Anda di halaman 1dari 204

Scanned by CamScanner

Nurnasrina, SE, M.Si


P. Adiyes Putra, M.Si

MANAJEMEN PEMBIAYAAN
BANK SYARIAH

Editor :
Nurlaili, M.Si.
Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Manajemen Pembiayaan Bank Syariah


Penulis : Nurnasrina, SE., M. Si. & P. Adiyes Putra, M. Si.
Editor : Nurlaili, M.Si.
Layout : Jonri Kasdi
Design Cover :
Cahaya Firdaus Team
ISBN : 978-602-5432-50-7
vi, 194 hal (145x205mm)
Cetakan Tahun 2018
Alamat Penerbit :
Cahaya Firdaus
Publishing and Printing
Jl. Sepakat No. 101 Panam-Pekanbaru
Phone : +6285265504934
e-mail : cahayafirdaus16@gmail.com

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002


Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

1. Hak Cipta merupakan Hak Eklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundanga-undangan yang berlaku
Lingkup Hak Cipta
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan 2 dipidana penjara masing-masing paling singkat
1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- atau pidana penjara paling lama 7 tahun
dan/atau paling banyak Rp. 5.000.000.000,-
2. Barang siapa dengan dengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat
1, dipidana dengan penjara paling lam 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-

ii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, Bersyukur kepada Allah SWT, berkat


rahmat, nikmat dan keteguhan hati yang telah diberikanNya, penulisan
buku Manajemen Pembiayaan Bank Syariah ini bisa dirampungkan
dan dapat hadir ke tengah para pembaca sekalian.
Perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan
syariah memiliki tiga fungsi, yakni; pertama: penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk tabungan, kedua: menyalurkan dana
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, dan ketiga:
memberikan jasa-jasa lalu lintas keuangan. Dari ketiga fungsi
tersebut, kegiatan pembiayaan merupakan bisnis utama perbankan.
Hal ini didasari karena aktivitas pembiayaan dapat mendatangkan
keuntungan yang besar bagi perbankan. Meskipun demikian
pembiayaan juga menjadi penyebab utama perbankan menutup
semua aktivitasnya. Oleh karena itu kegiatan pembiayaan harus
dilakukan dengan hati-hati, cermat dan prosedur yang teruji, sehingga
resiko kerugian bisa dihindari.
Penerapan pembiayaan yang baik dimulai dari perencanaan dan
penetapan kebijakan pembiayaan, jenis-jenis pembiayaan yang
diberikan, analisa pembiayaan serta penyelesaian pembiayaan yang
disusun secara lengkap dan terukur. Buku yang ada di tangan
pembaca ini mencoba membahas tata cara penerapan pembiayaan
berdasarkan kriteria sebuah pembiayaan yang sehat. Adapun
pembahasannya terdiri dari tiga bab. Pada bab I menguraikan tentang
dasar-dasar pembiayaan pada bank syariah, pada bab II menjelaskan
tentang produk-produk pembiayaan dan pada bab III berisi kebijakan
dan penyelesaian pembiayaan pada bank syariah.

iii
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan
akibat keterbatasan ilmu penulis, namun apa yang sudah dituliskan
tidak mengurangi arti niatan penulis untuk sumbang pemikiran dalam
melahirkan pilihan referensi yang terkait perbankan syariah khususnya
pembiayan. Terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang
telah ikut membantu dalam penyelesaian dan penerbitan buku ini.
Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlimpah.
Akhirnya mohon maaf atas kesalahan dan keterbatasan kami dalam
penulisan buku ini.

Pekanbaru, Juli 2018 M


Penulis,

Nurnasrina
P. Adiyes Putra

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR viii

BAB 1 DASAR-DASAR PEMBIAYAAN 1

A. Pengertian Pembiayaan 1
B. Sejarah Pembiayaan 3
C. Dasar Hukum Pembiayaan 12
D. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan 17
E. Jenis-jenis Pembiayaan 19

BAB 2 PRODUK-PRODUK PEMBIAYAAN 23

A. Pembiayaan Jual Beli 23


1. Murobahah 23
2. Salam 37
3. Istishna’ 44
B. Pembiayaan Kemitraan (Partnership) 50
1. Mudharobah 50
2. Musyarokah 56

v
C. Pembiayaan Sewa 70
1. Ijaroh 70
2. Ijaroh Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT) 78

BAB 3 KEBIJAKAN DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN 84


BERMASALAH

A. Kebijakan Pembiayaan dan Penyusunan 84


Kebijakan Pembiayaan
B. Inisiasi Pembiayaan 87
1. Pemetaan dan Pembentukan Nasabah Potensial 92
2. Survey Awal, Collect Data, dan Verifikasi Awal 108
C. Proses Review Atas Pengajuan Pembiayaan 121
1. Review Kelengkapan Data 122
2. Analisa Pembiayaan 124
D. Persetujuan, Pengikatan, Perjanjian, dan 148
Pencairan Fasilitas Pembiayaan
1. Persetujuan, Pengikatan dan Perjanjian 148
a. Proses Persetujuan Sesuai Kewenangan 148
b. Penandatanganan Perjanjian Pembiayaan 151
c. Pengikatan Jaminan Pembiayaan 152
d. Dokumentasi dan Administrasi Pembiayaan 154
e. Asuransi Pembiayaan 160
2. Pencairan 161
E. Pengawasan Pembiayaan 162

vi
F. Pelunasan & Penyelamatan Pembiayaan 169
1. Restrukturisasi Pembiayaan 171
2. Penyelesaian Melalui Jaminan 174
3. Collection Agend 180
4. Hapus Buku (write off) 180
G. Take Over 181

DAFTAR PUSTAKA 190

BIODATA PENULIS 194

vii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Perbankan di Indonesia 11
Tabel 2.1 Pokok-pokok Ketentuan Fatwa DSN-MUI Tentang 27
Murobahah
Tabel 2.2 Perbedaan Margin Pada Murobahah dengan Bunga 30
Tabel 2.3 Pokok-pokok Ketentuan Mudharobah berdasarkan 51
fatwa DSN
Tabel 3.1 Contoh BI Checking 127
Tabel 3.2 Contoh Nilai LTV 144
Tabel 3.3 Kolektibilitas Pembiayaan 169

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Murobahah 32
Gambar 2.2 Skema Transaksi Salam 41
Gambar 2.3 Skema Transaksi Salam Paralel 42
Gambar 2.4 Istishna’ Bank Syariah sebagai Pembuat 47
Gambar 2.5 Istishna’ Bank Syariah Sebagai Pemesan 48
Gambar 2.6 Istishna’ Bank Syariah sebagai Produsen dan 49
Pemesan (Paralel)
Gambar 2.7 Skema akad Mudharobah 53
Gambar 2.8 Macam-Macam Akad Musyarokah 60
Gambar 2.9 Pokok-pokok Syirkah 62
Gambar 2.10 Skema Musyarokah 62
Gambar 2.11 Musyarokah Mutanaqishah KPR Syariah 66
Gambar 2.12 Skema Musyarokah Mutanaqishah Properti Bisnis 67
Gambar 2.13 Skema Ijaroh 75
Gambar 2.14 Contoh Penyewaan Tempat SDB 77
Gambar 2.15 Hubungan Harga dengan Sewa dalam Ijaroh 79

viii
Gambar 2.16 Skema IMBT 81
Gambar 3.1 Alur Pemberian Pembiayaan 86
Gambar 3.2 Inisiasi awal 91
Gambar 3.3 Pemetaan dan Pembentukan Calon Nasabah 92
Gambar 3.4 Review dan verifikasi Lanjutan 121
Gambar 3.5 Persetujuan dan Pencairan 148
Gambar 3.6 Contoh Alur Proses Persetujuan Pembiayaan 150
Gambar 3.7 Penanganan Pembiayaan Bermasalah 170
Gambar 3.8 Proses Eksekusi 178
Gambar 3.9 Proses Pelelangan Jaminan 179

ix
BAB 1
DASAR-DASAR PEMBIAYAAN

A. Pengertian Pembiayaan
Kata pembiayaan berasal dari kata “biaya” yang berarti
mengeluarkan dana untuk keperluan sesuatu. Sedangkan
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.1 Pengertian lain
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.2 Pembiayaan juga berarti
kepercayaan (trust), maksudnya bank atau lembaga keuangan syariah
menaruh kepercayaan kepada seseorang atau perusahaan untuk
melaksanakan amanah yang diberikan berupa pemberian dana dan
mengelolanya dengan benar, adil dan disertai ikatan dan syarat-syarat
yang jelas dan saling menguntungkan kedua belah pihak.3 Hal ini
mengacu pada firman Allah SWT :

1 Kasmir, Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011,

hlm. 73
2 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002,

hlm. 260
3 Veithzal Riva’i, Prof.Dr.H. MBA dan Andria Permata Veithzal, B.Acct, MBA,

Islamic Financial Management. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 3

Dasar-dasar Pembiayaan |1
           

             
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa’ [4]: 29)
Pengertian lain, pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan
usaha atau tugas pokok bank syariah, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit.4 Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank syariah dan atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima
fasilitas) yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.5
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Syariah menyatakan pembiayaan adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.6
Penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah

4 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta:

Gema Insani, 2004, hlm. 160


5 Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2012, hlm.78


6 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Syariah

2| Dasar-dasar Pembiayaan
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana
untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi
hasil.7
Berdasarkan pengertian pembiayaan di atas, penyaluran dana
yang dilakukan bank syariah atau lembaga keuangan syariah harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut UU No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1 ayat 12 menyatakan
bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Selain berdasarkan prinsip syariah, perbankan syariah dan lembaga
keuangan syariah juga berazaskan prinsip demokrasi ekonomi dan
prinsip kehati-hatian.8

B. Sejarah Pembiayaan
Pembiayaan atau penyaluran dana merupakan salah satu
kegiatan utama perbankan syariah, disamping kegiatan
penghimpunan dana, kegiatan jasa-jasa dan kegiatan sosial.
Karenanya pembahasan sejarah pembiayaan, tidak bisa dipisahkan
dengan pembahasan sejarah perbankan syariah. Sejarah perbankan

7 UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah


8 Ibid, Pasal 2

Dasar-dasar Pembiayaan |3
syariah (Islamic Banking) modern dimulai dengan berdirinya Mit
Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963. Namun fungsi-
fungsi dari kegiatan perbankan syariah sudah dimulai pada awal-awal
penyebaran Islam pada masa Rasulullah SAW dan para sahabatNya.
Dalam sejarah peradaban Islam, kegiatan ekonomi berupa hutang
piutang, jual beli, barter, sewa menyewa, sampai kepada kerja sama
dalam peternakan, perkebunan dan kerja sama dalam mengelola
usaha serta pengiriman uang sudah dilakukan oleh orang-orang pada
masa awal penyebaran Islam. Kerja sama dalam berbagai kegiatan
ekonomi ini masih dilakukan secara sederhana dan cendrung
“kanibal”. Misalnya praktek hutang piutang yang dilakukan dengan
penerapan riba. Hutang piutang dengan cara riba adalah sesuatu
yang biasa dilakukan oleh orang-orang Quraisy hingga akhirnya
dilarang Islam. Pelarangan riba bersumber dari turunnya ayat Al
Qur’an (QS. Ar Rum (30) ayat 39, QS. An-Nisa’ (4) ayat 160-161, QS.
Ali Imran (3) ayat 130 dan QS. Al Baqarah (2) ayat 278-279) dan
Hadits Nabi. Setelah hutang piutang dengan riba ini dilarang oleh
agama, maka seluruh praktek-praktek terkait dengan riba segera
ditinggalkan oleh para sahabat Nabi.
Sedangkan jual beli secara tidak tunai yang dilakukan orang-
orang Arab ketika itu tidak pernah dicatat, sehingga akhirnya turun
ayat keharusan untuk menulis transaksi muamalah yang dilakukan
tidak dengan tunai, firman Allah SWT:

           

            

            

             

           

4| Dasar-dasar Pembiayaan
         

             

            

           

              

              

 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah9 tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa, maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang

Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa
9

dan sebagainya. (Sumber Qur’an Digital)

Dasar-dasar Pembiayaan |5
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli
dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah yang
mengajarmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al
Baqoroh [2]: 282).

Kegiatan-kegiatan ekonomi seperti menerima tabungan, mengirim


uang, dan menyalurkan dana pada masa Nabi dan para sahabat ini
dilakukan oleh orang perorang. Pada masa Khalifah Bani Abbasiyah
orang perorang yang malakukan kegiatan perekonomian itu dikenal
dengan naqif, sarraf dan jihbiz.10 Istilah jihbiz khusus dilekatkan
kepada orang perorang yang memiliki keahlian khusus dalam
kegiatan-kegiatan ekonomi tersebut. Praktek-praktek ekonomi yang
dijalankan jihbiz dari waktu ke waktu terus mengalami pembaharuan
hingga akhirnya dikenal istilah sak (cek) sebagai alat pembayaran.
Sak pertama kali diperkenalkan oleh Sayf al-Dawlah al Hamdani untuk
keperluan kliring antara Bakhdad (Irak) dan Aleppo (Syiria). 11
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan jihbiz kemudian menjadi embrio
lahirnya perbankan modern seperti yang dikenal seperti sekarang.
Dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan kemajuan eropa
dan kemunduran kekhalifahan Islam, bangsa-bangsa eropa mulai
memperkenalkan istilah bank dengan kegiatan utama menghimpun
dana dan menyalurkan dana dengan praktek bunga (interest).
Meskipun pada awal-awalnya bunga itu tidak dibolehkan oleh gereja,
namun ketika Ratu Elizabeth I memerintah, ia memperbolehkan

10Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta :


Gema Insani Press, 2001, hlm. 63
11 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Kuangan. Jakarta : PT.

Rajawali Press, cet.10, 2014, hlm. 22

6| Dasar-dasar Pembiayaan
praktek pembungaan uang (riba) dijalankan.12 Dibolehkannya bunga
dijalankan menjalar keseluruh wilayah-wilayah yang telah dikuasai
oleh orang-orang eropa. Hampir seluruh dunia sudah ditaklukan oleh
bangsa-bangsa eropa, sehingga akhirnya praktek-praktek bank
berbasis bunga menjadi tersohor dan mengakar di dunia sampai saat
ini.
Sementara itu bangsa-bangsa yang dulu merupakan daerah
kekuasaan Islam satu-persatu dipreteli dan kemudian dibagi-bagi oleh
bangsa eropa menjadi daerah jajahan. Penguasaan bangsa eropa
terhadap dunia Islam menjadikan ajaran-ajaran Islam tidak
berkembang, termasuk penerapan-penerapan ajaran Islam dalam
kegiatan-kegiatan perekonomian. Kegiatan-kegiatan ekonomi mutlak
dikuasai oleh bangsa eropa, sehingga cara-cara eropa selalu menjadi
yang dominan dan jadilah cara-cara Islam menjadi tersingkirkan.
Namun setelah negara-negara yang dulu merupakan basis Islam
memerdekakan diri dari penjajahan dan menyatakan berdirinya
negara yang berdaulat dan terbebas dari penjajahan, mulai menyadari
kembali keharusan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang
terbebas dari riba. Usaha pertama yang dilakukan negara-negara
Islam itu adalah dengan mendirikan Bank Islam.
Bank Islam pertama yang berhasil didirikan adalah Mit Ghamr
Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 oleh Prof. Dr. Abdul Aziz
Ahmad El Nagar. Mit Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan
manajemen perbankan ala Eropa dengan prinsip muamalah Islam
dengan memadukannya ke dalam produk-produk yang susuai dengan
Islam. Produk utama Mit Ghamr Bank adalah produk pertanian untuk
daerah pedesaan. Produk ini sangat diminati oleh masyarakat,
tercatat pada tahun pertama jumlah nasabahnya sebanyak 17.560
orang, meningkat pada tahun kedua sebanyak 251.152, dan jumlah

12 Ibid

Dasar-dasar Pembiayaan |7
tabungan meningkat dari 40.944 pada tahun pertama, menjadi
1.828.375 pada akhir tahun kedua.13
Kinerja bagus Mit Ghamr Bank tidak berlangsung lama, karena
ada persoalan politik, pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank ditutup dan
operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Bank
Sentral Mesir. Pengambil alihan ini menandakan berakhirnya
penerapan bank tanpa riba. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir
berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social
Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial dari pada komersil.14
Namun demikian pendirian Bank Islam di Mesir ini memberikan
pengaruh terhadap negara-negara Islam lainnya, salah satunya
adalah dengan dimulainya usaha untuk mendirikan Bank Islam. Usaha
untuk mendirikan Bank Islam menjadi kenyataan setelah Sidang
Menteri-menteri Keuangan Negara-negara OKI (organisasi Islam
sedunia) yang berlangsung di Jeddah Arab Saudi tahun 1975
menyetujui berdirinya Islamic Development Bank (IDB) dengan
anggota semua negara-negara anggota OKI.
Setelah berdirinya IDB, Bank Islam kemudian bermunculan di
negara-negara Islam lainnya, seperti Mesir, Sudan, negara-negara
Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis
besar lembaga-lembaga perbankan Islam yang bermunculan itu dapat
dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial
(Islamic Commercial Bank) seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan
Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic
Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic
International Bank for Finance and Development atau lembaga
investasi dengan bentuk international holding companies, seperti Daar
Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the Gulf,
Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company

13Sudin Harun dalam Adiwarman A. Karim, Ibid.


14Peri Umar Faruq, Sejarah Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Makalah
pada http://sharialearn.wikidot.com/periumarfarouk001

8| Dasar-dasar Pembiayaan
(Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic
Investment House (Amman).15
Lembaga-lembaga perbankan di atas terus mengalami kemajuan
yang signifikan dan telah menyebar ke banyak negara. Tidak hanya
Negara Islam, negara-negara yang bukan negara muslim juga tidak
ketinggalan membentuk Bank Islam. Misalnya di Denmark telah berdiri
The Islamic Bank International of Denmark tahun 1983 tercatat
sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa. Kini bank-
bank semacam Citibank, ANZ, Chase Manhattan Bank, Jardine
Fleming dan lain-lain sudah membuka layanan Islamic Banking.
Sementara itu untuk Indonesia, perkembangan perbankan Islam
(syariah) sedikit lebih lambat ketimbang Negara Islam lainnya.
Meskipun dalam sidang OKI, pemerintah Indonesia yang diwakili
Menteri Keuangan Ali Wardana, cukup aktif memperjuangkan realisasi
konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri.
KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan
jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam di
Indonesia karena political will belum mendukung.
Bank Islam di Indonesia berdiri atas prakarsa Majlis Ulama
Indonesia (MUI) yang dimotori oleh Karnaen A. Perwataatmadja, M.
Dawam Rahardjo, AM. Saefuddin, dan M. Amien Azis. Pada tanggal
18 – 20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank
dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya
tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah
Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan
amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI
dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah
berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte

15 Ibid

Dasar-dasar Pembiayaan |9
pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1
Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp
106.126.382.000,-. Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-
undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya
bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam
di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni
Bank IFI membuka cabang Syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank
Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti
(BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang
baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk.
Perkembangan perbankan Syari’ah di Indonesia terjadi setelah
diberlakukan UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang mengubah UU
Perbankan No. 7 tahun 1992 dan diikuti dengan dikeluarkannya
sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi
BI/Peraturan Bank Indonesia, telah memberi landasan hukum yang
lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas lagi bagi pengembangan
perbankan Syari’ah di Indonesia (Bank Indonesia, Oktober 2001).
Kondisi ini semakin dipertegas melalui pengesahan undang-undang
perbankan syari’ah pada bulan Agustus 2008 oleh DPR.
Menurut data Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Syariah
tersebut, telah membawa pengaruh yang cukup besar terhadap
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Awal-awal
pemberlakukan undang-undang ini, jumlah bank umum syariah di
Indonesia baru ada 3 bank, yakni Bank Mu’amalat, Bank Syariah
Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sedangkan per Juli 2017 jumlah
bank umum syariah sudah ada sebanyak 13 BUS ditambah 21 unit
usaha syariah (UUS). Berikut tabel perkembangan Bank Syariah di
Indonesia :

10 | Dasar-dasar Pembiayaan
Tabel 1.1
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Dalam Triliyunan Rupiah
Indikator 2013 2014 2015 2016 Juli 2017
Aset 248.11 278.92 304.00 365.65 388.50
Dana Pihak Ketiga 187.2 221.88 235.97 285.15 313.91
Market Share 4.89% 4.85% 4.83% 5.30% 5.46%
Total Pembiayaan 188.55 204.33 218.76 254.65 271.83
BUS 11 12 12 13 13
UUS 23 22 22 21 21
Jaringan Kantor
1.998 2.483 2.301 2.201 2.186
BUS dan UUS

Sumber: Statistik OJK Juli 2017

Berdasarkan tabel terlihat perbankan syariah di Indonesia (aset,


dana pihak ketiga, dan pembiayaan) mengalami pertumbuhan
signifikan. Tahun 2013 asset 248.11 Triliyun tumbuh menjadi 388.50
Triliyun Bulan Juli 2017. Dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami
peningkatan dari 187.2 Triliyun pada tahun 2013 naik menjadi 313.91

Dasar-dasar Pembiayaan | 11
Triliyun pada bulan Juli 2017. Jumlah BUS dari 11 pada tahun 2013
meningkat menjadi 13 BUS per Juli 2017 dan jumlah ini akan
bertambah setelah Bank NTB disetujui menjadi Bank Syariah.

C. Dasar Hukum Pembiayaan


Dasar hukum pembiayaan syariah mengacu pada Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Beberapa ketentuan yg berkaitan dengan pembiayaan diantaranya:
1. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (25)
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
b) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’;
d) transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan,
atau bagi hasil.
Pasal 1 ayat (23)
Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan
kepada Bank Syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan
kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.;

12 | Dasar-dasar Pembiayaan
2. Pasal 2
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya
berasaskan;
a. Prinsip Syariah: kegiatan usaha yang tidak mengandung
unsur Riba, Maisir, Gharar, Haram, Zalim
b. Demokrasi ekonomi : kegiatan ekonomi syariah yang
mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan
kemanfaatan
c. Prinsip kehati-hatian : pedoman pengelolaan Bank yang wajib
dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan
efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
3. Pasal 19 ayat 1 tentang Ketentuan Usaha Bank Umum Syariah
bagian c – g
a. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad
mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah
b. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah,
Akad salam, Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syaria;
c. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad
lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah
d. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau
tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah
dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah
e. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah
atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah

Dasar-dasar Pembiayaan | 13
4. Pasal 23
(1) Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai keyakinan
atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima
fasilitas untuk melunasi seluruh kewajiban pada waktunya,
sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana
kepada nasabah penerima fasilitas.
(2) Untuk memperoleh keyakinan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Bank Syariah dan/atau UUS wajib melakukan
penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari calon nasabah penerima
fasilitas.
5. Pasal 36
Dalam menyalurkan Pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha
lainnya, Bank Syariah dan UUS wajib menempuh cara-cara yang tidak
merugikan Bank Syariah dan/atau UUS dan kepentingan nasabah
yang mempercayakan dananya.
6. Pasal 37
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga
yang berbasis syariah, atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh Bank Syariah dan UUS kepada nasabah
penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima
fasilitas yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan Bank Syariah dan UUS yang
bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

14 | Dasar-dasar Pembiayaan
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum penyaluran dana berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga,
atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh Bank
Syariah kepada:
a) Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen)
atau lebih dari modal disetor Bank Syariah
b) Anggota dewan komisaris
c) Anggota direksi
d) Keluarga dari pihak sebagaimana di maksud dalam huruf
a, b, dan c.
e) Pejabat bank lainnya
f) Perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari
pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai
dengan huruf e.
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari modal Bank
Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Pasal 38
(1) Bank Syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen risiko,
prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.
8. Pasal 39
Bank Syariah dan UUS wajib menjelaskan kepada nasabah
mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan

Dasar-dasar Pembiayaan | 15
dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui Bank Syariah
dan/atau UUS.
9. Pasal 40
(1) Dalam hal nasabah penerima fasilitas tidak memenuhi
kewajibannya, Bank Syariah dan UUS dapat membeli
sebagian atau seluruh agunan, baik melalui maupun di luar
pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh
pemilik agunan atau berdasarkan pemberian kuasa untuk
menjual dari pemilik agunan, dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Bank Syariah dan UUS harus memperhitungkan harga
pembelian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan kewajiban nasabah kepada Bank Syariah dan UUS
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal harga pembelian agunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada
Bank Syariah dan UUS, selisih kelebihan jumlah tersebut
harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait
dengan proses pembelian agunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian agunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selain mengacu pada UU No.21 Tentang Perbankan Syariah,
bank syariah juga harus mengikuti Peraturan Bank Indonesia (PBI),
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI). Mengenai Peraturan
Bank Indonesia (PBI), meskipun sejak tanggal 31 Desember 2013
segala fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan
terhadap bank syariah dan unit-unit usaha syariah telah beralih ke
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun peraturan Bank Indonesia

16 | Dasar-dasar Pembiayaan
(PBI) yang telah dikeluarkan masih tetap mengikat secara hukum.16
Hal-hal yang belum diatur oleh PBI tentang perbankan syariah dan
unit-unit usaha syariah, untuk berikutnya akan diatur oleh OJK lewat
Peraturan OJK (POJK). POJK yang telah dikeluarkan harus menjadi
acuan bagi perbankan syariah dan unit-unit usaha syariah.
Disamping mengikuti POJK, bank syariah dan unit-unit usaha
syariah juga harus menyesuaikan semua produk-produk yang
dijalankan dan manajemen yang mengelola dengan fatwa-fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN MUI). Sampai akhir tahun 2017 sudah
ada 109 fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN MUI. Semua fatwa
tersebut harus menjadi rujukan bagi bank syariah dan uni-unit usaha
syariah dalam menjalankan operasional bank syariah tersebut.

D. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan


Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai
dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati
oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang
industri, pertanian, dan perdagangan. Pembiayaan ditujukan untuk
menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi
barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan
dalam negeri maupun ekspor. Menurut Kasmir (2002:106) tujuan
pembiayaan adalah sebagai berikut:
1. Mencari keuntungan dengan mengharapkan suatu nilai tambah
atau menghasilkan laba yang diinginkan.
2. Membantu pemerintah dalam upaya peningkatan pembangunan
diberbagai sektor, terutama sector usaha yang nyata. Usaha
berkembang akan meningkatkan penerimaan pajak, memperluas
16 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
lihat juga penjelasannya dalam Khotibul Umam, SH, LLM, Perbankan Syariah;
Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT.Raja
Gravindo Persada, 2016, hlm., 285

Dasar-dasar Pembiayaan | 17
lapangan kerja, meningkatkan jumlah barang dan jasa. Sehingga
dengan ini pemerintah akan mendapatkan devisa yang semakin
menguatkan suatu negara itu sendiri.
3. Membantu usaha nasabah. Pembiayaan yang dikucurkan
lembaga keuangan diharapkan dapat meningkatkan usaha dan
pendapat masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Dalam hal ini fihak lembaga keuangan dapat
menjadi sarana bagi para nasabah untuk mendapatkan modal
yang diinginkan.17
Sedangkan menurut Veithzal Riva’I, tujuan pembiayaan adalah:
a. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari
pembiayaan berupa keuntungan yang diraih.
b. Safety, keamanan dari fasilitas pembiayaan yang diberikan
harus benar-benar terjamin, sehingga tujuan profitability dapat
benar-benar tercapai tanpa hambatan.18
Berdasarkan Fungsi Pembiayaan, keberadaan bank syariah yang
menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya
untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di
Indonesia, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang
aman, diantaranya:
1. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang
menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan
debitur.
2. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank
konvensional
3. Karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh bank konvensional.

17 Kasmir, op,cit, hlm, 106


18 Veithzal Riva’I Prof.Dr.H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA., loc.cit,
hlm, 6

18 | Dasar-dasar Pembiayaan
4. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu
dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui
pendanaan untuk usaha yang dilakukan
Selain itu pembiayaan juga berfungsi sebagai:
a. Meningkatkan utility (daya guna) modal dan barang,
b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
c. Menimbulkan gairah usaha masyarakat
d. Alat stabilitas ekonomi
e. Jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
f. Alat hubungan internasional.19

E. Jenis-jenis Pembiayaan
Berdasarkan pada jenis pembiayaan dapat digolongkan pada
beberapa jenis, diantaranya;
1. Jenis Pembiayaan Menurut Tujuan Penggunaan
Menurut tujuan penggunaan, pembiayaan dapat dibedakan pada
beberapa jenis, yakni;
a. Pembiayaan Konsumtif, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk
keperluan atau konsumsi, baik konsumsi pribadi, perusahaan,
umum, maupun konsumsi pemerintah. Contoh pembiayaan
konsumtif misalnya pembelian rumah tinggal, pembelian mobil
pribadi/dinas, pembelian peralatan rumah tangga dan lain-lain.
b. Pembiayaan Komersial, yakni pembiayaan yang diberikan dengan
tujuan penggunaannya untuk pengembangan usaha tertentu.
Jenis pembiayaan komersial ini dapat digolongkan atas;
(1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan yang
kegunaanya sebagai modal kerja usaha tertentu, misalnya
pembiayaan digunakan untuk pembelian bahan baku, barang

19 Ibid, hlm, 8

Dasar-dasar Pembiayaan | 19
dagangan, biaya eksploitasi barang modal, biaya-biaya
produksi dan lain-lain.
(2) Pembiayaan Investasi, yaitu pembiayaan yang kegunaannya
sebagai bentuk investasi (jangka menengah dan panjang),
misalnya merehabilitasi, modernisasi, perluasan usaha, atau
pendirian pabrik baru. Merehabilitasi dan modernisasi
contohnya pembelian peralatan produksi dengan model baru
yang lebih canggih atau kapasitas yang lebih besar.
Perluasan usaha contohnya membuka cabang atau pabrik
baru di tempat lain.
2. Jenis Pembiayaan Menurut Jangka Waktu
Pembiayaan menurut jangka waktu dapat dikelompokan atas:
a. Pembiayaan jangka pendek (short term), yaitu pembiayaan
berdurasi waktu tidak lebih dari 1 tahun. Pembiayaan jenis ini
misalnya pembiayaan untuk pertanian yang bersifat musiman,
perdagangan musiman, industry, pembiayaan proyek dan lainnya.
b. Pembiayaan jangka menengah (intermediate term), yaitu
pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari 1 tahun dan kurang
dari 3 tahun.
c. Pembiayaan jangka panjang (long term), yaitu pembiayaan yang
jangka waktunya lebih dari 3 tahun, misalnya pembiayaan
pengadaan rumah KPR, pembangunan ruko, pabrik dan lain-lain.
3. Jenis Pembiayaan Menurut Cara dan Sifat Penarikannya
Berdasarkan cara penarikannya, pembiayaan dapat dikelompokan
atas;
a. Penarikan sekaligus, yaitu penarikan pembiayaanya dilakukan
satu kali sebesar plafon pembiayaan. Penarikannya bisa
dilakukan dengan cara tunai atau dipindahkan lewat buku
tabungan nasabah yang bersangkutan.

20 | Dasar-dasar Pembiayaan
b. Penarikan bertahap sesuai jadwal yang ditentukan, yaitu
penarikan pembiayaan dilakukan secara bertahap sesuai
waktu yang disepakati atau sesuai pada tingkat penyelesaian
proyek.
c. Rekening koran (revolving), yaitu penarikan sesuai kebutuhan
nasabah. Penarikannya bisa secara tunai atau pemindah
bukuan ke rekening nasabah yang bersangkutan.
Sedangkan berdasarkan sifat penarikannya dapat dibedakan atas;
a) Pembiayaan langsung, yaitu pembiayaan yang ketika disetujui
oleh perbankan dapat langsung digunakan oleh nasabah.
b) Pembiayaan tidak langsung, yaitu pembiayaan yang belum
dapat digunakan langsung oleh nasabah, walaupun sudah
disetujui oleh bank, misalnya bank garansi dan L/C.
4. Jenis Pembiayaan Menurut Metode Pembiayaan
Menurut metode pembiayaan, dapat dikelompok atas;
a. Pembiayaan bilateral, yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada satu orang atau satu perusahaan oleh satu bank saja.
b. Pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh
2 atau lebih perbankan untuk membiayai suatu proyek.
Perusahaan yang ingin dibiayai lewat sindikasi harus
mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, misalnya proyek
yang dikerjakan tergolong besar, ada hubungan yang saling
menguntungkan antar bank yang membiayai proyek tersebut,
dan salah satu bank sindikasi ditunjuk sebagai agen yang
mengadministrasikan pembiayaan sindikasi.
5. Jenis Pembiayaan Menurut Akad
Berdasarkan akad, pembiayaan dapat digolongkan atas:
a. Pembiayaan dengan akad jual beli, yaitu kesepakatan
pembiayaan antara bank dengan nasabah berdasarkan pada
prinsip jual beli. Jual beli yang pembayarannya dilakukan secara

Dasar-dasar Pembiayaan | 21
non tunai atau secara cicilan dalam jangka waktu yang telah
disepakati. Akad jual beli yang digunakan bisa murobahah, salam
dan istishna’.
b. Pembiayaan dengan akad bagi hasil (partnership), yaitu
pembiayaan bersifat penanaman modal berdasarkan kesepakatan
antara bank dengan nasabah. Kesepakatan itu misalnya bank
menjadi shohibul mal yang membiayai seluruh pendanaan dalam
usaha tertentu dengan akad mudharobah, atau bank dengan
nasabah sama-sama menyertakan modalnya dalam usaha
tersebut dengan akad musyarokah.
c. Pembiayaan dengan akad sewa menyewa atau sewa beli, yaitu
pembiayaan yang disalurkan berdasarkan perjanjian sewa
menyewa atau sewa beli antara bank dengan nasabah. Sewa
menyewa memakai akad ijaroh dan sewa beli menggunakan akad
ijaroh mumtahia bit thamlig (IMBT).
d. Pembiayaan dengan akad pinjam meminjam berdasarkan akad
qordh. Pembiayaan jenis ini berlaku prinsip qardh dimana bank
tidak mengharapkan keuntungan atau pengembalian lebih dari
pembiayaan yang diberikan. Namun pembiayaan ini bisa
digunakan untuk menunjang atau penghantar akad yang lainnya,
misalnya dalam produk take over nasabah dari bank konvensional
ke bank syariah, bank syariah terlebih dahulu melunasi hutang
nasabah ke bank konvensional lewat akad qordh, setelah itu baru
kemudian disepakati akad ke dua dan berikutnya antara nasabah
dengan bank syariah.
6. Jenis Pembiayaan Menurut Cara Pembayarannya
Menurut cara pembayarannya, pembiayaan dapat digolongkan
atas:
a. Pembiayaan dengan pembayaran angsuran
b. Pembiayaan dengan pembayaran sekaligus pada saat jatuh
tempo.

22 | Dasar-dasar Pembiayaan
BAB 2
PRODUK-PRODUK PEMBIAYAAN

Secara umum produk-produk pembiayaan bank syariah dapat


digolongkan pada pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil,
pembiayaan sewa menyewa dan pembiayaan lainnya (other
financing).

