Anda di halaman 1dari 4

SPACE, CONTEMPLATING, DAN DESIGNING MINDFULNESS

GILIG SETYO RAHARDJO

Francis D. K. Ching, seorang arsitek sekaligus author dari buku Arsitektur: Bentuk, Ruang,
dan Tatanan mengungkapkan bahwa arsitektur merupakan buah nyata yang diperoleh dari
hasil penangkapan, pengaturan, dan pembentukan sebuah elemen visual terhadap suatu
ruang atau space. Di salah satu bab dalam bukunya, Ia menjelaskan ruang sebagai sebuah
volume yang melingkupi keberadaan kita dan termasuk lingkungan sekitar, dan dapat
dirasakan melalui adanya elemen-elemen perseptual yang berkaitan pada kualitas yang
dimiliki suatu tempat. Jika seseorang berada pada tempat tertentu dan dapat merasakan
kelapangan, maka Ia dapat dikatakan telah menerima pengalaman ruang. Pengalaman
ruang tersebut yang diterima oleh seseorang menciptakan persepsi terhadap tempatnya
berada, sehingga kualitas ruang pada suatu tempat dapat mempengaruhi kondisi mental
dan tubuhnya. Contoh sederhananya adalah memungkinkan untuk seseorang untuk dapat
beristirahat dengan nyaman apabila penghawaan sebuah kamar terasa sejuk. Maka,
hubungan antara ruang dan manusia saling berkaitan dan mempengaruhi. Pertanyaannya,
bagaimana kaitan antara keduanya dengan aktivitas yang dapat dilakukan oleh manusia,
yang penulis angkat khususnya kegiatan kontemplasi (perenungan)? Lalu, adakah cara
untuk memperoleh manfaat dari hubungan antar ruang dan manusia, dalam hal ini, ke dalam
sebuah perancangan?

SPACE
Ruang dan tempat (space and place) saling berkaitan antara satu sama lain. Jika tempat
merupakan sebuah area yang dapat dilihat, maka ruang adalah volume tak terlihat yang
melingkupinya. Sebuah ruang dapat dirasakan keberadaannya melalui apa yang dihadirkan
kepadanya, seperti bentuk visual, dimensi dan skala, kualitas pencahayaan, pencapaian,
dan sebagainya. Contoh umum yang dapat menjelaskan keberadaan suatu ruang adalah
melalui adanya bidang-bidang pembatas (dinding, pagar,…) yang saling terhubung satu
sama lain. Dalam contoh sederhana, konfigurasi dinding sebuah rumah membantu
penghuninya untuk dapat membedakan mana ‘ruang luar’ dan mana ‘ruang dalam’.

Selain bidang, terdapat elemen-elemen lain yang dapat mempengaruhi kualitas ruang pada
suatu tempat. Salah satu diantaranya merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang.
Aktivitas seseorang dapat menjelaskan mengapa sebuah ruangan atau tempat harus
memiliki kualitas ruang tertentu guna mengakomodasi kebutuhan aktivitas penggunanya.
Beberapa aktivitas yang bersifat dinamis atau banyak melakukan pergerakan cenderung
membutuhkan kondisi ruang dengan luasan yang besar, seperti kegiatan berjalan,
memindah-mindahkan barang, dan sebagainya. Sedangkan, aktivitas statis cenderung
menekankan kualitas ruang guna memaksimalkan performa yang dilakukan. Contoh
aktivitas statis yang cukup sederhana adalah kegiatan membaca yang membutuhkan ruang
dengan kondisi pencahayaan optimal, supaya kegiatan membaca tersebut tidak membebani
kesehatan mata bagi orang yang melakukannya.

CONTEMPLATING
Kontemplasi (umumnya dikenal sebagai perenungan) pada dasarnya merupakan sebuah
aktivitas yang terkait dengan kondisi mental seseorang. Seseorang yang sedang melakukan
kontemplasi berupaya mengerahkan kendali atas pikirannya untuk sepenuhnya fokus pada
suatu hal, sehingga Ia dapat menjadi lebih peka dan kritis terhadap hal yang dipikirkan
olehnya. Kontemplasi sendiri merupakan upaya pencarian kebenaran atas segala sesuatu.
Tujuan yang ingin dicapai melalui kontemplasi umumnya merupakan sebuah makna atau
hikmah terhadap hal-hal yang dialami secara pribadi maupun yang berada diluar kendalinya
(kejadian atau peristiwa, objek-objek abstrak,...). 

