MANAJEMEN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH
Editor :
Nurlaili, M.Si.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan Hak Eklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundanga-undangan yang berlaku
Lingkup Hak Cipta
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan 2 dipidana penjara masing-masing paling singkat
1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- atau pidana penjara paling lama 7 tahun
dan/atau paling banyak Rp. 5.000.000.000,-
2. Barang siapa dengan dengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat
1, dipidana dengan penjara paling lam 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-
ii
KATA PENGANTAR
iii
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
akibat keterbatasan ilmu penulis, namun apa yang sudah dituliskan
tidak mengurangi arti niatan penulis untuk sumbang pemikiran dalam
melahirkan pilihan referensi yang terkait perbankan syariah khususnya
pembiayan. Terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang
telah ikut membantu dalam penyelesaian dan penerbitan buku ini.
Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlimpah.
Akhirnya mohon maaf atas kesalahan dan keterbatasan kami dalam
penulisan buku ini.
Nurnasrina
P. Adiyes Putra
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v
A. Pengertian Pembiayaan 1
B. Sejarah Pembiayaan 3
C. Dasar Hukum Pembiayaan 12
D. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan 17
E. Jenis-jenis Pembiayaan 19
v
C. Pembiayaan Sewa 70
1. Ijaroh 70
2. Ijaroh Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT) 78
vi
F. Pelunasan & Penyelamatan Pembiayaan 169
1. Restrukturisasi Pembiayaan 171
2. Penyelesaian Melalui Jaminan 174
3. Collection Agend 180
4. Hapus Buku (write off) 180
G. Take Over 181
vii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan di Indonesia 11
Tabel 2.1 Pokok-pokok Ketentuan Fatwa DSN-MUI Tentang 27
Murobahah
Tabel 2.2 Perbedaan Margin Pada Murobahah dengan Bunga 30
Tabel 2.3 Pokok-pokok Ketentuan Mudharobah berdasarkan 51
fatwa DSN
Tabel 3.1 Contoh BI Checking 127
Tabel 3.2 Contoh Nilai LTV 144
Tabel 3.3 Kolektibilitas Pembiayaan 169
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Murobahah 32
Gambar 2.2 Skema Transaksi Salam 41
Gambar 2.3 Skema Transaksi Salam Paralel 42
Gambar 2.4 Istishna’ Bank Syariah sebagai Pembuat 47
Gambar 2.5 Istishna’ Bank Syariah Sebagai Pemesan 48
Gambar 2.6 Istishna’ Bank Syariah sebagai Produsen dan 49
Pemesan (Paralel)
Gambar 2.7 Skema akad Mudharobah 53
Gambar 2.8 Macam-Macam Akad Musyarokah 60
Gambar 2.9 Pokok-pokok Syirkah 62
Gambar 2.10 Skema Musyarokah 62
Gambar 2.11 Musyarokah Mutanaqishah KPR Syariah 66
Gambar 2.12 Skema Musyarokah Mutanaqishah Properti Bisnis 67
Gambar 2.13 Skema Ijaroh 75
Gambar 2.14 Contoh Penyewaan Tempat SDB 77
Gambar 2.15 Hubungan Harga dengan Sewa dalam Ijaroh 79
viii
Gambar 2.16 Skema IMBT 81
Gambar 3.1 Alur Pemberian Pembiayaan 86
Gambar 3.2 Inisiasi awal 91
Gambar 3.3 Pemetaan dan Pembentukan Calon Nasabah 92
Gambar 3.4 Review dan verifikasi Lanjutan 121
Gambar 3.5 Persetujuan dan Pencairan 148
Gambar 3.6 Contoh Alur Proses Persetujuan Pembiayaan 150
Gambar 3.7 Penanganan Pembiayaan Bermasalah 170
Gambar 3.8 Proses Eksekusi 178
Gambar 3.9 Proses Pelelangan Jaminan 179
ix
BAB 1
DASAR-DASAR PEMBIAYAAN
A. Pengertian Pembiayaan
Kata pembiayaan berasal dari kata “biaya” yang berarti
mengeluarkan dana untuk keperluan sesuatu. Sedangkan
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.1 Pengertian lain
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.2 Pembiayaan juga berarti
kepercayaan (trust), maksudnya bank atau lembaga keuangan syariah
menaruh kepercayaan kepada seseorang atau perusahaan untuk
melaksanakan amanah yang diberikan berupa pemberian dana dan
mengelolanya dengan benar, adil dan disertai ikatan dan syarat-syarat
yang jelas dan saling menguntungkan kedua belah pihak.3 Hal ini
mengacu pada firman Allah SWT :
hlm. 73
2 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002,
hlm. 260
3 Veithzal Riva’i, Prof.Dr.H. MBA dan Andria Permata Veithzal, B.Acct, MBA,
Islamic Financial Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 3
Dasar-dasar Pembiayaan |1
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’ [4]: 29)
Pengertian lain, pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan
usaha atau tugas pokok bank syariah, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit.4 Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank syariah dan atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima
fasilitas) yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.5
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Syariah menyatakan pembiayaan adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.6
Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah
2| Dasar-dasar Pembiayaan
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.7
Berdasarkan pengertian pembiayaan di atas, penyaluran dana
yang dilakukan bank syariah atau lembaga keuangan syariah harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut UU No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 12 menyatakan
bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Selain berdasarkan prinsip syariah, perbankan syariah dan lembaga
keuangan syariah juga berazaskan prinsip demokrasi ekonomi dan
prinsip kehati-hatian.8
B. Sejarah Pembiayaan
Pembiayaan atau penyaluran dana merupakan salah satu
kegiatan utama perbankan syariah, disamping kegiatan
penghimpunan dana, kegiatan jasa-jasa dan kegiatan sosial.
Karenanya pembahasan sejarah pembiayaan, tidak bisa dipisahkan
dengan pembahasan sejarah perbankan syariah. Sejarah perbankan
Dasar-dasar Pembiayaan |3
syariah (Islamic Banking) modern dimulai dengan berdirinya Mit
Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963. Namun fungsi-
fungsi dari kegiatan perbankan syariah sudah dimulai pada awal-awal
penyebaran Islam pada masa Rasulullah SAW dan para sahabatNya.
Dalam sejarah peradaban Islam, kegiatan ekonomi berupa hutang
piutang, jual beli, barter, sewa menyewa, sampai kepada kerja sama
dalam peternakan, perkebunan dan kerja sama dalam mengelola
usaha serta pengiriman uang sudah dilakukan oleh orang-orang pada
masa awal penyebaran Islam. Kerja sama dalam berbagai kegiatan
ekonomi ini masih dilakukan secara sederhana dan cendrung
“kanibal”. Misalnya praktek hutang piutang yang dilakukan dengan
penerapan riba. Hutang piutang dengan cara riba adalah sesuatu
yang biasa dilakukan oleh orang-orang Quraisy hingga akhirnya
dilarang Islam. Pelarangan riba bersumber dari turunnya ayat Al
Qur’an (QS. Ar Rum (30) ayat 39, QS. An-Nisa’ (4) ayat 160-161, QS.
Ali Imran (3) ayat 130 dan QS. Al Baqarah (2) ayat 278-279) dan
Hadits Nabi. Setelah hutang piutang dengan riba ini dilarang oleh
agama, maka seluruh praktek-praktek terkait dengan riba segera
ditinggalkan oleh para sahabat Nabi.
Sedangkan jual beli secara tidak tunai yang dilakukan orang-
orang Arab ketika itu tidak pernah dicatat, sehingga akhirnya turun
ayat keharusan untuk menulis transaksi muamalah yang dilakukan
tidak dengan tunai, firman Allah SWT:
4| Dasar-dasar Pembiayaan
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah9 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa, maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa
9
Dasar-dasar Pembiayaan |5
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli
dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah yang
mengajarmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al
Baqoroh [2]: 282).
6| Dasar-dasar Pembiayaan
praktek pembungaan uang (riba) dijalankan.12 Dibolehkannya bunga
dijalankan menjalar keseluruh wilayah-wilayah yang telah dikuasai
oleh orang-orang eropa. Hampir seluruh dunia sudah ditaklukan oleh
bangsa-bangsa eropa, sehingga akhirnya praktek-praktek bank
berbasis bunga menjadi tersohor dan mengakar di dunia sampai saat
ini.
Sementara itu bangsa-bangsa yang dulu merupakan daerah
kekuasaan Islam satu-persatu dipreteli dan kemudian dibagi-bagi oleh
bangsa eropa menjadi daerah jajahan. Penguasaan bangsa eropa
terhadap dunia Islam menjadikan ajaran-ajaran Islam tidak
berkembang, termasuk penerapan-penerapan ajaran Islam dalam
kegiatan-kegiatan perekonomian. Kegiatan-kegiatan ekonomi mutlak
dikuasai oleh bangsa eropa, sehingga cara-cara eropa selalu menjadi
yang dominan dan jadilah cara-cara Islam menjadi tersingkirkan.
Namun setelah negara-negara yang dulu merupakan basis Islam
memerdekakan diri dari penjajahan dan menyatakan berdirinya
negara yang berdaulat dan terbebas dari penjajahan, mulai menyadari
kembali keharusan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang
terbebas dari riba. Usaha pertama yang dilakukan negara-negara
Islam itu adalah dengan mendirikan Bank Islam.
Bank Islam pertama yang berhasil didirikan adalah Mit Ghamr
Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 oleh Prof. Dr. Abdul Aziz
Ahmad El Nagar. Mit Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan
manajemen perbankan ala Eropa dengan prinsip muamalah Islam
dengan memadukannya ke dalam produk-produk yang susuai dengan
Islam. Produk utama Mit Ghamr Bank adalah produk pertanian untuk
daerah pedesaan. Produk ini sangat diminati oleh masyarakat,
tercatat pada tahun pertama jumlah nasabahnya sebanyak 17.560
orang, meningkat pada tahun kedua sebanyak 251.152, dan jumlah
12 Ibid
Dasar-dasar Pembiayaan |7
tabungan meningkat dari 40.944 pada tahun pertama, menjadi
1.828.375 pada akhir tahun kedua.13
Kinerja bagus Mit Ghamr Bank tidak berlangsung lama, karena
ada persoalan politik, pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank ditutup dan
operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Bank
Sentral Mesir. Pengambil alihan ini menandakan berakhirnya
penerapan bank tanpa riba. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir
berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social
Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial dari pada komersil.14
Namun demikian pendirian Bank Islam di Mesir ini memberikan
pengaruh terhadap negara-negara Islam lainnya, salah satunya
adalah dengan dimulainya usaha untuk mendirikan Bank Islam. Usaha
untuk mendirikan Bank Islam menjadi kenyataan setelah Sidang
Menteri-menteri Keuangan Negara-negara OKI (organisasi Islam
sedunia) yang berlangsung di Jeddah Arab Saudi tahun 1975
menyetujui berdirinya Islamic Development Bank (IDB) dengan
anggota semua negara-negara anggota OKI.
Setelah berdirinya IDB, Bank Islam kemudian bermunculan di
negara-negara Islam lainnya, seperti Mesir, Sudan, negara-negara
Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis
besar lembaga-lembaga perbankan Islam yang bermunculan itu dapat
dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial
(Islamic Commercial Bank) seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan
Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic
Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic
International Bank for Finance and Development atau lembaga
investasi dengan bentuk international holding companies, seperti Daar
Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the Gulf,
Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company
8| Dasar-dasar Pembiayaan
(Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic
Investment House (Amman).15
Lembaga-lembaga perbankan di atas terus mengalami kemajuan
yang signifikan dan telah menyebar ke banyak negara. Tidak hanya
Negara Islam, negara-negara yang bukan negara muslim juga tidak
ketinggalan membentuk Bank Islam. Misalnya di Denmark telah berdiri
The Islamic Bank International of Denmark tahun 1983 tercatat
sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa. Kini bank-
bank semacam Citibank, ANZ, Chase Manhattan Bank, Jardine
Fleming dan lain-lain sudah membuka layanan Islamic Banking.
Sementara itu untuk Indonesia, perkembangan perbankan Islam
(syariah) sedikit lebih lambat ketimbang Negara Islam lainnya.
Meskipun dalam sidang OKI, pemerintah Indonesia yang diwakili
Menteri Keuangan Ali Wardana, cukup aktif memperjuangkan realisasi
konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri.
KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan
jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam di
Indonesia karena political will belum mendukung.
Bank Islam di Indonesia berdiri atas prakarsa Majlis Ulama
Indonesia (MUI) yang dimotori oleh Karnaen A. Perwataatmadja, M.