A. Pembiayaan Jual Beli


1. Murobahah
Menurut bahasa, murabahah berasal dari kata ribhu, yang artinya
keuntungan.1 Secara sederhana murobahah adalah akad jual beli
seharga barang ditambah keuntungan (margin) yang telah disepakati.
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 04 Tahun 2000, murobahah adalah
menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.2 Jika kita melihat pengertian murabahah menurut istilah, akan
ada bermacam pendapat. Berikut pengertian Murabahah menurut
istilah :
a) Bagian dari jenis ba’i, yaitu jual beli dimana harga jualnya terdiri
dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan sejumlah

1 Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah. Kencana


Predana Media Group : Jakarta, Cetakan Kedua, 2010, hlm. 79.
2 Fatwa DSN-MUI No.04//DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murobahah

Produk-produk Pembiayaan | 23
keuntungan (ribhun) yang disepakati oleh kedua belah pihak,
pembeli dan penjual.3
b) Dalam Fiqih Islam, murabahah yaitu suatu bentuk jual beli tertentu
ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi
harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin)
yang diinginkan.4
c) Murabahah merupakan salah satu dari akad/kontrak yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi waktu maupun
jumlah sehingga ketika kita mendapat pembiayaan dari bank
syari’ah, jumlah & waktunya telah pasti & sudah ditentukan di
awal (cashflow predertemined) yang formulanya, harga pokok
ditambah dengan harga perolehan barang (biaya-biaya lain dalam
memperoleh barang) ditambah dengan margin yang disepakati.5
d) Murabahah merupakan Akad Pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati.6
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
murobahah didefenisikan sebagai akad jual beli barang dengan
menyatakan harga pokok dan keuntungan (margin) yang telah
disepakati. Karena keuntungan disepakati, maka karakteristik
murobahah adalah si penjual harus memberitahukan kepada pembeli
harga pembelian atau harga pokok barang dan menyatakan jumlah

3 Slamet Wiyono, Drs.,Ak.,MBA., Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan

Syari’ah Berdasar PSAK dan PAPSI. Jakarta: PT.Grasindo, 2005, hlm. 40.
4 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2008, hlm. 81-82.


5 Siti Najma, Bisnis Syari’ah Dari Nol. Bandung: PT. Mizan Publika, 2008,

hlm.168.
6 Booklet Perbankan Indonesia 2012, hlm. 130

24 | Produk-produk Pembiayaan
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. 7 Misalnya A
membeli sapi seharga Rp 15.000.000,- biaya-biaya yang
dikeluarkanya sebesar Rp 1.000.000,- lalu A menjual kembali sapinya
Rp 18.000.000,- setelah mengatakan “saya mengambil keuntungan
sebesar Rp 2.000.000,-. Transaksi jual beli Murabahah bentuk ini
diperbolehkan. Firman Allah SWT;
ِ ‫يآ أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا الَتَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب‬
‫اط ِل إِالَّ أَ ْن تَ ُك ْو َن ِِتَ َارةً َع ْن‬َ ْ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ َْ َ َ
...‫اض ِمْن ُك ْم‬
ٍ ‫تَ َر‬
Artinya: “Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.(QS. AN-Nisa’[4]:29)

…‫الربَا‬
ِّ ‫َح َّل اهللُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم‬
َ ‫َوأ‬
Artinya: "…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…."(QS. Al Baqarah[2]: 275)

Hadis Nabi Muhammad SAW:

‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َوآلِِه َو َسلَّ َم‬ ِ ْ ‫َِب َسعِْي ٍد‬


َّ ‫اْلُ ْد ِر ْي رضي اهلل عنه أ‬
َ ‫َن َر ُس ْو َل اهلل‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
)‫ (رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان‬،‫اض‬ ٍ ‫ إِِِّّنَا الْبَ ْي ُع َع ْن تَ َر‬:‫ال‬
َ َ‫ق‬
Artinya: Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama
suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban).

7Ibnu Rusyd dalam Adiwarman A. Karim, Bank Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014, hlm., 114

Produk-produk Pembiayaan | 25
ِ ِ ٌ َ‫ ثَال‬:‫ال‬
َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َوآلِِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ اَلْبَ ْي ُع إ ََل أ‬:ُ‫ث فْي ِه َّن الْبَ َرَكة‬
،‫َج ٍل‬ َّ ِ‫َن الن‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫أ‬
)‫ت الَ لِْلبَ ْي ِع (رواه ابن ماجه عن صهيب‬ ِ ‫ط الْب ِّر بِالشَّعِ ِْي لِْلب ي‬
َْ ْ ُ ُ ‫ َو َخ ْل‬،ُ‫ضة‬ َ ‫َوالْ ُم َق َار‬
Artinya: “Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah:
jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
Bolehnya transaksi jual beli murobahah asalkan memenuhi rukun-
rukun dan syarat-syarat. Adapun rukun jual beli terdiri dari :
a. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang)
b. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)
c. Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan
d. Tsaman = harga, dan
e. Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.8
Sedangkan syarat-syarat murabahah adalah :
a. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
ditetapkan
c. Kontrak harus bebas dari riba
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat
atas barang sesudah pembelian
e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan
dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan
secara utang.9

8 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H., SE., MM., MBA., dan Ir. H. Arviyan Arifin, Islamic

Banking Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi
Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan Perbankan & Ekonomi Global-Sebuah
Teori, Konsep Dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara, cetakan pertama, 2010, hlm.,390
9 Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir & Praktisi Keuangan.

Jakarta: BI & Tazkia Institute, 1999, hlm., 160

26 | Produk-produk Pembiayaan
Bolehnya praktek murobahah telah ditegaskan lewat Fatwa DSN
MUI No.4 tahun 2000, adapun ketentuan-ketentuan pokok murobahah
yang diatur dalam fatwa tersebut adalah:

Tabel 2.1
Pokok-pokok Ketentuan Fatwa DSN-MUI Tentang Murobahah
1. PELAKU Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas
nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan
bebas riba (ps 1: 4)
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya (ps 1: 6)
2. OBJEK Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh
syari’ah Islam (Ps 1: 2)
3. HARGA Harga beli
Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan (ps 1: 6)
Harga jual
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya (Ps 1: 6)
Fatwa DSN No.16/IX/2000:
Harga dalam jualbeli murabahah adalah harga beli dan
biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai
dengan kesepakatan
(Ps.1:1)
4. AKAD Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik
bank. (Ps. 1:9)
Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus
membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara
sah dengan pedagang.
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada
nasabah dan nasabah harus menerimanya (membelinya)

Produk-produk Pembiayaan | 27
sesuai dengan perjanjian yang disepakati, karena secara
hukum perjanjian tersebut mengikat: kemudian kedua
belah pihak harus membuat kontrak jual beli (Ps 2: 2,3)

5. UANG MUKA Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah
untuk membayar uang muka saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan (Ps. 2 : 4)

6. JAMINAN Jaminan dalam murabahah dibolehkan agar nasabah


serius dengan pesanannya (Ps.3:1)

7. DISCOUNT Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon


dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah
diskon; karena itu diskon adalah hak nasabah
Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian
diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian
(persetujuan) yang dimuat dalam akad. (Ps 1:3-4, Fatwa
No. 16/2000)
8. PELUNASAN Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan
DINI pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan
potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan
syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
Besar potongan sebagaimana dimaksud diatas
diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS
(Ps.1:1-2, Fatwa No.23/2002)
9. DENDA / Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran
SANKSI dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk
membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir yaitu bertujuan agar
nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan
kewajibannya
Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang
besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat
saat akad ditandatangani
Dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai
dana sosial
(Ps.1:3-6, Fatwa No.17/2000)

28 | Produk-produk Pembiayaan
10. TA’WIDH (Fatwa No.43/2004)
• Sengaja atau lalai menyimpang dari akad dan
menimbulkan kerugian
• Kerugian riil adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rangka penagihan hak yang seharusnya
diterima
• Real Lost not Opportunity Lost
Besarnya gantirugi tidak boleh dicantumkan dalam akad
Sumber: diambil dari Fatwa DSN-MUI No.4

Selain itu fatwa lain juga yang mengatur murabahah diantaranya:


1) Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV 2000 tentang Murabahah
2) Fatwa DSN-MUI No. 13/DSN-MUI/IX 2000 tentang Uang Muka
dalam Murabahah
3) Fatwa DSN-MUI No. 16/DSN-MUI/IX2000 tentang Diskon
dalam Murabahah
4) Fatwa DSN-MUI No. 23/DSN-MUI/III 2002 tentang Potongan
Pelunasan dalam Murabahah
5) Fatwa DSN-MUI No. 46/DSN-MUI/II 2005 tentang Potongan
Tagihan Murabahah
6) Fatwa DSN-MUI No. 47/DSN-MUI/II 2005 tentang
Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah yang Tidak
Mampu Membayar
7) Fatwa DSN-MUI No. 48/DSN-MUI/II 2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murabahah
8) Fatwa DSN MUI No. 49/DSN-MUI/II 2005 tentang Konversi
Akad Murabahah
Disamping itu orang sering menyamakan pembiayaan murobahah
(margin) dengan kredit (bunga) pada bank konvensional. Pada hal

Produk-produk Pembiayaan | 29
keduanya terdapat perbedaan, adapun perbedaannya seperti pada
table di bawah10:

Table 2.2
Perbedaan Margin Murobahah Dengan Bunga

No Margin keuntungan (Ar-Ribh) Bunga (Ar-Riba)


Barang sebagai Objek,
Uang sebagai Objek/ Komoditas,
nasabah berutang barang,
1 nasabah berutang uang
bukan berutang uang
Bank serahkan uang
Bank serahkan barang
Harga yang telah disepakati Bunga bisa berubah secara
2
tidak bisa berubah sepihak
Sektor moneter dan riel terkait
kuat, sehingga mendorong Tidak dikaitkan dengan sektor riel
3
percepatan arus barang dan (Sektor moneter & riel terpisah)
produksi
Mendorong percepatan arus
Tidak mendorong percepatan
barang, mendorong
arus barang karena tidak
produktifitas dan
4 mewajibkan adanya barang, tidak
entrepreneurship,
mendorong produktifitas dan
meningkatkan tenaga kerja
unemployment
(employment)
Pertukaran barang dengan
5 Pertukaran uang dengan uang
uang
Bila macet tidak ada bunga
6 Macet bunga berbunga
berbunga
Jika nasabah dinilai mampu Denda/bunga cendrung tidak
tapi tidak bayar dikenakan mendidik dan bersifat eksploitatif
7
denda untuk mendidik dan serta denda dihitung sebagai
dananya dimasukan dalam keuntungan

10Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan


Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 45

30 | Produk-produk Pembiayaan
dana social bukan pendapatan
Terjadi pemindahan
Tidak ada pemindahan
8 kepemilikan, barang sekaligus
kepemilikan
sebagai jaminan
Tidak membuka ruang
9 Bungan ruang untuk spekulasi
spekulasi
Tidak sah, haram, jauh dari
10 Sah, halal dan penuh berkah
keberkahan

11 ‫و أحل اهلل البيع‬ ‫و حرم الربا‬


Sumber: diambil dari berbagai sumber

Penerapan akad murabahah dalam Perbankan Syari’ah


digunakan dalam fungsi lending atau financingnya. Bank Syari’ah
menerapkan beberapa jenis transaksi murobahah diantaranya :
a. Pembiayaan konsumtif yakni pembiayaan yang diberikan untuk
pembelian atau pengadaaan barang tertentu sebagai kebutuhan.
b. Pembiayaan produktif, yakni pembiayaan yang diberikan untuk
kebutuhan usaha. Pembiayaan jenis ini terbagi dua yaitu;
i. Pembiayaan investasi, contohnya pembelian kebun atau
lahan
ii. Pembiayaan modal kerja, contohnya melalui pembelian stock
dan inventori, alat ganti, bahan mentah, barang setengah jadi,
dan lain-lain.11
Aplikasi bank syariah dari jenis transaksi morobahah bisa dilihat
berdasarkan skema murobahah di bawah:

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta:


11

Penerbit Zikrul Hakim, 2003, hlm. 61

Produk-produk Pembiayaan | 31
Gambar 2.1
Skema Murobahah

Berdasarkan skema ketentuan dasar dalam akad murobahah


boleh dilakukan ketika barang secara prinsip sudah dimiliki oleh bank.
Bank tidak boleh melakukan pengikatan (menjual barang kepada
nasabah) sebelum barang dimiliki. Karena pada prinsipnya tidak boleh
menjual sesuatu yang tidak dimiliki sepenuhnya oleh sipenjual.
Akad murabahah dalam perbankan syariah dapat diaplikasikan
untuk produk-produk antara lain:
a) Pembelian barang
Pada perbankan konvensional dikenal adanya kredit investasi,
kredit konsumtif, kredit kendaraan bermotor, kredit kepemilikan rumah
dan kredit lain yang terkait dengan pengadaan barang. Dalam
perbankan syariah, pembiayaan bisa dilakukan untuk keperluan apa
saja yang terkait dengan pengadaan barang, seperti kepemilikan
rumah, kepemilikan sepeda motor atau mobil dan sebagainya, selama
barang yang diperjual belikan merupakan barang jadi yang siap untuk
dipergunakan. Berikut contoh akad dalam pembelian mobil:

32 | Produk-produk Pembiayaan
Bapak Aladin mengajukan pembiayaan pembelian mobil ke Bank
Syariah X. Mobil yang diinginkan Bapak Aladin seharga Rp
120.000.000,- dan Pak Aladin sudah memiliki uang sebesar Rp
30.000.000,- jika ekspektasi keuntungan (margin) yang ditetapkan
bank sebesar 12%/tahun, berapa angsuran yang harus dibayar Bapak
Aladin perbulannya selama 2 tahun?
Jawab:
Perhitungan bank (harga mobil) = Rp 120.000.000,-
DP (uang muka) = Rp 30.000.000,-
Pokok bank = Rp 120.000.000 – 30.000.000,-
= Rp 90.000.000,-
Margin keuntungan = Rp 90.000.000 x 12%/thn x 2 thn
= Rp 21.600.000,-
Harga Jual Bank ke Pak Aladin = Harga pokok + margin
= Rp 90.000.000 + Rp 21.600.000,-
= Rp 111.600.000,-
Angsuran Pak Aladin = harga jual / jangka waktu peminjaman
= Rp 111.600.000 / 24 bulan
= Rp 4.650.000,- / bulan
b) Modal kerja
Jika bank syariah memberikan modal kerja dengan akad
murabahah, maka yang dibiayai adalah modal kerja inventori
(persediaan barang dagangan sebagai modal kerja), seperti misalnya
perusahaan kayu sebagai modal kerjanya adalah persediaan kayu.
Atas modal kerja inventori ini bank syariah dapat mempergunakan
akad murabahah dimana bank syariah sebagai penjual dan nasabah
(perusahaan kayu) sebagai pembeli, dan persediaan barang
dagangan merupakan obyek barang yang diperjual belikan. Jika bank
syariah memberikan modal kerja dalam bentuk uang tidak
diperkenankan mempergunakan akad murabahah tetapi dapat
mempergunakan akad mudharabah atau musyarakah.
c) Renovasi rumah

Produk-produk Pembiayaan | 33
Jika bank syariah membiayai nasabah untuk renovasi rumah
dengan akad murabahah, maka kedudukan bank syariah sebagai
”toko bahan bangunan”. Bank syariah sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli, yang diperjualbelikan adalah bahan bangunan
seperti pasir, semen, kayu, bata merah, besi dan sebagainya. Jika
renovasi rumah dengan akad murabahah bank syariah tidak
diperkenankan untuk membiayai tenaga kerjanya (tenaga kerja bukan
tanggung jawab toko bahan bangunan). Begitu juga setelah jual beli
material kemudian renovasi rumahnya tidak selesai bukan tanggung
jawab bank syariah sebagai penjual atau toko bahan bangunan,
setelah jual beli material oleh nasabah materialnya dipergunakan
untuk membangun masjid (bukan untuk renovasi) bukan tanggung
jawab bank syariah sebagai toko bahan bangunan.
d) Take over dari bank konvensional ke bank syariah
Pengalihan utang dari perbankan konvensional ke perbankan
syariah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No 31/DSN-
MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang. Terkait dengan pengalihan
utang dari perbankan konvensional ke perbankan syariah, salah satu
alternatif yang dipergunakan setelah akad Qardh dipergunakan akad
Murabahah (alternatif pertama).
e) Top up Pembiyaaan
Pengertian top up pembiayaan ini biasanya dipergunakan untuk
menambah fasilitas pembiayaan nasabah yang memiliki kondisi baik,
dimana diberikan fasilitas pembiayaan yang lebih besar dimana
sebagian untuk melunasi outstanding pembiayaan sebelumnya.
Dalam perbankan syariah penambahan fasilitas diperkenankan,
namun tidak harus melunasi pembiayaan sebelumnya (dalam
perbankan syariah satu orang diperkenankan memiliki beberapa akad
pembiayaan). Oleh karena itu jika sebelumnya pembiayaan
murabahah akan di tambah, maka cukup melakukan akad
pembiayaan murabahah atas obyek murabahah tambahannya yang
baru dan akad pembiayaan murabahah sebelumnya tetap berlaku.

34 | Produk-produk Pembiayaan
Perlu dipahami dalam menjalankan transaksi murabahah ini
pelaksana perbankan syariah, hendaknya mengetahui ilmu
perdagangan misalnya dalam penentuan harga perolehan barang,
risiko yang timbul akibat barang tersebut dan sebagainya. Oleh
karena itu berikut diberikan contoh ilustrasi implementasi murabahah
dalam perhitungannya:
Contoh 1:
Pak Ismail membutuhkan tambahan sebuah mobil seharga harga
Rp. 250.000.000,- untuk memperlancar usaha pengangkutan yang
dimilikinya. Atas rencana tersebut Pak Ismail hanya memiliki uang
sebesar Rp. 150.000.000,- yang dapat dipergunakan sebagai uang
muka. Untuk memenuhi keingingannya tersebut tanggal 10 April 2008
Pak Ismail mendatangani Bank Syariah X untuk meminta pembiayaan
dengan pembayaran selama setahun, secara merata selama jangka
waktu angsuran. Bank Syariah X tanggal 15 April 2008 mensepakati
pembiayaan Ismail dengan data data sebagai berikut:
Nama barang : Mobil
Harga pokok barang : Rp. 250.000.000,-
Keuntungan yang : 20% / pa
disepakati
Uang muka : Rp. 150.000.000,-
Penyerahan : Dealer Mobil, Jl Sudirman 30
Biaya administrasi : Rp. 2.000.000,-
Pembayaran : Secara tangguh dengan angsuran
10 kali selama setahun, secara
merata selama jangka waktu
angsuran
Agunan : Mobil yang dibeli dan ditambah
dua buah mobil tahun 2011

Jawaban Perhitungan Murabahah:


Perhitungan Margin Murabahah :

Produk-produk Pembiayaan | 35
Harga barang Rp. 250.000.000,-
Uang muka nasabah Rp. 150.000.000,-
-----------------------
Harga barang dana porsi bank Rp. 100.000.000,-
Keuntungan 20% (20% x Rp100 jt) Rp. 20.000.000,-
Harga jual barang Rp. 270.000.000,-
Uang muka Nasabah Rp. 150.000.000,-
-----------------------
Sisa Kewajiban Nasabah Rp. 120.000.000,-
Angsuran sisa kewajiban nasabah selama 10 kali cicilan
Besar Angsuran : 120 jt / 10 = Rp.12.000.000,-
Contoh 2:
Untuk pengembangan usahanya dibidang pertanian bawang
merah, Abdullah seorang petani bawang di Brebes memerlukan alat-
alat pertanian dengan data sebagai berikut:
Nama barang : Alat pertanian (traktor dan cangkul)
Harga barang : Rp. 270.000.000,-
Penyerahan barang : Di Brebes (tempat Abdullah)
Untuk keperluan tersebut Abdullah mendatangi Bank Syariah
Amanah Ummat Cabang Brebes dan telah menyiapkan uang tunai
sebesar Rp. 30 juta sebagai uang muka dan bersedia untuk
mengangsur selama setahun (12 kali) secara merata dan akan
melakukan pelunasan segera setelah panen bawang. Sesuai
permohonan Abdullah, Bank Syariah Amanah Ummat menyetujui
permohonan Abdullah dengan kesepatan sebagai berikut:
Nama Barang : Alat pertanian (traktor 2 buah, cangkul 100 buah)
Uang muka : Rp. 30.000.000,-
Harga pokok barang : Rp. 270.000.000,-
Keuntungan : Rp. 36.000.000,-
Denda keterlambatan : 2% per hari dari angsuran yang tertunggak
Penyerahan barang : Di kantor Bank Syariah Amanah Ummat

36 | Produk-produk Pembiayaan
Pembayaran : Secara angsuran secara merata selama
setahun dan dilakukan setiap tanggal 10
Biaya notaris : Rp. 5.000.000,-
Berkat keberhasilannya dalam mengolah bawang merah, bulan ke
7 Abdullah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah Amanah
Ummat. Atas pelunasan tersebut Bank Syariah Amanah Ummat
memberikan potongan sebesar 50% dari keuntungan yang belum
diterima.
Jawaban Perhitungan Murabahah:
Perhitungan Pembiayaan Murabahah
Harga pokok Rp. 270.000.000,-
Keuntungan Rp 36.000.000,-
-----------------------
Harga jual Rp. 306.000.000,-
Uang Muka Nasabah Rp. 30.000.000,-
-----------------------
Sisa kewajiban Nasabah Rp. 276.000.000,-
Angsuran nasabah atas sisa kewajibannya adalah :
= Rp 276.000.000,- / 12
= Rp 23.000.000,-

2. Salam
Salam merupakan salah satu prinsip dalam jual beli. Bedanya
dengan murabahah adalah dalam prinsip salam barang yang
diperjualbelikan masih dalam proses pembuatan sehingga barang
serahkan kemudian setelah akad, sedangkan harga barang harus
dilunasi saat akad ditanda tangani. Supaya tidak menimbulkan gharar
maka barang yang diperjual belikan (yang masih dalam proses) harus
sudah jelas kualifikasinya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Secara etimologi salam adalah salaf atau sesuatu yang

Produk-produk Pembiayaan | 37
didahulukan. Dalam kontek ini jual beli salam berarti mendahulukan
uangnya atau pembayarannya, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian. Dalam kontek lain transaksi salam merupakan pembayaran
yang dilakukan di depan.12 Sedang menurut Booklet Perbankan
Syariah, Salam merupakan Akad Pembiayaan suatu barang dengan
cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih
dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati sedangkan penyerahan
barang dilakukan sesuai kesepakatan yang dibuat.13
Transaksi salam ini dibolehkan, hal ini berdasarkan dalil berikut:

 …           

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah 14


tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...”.(QS. Al Baqoroh[2]: 282).
Hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Tirmizi :

‫َح َّل َحَر ًام ا َوالْ ُم ْس لِ ُمو َن‬ ُ َّ‫ْي إِال‬


َ ‫ص ْل ًحا َحَّرَم َحالَالً أ َْو أ‬
ِِ
َ ‫ْي الْ ُم ْسلم‬
ِ
َ ْ َ‫لص ْل ُح َجائٌز ب‬
ُّ َ‫ا‬
ِ ِ
‫َح َّل َحَر ًام ا (رواه ال م ذي ع ن عم رو‬ َ ‫َعلَ ى ُُ ُروط ِه ْم إالَّ َُ ْرطًا َح َّرَم َح الَالً أ َْو أ‬
.)‫بن عوف‬
Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-
syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
Hadis Nabi riwayat Bukhari:

Nurul Huda & Mohamad Heykal, op.cit., hlm. 48


12

Booklet Perbankan Indonesia 2012, hlm.130


13
14 Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa

dan sebagainya. Tafsir Al qur’an digital.

38 | Produk-produk Pembiayaan
‫َج ٍل َم ْعلُ ٍوم‬ ٍِ ٍ ٍ ِ ٍ
َ ‫ف ِِف َُ ْيء فَف ْي َكْي ٍل َم ْعلُوم َوَوْزن َم ْعلُوم إ ََل أ‬
َ َ‫َسل‬
ْ ‫َم ْن أ‬
Artinya: "Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas,
untuk jangka waktu yang diketahui" (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari
[Beirut: Dar al-Fikr, 1955], jilid 2, h. 36).
Hal lain dibolehkanya transaksi salam diatur dalam keputusan
fatwa DSN-MUI No.05 tahun 2000 tentang Jual Beli Salam. 15 Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
a) Ketentuan pembayaran:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Contoh pembeli mengatakan kepada Petani (Penjual), ”Saya
beli padi anda sebanyak 5 ton dengan harga Rp 10 juta.
Pembayarannya adalah anda saya bebaskan membayar
hutang anda yang dulu (sebesar Rp 10 juta)”. Pada kasus ini
petani memang memiliki hutang yang belum terbayar kepada
pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.16
b) Ketentuan barang:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

15 Fatwa DSN-MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam


16 Nurul Huda & Mohamad Heykal, op.cit, hlm. 50

Produk-produk Pembiayaan | 39
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
a) Ketentuan penyerahan barang sebelum tepat waktu:
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.
2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas
yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta
tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas
yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya,
maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga
(diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan
jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia
tidak boleh menuntut tambahan harga.
5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada
waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan
pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki
dua pilihan:
a. Membatalkan kontrak dan meminta kembali
uangnya,
b. Menunggu sampai barang tersedia.
b) Ketentuan salam paralel:
1) Akad kedua terpisah dari akad pertama,
2) Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
c) Ketentuan pembatalan kontrak, pembatalan kontrak boleh
dilakukan selama tidak merugikan kedua belah pihak.

40 | Produk-produk Pembiayaan
d) Ketentuan perselisihan, jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan
melalui pengadilan Agama sesuai dengan UU No 3/2006
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Para pihak dapat juga memilih BASYARNAS dalam
penyelesaian sengketa. Tetapi jika lembaga ini yang
dipilih dan disepakati sejak awal, maka tertutup lah
peranan pengadilan agama.
Penerapan Salam pada bank syariah dapat dilihat dari skema di
bawah :

Gambar 2.2
Skema Transaksi Salam

Selain itu skim salam juga bisa dilakukan oleh bank syariah
secara paralel. Contoh jual beli hasil pertanian, misalnya nasabah
memesan kepada bank selaku penjual atas hasil panen tertentu
sebelum masa panen tiba yang disertai pembayaran secara tunai.
Mengingat bank tidak memiliki kemampuan untuk pengadaan barang
sebagaimana pesanan nasabah, maka bank akan melakukan

Produk-produk Pembiayaan | 41
pemesanan kepada pihak lain yakni pemasok. Skema penerapan
salam paralel tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 2.3
Skema Transaksi Salam Paralel

Keterangan gambar:
a. Nasabah pemesan (misalnya Bulog) sebagai badan yang
bertanggung jawab untuk pemenuhan kebutuhan pangan
memesan barang (misalnya INTANI-2 kadar air 12% kualitas A
sebanyak 10 ton) kepada Bank Syariah sebagai produsen (alur
1a). Untuk itu dilakukan negosiasi antara nasabah pemesan
dengan Bank Syariah sebagai produsen, khususnya yang
berkaitan dengan barang dan cara pembayaran. Setelah
diperoleh kesepakatan nasabah sebagai pemesan harus segera
melakukan pembayaran harga barang yang disepakati.
b. Karena Bank Syariah tidak memiliki lahan, maka Bank Syariah
melakukan pemesanan barang yang sama kepada Pemasok
sebagai pihak yang memiliki lahan yang cukup (alur 1b.). Untuk itu
Bank Syariah melakukan negosisasi dan kesepakatan antara lain
tentang spesifikasi barang yang dipesan (sama dengan yang
dipesan nasabah) dan pembayaran yang dilakukan. Setelah
disepakati Bank Syariah segera melakukan pembayaran harga

42 | Produk-produk Pembiayaan
barang sebagai modal salam (alur 2b).
c. Tahap akhir Pemasok sebagai produsen menyerahkan barang
pesanan kepada Bank Syariah sebagai pemesan (alur 3a). Dan
Entitas Syariah sebagai produsen menyerahkan barang pesanan
kepada nasabah sebagai pemesan (alur 3b). Hutang Bank
Syariah ke nasabah adalah ”barang sesuai pesanan” (bukan
hutang uang seharga barang) dan jika dilakukan penyerahan
barang sesuai pesanan dalam akad maka selesai kewajiban
Barang Syariah kepada bulog terlepas harga saat penyerahan.
Begitu juga hutang Pemasok kepada Bank Syariah.
Sesuai ketentuan syariahnya dalam salam paralel tersebut tidak
boleh menjadi satu akad. Antara nasabah pemesan dengan bank
syariah sebagai produsen dibuat satu akad (akad pertama) dan antara
bank syariah sebagai pemesan dengan produsen/pemasok sebagai
produsen juga dibuat satu akad (akad kedua). Kedua akad tersebut
tidak boleh saling berpengaruh. Misalnya produsen/pembuat gagal
dalam menyerahkan barang pesanan tidak boleh membawa dampak
penundaan penyerahan barang oleh bank syariah kepada nasabah
pemesan.
Sekilas transaksi salam hampir mirip dengan jual beli ijon yang
diterapkan tengkulak di pedesaan. Perbedaannya terletak pada
kejelasan kualitas dan kuantitas barang yang di pesan. Pada sistem
ijon, pembeli tidak menetapkan kualitas dan kuantitas barang, namun
hanya harga setelah panen. Sistem ijon pembeli cukup menyatakan
harga seluas lahan atau kebiasaan jumlah panen lahan tersebut.
Bentuk ini jelas tergolong ke dalam gharar yang sudah jelas
keharamannya. Sedangkan pada salam, pembeli dan penjual
menyepakati kualitas, kuantitas dan harga saat panen. Jika harga
setelah panen turun, maka total harga penjualan juga turun dan begitu
juga sebaliknya.

Produk-produk Pembiayaan | 43
3. Istishna’
Istishna’ secara bahasa berarti minta dibuatkan. Secara
terminology berarti suatu kontrak jual beli antara pembeli (mustasni’)
dengan penjual (shani’) dimana pembeli memesan barang (mashnu’)
dengan kriteria yang jelas, harga yang telah dipekati dan pembayaran
secara bertahap (cicilan) atau ditangguhkan sampai waktu pada masa
yang akan datang.17 Menurut Az Zuhaily, ba’i istishna’ ialah kontrak
penjualan antara pembeli dan penjual dengan cara pemesanan
pembuatan barang seperti bangunan, rumah, ruko, pakaian, furniture,
sepatu, jalan raya dan lain-lain. Kedua belah pihak sepakat atas harga
dan system pembayaran.18
Sedangkan dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan
Syariah, BI-DPbs, menyebutkan bai’ istishna’ adalah kontrak penjual
antara pembeli dan pembuat barang, menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran
dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang.19 Berdasarkan pengertian diatas
dapat disimpulkan Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan / pembeli (mustashni’) dan
penjual / pembuat (shani’).
Dasar hukum diperbolehkannya jual beli istishna’ berdasarkan
Fatwa DSN MUI No. 06 Tahun 2000 tentang jual beli istishna’20,
adapun ketentuannya sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:

17 Nurul Huda & Mohamad Heykal, op.cit, hlm., 52 lihat juga Muhammad Syafe’i

Antoni, op.cit, hlm. 173


18 Nurul Huda & Mohamad Heykal, Ibid
19 Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, BI-DPbs
20 Fatwa DSN MUI No.06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna’

44 | Produk-produk Pembiayaan
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang Barang:
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli (pembeli, mustashni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Ketiga : Ketentuan Lain:
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan
di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Selain itu istishna’ juga memiliki syarat-syarat seperti berikut:

Produk-produk Pembiayaan | 45
a) Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan
untuk melakukan jual beli
b) Ridha / keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
c) Apabila isi akad disyaratkan shani’ hanya bekerja saja, maka
akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad
ijarah
d) Pihak yang membuat menyatakan kesanggupann untuk
mengadakan / membuat barang itu
e) Mashnu’ (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang
jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya
f) Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang
syara’ (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau menimbulkan
kemudharatan (menimbukan maksiat).21
Penerapan transaksi istishna’ di perbankan syariah, kedudukan
entitas syariah dapat bertindak sebagai produsen / pembuat /
kontraktor, bank syariah dapat bertindak sebagai pemesan / pembeli,
atau bertidak sebagai produsen sekaligus sebagai pemesan secara
simultan. Gambaran masing-masing kedudukan bank syariah dapat
dilihat seperti berikut:
1) Istishna’ Entitas Syariah sebagai pembuat (produsen).
Entitas Syariah sebagai produsen dalam transaksi istishna ini
dapat dilakukan untuk pengelolaan dana seperti renovasi rumah,
pembuatan perkebunan kelapa sawit dan sebagainya. Alur transaksi
Entitas Syariah sebagai produsen adalah sebagai berikut:

21 Agustianto, Bahan Perkualiahan Fiqh Mu’amalah. PSTTI UI, 2007

46 | Produk-produk Pembiayaan
Gambar 2.4
Istishna’ Bank Syariah sebagai Pembuat

1a. Pesan barang (akad istishna)

2a. Penerimaan modal

(pemesan / pembeli) ENTITAS SYARIAH


( pembuat / produsen )

3a. penyerahan barang pesanan

Dalam gambar di atas kedudukan Entitas Syariah sebagai


pembuat atau produsen atau kontraktor dan Entitas Syariah dapat
menerima pesanan atas barang-barang yang masih memerlukan
proses pembuatan. Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Entitas Syariah (sebagai produsen) dan pemesan akhir
melakukan negosiasi terutama tentang spesifikasi barang
termasuk cara penyarahannya dan cara pembayaran atas
barang tersebut, hingga disepakati dan dituangkan dalam
akad Istishna
b) Entitas Syariah menerima modal istishna dari pemesan akhir
(misalnya pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari
modal selama dalam proses pembuatan barang).
c) Barang pesanan dari hasil produksi entitas syariah diserahkan
kepada pemesan akhir sebagai pembeli atau pemesan.
Dengan diserahkan barang tersebut kewajiban bank syariah
sebagai pembuat telah selesai
2) Istishna entitas syariah sebagai pemesan
Transaksi istishna entitas syariah sebagai pemesan untuk
melakukan renovasi kantor atau gedung, pembangunan kantor dan

Produk-produk Pembiayaan | 47
sebagainya. Alur transaksi istishna, bank syariah sebagai pemesan
dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.5
Istishna’ Bank Syariah Sebagai Pemesan

1b. Pesan barang (akad istishna)

2b. Penyerahan modal

ENTITAS SYARIAH Produsen


(pemesan / pembeli) (kontraktor / pembuat )

3b. penyerahan barang pesanan

Dalam gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


a) Entitas syariah sebagai pemesan dan kontraktor sebagai
produsen melakukan negosiasi terutama tentang spesifikasi
barang termasuk cara penyarahannya dan cara pembayaran
atas barang tersebut, hingga disepakati dan dituangkan
dalam akad Istishna
b) Entitas syariah sebagai pemesan menyerahkan modal
istishna dari kontraktor sebagai produsen (misalnya
pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari modal
selama dalam proses pembuatan barang).
c) Barang pesanan dari hasil produksi kontraktor diserahkan
kepada entitas syariah sebagai pembeli atau pemesan.
Dengan diserahkan barang tersebut kewajiban bank syariah
sebagai pembuat telah selesai

48 | Produk-produk Pembiayaan
3). Istishna Paralel
Istishna parelel merupakan dua transaksi istishna yang dilakukan
secara simultan. Hal ini dilakukan kalau bank syariah sebagai
produsen tidak dapat mengerjakan sendiri dan menyerahkan kepada
pihak lain untuk membuatkan. Dalam istishna paralel ini merupakan
gabungan transaksi istishna entitas syariah sebagai pembuat atau
produsen dan entitas syariah sebagai pemesan. Alur transaksi
istishna paralel dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 2.6
Istishna’ Bank Syariah sebagai Produsen dan Pemesan (Paralel)
1a. Pesan barang (akad 1) 1b. Pesan barang (akad 2)

2a. Penerimaan modal 2b. Penyerahan modal

ENTITAS SYARIAH Produsen/Pembuat


(pemesan/pembeli) (pembuat & pemesan) (Sub kontraktor)

3a. penyerahan barang pesanan 3b. penyerahan barang pesanan

Keterangan gambar sebagai berikut:


a) Dalam alur 1a, pemesan akhir sebagai pembeli melakukan
negosiasi kepada entitas syariah sebagai kontraktor atas
pembagunan gedung, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan
spesifikasi gedung dan cara pembayaran hingga diperoleh
kesepakatan dan dituangkan dalam akad istishna (akad istishna
pertama)
b) Dalam alur 1b, oleh karena entitas syariah tidak memiliki
kemampuan untuk menyelesaikan gedung tersebut ia
menyerahkan kepada sub-kontraktor sebagai pelaksana

Produk-produk Pembiayaan | 49
pembagunan gedung (sub kontraktor karena kontraktor aslinya
adalah bank syariah). Untuk itu dilakukan negosiasi, khususnya
spesifikasi barang (sama dengan yang dipesan oleh pemesan
akhir) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan dituangkan
dalam akad istishna (akad istishna kedua). Sesuai ketentuan
Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa kedua akad
tersebut tidak boleh saling terkait, sehingga jika salah satu gagal
tidak boleh membawa dampak pada pihak lain.
c) Dalam alur 2a, pemesan akhir melakukan pembayaran harga
barang kepada entitas syariah dan begitu juga dalam alur 2b,
entitas syariah menyerahkan modal pada sub-kontraktor sesuai
kesepakatan. (ini jika pembayaran dilakukan dimuka atau
dilakukan sebagian selama dalam proses produksi)
d) Sub-kontraktor setelah gedung selesai dibangun diserahkan
kepada entitas syariah sebagai pemesan. Jika gedung tidak
sesuai spesifikasi yang disepakati entitas syariah dapat menolak.
Dan seterusnya entitas syariah menyerahkan gedung kepada
pemesan akhir. Misalnya atas keteledoran entitas syariah dalam
menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak
sesuai dengan spesifikasi dan pemesan akhir menolak gedung
tersebut, maka entitas syariah harus bertanggung jawab hingga
barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen
adalah kewajiban penyerahan barang sesuai spesifikasi yang
telah disepakati.

