A. Abstraksi
Penemuan penting dalam beberapa dekade terakhir ini dibidang biologi dan kesehatan
adalah ditemukannya micro-RNA, salah satunya adalah miRNA-126 yang terlibat dalam regulasi
interleukin-13 (IL-13) dan respons sel T helper 2 (Th2). Tujuan penelitian adalah membuktikan
perbedaan ekspresi miRNA-126 dan IL-13 serum pada kelompok asma terkontrol penuh dan tidak
terkontrol penuh serta menganalisis hubungan antara ekspresi miRNA-126 dengan IL-13 pada
kedua kelompok
B. Deskripsi Singkat
Asma merupakan penyakit kronik serius yang dapat menyerang semua golongan umur baik
di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi asma di seluruh dunia mencapai 300 juta,
dan diprediksi akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi ini bervariasi di
masing- masing negara dan peningkatan prevalensi terutama dijumpai pada negara maju. Di
Amerika, prevalens asma 7,3% pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 8,2% pada tahun 2009.1
Di Indonesia asma termasuk dalam 10 besar penyebab kesakitan dan kematian. Prevalens
penyakit asma di Indonesia sebesar 13 dari 1.000 penduduk pada tahun 1995. Belum ada survei
secara nasional di Indonesia. Laporan hasil penelitian mendapatkan prevalens asma yang sangat
bervariasi yang disebabkan oleh perbdaan kriteria definisi asma, metodologi penelitian, etnis, faktor
lingkungan dan tempat tinggal serta status sosial ekonomi subjek penelitian.
Jika pasien asma sudah dalam masa pengobatan, beratnya asma dinilai berdasarkan
gambaran klinis asma dan regimen pengobatan. Global Initiative for Asthma (GINA) telah
membuat pedoman penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mencapai asma terkontrol. Namun
pada kenyataannya pedoman itu tidak diimplementasikan secara efektif dalam praktik sehari-hari
sehingga masih banyak terdapat keadaan asma yang tidak terkontrol. Berbagai faktor berperan
dalam menyebabkan keadaan asma yang tidak terkontrol, di antaranya adalah usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, asma derajat berat, penggunaan obat kortikosteroid yang
salah, genetik, penyakit komorbid, kepatuhan berobat yang buruk, pengetahuan mengenai asma, dan
berat badan berlebih.
C. Analisis PICOT
1. P = Populasi
Diperoleh secara konsekutif pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Setiap prosedur penelitian telah disetujui oleh komite etik. Pasien secara sukarela berpartisipasi
dalam penelitian dan menandatangani informed consent. Sampel dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
kelompok kontrol atau kelompok asma terkontrol penuh, adalah kelompok pasien penderita asma
yang terkontrol penuh dengan nilai Asthma Control Test (ACT) 25, dan kelompok kasus atau
kelompok asma tidak terkontrol penuh, yaitu kelompok pasien penderita asma yang terkontrol
sebagian dan tidak terkontrol dengan nilai ACT <25.
2. I = Intervensi
Cara tingkat kontrol asma dapat dicapai dengan pengobatan medikamentosa serta self
management pasien asma yang baik dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kontrol
asma tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit asma. Pengetahuan mengenai asma sangat
penting dalam mencapai kontrol asma. Pengetahuan pasien tentang penyakit asma merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kontrol asma. Pasien asma dengan strata pendidikan
tinggi seharusnya mempunyai self management yang baik terhadap penyakitnya, sehingga dapat
mempertahankan status terkontrol asma. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin
terkontrol asmanya. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya
3. C = Comparation
Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja.
