yang selanjutnya disingkat IKU adalah tolok ukur keberhasilan
pencapaian SS atau kinerja.
g) Manual IKU adalah dokumen penjelasan mengenai IKU yang diperlukan untuk
melakukan pengukuran kinerja.

31
h) Inisiatif Strategis (IS) merupakan kegiatan yang digunakan sebagai cara untuk
mencapai target IKU sehingga berimplikasi pada pencapaian Sasaran Strategis.
i) Cascading adalah proses penjabaran dan penyelarasan SS, IKU, dan/atau target IKU
secara vertikal dari level unit/pegawai yang lebih tinggi ke level unit/pegawai yang
lebih rendah.
j) Alignment adalah proses penyelarasan SS, IKU, dan/atau target IKU secara horizontal
antar unit /pegawai yang selevel.
k) Kontrak Kinerja adalah dokumen yang merupakan kesepakatan antara pegawai
dengan atasan langsung yang paling sedikit berisi pernyataan kesanggupan, sasaran
kerja pegawai dan trajectory target yang harus dicapai dalam periode tertentu.
l) Sasaran Kerja Pegawai adalah unsur kontrak kinerja yang paling sedikit berisi indikator
kinerja utama dan target yang harus dicapai oleh pegawai.
m) Capaian Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat CKP adalah nilai capaian IKU pada
Kontrak Kinerja dari tiap-tiap pegawai.
n) Perilaku Kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh
pegawai atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
o) Nilai Perilaku yang selanjutnya disingkat NP adalah nilai yang didasarkan pada
penilaian perilaku sehari-hari setiap pegawai yang ditunjukkan untuk mendukung
kinerjanya yang diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh atasan langsung, rekan
kerja dan/atau bawahan.
p) Nilai Kinerja Pegawai yang selanjutnya disingkat NKP adalah nilai gabungan antara CKP
dan NP dengan memperhitungkan masing-masing bobot.
q) Prestasi Kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap pegawai pada satuan
organisasi sesuai dengan Sasaran Kerja Pegawai dan Perilaku Kerja.
r) Nilai Prestasi Kerja PNS yang selanjutnya disingkat NPKP adalah penjumlahan Nilai SKP
dengan NP dengan memperhitungkan masing-masing bobot.
s) Dialog kinerja adalah komunikasi antara bawahan dan atasan, diantaranya dalam
bentuk bimbingan dan konsultasi, yang terstruktur dan reguler tentang pencapaian
strategi, kinerja dan rencana pengembangannya.
t) Asas Pengelolaan Kinerja: Objektivitas, Keadilan dan Transparan

32
u) Pengelolaan kinerja berbasis BSC di Kementerian Keuangan dibagi ke dalam 6 (enam)
level, yaitu:
1. Kemenkeu-Wide : level Kementerian (Komitmen Kinerja Menteri dan Kontrak
Kinerja Wakil Menteri);
2. Kemenkeu-One : level Unit Eselon I (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon I);
3. Kemenkeu-Two : level Unit Eselon II (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon II);
4. Kemenkeu-Three : level Unit Eselon III (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon
III);
5. Kemenkeu-Four : level Unit Eselon IV (Kontrak Kinerja Pejabat Struktural Eselon IV);
6. Kemenkeu-Five : Kontrak Kinerja Staf Ahli Menteri, Tenaga Pengkaji, Pejabat
Fungsional, level unit Eselon V dan Pelaksana.

33
v) Indikator Kinerja Utama (IKU)
Menganut prinsip SMART-C
1. Specific : mampu menyatakan sesuatu secara definitif (tidak normatif), tidak
bermakna ganda, relevan dan khas/unik dalam menilai serta mendorong kinerja
suatu unit/pegawai.
2. Measurable : mampu diukur dengan jelas dan jelas cara pengukurannya.
Pernyataan IKU seharusnya menunjukkan satuan pengukurannya.
3. Agreeable : disepakati oleh pemilik IKU dan atasannya.
4. Realistic : merupakan ukuran yang dapat dicapai dan memiliki target yang
menantang.
5. Time-bounded : memiliki batas waktu pencapaian.
6. Continously Improved : kualitas dan target disesuaikan dengan perkembangan
strategi organisasi dan selalu disempurnakan.

