Anda di halaman 1dari 33

Jurnal Nasional system Pernafasan

Perbedaan Ekspresi miRNA-126 dan Interleukin (IL)-13 Pada Pasien Asma


Terkontrol Penuh dan Tidak Terkontrol Penuh

A.  Abstraksi
Penemuan penting dalam beberapa dekade terakhir ini dibidang biologi dan kesehatan
adalah ditemukannya micro-RNA, salah satunya adalah miRNA-126 yang terlibat dalam regulasi
interleukin-13 (IL-13) dan respons sel T helper 2 (Th2). Tujuan penelitian adalah membuktikan
perbedaan ekspresi miRNA-126 dan IL-13 serum pada kelompok asma terkontrol penuh dan tidak
terkontrol penuh serta menganalisis hubungan antara ekspresi miRNA-126 dengan IL-13 pada
kedua kelompok
B.  Deskripsi Singkat
Asma merupakan penyakit kronik serius yang dapat menyerang semua golongan umur baik
di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi asma di seluruh dunia mencapai 300 juta,
dan diprediksi akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi ini bervariasi di
masing- masing negara dan peningkatan prevalensi terutama dijumpai pada negara maju. Di
Amerika, prevalens asma 7,3% pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 8,2% pada tahun 2009.1
Di Indonesia asma termasuk dalam 10 besar penyebab kesakitan dan kematian. Prevalens
penyakit asma di Indonesia sebesar 13 dari 1.000 penduduk pada tahun 1995. Belum ada survei
secara nasional di Indonesia. Laporan hasil penelitian mendapatkan prevalens asma yang sangat
bervariasi yang disebabkan oleh perbdaan kriteria definisi asma, metodologi penelitian, etnis, faktor
lingkungan dan tempat tinggal serta status sosial ekonomi subjek penelitian.
Jika pasien asma sudah dalam masa pengobatan, beratnya asma dinilai berdasarkan
gambaran klinis asma dan regimen pengobatan. Global Initiative for Asthma (GINA) telah
membuat pedoman penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mencapai asma terkontrol. Namun
pada kenyataannya pedoman itu tidak diimplementasikan secara efektif dalam praktik sehari-hari
sehingga masih banyak terdapat keadaan asma yang tidak terkontrol. Berbagai faktor berperan
dalam menyebabkan keadaan asma yang tidak terkontrol, di antaranya adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, asma derajat berat, penggunaan obat kortikosteroid yang
salah, genetik, penyakit komorbid, kepatuhan berobat yang buruk, pengetahuan mengenai asma, dan
berat badan berlebih.
C.  Analisis PICOT
1.      P = Populasi
Diperoleh secara konsekutif pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Setiap prosedur penelitian telah disetujui oleh komite etik. Pasien secara sukarela berpartisipasi
dalam penelitian dan menandatangani informed consent. Sampel dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok kontrol atau kelompok asma terkontrol penuh, adalah kelompok pasien penderita asma
yang terkontrol penuh dengan nilai Asthma Control Test (ACT) 25, dan kelompok kasus atau
kelompok asma tidak terkontrol penuh, yaitu kelompok pasien penderita asma yang terkontrol
sebagian dan tidak terkontrol dengan nilai ACT <25.
2.      I = Intervensi
Cara tingkat kontrol asma dapat dicapai dengan pengobatan medikamentosa serta self
management pasien asma yang baik dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kontrol
asma tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit asma. Pengetahuan mengenai asma sangat
penting dalam mencapai kontrol asma. Pengetahuan pasien tentang penyakit asma merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kontrol asma. Pasien asma dengan strata pendidikan
tinggi seharusnya mempunyai self management yang baik terhadap penyakitnya, sehingga dapat
mempertahankan status terkontrol asma. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin
terkontrol asmanya. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya
3.      C = Comparation
      Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja.
4.      O = Outcome
Dari hasil distribusi penderita berdasarkan kelompok usia pada penelitian ini menunjukkan
gambaran bahwa pada kelompok kasus dan kontrol subjek didominasi usia 31-40 tahun, perempuan
lebih banyak daripada laki-laki. Menurut Morris, prevalensi asma lebih besar pada perempuan
setelah pubertas, dan mayoritas kasus onset dewasa yang didiagnosis pada orang yang lebih tua dari
40 tahun terjadi pada perempuan. Hal ini karena anak laki-laki lebih mungkin dibandingkan anak
perempuan mengalami penurunan gejala pada akhir remaja. Dua per tiga dari semua kasus asma
didiagnosis sebelum pasien berusia 18 tahun. Sekitar separuh dari semua anak yang didiagnosis
menderita asma mengalami penurunan atau hilangnya gejala pada awal masa dewasa
5.      T = Time
      Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020

No Item Ringkasa Jurnal Analisis

1 Abstrak Penemuan penting dalam beberapa dekade Apakah abstrak sudah


terakhir ini dibidang biologi dan kesehatan menjelaskan hal yang
adalah ditemukannya micro-RNA, salah melatarbelakangi penelitian,
satunya adalah miRNA-126 yang terlibat dalam metode, hasil dan kesimpulan :
regulasi interleukin-13 (IL-13) dan respons sel Ya sudah
T helper 2 (Th2). Tujuan penelitian adalah
membuktikan perbedaan ekspresi miRNA-126
dan IL-13 serum pada kelompok asma
terkontrol penuh dan tidak terkontrol penuh
serta menganalisis hubungan antara ekspresi
miRNA-126 dengan IL-13 pada kedua
kelompok.
Metode: Studi kasus kontrol dilakukan pada 36
pasien asma stabil yang berkunjung ke poli paru
RSUD Saiful Anwar Malang dari bulan
September 2018 sampai Maret 2019. Subjek
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 18 orang
pada kelompok asma terkontrol penuh dan 18
orang pada kelompok asma tidak terkontrol
penuh. Dilakukan pengukuran ekspresi miRNA-
126 dengan metode quantitative polymerase
chainreaction (q-PCR) dan IL-13 dengan
metode enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA).
Hasil: Ekspresi miRNA-126 lebih tinggi pada
kelompok kontrol (3,499±2,99) dibandingkan
pada kelompok kasus (2,719±2,73), namun
perbedaan ini tidak bermakna (P=0,273). Kadar
IL-13 lebih tinggi pada kelompok kasus
(17,285±9,37) daripada kelompok kontrol
(11,681±5,22) dengan perbedaan yang
bermakna (P=0,009). Namun tidak terdapat
hubungan antara ekspresi miRNA-126 dengan
kadar IL-13 pada kedua kelompok.

2 Latar Belakang Asma merupakan penyakit kronik serius yang Apakah data yang disajikan
dapat menyerang semua golongan umur baik di dalam latar belakang akurat
negara maju maupun di negara berkembang. dan relevan dengan
Prevalensi asma di seluruh dunia mencapai 300 masalah penelitian : sudah
juta, dan diprediksi akan meningkat hingga 400 relevan
juta pada tahun 2025. Prevalensi ini bervariasi
Apakah masalah penelitian
di masing- masing negara dan peningkatan
cukup jelas dirumuskan : cukup
prevalensi terutama dijumpai pada negara maju.
dan sangat jelas
Di Amerika, prevalens asma 7,3% pada tahun
2001 dan meningkat menjadi 8,2% pada tahun Apakah masalah penelitian
2009.1 aktual dan penting untuk diteliti ;
Di Indonesia asma termasuk dalam 10 besar ya penting untuk diteliti untuk
penyebab kesakitan dan kematian. Prevalens menambah wawasan
penyakit asma di Indonesia sebesar 13 dari
Apakah menantang
1.000 penduduk pada tahun 1995. Belum ada
survei secara nasional di Indonesia. Laporan
hasil penelitian mendapatkan prevalens asma
yang sangat bervariasi yang disebabkan oleh
perbdaan kriteria definisi asma, metodologi
penelitian, etnis, faktor lingkungan dan tempat
tinggal serta status sosial ekonomi subjek
penelitian.1
Jika pasien asma sudah dalam masa
pengobatan, beratnya asma dinilai berdasarkan
gambaran klinis asma dan regimen pengobatan.
Global Initiative for Asthma (GINA) telah
membuat pedoman penatalaksanaan asma yang
bertujuan untuk mencapai asma terkontrol.
Namun pada kenyataannya pedoman itu tidak
diimplementasikan secara efektif dalam praktik
sehari-hari sehingga masih banyak terdapat
keadaan asma yang tidak terkontrol. Berbagai
faktor berperan dalam menyebabkan keadaan
asma yang tidak terkontrol, di antaranya adalah
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
kebiasaan merokok, asma derajat berat,
penggunaan obat kortikosteroid yang salah,
genetik, penyakit komorbid, kepatuhan berobat
yang buruk, pengetahuan mengenai asma, dan
berat badan berlebih