4. O = Outcome
Dari hasil distribusi penderita berdasarkan kelompok usia pada penelitian ini menunjukkan
gambaran bahwa pada kelompok kasus dan kontrol subjek didominasi usia 31-40 tahun, perempuan
lebih banyak daripada laki-laki. Menurut Morris, prevalensi asma lebih besar pada perempuan
setelah pubertas, dan mayoritas kasus onset dewasa yang didiagnosis pada orang yang lebih tua dari
40 tahun terjadi pada perempuan. Hal ini karena anak laki-laki lebih mungkin dibandingkan anak
perempuan mengalami penurunan gejala pada akhir remaja. Dua per tiga dari semua kasus asma
didiagnosis sebelum pasien berusia 18 tahun. Sekitar separuh dari semua anak yang didiagnosis
menderita asma mengalami penurunan atau hilangnya gejala pada awal masa dewasa
5. T = Time
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020
2 Latar Belakang Asma merupakan penyakit kronik serius yang Apakah data yang disajikan
dapat menyerang semua golongan umur baik di dalam latar belakang akurat
negara maju maupun di negara berkembang. dan relevan dengan
Prevalensi asma di seluruh dunia mencapai 300 masalah penelitian : sudah
juta, dan diprediksi akan meningkat hingga 400 relevan
juta pada tahun 2025. Prevalensi ini bervariasi
Apakah masalah penelitian
di masing- masing negara dan peningkatan
cukup jelas dirumuskan : cukup
prevalensi terutama dijumpai pada negara maju.
dan sangat jelas
Di Amerika, prevalens asma 7,3% pada tahun
2001 dan meningkat menjadi 8,2% pada tahun Apakah masalah penelitian
2009.1 aktual dan penting untuk diteliti ;
Di Indonesia asma termasuk dalam 10 besar ya penting untuk diteliti untuk
penyebab kesakitan dan kematian. Prevalens menambah wawasan
penyakit asma di Indonesia sebesar 13 dari
Apakah menantang
1.000 penduduk pada tahun 1995. Belum ada
survei secara nasional di Indonesia. Laporan
hasil penelitian mendapatkan prevalens asma
yang sangat bervariasi yang disebabkan oleh
perbdaan kriteria definisi asma, metodologi
penelitian, etnis, faktor lingkungan dan tempat
tinggal serta status sosial ekonomi subjek
penelitian.1
Jika pasien asma sudah dalam masa
pengobatan, beratnya asma dinilai berdasarkan
gambaran klinis asma dan regimen pengobatan.
Global Initiative for Asthma (GINA) telah
membuat pedoman penatalaksanaan asma yang
bertujuan untuk mencapai asma terkontrol.
Namun pada kenyataannya pedoman itu tidak
diimplementasikan secara efektif dalam praktik
sehari-hari sehingga masih banyak terdapat
keadaan asma yang tidak terkontrol. Berbagai
faktor berperan dalam menyebabkan keadaan
asma yang tidak terkontrol, di antaranya adalah
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
kebiasaan merokok, asma derajat berat,
penggunaan obat kortikosteroid yang salah,
genetik, penyakit komorbid, kepatuhan berobat
yang buruk, pengetahuan mengenai asma, dan
berat badan berlebih
3 Metodeologi Studi kasus kontrol dilakukan pada 36 pasien Apakah metode yang digunakan
asma stabil yang berkunjung ke poli paru sesuai dengan masalah penelitian
RSUD Saiful Anwar Malang dari bulan
Apakah instrumen atau
September 2018 sampai Maret 2019. Subjek
perlakuan yang digunakan sesuai
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 18 orang
pada kelompok asma terkontrol penuh dan 18 Apakah sampelnya
orang pada kelompok asma tidak terkontrol memadahi/mewakili
penuh. Dilakukan pengukuran ekspresi miRNA-
126 dengan metode quantitative polymerase Apakah analisis data yang
chainreaction (q-PCR) dan IL-13 dengan digunakan sesuai
metode enzyme-linked immunosorbent assay Semua Sudah sesuai
(ELISA).
4 Hasil Distribusi penderita berdasarkan kelompok usia Apakah hasil disajikan dengan
pada penelitian ini menunjukkan gambaran menarik dan mudah dipahami : ya
bahwa pada kelompok kasus dan kontrol subjek sangat nebarikndan mudah
didominasi usia 31-40 tahun, perempuan lebih dipajami
banyak daripada laki-laki. Menurut Morris,
prevalensi asma lebih besar pada perempuan
setelah pubertas, dan mayoritas kasus onset
dewasa yang didiagnosis pada orang yang lebih
tua dari 40 tahun terjadi pada perempuan. Hal
ini karena anak laki-laki lebih mungkin
dibandingkan anak perempuan mengalami
penurunan gejala pada akhir remaja. Dua per
tiga dari semua kasus asma didiagnosis sebelum
pasien berusia 18 tahun. Sekitar separuh dari
semua anak yang didiagnosis menderita asma
mengalami penurunan atau hilangnya gejala
pada awal masa dewasa .