Validitas IKU
Exact : IKU yang mengukur secara langsung keberhasilan pencapaian SS.
Pencapaian IKU (metode pengukurannya) telah merepresentasikan pencapaian SS
secara keseluruhan dan umumnya mengukur output atau outcome pada suatu
unit.
Proxy : IKU yang mengukur secara tidak langsung keberhasilan pencapaian SS.
Pencapaian IKU (metode pengukurannya) hanya merepresentasikan sebagian
pencapaian SS dan umumnya IKU hanya mengukur proses yang dilakukan oleh
suatu unit.
Activity : IKU yang pada umumnya mengukur input dari kegiatan pada suatu unit
yang masih jauh keterkaitannya dengan keberhasilan pencapaian SS.
Kendali IKU

High : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara dominan oleh pemilik


IKU.
Moderate : Pencapaian target IKU dipengaruhi secara berimbang oleh pemilik

34
IKU dan pihak selain pemilik IKU.
Low : Pencapaian target dipengaruhi secara dominan oleh pihak selain
pemilik IKU.
Jenis Konsolidasi Periode

Sum : Penjumlahan angka target atau realisasi per periode


pelaporan
Average : Rata-rata penjumlahan angka target atau realisasi per
periode pelaporan
Take Last : Angka target atau realisasi yang digunakan adalah angka
Known Value periode terakhir

Jenis Konsolidasi Lokasi

Sum : Penjumlahan target atau realisasi IKU cascading indirect dua


unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Average : Rata-rata target atau realisasi IKU cascading indirect dua
unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Raw Data : Penjumlahan raw data target atau realisasi IKU cascading indirect
dua unit/pegawai atau lebih yang selevel sebagai target/realisasi
unit/pegawai diatasnya.
Polarisasi Data
Maximize : Semakin tinggi nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik
capaian kinerjanya. Contoh: Jumlah pendapatan negara.
Minimize : Semakin rendah nilai aktual/realisasi IKU terhadap target, semakin baik
capaian kinerjanya. Contoh:Persentase Wajib Pajak Yang Komplain.
Stabilize : Capaian kinerja dianggap semakin baik apabila nilai aktual/realisasi IKU
mendekati target dalam suatu rentang tertentu. Contoh: Jumlah Idle Cash.

35
5. Organisasi
a. Visi dan Misi Pembangunan Nasional
Visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah ‘Terwujudnya Indonesia yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong’.

7 (tujuh) Misi Pembangunan yaitu:


1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang
kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan
kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan;
2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara
hukum;
3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim;
4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera;
5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional;
7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

b. Nawacita
1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara,
2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;
3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan;
4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya;
7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik;

36
8) Melakukan revolusi karakter bangsa
9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia

Nawacita yang menjadi tugas kemenkeu adalah nawacita 1, 3, 6, dan 7.

c. Tusi Menkeu (PMK-234/PMK.01/2015)


Tugas: Menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara
Fungsi:
1) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak,
kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan
pengelolaan pembiayaan dan risiko;
2) perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan;
3) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Keuangan;
4) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
5) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
6) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
7) pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara;
dan
8) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan.

d. Tugas dan Fungsi DJP (PMK-234/PMK.01/2015)


Tugas: menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi:
1) perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
2) pelaksanaan kebijakan d i biclang perpajakan;
3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteriadibidang perpajakan;
4) pemberian bimbingan teknis clan supervise bidang perpajakan;

37
5) pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang perpajakan;
6) pelaksanaan aclministrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan
7) pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan.

