Anda di halaman 1dari 10

PERSEPSI MAHASISWA

ARSITEKTUR TERHADAP RUANG KELAS STUDIO (B3.1), FAKULTAS


TEKNIK, KAMPUS SUDIRMAN

Oleh:

I Kadek Sumarnadika Putra

ABSTRAK

Persepsi adalah gambaran atau informasi tentang interaksi lingkungan yang muncul dari
hubungan langsung dengan individu (orang) dengan lingkungan disekitarnya . Dengan
kata lain, keadaan lingkungan tersebut mempengaruhi pandangan suatu individu yang
berinteraksi di lingkungan tersebut. Setiap orang dapat memiliki persepsi yang tak sama,
bahkan terhadap subjek yang mirip. Hal ini dikarenakan daya indera atau tingkat respon
yang tidak sama pada setiap orang yang berhubungan dengan objek. Perbedaan evaluasi
observai dipengaruhi dari tingkat pemahamannya dan pengetahuannya. Melalui
penelitian in, penelitian pokok, membuat menjadi fokus dalam penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi persepsi mahasiswa arsitektur terhadap ruang kelas studio (B3.1) .

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam memahami proses persepsi, ada 4 teori yang menjelaskan tentang


persepsi,atau pandangan seperti : teori gestalt, teori kekuatan Stevens, teori transaksional
dan teori ekologi. Keempat teori ini masing – masing memiliki kekuatan dan kelemahan.
Menurut proses penelitian dilakukan, kontak langsung antara individu dan objek fisik di
sekitarnya, teori perubahan yang bersifat transaksional. Halim (2005) mengatakan bahwa
teori ini menjelaskan keberadaan dan saling ketergantungan transaksi. Transaksi dapat
diartikan sebagai interaksi anatara manusia terhadap keadaan lingkungan, dimana
manusia dapat memberikan sebuah asumsi mengenai proses persepsi, sebagai berikut :

 Bersifat multimodal, persepsi merupakan proses aktif ;


 Persepsi sulit untuk dijelaskan dengan memisahkan perilaku dengan pengamatan
yang sedang dilakukan
 Hubungan antara manusia dan lingkungan bersifat dinamis ;
 Kondisi lingkungan mempengaruhi persepsi individu ;
 Citra lingkungan tergantung pada pengalaman, motif dan sikap pengamat saat ini;
 Harapan dan kecenderungan persepsi, mengarahkan dan mengendalikan
kecenderungan.

Dari penjelasan di atas, jika disimpulkan bahwa kondisi suatau keadaan


lingkungan dapat mempengaruhi pandangan dari ruang individu itu sendiri. Hasil
pengamatan yang dilakukan sangat bergantung pada pengalaman, motif, minat, dan
tingkat pengetahuan individu. Menurut Halim (2005), teori transaksional terhadap
teori desain arsitektural berkontribusi penting dalam pembentukan
sekolompok/manusia untuk merawat lingkungan merupakan hal terpenting bagi
mereka.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

Proses terjadinya persepsi dimulai antara individu (orang) dengan benda-benda


fisik di sekitarnya (Gambar 2.1). Dari hubungan tersebut, orang mempersepsi objek-
objek di sekitarnya dengan cara mengolah hasil persepsi dan orang yang terlibat
mengembangkan makna tentang objek tersebut, yang disebut persepsi. Persepsi
tersebut dapat menyebabkan suatu reaksi prinsip busur refleks (Sarwono,1992)

Dari gambar di atas didekripsikan bahwa awal dari persepsi lingkungan diawali
terjadi interaksi individu dengan bentuk fisik lingkungannya. Interaksi tersebut
kemudian memunculkan persepsi tentang dimensi pribadi, didorong oleh
pengalaman, bakat, minat, sikap, dan karakteristik pribadi lainnya. Jika hasil persepsi
objek masih dalam kisaran optimal, maka individu tersebut dapat dianggap berada
dalam homeostasis, yaitu keadaan keseimbangan atau emosi yang sempurna seperti
yang diharapkan. Namun, jika berada di luar kisaran optimal (terlalu besar, terlalu
keras, tidak cukup keras, tidak cukup dingin, dll.) karena sebab itu individu
mengalami stress. Konflik tersebut dapat menimbulkan setiap individu melakukan
tindakan seperti menyesuaikan lingkungan pada kondisi dalam dirinya. Ada dua hal
yang mungkin terjadi akibat perilaku coping. Pertama, perilaku coping ini tidak
membuahkan hasil yang diharapkan (gagal), dampaknya stress berlanjutan dan
tindakan yang berhasil. Dalam kasus ini penyesuaian antara manusia dengan objek
lingkungannya untuk beradaptasi atau penyesuaian diri.
Sarwono (2013) menyatakan bahwa sebelum persepsi berlangsung untuk
manusia, dibutuhkan suatu stimulus yang ditangkap oleh indera baian tubuh, yang
dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami lingkungan. Berikut adalah
penjelasan macam-macam indera manusia :

