Anda di halaman 1dari 2

Selesaikan kasus dengan menggunakan kaidah fiqhiyah: "sekarang muncul keinginan

bahwa pasangan nikah sirri untuk memasukkan anak hasil pernikahan sirri di dalam kartu
keluarga".

Jawab :

Pada prinsipnya, konsep pernikahan sesuai maqasid al-syariah sudah jelas diperuntukkan
kelanggengan pernikahan yang mawaddah wa rahmah sampai akhir zaman. Proses
pernikahan siri mungkin bisa dikatakan sah secara agama, membawa ketenangan batin,
terhindar dari zina dan sebagainya. Tapi hanya untuk beberapa saat saja, karena sederet
permasalahan yang menyertaipun sudah terbaca bahkan sebelum perkawinan
berlangsung. Seharusnya kaidah fiqhiyah ”dar’ul mafasid muqoddamu ala jalbi al-
mashalih” lebih sesuai diterapkan, karena menghindari kemafsadatan harus didahulukan
daripada menutup kemaslahatan.
Hal ini nampak sekali dalam pernikahan siri, yang meski sah secara agama, namun orang
sengaja menutup mata atas resiko-resiko dan kemadlaratan yang akan terjadi. Bila sudah
seperti ini, haruskan nikah siri dibiarkan merebak dengan membiarkan kaum perempuan
sebagai korban. Hukum Islam sangat menjunjung tinggi derajat kaum perempuan, jadi
kasus pernikahan siri tersebut perlu ditinjau ulang keabsahannya.

Terrkait dengan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK),
Pasport, Akta kelahiran anak atau pun berkaitan dengan politik yaitu berhaknya
memberikan suara atau dipilih pada pemilihan umum tidak dapat dilayani.Semua itu
karena tidak adanya bukti pernikahan berupa Akta Nikah/Buku Nikah yang akhirnya
tidak dapat membuat KTP dan Kartu Keluarga, sementara untuk membuat akte kelahiran
anak, atau passport diharuskan adanya KTP, KK dan buku nikah.

Nikahh siri dapat berakibat mempengaruhi kemaslahatan psikologis istri dan anak,
mereka pun merasa tidak nyaman dan tidak tenang. Terlebih ketika anak memasuki usia
sekolah dan ketika didaftarkan, setiap lembaga pendidikan selalu mensyaratkan kepada
pendaftar (orang tua anak) salah satunya adalah akte kelahiran. Syarat untuk membuat
akte kelahiran anak adalah buku nikah dan orang yang memiliki buku nikah adalah orang
yang ketika melangsungkan akad nikah mencatatkan pernikahannya. Apabila buku nikah
tidak dimiliki, akte kelahiran pun tidak dapat diberikan karena bukti hukum untuk
menyatakan bahwa seorang anak tersebut adalah anak sah pasangan suami istri yang ingin
membuat akte kelahiran anaknya tersebut tidak dimiliki.

Pelluang penyelesaian yang paling tepat adalah Itsbat nikah atau pengesahan pernikahan.
Atau Permohonan menikahkan kembali pasangan di bawah umur yang telah menikah siri,
tersebut diajukan ke Pengadilan Agama kabupaten setempat.

Dalam proses penyelesaian menggunakan dasar hukum yakni Kaidah Fiqhiyyah dalam
mengabulkan permohonan menikah ulang bagi anak dibawah umur. Hal ini sesuai dengan
kaidah fiqhiyyah yang artinya “Menghindari kerusakan lebih utama daripada
mendatangkan kemashlahatan”. Kemudian kaidah fiqhiyyah lainnya yaitu
“Gembirakanlah orang yang datang kepadamu, janganlah ditakuti. Mudahkan urusan
orang yang datang kepadamu , jangan dipersulit”.

Kepala Kantor Urusan Agama memandang bahwa mengabulkan permohonan menikah


ulang dapat menghindari kerusakan maka dari itu harus segera dilakukan perkawinan agar
status kedua calon mempelai jelas dan status anak yang dilahirkan nanti juga jelas.
Apabila permohonan ini tidak dikabulkan dalam kondisi yang sangat memaksa, maka
akan terjadi kerugian yang sangat besar yang akan dialami oleh calon mempelai
perempuan dan anak di dalam kandungannya.

Jadi, dalam menetapkan permohonan menikah ulang ini Kepala KUA menggunakan dasar
hukum kaidah fiqhiyyah supaya tidak menimbulkan mafsadat bagi kedua calon pengantin
dan seluruh keluarga mereka. Oleh karena itu, keadaan tersebut tidak boleh dibiarkan dan
harus segera diakhiri sebagai bentuk perlindungan hukum kepada calon mempelai dan
seluruh keluarga mereka.

Anda mungkin juga menyukai