“Kebebasan sekiranya hanya ada di sekitar kita, tak perlu mencari dan bertendensi”
- Abraham Qodry N S -
Kata Penulis
Berawal dalam keraguan, apakah acara ini akan terus dalam jalurnya dan konsisten?
Atau malah hanya sebatas angan? Atau bisa juga berubah-ubah? Dalam tanda tanya di hati
dan pikiran. Hingga beberapa hari, terputuskan. Selasa, 27 Oktober 2020 perjalanan awal
tepat di malam rabu pahing. “Mulai dulu” adalah cara yang terbaik untuk menggapai impian
dan cara terbaik untuk berdamai dengan tantangan. Kutulis dengan tujuan mengisi konten
Twitter dan Blog yang teramat sunyi. Dibuat di kala sempit, dibungkus dalam program Satu
Hari Satu Puisi. Dengan judulnya saja anda sudah sangat mengerti, tak perlu ku jelaskan
lagi.
Dibuat di kala sempit? Kala hati, pikiran dan keadaan fokus pada PTN dan PTK,
fokus pada tugas-tugas pandemi, fokus pada kamu yang membuang hati. Walau sempit yang
berhimpit, mimpi dan cita harus tetap terwujud. Juga sebagai latihan agar pikiran tetap panas
dalam dunia tulisan.
Sempat berhenti, namun asa terus merajut membumbung tinggi. Hingga saat ini, 1
Desember 2020 yang masih ku tulis dan benahi buku ini. Mungkin akan dipublikasikan Rabu,
2 Desember 2020 ketika 18 tahun yang lalu aku lahir ke dunia tepat jam enam pagi di bulan
suci. Sebagai edisi pertama, sebagian tulisan bulan Oktober dan November dengan jumlah
judul 25. Sekaligus direncanakan akan terbit satu bulan sekali. Diharapkan dapat terus
berjalan hingga edisi-edisi kedepan dan dapat menjadi pemantik semangat bagi siapapun
yang ingin menjadi penulis atau memiliki ketertarikan terhadap dunia literasi. Di akhir artikel
puisi yang berada di Qo-Blog tertulis satu kalimat “Kelak saya ingin ini tidak hanya
menjadi sebuah tulisan saja, namun sebuah karya yang dapat menginspirasi banyak
orang.” Dan ini menjadi satu langkah kemajuan agar menginspirasi banyak orang lewat puisi
bebas saya. Sebagai penutup saya ucapkan terimakasih, selamat beribadah puisi. Dan ingat
bahwa “Kesempatan tidak datang dua kali. Tapi kesempatang datang kepada siapa yang
tidak berhenti mencoba.” – Dzawin Nur Ikram-
Daftar Isi
Belukar Dunia
Suara Pujangga
Muludan
Darah Juang
Anggorokasih
Bimbang
Serayu Merayu
Anindhita
Indonesia Terserah
Di Bawah Bala
Di Antara Pembatas
Lubang Hidroponik
Kota Tua
Membaca Gelap
Derita Kelas
Tragedi Malming
Bersedih Senja
Sajak Senja
Kampul
Pahlawan Berjasa
Bola Pedal
Tumbler Sepi
Rubik
Serempet Api
Penjara Gusar
Belukar Dunia
Kata insan
dunia sudah Bahagia,
mungkin tak semua tau
Waduk Gajah Mungkur
sepatah tarsal buana.
Woyyyy,
begitu lantang
hingga sempat dibungkam.
Di dinding pikiran,
sosial dan budaya.
Malam penuh misteri
dan kaya tradisi.
Derai menemani
tamaram indufasmi
rapal mantra hati
agar tak sesunyi-sunyi.
Dalam lamunan
tanpa sinar
ragu membayang
berani sama jejal
menderap daksa.
Masih dibimbang
merenung tak berwaktu
nestapa tak berkelana
hingga kapan mengastu.
Sesekali menggoyang
helai rambut beracakan
seduh kopi,
yang terlanjur dingin.
Hanya Tuhan,
Dzat yang diagungkan
semua berharap kepada-Nya
dalam siang dan malam.
Insan,
nirmala? amat tamaram.
Anindya? hanya parasnya.
Persistensi? kalau ada tahta.
Aku? tak pantas sempurna.
Delapan bulan,
empat belas hari berlalu.
Corona tak mau enyah,
di negri aku dan kamu.
Terimakasih Tuhan.
Terimakasih presiden
dan wakilnya.
Terimakasih para perwakilan
dan majelis.
Terimakasih kepentingan.
Terukir celaka,
derap kian dekat
serbu keangkuhan jiwa
mata batin tertutup angan.
Di sudut-sudut besi
di pelupuk mata ini,
terombang ambing kehidupan
antara sesal dan tak kekal.
Maut terkejar
harta tertinggal
keluarga tertangis
saudara terengis.
Bukan di Jakarta.
Bukan di Semarang.
Bukan juga di jauh sana.
Di saat sendiri
waktu seduh datang kemari
menelisik begitu dalam
menelusuri begitu terjal,
antara angan dan diam.
Bukan predikat,
bisa menjadi subjek
dan juga bisa objek.
Enak rasa
hangat, dingin sama rasa.
Irisan pelit lemon di dasar kolam
bukan lemon, hanya jeruk tipis.
Teh terlarut dalam H20
pucuknya justru tenggelam
di akhir, terseruput jeruk nipis
rasanya masam seperti masa depan.