Dawam Rahardjo, AM. Saefuddin, dan M. Amien Azis. Pada tanggal
18 – 20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank
dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya
tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan
amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI
dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah
berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte
15 Ibid
Dasar-dasar Pembiayaan |9
pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1
Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp
106.126.382.000,-. Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-
undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya
bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam
di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni
Bank IFI membuka cabang Syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank
Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti
(BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang
baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk.
Perkembangan perbankan Syari’ah di Indonesia terjadi setelah
diberlakukan UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang mengubah UU
Perbankan No. 7 tahun 1992 dan diikuti dengan dikeluarkannya
sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi
BI/Peraturan Bank Indonesia, telah memberi landasan hukum yang
lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas lagi bagi pengembangan
perbankan Syari’ah di Indonesia (Bank Indonesia, Oktober 2001).
Kondisi ini semakin dipertegas melalui pengesahan undang-undang
perbankan syari’ah pada bulan Agustus 2008 oleh DPR.
Menurut data Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Syariah
tersebut, telah membawa pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Awal-awal
pemberlakukan undang-undang ini, jumlah bank umum syariah di
Indonesia baru ada 3 bank, yakni Bank Mu’amalat, Bank Syariah
Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sedangkan per Juli 2017 jumlah
bank umum syariah sudah ada sebanyak 13 BUS ditambah 21 unit
usaha syariah (UUS). Berikut tabel perkembangan Bank Syariah di
Indonesia :
10 | Dasar-dasar Pembiayaan
Tabel 1.1
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Dalam Triliyunan Rupiah
Indikator 2013 2014 2015 2016 Juli 2017
Aset 248.11 278.92 304.00 365.65 388.50
Dana Pihak Ketiga 187.2 221.88 235.97 285.15 313.91
Market Share 4.89% 4.85% 4.83% 5.30% 5.46%
Total Pembiayaan 188.55 204.33 218.76 254.65 271.83
BUS 11 12 12 13 13
UUS 23 22 22 21 21
Jaringan Kantor
1.998 2.483 2.301 2.201 2.186
BUS dan UUS
Dasar-dasar Pembiayaan | 11
Triliyun pada bulan Juli 2017. Jumlah BUS dari 11 pada tahun 2013
meningkat menjadi 13 BUS per Juli 2017 dan jumlah ini akan
bertambah setelah Bank NTB disetujui menjadi Bank Syariah.
12 | Dasar-dasar Pembiayaan
2. Pasal 2
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan;
a. Prinsip Syariah: kegiatan usaha yang tidak mengandung
unsur Riba, Maisir, Gharar, Haram, Zalim
b. Demokrasi ekonomi : kegiatan ekonomi syariah yang
mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan
kemanfaatan
c. Prinsip kehati-hatian : pedoman pengelolaan Bank yang wajib
dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan
efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Pasal 19 ayat 1 tentang Ketentuan Usaha Bank Umum Syariah
bagian c – g
a. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah
b. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah,
Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syaria;
c. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
d. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau
tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah
dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
e. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
Dasar-dasar Pembiayaan | 13
4. Pasal 23
(1) Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan
atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima
fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana
kepada nasabah penerima fasilitas.
(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan
penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima
fasilitas.
5. Pasal 36
Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya.
6. Pasal 37
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga
yang berbasis syariah, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada nasabah
penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima
fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang
bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
14 | Dasar-dasar Pembiayaan
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga,
atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank
Syariah kepada:
a) Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen)
atau lebih dari modal disetor Bank Syariah
b) Anggota dewan komisaris
c) Anggota direksi
d) Keluarga dari pihak sebagaimana di maksud dalam huruf
a, b, dan c.
e) Pejabat bank lainnya
f) Perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
dengan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Pasal 38
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko,
prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
8. Pasal 39
Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada nasabah
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan
Dasar-dasar Pembiayaan | 15
dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah
dan/atau UUS.
9. Pasal 40
(1) Dalam hal nasabah penerima fasilitas tidak memenuhi
kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat membeli
sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun di luar
pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh
pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk
menjual dari pemilik agunan, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga
pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan kewajiban nasabah kepada Bank Syariah dan UUS
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada
Bank Syariah dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut
harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait
dengan proses pembelian agunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian agunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selain mengacu pada UU No.21 Tentang Perbankan Syariah,
bank syariah juga harus mengikuti Peraturan Bank Indonesia (PBI),
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Mengenai Peraturan
Bank Indonesia (PBI), meskipun sejak tanggal 31 Desember 2013
segala fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan
terhadap bank syariah dan unit-unit usaha syariah telah beralih ke
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun peraturan Bank Indonesia
16 | Dasar-dasar Pembiayaan
(PBI) yang telah dikeluarkan masih tetap mengikat secara hukum.16
Hal-hal yang belum diatur oleh PBI tentang perbankan syariah dan
unit-unit usaha syariah, untuk berikutnya akan diatur oleh OJK lewat
Peraturan OJK (POJK). POJK yang telah dikeluarkan harus menjadi
acuan bagi perbankan syariah dan unit-unit usaha syariah.
Disamping mengikuti POJK, bank syariah dan unit-unit usaha
syariah juga harus menyesuaikan semua produk-produk yang
dijalankan dan manajemen yang mengelola dengan fatwa-fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN MUI). Sampai akhir tahun 2017 sudah
ada 109 fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN MUI. Semua fatwa
tersebut harus menjadi rujukan bagi bank syariah dan uni-unit usaha
syariah dalam menjalankan operasional bank syariah tersebut.
Dasar-dasar Pembiayaan | 17
lapangan kerja, meningkatkan jumlah barang dan jasa. Sehingga
dengan ini pemerintah akan mendapatkan devisa yang semakin
menguatkan suatu negara itu sendiri.
3. Membantu usaha nasabah. Pembiayaan yang dikucurkan
lembaga keuangan diharapkan dapat meningkatkan usaha dan
pendapat masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Dalam hal ini fihak lembaga keuangan dapat
menjadi sarana bagi para nasabah untuk mendapatkan modal
yang diinginkan.17
Sedangkan menurut Veithzal Riva’I, tujuan pembiayaan adalah:
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari
pembiayaan berupa keuntungan yang diraih.
b. Safety, keamanan dari fasilitas pembiayaan yang diberikan
harus benar-benar terjamin, sehingga tujuan profitability dapat
benar-benar tercapai tanpa hambatan.18
Berdasarkan Fungsi Pembiayaan, keberadaan bank syariah yang
menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya
untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di
Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang
aman, diantaranya:
1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang
menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan
debitur.
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank
konvensional
3. Karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh bank konvensional.
18 | Dasar-dasar Pembiayaan
4. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu
dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui
pendanaan untuk usaha yang dilakukan
Selain itu pembiayaan juga berfungsi sebagai:
a. Meningkatkan utility (daya guna) modal dan barang,
b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
c. Menimbulkan gairah usaha masyarakat
d. Alat stabilitas ekonomi
e. Jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
f. Alat hubungan internasional.19
E. Jenis-jenis Pembiayaan
Berdasarkan pada jenis pembiayaan dapat digolongkan pada
beberapa jenis, diantaranya;
1. Jenis Pembiayaan Menurut Tujuan Penggunaan
Menurut tujuan penggunaan, pembiayaan dapat dibedakan pada
beberapa jenis, yakni;
a. Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk
keperluan atau konsumsi, baik konsumsi pribadi, perusahaan,
umum, maupun konsumsi pemerintah. Contoh pembiayaan
konsumtif misalnya pembelian rumah tinggal, pembelian mobil
pribadi/dinas, pembelian peralatan rumah tangga dan lain-lain.
b. Pembiayaan Komersial, yakni pembiayaan yang diberikan dengan
tujuan penggunaannya untuk pengembangan usaha tertentu.
Jenis pembiayaan komersial ini dapat digolongkan atas;
(1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan yang
kegunaanya sebagai modal kerja usaha tertentu, misalnya
pembiayaan digunakan untuk pembelian bahan baku, barang
19 Ibid, hlm, 8
Dasar-dasar Pembiayaan | 19
dagangan, biaya eksploitasi barang modal, biaya-biaya
produksi dan lain-lain.
(2) Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang kegunaannya
sebagai bentuk investasi (jangka menengah dan panjang),
misalnya merehabilitasi, modernisasi, perluasan usaha, atau
pendirian pabrik baru. Merehabilitasi dan modernisasi
contohnya pembelian peralatan produksi dengan model baru
yang lebih canggih atau kapasitas yang lebih besar.
Perluasan usaha contohnya membuka cabang atau pabrik
baru di tempat lain.
2. Jenis Pembiayaan Menurut Jangka Waktu
Pembiayaan menurut jangka waktu dapat dikelompokan atas:
a. Pembiayaan jangka pendek (short term), yaitu pembiayaan
berdurasi waktu tidak lebih dari 1 tahun. Pembiayaan jenis ini
misalnya pembiayaan untuk pertanian yang bersifat musiman,
perdagangan musiman, industry, pembiayaan proyek dan lainnya.
b. Pembiayaan jangka menengah (intermediate term), yaitu
pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari 1 tahun dan kurang
dari 3 tahun.
c. Pembiayaan jangka panjang (long term), yaitu pembiayaan yang
jangka waktunya lebih dari 3 tahun, misalnya pembiayaan
pengadaan rumah KPR, pembangunan ruko, pabrik dan lain-lain.
3. Jenis Pembiayaan Menurut Cara dan Sifat Penarikannya
Berdasarkan cara penarikannya, pembiayaan dapat dikelompokan
atas;
a. Penarikan sekaligus, yaitu penarikan pembiayaanya dilakukan
satu kali sebesar plafon pembiayaan. Penarikannya bisa
dilakukan dengan cara tunai atau dipindahkan lewat buku
tabungan nasabah yang bersangkutan.
20 | Dasar-dasar Pembiayaan
b. Penarikan bertahap sesuai jadwal yang ditentukan, yaitu
penarikan pembiayaan dilakukan secara bertahap sesuai
waktu yang disepakati atau sesuai pada tingkat penyelesaian
proyek.
c. Rekening koran (revolving), yaitu penarikan sesuai kebutuhan
nasabah. Penarikannya bisa secara tunai atau pemindah
bukuan ke rekening nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan berdasarkan sifat penarikannya dapat dibedakan atas;
a) Pembiayaan langsung, yaitu pembiayaan yang ketika disetujui
oleh perbankan dapat langsung digunakan oleh nasabah.
b) Pembiayaan tidak langsung, yaitu pembiayaan yang belum
dapat digunakan langsung oleh nasabah, walaupun sudah
disetujui oleh bank, misalnya bank garansi dan L/C.
4. Jenis Pembiayaan Menurut Metode Pembiayaan
Menurut metode pembiayaan, dapat dikelompok atas;
a. Pembiayaan bilateral, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada satu orang atau satu perusahaan oleh satu bank saja.
b. Pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh
2 atau lebih perbankan untuk membiayai suatu proyek.
Perusahaan yang ingin dibiayai lewat sindikasi harus
mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, misalnya proyek
yang dikerjakan tergolong besar, ada hubungan yang saling
menguntungkan antar bank yang membiayai proyek tersebut,
dan salah satu bank sindikasi ditunjuk sebagai agen yang
mengadministrasikan pembiayaan sindikasi.
5. Jenis Pembiayaan Menurut Akad
Berdasarkan akad, pembiayaan dapat digolongkan atas:
a. Pembiayaan dengan akad jual beli, yaitu kesepakatan
pembiayaan antara bank dengan nasabah berdasarkan pada
prinsip jual beli. Jual beli yang pembayarannya dilakukan secara
Dasar-dasar Pembiayaan | 21
non tunai atau secara cicilan dalam jangka waktu yang telah
disepakati. Akad jual beli yang digunakan bisa murobahah, salam
dan istishna’.
b. Pembiayaan dengan akad bagi hasil (partnership), yaitu
pembiayaan bersifat penanaman modal berdasarkan kesepakatan
antara bank dengan nasabah. Kesepakatan itu misalnya bank
menjadi shohibul mal yang membiayai seluruh pendanaan dalam
usaha tertentu dengan akad mudharobah, atau bank dengan
nasabah sama-sama menyertakan modalnya dalam usaha
tersebut dengan akad musyarokah.
c. Pembiayaan dengan akad sewa menyewa atau sewa beli, yaitu
pembiayaan yang disalurkan berdasarkan perjanjian sewa
menyewa atau sewa beli antara bank dengan nasabah. Sewa
menyewa memakai akad ijaroh dan sewa beli menggunakan akad
ijaroh mumtahia bit thamlig (IMBT).
d. Pembiayaan dengan akad pinjam meminjam berdasarkan akad
qordh. Pembiayaan jenis ini berlaku prinsip qardh dimana bank
tidak mengharapkan keuntungan atau pengembalian lebih dari
pembiayaan yang diberikan. Namun pembiayaan ini bisa
digunakan untuk menunjang atau penghantar akad yang lainnya,
misalnya dalam produk take over nasabah dari bank konvensional
ke bank syariah, bank syariah terlebih dahulu melunasi hutang
nasabah ke bank konvensional lewat akad qordh, setelah itu baru
kemudian disepakati akad ke dua dan berikutnya antara nasabah
dengan bank syariah.