B. Pembiayaan Kemitraan (Partnership)


1) Mudharobah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal

50 | Produk-produk Pembiayaan
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si-pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si-
pengelola, si-pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut.22
Fatwa DSN MUI juga memperbolehkan praktek transaksi
mudharabah seperti yang tertuang dalam fatwa DSN MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (qiradh).
Adapun pokok-pokok ketentuannya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3
Pokok-pokok Ketentuan Mudharobah berdasarkan Fatwa DSN

 LKS sebagai shahibul maal membiayai 100%


1. PELAKU DAN
kebutuhan suatu proyek, sedangkan pengusaha
MODAL
bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha
(Ps.1:1)
 Modal dapat berbentuk uang atau barang yang
dinilai (Ps.2:3b)
 Modal tdk dapat berbentuk piutang dan harus
dibayarkan kepada Mudharib, baik secara bertahap
maupun tidak, (Ps.2:3c)
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus
2. NISBAH
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perurubahan nisbah
harus berdasarkan kesepakatan. (Ps.2:4b)
Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak
3. KEUNTUNGAN
boleh disyaratkan hanya satu pihak saja (Ps.2:4a)
Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
4. KERUGIAN
mudharabah, kecuali diakibatkan kesalahan disengaja,
kelalaian atau pelanggaran. (Ps.2:4c)

22Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta:


Gema Insani dan Tazkia Cendikia, edisi revisi cetakan ke-16, hlm. 95

Produk-produk Pembiayaan | 51
Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak
5. JAMINAN
ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ke3. Jaminan hanya dapat
dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal-hal yang telah dispekati
bersama (Ps.1: 7)
…LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan
6. MANAJEMEN
atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan dan pengawasan (Ps 1:4)

7. JANGKA WAKTU Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu (Ps


3:1)
Sumber: Fatwa DSN MUI

Ketentuan Pembiayaan mudharabah:


a) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
yang produktif.
b) Dalam permbiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik
dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha),
sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib
atau pengelola usaha.
c) Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan
pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
d) Mudharabah boleh melakukan berbagai macam usaha yang
telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan
LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan.
e) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
f) LKS sebagai penyedia dan menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah)

52 | Produk-produk Pembiayaan
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
g) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada
jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila
mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
h) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan
memperhatikan fatwa DSN.
i) Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan
kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan mudharib berhak mendapat ganti rugi biaya
yang telah dikeluarkan.
Penerapan akad pembiayaan mudharobah pada bank syariah
dapat dilihat dari skema mudharobah berikut:
Gambar 2.7
Skema akad Mudharobah

Produk-produk Pembiayaan | 53
Berdasarkan gambar dapat dijelaskan bahwa:
Langkah 1 : Ada kontrak antara nasabah dengan perusahaan
berupa kontrak pengadaan barang atau pelaksanaan
proyek.
Langkah 2 : Nasabah pergi ke bank syariah untuk mengajukan
pembiayaan dengan memenuhi persyaratan yang
diminta oleh bank. Kemudian bank akan mempelajari
permohonan nasabah. Setelah itu diadakan negosiasi
antara bank dengan nasabah. Ketika ada kesepakatan,
maka dilanjutkan ke langkah berikutnya.
Langkah 3 : Akad mudharobah. Dalam akad akan dijelaskan hak
dan kewajiban masing-masing. Setelah akad ditanda
tangani dilanjutkan dengan tindak lanjut akad yakni
pencairan dana 100% kepada nasabah. Dana yang
sudah dicairkan langsung dikelola oleh nasabah sesuai
dengan penggunaan yang sudah disepakati.
Langkah 4 : Dana yang sudah dikelola oleh nasabah pada periode
tententu akan mendatangkan keuntungan. Keuntungan
kemudian dibagi hasilkan sesuai kesepakatan antara
bank dengan nasabah. Pembayaran bagi hasil untuk
bank sekalian ditambahkan dengan pembayaran
pinjaman pokok. Pinjaman pokok akan tetap dibayarkan
setiap bulan sebesar pokok pinjaman sampai masa
waktu (tenor) peminjaman berakhir.
Contoh kasus penerapan mudharobah diperbankan syariah:
Pak Ahmad mengajukan permohonan pembiayaan dengan akad
mudharobah kepada Bank Syariah XY untuk membangun usaha
bengkelnya. Total dana yang dibutuhkan Pak Ahmad adalah sebesar
Rp 60 juta. Masa waktu pengembalian dana selama 5 tahun, dengan
nisbah bagi hasil yang disepakti sebesar 60:40. Jika pada bulan ke
dua Pak Ahmad memperoleh keuntungan dari usaha tersebut sebesar
Rp 8.000.000, ilustrasikanlah kasus Pak Ahmad ini dalam penerapan

54 | Produk-produk Pembiayaan
bank syariah, serta hitunglah bagi hasil dan kewajiban pembayaran
yang harus diserahkan Pak Ahmad ke Bank Syariah XY!
Jawab:
Langkah pertama yang harus dilakukan Pak Ahmad adalah
mendatangi Bank Syariah XY untuk mendapatkan informasi yang
selengkapnya tentang produk yang akan diajukan. Jika informasi
sudah lengkap, mulailah Pak Ahmad memenuhi semua persyaratan
yang diminta oleh Bank Syariah XY dan kemudian menyerahkannya
ke Bank tersebut. Berikutnya Bank akan melakukan penilaian
terhadap kelayakan nasabah memanfaat produk itu sesuai standart
operasional procedure (SOP) yang berlaku pada Bank Syariah XY.
Jika dinyatakan layak oleh Bank Syariah XY, maka kemudian masuk
langkah berikutnya yakni penanda tanganan akad dan diteruskan
dengan pencairan/penyaluran dana sesuai kesepakatan. Dana yang
sudah dicairkan langsung digunakan oleh Pak Ahmad untuk membuka
usaha bengkel.
Dalam kasus ini telah diketahui:
Pokok Pinjaman = Rp 60 juta
Jangka waktu = 5 tahun (60 bulan)
Bagi hasil = 60 : 40 (60 % untuk pengelola
dan 40% untuk bank)
Keuntungan bulan ke dua = Rp 8 juta
Sebelum mencari bagi hasil perlu terlebih dahulu dihitung
kewajiban pokok dari pokok pinjaman yang mesti dikeluarkan Pak
Ahmad per bulannya, adapun kewajiban pokoknya adalah:
= Rp 60 juta / 60 bulan
= Rp 1.000.000 / bulan
Jika keuntungan pada bulan ke-2 sebesar Rp 8.000.000, maka
sebelum dibagi hasil Pak Ahmad mesti menyisihkan terlebih dahulu
untuk pokok pinjaman sebesar Rp 1.000.000,-. Setelah itu barulah
dibagi hasil sesuai kesepakatan nisbah. Adapun bagi hasilnya adalah:

Produk-produk Pembiayaan | 55
Jumlah keuntungan bulan ke-2 = Rp 8.000.000 – Rp 1.000.000
= Rp 7.000.000,-
Bagi hasil untuk pengelola = 60 % x Rp 7.000.000
= Rp 4.200.000,-
Bagi hasil untuk Bank syariah XY = 40% x Rp 7.000.000
= Rp 2.800.000,-
Jadi total pembayaran yang mesti dibayar Pak Ahmad pada bulan
ke-2 tersebut adalah
= Pokok Pinjaman + bagi hasil
= Rp 1.000.000 + Rp 2.800.000
= Rp 3.800.000,-
2. Musyarokah
Secara etimologis Musyarokah atau Syirkah berarti ikhtilath
(percampuran), yakni bercampurnya suatu harta dengan harta lain,
sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Secara terminology
musyarokah akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.23
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah Bank
Indonesia menjelaskan musyarakah berarti saling bekerja sama,
berkongsi, berserikat, bermitra (cooperation, patnership). Sedang
secara istilah musyarokah adalah pembiayaan berdasarkan akas
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang
disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar
partisipasi modal yang disertakan dalam usaha. Dalam aplikasi
perbankan syariah pembiayaan musyarakah digunakan untuk modal
kerja atau investasi, dimana dana dari bank merupakan pertisipasi

23 Muhammad Syafe’i Antonio, op.cit, hlm. 143

56 | Produk-produk Pembiayaan
modal bank dalam usaha yang dikelola oleh nasabah, dan bank
berhak ikut serta dalam mengelola usaha.24
Musyarokah digunakan oleh ummat Islam untuk sebuah transaksi
perkongsian dalam bisnis. Praktek musyarokah ini diperbolehkan oleh
syariat. Hal ini berdasarkan dalil di bawah :
Firman Allah SWT :

 ……..      ….

Artinya: “…Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga


itu,…”(QS. An Nisa’[4]:12).
Firman Allah QS. Shad [38]: 24:

…‫اْلُلَطَ ِاء ِم َن َكثِْي ًرا َوإِ َّن‬


ْ ‫ض ُه ْم لَيَْبغِ ْي‬ ٍ ‫َو َع ِملُوا َآمنُ ْوا الَّ ِذيْ َن إِالَّ بَ ْع‬
ُ ‫ َعلَى بَ ْع‬،‫ض‬
ِ ‫اِل‬
‫ات‬ ِ َّ ‫…هم ما وقَلِيل‬
َ ‫الص‬ ٌْ َ َ ُْ
Artinya: "…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada
sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal
shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…." (QS. Al Shod [38] : 24).
Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW
berkata:
Artinya: Dari Abu Hurairoh, Rasulullah SAW bersabda,“Allah SWT
berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat
selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika
salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu
Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah. Jakarta:


24

Bank Indonesia,

Produk-produk Pembiayaan | 57
Tindak lanjut dari dalil ini dikeluarkanlah Fatwa DSN MUI
No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarokah. Adapun
ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau
dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan
setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah
dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain
untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah
diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah
dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau
menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal

58 | Produk-produk Pembiayaan
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau
yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset
perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih
dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak
ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar
pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi
kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas
nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-
masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam
kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu
alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara
proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada
jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.

Produk-produk Pembiayaan | 59
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu
diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan
jelas dalam akad.
d. Kerugian. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara
proporsional menurut kepemilikan dana masing-masing dalam
modal.25
Secara akad, Musyarokah dibagi atas 5 macam seperti pada
gambar:

Gambar 2.8
Macam-Macam Akad Musyarokah

Sumber: Modul Training Akad & Produk Bank Syariah

25 Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarokah

60 | Produk-produk Pembiayaan
Keterangan gambar:
1) Syirkah al-’inan. Akad kerja sama antara dua orang atau lebih
dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dan
berpartisipasi dalam kerja serta sepakat untuk berbagi
keuntungan atau kerugian, dimana porsi masing-masing pihak
(baik dalam dana, kerja atau bagi hasil) tidak harus sama.
2) Syirkah Mufawadhah. Kontrak kerja sama antara dua orang
atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi yang sama tentang dana, partisipasi kerja dan
berbagi keuntungan/kerugian dalam jumlah yang sama.
3) Syirkah Abdan atau a’maal. Kontrak kerja sama antara dua
orang/lebih yang meiliki profesi sama untuk menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan tersebut.
4) Syirkah Wujuh. Kontrak kerja sama antara dua orang/lebih
yang sama-sama memiliki keahlian dalam bisnis tampa
modal/uang. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu
perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai,dan
hasilnya mereka saling berbagi keuntungan/kerugian
berdasarkan kontribusi jaminan kepada penyuplai. 26
5) Syirkah mudharobah. Penjelasan tentang mudharobah seperti
yang telah dijelaskan pada bagian a.

26 Nurul Huda & Mohamad Heykel, op.cit, hlm., 67

Produk-produk Pembiayaan | 61
Gambar 2.9
Pokok-Pokok Syirkah

Sumber: diambil dari berbagai sumber


Alur transaksi Musyarakah dapat dilihat dalam ilustrasi gambar
berikut:

Gambar 2.10
Skema Musyarokah
Laba

Nisbah : 80% Nisbah : 20%

Modal Syirkah : 70% Modal Syirkah : 30%

SYIRKAH
ENTITAS SYARIAH NASABAH
( Mitra Pasif ) ( Mitra Aktif )
Rugi

Proposional Modal : 70% Proporsional Modal : 30%

Penjualan / pemindahan kepesertaan secara Pembelian secara bertahap kepesertaan


bertahap kepada nasabah / mitra aktif Lembaga Keuangan Syariah / Mitra pasif

62 | Produk-produk Pembiayaan
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Dalam suatu proyek, sesuai kesepakatan Bank Syariah akan
menyerahkan modal sebesar 70 % dari nilai proyeknya dan
nasabah memberikan kontribusi modal sebesar 30% dari nilai
proyek. Pada prinsipnya dalam usaha ini, masing-masing
pemodal, baik Bank Syariah maupun nasabah melakukan
pengelolaan usaha secara bersama-sama. Apakah haknya
dipergunakan atau tidak merupakan haknya masing-masing
pemodal. Jika pemodal tidak mempergunakan haknya untuk
ikut mengelola usaha (hanya setor modal saja), ini yang
disebut dengan mitra pasif. Sedangkan pemodal selain
memberikan kontribusi modal juga mengelola usaha, disebut
dengan mitra pasif.
2) Pembagian hasil usaha dilakukan sesuai nisbah yang
disepakati diawal akad. Besarnya nisbah tidak harus sama
dengan besarnya kontribusi modal yang diberikan dalam
usaha tersebut, karena dimungkinkan pemodal / mitra yang
satu memiliki keahlian lebih dibandingkan yang lain.
Sedangkan kerugian yang dialami dalam usaha tersebut
dibagi kepada masing-masing mitra / pemodal sesuai
besarnya kontribusi modal yang diserahkan dalam usaha
tersebut. Dalam contoh diatas kerugian ditanggung oleh Bank
Syariah sebesar 70% dan ditanggung oleh nasabah sebesar
30%
3. Pengembalian modal musyarakah dilakukan sesuai
kesepakatan. Jika salah satu mitra / pemodal melakukan
sebagian modal musyarakah kepada mitra / pemodal yang
lain secara bertahap sehingga pada akhir akad seluruh
kepemilikan modal musyarakah menjadi milik salah satu
mitra, disebut dengan musyarakah menurun. Jika porsi modal
tetap sampai berakhirnya akad musyarokah disebut dengan
musyarokah permanen.
Musyarokah dapat dibedakan dua jenis yaitu:

Produk-produk Pembiayaan | 63
a) Musyarokah permanen adalah musyarokah dengan ketentuan
bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan
jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Contoh penerapan
musyarokah permanen pada perbankan syariah seperti di
bawah:
Pak Usman seorang pengusaha yang akan melaksanakan
suatu proyek. Proyek itu membutuh biaya sebesar Rp 100
juta dan Pak Usman hanya memiliki dana sebesar Rp 50 juta
atau 50 % dari modal. Untuk menutupi kekurangan modal Pak
Usman pergi ke Bank Syariah. Pembayaran utang ke bank
dilakukan setelah proyek berakhir, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
Jika keuntungan proyek diasumsikan Rp 20 juta dan nisbah
yang disepakati sesuai porsi modal masing-masing. Maka
pada kahir proyek Pak Usman mengembalikan modal sebesar
Rp 50 juta (dana pinjaman ke bank) ditambah bagi hasil
sebesar Rp 10 juta (Rp 20 juta x 50 %).
b) Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah
musyarakah dengan ketentuan bagian dana mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga
bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
tersebut.
Sedangkan musyarokah mutanaqishah dalam penerapannya
harus sesuai dengan ketetapan yang telah dikeluarkan DSN MUI
No.73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarokah Mutanaqishah. Adapun
ketentunannya sebagai berikut27:
Pertama : Ketentuan Umum

Fatwa
27 DSN MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarokah
Mutanaqishah

64 | Produk-produk Pembiayaan
a. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah
yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu
pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh pihak lainnya;
b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad
syirkah (musyarakah).
c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah yang bersifat musya’.
d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat
ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Kedua : Ketentuan Hukum
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Ketiga : Ketentuan Akad
1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad
Musyarakah/ Syirkah dan Bai’ (jual-beli).
2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum
sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para
mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:
a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan
kesepakatan pada saat akad.
b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang
disepakati pada saat akad.
c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.
3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama
(syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya
secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib
membelinya.

Produk-produk Pembiayaan | 65
4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilaksanakan sesuai kesepakatan.
5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS
beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
Keempat : Ketentuan Khusus
1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada
syarik atau pihak lain.
2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik
(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah
yang disepakati.
3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad,
sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi
kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para
syarik.
4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset musyarakah
syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik
(nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
5. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama
sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban
pembeli.
Penerapan fatwa tersebut di atas dalam KPR syariah yang
mempergunakan akad musyarakah mutanaqisah dapat digambarkan
sebagai berikut:

66 | Produk-produk Pembiayaan
Gambar 2.11
Musyarokah Mutanaqishah KPR Syariah
Musyarakah Mutanaqisah – KPR Syariah
Musyarakah Mutanaqisah

2a. Nisbah Bank Syariah (mitra 1) : 60% 2b. Nisbah nasabah (mitra 2) : 40%

1a. Penyertaan modal 1b. Penyertaan modal


50% = Rp. 60 juta 50% = Rp. 60 juta

Rp. 120 juta


BANK SYARIAH NASABAH
(MITRA – 1) (MITRA – 2)
4. Pembayaran porsi modal bank syariah (mitra 1) dari nasabah (mitra 2) sebesar Rp. 960.000
(pendapatan nasabah)

Perhitungan pembagian hasil usaha 3. Pihak lain menyewa Rp. 2,4 juta per bulan
Harga sewa Rp. 2.400.000,--
HPP sewa Rp. -----
Ijarah

----------------------
Pendapatan neto ijarah Rp. 2.400.000,--
Oleh karena sebagai penyewanya adalah nasabah sebagai mitra
musyarakah sendiri (mitra 2), maka penyusutan sebagai harga pokok
Pembagian hasil usaha:
ijarah (sewa) tidak diperhitungkan karena bank syariah sebagai mitra
Bank syariah : 60% x Rp. 2.400.000,-- = Rp. 1.1440.000,--
1 tidak meminta kembali aset yang telah disewa oleh nasabah
Nasabah : 40% x Rp. 2.400.000,-- = Rp. 960.000,--

Sumber : Modul Training Sertifikasi Financial Officer

Keterangan gambar:
1. Antara Bank syariah dengan Nasabah sepakat untuk memilik
rumah yang dibeli bersama seharga Rp. 120.000.000,-
dimana bank syariah memiliki kontribusi modal sebesar 50%
yaitu Rp.60.000.000,- dan nasabah memiliki kontribusi modal
50% sebesar Rp.60.000.000,-
2. Rumah tersebut disewakan sebesar Rp. 2.400.000,- pertahun
dan hasil sewa dibagi dengan pembagian hasil usaha
(nisbah) sebesar 60% untuk bank syariah sebagai mitra 1 dan
40 % untuk nasabah sebagai mitra 2. Dalam perhitungan
harga sewa ini tidak perhitungan penyusutan sebagai harga
pokok karena sebagai penyewa adalah nasabahnya sendiri

Produk-produk Pembiayaan | 67
dan bank syariah tidak menerima kembali objek ijarah
tersebut.
3. Dari pendapatan sewa tersebut berarti bank syariah
mendapat hasil 60% x Rp. 2.400.000,- = Rp. 1.440.000,-
sedangkan nasabah memperoleh hasil 40% x Rp. 2.400.000,-
= Rp.960.000,-
4. Pendapatan nasabah sebesar Rp. 960.000,- tersebut
dipergunakan untuk pengembalian modal bank syariah pada
rumah tersebut, sehingga sampai periode tertentu seluruh
modal bank syariah sudah pindah ke nasabah.
Sedangkan untuk property bisnis, dimana rumah tersebut
disewakan kepada pihak lain dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.12
Skema Musyarokah Mutanaqishah Properti Bisnis
Musyarakah Mutanaqisah – properti bisnis
Musyarakah Mutanaqisah

2a. Nisbah Bank Syariah (mitra 1) : 60% 2b. Nisbah nasabah (mitra 2) : 40%

1a. Penyertaan modal 1b. Penyertaan modal


50% = Rp. 60 juta 50% = Rp. 60 juta

Rp. 120 juta


BANK SYARIAH AMIRULLAH
(MITRA – 1) (MITRA – 2)
4. Pembayaran porsi modal bank syariah (mitra 1) dari nasabah (mitra 2) sebesar Rp. 160.000
(pendapatan nasabah)

3. Pihak lain menyewa Rp. 2,4 juta per bulan

Perhitungan pembagian hasil usaha


Harga sewa Rp. 2.400.000,--
Harga perolehan Rp. 120.000.000,-
Ijarah

HPP sewa Rp. 2.000.000,--


Masa sewa IMBT 5 tahun
----------------------
Penyusutan per thn Rp. 24.000.000 per thn
Pendapatan neto ijarah Rp. 400.000,--
Rp. 2.000.000 per bulan
Pembagian hasil usaha:
Return 20%
Bank syariah : 60% x Rp. 400.000,-- = Rp. 240.000,--
Harga sewa 24 jt + 4,8 jt = 28,8 juta / thn
Amirulllas : 40% x Rp. 400.000,-- = Rp. 160.000,--
2,4 juta per bulan

Sumber : Modul Training Sertifikasi Financial Officer


Penjelasan gambar di atas sama dengan penjelasan gambar 2.12
hanya terdapat perbedaan dalam menentukan harga sewa
(pendapatan neto ijarah) yang akan memperngaruhi pendapatan

68 | Produk-produk Pembiayaan
nasabah dan membawa dampak pada pengembalian modal bank
syariah dari nasabah.
Selain itu ada juga akad mudharobah menyatu dengan
musyarokah atau dikenal dengan akad mudharobah musytarokah.
Pembiayaan dengan menggunakan Akad Mudharabah Musytarakah
ini telah dilegalisasi melalui Fatwa DSN MUI No. 50/DSN-MUI/III/2006
tentang Mudharabah Musytarakah. Adapun ketentuan pokoknya
diantaranya :
Pertama : Ketentuan Umum
Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di
mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam
kerjasama investasi tersebut.
Kedua : Ketentuan Hukum
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh LKS, karena
merupakan bagian dari hukum Mudharabah.
Ketiga : Ketentuan Akad
(1) Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah,
yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad
Musyarakah.
(2) LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya
dalam investasi bersama nasabah.
(3) LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik)
memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal
yang disertakan.
(4) Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai
musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan
nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Produk-produk Pembiayaan | 69
(5) Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik
menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang
disertakan.28

C. Pembiayaan Sewa
1. Ijaroh
Ijaroh adalah akad penyediaan dana dalam rangkan pemindahan
hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan
transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.29 Transaksi ijaroh diperboleh, hal ini berdasarkan dalil
berikut:
Firman Allah SWT :

،‫اِلَيَاةِ الدُّنْيَا‬
ْ ‫ ََْن ُن قَ َس ْمنَا بَْي نَ ُه ْم َمعِْي َشتَ ُه ْم ِِف‬،‫ك‬َ ِّ‫ت َرب‬ ِ
َ َ‫أ َُه ْم يَ ْقس ُم ْو َن َر ْْح‬
ِ ِ ٍ
ُ َ‫ َوَر ْْح‬،‫ضا ُس ْخ ِريًّا‬
‫ت‬ ً ‫ض ُه ْم بَ ْع‬ُ ‫ض َد َر َجات ليَتَّخ َذ بَ ْع‬ ٍ ‫ض ُه ْم فَ ْو َق بَ ْع‬ َ ‫َوَرفَ ْعنَا بَ ْع‬
.‫ك َخْي ٌر ِِمَّا ََْي َمعُ ْو َن‬ َ ِّ‫َرب‬
Artinya:“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan
sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS.
al-Zukhruf [43]: 32)

‫اح َعلَْي ُك ْم إِذَا َسلَّ ْمتُ ْم َماآتَْيتُ ْم‬ ِ ِ


َ َ‫وإ ْن أ ََرْد ُُْت أَ ْن تَ ْستَ ْرضعُ ْوا أ َْوالَ َد ُك ْم فَالَ ُجن‬...
َ
ِ ‫َن اهلل ِِبَاتَعملُو َن ب‬ ِ ِ
.‫صْي ٌر‬ َ ْ َ ْ َ َّ ‫ َو ْاعلَ ُم ْوا أ‬،َ‫ َواتَّ ُقوا اهلل‬،‫بالْ َم ْع ُرْوف‬

Fatwa DSN MUI No. 50/DSN-MUI/III/2003 Tentang Pembiayaan Mudharobah


28

Mustaraqah
29 Booklet Perbankan Indonesia, 2012, hlm., 130

70 | Produk-produk Pembiayaan
Artinya:“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Baqarah [2]: 233).

.‫ْي‬ ِ ُّ ‫ إِ َّن خي ر م ِن استَأْجرت الْ َق ِو‬،‫ت استَأْ ِجره‬


ِ ُ ‫ت إِ ْح َد‬
ُ ْ ‫ي اْألَم‬ َ َْ ْ َ ََْ ُ ْ ْ َ‫اُهَا يَآأَب‬ ْ َ‫قَال‬
Artinya:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku!
Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. al-
Qashash [28]: 26).
Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

َّ ‫أ َْعطُوا اْأل َِجْي َر أَ ْجَرهُ قَ ْب َل أَ ْن ََِي‬


.ُ‫ف َعَرقُه‬
Artinya: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya
kering.”(HR.Ibnu Majah)
Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-
Khudri, Nabi SAW bersabda:
ِ ِ
ْ ‫َم ِن‬
ْ ‫استَأْ َجَر أَجْي ًرا فَ ْليُ ْعل ْمهُ أ‬
.ُ‫َجَره‬
Artinya: “Barang siapa mempekerjakan pekerja, bayarlah
upahnya.”(HR. Abdurrazak).
Hadis riwayat Abu Daud dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:

‫ فَنَ َهانَا‬،‫اسعِ َد بِالْ َم ِاء ِمْن َها‬ َّ ‫الس َواقِ ْي ِم َن‬


َ ‫الزْرِع َوَم‬ َّ ‫ض ِِبَا َعلَى‬
َ ‫ُكنَّا نُ ْك ِري اْأل َْر‬
‫ب أ َْو‬ٍ ‫ك وأ ََمرنَا أَ ْن نُ ْك ِريَ َها بِ َذ َه‬ ِ َّ ِِ ِ َّ َ ِ‫َر ُس ْو ُل اهلل‬
َ َ َ ‫صلى اهللُ َعلَْيه َوآله َو َسل َم َع ْن َذل‬
.‫فِض ٍَّة‬
Artinya:“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil
pertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut

Produk-produk Pembiayaan | 71
dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau
perak.”(HR. Abu Daud)
Rukun Ijarah adalah sebagai berikut :
a. Penyewa (lessee /musta’jir)
b. Pemilik Obyek Sewa (lessor /mu’ajjir)
c. Aset atau obyek sewa (ma’jur)
d. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
e. Ijab Qabul atau sighot ijaroh
Syarat-syarat Ijarah adalah sebagai berikut:
a. Pihak yang terlibat harus saling ridha
b. Aset / obyek sewa ada manfaatnya :
(1). Manfaat tersebut dibenarkan agama / halal
(2). Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur /
diperhitungkan
(3). Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang
menyewa
(4). Aset atau Obyek Sewa wajib dibeli Pemilik Obyek Sewa
(lessor)
Dalam Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Ijarah dijelaskan ketentuan-ketentuan Ijarah sebagai berikut30:
Pertama : Ketentuan Obyek Ijarah, diantaranya:
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang
dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.

30 Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah

72 | Produk-produk Pembiayaan
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syari’ah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan
mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah
kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang
dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa
dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari
jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Kedua : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah,
yaitu;
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang
disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya
sesuai kontrak.

Produk-produk Pembiayaan | 73
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya
ringan (tidak materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran
dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena
kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Dalam Ijarah dimungkinkan untuk melakukan review atau
perubahan Ujroh (harga sewa), hal ini sesuai dengan Fatwa DSN No.
56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga
Keuangan Syariah yang mengatur sebagai berikut31:
Pertama : Ketentuan Umum. Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa
(ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang
itu sendiri.
b. Review Ujrah adalah peninjauan kembali terhadap besarnya
ujrah dalam akad Ijarah antara LKS dengan nasabah setelah
periode tertentu.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang
melakukan akad Ijarah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Terjadi perubahan periode akad Ijarah
b. Ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan
review, maka akan timbul kerugian bagi salah satu pihak
c. Disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Review atas besaran ujrah setelah periode tertentu:

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan


31

Review Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syariah

74 | Produk-produk Pembiayaan
a. Ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad
Ijarah tidak boleh dinaikkan
b. Besaran ujrah boleh ditinjau ulang untuk periode
berikutnya dengan cara yang diketahui dengan jelas
(formula tertentu) oleh kedua belah pihak
c. Peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu
tertentu harus disepakati kedua pihak sebelumnya dan
disebutkan dalam akad.
d. Dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk
periode akad pertama harus dijelaskan jumlahnya. Untuk
periode akad berikutnya boleh berdasarkan rumusan
yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan
perselisihan.
Skema penerapan ijaroh pada perbankan syariah sebagi berikut:

Gambar 2.13
Skema Ijaroh

Produk-produk Pembiayaan | 75
Contoh produk yang tersedia di perbankan syariah untuk akad
ijaroh adalah Safe Deposit Box (SDB). Produk SDB, bank sebagai
penyedia dan pemilik asset objek yang disewakan, dan nasabah
sebagai penyewa/pengguna manfaat dari asset tersebut. SDB
merupakan usaha penyewaan tempat penitipan surat-surat berharga
atau benda-benda berharga. Adapun pelaksanaan SDB mengacu
kepada ketentuan Fatwa DSN No. 24/DSN-MUI/III/2002 Tentang
SDB. Ketentuannya sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat dan karakternya, Safe Deposit Box
dilakukan dengan menggunakan akad Ijarah (sewa).
2. Rukun dan syarat Ijarah dalam praktek SDB merujuk pada
fatwa DSN No.9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
3. Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB adalah
barang yang berharga yang tidak diharamkan dan tidak
dilarang oleh negara.
4. Besar biaya sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Hak dan kewajiban pemberi sewa dan penyewa ditentukan
berdasarkan kesepakatan sepanjang tidak bertentangan
dengan rukun dan syarat Ijarah.32
Pengertian Safe Deposit Box (SDB)
Layanan Safe Deposit Box (SDB) adalah jasa penyewaan kotak
penyimpanan harta atau surat-surat berharga yang dirancang secara
khusus dari bahan baja dan ditempatkan dalam ruang khasanah yang
kokoh dan tahan api untuk menjaga keamanan barang yang disimpan
dan memberikan rasa aman bagi penggunanya.33 Biasanya barang
yang disimpan di dalam SDB adalah barang yang bernilai tinggi
misalnya sertifikat-sertifikat, saham, obligasi, surat perjanjian, dan

32
Fatwa DSN No. 24/DSN-MUI/III/2002 Tentang Safe Deposite Box
33Safe Deposit Box, http://gomgomrevolution.blogspot.co.id/2013/07/33-
pengertian-safe-deposit-box.html, download tanggal 9 juni 2017.

