Guru Pembimbing:
Disusun oleh:
Jl. Sentosa Raya, Taman Sentosa Raya, Taman Sentosa, Pasir Sari, Cikarang Selatan,
Bekasi, Jawa Barat
PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN MENTAL
Guru Pembimbing:
Disusun oleh:
Jl. Sentosa Raya, Taman Sentosa Raya, Taman Sentosa, Pasir Sari, Cikarang Selatan,
Bekasi, Jawa Barat
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
berkat-Nya yang melimpah dan menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
artikel ini. Artikel ini merupakan salah satu tugas wajib bagi siswa-siswi kelas XII SMA Don
Bosco III. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Kristina Budi Murwati, S.Si selaku Kepala SMA Don Bosco III.
2. Ibu Rodhearni Purba, S.Pd. selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
3. Teman-teman yang telah memberikan bantuan dan berpartisipasi sehingga
penulisan artikel ini dapat berjalan dengan lancar
4. Keluarga yang telah memberi dukungan dan memberikan fasilitas untuk
penulis menyelesaikan artikel ini
Penulis meminta maaf atas kesalahan yang ada dalam artikel ini, baik kesalahan
berupa kata maupun kesalahan lainnya. Penulis berharap semoga dengan adanya artikel ini,
pembaca dapat lebih peduli tentang edukasi kesehatan mental..
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Sering kali, istilah kesehatan mental secara keliru digunakan sebagai ungkapan
pengganti untuk masalah kesehatan mental – yang terkait dengan depresi, gangguan
kecemasan, skizofrenia, dan lain-lain - padahal sebenarnya kesehatan mental tidak
sama dengan masalah kesehatan mental.
Saat ini kita berada pada situasi pandemi, yaitu pandemi COVID-19. Pandemi
COVID-19 ini juga bisa membuat orang lebih rentan mengalami penyakit mental.
Berdasarkan gejalanya, penyakit mental dibagi menjadi 2, yaitu :
Penyakit mental psikotik atau psikosis adalah suatu kondisi mental yang
membuat penderitanya sulit membedakan realita. Seseorang yang mengalami
kondisi ini juga bisa mengalami halusinasi, yaitu melihat atau mendengar
sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Selain itu, penderita psikotik juga kerap
1
meyakini suatu hal yang sebetulnya tidak benar atau delusi. Beberapa penyakit
mental yang termasuk psikotik adalah:
● Gangguan bipolar
● Depresi berat dengan gejala psikotik
● Gangguan waham
b) Penyakit mental nonpsikotik
● Depresi
● Gangguan kepribadian, seperti kepribadian antisosial
● Gangguan kecemasan umum
Stigma atau nilai buruk yang diberikan kepada pengidap kesehatan mental di
Indonesia didapatkan melalui pengaruh lingkungan yang buruk. Labelling,
pengucilan, dan stereotip terhadap pengidap gangguan kesehatan mental
membuat orang yang menderita gangguan mental memilih bungkam atau tidak
berkonsultasi kepada ahli.
2
dipahami oleh masyarakat. Minimnya pengetahuan tentang kesehatan mental
membuat penilaian masyarakat terhadap pengidap gangguan kesehatan mental
menjadi negatif. Akibatnya, terjadi salah penanganan terhadap penderita
kesehatan mental.
Rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
3
1.2.1 Bagaimana data penderita kesehatan mental di Indonesia?
1.2.3 Adakah berita mengenai orang yang mengalami gangguan kesehatan mental di
Indonesia?
Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.3 Mengetahui salah satu berita mengenai orang yang mengalami gangguan
kesehatan mental di Indonesia
4
1.3.8 Mengetahui cara mengatasi gangguan kesehatan mental
Manfaat yang akan didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
5
2.1 Data penderita kesehatan mental di Indonesia
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
6
BAB II
PEMBAHASAN
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19
juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional,
dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah kesehatan jiwa di Indonesia terkait
dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan gangguan jiwa. Untuk saat ini
Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk,
artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah
gangguan jiwa. “Ini masalah yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta jiwa secara
keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” katanya.