6. Jenis Pembiayaan Menurut Cara Pembayarannya
Menurut cara pembayarannya, pembiayaan dapat digolongkan
atas:
a. Pembiayaan dengan pembayaran angsuran
b. Pembiayaan dengan pembayaran sekaligus pada saat jatuh
tempo.
22 | Dasar-dasar Pembiayaan
BAB 2
PRODUK-PRODUK PEMBIAYAAN
Produk-produk Pembiayaan | 23
keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh kedua belah pihak,
pembeli dan penjual.3
b) Dalam Fiqih Islam, murabahah yaitu suatu bentuk jual beli tertentu
ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi
harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin)
yang diinginkan.4
c) Murabahah merupakan salah satu dari akad/kontrak yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi waktu maupun
jumlah sehingga ketika kita mendapat pembiayaan dari bank
syari’ah, jumlah & waktunya telah pasti & sudah ditentukan di
awal (cashflow predertemined) yang formulanya, harga pokok
ditambah dengan harga perolehan barang (biaya-biaya lain dalam
memperoleh barang) ditambah dengan margin yang disepakati.5
d) Murabahah merupakan Akad Pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.6
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
murobahah didefenisikan sebagai akad jual beli barang dengan
menyatakan harga pokok dan keuntungan (margin) yang telah
disepakati. Karena keuntungan disepakati, maka karakteristik
murobahah adalah si penjual harus memberitahukan kepada pembeli
harga pembelian atau harga pokok barang dan menyatakan jumlah
Syari’ah Berdasar PSAK dan PAPSI. Jakarta: PT.Grasindo, 2005, hlm. 40.
4 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
hlm.168.
6 Booklet Perbankan Indonesia 2012, hlm. 130
24 | Produk-produk Pembiayaan
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. 7 Misalnya A
membeli sapi seharga Rp 15.000.000,- biaya-biaya yang
dikeluarkanya sebesar Rp 1.000.000,- lalu A menjual kembali sapinya
Rp 18.000.000,- setelah mengatakan “saya mengambil keuntungan
sebesar Rp 2.000.000,-. Transaksi jual beli Murabahah bentuk ini
diperbolehkan. Firman Allah SWT;
ِ يآ أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا الَتَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب
اط ِل إِالَّ أَ ْن تَ ُك ْو َن ِِتَ َارةً َع ْنَ ْ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ َْ َ َ
...اض ِمْن ُك ْم
ٍ تَ َر
Artinya: “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.(QS. AN-Nisa’[4]:29)
…الربَا
ِّ َح َّل اهللُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم
َ َوأ
Artinya: "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…."(QS. Al Baqarah[2]: 275)
7Ibnu Rusyd dalam Adiwarman A. Karim, Bank Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014, hlm., 114
Produk-produk Pembiayaan | 25
ِ ِ ٌ َ ثَال:ال
َ َصلَّى اهللُ َعلَْي ِه َوآلِِه َو َسلَّ َم ق
َ اَلْبَ ْي ُع إ ََل أ:ُث فْي ِه َّن الْبَ َرَكة
،َج ٍل َّ َِن الن
َ َِّب َّ أ
)ت الَ لِْلبَ ْي ِع (رواه ابن ماجه عن صهيب ِ ط الْب ِّر بِالشَّعِ ِْي لِْلب ي
َْ ْ ُ ُ َو َخ ْل،ُضة َ َوالْ ُم َق َار
Artinya: “Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah:
jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
Bolehnya transaksi jual beli murobahah asalkan memenuhi rukun-
rukun dan syarat-syarat. Adapun rukun jual beli terdiri dari :
a. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang)
b. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)
c. Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan
d. Tsaman = harga, dan
e. Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.8
Sedangkan syarat-syarat murabahah adalah :
a. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
atas barang sesudah pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan
secara utang.9
8 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H., SE., MM., MBA., dan Ir. H. Arviyan Arifin, Islamic
Banking Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi
Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global-Sebuah
Teori, Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara, cetakan pertama, 2010, hlm.,390
9 Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir & Praktisi Keuangan.
26 | Produk-produk Pembiayaan
Bolehnya praktek murobahah telah ditegaskan lewat Fatwa DSN
MUI No.4 tahun 2000, adapun ketentuan-ketentuan pokok murobahah
yang diatur dalam fatwa tersebut adalah:
Tabel 2.1
Pokok-pokok Ketentuan Fatwa DSN-MUI Tentang Murobahah
1. PELAKU Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas
nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan
bebas riba (ps 1: 4)
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya (ps 1: 6)
2. OBJEK Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh
syari’ah Islam (Ps 1: 2)
3. HARGA Harga beli
Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan (ps 1: 6)
Harga jual
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya (Ps 1: 6)
Fatwa DSN No.16/IX/2000:
Harga dalam jualbeli murabahah adalah harga beli dan
biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai
dengan kesepakatan
(Ps.1:1)
4. AKAD Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik
bank. (Ps. 1:9)
Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus
membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara
sah dengan pedagang.
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada
nasabah dan nasabah harus menerimanya (membelinya)
Produk-produk Pembiayaan | 27
sesuai dengan perjanjian yang disepakati, karena secara
hukum perjanjian tersebut mengikat: kemudian kedua
belah pihak harus membuat kontrak jual beli (Ps 2: 2,3)
5. UANG MUKA Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah
untuk membayar uang muka saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan (Ps. 2 : 4)
28 | Produk-produk Pembiayaan
10. TA’WIDH (Fatwa No.43/2004)
• Sengaja atau lalai menyimpang dari akad dan
menimbulkan kerugian
• Kerugian riil adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rangka penagihan hak yang seharusnya
diterima
• Real Lost not Opportunity Lost
Besarnya gantirugi tidak boleh dicantumkan dalam akad
Sumber: diambil dari Fatwa DSN-MUI No.4
Produk-produk Pembiayaan | 29
keduanya terdapat perbedaan, adapun perbedaannya seperti pada
table di bawah10:
Table 2.2
Perbedaan Margin Murobahah Dengan Bunga
30 | Produk-produk Pembiayaan
dana social bukan pendapatan
Terjadi pemindahan
Tidak ada pemindahan
8 kepemilikan, barang sekaligus
kepemilikan
sebagai jaminan
Tidak membuka ruang
9 Bungan ruang untuk spekulasi
spekulasi
Tidak sah, haram, jauh dari
10 Sah, halal dan penuh berkah
keberkahan
Produk-produk Pembiayaan | 31
Gambar 2.1
Skema Murobahah
32 | Produk-produk Pembiayaan
Bapak Aladin mengajukan pembiayaan pembelian mobil ke Bank
Syariah X. Mobil yang diinginkan Bapak Aladin seharga Rp
120.000.000,- dan Pak Aladin sudah memiliki uang sebesar Rp
30.000.000,- jika ekspektasi keuntungan (margin) yang ditetapkan
bank sebesar 12%/tahun, berapa angsuran yang harus dibayar Bapak
Aladin perbulannya selama 2 tahun?
Jawab:
Perhitungan bank (harga mobil) = Rp 120.000.000,-
DP (uang muka) = Rp 30.000.000,-
Pokok bank = Rp 120.000.000 – 30.000.000,-
= Rp 90.000.000,-
Margin keuntungan = Rp 90.000.000 x 12%/thn x 2 thn
= Rp 21.600.000,-
Harga Jual Bank ke Pak Aladin = Harga pokok + margin
= Rp 90.000.000 + Rp 21.600.000,-
= Rp 111.600.000,-
Angsuran Pak Aladin = harga jual / jangka waktu peminjaman
= Rp 111.600.000 / 24 bulan
= Rp 4.650.000,- / bulan
b) Modal kerja
Jika bank syariah memberikan modal kerja dengan akad
murabahah, maka yang dibiayai adalah modal kerja inventori
(persediaan barang dagangan sebagai modal kerja), seperti misalnya
perusahaan kayu sebagai modal kerjanya adalah persediaan kayu.
Atas modal kerja inventori ini bank syariah dapat mempergunakan
akad murabahah dimana bank syariah sebagai penjual dan nasabah
(perusahaan kayu) sebagai pembeli, dan persediaan barang
dagangan merupakan obyek barang yang diperjual belikan. Jika bank
syariah memberikan modal kerja dalam bentuk uang tidak
diperkenankan mempergunakan akad murabahah tetapi dapat
mempergunakan akad mudharabah atau musyarakah.
c) Renovasi rumah
Produk-produk Pembiayaan | 33
Jika bank syariah membiayai nasabah untuk renovasi rumah
dengan akad murabahah, maka kedudukan bank syariah sebagai
”toko bahan bangunan”. Bank syariah sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli, yang diperjualbelikan adalah bahan bangunan
seperti pasir, semen, kayu, bata merah, besi dan sebagainya. Jika
renovasi rumah dengan akad murabahah bank syariah tidak
diperkenankan untuk membiayai tenaga kerjanya (tenaga kerja bukan
tanggung jawab toko bahan bangunan). Begitu juga setelah jual beli
material kemudian renovasi rumahnya tidak selesai bukan tanggung
jawab bank syariah sebagai penjual atau toko bahan bangunan,
setelah jual beli material oleh nasabah materialnya dipergunakan
untuk membangun masjid (bukan untuk renovasi) bukan tanggung
jawab bank syariah sebagai toko bahan bangunan.
d) Take over dari bank konvensional ke bank syariah
Pengalihan utang dari perbankan konvensional ke perbankan
syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No 31/DSN-
MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang. Terkait dengan pengalihan
utang dari perbankan konvensional ke perbankan syariah, salah satu
alternatif yang dipergunakan setelah akad Qardh dipergunakan akad
Murabahah (alternatif pertama).
e) Top up Pembiyaaan
Pengertian top up pembiayaan ini biasanya dipergunakan untuk
menambah fasilitas pembiayaan nasabah yang memiliki kondisi baik,
dimana diberikan fasilitas pembiayaan yang lebih besar dimana
sebagian untuk melunasi outstanding pembiayaan sebelumnya.
Dalam perbankan syariah penambahan fasilitas diperkenankan,
namun tidak harus melunasi pembiayaan sebelumnya (dalam
perbankan syariah satu orang diperkenankan memiliki beberapa akad
pembiayaan). Oleh karena itu jika sebelumnya pembiayaan
murabahah akan di tambah, maka cukup melakukan akad
pembiayaan murabahah atas obyek murabahah tambahannya yang
baru dan akad pembiayaan murabahah sebelumnya tetap berlaku.