76 | Produk-produk Pembiayaan
lain-lain. Jika barang-barang tersebut disimpan di rumah ada ke
khawatiran bagi pemiliknya akan terjadi resiko kehilangan.
Beberapa keuntungan dari SDB diantaranya :
a. Aman, ruang penyimpanan yang kokoh dilengkapi dengan
sistem keamanan terus menerus selama 24 jam. Untuk
membukanya diperlukan kunci dari penyewa dan kunci dari
bank.
b. Fleksibel, tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan
kebutuhan penyewa baik bagi penyewa perorangan maupun
badan.
c. Mudah, persyaratan sewa cukup dengan membuka tabungan
atau giro (ada bank yang tidak mensyaratkan hal tersebut,
namun mengenakan tarif yang berbeda).
SDB memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari kategori kecil,
sedang, besar, dan ukuran ekstra. Biaya sewa tergantung dari ukuran
box yang digunakan nasabah, selain itu nasabah akan dikenakan
biaya jaminan kunci yang bertujuan agar nasabah berhati-hati dalam
menyimpan kunci SDB tersebut. Berikut contoh gambar box
penyewaan SDB:

Gambar 2.14
Contoh Penyewaan Tempat SDB

Produk-produk Pembiayaan | 77
2. Ijaroh Muntahiya Bit-Tamlik (IMBT)
Ijarah Muntahia Bit-tamlik (IMBT) adalah sewa yang diakhiri
dengan pemindahan kepemilikan barang atau sejenis perpaduan
antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Dalam
PSAK 107 (ED) tentang Akuntansi Ijarah memberikan pengertian
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik (IMBT) adalah ijarah dengan wa’ad
perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu.34
Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik
kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bit-tamlik, dilakukan jika
seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyek ijarah telah
diserahkan kepada penyewa dengan cara :
(i) Hibah
(ii) Penjualan sebelum akad berakhir
(iii) Penjualan pada akhir masa Ijarah; atau
(iv) Penjualan secara bertahap
Ketentuan tentang Ijarah Muntahiyah Bit-tamlik diatur dalam
Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiyah
Bit-Tamlik yang mengatur sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
Akad Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik boleh dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah
(Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam
akad Ijarah Muntahiyah bit-Tamlik
2. Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiyah bit-Tamlik
harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad

34 PSAK 107 (ED) tentang Akuntansi Ijarah

78 | Produk-produk Pembiayaan
Kedua : Ketentuan tentang Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik
1. Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiah bit-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya
dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad
Ijarah adalah wa'd, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila
janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.35
Kententuan ijaroh dan IMBT di atas dapat dijabarkan
sebagaimana dalam gambar di bawah:

Gambar 2.15
Hubungan Harga dengan Sewa dalam Ijaroh

Dari gambar dapat dijelaskan bahwa :

35Fatwa DSN MUI No.27/DSN-MUI/III/2003 Tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi


Al-Tamlik

Produk-produk Pembiayaan | 79
1). Sesuai ketentuan fatwa tersebut di atas, dalam jual beli
terkandung beberapa harga yaitu :
a. Harga jual, yang merupakan penjumlahan harga pokok
ditambah keuntungan
b. Harga pokok yang dalam jual beli dijabarkan menjadi
seluruh kas atau setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset hingga aset tersebut pada suatu
tempat yang siap untuk dipergunakan atau
diperdagangkan.
Dengan adanya pengertian tersebut berarti dalam Ijarah
terkandung pula dua harga yaitu:
a. Harga jual atau harga sewa, yaitu suatu harga tertentu
yang merupakan penjumlahan dari harga pokok sewa
ditambah keuntungan yang disepakati. Harga sewa
inilah yang dibayar oleh penyewa atau penggunaan
manfaat.
b. Harga pokok obyek sewa, yaitu sesuatu yang telah
dikeluarkan sehubungan dengan obyek sewa tersebut
antara lain beban penyusutan (akibat dari pengurangan
nilai Aktiva Ijarah) dan beban pemeliharaan.
2). Harga pokok obyek Ijarah
Dalam transaksi Ijarah Bank Syariah sebagai pihak yang
menyewakan, harus memiliki dan menguasai obyek Ijarah.
Tidak seluruh harga pokok Ijarah tersebut dibebankan
sekaligus kepada penyewa, karena penyewa hanya
memperoleh manfaat sesuai jangka waktu sewanya. Harga
pokok dari harga sewa adalah biaya penyusutan dari obyek
ijarah sesuai dengan masa ekonomis manfaat obyek ijarah.
Masa ekonomis Ijarah berkaitan dengan biaya penyusutan
diatur sebagai berikut:
a. Ijarah sesuai kebijakan bank

80 | Produk-produk Pembiayaan
b. Ijarah Muntahiyah Bitamlik sesuai masa sewanya.
Penerapan IMBT pada perbankan syariah dapat dilihat dari skema
di bawah:

Gambar 2.16
Skema IMBT

Keterangan gambar :
1) Pertama Nasabah mendatangi bank untuk mengajukan
pembiayaan sewa dan menjelaskan kepada bank bahwa
suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia ingin
memiliki objek sewa. Setelah melakukan penelitian, bank
setuju akan menyewakan asset itu kepada nasabah.
2) Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu memiliki asset
tersebut. Bank membeli atau menyewa asset yang dibutuhkan
nasabah.
3) Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk
jangka waktu tertentu dan menyerahkan atau mengirim asset
itu untuk dimanfaatkan.
4) Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya
sesuai dengan kesepakatan. Bank melakukan penyusutan

Produk-produk Pembiayaan | 81
terhadap asset. Biaya penyusutan dibebankan kepada
laporan laba rugi.
5) Di tengah atau di akhir masa sewa, bank dan nasabah dapat
melakukan pemindahan kepemilikan asset tersebut secara
jual beli cicilan. Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa
sewa, akadnya dilakukan secara hibah.
Contoh kasus penerapan oleh Bank Syariah :
Bank Syariah memiliki mobil dengan harga perolehan Rp. 180 juta
per buah. Kebijakan penyusutan aktiva tetap untuk jenis mobil itu
ditetapkan masa ekonomis selama 5 tahun. Bank Syariah ingin
menyewakan mobil tersebut dengan return setara 20%.
1). Jika bank syariah menyewakan dengan akad Ijarah (tanpa
opsi pemindahan kepemilikan) maka bank syariah melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a). Bank memiliki kebijakan untuk mobil ini penyusutanya
dilakukan untuk masa 5 tahun, sehingga beban
penyusutan per tahun adalah :
= (Rp 180.000.000,- – 0 ) / 5 tahun
= Rp 36.000.000,- / tahun
b). Seperti dijelaskan bahwa beban penyusutan merupakan
harga pokok sewa. Oleh karena itu perhitungan harga
sewa (harga jual sewa) sama yang dilakukan dalam jual
beli, yaitu harga pokok ditambah keuntungan, sehingga
perhitungan harga sewa untuk penyewa adalah sebagai
berikut:
Harga pokok sewa Rp 36.000.000,-
Return 20% Rp 7.200.000,-
--------------------- +
Harga sewa / tahun Rp 42.200.000,-
c) Dalam Ijarah hasil usaha yang akan dibagikan kepada
pemodal (diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha)

82 | Produk-produk Pembiayaan
adalah keuntungan sewa dimana dalam Ijarah disebut
”Pendapatan neto Ijarah” dengan perhitungan sebagai
berikut:
Harga sewa Rp 42.200.000,-
Harga pokok sewa Rp 36.000.000,-
---------------------- -
Pendapatan Neto Ijarah Rp. 7.200.000,-
2). Jika bank syariah menyewakan dengan akad Ijarah Muntahia
Bit-tamlik (dengan opsi pemindahan kepemilikan) maka bank
syariah melakukan hal-hal sebagai berikut:
a). Dalam IMBT karena masa sewanya hanya 2 tahun maka
masa penyusutan dihitung untuk masa 2 tahun. Dengan
demikian perhitungan beban penyusutan pertahun adalah
sebagai berikut:
= (Rp 180.000.000 – 0 ) / 2
= Rp 90.000.000,-
b). Harga sewa IMBT
Harga pokok sewa Rp 90.000.000,-
Return 20% Rp 18.000.000,-
-------------------- +
Harga sewa / tahun Rp 108.000.000,-
c). Pendapatan pemodal (dalam pembagian hasil usaha)
Harga sewa Rp 108.000.000,-
Harga pokok sewa Rp 90.000.000,-
---------------------- +
Pendapatan Neto Ijarah Rp 18.000.000,-

Produk-produk Pembiayaan | 83
BAB 3
KEBIJAKAN DAN PENYELESAIAN
PEMBIAYAAN BERMASALAH

A. Kebijakan Pembiayaan dan Penyusunan Kebijakan


Pembiayaan
Sebelum lembaga perbankan baik syariah maupun konvensional
menyalurkan pembiayaan kepada nasabah, terlebih dahulu perbankan
yang bersangkutan menyusun ketentuan - ketentuan dalam
pembiayaan. Ketentuan - ketentuan itu dituangkan dalam bentuk buku
kebijakan pembiayaan atau buku kebijakan kredit. Buku kebijakan
pembiayaan berisi tentang petunjuk teknis pembiayaan, mulai dari
proses awal inisiasi pembiayaan sampai pengikatan kontrak dan
pengawasan terhadap nasabah yang sudah terikat kontrak perjanjian
kredit.
Buku kebijakan pembiayaan merupakan “kitab suci” bagi pelaku
perbankan. Setiap akan menyalurkan pembiayaan harus disesuaikan
dengan peraturan yang tertera dalam buku kebijkan tersebut. Tidak
diperbolehkan menyalurkan pembiayaan yang keluar dari petunjuk
teknis. Jika ada yang luput dari ketentuan yang ada dalam buku
kebijakan pembiayaan yang disebabkan oleh kondisional daerah
calon nasabah atau karena ada perubahan peraturan pemerintah,
atau karena ada kasus-kasus khusus, maka manajemen yang
berwenang akan mengeluarkan memo berupa peraturan terkait hal
yang belum diatur dalam buku kebajikan pembiayaan.
Karena buku kebijakan pembiayaan adalah petunjuk dalam
menyalurkan pembiayaan, maka dituntut kebijakan-kebijakan yang
mengatur pembiayaan diupayakan disusun sesempurna mungkin.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 84


Hal-hal yang luput dari ketentuan kemudian dimasukan kedalam
ketentuan ketika melakukan revisi berkala terhadap buku kebijakan
pembiayaan. Revisi secara berkala diperlukan untuk mengakomodir
setiap perubahan-perubahan keadaan ekonomi yang sedang berjalan
atau terjadi perubahan manajemen yang membuat terjadi pula
perubahan focus dalam penyaluran pembiayaan.
Perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perubahan kondisi
ekonomi atau terjadi perubahan focus pembiyaan perusahaan
merupakan keniscayaan yang tidak bisa dihindarkan oleh perbankan.
Perubahan perekonomian beriringan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi khususnya dalam
dunia telekomunikasi seakan tidak dapat dibendung. Berbagai vitur
dan aplikasi bermunculan bak cendawan tumbuh. Semua vitur dan
aplikasi itu bermuara pada semakin dimanjakannya para pengguna
telekomunikasi dalam melakukan berbagai aktifitas kehidupan.
Kemudahan-kemudahan dalam melakukan berbagai aktifitas tentu
akan mendorong perubahan gaya dan pola prilaku masyarakat dalam
melakukan kegiatan ekonomi. Perubahan pola dan prilaku ekonomi
mesti harus diiringi oleh pelaku perbankan dengan cara melakukan
perubahan-perubahan kebijakan pembiayaan yang dijadikan rujukan
dalam penyaluran pembiayaan. Hal ini diperlukan untuk membuka
ruang baru dalam mengakomodir peluang baru dalam penyaluran
pembiayaan.
Disamping itu perubahan kebijakan pembiayaan juga diperlukan
dalam rangka membendung resiko-resiko pembiayaan yang mungkin
muncul sebagai akibat kemajuan teknologi. Setiap pembiayaan yang
diberikan mengandung resiko, sehingga pelaksanaan pemberian
pembiayaan mesti harus memperhatikan asas-asas pembiayaan yang
sehat. Pembiayaan yang sehat didahului oleh kebijakan pembiayaan
yang jelas. Kejelasan ketentuan pembiayaan akan melahirkan
pembiayaan-pembiayaan yang berkualitas, profit, dan jauh dari resiko
pembiayaan.

85 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Kebijakan pembiayaan yang jelas dan baik, minimal mengandung
beberapa pembahasan, diantaranya:
a. Prinsip kehatian-hatian pembiayaan.
b. Organisasi dan manajemen pembiayaan
c. Kebijakan persetujuan pembiayaan
d. Dokumentasi dan administrasi
e. Pengawasan pembiayaan
f. Penyelesaian pembiayaan bermasalah.1
Selain bagian-bagian di atas, kebijakan pembiayaan mencakup
prosedur pemberian pembiayaan mulai dari inisiasi awal, proses
review dan verifikasi, persetujuan pembiayaan, pencairan dan
pengawasan terhadap nasabah pembiayaan serta pelunasan. Lebih
lengkapnya dalam kebijakan pembiayaan prosedur pembiayaan
seperti di bawah:

Gambar 3.1
Alur Pemberian Pembiayaan

Sumber: diolah dari berbagai sumber

1 Veithzal Rivai, Prof. Dr, H., MBA., 2008. Islamic Financial Management: Teori,
Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah,
Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Raja Gravindo Persada, cet.1, hlm., 200

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 86


B. Inisiasi Pembiayaan
Inisiasi pembiayaan merupakan langkah awal yang dilakukan oleh
seorang account officer (AO) atau marketing lending bank dalam
pemberian pembiayaan kepada nasabah. Inisiasi awal bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang benar kepada seorang AO dengan
mempertimbangkan prinsip kehati–hatian dan dapat mengidentifikasi
risiko secara dini sehingga menghasilkan kualitas pembiayaan yang
baik dan berkesinambungan.
Pembiayaan yang baik memiliki beberapa prinsip inisiasi yang
harus menjadi perhatian pengelola pembiayaan. Prinsip-prinsip itu
diantaranya:
1) Mendasari setiap fasilitas pembiayaan yang disalurkan
dengan prinsip kehati-hatian.
2) Melakukan prinsip Know Your Customer (KYC) yaitu
mengenal dengan baik reputasi dan karakter calon nasabah.
Sebelum menyalurkan pembiayaan setiap komponen yang
terlibat dalam pemberian pembiayaan mesti memiliki
informasi yang cukup, baik informasi tentang usaha, jaminan
dan latar belakang calon nasabah.
3) Penerapan scoring system atau risk rating yaitu suatu sistem
yang digunakan untuk menilai risiko pembiayaan, sehingga
menghasilkan penilaian (skor) risiko yang dapat dijadikan
sebagai dasar untuk persetujuan pemberian pembiayaan,
tanda peringatan dini, dan perhitungan biaya risiko
pembiayaan.
4) Dalam menilai kelayakan calon nasabah, analisis pembiayaan
dilakukan dengan prinsip profesionalitas. Professionalitas
terlihat dari penerapan kebijakan pembiayaan secara
komprehensif, menjunjung asas-asas pemberian pembiayaan
yang sehat, dan terbebas dari benturan kepentingan.

87 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


5) Four Eye Principle merupakan prinsip dalam proses
pembiayaan yang memisahkan kewenangan di antara unit-
unit yang terlibat dalam proses pembiayaan. Unit-unit tersebut
bersifat independen, masing-masing memiliki kewenangan.
6) Jumlah, jenis, tenor atau jangka waktu pembiayaan, jadwal
pembayaran angsuran dan tujuan pembiayaan harus
disesuaikan dengan profil risiko calon nasabah dan aktivitas
usahanya.
7) Melakukan identifikasi resiko Risk Acceptance Criteria (RAC).
RAC merupakan kriteria-kriteria yang menunjukan suatu
resiko yang mungkin melanda bank. Identifikasi resiko
dilakukan secara dini dan senantiasa memelihara hubungan
yang baik dengan nasabah.
8) Seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas proses pemberian
fasilitas pembiayaan harus mematuhi seluruh kebijakan dan
atau prosedur yang ditentukan perusahaan.
Selain prinsip-prinsip di atas masih ada prinsip-prinsip lain dalam
pembiayaan yang perlu menjadi perhatian perbankan, namun prinsip-
prinsip itu dipakai khusus dalam pembiayaan SME (small medium
enterprise) untuk corporate (perusahaan). Prinsip-prinsip itu adalah:
a. Prinsip one obligor yaitu suatu konsep pemberian keputusan
pembiayaan kepada pemohon pembiayaan perorangan, badan
usaha dan termasuk debitur yang masuk kategori kelompok
peminjam (debitur group). Pengertian pemohon pembiayaan
tersebut juga meliputi seluruh perusahaan maupun perorangan
yang terkait dengan pemohon pembiayaan yang telah
mendapatkan fasilitas pembiayaan atau akan diberikan
pembiayaan secara bersama.
Prinsip one obligor bersandar pada pemikiran bahwa suatu
perusahaan yang tergabung dalam kelompok usaha, resiko
perusahaan dipengaruhi oleh resiko group secara keseluruhan
dan sebaliknya. Untuk itu pembiayaan kepada nasabah

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 88


pembiayaan dalam satu group wajib dikonsulidasikan guna
mengetahui total resiko pembiayaan secara keseluruhan. Salah
satu tujuan one obligor adalah agar fasilitas pembiayaan yang
diberikan tidak melampaui Batas Maksimum Pemberian
Pembiayaan/kredit (BWMP) atau legal lending limit.2
b. Prinsip Konsolidasi Eksposur. Bank perlu memastikan proses
pemberian pembiayaan memperhitungkan kondisi nasabah
secara individual dan bagian dari perusahaan (konsolidasi).
Prinsip konsulidasi eksposur merupakan pendekatan untuk
mengetahui total pembiayaan yang diperoleh nasabah maupun
group nasabah dengan menjumlahkan pembiayaan yang telah
dan akan diberikan bank kepada nasabah pembiayaan maupun
group nasabah pembiayaan tersebut.3
Setelah memahami prinsip-prinsip dalam pemberian pembiayaan,
langkah berikutnya adalah penerapan dalam bentuk inisiasi awal. Baik
buruknya mutu pembiayaan yang disalurkan sangat tergantung dari
langkah pertama, yakni pemetaan dan pembentukan calon nasabah.
Pemetaan dan pembentukan calon nasabah sebetulnya sudah harus
dimulai sebelum rencana pembukaan kantor cabang atau cabang
pembantu atau kantor kas bank syariah yang bersangkutan.
Sebelum suatu bank memuka kantor cabang atau cabang
pembantu terlebih dahulu bank yang bersangkutan akan melakukan
penilaian terhadap calon daerah yang akan dibuka. Penilaian
dilakukan dengan menganalisis potensi pasar, resiko yang mungkin
muncul pada daerah tersebut, dan analisa terhadap competitor yang
sudah ada kantor cabangnya di daerah tersebut. Potensi pasar akan
menjadi penilain utama. Untuk mengetahui potensi pasar tentu
perwakilan bank akan melakukan survey lapangan. Survey dilakukan
dengan mendatangi pihak-pihak yang berkompeten terhadap
perkembangan daerah tersebut, misalnya gubernur, bupati/walikota,

Ikatan Bankir Indonesia, 2014. Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta: PT.
2

Gramedia Pustaka Utama, hlm., 252


3 Ibid

89 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


camat, kelurahan, dan jika memungkinkan sampai ke RT sebagai
pemerintahan terkecil.
Survey dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
perkembangan perekonomian masyarakat, mata pencarian
masyarakat, lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun
koperasi/BMT yang dimanfaatkan masyarakat, prilaku dan budaya
masyarakat serta system kepemilikan lahan yang dimiliki masyarakat.
Survey juga dilakukan dengan menganalisis bank competitor yang
sudah membuka kantor cabang di daerah itu. Apakah banknya
bertumbuh atau tidak bertumbuh, kalau bertumbuh kenapa bisa
tumbuh, atau kalau tidak tumbuh kenapa bisa tidak tumbuh. Informasi-
informasi dari survey kemudian akan dianalisa oleh bank yang
bersangkutan. Analisa bisa dilakukan oleh orang bank sendiri atau
menggunakan jasa dari pihak luar yang lebih kompeten. Hasil
penilaian akan menentukan kemungkinan bank akan membuka kantor
cabang/cabang pembantu.
Jika berdasarkan hasil analisa daerah yang sudah dianalisis layak
dibuka kantor cabang atau cabang pembantu, maka langkah
berikutnya adalah mengurus segala syarat administrasi yang telah di
tetapkan Bank Indonesia (BI). Sambil menunggu izin BI keluar,
langkah pencarian orang yang akan menjalankan roda perbankan di
daerah yang sudah di survey sudah bisa dilakukan. Pencarian orang
sebagusnya lebih diutamakan orang tempatan. Hal ini dengan
mempertimbangkan penguasaan daerah dan kepahaman dia
terhadap budaya masyarakat, atau bisa juga didatangkan dari daerah
lain atau didatangkan dari Kantor Pusat untuk posisi kepala cabang,
tapi untuk posisi yang lain hendaknya diambil dari orang tempatan.
Setelah sumber daya manusia (SDM) yang akan menjalankan
roda perbankan didapatkan, maka berikutnya sambil menunggu izin BI
dan selesainya kantor cabang atau cabang pembantu selesai,
pegawai yang sudah direkrut sudah bisa ditraining. Training
diperlukan dalam rangka penanaman budaya kerja organisasi,
penanaman visi misi organisasi, pembentukan group, kerjasama,

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 90


penjelasan kebijakan pembiayaan yang berlaku pada bank tersebut,
pola kerja dan lain-lain. Sesudah pelatihan diberikan, izin BI didapat
dan kantor sudah ready untuk beroperasi, maka berikutnya masing-
masing karyawan tersebut sudah bisa bekerja sesuai job masing-
masing.
Bagi account officer (AO) marketing lending terutama AO
pembiayaan mikro, sebelum memasarkan produk lending perlu
terlebih dahulu memahami buku kebijakan pembiayaan atau buku
standar operasional prosedur (SOP). Dalam buku kebijakan
pembiayaan biasanya AO Marketing lending diharuskan melakukan
langkah inisiasi awal. Adapun langkah inisiasi awal seperti pada
gambar berikut:

Gambar 3.2
Inisiasi awal

Sumber: Diolah dari berbagai sumber


Inisiasi awal dimulai dengan pemetaan dan pembentukan
nasabah potensial kemudian diteruskan dengan melakukan survey
awal, collect data, dan melakukan verifikasi awal terhadap data yang
sudah dikumpulkan. Berkualitas atau tidaknya pembiayaan yang
disalurkan sangat bergantung pada kemampuan seorang AO
memetakan dan membentuk calon nasabah.

91 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


1. Pemetaan Dan Pembentukan Nasabah Potensial
Pemetaan dan pembentukan calon nasabah dilakukan seperti
pada gambar di bawah:

Gambar 3.3
Pemetaan dan Pembentukan Calon Nasabah

a) Pemetaan dan pembentukan nasabah ideal. Nasabah ideal


dibentuk dengan beberapa langkah diantaranya:
(1) Seorang AO melakukan proses pencarian informasi dan
referensi calon nasabah secara langsung kelapangan.
Informasi didapat dari sumber–sumber yang dapat
dipercaya, misalnya informasi atau referensi dari
komunitas-komunitas, kelompok-kelompok pengajian,
orang perorang dan lain-lain. AO mencantumkan sumber
referensi tentang nasabah dan nomor kontak yang dapat
dihubungi
(2) Melakukan pencarian secara langsung kepada calon
nasabah baik perorangan maupun perusahaan.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 92


(3) Melakukan pemilihan dan pengelompokan nasabah
potensial yang akan berhubungan dengan perbankan
terutama nasabah potensi disalurkan pembiayaan.
(4) Melakukan pemilihan secara selektif atas nasabah yang
telah didapat dengan melihat apakah nasabah yang telah
dipilih memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah
ditetapkan serta memiliki nilai–nilai yang sejalan dengan
nilai–nilai perusahaan perbankan syariah, yaitu nasabah
yang memiliki ciri mempunyai nilai iman dan taqwa, usaha
yang dijalankan tidak bertentangan nilai-nilai keislaman,
memiliki kemampuan dan keahlian yang berkualitas
dalam menjalankan usahanya serta mampu menumbuh
kembangkan usahanya secara berkelanjutan.
b) Setelah mendatangi dan mendapatkan data awal tentang
calon nasabah, maka berikutnya dibuat Target Market Priority
List (TMPL). TMPL merupakan prioritas pasar berdasarkan
potensi dengan tingkat resiko yang paling minim, perputaran
uang yang cepat dan prediksi pengambalian lancar.
c) Langkah berikutnya membuat community scoring matriks
(CSM). CSM merupakan pengelompokan calon nasabah
berdasarkan jenis usaha atau komunitas-komunitas lain,
kemudian diberikan scoring berdasarkan pada aspek pasar,
resiko, dan target pasar yang menjadi prioritas penyaluran
pembiayaan yang telah ditetapkan kantor pusat (KP).
d) Turunan dari TMPL dan CSM adalah Pipeline List calon
nasabah. Pipeline list merupakan daftar calon nasabah
potensial yang sudah akan didatangi untuk ditawari
pembiayaan. Biasanya pipeline list dibuat berdasarkan harian
atau mingguan. Setiap harian atau mingguan nama-nama
calon nasabah tersebut terus di update atau diperbaruan dan
kemudian dikasih tanda mana sudah clear, mana yang perlu
didatangi lagi (follow up) dan mana yang tidak memungkinkan
lagi. Calon nasabah yang tidak memungkinkan lagi untuk di

93 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


follow up dikeluarkan dari pipeline. Data-data dari pipeline list
inilah kemudian yang menjadi prioritas penyaluran
pembiayaan sehingga menghasilkan nasabah potensial.
Setelah mendapatkan calon nasabah potensial, seorang AO
kemudian melakukan evaluasi awal atas informasi calon nasabah
yang bersangkutan, meliputi :
a. Evaluasi kecukupan pemenuhan data awal nasabah, berupa
informasi pribadi nasabah, informasi usaha dan informasi
jaminan.
b. Review kembali apakah nasabah yang akan diproses untuk
diberikan fasilitas pembiayaan telah memenuhi persyaratan
dan ketentuan yang telah ditetapkan; berupa persyaratan atas
nasabah yang bersangkutan, jenis usaha yang dijalankan,
lokasi usaha, lokasi jaminan dan lainnya.
c. Jika terdapat calon nasabah yang belum atau tidak memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan, maka calon
nasabah tersebut tidak dapat atau belum dapat diproses
untuk diberikan fasilitas pembiayaan.
Nasabah potensial yang sudah dikelompokan dan diberi skoring-
skoring kemudian di survey, collect data awal dan verifikasi awal.
Namun sebelum melakukan survey, collect data awal dan verifikasi
awal, seorang AO harus terlebih dahulu memahami sektor-sektor
pembiayaan, jenis produk yang akan ditawarkan dan syarat-syarat
administrasi yang mesti dilengkapi oleh calon nasabah.
Berkenaan dengan sektor-sektor pembiayaan, sebuah bank
syariah maupun bank konvensional biasanya sudah menetapkan
sektor-sektor yang menjadi prioritas pembiayaan. Diantara sektor-
sektor pembiayaan yang dimaksud adalah sebagai berikut;
1) Golongan nasabah. Golongan nasabah bank syariah dapat
diklasifikasikan menjadi;

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 94


a. Wholesale, yaitu kelompok nasabah yang memiliki usaha
dalam bentuk korporasi dan menengah.
b. Retail, adalah kelompok usaha nasabah yang
diklasifikasikan sebagai pengusaha kecil.
2) Valuta, meliputi pembiayaan yang berkaitan dengan aktifitas
valuta domestic maupun asing seperti rupiah dan mata uang
asing.
3) Penggunaan pembiayaan, dilihat dari penggunaan
pembiayaan dapat digunakan untuk;
a. Pembiayaan untuk modal kerja
b. Pembiayaan untuk investasi
c. Pembiayaan untuk konsumtif
4) Skala prioritas pembiayaan dapat dilakukan oleh bank syariah
dalam bentuk pembiayaan program pemerintah dan
pembiayaan komersial.
5) Sektoral, dilihat dari sector yang dibiayai bank syariah, maka
pembiayaan bank syariah dapat mengelompokan sector
ekonomi atas;
a) Pertanian dan perkebunan
b) Pertambangan
c) Perindustrian
d) Property
e) Perdagangan
f) Jasa
g) Dan lain-lain.4

Veithzal Rivai, Prof. Dr, H., MBA dan Ir. H. Arviyan Arifin, 2010. Islamic
4

Banking; Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis Namun Solusi
dalam Mengahadapi Berbagai Persoalan Perbankan dan Ekonomi Global. Jakarta:
Bumi Aksara, cet.1, hlm., 769

95 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Berkaitan dengan jenis produk yang akan ditawarkan, bank
syariah atau institusi pembiayaan lainnya berbeda dalam
penerapannya, tapi sama dalam hal prinsip. Dalam produk
pembiayaan, bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya
akan menawarkan produk-produk sebagai berikut;
1) Pembiayaan jual beli dengan akad murobahah, salam
dan istishna’.
2) Pembiayaan bagi hasil dengan akad mudharobah dan
musyarokah.
3) Pembiayaan sewa menyewa dengan akad ijaroh dan
ijaroh mumtahia bit-thamlig (IMBT).
Keterangan produk-produk di atas telah dibahas pada bab
sebelumnya, dan persyaratan bagi nasabah untuk mengambil produk-
produk tersebut biasanya diatur dalam standar prosedur operasional
(SPO) atau buku kebijakan pembiayaan pada masing-masing
perbankan. Secara umum dalam SPO diatur batasan pembiayaan
mikro dan SME (small medium enterprise) beserta marginnya,
ketentuan biaya awal atau biaya administrasi, biaya asuransi, skema
pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, skema pembayaran
pembiayaan, cara pembayaran pembayaran, dan termasuk ketentuan
denda.
Setelah memahami tentang produk-produk, berikutnya seorang
AO harus tahu syarat-syarat umum dan khusus pembiayaan bank
syariah yang berlaku. Syarat-syarat umum misalnya;
1) Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah
Kesatuan Republik Indonesia.
2) Tidak ada temuan informasi negatif mengenai nasabah
seperti penjudi, pemabuk, berkarakter atau reputasi buruk
lainnya.
3) Tidak masuk dalam catatan hitam (black list) perbankan.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 96


4) Berumur minimal 18 tahun atau telah menikah untuk usia
lebih besar atau sama dengan 18 tahun dan maksimal 60
tahun. Ketentuan masalah umur calon nasabah setiap bank
berbeda-beda dalam menetapkan batasan minimal dan
maksimal.
5) Usaha adalah milik sendiri bagi nasabah yang memiliki
usaha.
6) Calon nasabah dalam menjalankan usahanya dengan
semangat:
a) Iqomatu syari’ah fiiddin
b) Ta’awwun (tolong menolong)
c) Tarobbuh (saling menguntungkan)
d) Antaroddin (suka sama suka)
7) Tidak melakukan transaksi yang dilarang,5 antara lain:
a) Ihtikar (penimbunan barang)
b) Tadlis (penipuan)
c) At-ta’fif (pengurangan timbangan dan barang)
d) Ghoror (spekulasi/coba-coba)
e) Alghossos (iklan yang berlebihan)
f) Bersifat kolusi atau kecurangan lainnya yang
menyebabkan kerugian pihak lain.
Sedangkan syarat khusus adalah syarat administrasi pembiayaan.
Adapun syarat administrasi yang berlaku umum pada bank syariah
diantaranya;
a. Persyaratan dokumen nasabah perorang/perusahaan;

Adiwarman A. Karim, 2014. Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan.


5

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet.10., hlm., 30

97 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


1) KTP / dokumen identitas nasabah yang masih berlaku
2) KTP / dokumen identitas pasangan nasabah yang masih
berlaku (suami / istri)
3) Kartu keluarga / akta nikah
4) Akta cerai / surat kematian / surat keterangan ahli waris dari
kecamatan setempat (jika nasabah merupakan janda / duda)
5) Surat Keterangan belum menikah (jika nasabah berusia > 18
tahun belum menikah)
6) Surat izin usaha / surat keterangan usaha lainnya yang
berlaku secara sah
7) NPWP Nasabah / NPWP suami nasabah (jika pembiayaan
melebihi standar yang ditetapkan bank syariah misalnya > Rp
100.000.000,-)
b. Dokumen persyaratan berupa catatan keuangan nasabah dan
bukti-bukti transaksi;
a) Rekening Koran / Rekening Tabungan 3 bulan terakhir
b) Bukti pembayaran tagihan listrik / PDAM
c) Bukti pembayaran angsuran pinjaman / kredit di Bank /
Lembaga Keuangan lainnya
d) Copy nota penjualan atau nota pembelian
e) Catatan penjualan dan pembelian yang dibuat dan ditanda
tangani oleh nasabah
f) Catatan keuangan nasabah yang dibuat dan ditanda tangani
oleh nasabah
c. Kelengkapan dokumen surat izin usaha / surat keterangan usaha;
a) Surat izin usaha / surat keterangan usaha harus diterbitkan
secara resmi oleh Instansi yang berwenang, baik lokal

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 98


maupun regional sesuai market level dan jenis usaha calon
nasabah.
b) Surat izin usaha / surat keterangan usaha sesuai dengan
usaha yang akan dibiayai dan atas nama calon nasabah/
pasangan nasabah/ anak/ orang tua kandung (bukan badan
usaha).
c) Surat izin usaha / surat keterangan usaha untuk nasabah
perorangan di luar pasar dapat berupa surat keterangan
usaha asli yang dikeluarkan oleh kelurahan / kepala desa di
tempat usaha nasabah berada.
d) Untuk nasabah yang berjualan di pasar, surat izin usaha /
surat keterangan usaha dapat menggunakan kartu tanda
pedagang atau bukti tanda pengenal pedagang lainnya
yang sejenis secara sah diterbitkan oleh dinas pasar.
e) Apabila di pasar setempat tidak menggunakan kartu tanda
pedagang, maka izin usaha dapat menggunakan surat
keterangan izin berdagang dari kepala pasar atau pejabat
pasar setempat.
f) Dokumen asli harus diperlihatkan pada saat penanda
tanganan akad pembiayaan.
d. Ketentuan dan persyaratan jaminan. Beberapa ketentuan dan
persyaratan mengenai jaminan yang dapat diterima sebagai
agunan atas fasilitas pembiayaan secara umum adalah sebagai
berikut :
1) Ketentuan umum jaminan;
a) Prinsip dan peruntukan jaminan sesuai dengan syariat
Islam dimana peruntukannya tidak menimbulkan
persepsi dan kesan yang tidak baik (negatif) kepada
perusahaan (misalnya, digunakan sebagai tempat
prostitusi, perjudian dan lain-lain).