sebagian besar subjek penelitian mempunyai
tingkat pendidikan tertinggi adalah sarjana yaitu
20 subjek (55%) pada kedua kelompok dan
pada kelompok terkontrol penuh sebanyak 12
subjek. Mencapai dan mempertahankan asma
terkontrol merupakan tujuan utama dari
penatalaksanaan asma, yaitu kondisi optimal
yang memungkinkan pasien asma dapat
melakukan aktivitas kehidupannya seperti orang
sehat lainnya. Indikator asma terkontrol adalah
tidak ada gejala, tidak ada keterbatasan
aktivitas, tidak ada gejala pada malam hari,
tidak memerlukan obat pelega, fungsi paru
normal dan tidak ada serangan asma sepanjang
tahun
5 Pembahasan Konsentrasi IL-13 pada darah perifer meningkat Apakah konsep/teori yang
pada pasien asma dan berhubungan dengan mendasari penelitian ini
beratnya derajat asma, dan konsentrasinya
Apakah pembahasan sesuai
semakin meningkat pada saat eksaserbasi.
dengan hasil penelitian
Interleukin-13 adalah pleiotropic Th2 cytokine
yang telah terbukti menjadi pusat patogenesis Apakah membandingkan dengan
asma. Beberapa efek yang paling menonjol dari hasil penelitian lain
IL-13 adalah peningkatan diferensiasi sel
goblet, aktivasi fibroblas, peningkatan Apakah ada hasil penelitian
hiperresponsif bronkus, dan
switching produksi antibodi sel B dari IgM ke sejenis lain yang Anda ketahui
IgE. 21 Relevansi efek ini terhadap asma telah
dilakukan dengan hati-hati baik pada model
hewan coba maupun pada manusia. Peran IL-13
pada asma telah menjadi biomarker potensial
Th2 untuk inflamasi saluran napas, dan aktivitas
IL-13, telah diidentifikasi baik pada darah,
sputum eosinofil, serum IgE total, dan protein
yang berasal dari epitelium bronkus (misalnya,
serum periostin).21 Bahkan telah
dikembangkan beberapa anti IL- 13 yang
dilaporkan telah mampu mengurangi tingkat
keparahan asma dan tingkat eksaserbasi,
misalnya. Anrukinzumab, Lebrikizumab dan
Tralokinumab. Pada kelompok kontrol ekspresi
miRNA-12 lebih tinggi, sedangkan kadar IL-13
lebih rendah. Sedangkan pada kelompok kasus
ekspresi miRNA- 126 lebih rendah dan kadar
IL-13 lebih tinggi. Namun ekspresi miRNA-126
dengan IL-13 pada kelompok kontrol maupun
kelompok kasus ini secara statistik tidak
berhubungan.
J Respir Indo Vol. 40 No. 1 Januari 2020
Keterbatasan pada penelitian ini yaitu semua
populasi adalah pasien asma stabil, sehingga
tidak bisa dibandingkan dengan kontrol sehat.
Kemudian sampel yang diambil adalah darah
vena, sedangkan banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi sistemik walaupun
sudah diminimalkan dengan kriteria eksklusi,
sehingga diperlukan penelitian lain yang
membandingkan miRNA pada jaringan saluran
napas.
6 Kesimpulan Terdapat perbedaan bermakna kadar IL-13 pada Apakah kesimpulan sudah sesuai
kedua kelompok yaitu pada kelompok asma dengan tujuan penelitian
tidak terkontrol penuh kadarnya lebih tinggi
daripada asma terkontrol penuh. Sedangkan
ekspresi miRNA- 126 lebih tinggi pada
kelompok asma terkontrol penuh daripada
kelompok asma tidak terkontrol penuh, namun
perbedaan ini tidak bermakna. Serta tidak ada
hubungan antara ekspresi miRNA-126 dengan
kadar IL-13 pada kedua kelompok.
