Anda di halaman 1dari 10

Nama: Denok Yuni Masruroh

NIM : 201810200311038

Effect Of Precursors On Flavonoid Production By Hydrocotyle Bonariensis


Callus Tissues

Pengaruh prekursor pada produksi flavonoid oleh Hidrokotil bonariensis


jaringan kalus

Tujuan : Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan konsentrasi prekursor
untuk mendapatkan pertumbuhan kalus dan produksi flavonoid yang optimum H.
bonariensis.

Metode :

Bahan tanam
 Hidrokotil bonariensis dan permukaannya didesinfeksi menggunakan 70% etanol selama
1 menit, diikuti dengan larutan natrium hipoklorit 15% selama 20 menit, kemudian
dibilas tiga kali dalam air steril.
 Memotong bonariensis (0,5 cm × 0,5 cm) dan ditempatkan secara aseptik pada media MS
yang dilengkapi dengan vitamin B5, gelrit (2,75% b/v), sukrosa 3% dan ditambah dengan
2 mg/l (2,4-D) dan 1 mg/l kinetin.
 PH media diatur menjadi 5,7 sebelum diautoklaf pada 121°C selama 15 menit.
 Eksplan diinkubasi di bawah 16 jam fotoperiode 1200 lux pada 25 ± 2 ° C sampai kalus
diinduksi. Jaringan kalus yang terbentuk dari eksplan daun disubkultur ke media segar
setiap tiga minggu.

Efek Fenilalanin (disterilkan menggunakan membran polietersulfon 0,2 m)


 Media Ms (Kontrol)
 Media Ms + 1 mg/l Fenilalanin
 Media Ms + 2 mg/l Fenilalanin
 Media Ms + 3 mg/l Fenilalanin
 Media Ms + 4 mg/l Fenilalanin
 Media Ms + 5 mg/l Fenilalanin
Efek Prolin (disterilkan menggunakan membran polietersulfon 0,2 m)
 Media Ms (Kontrol)
 Media Ms + 1 mg/l Prolin
 Media Ms + 2 mg/l Prolin
 Media Ms + 3 mg/l Prolin
 Media Ms + 4 mg/l Prolin
 Media Ms + 5 mg/l Prolin
 Media Ms + 6 mg/l Prolin

Ekstraksi dan penentuan flavonoid


Ekstraksi flavonoid dari kalus kering, kemudian Penentuan kuantitatif flavonoid dicapai dengan
Al(NO3)3 reagen, Absorbansi dibaca pada 510 nm menggunakan kuersetin sebagai standar.
Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali.

Analisis statistik
 Percobaan diulang tiga kali di bawah kondisi yang sama dan konsentrasi dan semua
analisis dilakukan dalam rangkap tiga.
 Hasil dinyatakan sebagai g FW (berat segar) untuk biomassa dan mg DW (berat kering)
untuk akumulasi flavonoid dalam perlakuanin vitro kultur dibandingkan dengan sampel
kontrol.
 Batang kesalahan grafik menunjukkan kesalahan standar nilai rata-rata (±SEM). Data
dianalisis menggunakan one-way ANOVA dilanjutkan dengan uji jarak berganda rata-
rata pada P = 0,05.
Hasil

Gambar 1. Menunjukkan efek fenilalanin pada pertumbuhan kalus, data menunjukkan


bahwa, suplementasi fenilalanin pada kisaran 2 sampai 5 mg/l tidak nyata (p > 0,05)
menyebabkan variasi pada biomassa kalus. Fenilalanin (2 mg/l) menghasilkan biomassa
maksimum (3,14 ± 0,11 g FW/kultur) diikuti oleh 3, 4, 5 mg/l dan kontrol. Pertumbuhan
terendah diamati pada 1 mg/l fenilalanin (2,3 ± 0,09 g FW/kultur). Fenilalanin meningkatkan
akumulasi biomassa sebesar 12,71% dengan suplementasi 2 mg/l.