Pada usia remaja (15-24 tahun) memiliki persentase depresi sebesar 6,2%.
Depresi berat akan mengalami kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (self harm)
hingga bunuh diri. Sebesar 80 – 90% kasus bunuh diri merupakan akibat dari depresi
dan kecemasan. Kasus bunuh diri di Indonesia bisa mencapai 10.000 atau setara
dengan setiap satu jam terdapat kasus bunuh diri. Menurut ahli suciodologist 4.2%
siswa di Indonesia pernah berpikir bunuh diri. Pada kalangan mahasiswa sebesar 6,9%
mempunyai niatan untuk bunuh diri sedangkan 3% lain pernah melakukan percobaan
bunuh diri. Depresi pada remaja bisa diakibatkan oleh beberapa hal seperti tekanan
dalam bidang akademik, perundungan(bullying), faktor keluarga, dan permasalahan
ekonomi.
Selain itu sebesar 91% masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa
tidak tertangani dengan baik dan hanya 9% sisanya yang dapat tertangani. Tidak
ditangani dengan baik bisa menjadi indikasi akan kurangnya fasilitas kesehatan
mental ditambah kurangnya pemahaman akan kesehatan mental. Masyarakat
cenderung memberi stigma negatif terhadap orang dengan gangguan mental atau jiwa
yaitu dengan mencela dan menganggapnya sebagai aib, anggapan akan orang gila.
Selain itu masyarakat yang kurang paham akan tanda – tanda gangguan mental seperti
depresi, yang mana depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang paling sering
7
ditemukan. Hal ini menyebabkan orang dengan kesehatan mental yang terganggu
cenderung susah terbuka akan pengobatan dan malah merasa lebih tertekan akan
stigma masyarakat.
Selama hampir 2 tahun belakangan ini kita sedang dilanda oleh pandemi
Covid-19, dimana interaksi sosial kita dengan sesama berkurang, harus waspada
dengan dunia sekitar, dan kurangnya refreshing karena kita benar-benar dilarang untuk
keluar. Hal ini ternyata berdampak pada kesehatan mental kita, khususnya pada
anak-anak dan remaja dimana seharusnya mereka bermain dan mengeksplor dunia
luar. Bahkan UNICEF memperingatkan bahwa anak-anak dan remaja berpotensi
mengalami dampak jangka panjang dari COVID-19 terhadap kesehatan mental
mereka. “Waktu 18 bulan terakhir terasa sangat, amat berat bagi kita dan terutama
bagi anak-anak. Peraturan karantina nasional dan pembatasan mobilitas karena
pandemi menyebabkan anak-anak harus menghabiskan waktu-waktu yang berharga
dalam kehidupan mereka terpisah dari keluarga, teman, sekolah, dan kesempatan
bermain – padahal, semua hal ini penting bagi masa kanak-kanak,” ujar Direktur
Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.
Pandemi ini benar-benar berdampak besar bagi para anak muda, hal ini dapat
dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh UNICEF dan Gallup di 21 negara
pada paruh pertama tahun 2021. Hasil dari survei tersebut adalah hampir satu dari tiga
anak muda di Indonesia (29%) dilaporkan sering merasa tertekan atau memiliki
sedikit minat dalam melakukan sesuatu. Hal ini tentu sangat berbahaya untuk masa
depan mereka, karena waktu yang seharusnya mereka pakai untuk mengeksplor dunia
luar menjadi tersita, hingga pada akhirnya mereka tidak memiliki minat lagi.