Visi DJP: Menjadi Institusi Penghimpun Penerimaan Negara yang Terbaik demi Menjamin
Kedaulatan dan Kemandirian Negara

Misi DJP: Menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan:
1) mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan
penegakan hukum yang adil;
2) pelayanan berbasis teknologi modern untuk kemudahan pemenuhan kewajiban
perpajakan;
3) aparatur pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional; dan
4) kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.

e. Hari Pajak
Melalui KEP-313/PJ/2017 tanggal 22 Desember 2017, ditetapkan bahwa 14 Juli sebagai Hari
Pajak.
Secara garis besar, latar belakang penetapan Hari Pajak mengacu pada kata pajak yang
muncul dalam “rancangan UUD kedua” yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945 pada Bab
VII Hal Keuangan, Pada Pasal 23 menyebutkan pada butir kedua, "Segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan Undang-undang."

f. Tugas dan Fungsi KPP (PMK-210/PMK.01/2017)


Jenis KPP ada 3 (tiga), yaitu: KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama

KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya menyelenggarakan fungsi:


1) pelayanan pajak;
2) penyuluhan pajak;
3) pendaftaran Wajib Pajak dan/ atau pengukuhanPengusaha Kena Pajak;
4) penatausahaan dan penyimpanan dokumen perpajakan, penerimaan dan pengolahan
Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
5) pengawasan kepatuhan Wajib Pajak;
6) pelaksanaan konsultasi perpajakan;

38
7) pencarian, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi perpajakan
serta pengamatan potensi perpaj akan;
8) pemeriksaan pajak;
9) penetapan clan penerbitan produk hokum perpajakan;
10) penyelesaian permohonan konfirmasi status Wajib Pajak;
11) penatausahaan piutang paj ak clan penagihan paj ak;
12) pembetulan ketetapan pajak;
13) penghapusan sanksi aclministrasi secara jabatan dalam rangka pengampunan pajak;
14) pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak;
15) pengelolaan kinerja dan pengelolaan risiko;
16) pelaksanaan clan pemantauan kepatuhan internal;
17) pelaksanaan tinclak lanjut kerja sama perpajakan; dan
18) pelaksanaan administrasi kantor.

KPP Pratama menyelenggarakan fungsi:


1) pelayanan pajak;
2) penyuluhan pajak;
3) pendaftaran Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
4) penatausahaan dan penyimpanan dokumen perpajakan, penerimaan dan pengolahan
Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
5) pengawasan kepatuhan Wajib Pajak;
6) pelaksanaan konsultasi perpajakan;
7) pencarian, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan informasi perpajakan
serta pengamatan potensi perpajakan;
8) pendataan, pemetaan Wajib Pajak dan objek pajak, penilaian, dan pengenaan;
9) pemberian dan / atau penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
10) pengukuhan dan/ atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak;
11) pemberian dan/ atau penghapusan Nomor Objek Pajak secara jabatan;
12) pemeriksaan pajak;
13) penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
14) penyelesaian permohonan konfirmasi status Wajib Pajak;
15) penatausahaan piutang pajak dan penagihan pajak;
16) pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan pembetulan ketetapan pajak;
17) penghapusan sanksi administrasi secara jabatan dalam rangka pengampunan pajak;

39
18) pengawasan dan pemantauan tindak lanjut pengampunan pajak;
19) pengelolaan kinerja dan pengelolaan risiko;
20) pelaksanaan dan pemantauan kepatuhan internal;
21) pelaksanaan tindak lanjut kerja sama perpajakan; dan
22) pelaksanaan administrasi kantor.

g. Renstra DJP
Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015 – 2019 ditetapkan visi Kementerian
Keuangan yaitu: ‘Kami akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang inklusif di abad ke-21’.
Tujuan yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana juga diamanatkan
dalam Renstra Kementerian Keuangan Tahun 2015-2019 adalah optimalisasi penerimaan
negara dan reformasi administrasi perpajakan. Tujuan ini kemudian dituangkan dalam
Destination Statement Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015-2019 sebagai berikut:

Pada level unit, agenda Pembangunan Nasional (Nawa Cita) yang terkait dengan tugas
dan fungsi DJP adalah Nawa Cita (7) - MewujudkanKemandirian Ekonomi Dengan
Menggerakan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik.