3 Metodeologi Studi kasus kontrol dilakukan pada 36 pasien Apakah metode yang digunakan
asma stabil yang berkunjung ke poli paru sesuai dengan masalah penelitian
RSUD Saiful Anwar Malang dari bulan
Apakah instrumen atau
September 2018 sampai Maret 2019. Subjek
perlakuan yang digunakan sesuai
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 18 orang
pada kelompok asma terkontrol penuh dan 18 Apakah sampelnya
orang pada kelompok asma tidak terkontrol memadahi/mewakili
penuh. Dilakukan pengukuran ekspresi miRNA-
126 dengan metode quantitative polymerase Apakah analisis data yang
chainreaction (q-PCR) dan IL-13 dengan digunakan sesuai
metode enzyme-linked immunosorbent assay Semua Sudah sesuai
(ELISA).
4 Hasil Distribusi penderita berdasarkan kelompok usia Apakah hasil disajikan dengan
pada penelitian ini menunjukkan gambaran menarik dan mudah dipahami : ya
bahwa pada kelompok kasus dan kontrol subjek sangat nebarikndan mudah
didominasi usia 31-40 tahun, perempuan lebih dipajami
banyak daripada laki-laki. Menurut Morris,
prevalensi asma lebih besar pada perempuan
setelah pubertas, dan mayoritas kasus onset
dewasa yang didiagnosis pada orang yang lebih
tua dari 40 tahun terjadi pada perempuan. Hal
ini karena anak laki-laki lebih mungkin
dibandingkan anak perempuan mengalami
penurunan gejala pada akhir remaja. Dua per
tiga dari semua kasus asma didiagnosis sebelum
pasien berusia 18 tahun. Sekitar separuh dari
semua anak yang didiagnosis menderita asma
mengalami penurunan atau hilangnya gejala
pada awal masa dewasa .
sebagian besar subjek penelitian mempunyai
tingkat pendidikan tertinggi adalah sarjana yaitu
20 subjek (55%) pada kedua kelompok dan
pada kelompok terkontrol penuh sebanyak 12
subjek. Mencapai dan mempertahankan asma
terkontrol merupakan tujuan utama dari
penatalaksanaan asma, yaitu kondisi optimal
yang memungkinkan pasien asma dapat
melakukan aktivitas kehidupannya seperti orang
sehat lainnya. Indikator asma terkontrol adalah
tidak ada gejala, tidak ada keterbatasan
aktivitas, tidak ada gejala pada malam hari,
tidak memerlukan obat pelega, fungsi paru
normal dan tidak ada serangan asma sepanjang
tahun

5 Pembahasan Konsentrasi IL-13 pada darah perifer meningkat Apakah konsep/teori yang
pada pasien asma dan berhubungan dengan mendasari penelitian ini
beratnya derajat asma, dan konsentrasinya
Apakah pembahasan sesuai
semakin meningkat pada saat eksaserbasi.
dengan hasil penelitian
Interleukin-13 adalah pleiotropic Th2 cytokine
yang telah terbukti menjadi pusat patogenesis Apakah membandingkan dengan
asma. Beberapa efek yang paling menonjol dari hasil penelitian lain
IL-13 adalah peningkatan diferensiasi sel
goblet, aktivasi fibroblas, peningkatan Apakah ada hasil penelitian
hiperresponsif bronkus, dan
switching produksi antibodi sel B dari IgM ke sejenis lain yang Anda ketahui
IgE. 21 Relevansi efek ini terhadap asma telah
dilakukan dengan hati-hati baik pada model
hewan coba maupun pada manusia. Peran IL-13
pada asma telah menjadi biomarker potensial
Th2 untuk inflamasi saluran napas, dan aktivitas
IL-13, telah diidentifikasi baik pada darah,
sputum eosinofil, serum IgE total, dan protein
yang berasal dari epitelium bronkus (misalnya,
serum periostin).21 Bahkan telah
dikembangkan beberapa anti IL- 13 yang
dilaporkan telah mampu mengurangi tingkat
keparahan asma dan tingkat eksaserbasi,
misalnya. Anrukinzumab, Lebrikizumab dan
Tralokinumab. Pada kelompok kontrol ekspresi
miRNA-12 lebih tinggi, sedangkan kadar IL-13
lebih rendah. Sedangkan pada kelompok kasus
ekspresi miRNA- 126 lebih rendah dan kadar
IL-13 lebih tinggi. Namun ekspresi miRNA-126
dengan IL-13 pada kelompok kontrol maupun
kelompok kasus ini secara statistik tidak
berhubungan.
J Respir Indo Vol. 40 No. 1 Januari 2020
Keterbatasan pada penelitian ini yaitu semua
populasi adalah pasien asma stabil, sehingga
tidak bisa dibandingkan dengan kontrol sehat.
Kemudian sampel yang diambil adalah darah
vena, sedangkan banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi sistemik walaupun
sudah diminimalkan dengan kriteria eksklusi,
sehingga diperlukan penelitian lain yang
membandingkan miRNA pada jaringan saluran
napas.

6 Kesimpulan Terdapat perbedaan bermakna kadar IL-13 pada Apakah kesimpulan sudah sesuai
kedua kelompok yaitu pada kelompok asma dengan tujuan penelitian
tidak terkontrol penuh kadarnya lebih tinggi
daripada asma terkontrol penuh. Sedangkan
ekspresi miRNA- 126 lebih tinggi pada
kelompok asma terkontrol penuh daripada
kelompok asma tidak terkontrol penuh, namun
perbedaan ini tidak bermakna. Serta tidak ada
hubungan antara ekspresi miRNA-126 dengan
kadar IL-13 pada kedua kelompok.