8
● Perubahan pola tidur atau pola makan
Sebenarnya perasaan takut dan cemas ini adalah hal yang wajar, namun tidak
wajar jika berlebihan. Oleh karena itu perlu diadakannya edukasi lebih untuk
mengolah perasaan-perasaan tersebut. Ada beberapa cara untuk mengendalikan stres
di masa-masa yang sulit ini, yaitu:
2.3 Berita Mengenai Orang yang Mengalami Gangguan Kesehatan Mental di Indonesia
Baru-baru ini tanah air kembali dihebohkan dengan berita mengenai seorang
pria di Bali berinisial SCJ (33 tahun) yang harus dilarikan ke rumah sakit usai diduga
melakukan percobaan bunuh diri dengan jarum suntik. Pria yang berprofesi sebagai
9
dokter di salah satu rumah sakit di Denpasar, Bali itu nekat menyiksa dirinya sendiri
setelah bertengkar dengan sang istri. Percobaan bunuh diri itu dilakukan SCJ di
rumahnya yang berada di Jalan Badak Agung XVII Nomor 6 Denpasar Timur pada
Minggu, 2 Januari 2022 saat malam hari. Menurut Kanit Reskrim Polsek Denpasar
Timur, Iptu Erick Wijaya Siagian, di dekat pelaku ditemukan dua buah jarum suntik
yang diduga digunakan oleh pelaku untuk melukai dirinya.
Sebelum melakukan percobaan bunuh diri, SCJ terlibat pertengkaran dengan
istrinya, PR (29 tahun). Pertengkaran itu bahkan mengarah pada terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT). PR yang tidak tahan dengan ulah suaminya,
memutuskan untuk kabur dari rumahnya bersama sang anak sekitar pukul 23.00 Wita.
Dia bersembunyi di kamar kos tetangganya. Tak berselang lama, PR menerima pesan
melalui aplikasi Whatsapp dari SCJ. Pesan itu memperlihatkan foto pelaku yang
dalam keadaan berdarah-darah.
PR memilih untuk menghiraukan hal tersebut. Sebab sebelumnya, SCJ sering
melakukan hal itu dengan maksud untuk mencari perhatian. Selanjutnya, sekitar pukul
23.55 Wita, tetangga SCJ melaporkan kejadian itu ke petugas setempat. Pihak
kepolisian dan Linmas Sumerta Klod mendatangi TKP dan pelaku dibawa ke RSUP
Sanglah dengan menggunakan mobil ambulans BPBD Kota Denpasar. Pada saat
ditemukan, SCJ dalam keadaan lemas namun masih tersadar. Terdapat luka dan darah
mengalir yang keluar dari urat pada kaki sebelah kiri.
Faktor lain yang menjadi penyebab gangguan kesehatan mental antara lain
sebagai berikut:
10
● Kekerasan pada anak atau riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak.
● Memiliki kelainan senyawa kimia otak atau gangguan pada otak.
● Mengalami diskriminasi dan stigma.
● Mengalami kehilangan atau kematian seseorang yang sangat dekat.
● Mengalami kerugian sosial, seperti masalah kemiskinan atau utang.
● Merawat anggota keluarga atau teman yang sakit kronis.
● Pengangguran, kehilangan pekerjaan, atau tunawisma.
● Pengaruh zat racun, alkohol, atau obat-obatan yang dapat merusak otak.
● Stres berat yang dialami dalam waktu yang lama.
● Terisolasi secara sosial atau merasa kesepian.
● Tinggal di lingkungan perumahan yang buruk.
● Trauma signifikan, seperti pertempuran militer, kecelakaan serius, atau
kejahatan dan yang pernah dialami
● Pasal 20
(3) Penatalaksanaan kondisi kejiwaan pada ODGJ dapat dilakukan dengan cara: a.
rawat jalan; atau b. rawat inap.
● Pasal 21
(1) Penatalaksanaan kondisi kejiwaan ODGJ yang dilakukan secara rawat inap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b dilakukan atas hasil
11
pemeriksaan psikiatrik oleh dokter spesialis kedokteran jiwa dan/atau dokter yang
berwenang dengan persetujuan tindakan medis secara tertulis.
(2) Persetujuan tindakan medis secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh ODGJ yang bersangkutan.