99 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


b) Faktor–faktor yang harus dipertimbangkan untuk
menerima jaminan adalah;
(1) Status kepemilikan wajib milik nasabah / istri /
suami / anak. Jika kepemilikan atas nama ayah /
ibu, maka wajib untuk mendapatkan persetujuan
tertulis dari semua ahli waris
(2) Memiliki pengikatan hukum yang kuat
(3) Bebas dari segala bentuk pengikatan lain
(4) Bebas dari sengketa
(5) Tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain
(6) Tingkat marketability yang baik
(7) Kondisi dan kualitas jaminan dalam kondisi yang
baik
(8) Lokasi / letak jaminan mudah untuk dijangkau
(9) Dokumentasi asli jaminan disimpan oleh bank
syariah atau lembaga keuangan syariah jika
pembiayaannya disetujui
(10) Jika kondisi jaminan sedang dikontrakan maka
pihak penyewa wajib bersedia menandatangani
surat pernyataan untuk mengosongkan jaminan
dan harus dilegalisir oleh notaris.
2) Jenis jaminan yang dapat diterima sebagai agunan,
misalnya;
a) Tanah Kosong
Jenis jaminan berupa tanah kosong yang dapat
diagunkan berupa tanah pekarangan, tanah kebun,
sawah produktif, tanah tambak produktif & permanen
(bukan musiman) dengan beberapa syarat yang harus
dipenuhi sebagai berikut;

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 100


(1) Memiliki batas – batas tanah yang jelas dan tidak
dapat untuk dipindah - pindahkan
(2) Terdapat akses jalan masuk ke lokasi jaminan
(3) Apabila terdapat perbedaan bentuk atau luas
tanah antara gambar situasi dengan fisik jaminan,
maka wajib melampirkan surat keterangan dari
pihak-pihak yang terkait, yaitu: kelurahan atau
kecamatan dan atau BPN setempat, atau pejabat
lain yang berwenang
(4) Sawah produktif, adalah sawah yang memiliki
irigasi permanen & minimal panen 2 kali dalam
setahun
(5) Tidak terkena rencana pelebaran jalan atau
penggusuran
(6) Tidak diperuntukkan untuk jalur hijau
(7) Tidak berada dipinggiran sungai yang arusnya
deras (tidak termasuk saluran irigasi), jarak letak
jaminan minimal berjarak 25 meter dari pinggiran
sungai
(8) Tidak berada di daerah rawan banjir
(9) Tidak terdapat kuburan atau pekuburan di tanah
tersebut
b) Tanah dan Bangunan
Jenis jaminan berupa tanah dan bangunan yang dapat
diagunkan misalnya rumah tinggal, ruko, apartement,
rumah susun. Jenis jaminan ini memiliki beberapa
ketentuan diantaranya;
(1) Bangunan layak huni, bukan bangunan setengah
jadi atau bangunan masih dalam tahap
pembangunan. Apabila belum selesai proses

101 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


pembangunannya, maka bangunan tersebut tidak
dapat dinilai sebagai jaminan.
(2) Penghitungan nilai bangunan per meter persegi
(M2) adalah dari nilai pasar bangunan per M2
dikurangi nilai penyusutan bangunan
(3) Ketentuan penghitungan nilai penyusutan
bangunan :
a. Jika umur bangunan > 1 tahun s.d 5 tahun : 0%
b. Jika umur bangunan > 5 tahun s.d 10 tahun : 2%
c. Jika umur bangunan >10 tahun s.d 15 tahun : 4%
d. Jika umur bangunan >15 tahun s.d 20 tahun : 6%
e. Jika umur bangunan >20 tahun s.d 25 tahun : 8%
f. Jika umur bangunan >25 tahun s.d 30 tahun : 10 %
(4) Untuk bangunan yang pernah dilakukan renovasi
total (full renovasi) maka penyusutan nilai
bangunan dihitung dari tahun terakhir dilakukannya
renovasi
(5) Jika bangunan tidak dilakukan renovasi total
(renovasi sebagian) maka penyusutan nilai
bangunan sesuai dengan ketentuan perhitungan
nilai penyusutan diatas
(6) Bukan merupakan sarana ibadah yang digunakan
oleh sekelompok masyarakat, masyarakat sekitar
atau masyarakat umum yang dilakukan secara rutin
(contoh : masjid / musholla / hanggar dan lain-lain)
(7) Bukan merupakan bangunan yang digunakan untuk
kepentingan umum, sosial atau politik (contoh :
sekolah, rumah sakit, puskesmas, klinik, sekretariat
partai politik dan lain-lain)
(8) Apabila jaminan yang diberikan berupa gudang,
maka gudang tersebut harus produktif.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 102


c) Kios, los, lapak, atau lainnya yang sejenis.
Jenis jaminan berupa kios, los, lapak, atau lainnya yang
sejenis yang dapat diagunkan dengan beberapa syarat
sebagai berikut :
(1) Dapat dijual atau dipindahtangankan
(2) Masa perjanjiannya masih berlaku atau dalam
proses perpanjangan dibuktikan dengan Covernote
dari Dinas Pasar setempat
(3) Penghitungan ”Nilai Pasar Wajar” adalah
penghitungan atas nilai hasil appraisal atas jaminan
yang diberikan berdasarkan kondisi harga pasar /
nilai wajar (transaksi jual beli) dari jaminan tersebut.
d) Kendaraan bermotor (mobil / motor).
Kendaraan bermotor yang biasanya dapat diagunkan
berupa kendaraan roda dua (sepeda motor) dan
kendaraan roda empat (mobil), dengan beberapa syarat
yang harus dipenuhi sebagai berikut:
Khusus kendaraan roda dua (sepeda motor) syaratnya;
(1) Fungsi kendaraan yang dijadikan jaminan tidak
berubah dari bentuk fungsi aslinya
(2) Kondisi mesin dalam kondisi layak dan dapat
digunakan (dapat dinyalakan dan dijalankan)
(3) Usia kendaraan pada saat pengikatan jaminan
maksimal biasanya berusia 5 tahun dari tahun
pembuatan.
Khusus kendaraan roda empat (mobil) syaratnya;
(1) Jenis mobil yang dapat dijaminkan adalah
kendaraan jenis sedan, pick up, truck, minibus,

103 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


multi purpose vechicle (MPV), jeep atau jenis
kendaraan pribadi lainnya
(2) Fungsi kendaraan yang dijadikan jaminan tidak
berubah dari bentuk fungsi aslinya
(3) Kondisi mesin dalam kondisi layak dan dapat
digunakan (dapat dinyalakan dan dijalankan)
(4) Usia kendaraan pada saat pengikatan jaminan
maksimal berusia 10 tahun dari tahun pembuatan /
perakitan
(5) Kegunaan dari kendaraan yang dijaminkan
digunakan untuk kendaraan pribadi nasabah atau
kendaraan niaga dari usaha nasabah.
e) Deposito
(1) Pemilik deposito merupakan deposito atas nama
nasabah yang bersangkutan
(2) Jika deposito atas nama pihak ketiga yang dapat
diterima sebagai jaminan adalah deposito atas
nama pasangan / anak kandung nasabah yang
bersangkutan
f) Persediaan barang
Persediaan barang dagangan yang bisa dijadikan
jaminan barang dagangan, persediaan dari pabrik
berupa bahan baku, barang setengah jadi dan barang
jadi.
g) Piutang dagang
Piutang dagang merupakan piutang usaha berupa
tagihan-tagihan perusahaan yang muncul karena
adanya aktifitas penjualan. Dalam menerima dan
menerima piutang dagang sebagai jaminan, harus
diketahui hal-hal berikut;

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 104


a) Piutang tersebut merupakan piutang dagang
lancar
b) Belum jatuh tempo pada saat persetujuan
pembiayaan
c) Umur piutang tidak lebih dari tiga bulan
d) Bonafiditas si terutang dapat dibuktikan secara
adminstrasi.6
h) Perhiasan / emas
Perhiasan emas dijadikan sebagai jaminan harus
diketahui keadaan, berat dan kadar dari emas tersebut.
Untuk mengetahui berat dan kadar emas, pihak bank
harus meminta surat keterangan tentang emas dari toko
emas atau produsen emas seperti PT. Antam.
i) Mesin pabrik
Mesin pabrik adalah mesin yang dipergunakan untuk
keperluan mengolah bahan mentah menjadi bahan
setengah jadi atau barang jadi. Mesin pabrik yang boleh
dijadikan jaminan adalah mesin yang masih baik dan
masih digunakan oleh pabrik, serta umur mesin tidak
melebihi usia 10 tahun.
j) Corporate guarantee
Perusahaan bisa dijadikan sebagai jaminan.
Perusahaan yang menjadi penjamin adalah perusahan
yang memiliki badan hukum. Perusahaan sebagai
penjamin harus diperhatikan bonafiditas perusahaan,
tingkat kesehatan perusahaan, kewenangan dan
keabsahan pengurus perusahaan tersebut.
3) Persyaratan dokumen jaminan;
6 Veithzal Rivai, Prof.Dr.H. MBA dan Andria Permata Veithzal, MBA, loc.cit.,
hlm., 670

105 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


a) Dokumen jaminan berupa tanah kosong;
(1) Sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) berupa
Sertifikat Hak Milik (SHM) atau
(2) Akta Jual Beli (AJB) atau Akta Hibah dan Akta
Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dikeluarkan
oleh PPAT Camat / Notaris atau
(3) Dokumen Kepemilikan Tanah yang telah mendapat
persetujuan dari GM Risk Management seperti:
Surat Girik, Letter C / Letter D, Surat Keterangan
Ganti Rugi (SKGR) atau dokumen lainnya) atau
(4) Covernote Notaris untuk sertifikat yang dalam
proses balik nama atau dalam proses peningkatan
hak.
(5) Surat Keterangan Riwayat Tanah dan Bebas
Sengketa dari RT/ RW dan atau kelurahan
setempat
(6) Denah lokasi jaminan yang telah diarsir atau diberi
tanda atau bukti pengukuran dan pemetaan tanah
dari BPN (Surat Ukur/ gambar situasi/peta bidang),
hanya untuk jaminan yang berstatus sudah
sertifikat.
b) Dokumen jaminan berupa tanah dan bangunan
(1) Sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) berupa
Sertifikat Hak Milik (SHM) atau
(2) Akta Jual Beli (AJB) atau Akta Hibah dan Akta
Pembagian Hak Bersama (APHB) yang dikeluarkan
oleh PPAT Camat / Notaris atau

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 106


(3) Dokumen Kepemilikan Tanah yang telah mendapat
persetujuan dari GM Risk Management seperti:
Surat Girik, Letter C / Letter D, Surat Keterangan
Ganti Rugi (SKGR) atau dokumen lainnya) atau
(4) Covernote Notaris rekanan bank syariah untuk
sertifikat yang dalam proses balik nama atau dalam
proses peningkatan hak.
(5) Surat keterangan riwayat tanah dan bebas
sengketa dari RT/ RW dan atau kelurahan
setempat
(6) Denah lokasi jaminan yang telah diarsir atau diberi
tanda atau bukti pengukuran dan pemetaan tanah
dari BPN (Surat Ukur/ gambar situasi/peta bidang),
hanya untuk jaminan yang berstatus sudah
sertifikat
(7) Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atau
Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun
(SHMSRS) atau
(8) Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atau
covernote dari developer (jika ada)
(9) SPPT PBB dan STTS (bukti lunas) PBB tahun
terakhir
c) Dokumen dengan jaminan berupa kios, los, lapak, atau
lainnya yang sejenis
(1) Surat Bukti Hak Pakai / Hak Sewa yang berlaku di
pasar setempat
(2) Surat keterangan kepemilikan yang mencantumkan
hak dapat dialihkan dari kepala pasar setempat.
(3) Dokumen lainnya sesuai yang dipersyaratkan pada
persetujuan laporan analisa pasar

107 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


d) Dokumen dengan jaminan berupa kendaraan bermotor
(mobil / motor)
(1) Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB)
(2) Copy STNK yang masih berlaku
(3) Faktur asli pembelian kendaraan atau kwitansi asli
jual beli terakhir / Bukti Lunas
(4) Blanko Kwitansi asli bermaterai yang ditanda
tangani pemilik BPKB terakhir
(5) Copy KTP / Identitas pemilik kendaraan terakhir
(6) Bukti gesek nomor mesin dan nomor rangka yang
terbaru
(7) Surat keterangan pengecekan kendaraan dari
SAMSAT (jika memungkinkan)
e) Dokumen dengan jaminan berupa deposito
(1) Bilyet deposito
(2) Surat keterangan blokir dan surat kuasa
mencairkan deposito dari pemilik deposito.

2. Survey Awal, Collect Data, dan Verifikasi Awal


a. Survey Awal
Seorang AO yang telah memiliki pipeline list calon nasabah atau
telah menerima permohonan pengajuan pembiayaan dan telah
memahami Standar Prosedur Operasional (SPO) pembiayaan, akan
melakukan langkah berikutnya yakni melakukan survey awal, collect
data dan verifikasi awal. Namun sebelum melakukan survey awal,
collect data dan verifikasi awal, seorang AO mesti terlebih dahulu
memahami aturan-aturan pembiayaan terutama persyaratan
pembiayaan umum dan khusus seperti di atas, dan sudah bisa

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 108


menganalisa pembiayaan awal. Setelah itu baru melakukan survey
awal, dan collect data yang bertujuan mendapatkan informasi
langsung tentang calon nasabah. Informasi tentang calon nasabah
bisa dilakukan dengan cara;
1) Solisitasi
Solitisasi adalah salah satu cara mencari atau mengumpulkan
informasi calon nasabah dengan cara sebagai berikut :
a) Interview. Pembicaraan secara langsung dengan calon
nasabah untuk memperoleh keterangan dan mengecek
kebenaran data yang diterima.
b) Menggali informasi dari orang lain bisa dari lingkungan
sekitar, tetangga atau dari orang lain yang mempunyai
hubungan bisnis (supplier, pembeli, kompetitor dan lain-
lain).
c) Menggali informasi dari instansi yang berwenang
berkaitan dengan legalitas usaha calon nasabah (RT/RW,
Kelurahan dll).
d) Menggali kondisi kesehatan anggota keluarga (pasangan,
anak dan orang tua) yang serumah.
e) Menggali kondisi keharmonisan hubungan antar anggota
keluarga serumah, jika terdapat permasalahan yang
dapat mengakibatkan hubungan rumah tangga
mengalami perpecahan wajib ditolak.
2) Kunjungan ke lokasi usaha dan rumah domisili calon nasabah
(on the spot).
a) Kunjungan langsung ke tempat usaha dan rumah domisili
calon nasabah dimaksudkan untuk mengecek kebenaran
data dengan melihat secara fisik tempat usaha, rumah
domisili dan agunan, serta menggali aktifitas usaha
nasabah.

109 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


b) Kunjungan tersebut dilakukan oleh pihak yang berwenang
dalam bank tersebut, misalnya AO, team financing,
kepala cabang dan lain-lain.
c) Hasil pemeriksaan wajib dituangkan dalam laporan
kunjungan (call report), termasuk komitmen-komitmen
dari nasabah.
3) On Desk
a) Menggali informasi dan meyakini informasi yang telah
diberikan dengan cara menelpon calon nasabah.
b) Menggali informasi usaha calon nasabah dengan cara
melakukan pengumpulan informasi terhadap usaha yang
sejenis melalui website.
c) Menggali informasi tempat usaha calon nasabah dengan
cara melakukan pegumpulan informasi terhadap lokasi
usaha melalui website (pemda, instansi terkait dan lain-
lain).
4) Trade Checking
a) Trade checking dilakukan kepada 2 supplier, 2
pelanggan, 2 distributor (jika ada), asosiasi terkait usaha
nasabah (jika ada), dan pihak lain yang dipandang perlu
oleh bank syariah, dapat dikecualikan untuk usaha
nasabah yang memiliki supplier/distributor tunggal. Di
samping itu, checking dapat dilakukan langsung ke
lapangan/market checking (misal ke pasar) untuk
mengetahui brand image dari produk nasabah.
b) Pelaksanaan trade checking dilakukan secara taktis dan
strategis, dimana kepada nasabah yang telah lama dan
atau nasabah yang telah mempunyai nama besar agar
dilakukan lebih hati-hati dan seksama terutama hal-hal
yang menyangkut reputasi nasabah.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 110


Sementara itu sebelum melakukan survey awal dan collect data
seorang AO harus menyiapkan beberapa hal terkait pembiayaan,
misalnya;
a. Document checklist. Document ini berisi daftar persyaratan
pembiayaan kemudian diberi tanda checklis pada persyaratan
yang sudah tersedia
b. Formulir aplikasi pembiayaan
c. Blangko daftar rencana pembiayaan / rencana anggaran
belanja
d. Buku panduan atau buku saku
Setelah itu AO melakukan pelaksanaan survey calon nasabah.
Survey awal dilakukan dengan kunjungan ke alamat tempat tinggal
dan tempat usaha calon nasabah. AO diharuskan menemui secara
langsung (bertatap muka) dengan calon nasabah sebelum dilakukan
proses selanjutnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penjajakan awal.
Penjajakan awal adalah suatu bentuk analisa secara mendalam oleh
seorang AO terhadap karakter calon nasabah dengan menggunakan
perangkat alat bantu berupa CPA (Customer Profile Assessment)
yang dilakukan diawal proses dari seluruh rangkaian permohonan
pengajuan fasilitas pembiayaan.
Cakupan analisa dalam proses penjajakan awal meliputi analisa
atribut karakter calon nasabah. Untuk dapat menganalisa atribut
karakter calon nasabah, yang wajib diperhatikan dan dianalisa oleh
AO adalah 5K (dibaca : ”Lima Ka”), minimal antara lain :
1) Kooperatif (respek). Kooperatif bisa dinilai dari:
a. Apakah calon nasabah pada saat sedang berbicara dan
setiap kali menjawab pertanyaan yang diajukan selalu
berbicara dengan nada rendah, sopan dan tutur kata
yang digunakan secara halus
b. Apakah calon nasabah merupakan pendengar yang baik,
tidak menyela pada saat mendapat penjelasan dari AO.

111 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


c. Apakah setiap penjelasan yang disampaikan oleh calon
nasabah tidak berlebihan / tidak sok tahu / tidak
menggurui orang lain
2) Kepedulian (tanggung jawab)
a. Apakah calon nasabah memiliki jumlah saldo yang
mengendap disetiap akhir bulan
b. Apakah saldo calon nasabah yang mengendap setiap
akhir bulan, jumlah saldo nominalnya selalu meningkat
selama 6 bulan terakhir
3) Kehandalan
a. Apakah calon nasabah selalu mudah dihubungi
b. Apakah calon nasabah selalu memenuhi janji pertemuan
4) Kapasitas
a. Apakah calon nasabah memiliki pinjaman di tempat lain
(baik lembaga pembiayaan resmi dan atau perorangan)
tidak lebih dari 4 pinjaman (lakukan pengecekan di
lingkungan tetangga dan atau tempat usaha)
b. Hitung berapa jumlah total asset / harta yang tidak
dijaminkan dan dibandingkan dengan total jumlah hutang
calon Nasabah (jumlahnya minimum 2x angsuran)
c. Hitung berapa jumlah total pengeluaran rutin bulan dan
dibandingkan dengan jumlah total pendapatan, apakah
jumlah pengeluaran tidak lebih dari 70% pendapatan
yang diterima atau tidak
5) Konsistensi
a. Apakah calon nasabah sering berpindah – pindah tempat
tinggal
b. Jika calon nasabah mengajukan pinjaman < Rp 100 juta,
apakah lama menempati tempat tinggal dan atau tempat

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 112


usaha serta menjalankan bisnis yang sama lebih dari 3
tahun
c. Jika calon nasabah mengajukan pinjaman > Rp 100 Juta,
apakah lama menempati tempat tinggal dan atau tempat
usaha serta menjalankan bisnis yang sama lebih dari 5
tahun
d. Apakah calon nasabah memiliki hubungan yang baik
dengan para tetangga
Jika hasil dari salah satu penilaian diatas tidak sesuai, maka
proses tidak dapat dilanjutkan, jika sesuai maka AO dapat
melanjutkan ketahap berikutnya. Tahapan berikutnya dilihat dari
kesesuaian kegiatan dan usaha calon nasabah dengan kaedah-
kaedah syariah. Jika kegiatan dan usaha calon nasabah bertentangan
dengan kaedah-kaedah syariah maka seorang AO harus mereject
atau menghentikan proses pembiayan, artinya calon nasabah tersebut
tidak bisa dilanjutkan. Namun jika tidak ada yang melanggar
ketentuan syariah, maka calon nasabah itu bisa diteruskan proses
pengajuan pembiayaannya.
Proses berikutnya seorang AO menggali informasi tentang
kebutuhan yang sedang diperlukan calon nasabah. Hal ini dilakukan
agar dapat memastikan dan memperoleh gambaran singkat mengenai
tujuan pembiayaannya. Selain itu dalam menggali informasi dan
melakukan penilaian atau analisa usaha calon nasabah, AO harus
memastikan dengan benar atas informasi yang didapat berupa status
kepemilikan, jenis usaha, lama menjalani usaha, lokasi usaha dan
aktivitas usaha tidak bertentangan dengan persyaratan nasabah dan
usaha nasabah serta nasabah memiliki atau tidak pinjaman pada
lembaga keuangan lainnya.
Apabila calon nasabah tidak memenuhi kualifikasi yang berlaku
pada bank syariah atau lembaga keuangan lainya, maka permohonan
pembiayaan dapat langsung ditolak. Dan apabila calon nasabah telah

113 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


memenuhi kualifikasi, maka AO meminta calon nasabah untuk
melengkapi persyaratan yang telah ditentukan termasuk jaminan.

b. Proses pengumpulan dan verifikasi awal dokumen


persyaratan
Sebagai persyaratan pemberian fasilitas pembiayaan, AO wajib
melengkapi dokumen–dokumen yang telah ditentukan sebelumnya
seperti pada pembahasan tentang persyaratan nasabah dan usaha,
dengan meminta langsung kepada calon nasabah yang bersangkutan.
Jika calon nasabah keberatan, ada indikasi menghambat atau
menunda–nunda untuk melengkapi dokumen yang dipersyaratkan
tersebut, maka proses tidak dapat dilanjutkan. Tapi jika persyaratan
telah dipenuhi calon nasabah, maka AO akan melanjutkan proses
pembiayaan berikutnya yakni verifikasi awal. Ada beberapa hal yang
akan diverifikasi, diantaranya;
1) Verifikasi dokumen. Dokumen yang akan diverifikasi adalah;
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP).
(1) KTP calon nasabah dan penjamin beserta
pasangannya masing-masing asli dan masih berlaku
sampai dengan pencairan pembiayaan.
(2) Foto calon nasabah harus jelas.
(3) Alamat harus jelas terutama nama jalan, nomor
rumah, RT/RW, Kelurahan, Kecamatan sesuai dengan
yang tertera di form aplikasi.
(4) Tanda tangan calon nasabah, penjamin dan pasangan
masing-masing pada KTP dan dokumen lain harus
sama
(5) Apabila terdapat perbedaan tanda tangan maka harus
dilengkapi surat perbedaan tanda tangan yang

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 114


ditandatangani diatas materai oleh yang bersangkutan
dihadapan petugas bank.
b) Akta Nikah, Kartu Keluarga dan Akta Pisah Harta;
(1) Akta Nikah dilengkapi untuk calon nasabah yang
sudah menikah dan atau yang tercantum dalam
dokumen identitas KTP & KK dengan status menikah.
(2) Kartu Keluarga dipergunakan apabila calon nasabah
menikah atau belum menikah atau janda atau duda
atau untuk calon nasabah yang menikah secara
Agama, tetapi tidak memiliki Akta Nikah.
(3) Akta pisah harta nasabah dan penjamin harus dibuat
secara notariil dan telah didaftarkan di Pengadilan
Negeri. Pastikan nama pasangan pada akta pisah
harta adalah nasabah dan pasangannya sesuai akta
nikah dan kartu keluarga.
(4) Untuk calon nasabah yang sedang dalam proses
perceraian, maka pengajuan pembiayaan ditunda
sampai ada keputusan resmi mengenai status hukum
dari calon nasabah tersebut dan atau sudah ada
keputusan perihal pembagian harta bersama (harta
gono gini), kecuali apabila nasabah memiliki akta
pisah harta yang dibuat secara notariil dan telah
didaftarkan di Pengadilan Negeri. Asli akta pisah harta
tersebut wajib diperlihatkan kepada pihak bank
sebelum dilaksanakan akad pembiayaan.
c) Dokumen berupa Surat Izin Usaha / Surat Keterangan
Usaha;
(1) Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Usaha harus
diterbitkan secara resmi oleh Instansi yang
berwenang, baik lokal maupun regional sesuai market
level dan jenis usaha calon nasabah.

115 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


(2) Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Usaha sesuai
dengan usaha yang akan dibiayai dan atas nama
calon nasabah atau pasangan (bukan badan usaha).
Jika Surat izin atas nama Badan Usaha, maka wajib
dilampirkan Akta Pendirian Badan Usaha berikut
perubahannya dimana nasabah atau pasangan adalah
pemilik tunggal usaha tersebut.
(3) Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Usaha untuk
nasabah perorangan di luar pasar dapat berupa Surat
Keterangan Usaha asli yang dikeluarkan oleh
Kelurahan/Kepala Desa di tempat usaha nasabah
berada.
(4) Untuk usaha-usaha tertentu yang wajib memiliki izin
khusus, maka wajib dilampirkan Surat Izin dari instansi
terkait.
2) Verifikasi karakter. Karakter merupakan bagian penting yang
harus diverifikasi, adapun cara-cara yang bisa digunakan
untuk memverifikasi karakter calon nasabah adalah sebagai
berikut;
a) Melihat Historical pinjaman calon nasabah lewat BI
checking.
b) Bertemu langsung dengan calon nasabah kemudian
melakukan interview. Sebelum menginterview calon
nasabah, hendaknya seorang bankers yang akan
melakukan interview sudah mencari tahu terlebih
dahulu biodata, jenis usaha dan historical calon
nasabah yang bersangkutan. Pengetahuan awal
tentang nasabah ini digunakan untuk mencocokan dan
menilai kejujurun jawaban calon nasabah tersebut.
c) Bertanya atau wawancara orang-orang disekeliling
calon nasabah, misalnya karib kerabatnya, tetangga
kiri kanan depan belakangnya dan bertanya kepada

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 116


kompetitornya. Ingin tahu sifat baik calon nasabah,
tanya pada sahabatnya, dan ingin tahu sifat buruknya,
tanya pada lawannya.
Bila terdapat informasi yang negatif terhadap calon
nasabah, maka aplikasi pembiayaan tersebut harus
“ditolak”. Contoh informasi negatif misalnya sering
menunggak pembayaran pinjaman kepada supplier,
tidak disukai dilingkungan rumah/usaha, suka berjudi,
suka main perempuan, terlibat tindakan asusila atau
melanggar hukum, ada anggota keluarga yang sakit
berat yang menjadi tanggungan calon nasabah dan
lainnya sejenis.
3) Verifikasi penghasilan. Penghasilan calon nasabah menjadi
salah satu penilai dalam menentukan besaran plafon
pembiayaan. Makin besar penghasilan, maka besar juga
peluang besaran plafon pembiayaan yang bisa disetujui bank.
Penghasilan calon nasabah dibuktikan dengan catatan-
catatan keuangan (laporan laba rugi) atau slip gaji bagi
karyawan. Catatan keuangan dibuktikan dengan dokumen di
bawah ini :
a) Copy rekening bank berupa rekening tabungan dan atau
rekening koran atas nama calon nasabah.
b) Rekapitulasi omset penjualan atau pembelian dalam 3
bulan terakhir yang ditandatangani nasabah.
Dalam memverifikasi omset perlu diperhatikan hal-hal di
bawah ini, diantaranya:
a) Kejelasan dan kewajaran sumber penghasilan (omzet)
dari usahanya dengan bukti catatan penjualan,
pembukuan dan bukti-bukti lain yang mendukung.
b) Pertimbangan faktor “peak” season dan “Low” season
dan dilakukan rata-rata seperti penghasilan tertinggi dan

117 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


terendah dan penghasilan rata-ratanya bila
memungkinkan berdasarkan catatan selama minimal 3
(tiga) bulan terakhir.
c) Mencari perbandingan dengan usaha dan size usaha
yang sejenis dalam area lokasi yang sama.
d) Perhitungan hari kerja dalam sebulan menggunakan
angka 25 hari kerja.
e) Diyakini bahwa omset yang menjadi dasar analisa
pembiayaan dan scoring telah memenuhi kewajarannya.
Laba Usaha juga perlu diverifikasi dengan memperhatikan
hal-hal berikut;
a) Kewajaran jumlah penjualan dan harga jual dengan
melihat bukti penjualan.
b) Kewajaran “Profit Margin” (laba usaha/omset penjualan)
dalam usaha dan size usaha yang sejenis dengan
menggali informasi dari pedagang/pengusaha lain.
c) Mengetahui jenis barang tertentu yang paling dominan
dalam usahanya.
d) Kewajaran jumlah dan harga beli.
e) Kewajaran biaya operasional dalam menjalankan
usahanya.
4) Verifikasi tujuan pembiyaan. Hal-hal yang akan diverifikasi
dalam tujuan pembiayaan, antara lain:
a) Jika tujuan pembiayaan untuk modal kerja atau
pembelian persediaan, maka calon nasabah diwajibkan
memberikan Rencana Anggran Belanja (RAB) kepada
bank.
b) Jika tujuan pembiayaan untuk investasi, maka calon
nasabah diwajibkan memberikan bukti pemesanan atau

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 118


sejenisnya, berupa surat pemesanan, bukti down
payment (DP).
5) Verifikasi tempat usaha, tempat tinggal, dan jaminan. Hal-hal
yang akan diverifikasi adalah;
a) Memastikan usaha tersebut adalah milik calon nasabah
atau pasangannya dengan melampirkan bukti surat
keterangan usaha atau sejenisnya.
b) Memastikan tempat tinggal calon nasabah
c) Jika tempat usaha bukan milik nasabah atau pasangan,
anak atau orang tua, maka tempat tinggal wajib milik
nasabah atau pasangan, anak atau orang tua.
d) Jika tempat tinggal bukan milik nasabah atau pasangan,
anak atau orang tua maka tempat usaha wajib milik
nasabah atau pasangan atau pasangan atau orang tua.
e) Melakukan pengecekan dokumen barang agunan dengan
informasi diri calon nasabah (KTP, KK, Surat Nikah).
f) Mencocokan fisik obyek penilaian dengan data pada
dokumen pembelian/kepemilikan (invoice / faktur / BPKB /
STNK / SHM, dll).
g) Melakukan pengecekan kepada instansi yang berwenang.
h) Pengecekan status kepemilikan barang agunan, jika tidak
sama harus ada bukti pendukungnya.
i) Penguasaan barang agunan, jika penguasaan barang
agunan selain calon nasabah harus ada bukti
pendukungnya.
j) Umur teknis untuk kendaraan pada saat pembiayaan
lunas yang dihitung dari tahun pembuatan.
6) Verifikasi pinjaman di lembaga keuangan lain. Bagian yang
akan diverifikasi adalah:

119 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


a) Informasi pinjaman nasabah. Seluruh pinjaman nasabah
dan pasangan dalam keadaan lancar atau telah dilakukan
pelunasan atau pelancaran dengan dokumen pendukung
serta mengikuti ketentuan yang berlaku dalam kebijakan
perbankan syariah.
b) Jika calon nasabah tidak lancar atau take over dari suatu
bank, maka harus diverifikasi hostorical pembayarannya,
besaran tagihan, jangka waktu dan dicari tahu kenapa
terjadi pembiayaan macet atau take over.
c) Tidak mengalami DPD ≥ 10 hari dalam 6 bulan terakhir.
d) Berdasarkan Informasi pinjaman nasabah tidak pernah
ada koletibilitas 3/4/5.
e) Jika fasilitas pembiayaan calon nasabah di bank/lembaga
Keuangan lain tidak ditemukan maka harus dilakukan
verifikasi dengan cara :
(1) Memverifikasi aset calon nasabah terutama aset
yang tergolong baru.
(2) Jika mempunyai aset yang dimaksud dilakukan
verifikasi apakah pembelian dengan cara kredit atau
tunai.
(3) Jika cara pembelian dengan kredit, berapa angsuran
(pokok+bunga).
7) Verifikasi jaminan. Bagian yang akan diverifikasi adalah:
a) Barang atau benda yang dijaminankan adalah benda
yang dibolehkan dalam SPO atau kebijakan pembiayaan
bank.
b) Bukti jaminan berupa surat kepemilikan atas jaminan
merupakan milik calon nasabah atau keluarga calon
nasabah.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 120


c) Verifikasi keaslian surat kepemilikan jaminan. Verifikasi
keaslian dokumen jaminan bisa dilakukan di
keluran/desa, kantor camat dan Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
d) Verifikasi kelengkapan dokumen jaminan lainnya
Setelah seorang AO melakukan collect data dan verifikasi
terhadap data yang sudah dicollect, maka berikutnya AO menilai
apakah calon nasabah yang bersangkutan layak atau tidak layak
diberikan pembiayaan. Jika hasil penilaian AO tidak layak, maka harus
di reject dan proses pembiayaanya dihentikan. Penghentian proses
pembiayan harus diinformasikan kepada calon nasabah. Namun jika
penilaian AO calon nasabah layak dibiayai, maka proses pembiayaan
bisa diteruskan dengan menyuruh calon nasabah mengisi formulir
pembiayaan. Pengisian formulir pembiayaan dibantu oleh AO dan
kemudian AO memastikan aplikasi permohonan pembiayaan telah
diisi lengkap dan ditandatangani calon nasabah.

C. Proses Review Atas Pengajuan Pembiayaan


Formulir pengajuan pembiayaan yang telah diisi lengkap
kemudian diproses mengikuti langkah-langkah seperti gambar berikut:
Gambar 3.4
Review dan verifikasi Lanjutan

Sumber: diolah dari berbagai sumber

121 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


1. Review Kelengkapan Data
Proses review kelengkapan data sudah dimulai ketika AO
melakukan verifikasi awal terhadap data yang sudah dicollect. Namun
review tindak lanjut dilakukan setelah data-data yang terdapat pada
formulir pembiayaan diinput ke system. Tugas menginput data ke
system berbeda-beda pada setiap perbankan, ada bank yang
menginput data itu adalah AO dan ada juga admin kredit atau admin
pembiayaan. Jika yang menginput data ke system adalah AO, maka
setelah AO selesai melakukan collect data dan verifikasi dokumen
dengan terjun kelapangan kemudian setiba di kantor langsung
menginput ke system. Namun jika yang bertugas menginput data ke
system adalah LA (loan admint) / admin kredit, maka bahan-bahan
hasil verifikasi yang telah dilakukan AO diserahkan ke LA. Kemudian
LA menjalankan tugasnya menginput data tersebut ke system.
Dalam menginput data ke system ada beberapa hal yang perlu
menjadi perhatian diantaranya;
a. Sebelum data di input, AO atau LA melakukan penyusunan
dan memverifikasi kembali seluruh data calon nasabah yang
ada (penyusunan dilakukan berdasarkan urutan yang
tercantum pada document checklist)
b. Jika telah lengkap dan sesuai, masing – masing dari seluruh
copy dokumen calon nasabah dibubuhkan cap stempel ”copy
sesuai asli” dan paraf AO yang bersangkutan.
c. Document checklist dilengkapi dengan diberikan tanda
checklist () pada kolom yang ada di document cheklist oleh
AO, kemudian serahkan seluruh dokumen yang ada pada
proposal/map aplikasi pembiayaan kepada LA.
Setelah proses input data selesai, kemudian proses berikutnya
adalah review kelengkapan data. Review kelengkapan data ditangani
oleh team financing yang terdapat di kantor cabang pembantu, kantor
cabang utama, area, region dan kantor pusat. Team financing yang
pertama menangani adalah financing officer (FiO). FiO merupakan

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 122


reviewer yang ada di cabang pembantu atau cabang utama. Tugas
FiO adalah mereview dan memverifikasi setiap permohonan
pembiayaan yang masuk atau yang telah diinput ke system.
Dokumen-dokumen yang diinput ke system adalah hal yang akan
di review oleh FiO. Adapun hal-hal yang review oleh FiO antara lain;
a. Pemeriksaan kelengkapan dan kecocokan dokumen
b. Pemeriksaan akurasi data pada formulir pembiayaan
c. Pemeriksaan data identitas seperti KTP, status perkawinan,
kartu keluarga, akta nikah dan atau akta cerai.
d. Pemeriksaan catatan keuangan
e. Pemeriksaan dokumen pendukung misalnya surat izin usaha
(SIUP), TDP, bukti pembayaran PBB, NPWP dan lain-lain.
f. Pemeriksaan surat-surat dan penilain jaminan
g. Penilaian kelayakan usaha nasabah
Pemeriksaan dan penilaian dokumen-dokumen di atas harus
dilakukan oleh seorang financing secara objektif. Objektifitas hasil
pemeriksaan dan penilaian mengharuskan team financing (FiO) untuk
terjun kelapangan (on the spot). Meskipun AO telah melakukan
kunjungan langsung ke calon nasabah, team financing tetap juga
diharuskan untuk melakukan kunjungan langsung ke calon nasabah.
Kunjungan langsung yang dilakukan financing untuk memastikan
tempat tinggal dan tempat usaha, jaminan, dan lain-lain.
Hasil kunjungan langsung team financing menjadi bahan penilai
kelayakan calon nasabah dalam mendapatkan pembiayaan.
Kelayakan dilihat dari kecocokan data-data calon nasabah dengan
realita yang terjadi dilapangan. Data-data yang tidak lengkap,
dokumen yang tidak sesuai dengan aslinya, jenis usaha yang
mengandung resiko tinggi, laporan keuangan yang tidak rasional,
jaminan yang kurang markatable dan carakter calon nasabah yang
sering bermasalah tentu akan menjadi nilai pengurang dalam approval
pembiayaan. Makanya dalam penilaian kelayakan terhadap calon
nasabah, team financing akan bekerja sesuai ketentuan pemberian

123 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


pembiayaan dan hanya calon nasabah yang memenuhi persyaratan
bank sajalah yang akan disetujui permohonan pembiayaannya.

2. Analisa Pembiayaan
Analisa pembiayaan merupakan bagian yang teramat penting
dalam proses penyaluran pembiayaan. Bermutu atau tidaknya
pembiayaan yang disalurkan sangat tergantung dari sejauhmana
analisa pembiayaan dilakukan. Analisa pembiayaan dilakukan dengan
tujuan pembiayaan yang diberikan tepat sasaran dan aman. Artinya
pembiayaan itu harus diterima pengembaliannya secara tertib, teratur,
dan tepat waktu sesuai dengan perjanjian. Selain itu pembiayaan juga
harus terarah, artinya pembiayaan yang disalurkan akan digunakan
untuk tujuan seperti yang dimaksud dalam permohonan pembiayaan
dan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan ketika akad.7
Untuk mewujudkan ketertiban, keteraturan dan ketepatan
penggunaan dana yang telah disalurkan, petugas bank syariah perlu
mempersiapkan pembiayaan dengan matang. Persiapan pembiayaan
dimulai dari pemetaan calon nasabah potensial, pengumpulan
informasi dan data sebagai bahan analisis, sampai penyiapan tenaga
SDM yang akan melakukan analisis. Pemetaan calon nasabah
diperlukan untuk meminimalisir terjadinya ketidak tahuan petugas
bank terhadap calon nasabah yang akan diberikan pembiayaan.
Sementara informasi dan data merupakan bahan yang menjadi
analisis. Agar analisis terhadap informasi dan data mendekati
kebenaran, maka data-data yang dihimpun dan dikumpulkan harus
dipastikan akurat, mutakhir, dan dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan
kunjungan langsung sebagai bentuk investigasi ke lokasi usaha dan
tempat tinggal calon nasabah.
Selain itu SDM bank syariah menjadi bagian terpenting dalam
proses analisa pembiayaan. Peran SDM bank syariah sangat

7 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA., Islamic
Financial….loc.cit., hlm. 345

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 124


menentukan dalam melahirkan pembiayaan yang berkualitas. Untuk
itu SDM yang memiliki job sebagai team analis dan pemutus
pembiayaan seperti AO, Financing, Branch Manager dan petugas
kantor pusat dituntut memiliki keahlian dan keterampilan, baik teknis
maupun operasional dalam pembiayaan. Petugas bank syariah mesti
sudah terbiasa dengan berbagai data yang lazim digunakan untuk
menganalisis, mengetahui teknik menganalisis, memiliki pemahaman
yang memadai tentang aspek ekonomi, keuangan, manajemen,
hukum dan teknis, serta memiliki wawasan yang luas dalam prinsip-
prinsip pembiayaan.
Pengetahuan yang luas dalam prinsip-prinsip dasar pembiayaan
merupakan media bagi pihak bank syariah dalam mencapai perasaan
yakin akan pengembalian pembiayaan yang akan diberikan.
Keyakinan tentu didasari atas penilaian langsung kelapangan dan
kemudian melakukan analisa terhadap data lapangan tersebut.
Penilaian atau analisa pembiayaan oleh pihak bank syariah dapat
dilakukan dengan berbagai prinsip dan metode pembiayaan. Prinsip
dan metode dalam analisa pembiayaan yang diterapkan masing-
masing bank berbeda satu sama lain, tapi secara umum penerapan
prinsip pembiayaan sama-sama mengandung prinsip 1 S, 5 C, 7 P
dan 3 R.8

a. Prinsip 1 S
Prinsip 1 S merupakan analisis berdasarkan prinsip syariah,
artinya perusahaan atau perorangan yang akan mengajukan
pembiayaan, yang pertama kali dianalisis adalah apakah pekerjaan
atau usaha yang akan dibiayai tidak bertentangan dengan kaedah-
kaedah syariah. Jika usaha yang dibiayai bertentangan dengan
kaedah-kaedah syariah, maka pembiayaan tidak bisa dilakukan.