Gambar 2. Menunjukkan produksi flavonoid dan fenilalanin. Data menunjukkan bahwa,


konsentrasi yang paling sesuai untuk produksi flavonoid tertinggi adalah 3 mg/l, dengan
produksi flavonoid 11,43 ± 0,12 mg/g DW, yaitu 23% lebih tinggi dari kontrol. Konsentrasi
flavonoid yang lebih tinggi tampaknya tidak sesuai untuk produksi flavonoid dan akumulasi
flavonoid minimum diperoleh dalam 5 mg/l fenilalanin (9,06 ± 0,13 mg/g DW).
Gambar 3. Menunjukkan pengaruh prolin terhadap pertumbuhan kalus. Pertumbuhan
maksimum pada perlakuan 5 mg/l prolin. Meningkatnya konsentrasi prolin juga berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan sel, dimana semua perlakuan prolin menghasilkan pertumbuhan
yang tinggi daripada kontrol. Namun, peningkatan petumbuhan tidak terdeteksi pada perlakuan
diatas 5 mg/l.

Produksi flavonoid oleh prolin ( gambar 4 ) menunjukkan bahwa 4 mg/l prolin


menghasilkan flavonoid tertinggi. Peningkatan konsentrasi prolin tidak meningkatkan produksi
flavonoid secara nyata (p > 0,05). Hasilnya menunjukkan bahwa, konsentrasi yang lebih tinggi
dari 4 mg/l prolin menghambat produksi flavonoid dan tidak ditemukan peningkatan pada
flavonoid yang diberi prolin 5 sampai 6 mg/l.

Kesimpulan
Pertumbuhan kalus maksimum menggunakan 2 mg/l fenilalanin dengan meningkatkan
biomassa 12.71%, dan produksi flavonoid tertinggi menggunakan 3 mg/l fenilalanin dimana
meningkat 23% dari kontrol. Pertumbuhan kalus maksimum menggunakan 5 mg/l prolin, dan
produksi flavonoid tertinggi menggunakan 4 mg/l prolin. Dan jaringan kalus ini disub kultur 3
minggu sekali.
Nama: Happy Aqiilah Chandrawati

NIM : 201810200311002

Peningkatan Kandungan Alkaloid Kalus Mahkota Dewa

(Phaleria macrocarpa [Scheff.]Boerl.) Dengan Pemberian Prekursor Triptofan

pada Medium Murashige & Skoog

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan dan konsentrasi triptofan yang
dapat meningkatkan senyawa alkaloid pada kultur kalus Phaleria macrocarpa.

Metode Pelaksanaan

Eksperimen ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 6 perlakuan dan
4 ulangan, yaitu tanpa triptofan, 100 mg/L (kontrol), 125 mg/L, 150 mg/L, 175 mg/L dan 200
mg/L. Analisis data dilakukan dengan membandingkan persentase hidup, tekstur dan warna,
serta kandungan alkaloid kalus antara kontrol dengan masing-masing perlakuan, kemudian
disajikan secara deskriptif. Sedangkan bobot basah kalus dibandingkan antara kontrol dengan
masing-masing perlakuan menggunakan sidik ragam.

Perlakuan

K0 : Media MS (Tanpa Triptofan)

K1 : Media MS + 100 mg/l Tritopfan

K2 : Media MS + 125 mg/l Triptofan

K3 : Media MS + 150 mg/l Triptofan

K4 : Media MS + 175 mg/l Triptofan

K5 : Media MS + 200 mg/l Triptofan


Hasil Penelitian

Tekstur dan Warna Kalus

Pada penelitian ini didapatkan tekstur kalus yang friable dengan pemberian prekursor
triptofan 100 mg/L, 150 mg/L dan 175 mg/L dan tekstur yang kompak pada pemberian triptofan
200 mg/L. Kalus yang friable dianggap baik karena memudahkan dalam pemisahan menjadi sel-
sel tunggal pada kultur, di samping itu akan meningkatkan aerasi oksigen antar sel. Namun,
berdasarkan warna kalus mahkota dewa yang ditanam pada medium yang diberi prekursor
triptofan pada penelitian ini berkisar antara putih dan putih kecoklatan. Warna kalus yang coklat
terdapat pada kalus yang tidak diberi prekursor triptofan (kontrol) dan pada pemberian prekursor
100 mg/L, 175 mg/L dan 200 mg/L. Warna kalus yang semakin gelap (menjadi coklat)
mengindikasikan pertumbuhan kalus yang hampir mati.