2 Latar Belakang anjut usia (lansia) adalah kelompok - Apakah data yang
penduduk yang berumur 60 tahun atau disajikan dalam latar
lebih. Jumlah lansia di Indonesia mencapai belakang akurat dan relevan
20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari dengan masalah
seluruh penduduk Indonesia tahun 2014. penelitian
Jumlah lansia 60 tahun ke atas 21,7 juta - Apakah masalah
jiwa atau 8,5% dari total penduduk penelitian cukup jelas
Indonesia (Badan Pusat Statistika, 2014). dirumuskan
Tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa - Apakah masalah
penduduk lansia di Indonesia (Badan Pusat penelitian aktual dan penting
Statistika, 2017). Kelompok usia lanjut di untuk diteliti
Bali yang mengalami penyakit pada - Apakah menantang
persendian sebanyak 10,4% atau 15.591
ribu jiwa (Riskesdas, 2018).
Menurut Word Health Organization (WHO)
lansia memiliki kerentanan tinggi untuk
menderita penyakit musculoskeletal akibat
dari proses penuaan. Penyakit utama
Muskuloskeletal adalah Arthritis
Rheumatoid, Osteoarthritis dan Gout.
Perubahan Muskuloskeletal ini yang dapat
mempengaruhi kondisi fisik jutaan orang
diseluruh dunia. Rheumatoid Arthritis
merupakan salah satu penyakit yang sng
terjadi pada lanjut usia. Penyakit Arthritis
Rheumatoid diperkirakan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan 17% (6-31%), dan di
perkirakan bahwa Arthritis Rheumatoid
disebabkan oleh beban dan aktivitas yang
berlebih 20% (11- 29%) (WHO, 2016).
4 Hasil Hasil literature review ini didapatkan bahwa - Apakah hasil disajikan dengan
sebagian besar lansia masih memiliki menarik dan mudah dipahami
pengetahuan yang kurang sehingga dapat
berpengaruh pada sikap lansia yang acuh
pada pelayanan kesehatan dan lebih
memilih untuk melakukan pengobatan
menggunakan jamu-jamuan
2 Latar Belakang Penyakit arthritis bukan penyakit yang - Apakah data yang
mendapat sorotan seperti penyakit disajikan dalam latar
hipertensi, diabetes atau Acquired belakang akurat dan relevan
immuno deficiency syndrome (AIDS). dengan masalah penelitian
Namun, penyakit ini menjadi masalah : penelitian sudah relavan
kesehatan yang cukup mengganggu dan - Apakah masalah
terjadi dimana-mana. Penyakit ini paling penelitian cukup jelas
sering dimulai antara dekade keempat dirumuskan : permasalah
dan keenam dari kehidupan. Namun, cukup jelas
Arthritis Rheumatoid dapat mulai pada - Apakah masalah
usia berapa pun (American College of penelitian aktual dan penting
untuk diteliti : penelitian ini
Rheumatology, 2012). snagat penting untuk diteliti
Dan sangat menantang
Menurut World Health Organization
(WHO) angka kejadian rematik pada
tahun 2010 mencapai 20% dari penduduk
dunia yang telah terserang rematik,
dimana 5-10% berusia 5-20 tahun dan
20% berusia 55 tahun sedangkan tahun
2012 meningkat menjadi 25% penderita
rematik yang akan mengalami kecacatan
akibat kerusakan pada tulang dan
gangguan pada persendian. Rheumatoid
arthritis adalah bentuk paling umum dari
arthritis autoimun, yang mempengaruhi
lebih dari 1,3 juta orang di Amerika. Dari
jumlah tersebut, sekitar 75% adalah
perempuan, bahkan 1-3% wanita
mungkin mengalami rheumatoid arthritis
dalam hidupnya.
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit
ini lebih rendah dibandingkan dengan
negara maju seperti Amerika. Prevalensi
kasus Arthritis Rheumatoid di Indonesia
berkisar 0,1% sampai dengan 0,3%.
Sementara, di Amerika mencapai 3%
(Nainggolan, 2009). Angka kejadian
Arthritis Rheumatoid di Indonesia pada
penduduk dewasa (di atas 18 tahun)
berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak
dan remaja prevalensinya satu per
100.000 orang. Diperkirakan jumlah
penderita Rheumatoid arthritis di
Indonesia 360.000 orang lebih (Tunggal,
2012).