8 Ikatan Bankir Indonesia, 2014..loc.cit., hlm, 82, lihat juga Sunarto Zulkifli,
2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003,
hlm, 144, serta lihat juga Veithzal Rivai & Andria Permata Veithzal, loc.cit., hlm,349

125 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Misal, nasabah mengajukan pembiayaan untuk keperluan
pengembangan usaha yang ada unsur ghoror, penipuan, judi, riba dan
lain-lain, maka secara otomatis proses pembiayaannya harus
dibatalkan karena bertentangan dengan kaedah syariah seperti yang
sudah dijelaskan pada Bab 1.

b. Prinsip 5 C (character, capacity, capital, collateral dan


condition of economic)
1) Penilaian terhadap Character.
Character merupakan penilaian terhadap watak atau sifat calon
nasabah, baik dalam kehidupan keseharian maupun dalam
lingkungan usaha. Penilaian watak ini ditujukan untuk menilai sejauh
mana kejujuran, iktikat baik dan tanggung jawab nasabah yang
bersangkutan dalam memenuhi kewajiban (willingness to pay) kepada
bank sesuai perjanjian yang telah disepakati. Penilaian karakter
menjadi penilai utama dalam analisa pembiayaan, hal ini dikarenakan
meskipun nasabah memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
pembiayaan, tapi jika karakternya yang bermasalah tentu ini akan
mendatangkan masalah bagi bank dikemudian hari. Adapun penilaian
karakter yang laziem digunakan bank adalah seperti berikut:
a) Melakukan penilaian lewat BI checking melalui system
informasi debitur (SID) pada Bank Indonesia. SID pada BI
checking memuat informasi nasabah terkait informasi
mengenai bank pemberi pembiayaan, nilai fasilitas
pembiayaan yang telah diperoleh, kelancaran pembayaran
serta informasi lain yang terkait fasilitas pembiayaan. Berikut
contoh BI checking;

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 126


Tabel 3.1
Contoh BI Checking
Nama Jatuh Angsuran
Fasilitas Plafond (Rp) O/S (Rp) Kol.
Bank Tempo (Rp)
Kartu
AAA 10.000.000 6.000.000 - 1.000.000 1
Kredit
Agustus
BBB KI 250.000.000 150.000.000 5.000.000 1
2018
CCC KTA 50.000.000 25.000.000 Mei 2017 4.000.000 1
Oktober
DDD KPM 200.000.000 100.000.000 5.000.000 1
2016
Total 510.000.000 281.000.000 15.000.000

Berdasarkan table BI checking, atas nama calon nasabah


diperoleh informasi bahwa fasilitas pinjaman calon nasabah
dalam kondisi lancar. Angsuran kartu kredit perbulan secara
konsevatif diasumsikan sebesar 10% dari plafond. Fasilitas KI
dari bank BBB merupakan pembiayaan untuk pembelian 3
unit kios yang saat ini digunakan sebagai tempat usaha.
b) Trade checking, penilaian reputasi calon nasabah di
lingkungan mitra bisnisnya.
c) Penilaian terhadap riwayat hidup calon nasabah. Riwayat
hidup bisa didapat dengan melakukan wawancara dengan
kolega, parnert bisnis, maupun competitor calon nasabah
tersebut.
d) Penilaian terhadap kebiasaan calon nasabah. Kebiasaan
apakah calon nasabah hidup hedonis, hidup berpoya-poya,
suka minuman yang memabukan, atau suka berjudi.
2) Penilaian terhadap Capacity.
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam
menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan.
Kegunaan dari penilaian capacity adalah untuk mengukur sampai
sejauh mana calon nasabah mampu mengembalikan atau melunasi

127 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


hutang-hutangnya secara tepat waktu dari hasil usaha yang
dijalankannya. Hal ini diperlukan agar bank merasa yakin bahwa
usaha yang akan diberikan pembiayaan memang layak dibiayai dan
nasabah mampu membayar sesuai kesepakatan.
Untuk mengetahui capacity calon nasabah, maka bank harus
menganalisa hal-hal berikut;
a) Angka-angka hasil produksi
b) Angka-angka penjualan dan pembelian
c) Laporan laba rugi
d) Data financial perusahaan beberapa tahun terakhir yang
tercermin dalam neraca.9
Pada penyaluran pembiayaan yang tergolong mikro biasanya
penerapan analisa pembiayaan untuk menilai capacity bisa dilakukan
dengan hitung-hitungan sebagai berikut;
a) Perhitungan kebutuhan modal kerja.
Perhitungan kebutuhan modal kerja hanya ditujukan untuk
pembiayaan dengan tujuan pembelian barang modal kerja,
perhitungan ini tidak berlaku untuk pembiayaan investasi.
Perhitungan kebutuhan modal kerja ini sangat erat kaitannya
dengan jumlah persediaan (inventory) dan omzet penjualan.
Adapun rumusnya adalah;

Modal Kerja = (AR + Inventory) - AP

Keterangan;
AR = Account Receivable (Piutang Datang Tertagih –
dalam Rupiah)
AP = Account Payable (Hutang Dagang Tertagih –
dalam Rupiah)

9 Sunarto Zulkifli, ibid, hlm, 146

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 128


Inventory = Inventory (Nilai persediaan barang dagangan –
dalam Rupiah)
Maksimal besaran pembiayaan yang akan diberikan adalah
90 % dari besaran modal kerja.
b) Perhitungan untuk kebutuhan investasi.
Nilai pembiayaan kebutuhan investasi wajib merujuk pada
pricelist atau surat penawaran barang dari penjualan.
Maksimal pembiayaan yang diberikan adalah 90% dari nilai
barang.

c) Perhitungan Debt Burden Ratio (DBR)


DBR merupakan hasil perbandingan antara jumlah angsuran
per bulan dari pembiayaan yang diajukan dengan pendapatan
per bulan. Rumus perhitungan untuk mencari DBR sebagai
berikut :
Rencana Angsuran perbulan
DBR = X 100 %
Total Pendapatan perbulan
Maksimum hasil perhitungan DBR biasanya pada kisaran
25%. Lebih dari jumlah itu tidak bisa diberikan pembiayaan
kecuali untuk kasus-kasus tertentu dan harus mendapatkan
persetujuan dari pihak bank yang berwenang.
Contoh penghitungan DBR;
Bapak Achmad mengajukan pembiayaan ke bank syariah
sebesar Rp. 200 juta untuk pembelian kebun sawit. Jangka
waktu pembiayaan 5 tahun dengan margin 10 % pertahunnya.
Jika pendapatan Pak Achmad sebulan sebesar Rp. 30 juta,
hitunglah besaran DBR nya?
Jawab :
Diketahui :

129 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Plafon pembiayaan : Rp. 200 juta
Tenor (jangka waktu) : 5 tahun (60 bulan)
Margin : 10 % pertahun
Pendapatan : Rp. 30 juta / bulan
Sebelum dimasukan ke rumus, harus dicari terlebih dahulu
rencana angsuran dan harga jual.
Rencana anggsuran = Harga jual / tenor
Harga jual = Plafon + (plafon x margin selama tenor)

Harga jual = Rp. 200 juta + {Rp. 200 juta x (10 % x 5 tahun)}
= Rp. 200 juta + (Rp. 200 juta x 50 %)
= Rp. 200 juta + Rp. 100 juta
= Rp 300 juta
Rencana anggsuran = harga jual / tenor
= Rp. 300 juta / 60 bulan
= Rp. 5 juta
Setelah didapat hasil rencana angsuran dan harga jual, baru
kemudian dicari DBR nya.

Rencana Angsuran perbulan


DBR = X 100 %
Total Penghasilan perbulan

Rp. 5 juta
DBR = X 100 %
Rp. 30 juta

DBR = 16,7 %
Dari sisi DBR calon nasabah layak diapprove (disetujui)
karena jumlah DBR nya 16,7 % lebih kecil dari 25 %.
d) Penghitungan Debt Service Ratio (DSR).
DSR merupakan hasil perbandingan antara seluruh jumlah
pembayaran kewajiban angsuran (termasuk rencana
angsuran pembiayaan pada bank yang sedang diproses)

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 130


dengan pendapatan perbulan. Rumus DSR adalah sebagai
berikut:

Angs. Tempat Lain+Rencana Angsuran perbulan


DSR = Total Pendapatan perbulan
X 100 %

Maksimum hasil perhitungan DSR biasanya pada kisaran


40%. Lebih dari jumlah itu tidak bisa diberikan pembiayaan
kecuali untuk kasus-kasus tertentu dan harus mendapatkan
persetujuan dari pihak bank yang berwenang.
Contoh kasus sambungan dari soal di atas;
Pak Achmad memiliki cicilan leashing mobil Rp 2.500.000,-
/bulan dan cicilan hutang pada bank lain Rp 4.000.000,-
/bulan. Hitunglah DSR nya?
Jawab :
Cicilan leashing mobil : Rp 2.5 juta
Cicilan hutang pada bank lain : Rp 4 juta

Angs. Tempat Lain+Rencana Angsuran perbulan


DSR = X 100 %
Total Pendapatan perbulan

Angsuran di tempat lain = cicilan leashing + cicilan hutang


pada bank lain
= Rp 2,5 juta + Rp 4 juta
= Rp 6,5 juta

Rp 6,5 juta + Rp 5 juta


DSR = X 100 %
Rp 30 juta

Rp 11,5 juta
DSR = X 100 %
Rp 30 juta

DSR = 38,3 %

131 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Dari sisi DSR calon nasabah layak diapprove (disetujui)
karena jumlah DSR nya 38,3 % lebih kecil dari 40 %.
e) Perhitungan Disposable Income (DI)
Disposable Income (DI) merupakan perhitungan dari total
pendapatan bersih calon nasabah perbulan dikurangi jumlah
rencana angsuran pada bank tersebut. Adapun rumus DI
adalah :
Pendapatan bulan – (Rencana Angsuran perbulan +
DI =
Angsuran pada tempat lain + Beban-beban)

f) Perhitungan Installment Disposable Income Ratio (IDIR).


IDIR merupakan hasil perbandingan antara jumlah rencana
angsuran terhadap hasil perhitungan disposable income (DI)
nasabah. Rumusnya adalah sebagai berikut;

Angs. Tempat Lain+Rencana Angs. perbulan


IDIR = X 100%
Disposable Income

Maksimal IDIR biasanya pada kisaran 80 % persen.


Contoh kasus sambungan dari kasus di atas;
Pak Achmad memiliki beban-beban bulanan diantaranya;
biaya sekolah anak Rp 1 juta, biaya rumah tangga Rp 1.3
juta, bayar listrik dan telpon Rp 500.000, bayar asuransi
keluarga Rp 500.000,- dan bayar arisan ibu-ibu Rp 300.000,-.
Hitunglah IDIRnya?
Jawab :
Diket :
Angsuran di tempat lain Rp 6,5 juta
Rencana angsuran perbulan Rp 5 juta
Pendapatan Rp 30 juta
DI : ?

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 132


Pendapatan – (rencana angs. Per bulan + angsuran
DI =
pada tempat lain + beban-beban)
Biaya sekolah anak + biaya rumah tangga + bayar
Beban-beban = listrik dan telp + bayar asuransi keluarga + bayar
arisan ibu-ibu
Rp 1.000.000 + Rp 1.300.000 + Rp 500.000 + Rp
=
500.000 + Rp 300.000
= Rp 3.600.000,-
DI = Rp 30 juta – (Rp 5 juta + Rp 6.5 juta + Rp 3.6 juta
= Rp 30 juta – Rp 15,1 juta
= Rp 14.9 juta
Jadi IDIR =
Angs. Tempat lain + Rencana Angsuran
IDIR = X 100 %
Disposable Income (DI)

Rp 6.5 juta + Rp 5 juta


= X 100 %
Rp 14.9 juta

Rp 11.5 juta
= X 100 %
Rp 14.9 juta

IDIR = 77 %
Berdasarkan penilaian IDIR untuk kasus di atas, nasabah
atas nama Pak Achmad bisa diberikan pembiayaan karena
nilai IDIRnya 77 %, jumlah ini lebih kecil dari maksimum nilai
IDIR yakni 80 %.
g) Selain IDIR, analisa untuk pembiayaan mikro juga digunakan
analisa Repayment Capacity (RPC).
RPC adalah kemampuan nasabah untuk membayar angsuran
pembiayaan yang diperhitungkan dari laba bersih saat ini atau

133 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


laba bersih setelah nasabah mendapatkan pembiayaan (laba
bersih proyeksi). Besarnya RPC maksimal 75 %. Sedangkan
rumus RPC adalah;

RPC = Maksimal 75 % X Laba Bersih

Sedangkan RPC Ratio, rumusnya;


RPC
RPC Ratio =
Rencana Angsuran pada Bank
Nilai RPC Ratio yang direkomendasikan adalah minimal 2x
dari nilai RPC. Artinya besaran RPC tidak boleh kurang dari 2
x besaran rencana angsuran pada bank.
Contoh;

3) Penilaian terhadap Capital


Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh
calon nasabah. Makin tinggi modal sendiri yang terdapat dalam
perusahaan itu akan semakin terlihat kesungguhan calon nasabah

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 134


dalam menjalankan usahanya. Hal ini tentu akan menambah
keyakinan pihak bank terhadap calon nasabah yang bersangkutan.
Penilaian terhadap modal calon nasabah dapat dilakukan dengan;
a) Melakukan analisa neraca keuangan 2 tahun terakhir
b) Melakukan analisis rasio untuk mengetahui likuiditas,
solvabilitas, dan rentabilitas
c) Untuk pembiayaan konsumtif, capital bisa dilihat dari uang
muka (DP) yang sanggup dibayar calon nasabah.
Penerapan terhadap penilaian capital, bank biasanya
mengunakan hitungan-hitungan sebagai berikut;
(1) Rasio likuiditas
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Perusahaan yang mampu membayar kewajiban jangka
pendeknya berarti perusahaan itu likuit. Pengukuran likuiditas
dapat dilakukan dengan indikator-indikator10 berikut;
a) Current ratio
Current ratio berhubungan dengan total aktiva dan total
utang jangka pendek. Rasio ini menunjukan berapa
kemampuan aktiva lancar untuk menutup utang jangka
pendek. Rumusnya adalah;

Current Total Aktiva Lancar


Ratio = Total Hutang Jangka Pendek

Dalam keadaan normal, current ratio bernilai 1.5 dapat


dianggap baik, jika kurang dari 1 menunjukan adanya
utang jangka pendek yang digunakan untuk membiayai

10Viethzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA., dan Andria Permata Veithzal, MBA., loc.cit.,
hlm., 399

135 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


aktiva lancar, atau calon nasabah tidak akan mampu
membayar utang-utang jangka pendeknya.
b) Quick ratio
Quick ratio menunjukan berapa rupiah dari aktiva lancar
yang segera dapat dicairkan untuk membayar utang
jangka pendek tanpa menunggu pencairan persediaan.
Rumusnya sebagai berikut;
Total Aktiva Lancar – Persediaan
Quick Ratio =
Total Utang Jangka Pendek
Quick ratio sama dengan 1 sudah dianggap baik.
c) Cash ratio
Cash ratio menunjukan berapa uang yang tersedia dan
segera dapat digunakan untuk membayar utang jangka
pendek tanpa harus menunggu pencairan piutang dan
persediaan. Rumusnya adalah ;

Kas + Bank
Cash Ratio =
Total Hutang Jangka Pendek

Besarnya cash ratio yang baik berbeda untuk setiap


jenis usaha.
d) Net working capital (modal kerja bersih)
Net working capital merupakan modal kerja atau aktiva
lancar yang dananya bukan berasal dari kewajiban
lancer, tetapi berasal dari sumber-sumber permanen,
yaitu kewajiban jangka panjang dan modal. Rumusnya
adalah;

Modal Kerja Bersih = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 136


Perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik akan
mempunyai modal kerja bersih yang positif dalam jumlah
yang memadai.
e) Net sales to working capital (Penjualan bersih terhadap
modal kerja bersih)
Net sales to working capital adalah hubungan antara
penjualan bersih dan modal kerja bersih mendukung
penjualan yang dilakukan selama periode tertentu. Makin
besar rasio ini, berarti makin besar penjualan yang
dibelanjai oleh kewajiban lancar dan sebaliknya.
Rumusnya adalah :

Penjualan Bersih terhadap Penjualan Bersih


=
Modal Kerja Bersih Aktiva Lancar – Hutang Lancar

(2) Rasio solvabilitas/Laverage


Rasio laverage adalah rasio yang digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dari
hutang. Suatu perusahaan dikatakan solvable bila asset yang
dimilikinya lebih besar daripada kewajiban-kewajibannya.
Untuk mengukur besaran solvabilitas, maka digunakan
beberapa indikator penilai, diantaranya11;
a) Debt to Equity Ratio
Rasio ini menunjukan berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan hutang. Bagi perusahaan
semakin besar rasio ini akan semakin menguntungkan, tapi
bagi bank semakin besar, maka akan semakin tinggi resiko
yang ditanggung jika terjadi kegagalan usaha. Rumusnya
adalah;

11 Sunarto Zulkifli, loc.cit, hlm., 150

137 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Total Hutang
Debt to Equity Ratio =
Modal Sendiri
b) Current Liabilitas To Net Worth Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan modal sendiri
membiayai hutang yang akan segera ditagih. Rumusnya
adalah;

Hutang Lancar
Current Liabilitas to Net Worth Ratio =
Hutang Jangka Panjang
c) Tangible Assets Debt Coverage Ratio
Rasio ini mununjukan kemampuan aktiva tetap berwujud
untuk menjamin hutang jangka panjang. Rumusnya;

Aktiva Tetap
Tangible Asset Debt Coverage Ratio =
Hutang Jangka Panjang
d) Long Term Debt To Equity Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk
membiayai hutang jangka panjangnya (long term debt)
dengan modal sendiri (equity). Rumusnya;

Hutang Jangka Panjang


Long Term Debt to Equity Ratio =
Modal Sendiri
(3) Rasio rentabilitas/profitabilitas
Rasio ini adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan.
Indicator-indikator yang digunakan untuk mengetahui rasio
ini adalah;
a) Net Profit Margin. Rasio ini menunjukkan persentase
laba bersih terhadap penjualan bersih. Makin besar
rasionya, makin besar kemampuan perusahaan

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 138


menutupi beban-beban dan makin besar laba yang
didapatkan. Adapun rumusnya adalah;

Net Profit Margin after Tax


Net Profit Margin = X 100%
Penjualan bersih
b) Return On Investment (ROI). Rasio ini menunjukkan
persentase laba bersih yang dinyatakan dari total aktiva
setelah dikurangi aktiva tetap tak berwujud (intangible
asset) yang dimiliki perusahaan. Dari rasio ini dapat
diketahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba (return) dari hasil investasi yang dilakukan seperti
tercermin dalam aktiva perusahaan. Adapun rumusnya
adalah;
Net Profit Margin after Tax
Return On Investment = X 100%
Total Asset – intangible asset
Makin besar rasio ini, makin besar kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba.
c) Return On Equity (ROE). Rasio ini menunjukan
persentase laba bersih yang dinyatakan dari total modal
sendiri (equity) setelah dikurangi aktiva tetap tak
berwujud (intangible asset). Dari rasio ini dapat
diketahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba (return) dari modal sendiri. Rumus ROE adalah;

Laba Operasi
Return on Equity = X 100%
Total Equity – intangible asset
Makin besar rasio ini, makin besar kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari modal
sendiri.

139 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


(4) Rasio aktivitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengefektifkan penjualan, penagihan piutang dan
pemanfaatan aktiva. Rasio Aktivitas meliputi12;
a) Perputaran persediaan (Inventory Turn Over) untuk usaha
dagang. Perputaran persediaan merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang
ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu
periode. Rasio ini dikenal dengan nama rasio perputaran
persediaan. Rasio ini juga dapat menunjukan berapa kali
jumlah barang persediaan diganti dalam satu tahun.
Semakin tinggi rasio persediaan maka akan menunjukan
aktivitas usaha bekerja semakin efisien dan likuid
persediaan semakin baik. Demikian pula apabila
sebaliknya, maka aktivitas usaha bekerja tidak secara
efisien dan tidak produktif dan banyak barang persediaan
yang menumpuk, hal ini akan mengakibatkan investasi
dalam tingkat pengembalian yang rendah.
Rumus Inventory Turn Over :

Penjualan
Perputaran Persediaan =
Persediaan

Contoh:
Toko A dalam tahun 2015, melakukan penjualan barang
dagangan (sembako atau kelontong) sebanyak Rp.200
juta dan sisa persediaan barang dagangan pada akhir
tahun 2015 sebanyak Rp. 60 juta.

12 Veithzal Riva’I Prof.Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA, loc.cit.,
hlm, 404 lihat juga Zulkifli Sunarto, loc.cit., hlm, 151

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 140


200 juta
Perputaran Persediaan = = 3,33 kali
60 juta

Artinya :
Dalam tahun 2015 perputaran persediaan barang
dagangan hanya 3,33 kali, apabila rata-rata pedagang
yang sama Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over)
adalah 5 kali, berarti Toko A menahan persediaan dalam
jumlah yang berlebihan, jadi persediaan barang tidak
produktif. Sebaliknya jika rata-rata pedagang yang sama
Inventory Turn Over nya lebih kecil, maka Toko A cukup
produktif.
Kemudian untuk mengetahui berapa hari rata-rata
persediaan tersimpan dalam toko/gudang, dapat dicari
dengan cara membagikan jumlah hari dalam satu tahun
dibagi perputaran persediaan :

Rata-rata Persediaan Jumlah hari dalam 1 tahun (365 hari)


tersimpan = Perputaran persediaan

Rata-rata Persediaan 365 hari


= 3,33 kali = 109 hari
tersimpan

Artinya perubahan persediaan terjadi dalam waktu 109


hari. perubahan ini dalam usaha dagang kurang baik.
b) Days Receilable.
Days Receilable menunjukan rata-rata umur piutang. Hal
ini melihat kemampuan perusahaan dalam mengelola
piutang. Makin besar days receilable berarti manajemen
piutang dilakukan kurang baik, tapi jika days receilablenya
kecil, berarti pengelolaan piutangnya makin baik.

141 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Rumus Days Receilable;
Piutang Dagang
Days Receilable = X 360
Penjualan Bersih

c) Days Inventory.
Rasio ini melihat efektivitas pengelolaan persediaan
diputar atau dijual dalam satu periode. Makin rendah
nilainya makin baik pengelolaan usahanya dan
sebaliknya. Rumusnya;
Persediaan
Days Inventory = X 360
Harga Pokok Penjualan

d) Days Payable
Rasio ini mengukur lama perusahaan dapat membyar
kewajiban-kewajibanya yang timbul karena pembelian
barang dalam satu periode. Penyelesaian utang dagang
dalam waktu yang cepat akan main baik bagi
perusahaan. Rumusnya;

Utang Dagang
Days Payable = X 360
Harga Pokok Penjualan
e) Working Capital Turn Over
Rasio ini mengukur perputaran modal kerja kembali
menjadi kas. Rumusnya;

Working Capital Turn Over Harta Lancar (Current Asset)


X 360
= Penjualan Bersih

f) Total Assets Turn Over


Rasio yang menunjukan perputaran total asset, artinya
seberapa banyak seluruh asset dapat meningkatkan

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 142


penjualan. Makin tinggi nilainya, makin bagus bagi
perusahaan tersebut. Rumusnya;

Penjualan Bersih
Total Assets Turn Over = X 360
Total Assets – Intangible assets

4) Penilaian terhadap Collateral


Collateral adalah barang yang dijadikan sebagai jaminan atau
agunan atas pembiayaan yang diterima nasabah. Jaminan
dimaksutkan sebagai mitigasi dari kemungkinan terjadinya resiko
gagal bayar. Tidak semua barang atau benda bisa dijadikan jaminan,
diperlukan analisa terhadap jaminan tersebut.
Analisa jaminan merupakan proses penilaian kelayakan suatu
jaminan yang diberikan calon nasabah secara wujud, legalitas, nilai
jual dan Marketable. Aspek-aspek yang akan dianalisa dari jaminan
antara lain;
a) Menganalisa dari aspek hukum (yuridis), diantaranya;
(1) Jaminan harus mempunyai wujud nyata. Maksudnya adalah
jaminan dalam bentuk benda seperti; tanah dan atau
bangunan, kendaraan (mobil atau motor) dan deposito atau
surat berharga lainnya.
(2) Jaminan harus dibuktikan dengan surat kepemilikan atas
nama calon nasabah yang bersangkutan atau keluarga yang
diperbolehkan oleh kebijakan pembiayaan pada perbankan.
(3) Jika jaminan berupa barang yang dikuasakan, pemiliknya
harus ikut menandatangani akad pembiayaannya.
(4) Jaminan tidak dalam proses pengadilan/hukum.
(5) Jaminan tidak dalam sengketa.
(6) Jaminan bukan yang terkena proyek pemerintah atau jalur
hijau.

143 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


b) Menganalisa dari ekonomis jaminan, diantaranya;
a) Jaminan harus mempunyai nilai ekonomis pasar
b) Nilai jaminan pembiayaan lebih besar dari plafond
pembiayaannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Loan to
Value (LTV). LTV adalah perbandingan nilai jaminan dengan
limit pembiayaan. Besaran LTV pada masing-masing
perbankan berbeda-beda, namun secara umum bank akan
menetapkan besaran LTV sesuai jaminan, misalnya;

Tabel 3..2
Contoh Nilai LTV

Jenis Jaminan < 12 Bulan 24 Bulan 36 Bulan

Deposito 95 % 95 % 95 %
Kendaraan Bermotor 80 % 75 % 70 %
Kios, Los, Lapak, atau lainnya
70 % 60 % 50 %
yang sejenis
Tanah Kosong < 1.000 M2 70 % 60 % 50 %
Tanah Kosong > 1.000 M2 60 % 50 % 40 %
Tanah dan Bangunan< 1.000 M2 80 % 75 % 70 %
Tanah dan Bangunan > 1.000 M2 75 % 70 % 65 %

Keterangan;
12 bulan, 24 bulan, 36 bulan dan seterusnya menandakan
jangka waktu (tenor) pembiayaan. Persentase pada setiap
tenor berbeda-beda, makin pendek waktu pembiayaan, makin
besar persentase besaran pembiayaan yang bisa diberikan
dari nilai jaminan. Persentase-persentase pada kolom
merupakan besaran maksimal pembiayaan dari nilai jaminan
yang bisa diberikan. Contoh; jika memiliki jaminan berupa
kendaraan bermotor, maka besaran limit pembiayaan yang

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 144


bisa disetujui hanya kisaran 70% - 80% dari nilai kendaraan
tersebut.
c) Marketability adalah jaminan harus mempunyai pasaran yang
cukup luas dan mudah dijual.
d) Ascertainablity of Value adalah Jaminan pembiayaan yang
diajukan oleh calon nasabah harus mempunyai standar harga
tertentu (harga pasar), dalam hal penilaian nilai jaminan harus
sesuai dengan ketentuan Kebijakan penilaian jaminan yang
berlaku pada perbankan.
e) Transferable adalah jaminan pembiayaan yang diajukan calon
nasabah harus mudah dipindah-tangankan baik secara fisik
maupun secara hukum.

5) Penilaian terhadap Condition of Economic


Condition of economic merupakan suatu situasi dan kondisi
politik, social, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi keadaan
perekonomian yang kemungkinan pada suatu saat dapat
mempengaruhi kelancaran perusahaan calon nasabah. Contohnya
kebijakan pembatasan usaha property, pelarangan ekpor pasir laut,
trend PHK besar-besaran usaha sejenis dan lain-lain, contoh-contoh
ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi calon nasabah. Untuk
mengetahui gambaran condition economic tersebut diperlukan
penelitian terhadap;
a) Kebijakan pemerintah (regulasi) dalam peraturan-peraturan
yang akan maupun yang telah diterbitkan pemerintah
b) Kondisi makro dan mikro ekonomi
c) Situasi politik, keamanan dan perekonomian dunia
d) Keadaan pemasaran yang berlaku secara global dan
dampaknya terhadap usaha calon nasabah.

145 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


c. Prinsip 7 P
Prinsip penilaian 7 P dilakukan dengan cara:
1) People /Personality (kepribadian)
Penilaian kepribadian hampir sama dengan penilaian
karakter, hanya saja kepribadian lebih menekankan pada
person (orang). Kepribadian juga dinilai dari kinerja
(performance) calon nasabah, dan juga mitra usahanya
(customer, supplier, institusi atau para pihak yang terkait
sebagai back-up bisnis calon debitur).
2) Purpose (tujuan)
Penilaian atas maksud dan tujuan permohonan pembiayaan
oleh calon nasabah dan pembiayaan yang disalurkan benar-
benar menimbulkan manfaat bagi debitur sendiri (pemohon),
masyarakat dan bank/kreditur.
3) Payment (pembayaran)
Penilaian terhadap sumber-sumber pengembalian
pembiayaan (source of repayment), agar penyelesaian
pembiayaan sesuai dengan kesepakatan dan dapat
dilaksanakan tanpa hambatan. Sumber pengembalian
pembiayaan dapat terdiri dari primer (usaha/bisnis utama
yang dijalankan/dibiayai) dan sekunder (usaha/bisnis lain
yang dimiliki dalam rangka mendukung sumber
pengembalian primer).
4) Protection (perlindungan)
Penilaian atas alternatif penyelesaian pembiayaan, apabila
nasabah gagal (wanprestasi) dalam memenuhi kewajiban
(payment) kepada bank. Bank harus menguasai agunan,
baik fixed asset maupun non fixed asset, disertai dengan
perikatan yuridis yang sempurna sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 146


5. Prospective (prospek usaha)
Melakukan penilaian atas kondisi usaha calon nasabah pada
masa mendatang (future performance), baik dari aspek
finansial maupun teknis. Usaha yang dapat dilakukan adalah
melakukan perbandingan antara cashflow dari usaha yang
akan dibiayai dengan risiko yang dihadapi atas kredit yang
akan diberikan.
6. Party (kelompok usaha)
Mengklasifikasikan nasabah berdasarkan modal, kebutuhan,
skala usaha, legalitas, dan lain-lain. Klasifikasi ini
memberikan kemudahan pada penanganan nasabah. Party
juga dimaksutkan untuk membedakan pembiayaan kepada
pengusaha kecil dan pengusaha bermodal kuat. Pembedaan
bisa dilakukan dalam segi harga (pricing), biaya, maupun
persyaratannya.
7. Profitability (kemampuan menghasilkan keuntungan)
Menganalisa kemampuan calon nasabah dalam
menghasilkan laba (profit). Hal yang perlu mendapat
perhatian adalah seberapa besar pengaruh tambahan
pembiayaan yang akan diberikan terhadap peningkatan
profitabilitas usaha calon nasabah.

d. Prinsip 3 R
Tiga komponen dalam prinsip 3R adalah:
(1) Tingkat pengembalian usaha (return)
(2) Kemampuan membayar kembali (repayment)
(3) Kemampuan menanggung resiko (risk bearing ability)
Konsep 3R memberi penekanan kepada aspek finansial dari
analisis kredit.