DJP menetapkan Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015-2019 sebagai
berikut:
1) Tahun 2015 : Pembinaan Wajib Pajak;
2) Tahun 2016: Penegakan Hukum;
3) Tahun 2017: Rekonsiliasi;
4) Tahun 2018: Sinergi Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP); dan
5) Tahun 2019: Kemandirian APBN

40
Sasaran Strategis DJP 2015-2019 dan penjabarannya dalam bentuk inisiatif strategis
adalah sebagai berikut:
1) Penerimaan pajak yang optimal
2) Pemenuhan layanan publik
3) Kepatuhan wajib pajak yang tinggi
4) Pelayanan prima
5) Peningkatan efektivitas penyuluhan dan kehumasan
6) Peningkatan ekstensifikasi perpajakan
7) Peningkatan pengawasan wajib pajak
8) Peningkatan efektivitas pemeriksaan
9) Peningkatan efektivitas penegakan hukum
10) Peningkatan keandalan data
11) Organisasi dan transformasi yang andal

Inisiatif Strategis DJP 2015-2019 dan penjabarannya dalam bentuk inisiatif strategis
adalah sebagai berikut:
1) Migrasi Wajib Pajak ke e-Filing
2) meningkatkan kapasitas call centers secara drastic
3) Ekspansi fungsionalitas website
4) Meluncurkan strategi komunikasi terpadu
5) Menjangkau ekonomi informal melalui pendekatan end-to-end
6) Penajaman ekstensifikasi Wajib Pajak
7) Memperbaiki segmentasi dan model penjangkauan Wajib Pajak
8) Membenahi sistem administrasi PPN
9) Menyusun model manajemen kepatuhan Wajib Pajak berbasis risiko (Compliance Risk
Management)
10) Meningkatkan intensifikasi pengumpulan pajak
11) Meningkatkan efektivitas pemeriksaan
12) Memastikan kualitas dan konsistensi penegakan hukum
13) Meningkatkan efektivitas penagihan
14) Penegakan Hukum Secara Selektif untuk Memberikan Efek Jera kepada Wajib Pajak
15) Secara sistematis melibatkan pihak ketiga untuk data, penegakan , dan penjangkauan
wajib pajak
16) Menyempurnakan KPP

41
17) Secara selektif memperluas jangkauan DPC dan meningkatkan kapabilitas
18) Penguatan Organisasi

h. Reformasi Perpajakan
Reformasi Perpajakan adalah perubahan Sistem Perpajakan yang menyeluruh, termasuk
pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi dan peningkatan basis perpajakan.
Untuk menjadikan Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi perpajakan yang kuat,
kredibel dan akuntabel.
Transformasi 5 (lima) pilar Perpajakan, yaitu:
1) Organisasi: penajaman dan peningkatan fungsi, penataan dan penyempurnaan
organisasi.
2) Sumber Daya Manusia: pembentukan SDM yang tangguh, akuntabel, dan berintegritas.
3) Teknologi Informasi dan Basis Data: penataan sistem informasi teknologi dan basis
data yang andal, mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan output yang akurat
dan reliable.
4) Proses Bisnis: penyederhanaan proses bisnis untuk bekerja lebih efektif, efisien,
akuntabel dan berbasis teknologi informasi, dan mencakup seluruh tugas DJP.
5) Peraturan Perundang-undangan: kebijakan perpajakan yang memperluas basis
perpajakan, memberikan kepastian hokum, mengurangi biaya kepatuhan, dan
meningkatkan penerimaan perpajakan.

i. Ease of Doing Business (kemudahan berusaha)


Ada 11 indikator, antara lain:
1) Starting a Business;
2) Dealing with Construction Permits;
3) Getting Electricity;
4) Registering Property;
5) Getting Credit;
6) Protecting Minority Investors;
7) Paying Taxes;
8) Trading Across Borders;
9) Enforcing Contracts;
10) Resolving Insolvency;
11) Labor Market Regulation.

42
Kebijakan perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha:
1) Pelaporan SPT dengan E-filing;
2) Percepatan Restitusi (PMK-39/PMK.03/2018);
3) Penyederhaan registrasi NPWP;
4) Penyederhanaan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Resident (CoR).

43

Anda mungkin juga menyukai