Kontemplasi dapat dilakukan hampir di seluruh tempat dikarenakan mental atau akal sehat
seseorang terletak dan hidup di dalam dirinya, menjadikannya sebagai sebuah kegiatan
yang tidak terbatasi oleh objek empiris apapun kecuali dimensi seseorang yang
melakukannya. Umumnya, seseorang yang melakukan upaya kontemplasi selalu berusaha
untuk menghadirkan ketenangan terhadap pikiran dan lingkungan sekitar, sehingga
cenderung mencari-cari posisi yang nyaman dan tidak terganggu oleh banyaknya
pergerakan, sekaligus mencari tempat yang tenteram dari suara bising, bau menyengat, dan
kemungkinan pencahayaan yang buruk. Sehingga, aktivitas statis seperti duduk dan
berbaring umum dilakukan oleh seseorang yang berupaya untuk melakukan kontemplasi.

Berkaitan dengan ruang, kegiatan kontemplasi umumnya dilakukan melalui aktivitas statis,
sehingga tetap memerlukan pengaturan luas yang disesuaikan dengan jenis kegiatan yang
dilakukan. Beberapa orang mungkin akan lebih nyaman untuk fokus dengan duduk atau
dengan berbaring. Terhadap kondisi psikologis, kegiatan kontemplasi menuntut seseorang
untuk menghadirkan suasana nyaman semaksimal mungkin, hal tersebut berkaitan erat
dengan kualitas ruang yang dimiliki sebuah tempat. Semakin suatu tempat dapat
menghadirkan kualitas ruang yang sesuai dengan baik, maka seseorang dapat lebih
nyaman ketika melakukan kegiatan kontemplasi.

DESIGNING MINDFULNESS
Konsep designing mindfulness merupakan sebuah perancangan yang berorientasi pada
kata mindful yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai ‘perhatian penuh’.
Mindfulness adalah sebuah kondisi mental yang tercipta melalui pemusatan kesadaran
seseorang sepenuhnya terhadap present moment, atau terhadap apa yang terjadi di momen
saat ini. Dengan kata lain, seseorang dikatakan berada dalam kondisi mindful jika Ia dapat
fokus sepenuhnya pada satu momen kontemporer dengan menerima setiap hal yang
diperoleh sekaligus respon yang timbul berdasarkan perasaan dan sensor indrawi, tanpa
mengikutsertakan prasangka atau intuisi.

Pada kenyataan sehari-hari, konsep mindfulness umum dijumpai sebagai sebuah sarana
meditasi yang menekankan pentingnya kesadaran terhadap masa kini guna mencapai
ketentraman batin. Contohnya, melalui duduk tenang dan mengatur nafas, seseorang akan
mengerahkan kesadarannya untuk mengatur ritme atau timing tarikan nafas yang diambil
dan dihembuskan. Fokus terhadap pengaturan nafas merupakan tindakan menerima dan
merespon situasi kontemporer, sehingga otomatis pikiran akan terbebas dari intuisi atau
prasangka.

Terkait dengan perancangan, sebuah kanal YouTube bernama JapanSocietyNYC


mengunggah video kuliah umum yang dibawakan oleh Dr. Yoko Kawai (pengajar di Yale
School of Architecture sekaligus co-founder dari Mirai Work Space) yang berjudul Designing
Mindfulness: Spatial Concept in Traditional Japanese Architecture. Video berdurasi hampir
satu jam tersebut membahas secara garis besar tentang budaya arsitektur tradisional
Jepang terkait dengan konsep mengolah ruang dengan memperhatikan keterkaitan antara
space terhadap kondisi mental manusia. Lebih lanjut, paragraf berikut akan mengurai
konsep arsitektur tradisional Jepang yang dibawakan oleh beliau secara bertahap supaya
mudah untuk diikuti;

Pertama, perlu untuk diketahui bahwa self (mental dan fisik manusia) bersifat
menerjemahkan apa yang terdapat pada space (ruang yang mengelilingi). Serta, kondisi
atau kualitas dari space juga dapat mempengaruhi kondisi self. Dengan begitu, mindfulness
berguna dalam membantu seseorang untuk beradaptasi kepada lingkungan sekelilingnya,
karena kondisi kesadaran yang dipusatkan pada momen kontemporer, dalam hal ini space,
mengaburkan batasan (persepsi) yang timbul antara pikiran atau kesadaran orang tersebut
terhadap kualitas space dari tempatnya berada. Sehingga, Ia sadar sepenuhnya dan dapat
berupaya beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.

Sebaliknya, suatu objek arsitektur dapat diciptakan untuk memiliki kualitas space tertentu
yang dapat ditangkap secara mindful oleh seseorang. Dalam hal ini, budaya arsitektur
tradisional Jepang telah mengembangkan konsep pengaturan ruang yang berkontribusi
menciptakan kesan mindfulness.