C. Analisis PICOT
1. P = Populasi
Penderita- penderita yang dirawat di bangsal SMF Penyakit Dalam RS Immanuel Bandung, yang
berdasarkan gejala klinis dan EKG, dicurigai menderita miokarditis; sebanyak 20 penderita, masuk
ke dalam penelitian ini. Uji TnT menggunakan cara kualitatif dan rapid immunoassay (RnT- RA).
2. I = Intervensi
Sampai saat ini untuk menegakkan diagnosa penyakit tersebut tidak ada jalan lain, kecuali
melakukan biopsi endomiokardial, akan tetapi tindakan biopsi endokardial yang terutama bila
terlalu sering dilakukan, tidak relevan dengan keterbatasan dalam pengobatan penyakit tersebut,
oleh karenanya masalah tindakan tersebut masih terdapat pro dan kontra. Dengan demikian usaha-
usaha ke arah penemuan diagnosa kriteria dan teknik untuk kepastian diagnosa kebanyakan kasus-
kasus akut miokarditis masih menjadi kendala.
3. C = Comparation
Dalam jurnal ini tidak ada jurnal pembanding antara jurnal satu dengan jurnal yang lain hanya
ada satu jurnal saja. Tetapi ada tindakan pembanding yaitu survei yang dilakukan oleh agensi
penelitian.
4. O = Outcome
Hasil penelitian membuktikan bahwa uji TnT dapat digunakan untuk membantu memastikan
diagnosa adanya kerusakan otot jantung yang disebabkan miokarditis. Dengan sensitifitas yang
cukup (66.7%) dan spesifisitas yang tinggi (90.9%). Karena jumlah subjek yang diteliti relatif
sedikit maka perlu penelitian lebih lanjut.
5. T = Time
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 .
2 Latar Belakang Miokarditis merupakan suatu penyakit atau - Apakah data yang
keadaan yang sulit dipahami. Walaupun disajikan dalam latar
umumnya beranggapan bahwa kejadian belakang akurat dan
penyakit ini jarang, tetapi dari beberapa relevan dengan
pengobatan penyakit tersebut, oleh masalah penelitian
karenanya masalah tindakan tersebut masih - Apakah masalah
terdapat pro dan kontra. Dengan demikian penelitian cukup jelas
usaha- usaha ke arah penemuan diagnosa dirumuskan
kriteria dan teknik untuk kepastian - Apakah masalah
diagnosa kebanyakan kasus-kasus akut penelitian aktual dan
miokarditis masih menjadi kendala. penting untuk diteliti
- Apakah menantang
3 Metodeologi Penelitian ini merupakan studi uji - Apakah metode yang
diagnostik untuk mencari kepastian digunakan sesuai dengan
diagnosis pada kasus-kasus yang dicurigai masalah penelitian
miokarditis. Dalam perioda Januari 1999 - Apakah instrumen
s/d Agustus 2000, penderita- penderita atau perlakuan yang
yang dirawat di bangsal SMF Penyakit digunakan sesuai
Dalam RS Immanuel Bandung, yang - Apakah
berdasarkan gejala klinis dan EKG, sampelnya
dicurigai menderita miokarditis; sebanyak memadahi/mewakili
20 penderita, masuk ke dalam penelitian - Apakah analisis data
ini. Uji TnT menggunakan cara kualitatif yang digunakan sesuai
dan rapid immunoassay (RnT- RA)
2 Latar Belakang Penyakit Kawasaki didefinisikan se- klasik - Apakah data yang
yang telah ada sejak tahun 1967.3 bagai disajikan dalam latar
suatu penyakit inflamasi sistemik pada Tidak belakang akurat dan
semua penyakit Kawasaki memenuhi anak relevan dengan
yang menyebabkan aneurisma arteri kriteria masalah penelitian
tersebut yang kemudian disebut se- koroner, - Apakah masalah
infark miokardium, dan kematian bagai penelitian cukup jelas
penyakit Kawasaki atipikal. dirumuskan
- Apakah masalah
penelitian aktual dan
penting untuk diteliti
- Apakah menantang
3 Metodeologi Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik - Apakah metode yang