7 Implikasi Apakah hasil penelitian bisa


diterapkan dalam praktek
keperawatan
Apa saran Anda terhadap hasil
penelitian tersebut bagi
penelitian selanjutnya atau bagi
pelayanan perawatan
JURNAL NASIONAL MUSKULOSKELETAL ( Rheumatoid Athritis )
PENGETAHUAN DAN SIKAP LANSIA TENTANG PENANGANAN RHEUMATOID
ARTHRITIS
A.  Abstraksi
       Rheumatoid arthritis merupakan salah satu masalah yang dialami oleh masyarakat khususnya
lansia. Peningkatan Penyakit Reumatoid dari tahun ke tahun dipengaruhi juga oleh perilaku pasien
yang kurang tepat cara penanganannya. Jika perilaku masyarakat dalam pengobatan Rheumatoid
Arthritis tidak benar maka penyakit Rheumatoid Arthritis akan menimbulkan gangguan kronis
lainnya.
B.  Deskripsi Singkat
  Lanjut usia ansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Jumlah
lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia
tahun 2014. Jumlah lansia 60 tahun ke atas 21,7 juta jiwa atau 8,5% dari total penduduk Indonesia
(Badan Pusat Statistika, 2014). Tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia
(Badan Pusat Statistika, 2017). Kelompok usia lanjut di Bali yang mengalami penyakit pada
persendian sebanyak 10,4% atau 15.591 ribu jiwa (Riskesdas, 2018).
Menurut Word Health Organization (WHO) lansia memiliki kerentanan tinggi untuk
menderita penyakit musculoskeletal akibat dari proses penuaan. Penyakit utama Muskuloskeletal
adalah Arthritis Rheumatoid, Osteoarthritis dan Gout. Perubahan Muskuloskeletal ini yang dapat
mempengaruhi kondisi fisik jutaan orang diseluruh dunia. Rheumatoid Arthritis merupakan salah
satu penyakit ang sering terjadi pada lanjut usia. Penyakit Arthritis Rheumatoid diperkirakan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan 17% (6-31%), dan di perkirakan bahwa Arthritis Rheumatoid
disebabkan oleh beban dan aktivitas yang berlebih 20% (11- 29%) (WHO, 2016).
C.  Analisis PICOT
1.      P = Populasi
     Subyek dalam penelitian ini berjumlah 54 pasien asma rawat jalan yang terdiri dari 21 (38,89%)
pasien pria dan 33 (61,11%) pasien wanitaSecara umum, gambaran usia dan jenis kelamin pasien
asma di RSUD Panembahan Senopati menunjukkan kemiripan dengan prevalensi asma pada
beberapa studi epidemiologi yang dilakukan Kynyk dkk. (2011). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa jumlah wanita penderita asma tertinggi terjadi pada kelompok usia 53 – 59 tahun. Pada
kelompok usia 60 – 66 tahun pasien pria lebih mendominasi daripada pasien wanita.Meskipun asma
tidak dapat disembuhkan, manajemen yang tepat dapat mengontrol gangguan asma tersebut dan
memungkinkan orang untuk menikmati kualitas hidup yang baik. Lama menderita asma dalam
penelitian ini dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu kurang atau sama dengan satu tahun, 2 – 5 tahun,
6 – 10 tahun dan lebih dari 10 tahun.
2.      I = Intervensi
Peningkatan penyakit Arthritis Rheumatoid dari tahun ke tahun di pengaruhi oleh perilaku
pasien yang kurang tepat terhadap cara mengatasi Arthritis Rheumatoid. Ada beberapa faktor yang
sangat berpengaruh dalam pengetahuan salah satunya adalah pendidikan, begitu juga dengan sikap
dan tindakan pasien terhadap cara mengatasi rheumatoid arthritis yang kurang baik dapat
memperlambat kesembuhan bahkan akan memperparah Arthritis Rheumatoid. Jika perilaku
masyarakat dalam penanganan Arhtritis Rheumatoid tidak benar maka penyakit Arthritis
Rheumatoid akan menyebabkan kelainan sistem pencernaan (GI sekunder, ulkus peptikum), ginjal
(peradangan), kulit (nodul subkutan, lesi vaskulitis), jantung (katup jantung, miokarditis dan lain-
lain), paru (pneumenia, efusi pleura dan lain-lain) hematologi (anemia normo kronik normo sitik,
trombolisotis dan lain-lain) dan alkular (kerato konjungtivitis, episkleritis dan lain-lain) (Helmi,
2012).
     
3.      C = Comparation
      Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja.
4.      O = Outcome
      Dari hasil penelitian ditemukan Lansia di Indonesia yang menderita rheumatoid arthritis
sebanyak 51.9% dari 3 penyakit (rheumatoid arthritis, stroke, hipertensi) yang diderita oleh
sekelompok lansia (Kemenkes, 2013). Presentase ini menunjukkan bahwa rheumatoid arthritis
cukup banyak diderita oleh lansia di Indonesia. Manifestasi pertama yang muncul pada penderita
rheumatoid arthritis adalah nyeri, dimana nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan dimana dapat mengganggu aktivitas masyarakat khususnya lansia, terutama
mereka yang memiliki aktivitas sangat padat di daerah perkotaan seperti, duduk selama berjam-jam
tanpa gerakan tubuh yang berarti, kurangnya porsi berolah raga, serta faktor bertambahnya usia.
5. T= Time
      Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017.
No Item Ringkasa Jurnal Analisis

1 Abstrak Arthritis Rheumatoid merupakan salah satu - Apakah abstrak


masalah yang dialami masyarakat sudah menjelaskan hal
khususnya lansia. Peningkatan penyakit yang melatarbelakangi
Arthritis Rheumatoid dari tahun ke tahun di penelitian, metode, hasil dan
pengaruhi juga oleh perilaku pasien yang kesimpulan
kurang tepat terhadap cara menangani
Arthritis Rheumatoid. Jika perilaku
masyarakat dalam penanganan Arhtritis
Rheumatoid tidak benar maka penyakit
Arthritis Rheumatoid akan menyebabkan
kelainan kronis lainnya.

2 Latar Belakang anjut usia (lansia) adalah kelompok - Apakah data yang
penduduk yang berumur 60 tahun atau disajikan dalam latar
lebih. Jumlah lansia di Indonesia mencapai belakang akurat dan relevan
20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari dengan masalah
seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. penelitian
Jumlah lansia 60 tahun ke atas 21,7 juta - Apakah masalah
jiwa atau 8,5% dari total penduduk penelitian cukup jelas
Indonesia (Badan Pusat Statistika, 2014). dirumuskan
Tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa - Apakah masalah
penduduk lansia di Indonesia (Badan Pusat penelitian aktual dan penting
Statistika, 2017). Kelompok usia lanjut di untuk diteliti
Bali yang mengalami penyakit pada - Apakah menantang
persendian sebanyak 10,4% atau 15.591
ribu jiwa (Riskesdas, 2018).
Menurut Word Health Organization (WHO)
lansia memiliki kerentanan tinggi untuk
menderita penyakit musculoskeletal akibat
dari proses penuaan. Penyakit utama
Muskuloskeletal adalah Arthritis
Rheumatoid, Osteoarthritis dan Gout.
Perubahan Muskuloskeletal ini yang dapat
mempengaruhi kondisi fisik jutaan orang
diseluruh dunia. Rheumatoid Arthritis
merupakan salah satu penyakit yang sng
terjadi pada lanjut usia. Penyakit Arthritis
Rheumatoid diperkirakan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan 17% (6-31%), dan di
perkirakan bahwa Arthritis Rheumatoid
disebabkan oleh beban dan aktivitas yang
berlebih 20% (11- 29%) (WHO, 2016).

3 Metodeologi Metode yang digunakan dalam literature - Apakah metode yang


review ini menggunakan strategi secara digunakan sesuai dengan
komprehensif, seperti pencarian artikel masalah penelitian
dalam database jurnal penelitian, pencarian - Apakah instrumen
melalui internet, tinjauan ulang artikel. atau perlakuan yang
Pencarian database yang digunakan meliputi digunakan sesuai
Google Schoolar, dan PNRI (Perpustakaan - Apakah
Nasional Republik Indonesia). Jurnal yang sampelnya
didapat sebanyak 6 jurnal dimana terdapat 4 memadahi/mewakili
jurnal Nasional dari Google Schoolar dan 2 - Apakah analisis data
jurnal Internasional dari PNRI yang digunakan sesuai
(Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia). Kata kunci yang digunakan
dalam pencarian artikel yaitu menggunakan
bahasa Inggris dengan kata kunci
rheumatoid arthritis, elderly, knowledge,
attitude, handling, rheumatism, dan bahasa
Indonesia dengan kata kunci rheumatoid
arthritis, lansia, pengetahuan, sikap,
penanganan, reumatik. Terdapat 10 artikel
yang diperoleh dan 6 artikel dianalisis
melalui analisis tujuan, kesesuaian topik,
metode penelitian yang digunakan, ukuran
sampel, etik penelitian, hasil dari setiap
artikel, serta keterbatasan yang terjadi.