34 | Produk-produk Pembiayaan
Perlu dipahami dalam menjalankan transaksi murabahah ini
pelaksana perbankan syariah, hendaknya mengetahui ilmu
perdagangan misalnya dalam penentuan harga perolehan barang,
risiko yang timbul akibat barang tersebut dan sebagainya. Oleh
karena itu berikut diberikan contoh ilustrasi implementasi murabahah
dalam perhitungannya:
Contoh 1:
Pak Ismail membutuhkan tambahan sebuah mobil seharga harga
Rp. 250.000.000,- untuk memperlancar usaha pengangkutan yang
dimilikinya. Atas rencana tersebut Pak Ismail hanya memiliki uang
sebesar Rp. 150.000.000,- yang dapat dipergunakan sebagai uang
muka. Untuk memenuhi keingingannya tersebut tanggal 10 April 2008
Pak Ismail mendatangani Bank Syariah X untuk meminta pembiayaan
dengan pembayaran selama setahun, secara merata selama jangka
waktu angsuran. Bank Syariah X tanggal 15 April 2008 mensepakati
pembiayaan Ismail dengan data data sebagai berikut:
Nama barang : Mobil
Harga pokok barang : Rp. 250.000.000,-
Keuntungan yang : 20% / pa
disepakati
Uang muka : Rp. 150.000.000,-
Penyerahan : Dealer Mobil, Jl Sudirman 30
Biaya administrasi : Rp. 2.000.000,-
Pembayaran : Secara tangguh dengan angsuran
10 kali selama setahun, secara
merata selama jangka waktu
angsuran
Agunan : Mobil yang dibeli dan ditambah
dua buah mobil tahun 2011
Produk-produk Pembiayaan | 35
Harga barang Rp. 250.000.000,-
Uang muka nasabah Rp. 150.000.000,-
-----------------------
Harga barang dana porsi bank Rp. 100.000.000,-
Keuntungan 20% (20% x Rp100 jt) Rp. 20.000.000,-
Harga jual barang Rp. 270.000.000,-
Uang muka Nasabah Rp. 150.000.000,-
-----------------------
Sisa Kewajiban Nasabah Rp. 120.000.000,-
Angsuran sisa kewajiban nasabah selama 10 kali cicilan
Besar Angsuran : 120 jt / 10 = Rp.12.000.000,-
Contoh 2:
Untuk pengembangan usahanya dibidang pertanian bawang
merah, Abdullah seorang petani bawang di Brebes memerlukan alat-
alat pertanian dengan data sebagai berikut:
Nama barang : Alat pertanian (traktor dan cangkul)
Harga barang : Rp. 270.000.000,-
Penyerahan barang : Di Brebes (tempat Abdullah)
Untuk keperluan tersebut Abdullah mendatangi Bank Syariah
Amanah Ummat Cabang Brebes dan telah menyiapkan uang tunai
sebesar Rp. 30 juta sebagai uang muka dan bersedia untuk
mengangsur selama setahun (12 kali) secara merata dan akan
melakukan pelunasan segera setelah panen bawang. Sesuai
permohonan Abdullah, Bank Syariah Amanah Ummat menyetujui
permohonan Abdullah dengan kesepatan sebagai berikut:
Nama Barang : Alat pertanian (traktor 2 buah, cangkul 100 buah)
Uang muka : Rp. 30.000.000,-
Harga pokok barang : Rp. 270.000.000,-
Keuntungan : Rp. 36.000.000,-
Denda keterlambatan : 2% per hari dari angsuran yang tertunggak
Penyerahan barang : Di kantor Bank Syariah Amanah Ummat
36 | Produk-produk Pembiayaan
Pembayaran : Secara angsuran secara merata selama
setahun dan dilakukan setiap tanggal 10
Biaya notaris : Rp. 5.000.000,-
Berkat keberhasilannya dalam mengolah bawang merah, bulan ke
7 Abdullah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah Amanah
Ummat. Atas pelunasan tersebut Bank Syariah Amanah Ummat
memberikan potongan sebesar 50% dari keuntungan yang belum
diterima.
Jawaban Perhitungan Murabahah:
Perhitungan Pembiayaan Murabahah
Harga pokok Rp. 270.000.000,-
Keuntungan Rp 36.000.000,-
-----------------------
Harga jual Rp. 306.000.000,-
Uang Muka Nasabah Rp. 30.000.000,-
-----------------------
Sisa kewajiban Nasabah Rp. 276.000.000,-
Angsuran nasabah atas sisa kewajibannya adalah :
= Rp 276.000.000,- / 12
= Rp 23.000.000,-
2. Salam
Salam merupakan salah satu prinsip dalam jual beli. Bedanya
dengan murabahah adalah dalam prinsip salam barang yang
diperjualbelikan masih dalam proses pembuatan sehingga barang
serahkan kemudian setelah akad, sedangkan harga barang harus
dilunasi saat akad ditanda tangani. Supaya tidak menimbulkan gharar
maka barang yang diperjual belikan (yang masih dalam proses) harus
sudah jelas kualifikasinya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Secara etimologi salam adalah salaf atau sesuatu yang
Produk-produk Pembiayaan | 37
didahulukan. Dalam kontek ini jual beli salam berarti mendahulukan
uangnya atau pembayarannya, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian. Dalam kontek lain transaksi salam merupakan pembayaran
yang dilakukan di depan.12 Sedang menurut Booklet Perbankan
Syariah, Salam merupakan Akad Pembiayaan suatu barang dengan
cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih
dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati sedangkan penyerahan
barang dilakukan sesuai kesepakatan yang dibuat.13
Transaksi salam ini dibolehkan, hal ini berdasarkan dalil berikut:
…
38 | Produk-produk Pembiayaan
َج ٍل َم ْعلُ ٍوم ٍِ ٍ ٍ ِ ٍ
َ ف ِِف َُ ْيء فَف ْي َكْي ٍل َم ْعلُوم َوَوْزن َم ْعلُوم إ ََل أ
َ ََسل
ْ َم ْن أ
Artinya: "Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas,
untuk jangka waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari
[Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36).
Hal lain dibolehkanya transaksi salam diatur dalam keputusan
fatwa DSN-MUI No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Salam. 15 Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
a) Ketentuan pembayaran:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Contoh pembeli mengatakan kepada Petani (Penjual), ”Saya
beli padi anda sebanyak 5 ton dengan harga Rp 10 juta.
Pembayarannya adalah anda saya bebaskan membayar
hutang anda yang dulu (sebesar Rp 10 juta)”. Pada kasus ini
petani memang memiliki hutang yang belum terbayar kepada
pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.16
b) Ketentuan barang:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
Produk-produk Pembiayaan | 39
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
a) Ketentuan penyerahan barang sebelum tepat waktu:
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.
2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas
yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta
tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas
yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya,
maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga
(diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan
jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia
tidak boleh menuntut tambahan harga.
5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada
waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan
pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki
dua pilihan:
a. Membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya,
b. Menunggu sampai barang tersedia.
b) Ketentuan salam paralel:
1) Akad kedua terpisah dari akad pertama,
2) Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
c) Ketentuan pembatalan kontrak, pembatalan kontrak boleh
dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak.
40 | Produk-produk Pembiayaan
d) Ketentuan perselisihan, jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan
melalui pengadilan Agama sesuai dengan UU No 3/2006
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS dalam
penyelesaian sengketa. Tetapi jika lembaga ini yang
dipilih dan disepakati sejak awal, maka tertutup lah
peranan pengadilan agama.
Penerapan Salam pada bank syariah dapat dilihat dari skema di
bawah :
Gambar 2.2
Skema Transaksi Salam
Selain itu skim salam juga bisa dilakukan oleh bank syariah
secara paralel. Contoh jual beli hasil pertanian, misalnya nasabah
memesan kepada bank selaku penjual atas hasil panen tertentu
sebelum masa panen tiba yang disertai pembayaran secara tunai.
Mengingat bank tidak memiliki kemampuan untuk pengadaan barang
sebagaimana pesanan nasabah, maka bank akan melakukan
Produk-produk Pembiayaan | 41
pemesanan kepada pihak lain yakni pemasok. Skema penerapan
salam paralel tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah:
Gambar 2.3
Skema Transaksi Salam Paralel
Keterangan gambar:
a. Nasabah pemesan (misalnya Bulog) sebagai badan yang
bertanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan pangan
memesan barang (misalnya INTANI-2 kadar air 12% kualitas A
sebanyak 10 ton) kepada Bank Syariah sebagai produsen (alur
1a). Untuk itu dilakukan negosiasi antara nasabah pemesan
dengan Bank Syariah sebagai produsen, khususnya yang
berkaitan dengan barang dan cara pembayaran. Setelah
diperoleh kesepakatan nasabah sebagai pemesan harus segera
melakukan pembayaran harga barang yang disepakati.
b. Karena Bank Syariah tidak memiliki lahan, maka Bank Syariah
melakukan pemesanan barang yang sama kepada Pemasok
sebagai pihak yang memiliki lahan yang cukup (alur 1b.). Untuk itu
Bank Syariah melakukan negosisasi dan kesepakatan antara lain
tentang spesifikasi barang yang dipesan (sama dengan yang
dipesan nasabah) dan pembayaran yang dilakukan. Setelah
disepakati Bank Syariah segera melakukan pembayaran harga
42 | Produk-produk Pembiayaan
barang sebagai modal salam (alur 2b).
c. Tahap akhir Pemasok sebagai produsen menyerahkan barang
pesanan kepada Bank Syariah sebagai pemesan (alur 3a). Dan
Entitas Syariah sebagai produsen menyerahkan barang pesanan
kepada nasabah sebagai pemesan (alur 3b). Hutang Bank
Syariah ke nasabah adalah ”barang sesuai pesanan” (bukan
hutang uang seharga barang) dan jika dilakukan penyerahan
barang sesuai pesanan dalam akad maka selesai kewajiban
Barang Syariah kepada bulog terlepas harga saat penyerahan.
Begitu juga hutang Pemasok kepada Bank Syariah.
Sesuai ketentuan syariahnya dalam salam paralel tersebut tidak
boleh menjadi satu akad. Antara nasabah pemesan dengan bank
syariah sebagai produsen dibuat satu akad (akad pertama) dan antara
bank syariah sebagai pemesan dengan produsen/pemasok sebagai
produsen juga dibuat satu akad (akad kedua). Kedua akad tersebut
tidak boleh saling berpengaruh. Misalnya produsen/pembuat gagal
dalam menyerahkan barang pesanan tidak boleh membawa dampak
penundaan penyerahan barang oleh bank syariah kepada nasabah
pemesan.
Sekilas transaksi salam hampir mirip dengan jual beli ijon yang
diterapkan tengkulak di pedesaan. Perbedaannya terletak pada
kejelasan kualitas dan kuantitas barang yang di pesan. Pada sistem
ijon, pembeli tidak menetapkan kualitas dan kuantitas barang, namun
hanya harga setelah panen. Sistem ijon pembeli cukup menyatakan
harga seluas lahan atau kebiasaan jumlah panen lahan tersebut.
Bentuk ini jelas tergolong ke dalam gharar yang sudah jelas
keharamannya. Sedangkan pada salam, pembeli dan penjual
menyepakati kualitas, kuantitas dan harga saat panen. Jika harga
setelah panen turun, maka total harga penjualan juga turun dan begitu
juga sebaliknya.
Produk-produk Pembiayaan | 43
3. Istishna’
Istishna’ secara bahasa berarti minta dibuatkan. Secara
terminology berarti suatu kontrak jual beli antara pembeli (mustasni’)
dengan penjual (shani’) dimana pembeli memesan barang (mashnu’)
dengan kriteria yang jelas, harga yang telah dipekati dan pembayaran
secara bertahap (cicilan) atau ditangguhkan sampai waktu pada masa
yang akan datang.17 Menurut Az Zuhaily, ba’i istishna’ ialah kontrak
penjualan antara pembeli dan penjual dengan cara pemesanan
pembuatan barang seperti bangunan, rumah, ruko, pakaian, furniture,
sepatu, jalan raya dan lain-lain. Kedua belah pihak sepakat atas harga
dan system pembayaran.18
Sedangkan dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan
Syariah, BI-DPbs, menyebutkan bai’ istishna’ adalah kontrak penjual
antara pembeli dan pembuat barang, menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran
dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang.19 Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan / pembeli (mustashni’) dan
penjual / pembuat (shani’).
Dasar hukum diperbolehkannya jual beli istishna’ berdasarkan
Fatwa DSN MUI No. 06 Tahun 2000 tentang jual beli istishna’20,
adapun ketentuannya sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
17 Nurul Huda & Mohamad Heykal, op.cit, hlm., 52 lihat juga Muhammad Syafe’i
44 | Produk-produk Pembiayaan
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (pembeli, mustashni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan
di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Selain itu istishna’ juga memiliki syarat-syarat seperti berikut:
Produk-produk Pembiayaan | 45
a) Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan
untuk melakukan jual beli
b) Ridha / keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
c) Apabila isi akad disyaratkan shani’ hanya bekerja saja, maka
akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad
ijarah
d) Pihak yang membuat menyatakan kesanggupann untuk
mengadakan / membuat barang itu
e) Mashnu’ (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang
jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya
f) Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang
syara’ (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau menimbulkan
kemudharatan (menimbukan maksiat).21
Penerapan transaksi istishna’ di perbankan syariah, kedudukan
entitas syariah dapat bertindak sebagai produsen / pembuat /
kontraktor, bank syariah dapat bertindak sebagai pemesan / pembeli,
atau bertidak sebagai produsen sekaligus sebagai pemesan secara
simultan. Gambaran masing-masing kedudukan bank syariah dapat
dilihat seperti berikut:
1) Istishna’ Entitas Syariah sebagai pembuat (produsen).