(3) Dalam hal ODGJ dianggap tidak cakap dalam membuat keputusan, persetujuan
tindakan medis dapat diberikan oleh: a. suami/istri; b. orang tua, anak, atau saudara
sekandung yang paling sedikit berusia 17 (tujuh belas) tahun; c. wali atau pengampu;
atau d. pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Upaya rehabilitasi sosial diberikan dalam bentuk bantuan sosial dan asistensi
sosial. Yang dimaksud dengan “bantuan sosial dan asistensi sosial” adalah upaya yang
dilakukan berupa pemberian bantuan kepada penerima pelayanan yang mengalami
guncangan dan kerentanan sosial agar dapat hidup secara wajar.
Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit
mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres,
berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk
menyakiti diri sendiri.
12
terjadi pada jenis pengidap tertentu, seperti postpartum depression hanya menyerang
ibu setelah melahirkan.
1. Kecemasan
2. Bipolar
3. ADHD
4. OCD
5. Skizofrenia
13
Skizofrenia adalah gangguan perkembangan saraf yang serius dan
berlangsung seumur hidup. Orang dengan gangguan ini umumnya akan
mengalami delusi, halusinasi, dan mengalami kesulitan dalam mengendalikan
pikirannya, sehingga sangat berpotensi untuk menyakiti diri sendiri
6. Kontrol Impuls
7. Gangguan Kepribadian
8. Psikosomatis
9. Disosiatif
10. Depresi
14
Gangguan mental ini membuat penderitanya merasa gelisah, resah,
putus harapan dan tidak berharga. Kondisi tersebut sering dikaitkan dengan
bunuh diri karena perasaan putus asa yang berkelanjutan membuat
penderitanya merasa sia-sia untuk tetap hidup.
Tidak semua gangguan kesehatan mental dapat dicegah. Beberapa hanya dapat
dikurangi resikonya. Berikut adalah cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi
resiko terkena gangguan mental:
15
Namun, sebaiknya menemui teman atau orang terdekat untuk meredakan
stress.
● Melakukan Yoga
Yoga merupakan kegiatan penghilang stress yang populer. Gerakan
yoga menguatkan fisik dan mental yang dapat membantu seseorang
mendapatkan kedamaian.
● Memiliki Tidur yang Cukup
Stress akan menyebabkan seseorang sulit untuk tidur. Namun, tidur
adalah waktu ketika otak dan tubuh beristirahat. Kualitas dan jumlah tidur
dapat mempengaruhi suasana hati, energi, konsentrasi dan fungsi tubuh secara
keseluruhan. Miliki tidur yang berkualitas dengan merilekskan diri sebelum
jadwal tidur, mendengarkan musik yang menenangkan dan membuat suasana
kamar menjadi nyaman seperti dengan aromaterapi.
● Konsultasi dengan psikolog atau psikiater
1. Psikoterapi
16
mood (mood stabilizer), tergantung apa diagnosis penyakit atau masalah
kejiwaan yang diderita pasien. Beberapa jenis psikoterapi yang cukup sering
dilakukan, antara lain:
c. Terapi interpersonal
d. Terapi keluarga
17
Terapi ini dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga
pasien, khususnya jika pasien memiliki masalah psikologis yang
berhubungan dengan masalah keluarga. Tujuannya agar masalah yang
dihadapi pasien dapat diatasi bersama dan memperbaiki hubungan
yang sempat retak antara pasien dan keluarga.
e. Hipnoterapi
Menurut Rena Masri, S.Psi, M.Si, Psikolog, dampak dari gangguan mental
dibagi menjadi 2, yaitu jangka pendek dan panjang. Untuk jangka pendek, yang
pertama gangguan mental mempengaruhi psikologisnya, seperti emosi yang tidak
stabil, dan dapat memengaruhi fisiknya seperti lelah, jenuh, pusing, dan dampak
lainnya dapat berupa gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh stress. Untuk
jangka panjang, dampaknya dapat berupa depresi, karena tekanan atau stress yang
berkepanjangan yang menjadi salah satu faktor pemicu munculnya depresi seseorang.