Berat Basah Kalus

Pada penelitian ini rata-rata bobot basah kalus mahkota dewa pada kontrol dan yang
ditanam pada medium yang diberi prekursor triptofan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena
masa pemeliharaan kalus pada medium perlakuan yang singkat, sehingga pemberian triptofan
dengan konsentrasi 100 mg/L sampai 200 mg/L tidak meningkatkan berat basah kalus mahkota
dewa. Namun, pemberian prekursor triptofan pada kalus mahkota dewa setelah 21 hari dengan
konsentrasi 100 mg/L sampai 150 mg/L belum mmemperlihatkan peningkatan kandungan
alkaloid. Pada konsentrasi tersebut alkaloid sudah terdeteksi tetapi tidak berbeda dengan
kontrol.Diduga karena konsentrasi triptofan yang diberikan belum efektif untuk meningkatkan
kandungan alkaloid kalus mahkota dewa. Sementara itu, pemberian triptofan mulai dari 175
mg/L sampai dengan 200 mg/L pada medium dapat meningkatkan kandungan alkaloid kalus
mahkota dewa setelah 21 hari.

KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa pemberian prekursor triptofan dapat meningkatkan kandungan


alkaloid yang dihasilkan kalus mahkota dewa. Konsentrasi triptofan terbaik untuk meningkatkan
alkaloid adalah 200 mg/L.
Nama: Lilis Novita Sari

NIM : 201810200311017

Rutin Accumulation in Gardenia Calli Cultures as a Response to Phenyl


alanine and Salicylic Acid
(Akumulasi rutin dalam kultur kalus gardenia sebagai respons terhadap fenil
alanin dan asam salisilat)

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan Kandungan rutin (salah satu
senyawa yang ada pada flavonoid) pada tanaman Gardenia (kaca piring) dengan menggunakan
fenilalanin dan asam salisilat sebagai elisator.

Metode

Bahan Tanam
Daun dipotong dan ditanam pada media MS yang ditambah dengan 0,5 mg/l BA + 0,5
mg/l picloram. Kalus yang dihasilkan dari budidaya secara in Vitro itu ditanam pada media MS
dan ditambahkan dengan 4 mg/l TDZ. Kalus yang diperoleh di sub sebanyak 3 kali.

Perlakuan penambahan fenilalanin:


0,5 g kalus ditanam pada

1. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ (kontrol)


2. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 2 mg/l fenilalanin
3. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 3 mg/l fenilalanin
4. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 4 mg/l fenilalanin
5. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 5 mg/l fenilalanin

Perlakuan penambahan asam salisilat:


0,5 g kalus ditanam pada

1. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ (kontrol)


2. 2. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 0,25 mM (34,5 mg/l) asam salisilat
3. 3. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 0,50 mM (69 mg/l) asam salisilat
4. 4. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 0,75 mM (103,5 mg/l) asam salisilat
5. 5. Media MS ditambah dengan 4 mg/l TDZ + 0,138 mM (138 mg/l) asam salisilat
Sampel dipanen setelah 2,4 dan 5 Minggu. Berat segar ditimbang lalu dikeringkan dalam oven
dengan suhu 40°C selama 48 jam dan menimbang berat kering. Menghitung presentase bahan
kering dan nilai pertumbuhan.