Entitas Syariah sebagai produsen dalam transaksi istishna ini
dapat dilakukan untuk pengelolaan dana seperti renovasi rumah,
pembuatan perkebunan kelapa sawit dan sebagainya. Alur transaksi
Entitas Syariah sebagai produsen adalah sebagai berikut:
46 | Produk-produk Pembiayaan
Gambar 2.4
Istishna’ Bank Syariah sebagai Pembuat
Produk-produk Pembiayaan | 47
sebagainya. Alur transaksi istishna, bank syariah sebagai pemesan
dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.5
Istishna’ Bank Syariah Sebagai Pemesan
48 | Produk-produk Pembiayaan
3). Istishna Paralel
Istishna parelel merupakan dua transaksi istishna yang dilakukan
secara simultan. Hal ini dilakukan kalau bank syariah sebagai
produsen tidak dapat mengerjakan sendiri dan menyerahkan kepada
pihak lain untuk membuatkan. Dalam istishna paralel ini merupakan
gabungan transaksi istishna entitas syariah sebagai pembuat atau
produsen dan entitas syariah sebagai pemesan. Alur transaksi
istishna paralel dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.6
Istishna’ Bank Syariah sebagai Produsen dan Pemesan (Paralel)
1a. Pesan barang (akad 1) 1b. Pesan barang (akad 2)
Produk-produk Pembiayaan | 49
pembagunan gedung (sub kontraktor karena kontraktor aslinya
adalah bank syariah). Untuk itu dilakukan negosiasi, khususnya
spesifikasi barang (sama dengan yang dipesan oleh pemesan
akhir) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan dituangkan
dalam akad istishna (akad istishna kedua). Sesuai ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa kedua akad
tersebut tidak boleh saling terkait, sehingga jika salah satu gagal
tidak boleh membawa dampak pada pihak lain.
c) Dalam alur 2a, pemesan akhir melakukan pembayaran harga
barang kepada entitas syariah dan begitu juga dalam alur 2b,
entitas syariah menyerahkan modal pada sub-kontraktor sesuai
kesepakatan. (ini jika pembayaran dilakukan dimuka atau
dilakukan sebagian selama dalam proses produksi)
d) Sub-kontraktor setelah gedung selesai dibangun diserahkan
kepada entitas syariah sebagai pemesan. Jika gedung tidak
sesuai spesifikasi yang disepakati entitas syariah dapat menolak.
Dan seterusnya entitas syariah menyerahkan gedung kepada
pemesan akhir. Misalnya atas keteledoran entitas syariah dalam
menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan pemesan akhir menolak gedung
tersebut, maka entitas syariah harus bertanggung jawab hingga
barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen
adalah kewajiban penyerahan barang sesuai spesifikasi yang
telah disepakati.
50 | Produk-produk Pembiayaan
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si-pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si-
pengelola, si-pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.22
Fatwa DSN MUI juga memperbolehkan praktek transaksi
mudharabah seperti yang tertuang dalam fatwa DSN MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (qiradh).
Adapun pokok-pokok ketentuannya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Pokok-pokok Ketentuan Mudharobah berdasarkan Fatwa DSN
Produk-produk Pembiayaan | 51
Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak
5. JAMINAN
ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ke3. Jaminan hanya dapat
dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah dispekati
bersama (Ps.1: 7)
…LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan
6. MANAJEMEN
atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan (Ps 1:4)
52 | Produk-produk Pembiayaan
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
g) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada
jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila
mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
h) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan
memperhatikan fatwa DSN.
i) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan
kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan mudharib berhak mendapat ganti rugi biaya
yang telah dikeluarkan.
Penerapan akad pembiayaan mudharobah pada bank syariah
dapat dilihat dari skema mudharobah berikut:
Gambar 2.7
Skema akad Mudharobah
Produk-produk Pembiayaan | 53
Berdasarkan gambar dapat dijelaskan bahwa:
Langkah 1 : Ada kontrak antara nasabah dengan perusahaan
berupa kontrak pengadaan barang atau pelaksanaan
proyek.
Langkah 2 : Nasabah pergi ke bank syariah untuk mengajukan
pembiayaan dengan memenuhi persyaratan yang
diminta oleh bank. Kemudian bank akan mempelajari
permohonan nasabah. Setelah itu diadakan negosiasi
antara bank dengan nasabah. Ketika ada kesepakatan,
maka dilanjutkan ke langkah berikutnya.
Langkah 3 : Akad mudharobah. Dalam akad akan dijelaskan hak
dan kewajiban masing-masing. Setelah akad ditanda
tangani dilanjutkan dengan tindak lanjut akad yakni
pencairan dana 100% kepada nasabah. Dana yang
sudah dicairkan langsung dikelola oleh nasabah sesuai
dengan penggunaan yang sudah disepakati.
Langkah 4 : Dana yang sudah dikelola oleh nasabah pada periode
tententu akan mendatangkan keuntungan. Keuntungan
kemudian dibagi hasilkan sesuai kesepakatan antara
bank dengan nasabah. Pembayaran bagi hasil untuk
bank sekalian ditambahkan dengan pembayaran
pinjaman pokok. Pinjaman pokok akan tetap dibayarkan
setiap bulan sebesar pokok pinjaman sampai masa
waktu (tenor) peminjaman berakhir.
Contoh kasus penerapan mudharobah diperbankan syariah:
Pak Ahmad mengajukan permohonan pembiayaan dengan akad
mudharobah kepada Bank Syariah XY untuk membangun usaha
bengkelnya. Total dana yang dibutuhkan Pak Ahmad adalah sebesar
Rp 60 juta. Masa waktu pengembalian dana selama 5 tahun, dengan
nisbah bagi hasil yang disepakti sebesar 60:40. Jika pada bulan ke
dua Pak Ahmad memperoleh keuntungan dari usaha tersebut sebesar
Rp 8.000.000, ilustrasikanlah kasus Pak Ahmad ini dalam penerapan
54 | Produk-produk Pembiayaan
bank syariah, serta hitunglah bagi hasil dan kewajiban pembayaran
yang harus diserahkan Pak Ahmad ke Bank Syariah XY!
Jawab:
Langkah pertama yang harus dilakukan Pak Ahmad adalah
mendatangi Bank Syariah XY untuk mendapatkan informasi yang
selengkapnya tentang produk yang akan diajukan. Jika informasi
sudah lengkap, mulailah Pak Ahmad memenuhi semua persyaratan
yang diminta oleh Bank Syariah XY dan kemudian menyerahkannya
ke Bank tersebut. Berikutnya Bank akan melakukan penilaian
terhadap kelayakan nasabah memanfaat produk itu sesuai standart
operasional procedure (SOP) yang berlaku pada Bank Syariah XY.
Jika dinyatakan layak oleh Bank Syariah XY, maka kemudian masuk
langkah berikutnya yakni penanda tanganan akad dan diteruskan
dengan pencairan/penyaluran dana sesuai kesepakatan. Dana yang
sudah dicairkan langsung digunakan oleh Pak Ahmad untuk membuka
usaha bengkel.
Dalam kasus ini telah diketahui:
Pokok Pinjaman = Rp 60 juta
Jangka waktu = 5 tahun (60 bulan)
Bagi hasil = 60 : 40 (60 % untuk pengelola
dan 40% untuk bank)
Keuntungan bulan ke dua = Rp 8 juta
Sebelum mencari bagi hasil perlu terlebih dahulu dihitung
kewajiban pokok dari pokok pinjaman yang mesti dikeluarkan Pak
Ahmad per bulannya, adapun kewajiban pokoknya adalah:
= Rp 60 juta / 60 bulan
= Rp 1.000.000 / bulan
Jika keuntungan pada bulan ke-2 sebesar Rp 8.000.000, maka
sebelum dibagi hasil Pak Ahmad mesti menyisihkan terlebih dahulu
untuk pokok pinjaman sebesar Rp 1.000.000,-. Setelah itu barulah
dibagi hasil sesuai kesepakatan nisbah. Adapun bagi hasilnya adalah:
Produk-produk Pembiayaan | 55
Jumlah keuntungan bulan ke-2 = Rp 8.000.000 – Rp 1.000.000
= Rp 7.000.000,-
Bagi hasil untuk pengelola = 60 % x Rp 7.000.000
= Rp 4.200.000,-
Bagi hasil untuk Bank syariah XY = 40% x Rp 7.000.000
= Rp 2.800.000,-
Jadi total pembayaran yang mesti dibayar Pak Ahmad pada bulan
ke-2 tersebut adalah
= Pokok Pinjaman + bagi hasil
= Rp 1.000.000 + Rp 2.800.000
= Rp 3.800.000,-
2. Musyarokah
Secara etimologis Musyarokah atau Syirkah berarti ikhtilath
(percampuran), yakni bercampurnya suatu harta dengan harta lain,
sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Secara terminology
musyarokah akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.23
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah Bank
Indonesia menjelaskan musyarakah berarti saling bekerja sama,
berkongsi, berserikat, bermitra (cooperation, patnership). Sedang
secara istilah musyarokah adalah pembiayaan berdasarkan akas
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang
disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar
partisipasi modal yang disertakan dalam usaha. Dalam aplikasi
perbankan syariah pembiayaan musyarakah digunakan untuk modal
kerja atau investasi, dimana dana dari bank merupakan pertisipasi
56 | Produk-produk Pembiayaan
modal bank dalam usaha yang dikelola oleh nasabah, dan bank
berhak ikut serta dalam mengelola usaha.24
Musyarokah digunakan oleh ummat Islam untuk sebuah transaksi
perkongsian dalam bisnis. Praktek musyarokah ini diperbolehkan oleh
syariat. Hal ini berdasarkan dalil di bawah :
Firman Allah SWT :
Bank Indonesia,
Produk-produk Pembiayaan | 57
Tindak lanjut dari dalil ini dikeluarkanlah Fatwa DSN MUI
No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarokah. Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain
untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah
diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah
dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
58 | Produk-produk Pembiayaan
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau
yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset
perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak
ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi
kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas
nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-
masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam
kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara
proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
Produk-produk Pembiayaan | 59
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu
diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan
jelas dalam akad.
d. Kerugian. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut kepemilikan dana masing-masing dalam
modal.25
Secara akad, Musyarokah dibagi atas 5 macam seperti pada
gambar:
Gambar 2.8
Macam-Macam Akad Musyarokah
60 | Produk-produk Pembiayaan
Keterangan gambar:
1) Syirkah al-’inan. Akad kerja sama antara dua orang atau lebih
dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dan
berpartisipasi dalam kerja serta sepakat untuk berbagi
keuntungan atau kerugian, dimana porsi masing-masing pihak
(baik dalam dana, kerja atau bagi hasil) tidak harus sama.
2) Syirkah Mufawadhah. Kontrak kerja sama antara dua orang
atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi yang sama tentang dana, partisipasi kerja dan
berbagi keuntungan/kerugian dalam jumlah yang sama.
3) Syirkah Abdan atau a’maal. Kontrak kerja sama antara dua
orang/lebih yang meiliki profesi sama untuk menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan tersebut.
4) Syirkah Wujuh. Kontrak kerja sama antara dua orang/lebih
yang sama-sama memiliki keahlian dalam bisnis tampa
modal/uang. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai,dan
hasilnya mereka saling berbagi keuntungan/kerugian
berdasarkan kontribusi jaminan kepada penyuplai. 26
5) Syirkah mudharobah. Penjelasan tentang mudharobah seperti
yang telah dijelaskan pada bagian a.
Produk-produk Pembiayaan | 61
Gambar 2.9
Pokok-Pokok Syirkah
Gambar 2.10
Skema Musyarokah
Laba
SYIRKAH
ENTITAS SYARIAH NASABAH
( Mitra Pasif ) ( Mitra Aktif )
Rugi
62 | Produk-produk Pembiayaan
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Dalam suatu proyek, sesuai kesepakatan Bank Syariah akan
menyerahkan modal sebesar 70 % dari nilai proyeknya dan
nasabah memberikan kontribusi modal sebesar 30% dari nilai
proyek. Pada prinsipnya dalam usaha ini, masing-masing
pemodal, baik Bank Syariah maupun nasabah melakukan
pengelolaan usaha secara bersama-sama. Apakah haknya
dipergunakan atau tidak merupakan haknya masing-masing
pemodal. Jika pemodal tidak mempergunakan haknya untuk
ikut mengelola usaha (hanya setor modal saja), ini yang
disebut dengan mitra pasif. Sedangkan pemodal selain
memberikan kontribusi modal juga mengelola usaha, disebut
dengan mitra pasif.