4 Hasil Hasil literature review ini didapatkan bahwa - Apakah hasil disajikan dengan
sebagian besar lansia masih memiliki menarik dan mudah dipahami
pengetahuan yang kurang sehingga dapat
berpengaruh pada sikap lansia yang acuh
pada pelayanan kesehatan dan lebih
memilih untuk melakukan pengobatan
menggunakan jamu-jamuan

5 Pembahasan Berdasarkan hasil analisis dari 6 artikel - Apakah konsep/teori


yang diperoleh sesuai dengan kriteria yang mendasari penelitian ini
inklusi, jenis penelitian yang didapatkan 4 - Apakah pembahasan
penelitian kuantitatif dan 2 penelitian sesuai dengan hasil penelitian
kualitatif dengan hasil analisis bahwa dari - Apakah membandingkan
keenam jurnal tersebut bahwa masih dengan hasil penelitian lain
sebagian besar lansia memiliki pengetahuan - Apakah ada hasil
dan sikap yang kurang baik seperti lansia penelitian sejenis lain yang
yang kurang terpapar informasi mengenai Anda ketahui
penyakit rheumatoid arthritis ataupun lansia
yang acuk tak acuh tentang informasi
kesehatan khususnya mengenai penyakit
rheumatoid arthritis dan juga masih ada
lansia yang lebih memilih melakukan
pengobatan secara tradisional untuk
menangani nyeri yang muncul.
Penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh
Sampeangin (2018), Jamaluddin (2016), dan
Khalil (2015) menyatakan bahwa
pengetahuan lansia terdapat pada tingkat
kategori baik dan sikap lansia rata-rata pada
kategori baik. Pengetahuan dan sikap lansia
dikatakan baik ini dapat dilihat dari lansia
yang sudah memahami penyakit serta gejala
dari rheumatoid arthritis, lansia juga
memahami bahwa rheumatoid arthritis juga
dapat menyebabkan kelainan bentuk tubuh.
Hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Aklima (2017), yang
mengatakan bahwa pengetahuan dan sikap
lansia tentang penyakit rheumatoid arthritis
berada pada tingkat kategori kurang baik.
Penelitian kualitatif yang dilakukan oleh
Rany (2017) menyatakan bahwa
pengetahuan dan sikap lansia terdapat pada
kategori kurang baik. Ini dapat dilihat dari
pengetahuan yang lansia miliki masih
kurang dan sikap lansia yang acuh terhadap
pelayanan kesehatan sehingga
menyebabkan lansia lebih memilih untuk
melakukan pengobatan menggunakan jamu-
jamuan berdasarkan budaya yang sudah
digunakan secara turun-temurun. Hal ini
berbeda dengan pendapat Kamsan (2020)
yang menyatakan bahwa pengetahuan
masyarakat tentang knee ostheo arthritis
bervariasi setiap individu, dimana banyak
yang mengatakan bahwa individu masih
membutuhkan lebih banyak lagi informasi
mengenai knee ostheo athritis

6 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari 6 literatur penelitian - Apakah kesimpulan sudah


yang sudah dianalisis dapat disimpulkan sesuai dengan tujuan
bahwa sebagian besar lansia masih memiliki penelitian
pengetahuan yang kurang tentang penyakit
rheumatoid arthritis dan sikap acuh terhadap
informasi penyuluhan kesehatan mengenai
penyakit rheumatoid arthritis dan lansia
lebih memilih untuk melakukan pengobatan
tradisional yang belum mengetahui
kandungan, efek samping dari obat
tradisional tersebut.

7 Implikasi - Apakah hasil penelitian


bisa diterapkan dalam
praktek keperawatan
- Apa saran Anda terhadap
hasil penelitian tersebut
bagi penelitian selanjutnya
atau bagi pelayanan
perawatan
Jurnal Internasional Muskuloskeletal
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KASUS ARTHRITIS REUMATOID
UNTUK MENGURANGI NYERI KRONIS MELALUI PEMBERIAN TERAPI KOMPRES
HANGAT SEREI
A.  Abstraksi
       Arthritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Masalah yang sering timbul pada penderita Arthritis
Rheumatoid yaitu nyeri Kronis. Prevalensi penyakit sendi di sulawesi tengah sendiri pada tahun
2009 berada di posisi ke-12 di Indonesia sebesar 29,7%, sedangkan pada tahun 2013 berada pada
posisi ke- 6 yaitu sebesar 26,7% dari data tersebut dapat di simpulkan bahwa prevalensi penyakit
sendi di Sulawesi Tengah mengalami penurunan, namun terjadi peningkatan posisi terbanyak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Asuhan keperawatan Keluarga Pada Kasus Arthritis
reumatoid Untuk Mengurangi Nyeri Kronis Melalui Pemberian Terapi kompres Hangat Serei
B.  Deskripsi Singkat
       Penyebab Arthritis Rheumatoid (RA) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor antara lain,
Mekanisme IMUN ( Antigen- Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor Reumatoid,
Gangguan Metabolisme, Genetik, infeksi virus dan Faktor lain : nutrisi, faktor usia dan faktor
lingkungan yaitu (pekerjaan dan psikososial). (Suratun et.al, 2008).
Pada Arthritis Rheumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi, enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Panus
akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot
dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer et,al. 2002).
Masalah yang timbul pada penderita Arthritis Rheumatoid yaitu nyeri, dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri seperti nyeri sendi, secara nonfarmakologi yaitu menghangatkan persendian
yang sakit dengan terapi kompres hangat, yang dilakukan dengan menggunakan kain yang
direndam pada air hangat, dimana terjadi pemindahan panas dari kain kedalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot, sehingga
nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Ceccio, dalam Potter Perry,2001).
C.  Analisis PICOT
1.      P = Populasi
     Unit analisa/partisipan dalam kepera- watan yaitu klien dan keluarganya. Subjek yang digunakan
adalah 2 klien atau 2 keluarga (2 kasus) dengan penyakit Arthritis rheumatoid yang memiliki
masalah keperawatan nyeri, dengan mengambil 2 keluarga guna untuk membandingkan masalah
yang sama antara klien 1 dan klien 2. Fokus studi pada studi kasus ini adalah penerapan terapi
kompres hangat serei untuk mengurangi nyeri sendi pada klien Arthritis rheumatoid.
2.      I = Intervensi
     Berdasarkan uraian di atas bahwa kompres hangat merupakan tindakan nonfarmokologi yang
dapat dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri atritis rheumatoid dan metode ini
biasanya mempunyai resiko lebih rendah, maka peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung
apakah kompres hangat dengan menggunakan air rebusan serei dapat digunakan untuk
menghilangkan nyeri kronis akibat arthritis rheumatoid.
3.      C = Comparation
      Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja.
4.      O = Outcome
     Proses pelaksanaan kompres serei Menunjukan hasil pengajaran tekhnik kompres hangat serei
pada keluarga satu dan dua. Tekhnik kompres hangat serei pada keluarga I di ajarkan sebanyak satu
kali, sedangkan pada Keluarga II di ajarkan sebanyak dua kali. Nn. Y anak dari Ny. A lebih cepat
memahami, mengingat dan melakukan semua prosedur pelaksanaan terapi kompres hangat serei di
bandingkan dengan Ny. D adik dari Ny. I di karenakan umur yang berbeda jauh antara dua anggota
keluarga dan tingkat pendidikan Nn. Y anggota keluarga dari Ny. A lebih tinggi yaitu S1 di
bandingkan dengan tingkat pendidikan oleh keluarga Ny. I yaitu tingkat SMA.
5.      T = Time
      Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

No Item Ringkasa Jurnal Analisis


1 Abstrak Arthritis Reumatoid adalah suatu - Apakah abstrak
penyakit autoimun dimana persendian sudah menjelaskan hal
(biasanya sendi tangan dan kaki) yang melatarbelakangi
mengalami peradangan, sehingga terjadi penelitian, metode, hasil dan
pembengkakan, nyeri dan seringkali kesimpulan :
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian Ya sudah melatarbelakangi
dalam sendi. Masalah yang sering timbul penjelasan yang terdapat dalam
pada penderita Arthritis Rheumatoid jurnal
yaitu nyeri Kronis. Prevalensi penyakit
sendi di sulawesi tengah sendiri pada
tahun 2009 berada di posisi ke-12 di
Indonesia sebesar 29,7%, sedangkan
pada tahun 2013 berada pada posisi ke- 6
yaitu sebesar 26,7% dari data tersebut
dapat di simpulkan bahwa prevalensi
penyakit sendi di Sulawesi Tengah
mengalami penurunan, namun terjadi
peningkatan posisi terbanyak. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan
Asuhan keperawatan Keluarga Pada
Kasus Arthritis reumatoid Untuk
Mengurangi Nyeri Kronis Melalui
Pemberian Terapi kompres Hangat Serei.