 Indera yang dapat merasakan rangsangan berupa gelombang suara, yang


kemudian diteruskan ke otak, sehingga terjadi persepsi suara disebut telinga.
 Sebagai alat pendeteksi objek , hidung berkerja sebagai indra pencium yg dapat
menciptakan bau. Misalnya, seorang ibu dapat mengenali bayinya hanya dengan
mencium beberapa jam setelah lahir (Porter et al, 1983, Sarwono, 2013)
 Lidah, sebagai indra pengecap. Menurut para ahli, terdapat empat reseptor yaitu
rasa pahit, manis dan asin maing-maing mempunyai fungsinya sendiri dan sangat
penting karena dapat menolong manusia mempersepsikan dunia sekitarnya
dengan membedakan suatu benda kasar atau halus, keras atau lunak, dll.
 Mata adalah indera yang dapat melihat. Stimulusnya adalah cahaya, yang
merupakan gelombang radiasi elektromagnetik. Selain itu, mata sebagai
mengindera energi cahaya dalam satuan yang sangat kecil, yaitu besaran.

Oleh karena itu keberadaan sensor berfungsi sangat penting sebagai


perkembangan persepsi. Setiap manusia memiliki sensitivitas sensorik yang berbeda,
yang dapat menyebabkan persepsi yang berbeda.

2.2 Ruang Arsiktektur


Setiawan (2010) dengan jelas menyatakan konsep ruang, disebut bagian dari
lingkungan (Gambar 2.3), lingkungan itu sendiri dibagi menjadi 2 kategori umum;
lingkungan buatan dan lingkungan alami. Salah satu contoh lingkungan buatan
adalah ruang. Sebagian besar manusia zaman now lebih menghabiskan sebagian
besar waktunya di dalamnya. Ruang didefinisikan sebagai tapak yang dibatasi oleh
lantai, dinding dan langit-langit, atau elemen permanen atau tidak permanen.

Ruang melingkupi keberadaan kita setiap saat. Kami bergerak dari volume,
ruang, melihat bentuk, mendengar suara, merasakan angin, mencium aroma bunga

mekar. Bentuk visual, dimensi dan skala, kualitas pencahayaan – kualitas ini
bergantung pada persepsi kita tentang batas-batas ruang yang ditentukan oleh elemen-
elemen bentuk. Arsitektur muncul dan menjadi nyata saat ruang ditempati,
diselubungi, dibentuk dan diatur oleh sekelompok orang.

Ruang termasuk dari lingkungan yang variable dapat mempengaruhinya. Faktor


ukuran dan bentuk, perabot dan penempatan, warna dan lingkungan ruangan.
Pemahaman ini juga sesuai dengan pernyataan Frick (198; 1998; 2006) bahwa
evaluasi kondisi bergantung pada penilaian manusia dan penyelidikan bersifat sudut
pandangan penilai, bersumber immaterial dan material yang paling penting adalah
suasana ruangan, bau dan polusi udara, bahan bangunan, geometri ruangan, warna
dan pencahayaan, serta kemungkinan penempatan furniture.

A. Ukuran dan Bentuk

Pada umumnya orang merasa dirinya bebas melakukan suatu hal pada ruang
yang besar dan luas. Halim (2005), menyatakan bahwa secara fisik, setiap orang
membutuhkan jumlah ruang bervariasi sesuai dengan aktifitas suatu individu. Ukuran
dan bentuk menjadi elemen utama ruang, elemen dapat diperbaiki/ditentukan, namun
ukuran dan bentuk ruang tidak dapat lagi diubah, dan dapat menjadi elemen yang
fleksibel ketika ukuran dan bentuknya dapat berubah. Ukuran dan bentuk ruangan
dibuat sesuai peruntukan, ini dapat membuat pengguna puas. Ruang yang terlalu besar
atau terlalu sempit mempengaruhi psikologi dan perilaku pengguna. Ruangan yang
terlalu besar menimbulkan kesan seseorang merasa kecil dan hampa, sedangkan
ruangan yang terlalu sempit menimbulkan suasana sempit dan tidak nyaman
(Setiawan, 2010)..