2) Pembagian hasil usaha dilakukan sesuai nisbah yang
disepakati diawal akad. Besarnya nisbah tidak harus sama
dengan besarnya kontribusi modal yang diberikan dalam
usaha tersebut, karena dimungkinkan pemodal / mitra yang
satu memiliki keahlian lebih dibandingkan yang lain.
Sedangkan kerugian yang dialami dalam usaha tersebut
dibagi kepada masing-masing mitra / pemodal sesuai
besarnya kontribusi modal yang diserahkan dalam usaha
tersebut. Dalam contoh diatas kerugian ditanggung oleh Bank
Syariah sebesar 70% dan ditanggung oleh nasabah sebesar
30%
3. Pengembalian modal musyarakah dilakukan sesuai
kesepakatan. Jika salah satu mitra / pemodal melakukan
sebagian modal musyarakah kepada mitra / pemodal yang
lain secara bertahap sehingga pada akhir akad seluruh
kepemilikan modal musyarakah menjadi milik salah satu
mitra, disebut dengan musyarakah menurun. Jika porsi modal
tetap sampai berakhirnya akad musyarokah disebut dengan
musyarokah permanen.
Musyarokah dapat dibedakan dua jenis yaitu:
Produk-produk Pembiayaan | 63
a) Musyarokah permanen adalah musyarokah dengan ketentuan
bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan
jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Contoh penerapan
musyarokah permanen pada perbankan syariah seperti di
bawah:
Pak Usman seorang pengusaha yang akan melaksanakan
suatu proyek. Proyek itu membutuh biaya sebesar Rp 100
juta dan Pak Usman hanya memiliki dana sebesar Rp 50 juta
atau 50 % dari modal. Untuk menutupi kekurangan modal Pak
Usman pergi ke Bank Syariah. Pembayaran utang ke bank
dilakukan setelah proyek berakhir, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
Jika keuntungan proyek diasumsikan Rp 20 juta dan nisbah
yang disepakati sesuai porsi modal masing-masing. Maka
pada kahir proyek Pak Usman mengembalikan modal sebesar
Rp 50 juta (dana pinjaman ke bank) ditambah bagi hasil
sebesar Rp 10 juta (Rp 20 juta x 50 %).
b) Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah
musyarakah dengan ketentuan bagian dana mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga
bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
tersebut.
Sedangkan musyarokah mutanaqishah dalam penerapannya
harus sesuai dengan ketetapan yang telah dikeluarkan DSN MUI
No.73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarokah Mutanaqishah. Adapun
ketentunannya sebagai berikut27:
Pertama : Ketentuan Umum
Fatwa
27 DSN MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarokah
Mutanaqishah
64 | Produk-produk Pembiayaan
a. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah
yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu
pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh pihak lainnya;
b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad
syirkah (musyarakah).
c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah yang bersifat musya’.
d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat
ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Kedua : Ketentuan Hukum
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Ketiga : Ketentuan Akad
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad
Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli).
2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum
sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para
mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan
kesepakatan pada saat akad.
b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang
disepakati pada saat akad.
c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama
(syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya
secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib
membelinya.
Produk-produk Pembiayaan | 65
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilaksanakan sesuai kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS
beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
Keempat : Ketentuan Khusus
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada
syarik atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik
(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah
yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad,
sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi
kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para
syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset musyarakah
syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik
(nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
5. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama
sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban
pembeli.
Penerapan fatwa tersebut di atas dalam KPR syariah yang
mempergunakan akad musyarakah mutanaqisah dapat digambarkan
sebagai berikut:
66 | Produk-produk Pembiayaan
Gambar 2.11
Musyarokah Mutanaqishah KPR Syariah
Musyarakah Mutanaqisah – KPR Syariah
Musyarakah Mutanaqisah
2a. Nisbah Bank Syariah (mitra 1) : 60% 2b. Nisbah nasabah (mitra 2) : 40%
Perhitungan pembagian hasil usaha 3. Pihak lain menyewa Rp. 2,4 juta per bulan
Harga sewa Rp. 2.400.000,--
HPP sewa Rp. -----
Ijarah
----------------------
Pendapatan neto ijarah Rp. 2.400.000,--
Oleh karena sebagai penyewanya adalah nasabah sebagai mitra
musyarakah sendiri (mitra 2), maka penyusutan sebagai harga pokok
Pembagian hasil usaha:
ijarah (sewa) tidak diperhitungkan karena bank syariah sebagai mitra
Bank syariah : 60% x Rp. 2.400.000,-- = Rp. 1.1440.000,--
1 tidak meminta kembali aset yang telah disewa oleh nasabah
Nasabah : 40% x Rp. 2.400.000,-- = Rp. 960.000,--
Keterangan gambar:
1. Antara Bank syariah dengan Nasabah sepakat untuk memilik
rumah yang dibeli bersama seharga Rp. 120.000.000,-
dimana bank syariah memiliki kontribusi modal sebesar 50%
yaitu Rp.60.000.000,- dan nasabah memiliki kontribusi modal
50% sebesar Rp.60.000.000,-
2. Rumah tersebut disewakan sebesar Rp. 2.400.000,- pertahun
dan hasil sewa dibagi dengan pembagian hasil usaha
(nisbah) sebesar 60% untuk bank syariah sebagai mitra 1 dan
40 % untuk nasabah sebagai mitra 2. Dalam perhitungan
harga sewa ini tidak perhitungan penyusutan sebagai harga
pokok karena sebagai penyewa adalah nasabahnya sendiri
Produk-produk Pembiayaan | 67
dan bank syariah tidak menerima kembali objek ijarah
tersebut.
3. Dari pendapatan sewa tersebut berarti bank syariah
mendapat hasil 60% x Rp. 2.400.000,- = Rp. 1.440.000,-
sedangkan nasabah memperoleh hasil 40% x Rp. 2.400.000,-
= Rp.960.000,-
4. Pendapatan nasabah sebesar Rp. 960.000,- tersebut
dipergunakan untuk pengembalian modal bank syariah pada
rumah tersebut, sehingga sampai periode tertentu seluruh
modal bank syariah sudah pindah ke nasabah.
Sedangkan untuk property bisnis, dimana rumah tersebut
disewakan kepada pihak lain dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.12
Skema Musyarokah Mutanaqishah Properti Bisnis
Musyarakah Mutanaqisah – properti bisnis
Musyarakah Mutanaqisah
2a. Nisbah Bank Syariah (mitra 1) : 60% 2b. Nisbah nasabah (mitra 2) : 40%
68 | Produk-produk Pembiayaan
nasabah dan membawa dampak pada pengembalian modal bank
syariah dari nasabah.
Selain itu ada juga akad mudharobah menyatu dengan
musyarokah atau dikenal dengan akad mudharobah musytarokah.
Pembiayaan dengan menggunakan Akad Mudharabah Musytarakah
ini telah dilegalisasi melalui Fatwa DSN MUI No. 50/DSN-MUI/III/2006
tentang Mudharabah Musytarakah. Adapun ketentuan pokoknya
diantaranya :
Pertama : Ketentuan Umum
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di
mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam
kerjasama investasi tersebut.
Kedua : Ketentuan Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh LKS, karena
merupakan bagian dari hukum Mudharabah.
Ketiga : Ketentuan Akad
(1) Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah,
yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad
Musyarakah.
(2) LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya
dalam investasi bersama nasabah.
(3) LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik)
memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal
yang disertakan.
(4) Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai
musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan
nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Produk-produk Pembiayaan | 69
(5) Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik
menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang
disertakan.28
C. Pembiayaan Sewa
1. Ijaroh
Ijaroh adalah akad penyediaan dana dalam rangkan pemindahan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.29 Transaksi ijaroh diperboleh, hal ini berdasarkan dalil
berikut:
Firman Allah SWT :
،اِلَيَاةِ الدُّنْيَا
ْ ََْن ُن قَ َس ْمنَا بَْي نَ ُه ْم َمعِْي َشتَ ُه ْم ِِف،كَ ِّت َرب ِ
َ َأ َُه ْم يَ ْقس ُم ْو َن َر ْْح
ِ ِ ٍ
ُ َ َوَر ْْح،ضا ُس ْخ ِريًّا
ت ً ض ُه ْم بَ ْعُ ض َد َر َجات ليَتَّخ َذ بَ ْع ٍ ض ُه ْم فَ ْو َق بَ ْع َ َوَرفَ ْعنَا بَ ْع
.ك َخْي ٌر ِِمَّا ََْي َمعُ ْو َن َ َِّرب
Artinya:“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS.
al-Zukhruf [43]: 32)
Mustaraqah
29 Booklet Perbankan Indonesia, 2012, hlm., 130
70 | Produk-produk Pembiayaan
Artinya:“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah [2]: 233).
Produk-produk Pembiayaan | 71
dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau
perak.”(HR. Abu Daud)
Rukun Ijarah adalah sebagai berikut :
a. Penyewa (lessee /musta’jir)
b. Pemilik Obyek Sewa (lessor /mu’ajjir)
c. Aset atau obyek sewa (ma’jur)
d. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
e. Ijab Qabul atau sighot ijaroh
Syarat-syarat Ijarah adalah sebagai berikut:
a. Pihak yang terlibat harus saling ridha
b. Aset / obyek sewa ada manfaatnya :
(1). Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal
(2). Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur /
diperhitungkan
(3). Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang
menyewa
(4). Aset atau Obyek Sewa wajib dibeli Pemilik Obyek Sewa
(lessor)
Dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ijarah dijelaskan ketentuan-ketentuan Ijarah sebagai berikut30:
Pertama : Ketentuan Obyek Ijarah, diantaranya:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang
dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
72 | Produk-produk Pembiayaan
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang
dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari
jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Kedua : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah,
yaitu;
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang
disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya
sesuai kontrak.
Produk-produk Pembiayaan | 73
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya
ringan (tidak materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran
dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena
kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Dalam Ijarah dimungkinkan untuk melakukan review atau
perubahan Ujroh (harga sewa), hal ini sesuai dengan Fatwa DSN No.
56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga
Keuangan Syariah yang mengatur sebagai berikut31:
Pertama : Ketentuan Umum. Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa
(ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.
b. Review Ujrah adalah peninjauan kembali terhadap besarnya
ujrah dalam akad Ijarah antara LKS dengan nasabah setelah
periode tertentu.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang
melakukan akad Ijarah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Terjadi perubahan periode akad Ijarah
b. Ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan
review, maka akan timbul kerugian bagi salah satu pihak
c. Disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Review atas besaran ujrah setelah periode tertentu:
74 | Produk-produk Pembiayaan
a. Ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad
Ijarah tidak boleh dinaikkan
b. Besaran ujrah boleh ditinjau ulang untuk periode
berikutnya dengan cara yang diketahui dengan jelas
(formula tertentu) oleh kedua belah pihak
c. Peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu
tertentu harus disepakati kedua pihak sebelumnya dan
disebutkan dalam akad.
d. Dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk
periode akad pertama harus dijelaskan jumlahnya. Untuk
periode akad berikutnya boleh berdasarkan rumusan
yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan
perselisihan.
Skema penerapan ijaroh pada perbankan syariah sebagi berikut:
Gambar 2.13
Skema Ijaroh
Produk-produk Pembiayaan | 75
Contoh produk yang tersedia di perbankan syariah untuk akad
ijaroh adalah Safe Deposit Box (SDB). Produk SDB, bank sebagai
penyedia dan pemilik asset objek yang disewakan, dan nasabah
sebagai penyewa/pengguna manfaat dari asset tersebut. SDB
merupakan usaha penyewaan tempat penitipan surat-surat berharga
atau benda-benda berharga. Adapun pelaksanaan SDB mengacu
kepada ketentuan Fatwa DSN No. 24/DSN-MUI/III/2002 Tentang
SDB. Ketentuannya sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat dan karakternya, Safe Deposit Box
dilakukan dengan menggunakan akad Ijarah (sewa).
2. Rukun dan syarat Ijarah dalam praktek SDB merujuk pada
fatwa DSN No.9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
3. Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB adalah
barang yang berharga yang tidak diharamkan dan tidak
dilarang oleh negara.