147 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


D. Persetujuan, Pengikatan, Perjanjian, Dan Pencairan Fasilitas
Pembiayaan
Proses persetujuan merupakan proses penentuan suatu proposal
pembiayaan dapat disetujui atau tidak. Dalam proses persetujuan dan
pencairan akan mengikuti hal-hal seperti pada gambar di bawah;

Gambar 3.5
Persetujuan dan Pencairan

Sumber: diolah dari berbagai sumber

1. Persetujuan, Pengikatan dan Perjanjian


a. Proses Persetujuan Sesuai Kewenangan
Proses persetujuan pembiayaan pada masing-masing perbankan
berbeda-beda dalam penerapannya. Ada perbankan syariah yang
menerapkan proses persetujuan kredit dengan sistem komite
pembiayaan dan ada juga dengan sistem pemberian hak memutus
pembiayaan kepada individu berupa BWMP (batas wewenang

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 148


memutus pembiayaan). Bank yang menerapkan system komite
pembiayaan, biasanya menunjuk beberapa orang karyawan untuk
menjadi komite pembiayaan. Komite pembiayaan bertanggung jawab
dalam memberikan persetujuan atau penolakan terhadap proposal
pembiayaan yang sudah masuk sesuai batas kewenangan yang telah
ditetapkan direksi. Selain itu komite pembiayaan juga melakukan
koordinasi dengan Assets Liabilities Committee (ALCO) dalam aspek
pendanaan pembiayaan.
Sedangkan perbankan syariah yang menggunakan system
pendelegasian wewenang memutus pembiayaan dilakukan dengan
pemberian BWMP kepada karyawan yang dianggap mampu dan
cakap dalam menganalisa pembiayaan. Kemampuan dan kecakapan
karyawan harus dibuktikan dengan surat kelulusan dalam ujian
sertifikasi BWMP berstandar Bank Indonesia. Keikutsertaan dalam
ujian sertifikasi bagi karyawan berasal dari rekomendasi dari atasan
karyawan yang bersangkutan. Biasanya karyawan-karyawan yang
direkomendasikan untuk mengikuti ujian sertifikasi tersebut adalah
karyawan-karyawan yang dianggap telah layak, mampu dan
bertanggung jawab.
Kelayakan dan kemampuan biasanya sejalan dengan jabatan
yang diemban oleh karyawan yang bersangkutan, misalnya jabatan
staf financing (financing officer /FIO), Branch manager (BM), Area
Financing Manager (AFM), Area Manager (AM) sampai ke level
Direksi, mereka telah dianggap layak dan mampu bertanggung jawab,
sehingga wajib bagi mereka untuk mengikuti ujian sertifikasi untuk
mendapatkan BWMP. BWMP untuk masing-masing tingkatan
berbeda-beda sesuai ketentuan yang ditetapkan direksi.
Penetapan direksi tentang BWMP dan alur proses persetujuan
pembiayaan pada masing-masing bank berbeda penerapannya,
namun secara umum berlaku seperti pada gambar di bawah;

149 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Gambar 3.6
Contoh Alur Proses Persetujuan Pembiayaan

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Berdasarkan gambar, proses inisiasi dan analisa pembiayaan


awal dilakukan AO, kemudian proses analisa pembiayaan lanjutan
dilakukan oleh Team Financing (FIO). Bagi FiO yang memiliki BWMP
diperkenankan menyetujui permohonan pembiayaan yang masih
dalam wewenangnya. Sesudah FiO memutus disetujui, maka proposal
pembiayaan itu kemudian ditindak lanjuti oleh AO untuk segera diikat
dalam bentuk pengikatan dokumen perjanjian, setelah itu baru
dilakukan pencairan. Namun jika jumlah pengajuan pembiayaan
diatas wewenang FiO, maka persetujuan proposal pembiayaan
dinaikan ke level BWMP yang lebih tinggi, yakni BM. BM kemudian
melakukan penilaian terhadap proposal pembiayaan tersebut, jika BM
merasa belum yakin terhadap proposal tersebut, maka BM boleh
melakukan kunjungan langsung ke lapangan dengan ditemani FiO
dan AO. Setelah BM merasa yakin, BM boleh memutus pembiayaan
tersebut. Jika disetuju oleh BM, maka proses berikutnya pengikatan
dalam bentuk perjanjian pembiayaan yang ditindak lanjuti oleh AO,
setelah itu dilakukan pencairan.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 150


Namun jika jumlah permohonan pembiayaan diatas wewenang
BM, proses persetujuan pembiayaan harus dilanjutkan ke level
berikutnya yaitu AFM/FFO. Sebelum memutus pembiayaan, AFM/FFO
terlebih dahulu juga melakukan penilaian terhadap proposal
pembiayaan tersebut. Jika dirasa perlu AFM/FFO boleh melakukan
kunjungan langsung ke lapangan dengan ditemani FIO dan AO.
Berdasarkan hasil penilaian langsung atau tidak langsung tersebut,
AFM/FFO akan memutus pembiayaan. Jika disetujui. Maka proses
berikutnya, proposal itu akan turun lagi ke AO untuk segera dilakukan
pengikatan dan perjanjian pembiayaan, seterusnya dilakukan
pencairan. Begitulah seterusnya proses persetujuan pembiayaan
sampai level tertinggi yakni advisor atau direksi. Setelah dinyatakan
disetujui, maka kemudian dilakukan pengikatan dalam bentuk
perjanjian pembiayaan dan diikuti dengan pencairan.
Semua proses persetujuan pembiayaan untuk saat ini relative
sudah cepat dan mudah. Hampir semua bank syariah sudah
menerapkan teknologi yang canggih dengan system yang aman,
sehingga memberikan kecepatan proses persetujuan. Proses
persetujuan dilakukan dengan system online. Semua pemegang
BWMP sudah bisa melakukan penilaian dan persetujuan dimanapun
mereka berada, semua sudah bisa terkoneksi ke laptop, ipad, android
maupun ke hp, sehingga proses persetujuan pembiayaan bisa
dilakukan dalam waktu yang relative pendek.

b. Penandatanganan Perjanjian Pembiayaan


Penandatanganan perjanjian pembiayaan (akad) dapat dilakukan
jika pejabat bank yang memiliki kewenangan persetujuan pembiayaan
telah menyetujui permohonan pembiayaan yang diajukan calon
nasabah. Persetujuan pembiayaan dilakukan setelah dinyatakan
memenuhi semua persyaratan pembiayaan yang ditetapkan bank dan
dinyatakan layak melalui penilaian kelayakan usaha dan jaminan.
Perjanjian pembiayaan dilakukan secara tertulis antara pihak bank
dengan nasabah yang telah mengajukan pembiayaan dengan akad

151 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


yang telah disepakati. Kesepakatan dalam akad mengandung
kesepahaman dalam hak dan kewajiban masing-masing. Ada
beberapa hal yang menjadi perhatian dalam perjanjian pembiayaan.
Diantaranya:
a. Domisili hukum
b. Kondisi pembiayaan yang telah disetujui (jumlah,
nisbah/margin, persyaratan dan lainnya) telah dicantumkan
dalam akad
c. Memastikan bahwa perjanjian harus bersifat mengikat dan
berkekuatan tetap
d. Pembiayaan ditandatangani oleh pihak yang berwenang
misalnya perwakilan dari bank yang telah ditunjuk dan
nasabah, suami/istri nasabah, ahli waris, maupun orang-
orang yang berwenang dalam perusahaan, jika yang
mengajukan perusahaan.13

c. Pengikatan Jaminan Pembiayaan


Salah satu syarat diprosesnya permohonan pembiayaan adalah
masalah jaminan. Jaminan menjadi salah satu penilai yang sangat
menentukan disetujuinya pembiayaan tersebut. Nilai jaminan akan
mempengaruhi besaran plafond pembiayan yang bisa dibiayai.
Masing-masing perbankan memiliki standar penilaian yang berbeda
terhadap jaminan, namun secara umum nilai jaminan harus lebih
tinggi dari nilai pembiayaan. Ini dilakukan untuk menghindari bank dari
resiko kerugian yang disebabkan oleh kredit macet yang tak bisa
ditagih, sehingga jaminan bisa menutupi kerugian bank.
Karena begitu pentingnya peran jaminan, maka jaminan perlu
diikat dalam bentuk pengikatan agunan. Pengikatan agunan bersifat
pengikatan bawah tangan dan pengikatan dalam bentuk notaril.
Pengikatan bawah tangan berarti proses penandatanganan akad

13 Ikatan Bankir Indonesia, loc.cit. hlm., 281

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 152


dilakukan antara bank dengan nasabah, sedangkan pengikatan notaril
adalah proses pengikatan antara bank dengan nasabah dilakukan
dihadapan notaris. Dari kedua bentuk pengikatan agunan, bank
memakainya sesuai besaran pembiayaan, jika pembiayaannya
tergolong besar makan bank akan menggunakan pengikatan notaril,
sedangkan pembiayaan yang bersifat mikro, bank lebih banyak
menggunakan pengikatan bawah tangan.
Pengikatan bawah tangan dan notaril sebetulnya hampir sama,
tapi berbeda dalam segi kekuatan hukum. Jika terjadi penyangkalan,
pada pengikatan bawah tangan, bank harus membuktikan bahwa
nasabah benar-benar sudah melakukan penandatanganan terhadap
akad yang dimaksud. Sedangkan pada notaril, nasabah yang harus
membuktikannya. Makanya baik pengikatan bawah tangan maupun
notaril, semua berkas perjanjian pembiayaan dipastikan sudah
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan masing-masing pihak
mesti memegangnya satu persatu, kemudian disimpan secara aman.
Sementara itu pelaksanaan pengikatan jaminan dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan perjanjian pembiayaan (akad
pembiayaan). Pihak yang terlibat dalam proses pengikatan jaminan
adalah AO/staf financing/staf legal (sesuai dengan surat kuasa
penandatanganan akad pembiayaan yang telah diberikan kepada
masing-masing pejabat tersebut) dan seluruh pihak pemilik jaminan
(nasabah) termasuk penjamin, berikut pasangan penjamin.
Dalam hal kepemilikan jaminan, barang jaminan adalah milik
calon nasabah yang bersangkutan, atau milik anggota keluarga calon
nasabah. Jika nama yang tertera dalam jaminan bukan atas nama
nasabah, tapi nama anggota keluarganya, maka nama yang tertera
dalam jaminan harus ikut tanda tangan dalam akad perjanjian
pembiayaan, termasuk ahli waris yang memiliki hak atas jaminan
tersebut. Namun jika penjamin sesuai nama yang tertera pada
dokumen jaminan telah meninggal dunia, maka wajib dilengkapi
dengan surat kematian dari kelurahan setempat (sesuai KTP) dan
surat keterangan ahli waris dari kecamatan setempat (sesuai KTP).

153 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


d. Dokumentasi dan administrasi Pembiayaan
Dokumentasi pembiayaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari pembiayaan dan merupakan salah satu aspek penting yang dapat
menjamin pengembalian pembiayaan. Oleh karena itu dokumentasi
pembiayaan wajib dilaksanakan dengan baik dan tertib. Dokumentasi
pembiayaan meliputi semua dokumen yang diperlukan susuai dengan
jenis pembiayaan yang diajukan calon nasabah. Semakin komplek
proses kegiatan pembiayaan, system/prosedur, dan struktur
organisasi, maka bentuk, sifat dan ruang lingkup dokumen
pembiayaan akan semakin komplek pula. Kompleksitas dokumen-
dokumen itu semua ditujukan sebagai penguatan keyakinan bank
dalam memberikan pembiayaan.
Jika dokumen-dokumen pembiayaan belum dipenuhi, pencairan
pembiayaan belum dapat dilakukan. Petugas perbankan akan
melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap semua dokumen
pembiayaan sesuai ketentuan pembiayaan yang berlaku pada bank
tersebut. Jika ada bahagian dokumen yang belum lengkap, maka
pihak bank harus meminta dokumen yang kurang itu ke calon
nasabah. Secara umum ada beberapa bentuk dokumen pembiayaan
yang mesti harus tersedia, diantaranya:
1) Dokumen Legal
Dokumen legal merupakan seluruh dokumen asli yang
berkaitan dengan perjanjian atau perikatan secara hukum
antara pihak bank dengan nasabah dan atau pihak ketiga.
Dokumen legal ini terdiri atas:
a) Aplikasi permohonan pembiayaan yang ditandatangani
nasabah
b) Memo persetujuan pembiayaan
c) Berkas asli Akad Pembiayaan dan turunannya

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 154


d) Berkas asli bukti kepemilikan agunan berikut dokumen
pengikatan/pengamanan agunan.
e) Berkas asli polis asuransi.
2) Dokumen non Legal
Dokumen non legal merupakan seluruh dokumen yang berisi
seluruh informasi yang berkaitan dengan proses pembiayaan
sejak awal pengumpulan data, analisis pembiayaan, sampai
dengan persetujuan. Adapun contoh dokumen non legal
diantaranya :
a) Formulir aplikasi
b) Data keuangan
c) Daftar rencana pembiayaan (RAB)
d) Laporan penilaian usaha dan nasabah
e) Laporan pemeriksaan jaminan
f) Dokumen-dokumen persyaratan pembiayaan lainnya.
Berdasarkan kepentingannya dokumen pembiayaan dibagi
menjadi:
a) Dokumen pokok (dokumen primer)
Dokumen pokok adalah dokumen-dokumen yang harus
dimiliki oleh bank untuk dapat membuktikan kepemilikan asset
secara yuridis. Dokumen-dokumen tersebut meliputi; identitas
nasabah, identitas usaha, bukti kepemilikan jaminan,
dokumen persetujuan, dokumen perjanjian pembiayaan,
dokumen pengikatan jaminan, dokumen pencairan dan lain-
lain. Berdasarkan perolehannya dokumen primer dibedakan
menjadi;
(1) Dokumen yang berasal dari nasabah, misalnya:
a) Identitas nasabah, antara lain: fotocopy identitas diri
(KTP/SIM/Paspor), kartu keluarga, fotokopi surat
kewarganegaraan/surat keterangan ganti nama (jika
diperlukan), dan identitas debitur lainnya.

155 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


b) Identitas usaha debitur, misalnya; fotocopy akte
pendirian perusahaan beserta seluruh akte
perubahannya, fotocopy bukti perijinan usaha seperti
SIUP, SITU, TDP, SIUJK, dan NPWP.
c) Bukti kepemilikan agunan, diantaranya Sertifikat Hak
Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB),
Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), Sertifikat Hak
Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS), Sertifikat Hak
Pakai (SHP), asli bilyet deposito beserta asli surat
kuasa pencairan deposito yang bermeterai, asli BPKB
beserta Surat pemblokiran kepada Kepolisian
setempat, asli bank garansi, asli faktur/kwitansi
pembelian mesin-mesin, asli bukti kepemilikan
agunan lainnya dan asli dokumen pendukung agunan
(seperti IMB, PBB, dan lainnya).
(2) Dokumen yang berasal dari bank, diantaranya;
a) Dokumen persetujuan (approval) pembiayaan
b) Dokumen perjanjian pembiayaan, misalnya surat
perjanjian pembiayaan dan Addendum perjanjian
pembiayaan
c) Dokumen pengikatan jaminan, dan dokumen lain
yang berhubungan dengan pengikatan jaminan,
misalnya; sertifikat hak tanggungan, akta pengikatan
hak tanggungan, Hipotik, Sertifikat Jaminan Fidusia,
Gadai dan penyerahan hak secara cessie, Personal
/Corporate Guarantee, Surat Kuasa Memasang Hak
Tanggungan (SKMHT) dan Surat pengikatan jaminan
lainnya.
d) Dokumen pencairan pembiayaan berupa data
pembiayaan dan tanda terima uang nasabah

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 156


e) Dokumen lainnya seperti surat pengajuan klaim
asuransi
(3) Dokumen yang diperoleh dari pihak ketiga, seperti
dokumen yang berkaitan dengan asuransi, antara lain
polis asuransi.
b) Dokumen pendukung (dokumen sekunder)
Dokumen pendukung adalah semua dokumen pembiayaan di
luar dokumen primer, meliputi; laporan keuangan nasabah,
laporan penilaian jaminan, laporan kunjungan nasabah, dan
lain-lain. Berdasarkan sumbernya, dokumen pendukung
dibedakan atas:
(1) Dokumen yang diperoleh dari debitur diantaranya;
laporan keuangan (neraca dan laba rugi) dan informasi
keuangan nasabah lainnya.
(2) Dokumen yang diperoleh dari Bank:
a) Dokumen-dokumen pembinaan, misalnya; call report
(laporan kunjungan), somasi, surat-surat peringatan
dan surat-surat pembinaan lainnya.
b) Bukti-bukti pembukuan, misalnya; fotocopy R/K,
tanda setoran biaya-biaya pembiayaan dan bukti
pembukuan lainnya.
c) Dokumen lain, misalnya : laporan penilaian jaminan,
formulir pemeriksaan kelengkapan paket, surat
pemberitahuan persetujuan pembiayaan, surat-surat
lain sesuai yang dipersyaratkan dalam putusan
pembiayaan, dan dokumen yang berhubungan
dengan putusan kolektibilitas dan surat-surat lainnya.
3) Dokumen yang diperoleh dari pihak ketiga, diantaranya;
a. Laporan perusahaan penilai (appraisal company).

157 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


b. Analisa proyek, analisa teknik dan studi kelayakan
(feasibility study).
c. AMDAL untuk usaha yang membutuhkannya.
d. Laporan keuangan.
e. Informasi atau referensi bank.
f. Fotocopy pembiayaan berjalan dari bank lain dalam
rangka take over pembiayaan.
Setelah semua dokumen pembiayaan terpenuhi berikutnya
dilakukan pengarsipan dokumen. Pengarsipan dokumen penting
dilakukan karena akan menjadi sis-sia dokumen yang sudah lengkap
jika tidak diarsipkan secara baik, benar, aman, dan sistematis.
Pengarsipan dokumen secara baik, benar dan aman dapat dilakukan
dengan cara seperti di bawah :
1) Menyiapkan map berdasarkan nama nasabah. Dalam map
berisi bagian-bagian, diantaranya;
a) Bagian 1 berisi informasi tentang nasabah. Bagian ini
berisikan check list document, profile nasabah /
management, copy KTP / Passport, KK, akta nikah, copy
KTP pasangan dan penjamin, copy NPWP, SIUP, TDP,
Domisili usaha dan ijin lainnya yang terkait dengan usaha
nasabah, akta pendirian perusahaan berikut
perubahannya dan pengesahan menteri, surat bank
checking dan hasilnya, surat trade & market checking dan
hasilnya, serta legal opini.
b) Bagian 2 berisi memo korespondensi dan administrasi
pembiayaan. Bagian ini berisi surat permohonan
pembiayaan dari nasabah, formulir pembiayaan yang
telah diisi lengkap, surat perjanjian pembiayaan, surat
menyurat lain antara bank dengan nasabah, memo order,
memo efektif, data pembiayaan, dan memo penyerahan,
penukaran dan penarikan jaminan.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 158


c) Bagian 3 berisi data keuangan nasabah. Bagian ini
berisikan laporan keuangan nasabah, performa keuangan
nasabah, spreadsheet, cash flow proyektion, aktifitas
rekening koran nasabah, dan surat perjanjian kerja jika
ada.
d) Bagian 4 berisi memo dan laporan analisa pembiayaan.
Bagian ini terdiri atas penilaian analisa pembiayaan yang
dilakukan pihak bank, kertas kerja hasil review dari
reviewer bank, hasil keputusan komite pembiayan atau
karyawan yang memutus pembiayaan (BWMP).
e) Bagian 5 berisi penilaian terhadap jaminan. Bagian ini
berisikan laporan penilaian terhadap jaminan, hasil
kunjungan lapangan pihak bank pada jaminan, dan copy
dokumen jaminan.
f) Bagian 6 berisi memo internal. Bagian ini memuat memo
kunjungan lapangan pihak bank ke tempat nasabah (call
report, visit report, pre approval visit report) dan seluruh
memo internal yang berkaitan dengan nasabah.
g) Bagian 7 berisi akad perjanjian pembiayaan. Bagian ini
memuat surat perjanjian kesepakatan pembiayaan (SPK)
antara bank dengan nasabah, surat pengantar
pengikatan, covernote notaris, dan surat pengikatan
jaminan.
h) Bagian 8 berisi asuransi. Bagian ini terdapat copy polis
asuransi, copy nota pertanggungan, claim settlement dan
bukti dokumen lain yang berhubungan dengan asuransi.
2) Dokumen-dokumen to be obtain (TBO), yaitu dokumen yang
masih dalam proses pengurusan dengan covernote dan
dokumen yang telah disetujui dalam persetujuan deviasi
termasuk dokumen Bukti Pembelian Modal Kerja/Investasi
dan tanggal penyerahannya, atau dokumen-dokumen yang
masih belum lengkap dan atau belum sesuai dengan data-

159 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


data yang ada, maka pihak bank wajib melengkapi
kekurangan dan/atau memperbaiki kesalahan yang ada
dengan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang
terkait.
3) Jika sudah lengkap, map-map yang sudah berisi bagian-
bagian di atas kemudian dimasukan ke dalam amplop besar,
kemudian disimpan dalam brankas/lemari besi (vault) yang
tahan terhadap api. Penyusunan amplop dilakukan
berdasarkan abjad nama. Namun sebelum disusun,
cantumkan terlebih dahulu informasi singkat pada bagian luar
kiri atas amplop berupa nama nasabah, jumlah pembiayaan,
tanggal pencairan, jenis jaminan, jenis pengikatan
pembiayaan dan pengikatan jaminan.
4) Map dokumen yang akan disimpan, wajib dicek
kelengkapannya oleh Loan Admin, kemudian dilakukan
penyegelan dengan stiker pada penutup amplop dokumen.
5) Untuk keamanan terhadap dokumen, proses pembukaan
brankas/lemari besi untuk melakukan penyimpanan dokumen,
wajib dilakukan secara dual custody antara team financing
dan operation supervisor (OS). Setelah dokumen disimpan
pada brankas/lemari besi tahan api, Financing Officer
bersama-sama dengan Operation Supervisor membubuhkan
tanda tangan pada buku registrasi (Buku Log) Jaminan di
brankas/lemari besi. Tanda tangan akan terus dilakukan
setiap kali melakukan pengecekan, penarikan, penyimpanan
dokumen.

e. Asuransi Pembiayaan
Setiap pembiayaan yang telah disalurkan tentu mempunyai resiko
bagi bank. Resiko terbesarnya adalah kemungkinan munculnya
pembiayaan macet atau pembiayaan gagal bayar yang bersifat tak
tertagih. Gagal bayar tak tertagih yang disebabkan oleh meninggalnya

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 160


nasabah. Kondisi ini tentu harus diantisipasi oleh perbankan dengan
menyiapkan asuransi jiwa. Asuransi jiwa dijadikan sebagai lembaga
yang akan memberikan perlindungan terhadap nasabah jika terjadi
gagal bayar yang disebabkan oleh meninggalnya nasabah. Ketika ada
muncul kejadian nasabah meninggal, maka asuransi akan mengcaver
sisa OS pembiayaan nasabah dan kemudian ahli waris dari nasabah
tersebut dibebaskan dari kewajiban untuk membayar sisa pembiayaan
nasabah tersebut.
Selain asuransi jiwa, nasabah juga diharuskan menggunakan
asuransi untuk perlindungan jaminan. Asuransi jaminan ini
dimaksudkan untuk melindungan jaminan dari resiko hilangnya
jaminan, sehingga kehilangan jaminan berakibat kerugian bagi pihak
bank.
Ketentuan asuransi jiwa dan asuransi jaminan, biasanya
mewajibkan nasabah membayar sejumlah premi. Premi yang dibayar
nasabah hanya sekali diawal pembiayaan saja, dan masa
pertanggungannya hanya selama jangka waktu pembiayaan tersebut.
Sedangkan besarnya uang pertanggungan, pada asuransi jiwa
minimal sebesar plafond pembiayaan dan pada asuransi jaminan
sejumlah nilai harga jaminan.

2. Pencairan
Setelah semua proses sudah dilalui, dan dukumen-dokumen
dinyatakan lengkap barulah kemudian dilakukan pencairan dana
pembiayaan. Namun sebelum dilakukan pencairan, pihak bank harus
kembali melakukan pemeriksaan akhir semua kelengkapan tersebut
sesuai disposisi pemegang hak pemutus pembiayaan (BWMP) atau
komite pembiayaan. Apabila semua proses tersebut sudah terpenuhi
maka barulah proses pencairan bisa dilakukan.
Dalam pencairan pembiayaan, bermacam-macam cara dilakukan
pihak bank, ada yang secara tunai dan ada juga lewat rekening
nasabah yang bersangkutan. Kalau yang bersifat tunai, biasanya

161 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


dilakukan pada pembiayaan mikro, sedangkan lewat transper ke
rekening nasabah diterapkan untuk pembiayaan mikro dan SME.

E. Pengawasan Pembiayaan
Pengawasan atas pembiayaan yang telah disalurkan merupakan
upaya untuk menjaga dan mengamankan pembiayaan sebagai
sebuah kekayaan (asset). Pengawasan juga digunakan untuk
mengetahui terms of lending serta asumsi-asumsi sebagai dasar
persetujuan pembiayaan tercapai atau terjadi penyimpangan
pembiayaan. Pengawasan pembiayaan dapat dilakukan dengan
pemantauan realisasi penyaluran pembiayaan, penggunaan dana
pembiayaan, dan pengaruh pembiayaan terhadap peningkatan usaha
nasabah jika pembiayaannya berupa modal kerja, dan kinerja
keuangan nasabah setelah diberikan pembiayaan.
Tindak lanjut bank dalam pengawasan pembiayaan adalah
dengan menjalankan fungsi pengawasan pembiayaan yang bersifat
menyeluruh (multi layers control), dengan tiga prinsip utama, yaitu;
prinsip pencegahan dini (early warning system), prinsip pengawasan
melekat (built in control) dan prinsip pemeriksaan internal (internal
audit). Ketiga prinsip ini ditujukan untuk pencapaian tujuan
pengawasan pembiayaan diantaranya;
1. Mengetahui apakah prosedur-prosedur dan ketentuan-
ketentuan penyaluran pembiayaan telah dilaksanakan secara
maksimal
2. Meminimalisir kemungkinan munculnya resiko-resiko yang
diakibatkan oleh penyimpangang-penyimpangan baik yang
dilakukan nasabah atau dari internal bank
3. Mengetahui administrasi dan dokumentasi pembiayaan telah
terlaksana sesuai ketentuan-ketentuan yang ada

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 162


4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam setiap tahap
pemberian pembiayaan sehingga perencanaan pembiayaan
dapat dilaksanakan dengan baik
5. Pembinaan portofolio, baik secara individu maupun secara
keseluruhan dapat dilakukan sehingga mempunyai kualitas
aktiva yang produktif dan mendukung menjadi bank yang
sehat.14
Proses pengawasan pembiayaan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya;
a. On desk, yaitu melakukan verifikasi terhadap dokumen-
dokumen pembiayaan nasabah, identifikasi terhadap
masalah-masalah potensial dalam pengadaan kas, deteksi
terhadap kecendrungan memburuknya kondisi keuangan
nasabah, dan penilaian terhadap kesediaan nasabah dalam
memenuhi kewajiban keuangannya.
b. On site, yaitu melakukan kunjungan langsung berkala ke
tempat usaha nasabah untuk melihat kemajuan usaha
nasabah, mendeteksi kendala-kendala yang dihadapi
nasabah dalam mengembangkan usahanya.
c. Trade checking, yaitu melihat kondisi usaha dengan
memanfaatkan informasi dari supplier, distributor, competitor
dan partner bisnis nasabah.
d. Credit checking, yaitu memantau pembiayaan nasabah
dengan memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan
kelancaran nasabah membayar utang, baik utang bank
maupun utang pada tempat lainnya.
e. Early warning system (antisipasi dini), yaitu tindakan
pemantauan secara dini terhadap pembiayaan kolektibilitas
lancar dan dalam perhatian khusus, dengan tujuan untuk

14 Veithzal Rivai, Prof. Dr. H. MBA, dan Andria Permata Veithzal, MBA, loc.cit.
hlm., 490

163 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


memberikan antisipasi dini atas gejala-gejala yang dapat
mempengaruhi tingkat kolektibilitas nasabah, sehingga dapat
segera dilakukan tindakan preventif mencegah penurunan
kolektibilitas. Gejala-gejala memburuknya keadaan nasabah
pembiayaan dapat dideteksi berdasarkan pada aktivitas
rekening nasabah menurun dan cendrung menjadi pasif,
terdapat tunggakan kewajiban yang berulang, dan terdapat
informasi negative tentang nasabah berdasarkan hasil call
monitoring, on desk, credit checking dan informasi dari pihak
ketiga.15
Cara-cara pengawasan di atas pada prinsipnya harus melekat.
Melekat maksutnya semua kegiatan pembiayaan adalah satu bentuk
pengawasan yang terikat mulai dari proses awal pembiayaan sampai
pembiayaan itu diselesaikan atau dilunasi oleh nasabah. Artinya
pengawasan melekat adalah unsur-unsur pengawasan atau
pengamanan pembiayaan telah dilakukan pada setiap proses
pembiayaan dan setiap karyawan yang bertugas dalam pembiayaan
ikut dalam pengawasan pembiayaan tersebut.
Penerapan pengawasan melekat dapat dilakukan lewat hal-hal
berikut;
1) Melihat kepatuhan dan ketaatan terhadap kebijakan, system,
proses dan prosedur dalam penyaluran pembiayaan dengan
cara;
a) Setiap pejabat pembiayaan baik secara langsung maupun
tidak langsung, secara berkala melakukan pengawasan
terhadap proses pemberian pembiayaan, sejak dari
inisiasi, sampai dengan pelunasan pembiayaan.
b) Pengawasan dilakukan terhadap kualitas proses
pemberian pembiayaan dan fasilitas pembiayaan yang
diberikan kepada nasabah, dengan cara memastikan
bahwa pejabat yang berwenang melaksanakan seluruh
15 Ikatan Bankir Indonesia, loc.cit., hlm., 283

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 164


proses pembiayaan secara profesional, sehingga tidak
ada ketentuan-ketentuan pembiayaan yang dilanggar.
c) Pengawasan melekat juga dilakukan oleh pemutus
pembiayaan terutama terhadap kualitas karyawan yang
melakukan inisiasi.
d) Untuk mengendalikan, menjamin dan mengarahkan
bahwa pengawasan melekat telah berjalan baik dan
efektif, maka atasan langsung perlu melakukan pengujian
atas pelaksanaan tugas yang dilakukan bawahannya
telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Penanggung jawab pengawasan melekat. Semua karyawan
yang bertugas dalam penyaluran pembiayaan baik langsung
atau tidak langsung memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
usaha pengamanan dan pengelolaan kekayaan bank.
Pengamanan dilakukan dalam bentuk penyaluran
pembiayaan menurut kebijakan pembiayaan yang berlaku,
dan pengelolaan kekayaan bank dilakukan secara lebih baik,
efektif dan efisien untuk menghindarkan dari penyelewengan-
penyelewengan.
3) Tindakan represif dalam pengawasan pembiayaan.
Penyelesaian pembiayaan bemasalah yang timbul akibat
adanya penyelewengan yang dilakukan karyawan (AO) yang
bertugas dalam kegiatan pembiayaan dilakukan 2 tindakan,
diantaranya; penyelesaian administratif dan tindakan terhadap
diri pelaku. Penyelesaian administrasi dilakukan dengan
menertipkan administrasi dari tindakan-tindakan
penyelewengan yang dilakukan pegawai bank. Melalui
administrasi akan diketahui modus operandi yang dilakukan
oknum pegawai, besaran kerugian bagi bank dan oknum lain
yang mungkin terlibat. Sedangkan tindakan terhadap diri
pelaku yang telah terbukti melakukan penyimpangan dan
dikenakan hukuman dalam berbagai bentuk, mulai hukuman
ringan sampai berat.

165 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


4) Laporan pengawasan pembiayaan. Laporan pengawasan
melekat dilakukan secara berkala kepada direksi. Laporannya
berisi laporan evaluasi ekspansi pembiayaan, laporan
portofolio pembiayaan dan laporan management improvement
program.
Selain pengawasan melekat dalam pengawasan juga dikenal
pengawasan berganda. Pengawasan berganda adalah pengawasan
yang dilakukan oleh 2 (dua) orang pejabat yang berbeda fungsi,
terhadap tahapan pemberian pembiayaan yang mengandung
kerawanan penyalahgunaan pembiayaan. Adapun pengawasan
pembiayaan terhadap proses yang mengandung kerawanan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan ganda pada proses inisiasi pembiayaan
b. Pengawasan ganda pada proses analisa pembiayaan
c. Pengawasan ganda pada proses penyusunan struktur dan
syarat pembiayaan
d. Pengawasan ganda pada kelengkapan file pembiayaan
e. Pengawasan ganda pada proses persetujuan pembiayaan
f. Pengawasan ganda pada proses pencairan
g. Pengawasan ganda pada proses pelunasan dan
penyelesaian pembiayaan bermasalah kalau ada.
Pengawasan berganda pada proses-proses di atas secara umum
ditujukan untuk menutupi ruang penyalahgunaan wewenang dalam
pembiayaan. Penyalahgunaan wewenang dalam pembiayaan menjadi
perhatian serius perbankan. Pegawai yang tak amanah jauh lebih
berbahaya dalam menyebabkan kerugian perbankan, ketimbang
nasabah yang gagal bayar. Hal ini dikarenakan pegawai bank
merupakan orang yang melakukan segala tindakan atas nama bank
dalam penyaluran maupun penghimpunan dana. Untuk meminimalisir
adanya praktek penyimpangan dalam penghimpunan dana dan
penyaluran pembiayaan dibuatlah buku kebijakan atau buku SOP
(standar operasional prosedur).

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 166


Semua tindakan pegawai bank dalam aktivitas penghimpunan dan
penyaluran pembiayaan harus sesuai dengan buku petunjuk.
Penilaian kesesuaian tindakan pegawai dengan buku kebijakan
biasanya dilakukan secara berkala yang dilakukan oleh team audit
internal bank yang bersangkutan.
Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang independen
dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
organisasi yang dilaksanakan. Tujuan audit internal adalah membantu
para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung
jawabnya secara efektif. Untuk itu, audit internal akan melakukan
analisis, penilaian, dan mengajukan saran-saran kepada manajemen
organisasi dalam pengambilan keputusan.16
Audit internal dilaksanakan secara berkala oleh team audit
internal bank yang bersangkutan. Team audit bersifat independen
dalam pekerjaannya, laporan dan pertanggung jawaban pekerjaannya
langsung kepada direksi. Team audit bekerja dengan melakukan
kunjungan langsung ke cabang-cabang bank dan bila memungkinkan
mereka juga boleh mengaudit sampai mengunjungi nasabah. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa kepatuhan cabang-cabang
atau pegawai-pegawai bank dalam menjalankan ketentuan-ketentuan
penyaluran pembiayaan. Tujuan lain dari audit internal adalah;
a) Penilaian kecukupan dan efektifitas struktur pengendalian
manajemen.
b) Penilaian kualitas kinerja
c) Pembinaan atau bantuan manajerial
Melihat tujuan dari audit internal begitu signifikan dalam
mendeteksi dan menilai pembiayaan bermasalah, makanya Bank
Indonesia mewajibkan kepada setiap bank untuk memiliki divisi audit
internal. Bank Indonesia menetapkan Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank (SPFAIB) sebagai ukuran minimal yang harus

16 Hiro Tugiman, 2014. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: PT


Kanikus, hlm, 11.

167 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


dipatuhi oleh semua bank umum di Indonesia. Semua yang ditetapkan
dalam SPFAIB itu wajib dilaksanakan oleh semua bank umum.
Ketentuan dalam SPFAIB tersebut dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Audit Intern (SKAI) di masing-masing bank. Satuan kerja ini boleh saja
namanya berbeda-beda namun mengandung makna sesuai SPFAIB,
misalnya Divisi Audit Intern, Urusan Pemeriksaan Intern, Urusan Audit
Intern, Group Audit Intern, dan sebagainya.17 Posisi audit internal ini
menjadi penting sebagaimana fungsi dan tanggung jawabnya dalam
mengevaluasi pembiayaan yang disalurkan agar tidak menjadi
bermasalah hingga merugikan bank.
Contoh kasus yang ditemukan auditor pembiayaan menyebutkan
adanya kasus berupa pengaturan secara sistematis nasabah yang
mengajukan pembiayaan. Calon nasabah dan pegawai berkolaborasi
mengatur pembiayaan supaya bisa dicairkan dengan perjanjian ketika
sudah cair dananya sebagian diserahkan kepada pegawai tersebut
dan sisanya untuk nasabah. Pembayaran cicilan nanti terus menerus
dilakukan oleh nasabah. Perkongsian ini akan ketahuan ketika terjadi
gagal bayar, team audit akan melakukan investigasi kepada pegawai
yang bertanggungjawab terhadap proses pemberian pembiayaan dan
kepada nasabah yang bersangkutan. Dari situ biasanya akan
ketahuan praktek-praktek yang tidak dibenarkan dalam penyaluran
pembiayaan.
Kasus lain misalnya terjadi side streaming yang disebabkan oleh
lemahnya monitoring pasca pembiayaan, sehingga penggunaan dana
pembiayaan tidak sesuai dengan tujuan awal pembiayaan. Terjadinya
kasus pada pembiayaan tersebut, maka bank perlu mendapat
perhatian lebih pada keberadaan audit internal terutama pada bidang
pembiayaan. Audit internal pembiayaan bertanggung jawab pada
pengendalian risiko-risiko yang dapat menjadikan pembiayaan
bermasalah.

17 Tjukria P. Tawaf, 1999. Audit Intern Bank: Penelaahan serta Petunjuk


Pelaksanaannya. Jakarta: Salemba Empat, hlm,16.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 168


F. Pelunasan & Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah.
Setiap pembiayaan yang telah disalurkan kepada nasabah harus
ada penyelesaianya. Penyelesaian yang normal dilakukan sesuai
jangka waktu pembiayaan yang telah disepakati ketika akad. Diakhir
jangka waktu pembiayaan, pembiayaan dianggap lunas dan akad
dinyatakan berakhir dengan sendirinya. Dengan berakhirnya akad,
maka bank diharuskan menyerahkan semua bentuk jaminan yang
telah diikat dalam akad kepada nasabah. Penyerahan barang jaminan
dilakukan dengan mengisi bukti penyerahan jaminan oleh bank
kepada nasabah. Serah terima jaminan ini menandakan tidak ada lagi
ikatan antara bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Namun diantara sekian banyak nasabah pembiayaan yang
berjalan secara normal dan membayar kewajiban tepat pada
waktunya, ada juga nasabah pembiayaan yang bermasalah.
Permasalahan muncul akibat ketidak tepatan nasabah dalam
memenuhi kewajibannya. Kewajiban membayar cicilan setiap
bulannya tidak dipenuhi oleh nasabah. Akibatnya terjadi gagal bayar,
sehingga menyebabkan kerugian bagi perbankan. Untuk menghindari
terjadinya kerugian bagi perbankan, bank akan melakukan
penyelamatan terhadap pembiayaan yang telah disalurkan.
Berikut ini pengelompokan kolektabilitas pembiayaan bermasalah
untuk menentukan kualitas pembiayaannya:

Tabel 3.3
Kolektibilitas Pembiayaan
Lama Tunggakan/ hari Kolektibiltas Keterangan
0 1 Lancar
1-90 2 Dalam Perhatian Khusus
91-120 3 Kurang Lancar
121-180 4 Diragukan
>180 5 Macet

169 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Dari tabel di atas, maka bisa dikatakan bahwa kolektabiltas 3, 4,
dan 5 adalah termasuk ke dalam kredit bermasalah yang biasa
disebut dengan istilah Non Performing Financing (NPF).
Penyelamatan pembiayaan dilakukan sebagai bentuk upaya bank
terhadap nasabah pembiayaan bermasalah yang masih mempunyai
prospek usaha dan kemampuan membayar untuk meminimalisir
kemungkinan timbulnya kerugian bank dan menyelamatkan kembali
pembiayaan yang telah disalurkan. Tindakan penyelamatan
pembiayaan oleh bank dilakukan dengan beberapa tindakan, misalnya
dengan tindakan restruktur atau memperpanjang jadwal pembayaran.
Jika tindakan ini belum juga bisa keluar dari pembiayaan bermasalah,
maka bank mungkin akan melakukan tindakan penyelamatan lainnya,
misalnya dengan penjualan sebagian dan atau semua jaminan
pembiayaan.