2 Latar Belakang Penyakit arthritis bukan penyakit yang - Apakah data yang
mendapat sorotan seperti penyakit disajikan dalam latar
hipertensi, diabetes atau Acquired belakang akurat dan relevan
immuno deficiency syndrome (AIDS). dengan masalah penelitian
Namun, penyakit ini menjadi masalah : penelitian sudah relavan
kesehatan yang cukup mengganggu dan - Apakah masalah
terjadi dimana-mana. Penyakit ini paling penelitian cukup jelas
sering dimulai antara dekade keempat dirumuskan : permasalah
dan keenam dari kehidupan. Namun, cukup jelas
Arthritis Rheumatoid dapat mulai pada - Apakah masalah
usia berapa pun (American College of penelitian aktual dan penting
untuk diteliti : penelitian ini
Rheumatology, 2012). snagat penting untuk diteliti
Dan sangat menantang
Menurut World Health Organization
(WHO) angka kejadian rematik pada
tahun 2010 mencapai 20% dari penduduk
dunia yang telah terserang rematik,
dimana 5-10% berusia 5-20 tahun dan
20% berusia 55 tahun sedangkan tahun
2012 meningkat menjadi 25% penderita
rematik yang akan mengalami kecacatan
akibat kerusakan pada tulang dan
gangguan pada persendian. Rheumatoid
arthritis adalah bentuk paling umum dari
arthritis autoimun, yang mempengaruhi
lebih dari 1,3 juta orang di Amerika. Dari
jumlah tersebut, sekitar 75% adalah
perempuan, bahkan 1-3% wanita
mungkin mengalami rheumatoid arthritis
dalam hidupnya.
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit
ini lebih rendah dibandingkan dengan
negara maju seperti Amerika. Prevalensi
kasus Arthritis Rheumatoid di Indonesia
berkisar 0,1% sampai dengan 0,3%.
Sementara, di Amerika mencapai 3%
(Nainggolan, 2009). Angka kejadian
Arthritis Rheumatoid di Indonesia pada
penduduk dewasa (di atas 18 tahun)
berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak
dan remaja prevalensinya satu per
100.000 orang. Diperkirakan jumlah
penderita Rheumatoid arthritis di
Indonesia 360.000 orang lebih (Tunggal,
2012).

3 Metodeologi Metode yang di pakai adalah metode - Apakah metode yang


kualitatif keluarga, keluarga di ajarkan digunakan sesuai dengan
memberikan terapi kompres hangat serei masalah penelitian : metode,
untuk mengurangi nyeri sendi pada instrument, sampel yang
pasien Arthritis Reumatoid. Berdasarkan digunakan sudh sesuai.
askep keluarga yang penulis lakukan
pada ke dua keluarga, masalah utama
yaitu nyeri kronis dan di laksanakan
intervensi pemberian kompres hangat
serei pada kedua keluarga teratasi. Hasil
studi kasus menunjukan bahwa terapi
kompres hangat serei dapat mengurangi
nyeri pada kedua keluarga. Tingkat
kemandirian kedua keluarga meningkat
dari KM-II menjadi KM-III dan di
harapkan kedua keluarga dapat
melakukan secara mandiri.

4 Hasil Hasil pengkajian 2 keluarga pada - Apakah hasil disajikan dengan


individu yang sakit, di dapatkan hasil menarik dan mudah dipahami :
pada keluarga dua (Ny. I) lebih lama sangat menarik dan mudah
merasakan nyeri akibat Arthritis untuk dipahami
Reumatoid yaitu selama dua tahun pada
usia 57 tahun, sedangkan pada keluarga I
(Ny. A) merasakan nyeri akibat Arthritis
Reumatoid baru 6 bulan yang lalu saat
usia 55 tahun. Asumsi penulis, hal ini di
sebabkan karena faktor usia dari ke dua
keluarga yang terpaut 4 tahun di mana
Ny. I lebih tua 4 tahun dari Ny. A.
Hasil pengkajian yang peneliti dapatkan
pada pasien II (Ny. I) menderita Arthritis
Reumatoid mengalami keluhan nyeri
pada sendi-sendi jari kedua kakinya
karena memiliki kebiasaan bekerja terlalu
berat yang di buktikan dengan Ny. I
mengatakan “Nyeri di rasakan jika
setelah selesai bekerja dan merasa
kelelahan”. Menurut sarwono (2013)
Arthritis Reumatoid lebih sering terjadi
pada orang yang mempunyai aktivitas
yang berlebih dalam menggunakan lutut
dan kaki yang sering jongkok, karena
terjadi penekanan yang berlebih pada
lutut sehingga menimbulkan peradangan
pada sendi. Umumnya, semakin berat
aktivitas yang di lakukan oleh seseorang
dalam kegiatan sehari-hari maka pasien
akan lebih sering mengalami Arthritis
Reumatoid terutama pada bagian sendi
yang biasa lebih sering di rasakan pada
sendi-sendi jari dan pergelangan kaki.
Sehingga, dalam proses penyembuhan
sebaiknya keluarga I membantu anggota
keluarganya yang sakit untuk membatasi
aktivitas-aktivitas beratnya. Sedangkan
pada Ny. A, yang menyebabkan nyeri
akibat Arthritis Reumatoid yaitu ketika
klien merasa dingin terutama di rasakan
saat pagi hari, hal ini di buktikan dengan
Ny. A mengatakan “nyeri di rasakan
apabila terlalu merasa dingin terutama
pada pagi hari”. Sarwono (2011) juga
mengatakan bahwa selain aktivitas yang
berlebihan suhu dingin juga berpengaruh
pada penderita Arthritis Reumatoid yang
merupakan penyakit autoimun ketika sel-
sel pertahanan tubuh

5 Pembahasan Menurut suratun et.al (2008) Arthritis - Apakah konsep/teori


Reumatoid di pengaruhi oleh beberapa yang mendasari penelitian ini
faktor di antaranya adalah faktor usia, - Apakah pembahasan
dilihat dari rentang usia yang biasanya sesuai dengan hasil penelitian
beresiko terkena Arthritis Reumatoid - Apakah membandingkan
adalah usia 50-60 tahun keatas, penyakit dengan hasil penelitian lain
ini lebih cenderung diderita usia 50 tahun - Apakah ada hasil
keatas karena kita ketahui sistem penelitian sejenis lain yang
metabolisme pada usia tersebut sudah Anda ketahui
mulai terganggu atau mengalami
penurunan fungsi, namun tidak menutup
kemungkinan kelompok usia produktif
juga dapat terkena. Setiap lanjut usia
penderita Arthritis Reumatoid mengalami
nyeri ringan sampai sedang, kadang bisa
berat.
Selain faktor usia, penulis juga berasumsi
bahwa faktor yang menyebabkan
perbedaan pada dua keluarga ini yaitu
faktor pendidikan dan kurang
pengetahuan yang di miliki oleh anggota
keluarga II. Di mana, pada keluarga II
tingkat pendidikan paling tinggi yang di
miliki yaitu SMA sedangkan pada
keluarga I anggota keluarga Nn. Y anak
dari Ny. A memiliki pendidikan yaitu S1.
Friedman 2010 menjelaskan tugas
kesehatan keluarga ada lima, yaitu
mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan tindakan kesehatan yang tepat
bagi keluarga, merawat anggota keluarga
yang sakit, memodifikasi lingkungan
keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga dan memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan.