4. Besar biaya sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Hak dan kewajiban pemberi sewa dan penyewa ditentukan
berdasarkan kesepakatan sepanjang tidak bertentangan
dengan rukun dan syarat Ijarah.32
Pengertian Safe Deposit Box (SDB)
Layanan Safe Deposit Box (SDB) adalah jasa penyewaan kotak
penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara
khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang
kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan
dan memberikan rasa aman bagi penggunanya.33 Biasanya barang
yang disimpan di dalam SDB adalah barang yang bernilai tinggi
misalnya sertifikat-sertifikat, saham, obligasi, surat perjanjian, dan
32
Fatwa DSN No. 24/DSN-MUI/III/2002 Tentang Safe Deposite Box
33Safe Deposit Box, http://gomgomrevolution.blogspot.co.id/2013/07/33-
pengertian-safe-deposit-box.html, download tanggal 9 juni 2017.
76 | Produk-produk Pembiayaan
lain-lain. Jika barang-barang tersebut disimpan di rumah ada ke
khawatiran bagi pemiliknya akan terjadi resiko kehilangan.
Beberapa keuntungan dari SDB diantaranya :
a. Aman, ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan
sistem keamanan terus menerus selama 24 jam. Untuk
membukanya diperlukan kunci dari penyewa dan kunci dari
bank.
b. Fleksibel, tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan
kebutuhan penyewa baik bagi penyewa perorangan maupun
badan.
c. Mudah, persyaratan sewa cukup dengan membuka tabungan
atau giro (ada bank yang tidak mensyaratkan hal tersebut,
namun mengenakan tarif yang berbeda).
SDB memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari kategori kecil,
sedang, besar, dan ukuran ekstra. Biaya sewa tergantung dari ukuran
box yang digunakan nasabah, selain itu nasabah akan dikenakan
biaya jaminan kunci yang bertujuan agar nasabah berhati-hati dalam
menyimpan kunci SDB tersebut. Berikut contoh gambar box
penyewaan SDB:
Gambar 2.14
Contoh Penyewaan Tempat SDB
Produk-produk Pembiayaan | 77
2. Ijaroh Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT)
Ijarah Muntahia Bit-tamlik (IMBT) adalah sewa yang diakhiri
dengan pemindahan kepemilikan barang atau sejenis perpaduan
antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Dalam
PSAK 107 (ED) tentang Akuntansi Ijarah memberikan pengertian
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik (IMBT) adalah ijarah dengan wa’ad
perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu.34
Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik
kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bit-tamlik, dilakukan jika
seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyek ijarah telah
diserahkan kepada penyewa dengan cara :
(i) Hibah
(ii) Penjualan sebelum akad berakhir
(iii) Penjualan pada akhir masa Ijarah; atau
(iv) Penjualan secara bertahap
Ketentuan tentang Ijarah Muntahiyah Bit-tamlik diatur dalam
Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiyah
Bit-Tamlik yang mengatur sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
Akad Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik boleh dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah
(Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam
akad Ijarah Muntahiyah bit-Tamlik
2. Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiyah bit-Tamlik
harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
78 | Produk-produk Pembiayaan
Kedua : Ketentuan tentang Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik
1. Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiah bit-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya
dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad
Ijarah adalah wa'd, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila
janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.35
Kententuan ijaroh dan IMBT di atas dapat dijabarkan
sebagaimana dalam gambar di bawah:
Gambar 2.15
Hubungan Harga dengan Sewa dalam Ijaroh
Produk-produk Pembiayaan | 79
1). Sesuai ketentuan fatwa tersebut di atas, dalam jual beli
terkandung beberapa harga yaitu :
a. Harga jual, yang merupakan penjumlahan harga pokok
ditambah keuntungan
b. Harga pokok yang dalam jual beli dijabarkan menjadi
seluruh kas atau setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset hingga aset tersebut pada suatu
tempat yang siap untuk dipergunakan atau
diperdagangkan.
Dengan adanya pengertian tersebut berarti dalam Ijarah
terkandung pula dua harga yaitu:
a. Harga jual atau harga sewa, yaitu suatu harga tertentu
yang merupakan penjumlahan dari harga pokok sewa
ditambah keuntungan yang disepakati. Harga sewa
inilah yang dibayar oleh penyewa atau penggunaan
manfaat.
b. Harga pokok obyek sewa, yaitu sesuatu yang telah
dikeluarkan sehubungan dengan obyek sewa tersebut
antara lain beban penyusutan (akibat dari pengurangan
nilai Aktiva Ijarah) dan beban pemeliharaan.
2). Harga pokok obyek Ijarah
Dalam transaksi Ijarah Bank Syariah sebagai pihak yang
menyewakan, harus memiliki dan menguasai obyek Ijarah.
Tidak seluruh harga pokok Ijarah tersebut dibebankan
sekaligus kepada penyewa, karena penyewa hanya
memperoleh manfaat sesuai jangka waktu sewanya. Harga
pokok dari harga sewa adalah biaya penyusutan dari obyek
ijarah sesuai dengan masa ekonomis manfaat obyek ijarah.
Masa ekonomis Ijarah berkaitan dengan biaya penyusutan
diatur sebagai berikut:
a. Ijarah sesuai kebijakan bank
80 | Produk-produk Pembiayaan
b. Ijarah Muntahiyah Bitamlik sesuai masa sewanya.
Penerapan IMBT pada perbankan syariah dapat dilihat dari skema
di bawah:
Gambar 2.16
Skema IMBT
Keterangan gambar :
1) Pertama Nasabah mendatangi bank untuk mengajukan
pembiayaan sewa dan menjelaskan kepada bank bahwa
suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia ingin
memiliki objek sewa. Setelah melakukan penelitian, bank
setuju akan menyewakan asset itu kepada nasabah.
2) Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu memiliki asset
tersebut. Bank membeli atau menyewa asset yang dibutuhkan
nasabah.
3) Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk
jangka waktu tertentu dan menyerahkan atau mengirim asset
itu untuk dimanfaatkan.
4) Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya
sesuai dengan kesepakatan. Bank melakukan penyusutan
Produk-produk Pembiayaan | 81
terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada
laporan laba rugi.
5) Di tengah atau di akhir masa sewa, bank dan nasabah dapat
melakukan pemindahan kepemilikan asset tersebut secara
jual beli cicilan. Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa
sewa, akadnya dilakukan secara hibah.
Contoh kasus penerapan oleh Bank Syariah :
Bank Syariah memiliki mobil dengan harga perolehan Rp. 180 juta
per buah. Kebijakan penyusutan aktiva tetap untuk jenis mobil itu
ditetapkan masa ekonomis selama 5 tahun. Bank Syariah ingin
menyewakan mobil tersebut dengan return setara 20%.
1). Jika bank syariah menyewakan dengan akad Ijarah (tanpa
opsi pemindahan kepemilikan) maka bank syariah melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a). Bank memiliki kebijakan untuk mobil ini penyusutanya
dilakukan untuk masa 5 tahun, sehingga beban
penyusutan per tahun adalah :
= (Rp 180.000.000,- – 0 ) / 5 tahun
= Rp 36.000.000,- / tahun
b). Seperti dijelaskan bahwa beban penyusutan merupakan
harga pokok sewa. Oleh karena itu perhitungan harga
sewa (harga jual sewa) sama yang dilakukan dalam jual
beli, yaitu harga pokok ditambah keuntungan, sehingga
perhitungan harga sewa untuk penyewa adalah sebagai
berikut:
Harga pokok sewa Rp 36.000.000,-
Return 20% Rp 7.200.000,-
--------------------- +
Harga sewa / tahun Rp 42.200.000,-
c) Dalam Ijarah hasil usaha yang akan dibagikan kepada
pemodal (diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha)
82 | Produk-produk Pembiayaan
adalah keuntungan sewa dimana dalam Ijarah disebut
”Pendapatan neto Ijarah” dengan perhitungan sebagai
berikut:
Harga sewa Rp 42.200.000,-
Harga pokok sewa Rp 36.000.000,-
---------------------- -
Pendapatan Neto Ijarah Rp. 7.200.000,-
2). Jika bank syariah menyewakan dengan akad Ijarah Muntahia
Bit-tamlik (dengan opsi pemindahan kepemilikan) maka bank
syariah melakukan hal-hal sebagai berikut:
a). Dalam IMBT karena masa sewanya hanya 2 tahun maka
masa penyusutan dihitung untuk masa 2 tahun. Dengan
demikian perhitungan beban penyusutan pertahun adalah
sebagai berikut:
= (Rp 180.000.000 – 0 ) / 2
= Rp 90.000.000,-
b). Harga sewa IMBT
Harga pokok sewa Rp 90.000.000,-
Return 20% Rp 18.000.000,-
-------------------- +
Harga sewa / tahun Rp 108.000.000,-
c). Pendapatan pemodal (dalam pembagian hasil usaha)
Harga sewa Rp 108.000.000,-
Harga pokok sewa Rp 90.000.000,-
---------------------- +
Pendapatan Neto Ijarah Rp 18.000.000,-
Produk-produk Pembiayaan | 83
BAB 3
KEBIJAKAN DAN PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH
Gambar 3.1
Alur Pemberian Pembiayaan
1 Veithzal Rivai, Prof. Dr, H., MBA., 2008. Islamic Financial Management: Teori,
Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah,
Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Raja Gravindo Persada, cet.1, hlm., 200
Ikatan Bankir Indonesia, 2014. Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta: PT.
2
Gambar 3.2
Inisiasi awal
Gambar 3.3
Pemetaan dan Pembentukan Calon Nasabah
Veithzal Rivai, Prof. Dr, H., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, 2010. Islamic
4
Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi
dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global. Jakarta:
Bumi Aksara, cet.1, hlm., 769
2. Analisa Pembiayaan
Analisa pembiayaan merupakan bagian yang teramat penting
dalam proses penyaluran pembiayaan. Bermutu atau tidaknya
pembiayaan yang disalurkan sangat tergantung dari sejauhmana
analisa pembiayaan dilakukan. Analisa pembiayaan dilakukan dengan
tujuan pembiayaan yang diberikan tepat sasaran dan aman. Artinya
pembiayaan itu harus diterima pengembaliannya secara tertib, teratur,
dan tepat waktu sesuai dengan perjanjian. Selain itu pembiayaan juga
harus terarah, artinya pembiayaan yang disalurkan akan digunakan
untuk tujuan seperti yang dimaksud dalam permohonan pembiayaan
dan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan ketika akad.7
Untuk mewujudkan ketertiban, keteraturan dan ketepatan
penggunaan dana yang telah disalurkan, petugas bank syariah perlu
mempersiapkan pembiayaan dengan matang. Persiapan pembiayaan
dimulai dari pemetaan calon nasabah potensial, pengumpulan
informasi dan data sebagai bahan analisis, sampai penyiapan tenaga
SDM yang akan melakukan analisis. Pemetaan calon nasabah
diperlukan untuk meminimalisir terjadinya ketidak tahuan petugas
bank terhadap calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan.
Sementara informasi dan data merupakan bahan yang menjadi
analisis. Agar analisis terhadap informasi dan data mendekati
kebenaran, maka data-data yang dihimpun dan dikumpulkan harus
dipastikan akurat, mutakhir, dan dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kunjungan langsung sebagai bentuk investigasi ke lokasi usaha dan
tempat tinggal calon nasabah.
Selain itu SDM bank syariah menjadi bagian terpenting dalam
proses analisa pembiayaan. Peran SDM bank syariah sangat
7 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA., Islamic
Financial….loc.cit., hlm. 345
a. Prinsip 1 S
Prinsip 1 S merupakan analisis berdasarkan prinsip syariah,
artinya perusahaan atau perorangan yang akan mengajukan
pembiayaan, yang pertama kali dianalisis adalah apakah pekerjaan
atau usaha yang akan dibiayai tidak bertentangan dengan kaedah-
kaedah syariah. Jika usaha yang dibiayai bertentangan dengan
kaedah-kaedah syariah, maka pembiayaan tidak bisa dilakukan.
8 Ikatan Bankir Indonesia, 2014..loc.cit., hlm, 82, lihat juga Sunarto Zulkifli,
2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003,
hlm, 144, serta lihat juga Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, loc.cit., hlm,349
Keterangan;
AR = Account Receivable (Piutang Datang Tertagih –
dalam Rupiah)
AP = Account Payable (Hutang Dagang Tertagih –
dalam Rupiah)
Harga jual = Rp. 200 juta + {Rp. 200 juta x (10 % x 5 tahun)}
= Rp. 200 juta + (Rp. 200 juta x 50 %)
= Rp. 200 juta + Rp. 100 juta
= Rp 300 juta
Rencana anggsuran = harga jual / tenor
= Rp. 300 juta / 60 bulan
= Rp. 5 juta
Setelah didapat hasil rencana angsuran dan harga jual, baru
kemudian dicari DBR nya.