Gambar 3.7
Penanganan Pembiayaan Bermasalah

PEMBIAYAAN BERMASALAH •Aspek Management


•Aspek Pemasaran
•Aspek Produksi
Evaluasi Ulang Pembiayaan
•Aspek Keuangan
Oleh Account Manager
•Aspek Yuridis
•Aspek Jaminan

RESTRUKTURISASI PENYELESAIAN COLLECTION WRITE


•Restructuring MELALUI AGENT OFF
•Rescheduling JAMINAN FINAL
•Reconditioning
•Bantuan Management

Non Litigasi Islah gagal Litigasi


ke Litigasi

Off-Set Islah PA

Daftar anmaning Sidang Eksekusi

Lelang
Cash/HEJP

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 170


1. Restrukturisasi Pembiayaan
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya perbaikan yang
dilakukan bank dalam kegiatan pemberian fasilitas pembiayaan
kepada nasabah yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya namun masih memiliki kemampuan bayar agar nasabah
dapat menyelesaikan kewajibannya. Tujuan restrukturisasi
pembiayaan adalah membantu nasabah yang berkarakter baik,
namun sedang mengalami kesulitan keuangan yang bersifat
sementara dan menjaga agar pembiayaan pada bank syariah tetap
dapat dibayar kembali secara penuh.
Upaya restrukturisasi yang dapat diperlakukan kepada nasabah
pembiayaan adalah sebagai berikut :
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Rescheduling yaitu perubahan tanggal pembayaran kewajiban
nasabah dan atau jangka waktu (tenor) pembayaran. Khusus
rescheduling nasabah pembiayaan dengan akad murobahah, menurut
ketentuan Fatwa DSN MUI No. 48 tahun 2005 tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murobahah, dijelaskan bahwa bank syariah atau
lembaga keuangan syariah boleh melakukan rescheduling hutang
murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan atau
melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, dengan ketentuan:
1) Tidak menambah jumlah hutang yang tersisa
2) Pembebanan biaya dalam proses rescheduling adalah biaya
riil
3) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.18
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
18 Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murobahah, lihat dalam Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, 2014.
Himpunan Fatwa Keuangan Syariah. Jakarta; Penerbit Erlangga, hlm, 281

171 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Reconditioning yaitu perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan pembiayaan yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu, pemberian grace period
pokok/margin, pemberian potongan (diskon) margin, sepanjang tidak
menyangkut penambahan maksimum plafon pembiayaan. Penerapan
reconditioning untuk nasabah dengan akad murobahah mengacu
pada Fatwa DSN MUI No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murobahah, bank syariah atau lembaga keuangan syariah boleh
melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah yang
tidak mampu menyelesaikan atau melunasi pembiayaan
murobahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi
masih memiliki prospektif. Bolehnya membuat akad baru harus
mengikuti ketentuan seperti berikut:
1) Akad murobahah dihentikan, dengan cara;
a) Objek murobahah dijual oleh nasabah kepada bank atau
lembaga keuangan syariah dengan harga pasar.
b) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada bank atau
lembaga keuangan syariah dari hasil penjualan.
c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang, maka
kelebihan itu dapat dijadikan uang muka pada akad
ijaroh atau dijadikan bagian modal pada akad
murobahah dan musyarokah.
d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka
sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah yang cara
pelunasannya disepakati antara bank dan lembaga
keuangan syariah dan nasabah.
2) Selanjutnya bank atau lembaga keuangan syariah dan
nasabah dapat membuat akad baru dengan akad;
a) Ijaroh Mumtahiyah bit-Tamlik atas barang tersebut di
atas dengan merujuk kepada fatwa DSN MUI

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 172


No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijaroh Muntahyah bit-
Tamlik.
b) Mudharobah dengan merujuk kepada fatwa DSN MUI
No. 7/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharobah (qiradh).
c) Musyarokah dengan merujuk pada fatwa DSN MUI
No.8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarokah.19

c. Penataan kembali (restructuring).


Restructuring yaitu perubahan persyaratan pembiayaan yang
menyangkut penambahan fasilitas pembiayaan dan konversi seluruh
atau sebagian tunggakan angsuran bunga menjadi pokok kredit baru
yang dapat disertai dengan rescheduling, pemberian potongan atau
diskon margin dan atau reconditioning.
Tindakan restrukturisasi pembiayaan tidak bisa dilakukan
sembarangan tanpa penilaian terhadap nasabah yang bersangkutan.
Restrukturisasi pembiayaan dilakukan atas dasar penilaian secara
tertulis dan obyektif terhadap kondisi nasabah. Penilaian kondisi
nasabah dituangkan dalam kertas kerja call report yang meliputi
analisis mengenai komitmen dan kemampuan nasabah dalam
menyelesaikan kewajiban kepada bank. Komitmen dan kemampuan
nasabah bisa tercermin dari karakter, prospek usaha dan kondisi
keuangan dengan penekanan pada proyeksi arus kas (cash flow).
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam penilaian
restrukturisasi adalah sebagai berikut:
1) Penilaian terhadap permasalahan nasabah. Penilaian ini
meliputi penilaian terhadap penyebab terjadinya gagal bayar
oleh nasabah dan perkiraan pengembalian kewajiban

19 Fatwa DSN MUI No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murobahah,


lihat dalam Dewan Syariah Nasional, 2014. Himpunan.. Ibid, hlm, 291

173 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


nasabah kepada bank berdasarkan akad pembiayaan
sebelum dan sesudah restrukturisasi.
2) Pendekatan dan asumsi yang digunakan dalam menetapkan
proyeksi arus kas nasabah serta dalam memperhitungkan
nilai tunai (present value) dari angsuran yang akan diterima.
3) Analisis, kesimpulan, dan rekomendasi dalam melakukan
penyesuaian persyaratan pembiayaan seperti penurunan
besaran cicilan, pengurangan tunggakan pokok, perubahan
jangka waktu pembayaran, dan atau penambahan fasilitas
pembiayaan. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan siklus usaha dan kemampuan membayar
nasabah, sehingga nasabah dapat memenuhi kewajiban
pembayaran cicilan hingga jatuh tempo.
4) Apabila restrukturisasi pembiayaan dilakukan dengan cara
pemberian tambahan pembiayaan, tujuan dan penggunaan
tambahan pembiayaan tersebut harus jelas. Tambahan
pembiayaan tidak diperkenankan untuk melunasi tunggakan
pokok dan atau margin. Dalam hal restrukturisasi pembiayaan
mengakibatkan kewajiban nasabah menjadi lebih besar, maka
bank dapat mensyaratkan adanya jaminan baru.
5) Penyesuaian atas jadwal pembayaran kembali telah
mencerminkan kemampuan membayar nasabah.
6) Persyaratan bahwa perjanjian pembiayaan dan dokumen
lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan restrukturisasi
pembiayaan harus mempunyai kekuatan hukum.
7) Proses penilaian dan pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan
diadministrasikan dan didokumentasikan secara lengkap dan
tertib.

2. Penyelesaian Melalui Jaminan


Jika restrukturisasi pembiayaan seperti di atas tidak bisa
mengeluarkan nasabah dari gagal membayar kewajibannya, maka
tindakan berikutnya adalah penyelesaian melalui jaminan.
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan bila berdasarkan hasil

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 174


evaluasi ulang pembiayaan, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan
nasabah tidak cooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan.
Penyelesaian melalui jaminan dilakukan dengan cara non litigasi dan
litigasi.
a. Penyelesaian Dengan Cara Non Ligitasi
Penyelesaian dengan cara non ligitasi merupakan penyelesaian
pembiayaan bermasalah tanpa melalui jalur hukum dan lebih
mengedepankan musyawarah mufakat. Penyelesaian dengan cara ini
dilakukan dengan off set dan musyawarah. Off set adalah
penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan secara
sukarela oleh nasabah kepada bank, sebagai upaya penyelesaian
pembiayaannya. Off set dapat dilakukan bila dalam prosesnya
nasabah bersedia menjual jaminan secara sukarela kepada bank dan
atau bank mempersilahkan nasabah yang bersangkutan untuk
melakukan penjualan jaminan atau asset lain. Tindakan ini diambil
agar nasabah bisa membayar kewajibannya kepada bank.
Pada nasabah dengan akad murobahah, penerapannya merujuk
pada fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian
Piutang Murobahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar dengan
ketentuan lembaga keuangan syariah boleh melakukan penyelesaian
(settlement) murobahah bagi nasabah tidak mampu menyelesaikan
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati.
Penyelesaiannya harus mengikuti ketentuan sebagai berikut;
1) Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah
kepada atau melalui lembaga keuangan syariah dengan
harga pasar yang disepakati.
2) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada lembaga
keuangan syariah dari hasil penjualan.
3) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka lembaga
keuangan syariah mengembalikan sisanya kepada nasabah.

175 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


4) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang, maka sisa
hutang tetap menjadi hutang nasabah.
5) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya,
maka lembaga keuangan syariah bisa membebaskannya.20

b. Penyelesaian Dengan Cara Ligitasi


Penyelesaian dengan cara ligitasi merupakan penyelesaian
pembiayaan bermasalah lewat jalur hukum yang berlaku. Sebelum
melakukan proses litigasi perlu dilakukan check dan evaluasi hal-hal
sebagai berikut :
(1) Dokumen surat menyurat lembaga keuangan syariah kepada
nasabah seperti Surat Peringatan 1, 2 dan 3 dan surat
nasabah kepada lembaga keuangan syariah.
(2) Dokumen perjanjian dan jaminan hak tanggungan, sehingga
secara yuridis posisi lembaga keuangan syariah menjadi kuat.
(3) Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi
hanya dapat dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah
telah jatuh waktu.
Setelah dilakukan checking evaluasi, selanjutnya dilakukan:
a) Mencari lawyer yang telah dianggap cakap, pengalaman
dalam bidang penagihan dan dapat bekerjasama dengan
lembaga keuangan syariah.
b) Membuat UP (usulan pembiayaan) ke Komite UPP
perihal persetujuan pemakaian lawyer dan biaya-biaya
yang timbul.
c) Memintakan rencana kerja dan target date dari Lawyer
yang telah disetujui komite.

20 Fatwa DSN MUI No.37/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang


Murobahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar, lihat dalam Dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI, 2014. Himpunan Fatwa…ibid, hlm, 279

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 176


Penyelesaian lewat ligitasi biasanya dengan mengupayakan
pengambilan jaminan/Agunan Yang Diambil Alih (AYDA). AYDA
adalah agunan atau asset jaminan nasabah yang diambil alih oleh
pihak bank atau lembaga keuangan syariah, baik secara sukarela
maupun melalui lelang sebagai akibat nasabah tidak memenuhi
kewajibannya kepada bank atau lembaga keuangan syariah. Jenis
barang atau asset yang dapat menjadi asset AYDA antara lain; tanah
atau bangunan, kendaraan atau mesin dan surat berharga.
AYDA yang diambil alih lewat jalur hukum atau lewat pengadilan
harus melalui tahapan-tahapan. Tahapan pertama adalah dengan
pengajuan dan pemberian somasi hukum kepada nasabah. Somasi
hukum ini dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi ulang yang
dilakukan bank, nasabah sudah tidak memiliki usaha dan tidak
kooperatif untuk menyelesaikan pembiayaan dari bank, sedangkan
restrukturisasi proses sudah tidak dapat dilakukan.
Biasanya surat somasi kepada nasabah diberikan sebanyak 3
(tiga) kali, walaupun dalam prakteknya banyak yang berpendapat
cukup dilakukan sebanyak 2 (dua) kali saja. Surat somasi merupakan
surat bank atau pengacaranya (kalau memakai jasa pengacara)
kepada nasabah yang secara garis besar berisikan pemberitahuan
posisi utang nasabah yang telah jatuh tempo, disertai peringatan agar
nasabah segera melunasinya dalam jangka waktu tertentu. Jika dalam
jangka tersebut, nasabah tidak juga memenuhinya, maka bank akan
melakukan penuntutan pemenuhan hak-haknya melalui lembaga
peradilan yang ada. Namun apabila dalam jangka waktu seperti yang
tercantum dalam surat somasi, nasabah telah menyelesaikan
kewajiban-kewajibannya kepada bank, maka tidak ada alasan bagi
bank untuk terus melakukan upaya litigasi yang biasanya memakan
waktu yang lama serta biaya yang tinggi.
Apabila nasabah tetap tidak juga memenuhi kewajibannya kepada
bank, maka bank akan melakukan upaya ligitasi termasuk melakukan
upaya sita jaminan ke lembaga peradilan. Adapun tata cara penyitaan
jaminan adalah sebagai berikut;

177 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


a) Tahap proses beracara atau litigasi di pengadilan
b) Tahap mediasi
c) Tahap pemeriksaan perkara
d) Tahap persidangan
e) Tahap proses persidangan (jawaban, replik, duplik,
pembuktian, kesimpulan dan putusan)
f) Putusan (apabila dikabulkan dapat dilakukan sita eksekusi)
g) Permohonan pelaksanaan putusan sita eksekusi.
h) Pelaksanaan sita eksekusi oleh pengadilan.

Gambar 3.8
Proses Eksekusi

Proses Eksekusi
Ketua

Panitera

Sub Kepaniteraan Perdata


Bank
Juru sita

Meja 1 Menyiapkan penetapan


Kasir Melaksanakan panggilan
a.Pendaftaran Menerima
b.Skum keluar Melaksanakan sita eksekusi
pembayaran Melaksanakan pengosongan
c.Register permohonan

Selain sita jaminan lewat pengadilan, perlu diingat bahwa lelang


suatu jaminan (misalnya jaminan berupa tanah beserta bangunan di
atasnya), tidak selalu harus melalui lembaga peradilan, melainkan
dapat langsung dilakukan oleh bank sendiri. Bank dalam hal ini dalam
sita jaminan harus meminta bantuan Lembaga Lelang Negara atau

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 178


Balai Lelang Swasta, karena barang Jaminan yang dimiliki bank
sudah dibebani Hak Tanggungan yang mempunyai Titel Eksekutorial
berupa irah-irah “Demi Keadilan berdasarkan KeTuhanan Yang Maha
Esa”. Artinya Bank sebagai pemegang Hak Tanggungan berhak
langsung menjalankan sendiri eksekusi lelang atas barang jaminan
dimaksud. Adapun prose lelang seperti pada gambar di bawah;

Gambar 3.9
Proses Pelelangan Jaminan

Proses Pelelangan Jaminan (melalui Pengadilan)

Ketua

Panitera

Sub Kepaniteraan Penetapan


Bank
Perdata Lelang

Berdasarkan Surat
Meja 1 Penetapan Lelang,
Kasir kemudian Bank
a. Pendaftaran Menerima
b. Skum Keluar Melakukan Lelang
Pembayaran dengan Bantuan
c. Register Permohonan
Balai Lelang Negara

179 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


Proses Lelang Melalui Badan Lelang

Bank Balai Lelang Negara atau Swasta Pemenang Lelang

Pengumuman Lelang
Dokumen 2 yang diperlukan Pembayaran Harga
Pelaksanaan Lelang
Hak Tanggungan Lelang kepada Panitia
Pengumuman
Dokumen Kepemilikan Asli Lelang
Penetapan
Dokumen perkreditan lain
Pemenang Lelang

Uang Hasil Lelang Jaminan Bank

Sumber: Modul Training LPPI Bank Indonesia

3. Collection Agend
Penyelesaian pembiayaan dengan collection agend dilakukan
dengan menggunakan jasa pihak ketiga seperti agen/kantor hukum
atau pengacara. Penggunaan jasa pihak ketiga ini dilakukan karena
tingkat kesulitan sangat tinggi. Metode yang digunakan dengan
ujroh/fee.

4. Hapus Buku (write off)


Hapus Buku (write off) adalah tindakan administratif untuk
menghapus buku nasabah yang memiliki kolektibilitas macet dari
neraca sebesar total tunggakan nasabah tanpa menghapus hak tagih
kepada nasabah. Hapus buku hanya dapat dilakukan terhadap
pembiayaan yang memiliki kualitas pembiayaan macet atau telah
diturunkan menjadi macet. Hapus buku hanya dapat dilakukan setelah
dilakukan berbagai upaya yang maksimal untuk menyelesaikan aset
pembiayaan yang digolongkan macet.
Pembiayaan dapat dihapusbukukan (write off) jika memenuhi
persyaratan :

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 180


1) Jika nasabah mengalami keterlambatan dalam membayar
kewajiban pokok dan margin lebih dari 180 (seratus delapan
puluh) hari setelah tanggal jatuh tempo dan berdasarkan
penilaian nasabah yang tidak lagi sanggup membayar.
2) Nasabah meninggal dunia dan tidak di-cover oleh pihak
Asuransi serta ahli waris tidak bersedia / tidak mampu untuk
membayar sisa tunggakan nasabah.
3) Nasabah mengalami sakit akut atau cacat permanen dan
tidak dapat melakukan aktivitas usaha dibuktikan dengan
Surat Keterangan Medis dari pihak yang berwenang dan ahli
waris tidak bersedia atau tidak mampu untuk membayar sisa
tunggakan nasabah.
4) Keberadaan nasabah tidak diketahui selama 180 (seratus
delapan puluh) hari keterlambatan dan telah dilakukan upaya
untuk mencari tahu keberadaan nasabah namun tetap tidak
diketahui keberadaannya.
5) Sebelum melakukan penghapus bukuan, pembiayaan wajib
diubah kualitas pembiayaannya terlebih dahulu menjadi 4
(Macet) sebelum dilakukannya penghapus bukuan
pembiayaan.

G. Take Over
Take over (pengalihan hutang) merupakan pemindahan hutang
nasabah dari bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syariah dan atau dari bank/lembaga keuangan syariah ke
bank/lembaga keuangan syariah lainnya. Berdasarkan pengertian,
pengalihan hutang bisa dilakukan dari bank konvensional dipindah ke
bank syariah dan dari bank syariah ke bank syariah lainnya.
Pengalihan utang pembiayaan murabahah diajukan atas inisiatif
nasabah dan dilakukan dengan menggunakan akad Hawalah bi al-

181 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak boleh menggunakan akad
murabahah karena termasuk bai' al- 'inah.21
Pengalihan hutang ini hanya boleh dilakukan sepanjang ada objek
barang yang dapat dibiayai dan nilai pelunasan nilai hutang yang akan
di take over. Dibolehkannya pengalihan hutang berdasarkan Fatwa
DSN MUI No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah, fatwa No.
58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil ujrah, dan fatwa DSN MUI
No.90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pengalihan Pembiayaan
Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Pengalihan hutang dari bank konvensional ke bank syariah bisa
dilakukan dengan ketentuan sebagai mana yang telah diatur dalam
fatwa DSN MUI No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah. Adapun
kententuannya adalah:
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
a. Pengalihan hutang adalah pemindahan hutang nasabah dari
bank/lembaga keuangan konvensional ke bank/lembaga
keuangan syariah;
b. Al-Qardh adalah akad pinjaman dari LKS kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan
pokok pinjaman yang diterimanya kepada LKS pada waktu
dan dengan cara pengembalian yang telah disepakati.
c. Nasabah adalah (calon) nasabah LKS yang mempunyai kredit
(hutang) kepada Lembaga Keuangan Konvensional (LKK)
untuk pembelian asset, yang ingin mengalihkan hutangnya ke
LKS.
d. Aset adalah aset nasabah yang dibelinya melalui kredit dari
LKK dan belum lunas pembayan kreditnya.

21Fatwa DSN MUI No.90/DSN-MUI/XII/2013 Tentang Pengalihan Pembiayaan


Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 182


Kedua : Ketentuan Akad
Akad dapat dilakukan melalui empat alternatif berikut:
Alternatif I :
1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh
tersebut nasabah melunasi kredit (hutang)-nya; dan
dengan demikian, asset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi milik nasabah secara penuh (‫الملك‬
‫)التام‬.
2. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS,
dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-
nya kepada LKS.
3. LKS menjual secara murabahah aset yang telah menjadi
miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran
secara cicilan.
4. Fatwa DSN No: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh
dan Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah berlaku pula dalam pelaksanaan Pembiayaan
Pengalihan Hutang sebagaimana dimaksud alternatif I ini.
Alternatif II :
1. LKS membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin LKK;
sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk
antara LKS dan nasabah terhadap asset tersebut.
2. Bagian asset yang dibeli oleh LKS sebagaimana
dimaksud angka 1 adalah bagian asset yang senilai
dengan hutang (sisa cicilan) nasabah kepada LKK.
3. LKS menjual secara murabahah bagian asset yang
menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan
pembayaran secara cicilan.

183 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


4. Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
berlaku pula dalam pelaksanaan Pembiayaan Pengalihan
Hutang sebagaimana dimaksud dalam alternatif II ini.
Alternatif III :
1. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh
(‫ )التام الملك‬atas aset, nasabah dapat melakukan akad
Ijarah dengan LKS, sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2002.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi
kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-
Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Akad Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak
boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari)
pemberian talangan sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4. Besar imbalan jasa Ijarah sebagaimana dimaksudkan
angka 1 tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan
yang diberikan LKS kepada nasabah sebagaimana
dimaksudkan angka 2.
Alternatif IV :
1. LKS memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh
tersebut nasabah melunasi kredit (hutang)-nya; dan
dengan demikian, asset yang dibeli dengan kredit
tersebut menjadi milik nasabah secara penuh (‫الملك‬
‫)التام‬.
2. Nasabah menjual aset dimaksud angka 1 kepada LKS,
dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-
nya kepada LKS.
3. LKS menyewakan asset yang telah menjadi miliknya
tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik.

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 184


4. Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh
dan Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik berlaku pula dalam
pelaksanaan Pembiayaan Pengalihan Hutang
sebagaimana dimaksud dalam alternatif IV ini.
Sedangkan pengalihan hutang antara bank syariah dengan bank
syariah lainnya dapat dilakukan dengan ketentuan fatwa DSN MUI
No.90/DSN MUI/XII/2013 tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah
Antar Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Adapun ketentuan
umumnya adalah sebagai berikut:
1) Pengalihan Pembiayaan Murabahah antar LKS adalah
pengalihan utang atau piutang nasabah yang timbul dari
pembiayaan LKS kepada nasabah dengan akad murabahah,
yang pembayaran harga (tsaman)-nya dilakukan secara tidak
tunai atau angsuran;
2) Utang pembiayaan murabahah adalah utang nasabah yang
timbul dari pembiayaan LKS kepada nasabah dengan akad
murabahah;
3) Pengalihan utang pembiayaan murabahah atas inisiatif
nasabah adalah pengalihan utang pembiayaan murabahah
yang diajukan oleh nasabah dari satu LKS ke LKS lain;
4) Piutang pembiayaan murabahah adalah piutang LKS yang
timbul karena pembiayaan kepada nasabah dengan akad
murabahah;
5) Pengalihan piutang pembiayaan murabahah atas inisiatif LKS
adalah penjualan piutang murabahah yang dilakukan oleh
satu LKS kepada LKS atau pihak lain;
6) Bai' al- 'inah adalah akad di mana satu pihak menjual barang
secara tidak tunai, dengan kesepakatan bahwa penjual akan
membelinya kembali dengan harga lebih kecil secara tunai;

185 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


7) Hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang
berutang (muhil/madin/debitur) kepada pihak lain yang
bersedia menanggung (membayar)-nya (muhal 'alaihy).
8) Hawalah bil ujrah adalah akad hawalah dengan imbalan
(ujrah) yang diterima oleh muhal alaih dari pihak yang
mengalihkan (muhil/madin);
9) Pembiayaan ijarah muntahiyah bi al-tamlik (IMBT) adalah
pembiayaan yang menggunakan akad ijarah (sewa) yang
disertai dengan janji (wa'ad) pemindahan hak milik atas benda
yang disewa kepada penyewa setelah selesainya akad ijarah
serta kewajibannya;
10) Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, masing-masing pihak menyertakan modal
usaha, keuntungan dibagi atas dasar kesepakatan atau
sesuai porsi modal, kerugian yang terjadi bukan karena
kelalaian pengguna dibagi sesuai porsi modal yang
disertakan;
11) Pembiayaan musyarakah mutanaqishah (MMQ) adalah
pembiayaan musyarakah yang modal salah satu syarik
berkurang karena hishshahnya dibeli oleh syarik lain seeara
bertahap;
12) Bai' al-dain al-mu 'ajjal li ghair al-madin bi tsaman hall adalah
menjual piutang yang belum jatuh tempo kepada selain
debitur dengan harga tunai;
13) Tsaman adalah harga baik berupa uang ataupun barang yang
wajib dibayarkan oleh pembeli kepada penjual sebagai
imbalan atas obyek yang dibeli;
14) Barang adalah seluruh harta kekayaan (mal) selain uang, baik
yang diperjualbelikan di bursa berjangka yang berdasarkan
prinsip syariah, seperti komoditi maupun yang diperjualbelikan

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 186


di bursa efek yang berdasarkan prinsip syariah, seperti saham
syariah dan sukuk.
Sedangkan ketentuan akadnya adalah:
a) Apabila pengalihan utang pembiayaan murabahah
menggunakan akad hawalah, berlaku substansi fatwa DSN-
MUI No. 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah dan fatwa No.
58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah bil ujrah;
b) Apabila pengalihan utang pembiayaan murabahah
menggunakan akad IMBT, berlaku substansi fatwa DSN-MUI
NO: 09I/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah dan
fatwa No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-ljarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik;
c) Apabila pengalihan utang pembiayaan murabahah
menggunakan akad MMQ, berlaku substansi fatwa No:
08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, dan
fatwa No: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah
Mutanaqishah, dan substansi Keputusan DSN-MUI No.
l/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Implementasi
Musyarakah Mutanaqishah dalam Produk Pembiayaan.
Mekanisme pengalihan hutang pembiayaan murabahah adalah
sebagai berikut:
1. Mekanisme I : Akad Hawalah bil Ujrah
a) Nasabah (muhil / madin / debitur) yang memiliki utang
pembiayaan murabahah pada suatu LKS (LKS A)
mengajukan permohonan pengalihan utangnya kepada LKS
lain (muhal 'alaih);
b) LKS lain (muhal 'alaih / muhtal) setelah menyetujui
permohonan nasabah tersebut, melakukan akad hawalah bi
al-ujrah dan membayar sebagian atau seluruh utang nasabah
ke LKS A (muhal / muhtal / da 'in / kreditur) pada waktu yang
disepakati;

187 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


c) Nasabah (muhil/ madin / debitur) membayar ujrah kepada
LKS lain (Muhal 'alaih) atas jasa hawalah;
d) Nasabah (muhil / madin / debitur) membayar kewajibannya
yang timbul dari akad hawalah kepada LKS lain, baik secara
tunai maupun secara tangguh/angsur sesuai kesepakatan.
2. Mekanisme II : Akad IMBT
a) Nasabah yang memiliki utang pembiayaan murabahah pada
suatu LKS (LKS A), mengajukan permohonan pengalihan
utangnya kepada LKS lain dengan akad IMBT;
b) LKS lain setelah menyetujui permohonan nasabah tersebut,
membeli aset nasabah tersebut yang dibeli dengan akad
murabahah dari LKS A, dengan janji obyek tersebut akan
disewa oleh nasabah dengan akad IMBT;
c) LKS lain dan nasabah melakukan akad IMBT;
d) Nasabah melunasi utang pembiayaan murabahahnya ke LKS
A.
3. Mekanisme III : Akad MMQ
a) Nasabah yang memiliki utang pembiayaan murabahah pada
suatu LKS (LKS A), mengajukan permohonan pengalihan
utangnya kepada LKS lain dengan akad MMQ;
b) LKS lain dan nasabah melakukan akad MMQ dengan
ketentuan LKS lain menyertakan modal usaha senilai sisa
utang nasabah ke LKS A, dan nasabah menyertakan modal
usaha dalam bentuk barang yang nilainya sarna dengan
sebagian utangnya yang sudah dibayar ke LKS A;
c) Nasabah melunasi utang pembiayaan murabahahnya ke LKS
A;
d) Nasabah menyewa barang yang menjadi obyek syirkah
(musyarakah) dengan akad Ijarah;

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 188


e) Nasabah membeli hishshah modal syirkah LKS lain secara
bertahap;
Sedangkan mekanisme jual beli piutang dengan harga berupa
barang adalah sebagai berikut:
(1) LKS A yang memiliki piutang pada Nasabah, mengajukan
penjualan piutangnya kepada LKS B;
(2) LKS A bersedia dan setuju untuk menjual piutangnya dengan
barang;
(3) LKS B membeli barang di Bursa Indonesia (BBJ / JFX atau
BEl / IDX) atau di pasar lain yang diakui oleh DSN;
(4) LKS A menjual piutangnya dengan barang tersebut;
(5) LKS A menyerahkan piutangnya kepada LKS B dan LKS B
menyerahkan barang kepada LKSA;
(6) LKS A menjual barang kepada pihak lain;
(7) LKS B boleh memberikan kuasa (wakalah) ke LKS A untuk
menerima pembayaran dari Nasabah, lalu menyampaikannya
kepada LKS B, atau Nasabah membayar ke LKS B melalui
rekeningnya pada LKS A.

189 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Kuangan. Jakarta


: PT. Rajawali Press, cet.10, 2014
---------------------------, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press, 2001
Agustianto, Bahan Perkualiahan Fiqh Mu’amalah. PSTTI UI, 2007
Andri Soemitra, M.A., Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah. Kencana
Predana Media Group : Jakarta, Cetakan Kedua, 2010
Ascarya dan Diana Yuminita, Bank Syariah; Gambaran Umum.
Jakarta : PPSK Bank Indonesia, seri kebanksentralan No.14,
2005
-----------, Akad dan Produk Bank Syari’ah, PT. Raja Grafindo Persada
: Jakarta, 2008
Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah.
Jakarta: Bank Indonesia,
Booklet Perbankan Indonesia 2012
Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah. Jakarta: BI, 2008
Fatwa DSN MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah. Jakarta;
Penerbit Erlangga, 2014.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.56/DSN-MUI/V/2007 tentang
Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syariah.
Fatwa DSN MUI Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan
Hutang

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 190


Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan
Kembali Tagihan Murobahah.
Fatwa DSN MUI No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murobahah,
Fatwa DSN MUI No. 50/DSN-MUI/III/2003 Tentang Pembiayaan
Mudharobah Mustaraqah
Fatwa DSN MUI No.06/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Istishna’
Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Musyarokah
Fatwa DSN MUI No.27/DSN-MUI/III/2003 Tentang Al-Ijarah Al-
Muntahiyah Bi Al-Tamlik
Fatwa DSN MUI No.37/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian
Piutang Murobahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
Fatwa DSN MUI No.73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarokah
Mutanaqishah
Fatwa DSN No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa DSN-MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
Fatwa DSN-MUI No.04//DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murobah
Hamka, Studi Islam. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985
Hiro Tugiman, Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: PT
Kanikus, 2014.
Ikatan Bankir Indonesia, Mengelola Kredit Secara Sehat. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2014.
Imam Al Ghozali, Ihya Ulumuddin dalam
www.pengetianmenurutparaahli.net, Download 13 Desember
2017
Ismail, Drs, MBA, Akt., Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011

191 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


ISRA, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasi. Jakarta: Raja
Gravindo Persada, 2015
Kasmir, Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011
Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek.
Jakarta: Gema Insani, 2001
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN,
2002
---------------, Bank Syariah Problem dan Perkembangan Di Indonesia,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusi Ekonomi Islam.
Jakarta: Kencana, 2006.
Nurnasrina, Perbankan Syariah 1. Pekanbaru: UIN Suska Press, 2012
Perwataatmadja, Karnaen, dan Hendri Tanjung, Bank Syariah; Teori,
Praktek dan Peranannya. Jakarta : Celestial Publising cet. 1,
2007
------------------------------, dan Muhammad Syafe’I Antonio, Apa dan
Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 1992
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010
Peri Umar Faruq, Sejarah Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Makalah pada
http://sharialearn.wikidot.com/periumarfarouk001
PSAK 107 (ED) tentang Akuntansi Ijarah
Siti Najma, Bisnis Syari’ah Dari Nol. Bandung: PT. Mizan Publika,
2008
Slamet Wiyono, Drs.,Ak.,MBA., Cara Mudah Memahami Akuntansi
Perbankan Syari’ah Berdasar PSAK dan PAPSI. PT.Grasindo
: Jakarta, 2005

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 192


Soenarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah.
Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim, 2003
Sutan Remy Sjahdeini, Prof.,Dr.,SH., Perbankan Syariah Produk-
produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Kencana, 2014
Tjukria P. Tawaf, Audit Intern Bank: Penelaahan serta Petunjuk
Pelaksanaannya. Jakarta: Salemba Empat, 1999.
UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Syariah
UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Veithzal Riva’I, Prof, Dr, MBA., dan Andria Permata Veithzal, B.Acct,
MBA., Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan
Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan,
Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa. Jakarta: Raja Gravindo
Persada, cet.1, 2008.
--------------------------------------, dan Arviyan Arifin, Ir., Islamic Banking
Sistem Bank Islam Bukan Hanya Solusi Menghadapi Krisis
Namun Solusi Dalam Menghadapi Berbagai Persoalan
Perbankan & Ekonomi Global Sebuah Teori, Konsep dan
Aplikatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2012

193 | Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah


BIODATA PENULIS

Nurnasrina
Dosen pada jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Lahir di Balai Jering, Air Tiris
Kabupaten Kampar pada tanggal 5 April 1980, Pendidikan S1
diselesaikan di jurusan Manajemen Fak. Ekonomi dan Ilmu Sosial
UIN SUSKA Riau pada tahun 2004, pendidikan S2 ditempuh di
Universitas Indonesia pada Program Pascasarjana Kajian Timur
Tengah dan Islam Jurusan Ekonomi dan Keuangan Syariah
dengan konsentrasi Perbankan Syariah dan lulus tahun 2008.
Memiliki dua orang anak Naufa Nafisah dan Faza Murtadho. Buku
yang telah ditulis Perbankan Syariah I dan Kegiatan Usaha Bank
Syariah. Saat ini penulis diberi amanah sebagai Ketua Jurusan D3
Perbankan Syariah FSH UIN SUSKA Riau dan Ketua Umum Pusat
Kajian dan Pengembangan Ekonomi Syariah FASIH UIN SUSKA
Riau (PKPES-FASIH)

P. Adiyes Putra
Alumni Universitas Indonesia Program Pascasarjana Kajian Timur
Tengah dan Islam Konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Syariah ini
adalah Dosen Perbankan Syariah pada beberapa perguruan tinggi
di Pekanbaru. Berpengalaman di dunia perbankan selama 5 tahun
terakhir sebagai Kepala Lembaga Pentrainingan (Development)
karyawan wilayah Sumatra 1 sekaligus Trainer perbankan Sahabat
Financial Institute. Saat ini penulis mendapat amanah sebagai
Ketua Jurusan Perbankan Syariah STAI DINIYAH Pekanbaru, dan
telah menulis buku Kegiatan Usaha Bank Syariah. Selain itu aktif
di beberapa organisasi kemasyarakatan dan LSM, diantaranya
Direktur Lentera Institute, Sekretaris Umum PW Perhimpunan
Keluarga Besar PII Riau dan beberapa ormas lainnya

Kebijakan dan Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah | 194

Anda mungkin juga menyukai