6 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yaitu - Apakah kesimpulan sudah


pemberdayaan anggota keluarga yang di sesuai dengan tujuan penelitian
lakukan melalui proses pengajaran, : kesimpulan sudah sesuai
dalam memberikan terapi kompres dengan tujuan penelitian
hangat serei, agar dapat menurunkan rasa
nyeri pada klien yang mengalami nyeri
sendi akibat Arthritis Reumatoid
membuktikan bahwa terapi ini
berpengaruh dalam menurunkan
intensitas nyeri yang di rasakan oleh
klien. Dalam hal ini, diperlukan sikap
kooperatif pada setiap anggota keluarga
dan juga harus memperhatikan dan
mengintervensi tingkat nyeri, penyakit
penyerta, sehingga dapat meningkatkan
kemandirian pada kedua keluarga.

7 Implikasi - Apakah hasil penelitian


bisa diterapkan dalam
praktek keperawatan
- Apa saran Anda terhadap
hasil penelitian tersebut
bagi penelitian selanjutnya
atau bagi pelayanan perawatan
JURNAL NASIONAL KARDIOVASKULAR ( Miocarditis )
UJI DIAGNOSTIK TROPONIN T-RA PADA PENDERITA MIOKARDITIS AKUT
A.  Abstraksi
Kardiak troponin-T (cTnT) adalah protein yang spesifik dari otot jantung, dan dikeluarkan
ke dalam sirkulasi bila terjadi kerusakan otot jantung. Protein tersebut dipergunakan sebagai
petanda (marker) diagnostik untuk kerusakan otot jantung baik yang disebabkan infark miokard
akut, ataupun nekrose oleh sebab proses inflamasi miokarditis, atau kerusakan atau kontusio
jaringan otot jantung. Untuk mendiagnosis adanya miokarditis, yang penyebabnya heterogen
sampai saat ini hanya berdasarkan gejala klinik dan atau EKG yang tidak khas, satu-satunya cara
untuk memastikan diagnosis adalah biopsi endokardial, karenanya perlu dicari cara lain, yang
sederhana, mudah dilakukan dan aman.
B.  Deskripsi Singkat
       Kardiak troponin-T (cTnT) adalah protein spesifik dari otot jantung, dan dikeluarkan ke dalam
serum bilamana terjadi kerusakan otot jantung, sehingga senyawa tersebut digunakan sebagai
marker atau petanda adanya kerusakan otot jantung. baik yang disebabkan karena infark miokard
akut (IMA), ataupun adanya proses inflamasi dan nekrosis otot jantung. Wolfgang M dkk (1994),
melaporkan hasil penelitiannya tentang serum troponin-T sebagai petanda diagnostik untuk
miokarditis akut.
Di RS Immanuel Bandung, kasus-kasus miokarditis akut dengan berbagai etiologi sering dijumpai,
terutama pada kasus-kasus tifoid toksik, diphteria, post infeksi streptokokus ß hemolytikus (demam
rematik), DHF berat, penyakit kolagen (SLE) bahkan pada penyakit beri-
beri dan lain-lain. Walaupun selama ini banyak kecurigaan adanya miokarditis akut sebagai
komplikasi penyakit- penyakit tersebut di atas, tetapi diagnosa hanya ditegakkan lewat gejala klinis
dan kelainan EKG yang tidak khas.

C.  Analisis PICOT
1.      P = Populasi
     Penderita- penderita yang dirawat di bangsal SMF Penyakit Dalam RS Immanuel Bandung, yang
berdasarkan gejala klinis dan EKG, dicurigai menderita miokarditis; sebanyak 20 penderita, masuk
ke dalam penelitian ini. Uji TnT menggunakan cara kualitatif dan rapid immunoassay (RnT- RA).
2.      I = Intervensi
     Sampai saat ini untuk menegakkan diagnosa penyakit tersebut tidak ada jalan lain, kecuali
melakukan biopsi endomiokardial, akan tetapi tindakan biopsi endokardial yang terutama bila
terlalu sering dilakukan, tidak relevan dengan keterbatasan dalam pengobatan penyakit tersebut,
oleh karenanya masalah tindakan tersebut masih terdapat pro dan kontra. Dengan demikian usaha-
usaha ke arah penemuan diagnosa kriteria dan teknik untuk kepastian diagnosa kebanyakan kasus-
kasus akut miokarditis masih menjadi kendala.
3.      C = Comparation
      Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja. Tetapi ada tindakan pembanding yaitu survei yang dilakukan oleh agensi
penelitian.
4.      O = Outcome
     Hasil penelitian membuktikan bahwa uji TnT dapat digunakan untuk membantu memastikan
diagnosa adanya kerusakan otot jantung yang disebabkan miokarditis. Dengan sensitifitas yang
cukup (66.7%) dan spesifisitas yang tinggi (90.9%). Karena jumlah subjek yang diteliti relatif
sedikit maka perlu penelitian lebih lanjut.
5.      T = Time
      Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 .

No Item Ringkasa Jurnal Analisis


1 Abstrak Kardiak troponin-T (cTnT) adalah protein - Apakah abstrak
yang spesifik dari otot jantung, dan sudah menjelaskan
dikeluarkan ke dalam sirkulasi bila terjadi hal yang
kerusakan otot jantung. Protein tersebut melatarbelakangi
dipergunakan sebagai petanda (marker) penelitian, metode, hasil
diagnostik untuk kerusakan otot jantung dan kesimpulan :
baik yang disebabkan infark miokard akut, Penjelasan metode hasil
ataupun nekrose oleh sebab proses dan kesimpulan terpisah
inflamasi miokarditis, atau kerusakan atau
kontusio jaringan otot jantung. Untuk
mendiagnosis adanya miokarditis, yang
penyebabnya heterogen sampai saat ini
hanya berdasarkan gejala klinik dan atau
EKG yang tidak khas, satu-satunya cara
untuk memastikan diagnosis adalah biopsi
endokardial, karenanya perlu dicari cara
lain, yang sederhana, mudah dilakukan dan
aman.

2 Latar Belakang Miokarditis merupakan suatu penyakit atau - Apakah data yang
keadaan yang sulit dipahami. Walaupun disajikan dalam latar
umumnya beranggapan bahwa kejadian belakang akurat dan
penyakit ini jarang, tetapi dari beberapa relevan dengan
pengobatan penyakit tersebut, oleh masalah penelitian
karenanya masalah tindakan tersebut masih - Apakah masalah
terdapat pro dan kontra. Dengan demikian penelitian cukup jelas
usaha- usaha ke arah penemuan diagnosa dirumuskan
kriteria dan teknik untuk kepastian - Apakah masalah
diagnosa kebanyakan kasus-kasus akut penelitian aktual dan
miokarditis masih menjadi kendala. penting untuk diteliti
- Apakah menantang
3 Metodeologi Penelitian ini merupakan studi uji - Apakah metode yang
diagnostik untuk mencari kepastian digunakan sesuai dengan
diagnosis pada kasus-kasus yang dicurigai masalah penelitian
miokarditis. Dalam perioda Januari 1999 - Apakah instrumen
s/d Agustus 2000, penderita- penderita atau perlakuan yang
yang dirawat di bangsal SMF Penyakit digunakan sesuai
Dalam RS Immanuel Bandung, yang - Apakah
berdasarkan gejala klinis dan EKG, sampelnya
dicurigai menderita miokarditis; sebanyak memadahi/mewakili
20 penderita, masuk ke dalam penelitian - Apakah analisis data
ini. Uji TnT menggunakan cara kualitatif yang digunakan sesuai
dan rapid immunoassay (RnT- RA)

4 Hasil Hasil : 20 penderita terdiri dari 12 - Apakah hasil disajikan


penderita laki-laki dan 8 wanita. Usia dengan menarik dan
termuda adalah 14 th, tertua 40 th. Uji mudah dipahami : menarik
TnT-SR yang positif 7/20 atau 35%. dan mudah untuk
dipahami
Sensitifitas uji tersebut adalah 66,7% dan
spesifisitas yang tinggi yakni 90,9%.