B. Perabotan

Perabotan dan tata letak harus sesuai dengan penggunaannya. Pengaturan simetris
memberikan kesan terlalu formal dan kaku sedangkan pengaturan asimetris
memberikan kesan lebih dinamis dan tidak terlalu formal. Selain itu, perabotan
membuat penilaian dan pandangan (persepsi) orang terhadap sebuah ruangan.
Semakin beragam perabotan, semakin kecil kesan ruangan dan sebaliknya (Setiawan,
2010).

Menurut Wicaksono (2010), ada 2 bentuk menempatkan perabotan dalam


ruangan;

(1) Susunan berbentuk U menciptakan suasana lebih hangat, (2) Susunan berbentuk
L membuat kesan ruangan lebih luas. Ching (2008) menyatakan bahwa bentuk L
memiliki ciri khas stabil dan gampang dipadukan dengan elemen lainnya. Sedangkan
bentuk U berciri khas kuat sehingga banyak ruang daripada ruang perlu dialokasikan.

C. Penghawaan Ruangan

Dari sudut pandang fisiologis, manusia memiliki suhu tubuh 37˚C disesuaikan
dengan iklim yang dialaminya. Semakin keras seseorang bekerja, semakin besar
pertukaran panasnya. Ini membuat kenyaman dan Kesehatan suatu individu
bersumber dari suhu dan lembabnya suatu udara. Namun , pandangan manusia
terhadap ruangan yang sedikit gelap adalah ruangan yang nyaman, padahal di suatu
ruangan mata harus melihat cahaya yang cukup untuk bekerja, yang bertentangan
pada persepsi orang – orang (Frick, 1998; 2006).

Sepahaman penjelasan diatas, Setiawan (2010) menjabarkan suhu dari suaru


ruangan berhubungan dengan kenyamanan penghuni. Ruangan yang tidak sejuk
disebabkan oleh dindingnya tidak memiliki kaca atau sinar menyebabkan ruangan
berhawa panas, orang berkeringat, dan pengap. Ini membuat manusia merasa kurang
puas dengan hasil yang dibuat.

D. Bau dan Pencemaran Udara

Frick (1998), mengemukakan bahwa indra penciuman menangkap bau-bauan


kurang enak, contohnya bau zat berikut : benda busuk, fermentasi, senyawa belerang,
senyawa termal atau senyawa nitrogen membuat manusia merasa tidak nyaman. Bau
ini menyebabkan nyeri dan efek dari kondisi tersebut seringkali tidak berhubungan
langsung dengan hidung, melainkan: pusing,, mual, kesulitan bernapas, sulit tidur,
nafsu makan berkurang atau cemas. Udara terutama untuk bernafas, semakin
tercemar, semakin sulit bernafas, dan kualitas hidup akan menurun.

Dari penjabaran diatas, bau juga dapat bersumber dari knalpot pembakaran, emisi
transien, emisi uap, kerusakan atau kebocoran pembakaran, dll. Aditama (2002)
menjelaskan pencemaran udara disebabkan oleh gangguan ventilasi, yaitu udara yang
masuk kurang dan distribusi udara yang buruk serta kurangnya pemeliharaan sistem
ventilasi.

E. Bahan Bangunan

Penggunaan bahan bangunan yang tidak rasional dapat menyebabkan sejumlah


masalah. Misalnya secara langsung atau tidak langsung; bahan bangunan dapat
berkontribusi terhadap polusi udara, seperti bau yang tidak sedap. Ada 3 hal utama
yang harus diperhatikan dalam penggunaan bahan bangunan; (1) keawetan atau umur
panjang dari material konstruksi tersebut, (2) maintenance atau pemeliharaan dan
perawatan material konstruksi tersebut, bila rusak atau perkembangan teknologi harus
diganti, (3) keawetan non fisik (ketersediaan, faktor tidak laku, kebosanan) ).

F. Warna dan Pencahayaan

Warna termasuk bagian utama untuk menciptakan keadaan yang berbeda pada
ruangan dan mewujudkan suasan tersebut. Efek warna-warna tersebut pada setiap
manusia berbeda-beda, bergantung pada usia, jenis kelamin, asal budaya, atau kondisi
mental. Umumnya orang merefleksikan warna menurut suhu, sehingga warna yang
dihasilkan dari spektrum warna merah (kuning, jingga, merah) diniliai mengandungan
pemanasan, sedangkan biru atau hijau memiliki efek sejuk dan dingin. Pengaruh suhu,
warna juga dapat membuat suuasana berbeda pada suatu ruang, seperti warna cerah
dapat terlihat ruangan tampak lebih luas dan jika warna kontras tampak lebih sempit.
Selain itu, warna juga dapat memberitahukan tingkatan dalam bersosial manusia.