untuk mencari kepastian diagnosis pada digunakan sesuai dengan
kasus-kasus yang dicurigai. masalah penelitian
- Apakah instrumen
atau perlakuan yang
digunakan sesuai
- Apakah
sampelnya
memadahi/mewakili
- Apakah analisis data
yang digunakan sesuai
4 Hasil Evaluasi jangka panjang dan peman- tauan - Apakah hasil disajikan
penderita Kawasaki terutama di- tujukan dengan menarik dan
pada kemungkinan timbulnya aneu- risma mudah untuk dipajami :
arteri koroner serta komplikasi jantung menarik dan mudah untuk
lainnya. Aneurisma arteri koroner paling dipahami
sering timbul pada minggu ke-2 hingga ke-8
penyakit, sehingga berdasarkan hal tersebut
American Academy of Pediatrics merek-
omendasikan untuk melakukan ekokardio-
grafi pada saat pertama kali diagnosis dan
diulang pada minggu ke-6 sampai ke-8 sejak
onset pertama sakit.2,7 Pada penderita yang
pada saat 1-2 bulan sejak onset sakit tidak
ditemukan aneurisma koroner pada ekokar-
diografi biasanya tidak akan ditemukan lesi
koroner baru.3 Penderita yang mengalami
perbaikan setelah pemberian IGIV dil-
akukan pemeriksaan klinis berulang selama 2
bulan pertama untuk mendeteksi kemung-
kinan gangguan jantung seperti aritmia, ga-
gal jantung, dan miokarditis.3 Setelah dua
bulan pertama, maka follow-up selanjutnya
bergantung pada keadaan arteri koroner;
pada penderita yang tidak ditemukan aneu-
risma arteri koroner maka follow-up dil-
akukan dengan interval 5 tahun.2,3,7 Pada
ka- sus tersebut direncanakan kontrol rutin
pada 2 bulan pertama serta dilakukan
pemerik- saan ekokardiografi ulang minggu
ke 6-8 setelah sakit. Disimpulkan bahwa
penyakit Kawasaki atipikal masih sangat
jarang terdi- agnosis di Indonesia. Pemberian
kombinasi IGIV dan aspirin memberikan
respons yang baik pada penyakit Kawasaki.
5 Pembahasan Penyakit Kawasaki ditemukan pada tahun - Apakah konsep/teori
1967 oleh dr Tomisaku Kawasaki di Jepang yang mendasari penelitian
dan telah menjadi penyebab utama kelainan ini
jantung dapatan di seluruh dunia, khususnya - Apakah pembahasan
di negara maju.4 Penyakit ini mengenai anak sesuai dengan hasil
laki-laki dengan per- bandingan 3:2 dan 76% penelitian : sudah sesuai
adalah anak usia di bawah 5 tahun.3 - Apakah membandingkan
Insidensi penyakit Kawa- saki ini meningkat dengan hasil penelitian
pada beberapa tahun ter- akhir, dapat lain : tidak ada
mengenai seluruh etnik dan ras di dunia,
tetapi tingginya insidensi pada ras Asia
menunjukkan predisposisi genetik seta
interaksinya dengan lingkungan. Di Jepang
insidensi penyakit ini sebanyak 218,6 per
100.000 pada anak berusia 0–4 tahun,3 se-
mentara data di Indonesia menunjukkan
perkiraan insidensi penyakit Kawasaki
adalah 6.000 kasus per tahun, tetapi yang
terdi- agnosis kurang dari 100 kasus per
tahun.5 Pada suatu penelitian yang dilakukan
di Je- pang pada 242 anak yang dirawat
karena penyakit Kawasaki, sebanyak 10%
merupa- kan bentuk penyakit Kawasaki
atipikal.3 Sebanyak 68% penyakit Kawasaki
atipikal memenuhi 3 kriteria, sedangkan 28%
hanya 2 kriteria. Penyakit Kawasaki atipikal
teru- tama mengenai bayi di bawah usia 1
tahun. Pada suatu penelitian yang juga
dilakukan di Jepang menunjukkan dari 45
kasus penya- kit Kawasaki, 45% berusia 1
tahun memiliki bentuk Kawasaki atipikal,
dan pada usia ini paling sering terkena
adalah aneurismaarteri koroner.6 Pada kedua
kasus di atas penderita termasuk dalam
rentang usia tersering.