Analisis Biokimia
1. Ekstraksi sampel
2. Penentuan total fenol
3. Penentuan total flavonoid
4. Penentuan kadar fenol dan flavonoid dengan HPLC
5. Analisis statistik

Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total fenol tertinggi pada 5 mg/l fenilalanin
(PA) pada panen ketiga. Nilai total flavonoid tertinggi pada 2 mg/l (PA) pada panen ketiga. Saat
penentuan kadar fenol dan flavonoid dengan HPLC ditemukan bahwa kandungan rutin maksimal
tercatat pada 3 mg/l (PA) pada panen ketiga.

Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa rutin dan asam sinamat merupakan senyawa utama
yang terdeteksi pada semua perlakuan dan selama 3 kali pemanenan.

Nama : Siti Fatimah

NIM : 201810200311044

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH AUKSIN (IAA DAN 2,4-D)


DAN SITOKININ (BAP) TERHADAP INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN
FLAVONOID TANAMAN ILER (Plectranthus scutellarioides) SECARA IN VITRO

Tujuan:
Mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin (IAA dan 2,4- D) dan
sitokinin (BAP) terhadap induksi kalus tanaman iler (Plectranthus scutellarioides). Dan
mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh auksin (IAA dan 2,4- D) dan sitokinin
(BAP) terhadap kandungan flavonoid pada kalus tanaman iler (Plectranthus scutellarioides)

Metode Pelaksanaan :
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan yang terdiri dari 1 perlakuan kontrol, 4 kombinasi
konsentrasi IAA dan BAP serta 4 kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP. Masing-masing
perlakuan dilakukan 3 kali ulangan berdasarkan rumus Fedeerer (1963):

(n-1) (t-1) ≥ 15

(n-1) (9-1) ≥ 15

(n-1) (8) ≥ 15

n-1 ≥ 1,87

n ≥ 2,87

Rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Rancangan penelitian

Perlakuan
Ulangan
A B C D I J K L M
1 A1 B1 C1 D1 I1 J1 K1 L1 M1
2 A2 B2 C2 D2 I2 J2 K2 L2 M2
3 A3 B3 C3 D3 I3 J3 K3 L3 M3
Keterangan:

A : 0,5 ppm IAA + 0,5 ppm BAP


B : 4 ppm IAA + 0,5 ppm BAP
C : 0,1 ppm IAA + 0,1 ppm BAP
D : 4 ppm IAA + 0,1 ppm BAP
I : 0,5 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP
J: 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP
K : 0,1 ppm 2,4-D + 0,1 ppm BAP
L : 4 ppm 2,4-D + 0,1 ppm BAP
M: 0 ppm IAA, 2,4-D + 0 ppm BAP (control)

Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi zat pengatur tumbuh
auksin (IAA dan 2,4-D) dan sitokinin (BAP) terhadap waktu pembentukan kalus, morfologi
kalus, berat segar dan berat kering kalus, serta kandungan flavonoid kalus. Hasil penelitian yang
dilakukan diketahui bahwa pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh baik IAA dan BAP serta
2,4-D dan BAP dapat menginduksi terbentuknya kalus tanaman iler.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Berbagai kombinasi zat pengatur tumbuh auksin (IAA dan 2,4-D) dan sitokinin (BAP)
memiliki pengaruh yang signifikan pada variabel waktu pembentukan kalus. Warna kalus yang
dihasilkan bervariasi yaitu putih, putih kehijauan, putih kecoklatan, dan coklat. Pada semua
perlakuan menghasilkan kalus yang bertekstur kompak. Selain itu, terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap berat segar dan berat kering kalus, dimana nilai rata-rata berat segar dan
berat kering kalus tertinggi terdapat pada perlakuan 4 ppm IAA + 0,5 ppm BAP yaitu sebesar
0,3301 gram dan 0,0535 gram.

2. Kombinasi zat pengatur tumbuh auksin (IAA dan 2,4-D) dan sitokinin (BAP) berpengaruh
terhadap kadar flavonoid total ekstrak kalus tanaman iler, dimana kadar flavonoid total tertinggi
pada perlakuan 4 ppm 2,4-D + 0,5 ppm BAP yaitu sebesar 33,7 mg/gram.

Anda mungkin juga menyukai