Ruang dan cahaya termasuk dua hal terpenting. Jika cahaya dalam ruangan terlalu
redup akan membuat ruangan menjadi gelap dan dingin, sedangkan kalau cahaya yang
diberikan keterangan akan merasakan silau dan tidak baik untuk mata. Kualitas
pencahayaan yang tidak sesuai menyebabkan kinerja yang buruk. Menurut
Wicaksono (2014) warna cerah menyebabkan ruangan yang berkesan secara visual,
sedangkan warna gelap menciptakan ruangan terkesan santai. Selain itu, Ching
(2008) menyatakan bahwa warna dan pencahayaan yang cerah menciptakan suasana
riang pada ruangan dan cahaya alami yang redup secara bertahap dapat menimbulkan
rasa ketenangan di dalam ruangan.
G. Studi Kasus

Lokasi Penghawaan Pencahayaan Sirkulasi Persepsi


KAPASITAS

Ruang JENDELA LAMPU LED, ~26 60% Secara kualitas,


B.31 kenyamanan,
BUKAAN
kondusivitas,
dan sanitasi
masih agak
kurang

Ruang AC, LAMPU LED, ~26 40% Secara kualitas,


C JENDELA kenyamanan,
BUKAAN
kondusivitas,
dan sanitasi baik

Tabel tersebut menunjukkan persepsi mahasiswa arsitektur terhadap kampus,


khususnya bangunan yang banyak dan ruangan yang banyak namun sirkulasi tata
ruang dan proporsi furniture yang kurang tepat, seperti kursi yang dipasang sekat
antar meja akibat COVID 19, mengurangi akses siswa saat menggambar. Selain
menghimpun pendapat tentang ruang B.31 Fakultas Teknik Sudirman dan ruang
Magister Fakultas Teknik Sudirman, sebagian besar responden berpendapat bahwa
Ruang C (S2) hanya lebih cocok untuk penggunaan di dalam ruangan saja. Dilihat
dari banyaknya klaim kualitas,Ruang kerja Arsitektur Fakultas Teknik Soedirman
lebih tinggi di ruang utama Fakultas Teknik Soedirman yaitu gedung Fakultas Teknik
Soedirman, kualitas yang lebih baik B.31 Arsitektur Teknik Sudirman. Demikian pula
dengan pertanyaan kedua, ketiga dan keempat terkait kenyamanan, kemudahan dan
kebersihan di gedung Fakultas Arsitektur dan Teknik Sudirman lebih tinggi
dibandingkan dengan yang ada di gedung Fakultas Arsitektur dan Teknik Sudirman.
gedung Fakultas Teknik Jimbaran.

Secara keseluruhan mahasiswa arsitektur menilai ruangan Magister Teknik


Sudirman lebih baik daripada ruangan B31 karena beberapa faktor yaitu ventilasi,
pencahayaan, aksesibilitas dan juga kebersihan ruangan.

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Persepsi lingkungan dapat dipahami sebagai interpretasi seseorang atau


sekelompok orang tentang lingkungan di sekitarnya. Contoh kasus persepsi
lingkungan yang dibahas adalah persepsi mahasiswa Program Studi Arsitektur untuk
kelas magister dan kelas B.31. Berdasarkan tanggapan terhadap kuesioner yang telah
disusun, disimpulkan bahwa ruang kelas S2 di Kampus Teknik Sudirman lebih baik
daripada di Gedung Teknik Kampus Jimbaran. Meski begitu, responden menyatakan
bahwa fasilitas gedung fakultas teknik masih kurang dan belum bisa mendukung
sepenuhnya kegiatan perkuliahan.

3.2 Saran

Masih terdapat kurangnya fasilitas gedung fakultas teknik, maka dari itu saran
dari penulis untuk kualitas sarana dan prasarana Fakultas Teknik Universitas
Udayana perlu ditingkatkan untuk memberikan kesadaran lingkungan yang baik
kepada mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Mar’at. (2008). Sikap Manusia, Perubahan, Serta Pengukuran. Ghalia Indonesia :

Jakarta.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Umi Amalia. 2003. Pengaruh Persepsi Mahasiswa Tentang Profesi Guru Teknik Sekolah

Menengah Kejuruan Terhadap Keberhasilan Belajarnya Pada Program Studi

Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung : tidak diterbitkan

Moh.Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung. PPB - IKIP

Bandung

Anda mungkin juga menyukai