Rp. 5 juta
DBR = X 100 %
Rp. 30 juta
DBR = 16,7 %
Dari sisi DBR calon nasabah layak diapprove (disetujui)
karena jumlah DBR nya 16,7 % lebih kecil dari 25 %.
d) Penghitungan Debt Service Ratio (DSR).
DSR merupakan hasil perbandingan antara seluruh jumlah
pembayaran kewajiban angsuran (termasuk rencana
angsuran pembiayaan pada bank yang sedang diproses)
Rp 11,5 juta
DSR = X 100 %
Rp 30 juta
DSR = 38,3 %
Rp 11.5 juta
= X 100 %
Rp 14.9 juta
IDIR = 77 %
Berdasarkan penilaian IDIR untuk kasus di atas, nasabah
atas nama Pak Achmad bisa diberikan pembiayaan karena
nilai IDIRnya 77 %, jumlah ini lebih kecil dari maksimum nilai
IDIR yakni 80 %.
g) Selain IDIR, analisa untuk pembiayaan mikro juga digunakan
analisa Repayment Capacity (RPC).
RPC adalah kemampuan nasabah untuk membayar angsuran
pembiayaan yang diperhitungkan dari laba bersih saat ini atau
10Viethzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA., dan Andria Permata Veithzal, MBA., loc.cit.,
hlm., 399
Kas + Bank
Cash Ratio =
Total Hutang Jangka Pendek
Hutang Lancar
Current Liabilitas to Net Worth Ratio =
Hutang Jangka Panjang
c) Tangible Assets Debt Coverage Ratio
Rasio ini mununjukan kemampuan aktiva tetap berwujud
untuk menjamin hutang jangka panjang. Rumusnya;
Aktiva Tetap
Tangible Asset Debt Coverage Ratio =
Hutang Jangka Panjang
d) Long Term Debt To Equity Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk
membiayai hutang jangka panjangnya (long term debt)
dengan modal sendiri (equity). Rumusnya;
Laba Operasi
Return on Equity = X 100%
Total Equity – intangible asset
Makin besar rasio ini, makin besar kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari modal
sendiri.
Penjualan
Perputaran Persediaan =
Persediaan
Contoh:
Toko A dalam tahun 2015, melakukan penjualan barang
dagangan (sembako atau kelontong) sebanyak Rp.200
juta dan sisa persediaan barang dagangan pada akhir
tahun 2015 sebanyak Rp. 60 juta.
12 Veithzal Riva’I Prof.Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA, loc.cit.,
hlm, 404 lihat juga Zulkifli Sunarto, loc.cit., hlm, 151
Artinya :
Dalam tahun 2015 perputaran persediaan barang
dagangan hanya 3,33 kali, apabila rata-rata pedagang
yang sama Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)
adalah 5 kali, berarti Toko A menahan persediaan dalam
jumlah yang berlebihan, jadi persediaan barang tidak
produktif. Sebaliknya jika rata-rata pedagang yang sama
Inventory Turn Over nya lebih kecil, maka Toko A cukup
produktif.
Kemudian untuk mengetahui berapa hari rata-rata
persediaan tersimpan dalam toko/gudang, dapat dicari
dengan cara membagikan jumlah hari dalam satu tahun
dibagi perputaran persediaan :
c) Days Inventory.
Rasio ini melihat efektivitas pengelolaan persediaan
diputar atau dijual dalam satu periode. Makin rendah
nilainya makin baik pengelolaan usahanya dan
sebaliknya. Rumusnya;
Persediaan
Days Inventory = X 360
Harga Pokok Penjualan
d) Days Payable
Rasio ini mengukur lama perusahaan dapat membyar
kewajiban-kewajibanya yang timbul karena pembelian
barang dalam satu periode. Penyelesaian utang dagang
dalam waktu yang cepat akan main baik bagi
perusahaan. Rumusnya;
Utang Dagang
Days Payable = X 360
Harga Pokok Penjualan
e) Working Capital Turn Over
Rasio ini mengukur perputaran modal kerja kembali
menjadi kas. Rumusnya;
Penjualan Bersih
Total Assets Turn Over = X 360
Total Assets – Intangible assets
Tabel 3..2
Contoh Nilai LTV
Deposito 95 % 95 % 95 %
Kendaraan Bermotor 80 % 75 % 70 %
Kios, Los, Lapak, atau lainnya
70 % 60 % 50 %
yang sejenis
Tanah Kosong < 1.000 M2 70 % 60 % 50 %
Tanah Kosong > 1.000 M2 60 % 50 % 40 %
Tanah dan Bangunan< 1.000 M2 80 % 75 % 70 %
Tanah dan Bangunan > 1.000 M2 75 % 70 % 65 %
Keterangan;
12 bulan, 24 bulan, 36 bulan dan seterusnya menandakan
jangka waktu (tenor) pembiayaan. Persentase pada setiap
tenor berbeda-beda, makin pendek waktu pembiayaan, makin
besar persentase besaran pembiayaan yang bisa diberikan
dari nilai jaminan. Persentase-persentase pada kolom
merupakan besaran maksimal pembiayaan dari nilai jaminan
yang bisa diberikan. Contoh; jika memiliki jaminan berupa
kendaraan bermotor, maka besaran limit pembiayaan yang
d. Prinsip 3 R
Tiga komponen dalam prinsip 3R adalah:
(1) Tingkat pengembalian usaha (return)
(2) Kemampuan membayar kembali (repayment)
(3) Kemampuan menanggung resiko (risk bearing ability)
Konsep 3R memberi penekanan kepada aspek finansial dari
analisis kredit.
Gambar 3.5
Persetujuan dan Pencairan
e. Asuransi Pembiayaan
Setiap pembiayaan yang telah disalurkan tentu mempunyai resiko
bagi bank. Resiko terbesarnya adalah kemungkinan munculnya
pembiayaan macet atau pembiayaan gagal bayar yang bersifat tak
tertagih. Gagal bayar tak tertagih yang disebabkan oleh meninggalnya
2. Pencairan
Setelah semua proses sudah dilalui, dan dukumen-dokumen
dinyatakan lengkap barulah kemudian dilakukan pencairan dana
pembiayaan. Namun sebelum dilakukan pencairan, pihak bank harus
kembali melakukan pemeriksaan akhir semua kelengkapan tersebut
sesuai disposisi pemegang hak pemutus pembiayaan (BWMP) atau
komite pembiayaan. Apabila semua proses tersebut sudah terpenuhi
maka barulah proses pencairan bisa dilakukan.
Dalam pencairan pembiayaan, bermacam-macam cara dilakukan
pihak bank, ada yang secara tunai dan ada juga lewat rekening
nasabah yang bersangkutan. Kalau yang bersifat tunai, biasanya
E. Pengawasan Pembiayaan
Pengawasan atas pembiayaan yang telah disalurkan merupakan
upaya untuk menjaga dan mengamankan pembiayaan sebagai
sebuah kekayaan (asset). Pengawasan juga digunakan untuk
mengetahui terms of lending serta asumsi-asumsi sebagai dasar
persetujuan pembiayaan tercapai atau terjadi penyimpangan
pembiayaan. Pengawasan pembiayaan dapat dilakukan dengan
pemantauan realisasi penyaluran pembiayaan, penggunaan dana
pembiayaan, dan pengaruh pembiayaan terhadap peningkatan usaha
nasabah jika pembiayaannya berupa modal kerja, dan kinerja
keuangan nasabah setelah diberikan pembiayaan.
Tindak lanjut bank dalam pengawasan pembiayaan adalah
dengan menjalankan fungsi pengawasan pembiayaan yang bersifat
menyeluruh (multi layers control), dengan tiga prinsip utama, yaitu;
prinsip pencegahan dini (early warning system), prinsip pengawasan
melekat (built in control) dan prinsip pemeriksaan internal (internal
audit). Ketiga prinsip ini ditujukan untuk pencapaian tujuan
pengawasan pembiayaan diantaranya;
1. Mengetahui apakah prosedur-prosedur dan ketentuan-
ketentuan penyaluran pembiayaan telah dilaksanakan secara
maksimal
2. Meminimalisir kemungkinan munculnya resiko-resiko yang
diakibatkan oleh penyimpangang-penyimpangan baik yang
dilakukan nasabah atau dari internal bank
3. Mengetahui administrasi dan dokumentasi pembiayaan telah
terlaksana sesuai ketentuan-ketentuan yang ada
14 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA, loc.cit.
hlm., 490
Tabel 3.3
Kolektibilitas Pembiayaan
Lama Tunggakan/ hari Kolektibiltas Keterangan
0 1 Lancar
1-90 2 Dalam Perhatian Khusus
91-120 3 Kurang Lancar
121-180 4 Diragukan
>180 5 Macet
Gambar 3.7
Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Off-Set Islah PA
Lelang
Cash/HEJP
Gambar 3.8
Proses Eksekusi
Proses Eksekusi
Ketua
Panitera
Gambar 3.9
Proses Pelelangan Jaminan
Ketua
Panitera
Berdasarkan Surat
Meja 1 Penetapan Lelang,
Kasir kemudian Bank
a. Pendaftaran Menerima
b. Skum Keluar Melakukan Lelang
Pembayaran dengan Bantuan
c. Register Permohonan
Balai Lelang Negara
Pengumuman Lelang
Dokumen 2 yang diperlukan Pembayaran Harga
Pelaksanaan Lelang
Hak Tanggungan Lelang kepada Panitia
Pengumuman
Dokumen Kepemilikan Asli Lelang
Penetapan
Dokumen perkreditan lain
Pemenang Lelang
3. Collection Agend
Penyelesaian pembiayaan dengan collection agend dilakukan
dengan menggunakan jasa pihak ketiga seperti agen/kantor hukum
atau pengacara. Penggunaan jasa pihak ketiga ini dilakukan karena
tingkat kesulitan sangat tinggi. Metode yang digunakan dengan
ujroh/fee.
G. Take Over
Take over (pengalihan hutang) merupakan pemindahan hutang
nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syariah dan atau dari bank/lembaga keuangan syariah ke
bank/lembaga keuangan syariah lainnya. Berdasarkan pengertian,
pengalihan hutang bisa dilakukan dari bank konvensional dipindah ke
bank syariah dan dari bank syariah ke bank syariah lainnya.
Pengalihan utang pembiayaan murabahah diajukan atas inisiatif
nasabah dan dilakukan dengan menggunakan akad Hawalah bi al-
Nurnasrina
Dosen pada jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Lahir di Balai Jering, Air Tiris
Kabupaten Kampar pada tanggal 5 April 1980, Pendidikan S1
diselesaikan di jurusan Manajemen Fak. Ekonomi dan Ilmu Sosial
UIN SUSKA Riau pada tahun 2004, pendidikan S2 ditempuh di
Universitas Indonesia pada Program Pascasarjana Kajian Timur
Tengah dan Islam Jurusan Ekonomi dan Keuangan Syariah
dengan konsentrasi Perbankan Syariah dan lulus tahun 2008.
Memiliki dua orang anak Naufa Nafisah dan Faza Murtadho. Buku
yang telah ditulis Perbankan Syariah I dan Kegiatan Usaha Bank
Syariah. Saat ini penulis diberi amanah sebagai Ketua Jurusan D3
Perbankan Syariah FSH UIN SUSKA Riau dan Ketua Umum Pusat
Kajian dan Pengembangan Ekonomi Syariah FASIH UIN SUSKA
Riau (PKPES-FASIH)
P. Adiyes Putra
Alumni Universitas Indonesia Program Pascasarjana Kajian Timur
Tengah dan Islam Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Syariah ini
adalah Dosen Perbankan Syariah pada beberapa perguruan tinggi
di Pekanbaru. Berpengalaman di dunia perbankan selama 5 tahun
terakhir sebagai Kepala Lembaga Pentrainingan (Development)
karyawan wilayah Sumatra 1 sekaligus Trainer perbankan Sahabat
Financial Institute. Saat ini penulis mendapat amanah sebagai
Ketua Jurusan Perbankan Syariah STAI DINIYAH Pekanbaru, dan
telah menulis buku Kegiatan Usaha Bank Syariah. Selain itu aktif
di beberapa organisasi kemasyarakatan dan LSM, diantaranya
Direktur Lentera Institute, Sekretaris Umum PW Perhimpunan
Keluarga Besar PII Riau dan beberapa ormas lainnya