5 Pembahasan Miokarditis adalah sindroma dengan - Apakah konsep/teori


etiologi dan patogenesis yang heterogen. yang mendasari penelitian
Dari miokarditis infektif yang disebabkan ini
oleh bakteri, spiroketa, protozoa, virus dan - Apakah pembahasan
lain-lain sampai ke penyakit autoimun, sesuai dengan hasil
misalnya sistemik lupus eritematosus, penelitian : menurut
demam rematik, dari sebab metabolik dan penulis kurang sesuai
vitamin a.l. penya-kit jantung beri-beri - Apakah membandingkan
sampai ke miokarditis toksik dan dengan hasil penelitian
miokarditis yang disebabkan oleh agen lain : tidak ada
fisik antara lain syok elektrik. perbandingan dengan
Miokarditis ditandai adanya inflamasi penelitian yang lain
infiltrat pada miokardium dengan nekrosis - Apakah ada hasil
dan/ atau perubahan degeneratif sekitar penelitian sejenis lain
miosit yang tipe-nya beda dengan miokard yang Anda ketahui :Tidak
infark. Proses inflamasi tersebut juga ada
menyangkut jaringan interstitium, elemen
vaskuler dan/ atau per

6 Kesimpulan 1. Dengan dilakukan penelitian ini dapat - Apakah kesimpulan sudah


dibuktikan bahwa uji TnT- T dapat sesuai dengan tujuan
digunakan sebagai uji klinik yang penelitian:sedikit kurang
sederhana, mudah dilakukan dan biaya sesuai
yang relatif murah untuk mem- bantu
mendeteksi adanya kerusakan miokard
yang disebabkan miokarditis akut.
2. Pada penelitian ini diperoleh hasil
sementara uji TnT-SR yang positif adalah
35%. Sensitivitas dari uji TnT-SR adalah
66.7% sedangkan spesifisitasnya adalah
tinggi, yakni 90,9%.
3. Belum ada laporan peneliti lain terutama
di
Uji Diagnostik Troponin T-RA Pada
Penderita Miokarditis Akut
(Widhongyudana L., Rita S.; Mulyawan S.;
& Gideon S.)
Indonesia mengenai uji TnT untuk
mendeteksi dan memastikan adanya
kerusakan miokard yang disebabkan
miokarditis, hingga perolehan penelitian ini
belum dapat diperbandingkan.
4. Berhubung data yang diperoleh masih
relatif sedikit, maka perlu penelitian lebih
lanjut.

7 Implikasi - Apakah hasil


penelitian bisa
diterapkan dalam
praktek keperawatan
- Apa saran Anda
terhadap hasil penelitian
tersebut bagi
penelitian selanjutnya
atau bagi pelayanan
perawatan
JURNAL INTERNASIONAL KARDIOVASKULAR
PENYAKIT KAWASAKI PADA ANAK
A.  Abstraksi
       Penyakit Kawasaki merupakan penyebab utama kelainan jantung dapatan yang sering
ditemukan pada anak. Di Indonesia, penyakit ini masih sangat jarang didiagnosis karena dianggap
masih jarang dan belum diketahui secara luas. Laporan kasus berikut merupakan laporan kasus anak
laki-laki berusia 7 bulan. Pasien datang dengan keluhan demam yang persisten lebih dari 5 hari dan
hanya memenuhi 3 kriteria klasik penyakit Kawasaki, yakni mata merah dan disertai dengan
perubahan mukosa bibir serta ekstremitas.
B.  Deskripsi Singkat
       Penyakit Kawasaki ditemukan pada tahun 1967 oleh dr Tomisaku Kawasaki di Jepang dan
telah menjadi penyebab utama kelainan jantung dapatan di seluruh dunia, khususnya di negara
maju.4 Penyakit ini mengenai anak laki-laki dengan per- bandingan 3:2 dan 76% adalah anak usia
di bawah 5 tahun.3 Insidensi penyakit Kawa- saki ini meningkat pada beberapa tahun ter- akhir,
dapat mengenai seluruh etnik dan ras di dunia, tetapi tingginya insidensi pada ras Asia
menunjukkan predisposisi genetik seta interaksinya dengan lingkungan. Di Jepang insidensi
penyakit ini sebanyak 218,6 per 100.000 pada anak berusia 0–4 tahun,3 se- mentara data di
Indonesia menunjukkan perkiraan insidensi penyakit Kawasaki ada-
lah 6.000 kasus per tahun, tetapi yang terdi- agnosis kurang dari 100 kasus per tahun.5 Pada suatu
penelitian yang dilakukan di Je- pang pada 242 anak yang dirawat karena penyakit Kawasaki,
sebanyak 10% merupa- kan bentuk penyakit Kawasaki atipikal.3 Sebanyak 68% penyakit Kawasaki
atipikal memenuhi 3 kriteria, sedangkan 28% hanya 2 kriteria. Penyakit Kawasaki atipikal teru-
tama mengenai bayi di bawah usia 1 tahun. Pada suatu penelitian yang juga dilakukan di Jepang
menunjukkan dari 45 kasus penya- kit Kawasaki, 45% berusia 1 tahun memiliki bentuk Kawasaki
atipikal, dan pada usia ini paling sering terkena adalah aneurismaarteri koroner.6 Pada kedua kasus
di atas penderita termasuk dalam rentang usia tersering
C.  Analisis PICOT
1.      P = Populasi
      Survei yang dilakukan dalam kasus ini seorang anak laki- laki yang berumur 7 tahun
2.      I = Intervensi
     Diberikan aspirin dengan dosis 80 mg/kgBB/hari terbagi da- lam 4 dosis dan IGIV 2 g/kgBB,
tetapi pada kasus pertama pemberian IGIV tertunda dan baru diberikan pada hari ke-11. Pemberian
kombinasi IGIV dan aspirin di atas hari ke- 10 bukan merupakan suatu kontraindikasi atau dianggap
menjadi kurang efektif.3,12 Kombinasi ini dapat diberikan pada pen- derita dengan demam
persisten tanpa diketahui sebab lain atau aneurisma atau in- flamasi yang terus berjalan, ditandai
dengan LED atau CRP yang meningkat.3,7,9 Pada suatu penelitian dilaporkan penggunaan IGIV
pada anak penyakit Kawasaki disertai aneurisma arteri koroner yang diberikan pada hari sakit ke-
17, tetap menunjukkan perbaikan aneurisma saat dilakukan ekokar- diografi.
3.      C = Comparation
      Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja.
4.      O = Outcome
     Pada kasus dari anamnesis didapatkan demam selama 7 hari yang bersifat persisten, mata
kemerahan, perubahan pada mukosa bibir berupa bibir kering, pecah-pecah, dan kemerahan, serta
perubahan pada ekstremi- tas berupa bengkak, kemerahan pada tangan, kaki, dan sendi-sendi jari
tangan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan strawberry tongue, eritrema mukosa bibir, cracked lips,
artritis, serta eritrema pada telapak tangan dan deskuamasi. Pada penderita ini tidak ditemukan
limfadenopati atau bercak-bercak kemerahan dan kelainan pada mukosa geni- tal atau anus.
Penderita ini hanya memenuhi kriteria demam dan hanya didapatkan 3 manifestasi klinis tambahan
untuk kriteria diagnostik penyakit Kawasaki, sehingga di- agnosis penyakit Kawasaki belum dapat
ditegakkan. Dengan adanya artritis dan pada pemeriksaan penunjang awal saat di UGD didapatkan
anemia, leukositosis, hipoalbu- minemia, disertai dengan LED yang meningkat, maka penderita
masuk ke dalam algoritma untuk dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan dan ekokardiografi.
5.      T = Time
      Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