Banyak komplikasi yang bisa terjadi akibat buruknya kesehatan mental, selain
dari yang dijelaskan atau di paparkan oleh Rena Masri, S.Psi, M.Si, Psikolog.
Kerugian ini dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan seseorang. Berikut ini
merupakan beberapa kerugian yang bisa datang jika seseorang mengabaikan
pentingnya kesehatan mental:
18
● Tidak bahagia
● Sulit menikmati hidup
● Hubungan bersama pasangan atau teman menjadi tak terjalin
● Isolasi sosial
● Lekat dengan gaya hidup tak sehat (merokok dan minuman keras)
● Ketinggalan pelajaran di sekolah
● Masalah finansial
● Kemiskinan
● Melukai diri sendiri (termasuk bunuh diri)
● Melemahnya sistem imun tubuh (sehingga sulit mencegah infeksi)
● Munculnya penyakit jantung dan kondisi medis berbahaya lainnya.
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Di samping semua hal negatif tersebut, baik secara fakta maupun opini,
masalah kesehatan mental sebenarnya dilindungi secara sah melalui undang-undang
oleh negara. Hal ini tertuang pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa pasal 20, pasal 21, pasal 28H ayat 1, dan pasal 34 ayat 3
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terdapat pula cara
mengurangi resiko gangguan kesehatan mental, misalnya dengan meditasi,
20
mengkonsumsi makanan sehat, dan melakukan aktivitas fisik secara rutin. Jika
seseorang sudah mengalami gangguan kesehatan mental, maka cara untuk mengatasi
dapat dilakukan dengan psikoterapi dan pengobatan terhadap penyalahgunaan zat.
Pendapat dari penulis sendiri adalah berani untuk pergi ke profesional dan melakukan
pemeriksaan secara berkala untuk memastikan kondisi kesehatan mental.
3.2 Saran
Diharapkan untuk melakukan pencarian data yang lebih spesifik lagi agar ilmu
yang didapat lebih dalam dan lebih akurat. Selain itu, alangkah baiknya artikel ilmiah
ini disertai dengan wawancara langsung dengan subjek penelitian agar hasil yang
didapat lebih dipercaya dan lebih ilmiah.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. https://bem.eng.ui.ac.id/index.php/2021/05/24/mengenal-isu-kesehatan-mental-dan-ta
ntangannya-di-indonesia/
2. https://www.seributujuan.id/id/apa-itu-kesehatan-mental
3. https://www.alodokter.com/cari-tahu-informasi-seputar-kesehatan-mental-di-sini
4. https://www.halodoc.com/kesehatan/kesehatan-mental
5. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38646/uu-no-18-tahun-2014
6. https://lifepack.id/5-jenis-gangguan-kesehatan-mental-yang-perlu-anda-ketahui/
7. https://www.halodoc.com/kesehatan/kesehatan-mental
8. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20211007/1338675/kemenkes-be
berkan-masalah-permasalahan-kesehatan-jiwa-di-indonesia/
9. https://egsa.geo.ugm.ac.id/2020/11/27/darurat-kesehatan-mental-bagi-remaja/
10. https://denpasar.kompas.com/read/2022/01/03/201038478/bertengkar-dengan-istri-do
kter-di-bali-coba-bunuh-diri-dengan-jarum-suntik?page=all
11. https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/dampak-covid-19-terhadap-rendah
nya-kesehatan-mental-anak-anak-dan-pemuda-hanyalah
12. https://rsgm.maranatha.edu/2021/01/05/kesehatan-mental-di-masa-pandemi/
13. https://www.orami.co.id/magazine/dampak-kesehatan-mental-jika-tidak-diatasi/
14. https://www.spma-samarinda.sch.id/post/wajid-di-baca-!!!-tentang-pentingnya-keseha
tan-mental-yang-tak-boleh-diremehkan-guys-
15. https://vivahealth.co.id/article/detail/13399/kesehatan-mental
16. http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1022-kesehatan-mental-2
17. https://www.alodokter.com/psikoterapi-untuk-mengatasi-gangguan-kesehatan-mental
22