Prinsip pertama adalah The Art of Untold/Unknown. Sederhananya, prinsip ini


menyatakan bahwa menciptakan suatu objek yang misterius, atau menutupinya dari
kemungkinan untuk melihat secara keseluruhan akan menimbulkan kesan imajinatif
terhadap benak seseorang. Ibarat hutan yang dihalangi oleh kabut, seseorang tidak dapat
melihat hutan tersebut secara jelas, namun kemungkinan akan membayangkan apa yang
terselimuti di balik kabut tersebut. Dalam menciptakan kesan misterius pada suatu objek,
seorang arsitek dapat memainkan peranan pencahayaan dan bayangan yang terdapat pada
permukaan objek. Selain itu, seorang arsitek dapat menutupi objek perancangannya,
sehingga menimbulkan rasa penasaran seseorang terhadap objek yang ditutupi.

Prinsip selanjutnya adalah Boundary in Motion. Boundary merupakan batasan atau imaji
yang tercipta guna menjelaskan perbedaan antara kedua ruang yang saling berbeda dan
berubah-ubah secara konstan. Seseorang akan berada di boundary antara kedua area yang
berbeda dan dapat merasakan perbedaannya dengan memperhatikan bagaimana kedua
area tersebut berubah. Dalam hal ini, diibaratkan sebuah perahu merupakan
batasan/boundary antara sungai dan alam disekitarnya yang kerap berubah-ubah seiring
berjalannya perahu. Elemen arsitektur yang menjadi boundary melambangkan sebuah objek
yang umumnya merupakan batasan antara dua ruang yang berbeda-beda. Salah satu
contohnya adalah bridge atau jembatan yang memisahkan sekaligus menghubungkan dua
tempat terpisah. Seseorang yang berjalan pada sebuah jembatan secara sadar mengetahui
arah tujuannya dan dapat membedakan antara daerah satu dengan yang lainnya.

Prinsip terakhir dari konsep arsitektur tradisional Jepang dinamai Changing Space and
Moving Self. Prinsip ini memiliki dua urutan yang berkaitan. Urutan pertama disebut
sebagai Changing Space, yang fokus utamanya adalah menampilkan perubahan-perubahan
yang terdapat pada sebuah ruang. Contohnya; sebuah taman yang memiliki pepohonan
akan mengalami masa bersemi dan gugur; kondisi pencahayaan suatu ruangan berubah-
ubah seiring pergerakan matahari. Selanjutnya adalah Moving Self yang merupakan
pergerakan seseorang ketika menyusuri sebuah ruang, dan dapat dipahami pula sebagai
travelling. Kedua urutan tersebut, apabila disatukan akan menciptakan dinamika antara
seseorang terhadap space, begitupun sebaliknya. Sebagai contoh, seseorang yang
berkendara di atas jalan raya melakukan pergerakan, dan seiring dengan semakin Ia
bergerak, kondisi lingkungan di sekitar jalan raya yang dilalui olehnya akan berubah.

Ketiga prinsip perancangan tersebut melandasi setiap penyusunan elemen dan material
dalam menciptakan sebuah objek arsitektur yang mampu mempengaruhi kondisi mental
seseorang. Beberapa pengaturan terhadap kualitas pencahayaan sebuah rumah dapat
mengajak penghuni rumah tersebut untuk mengapresiasi lingkungan tempat tinggalnya kini.

KESIMPULAN
Hubungan antara ruang, kontemplasi, dan Designing Mindfulness harus dipahami sebagai
faktor-faktor kumulatif penunjang kinerja keberhasilan antara satu sama lain. Kualitas ruang
pada suatu tempat mempengaruhi kondisi mental dan fisik setiap manusia yang beraktivitas
di dalamnya. Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki kesadaran atau pikiran yang
utuh dan terkendali, di mana mereka dapat menggunakan pikiran tersebut dalam upaya
kontemplasi atau merenungi suatu hal yang dianggap memerlukan sebuah jawaban. Mereka
dapat melakukan kontemplasi di mana saja, tanpa terbatas oleh apapun kecuali tubuh
mereka sendiri. 

Meskipun demikian, ketentraman tetap merupakan faktor utama. Seseorang memerlukan


kondisi mental yang tepat guna mendapatkan ketentraman saat sedang berpikir. Oleh
karena itu, konsep mindfulness hadir sebagai arahan agar seseorang dapat memusatkan
kesadarannya secara penuh terhadap momen masa kini yang sedang dijalani olehnya.
Sebagaimana ketentraman tersebut dapat dicapai oleh usaha mental, arsitektur dapat
berperan untuk memberikan kenyamanan yang nyata dan dapat dirasakan melalui konsep
Designing Mindfulness.

Salah satu konsep Designing Mindfulness berasal dari budaya arsitektur tradisional Jepang.
Di dalamnya, tercakup penjelasan dan contoh dari keterkaitan antara ruang dan manusia.
Melalui prinsip-prinsip tertentu, seorang arsitek dapat merancang sebuah objek arsitektur
dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara kualitas suatu ruang terhadap kondisi
mental dan raga manusia. Sehingga, dapat menghasilkan suatu objek desain yang dapat
memberikan kenyamanan berarti untuk menunjang kesehatan kondisi mental seseorang.

Anda mungkin juga menyukai