No Item Ringkasa Jurnal Analisis

1 Abstrak        Penyakit Kawasaki merupakan penyebab - Apakah abstrak


utama kelainan jantung dapatan yang sering sudah menjelaskan
ditemukan pada anak. Di Indonesia, penyakit ini
hal yang
masih sangat jarang didiagnosis karena dianggap
masih jarang dan belum diketahui secara luas. melatarbelakangi
Laporan kasus berikut merupakan laporan kasus penelitian, metode, hasil
anak laki-laki berusia 7 bulan. Pasien datang dan kesimpulan
dengan keluhan demam yang persisten lebih dari
5 hari dan hanya memenuhi 3 kriteria klasik
penyakit Kawasaki, yakni mata merah dan
disertai dengan perubahan mukosa bibir serta
ekstremitas. Penderita kemudian didiagnosis
sebagai penyakit Ka- wasaki atipikal. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan laju endap darah disertai gambaran
ekokardiografi yang normal. Anak diberikan
imunoglobulin intravena (IGIV) dengan dosis 2
gram/kgBB dosis tunggal dan aspirin dosis 80
mg/ kgBB/hari. Penderita mengalami per- baikan
setelah 1 hari mendapat terapi kombinasi
tersebut. Disimpulkan bahwa pengobatan dengan
kombinasi IGIV dan aspirin memberikan respons
yang baik pada penyakit Kawasaki atipikal.

2 Latar Belakang Penyakit Kawasaki didefinisikan se- klasik - Apakah data yang
yang telah ada sejak tahun 1967.3 bagai disajikan dalam latar
suatu penyakit inflamasi sistemik pada Tidak belakang akurat dan
semua penyakit Kawasaki memenuhi anak relevan dengan
yang menyebabkan aneurisma arteri kriteria masalah penelitian
tersebut yang kemudian disebut se- koroner, - Apakah masalah
infark miokardium, dan kematian bagai penelitian cukup jelas
penyakit Kawasaki atipikal. dirumuskan
- Apakah masalah
penelitian aktual dan
penting untuk diteliti
- Apakah menantang
3 Metodeologi Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik - Apakah metode yang
untuk mencari kepastian diagnosis pada digunakan sesuai dengan
kasus-kasus yang dicurigai. masalah penelitian
- Apakah instrumen
atau perlakuan yang
digunakan sesuai
- Apakah
sampelnya
memadahi/mewakili
- Apakah analisis data
yang digunakan sesuai
4 Hasil Evaluasi jangka panjang dan peman- tauan - Apakah hasil disajikan
penderita Kawasaki terutama di- tujukan dengan menarik dan
pada kemungkinan timbulnya aneu- risma mudah untuk dipajami :
arteri koroner serta komplikasi jantung menarik dan mudah untuk
lainnya. Aneurisma arteri koroner paling dipahami
sering timbul pada minggu ke-2 hingga ke-8
penyakit, sehingga berdasarkan hal tersebut
American Academy of Pediatrics merek-
omendasikan untuk melakukan ekokardio-
grafi pada saat pertama kali diagnosis dan
diulang pada minggu ke-6 sampai ke-8 sejak
onset pertama sakit.2,7 Pada penderita yang
pada saat 1-2 bulan sejak onset sakit tidak
ditemukan aneurisma koroner pada ekokar-
diografi biasanya tidak akan ditemukan lesi
koroner baru.3 Penderita yang mengalami
perbaikan setelah pemberian IGIV dil-
akukan pemeriksaan klinis berulang selama 2
bulan pertama untuk mendeteksi kemung-
kinan gangguan jantung seperti aritmia, ga-
gal jantung, dan miokarditis.3 Setelah dua
bulan pertama, maka follow-up selanjutnya
bergantung pada keadaan arteri koroner;
pada penderita yang tidak ditemukan aneu-
risma arteri koroner maka follow-up dil-
akukan dengan interval 5 tahun.2,3,7 Pada
ka- sus tersebut direncanakan kontrol rutin
pada 2 bulan pertama serta dilakukan
pemerik- saan ekokardiografi ulang minggu
ke 6-8 setelah sakit. Disimpulkan bahwa
penyakit Kawasaki atipikal masih sangat
jarang terdi- agnosis di Indonesia. Pemberian
kombinasi IGIV dan aspirin memberikan
respons yang baik pada penyakit Kawasaki.
5 Pembahasan Penyakit Kawasaki ditemukan pada tahun - Apakah konsep/teori
1967 oleh dr Tomisaku Kawasaki di Jepang yang mendasari penelitian
dan telah menjadi penyebab utama kelainan ini
jantung dapatan di seluruh dunia, khususnya - Apakah pembahasan
di negara maju.4 Penyakit ini mengenai anak sesuai dengan hasil
laki-laki dengan per- bandingan 3:2 dan 76% penelitian : sudah sesuai
adalah anak usia di bawah 5 tahun.3 - Apakah membandingkan
Insidensi penyakit Kawa- saki ini meningkat dengan hasil penelitian
pada beberapa tahun ter- akhir, dapat lain : tidak ada
mengenai seluruh etnik dan ras di dunia,
tetapi tingginya insidensi pada ras Asia
menunjukkan predisposisi genetik seta
interaksinya dengan lingkungan. Di Jepang
insidensi penyakit ini sebanyak 218,6 per
100.000 pada anak berusia 0–4 tahun,3 se-
mentara data di Indonesia menunjukkan
perkiraan insidensi penyakit Kawasaki
adalah 6.000 kasus per tahun, tetapi yang
terdi- agnosis kurang dari 100 kasus per
tahun.5 Pada suatu penelitian yang dilakukan
di Je- pang pada 242 anak yang dirawat
karena penyakit Kawasaki, sebanyak 10%
merupa- kan bentuk penyakit Kawasaki
atipikal.3 Sebanyak 68% penyakit Kawasaki
atipikal memenuhi 3 kriteria, sedangkan 28%
hanya 2 kriteria. Penyakit Kawasaki atipikal
teru- tama mengenai bayi di bawah usia 1
tahun. Pada suatu penelitian yang juga
dilakukan di Jepang menunjukkan dari 45
kasus penya- kit Kawasaki, 45% berusia 1
tahun memiliki bentuk Kawasaki atipikal,
dan pada usia ini paling sering terkena
adalah aneurismaarteri koroner.6 Pada kedua
kasus di atas penderita termasuk dalam
rentang usia tersering.

6 Kesimpulan ortikosteroid merupakan terapi utama pada - Apakah kesimpulan sudah


penyakit vaskulitis, sehingga secara logis sesuai dengan tujuan
dapat juga berperan pada penya- kit penelitian: menurut
Kawasaki, tetapi pada kenyataannya penulis belum sesuai
penggunaan kortikosteroid pada terapi fase
awal penyakit Kawasaki masih kontroversi.3
Penelitian awal tentang kortikosteroid
menunjukkan pemberian prednisolon oral
dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari selama dua
minggu dilanjutkan dengan 1,5
mg/kgBB/hari selama dua minggu, maka in-
sidensi aneurisma arteri koroner menurun,
tetapi penelitian terbatas dalam hal stratifi-
kasi subjek dan metode yang dilakukan.3,7
Newbuger dkk.

7 Implikasi - Apakah hasil


penelitian bisa
diterapkan dalam
praktek keperawatan
- Apa saran Anda
terhadap hasil penelitian
tersebut bagi
penelitian selanjutnya
atau bagi pelayanan
perawatan

Anda mungkin juga menyukai