Anda di halaman 1dari 42

DAMPAK NIKAH SIRI TERHADAP PERILAKU KELUARGA

(Studi kasus di Kel. Palumbonsari Kec. Karawang timur Kab. Karawang)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Masail Al-Fiqhiyah

Dosen Pengampu: Dr. Oyoh Bariah, M. Ag

Disusun Oleh:

Muhammad Rifki Ramdani 1810631110002

Arum Nurul Azizah 1810631110018

Siti Soleha Rahman 1810631110030

SMT/KLS : VII/A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS NEGERI SINGAPERBANGSA KARAWANG

KARAWANG

2021
DAMPAK NIKAH SIRI TERHADAP PERILAKU KELUARGA

(Studi kasus di Kel. Palumbonsari Kec. Karawang timur Kab. Karawang)

Disusun Oleh : M. Rifki Ramdani, Arum Nurul Azizah, Siti Soleha Rahman

ABSTRAK

Nikah Sirih ini hukumnya sah menurut agama, tetapi tidak sah menurut hukum negara. Alasanya
karena dengan mengabaikan beberapa aturan hukum Negara yang berlaku, sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Pasal 2 bahwa setiap perkawinan dicatatkan secara resmi pada Kantor Urusan Agama (KUA).
Sedangkan instansi yang dapat melaksanakan perkawinan adalah Kantor Urusan Agama (KUA)
bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi yang beragama Non Islam.
Nikah sirih ini akan berengaruh tidak baik terhadap keluarga, akan bermasalah hukum bagi anak
yang dilahirkan, dan terhadap harta benda suami istri tersebut. karena nikah siri tidak
mempunyai bukti yang autentik dalam hukum positif (hukum negara). Maka munculah penelitian
tentang Dampak Nikah Siri terhadap Perilaku Keluarga. Permasalahan yang dikaji adalah Apa
itu nikah sirih? dan bagaimana dampak nikah siri terhadap perilaku keluarga termasuk anak dan
istri?. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan nikah siri adalah nikah yang
dilakukan diluar Kantor Urusan Agama, artinya pernikahan ini dilakukan tidak berdasarkan
hukum negara tetapi pernikahan ini dilakukan berdasarkan hukum syari’at Islam. Dampak Nikah
siri terhadap perilaku keluarga antara lain hilang tanggung jawab, sulit menjalin keharmonisan
dalam keluarga, tidak saling menghormati, berbeda kasih sayang terhadap anak. Dampak nikah
siri bagi anak dan istri adalah: Anak itu tidak diakui oleh negara menurut UUD. Anak itu secara
hukum dia tidak bisa mendapatkan hak waris, dan Tidak memiliki akte. Dampak yang lebih fatal
apabila ada kasus hukum maka tidak punya kekuatan hukum yang mengikat bagi anggota
keluarga karena dia tidak punya bukti autentik tentang nikah nya yang diakui oleh negara.

Kata kunci : nikah sirih dan perilaku keluarga


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari suami, istri dan anak-
anaknya yang tinggal dalam satu atap rumah, saling bergantungan antara satu dengan
lainya dan memiliki hubungan darah, menikah dan adopsi.1 Keluarga sangat berdampak
pada pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, dan keluarga memberikan rasa cinta
kasih, dukungan dan kerangka nilai bagi masing-masing anggota di dalamya. Anggota
keluarga saling mengajari, melayani, serta berbagi kebahagiaan dan kesedihan satu sama
lain. Keluarga akan membentuk karakter dan berpengaruh kepada lingkungannya, jika
karakter itu baik maka akan berpengaruh baik pula bagi kepribadian seseorang, tetapi
sebaliknya jika karakter yang munculnya tidak baik, akan berpengaruh tidak baik juga.
Mempunyai keluarga yang harmonis adalah idaman setiap orang, kenyataan ini
menunjukan banyak orang yang merindukan dalam rumah tangganya menjadi sesuatu
yang teramat indah, bahagia, penuh dengan berkah. Dalam kehidupan rumah tangga tidak
sedikit dari keluarga yang hari demi harinya hanyalah perpindahan dari kecemasan
kegelisahan, dan penderitaan.2 Karena keluarga adalah rumah bagi anggotanya, tempat
untuk berkeluh kesah, berbahagia, sampai berduka. Jadi tidak heran keluarga yang
harmonis menjadi idaman semua orang.
Pernikahan adalah suatu akad yang suci untuk menghalalkan hubungan yang
dibatasi sebelum menjadi suami dan istri, serta menyatukan dua insan yang berbeda isi
kepala. Pernikahan juga termasuk hal yang sakral bagi kehidupan, karena harus
mengikuti norma kaidah dalam masyarakat. Adapun model pernikahan itu sangat
beragam, ada yang dinamakan kawin lari yaitu pernikahan yang dilangsungkan setelah
sang laki-laki dan perempuan lari bersama atas kehendak berdua dan melakukan
pernikahan diluar KUA. Model kawin kontrak yaitu pernikahan akan berakhir dengan
batas waktu yang telah ditentukan saat menikah, pernikahan akan berakhir tanpa adanya
perceraian serta tidak ada kewajiban memberikan nafkah atau tempat tinggal serta tidak

1
Sofyan S. Willis KonselingKeluarga, Family Counseling (Bandung: Alfabeta, 2015), hal. 25
2
Abd, Somad. Hukum IslamPenormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2012), hal. 31.
ada hukum waris-mawaris antara keduanya sebelum meninggal sampai berakhir masa
kawin kontrak. Adapun model nikah sirih yang paling banyak terjadi di masyarakat.
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan
para ulama hanya saja nikah siri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya
dengan nikah siri yang dikenal pada saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri
yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari‟at,
hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada
khalayak ramai, kepada masyarakat dan dengan sendirinya tidak ada pesta pernikahan
atau walimatul-„ursy.3 Tetapi zaman sekarang nikah sirih bukan nikah yang sembunyi-
sembunyi tetapi nikah dibawah tangan hukum Negara tentunya tidak tercatat di Kantor
Urusan Agama, hanya sah menurut syari’at islam saja.
Dalam realita sosial masyarakat disini, nikah siri bukan lagi menjadi masalah
yang serius hanya saja nikah siri tidak memiliki rasa yang begitu berarti bagi keluarga
maupun masyarakat. Terlebih lagi pandangan masyarakat terhadap pernikahan siri itu
seperti pernikahan yang dilakukan karena terburu syahwat.
Oleh karena itu perkawinan siri banyak menimbulkan dampak buruk bagi
kelangsungan rumah tangga. Akibat dari hukumnya perkawinan yang tidak memiliki akte
nikah dan pengakuan hukum Negara. Secara yuridis suami/istri serta anak yang
dilahirkan tidak dapat melakukan tindakan hukum keperdataan berkaitan dengan rumah
tangganya. Anak-anaknya hanya akan diakui oleh negara sebagai anak diluar nikah yang
hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Istri dan anak
yang ditelantarkan oleh suami dan ayah biologisnya tidak dapat melakukan tuntutan
hukum baik pemenuhan hak ekonomi maupun harta kekayaan milik bersama.4
Berdasarkan latar belakang diatas kami tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai nikah sirih dan dampaknya terhadap prilaku keluarga termasuk istri dan
anaknya yang terjadi di masyarakat khususnya kelurahan Palumbonsari. Kami mengkaji
lebih jauh dengan judul penelitian “Dampak Nikah Siri Terhadap Perilaku Keluarga
(Studi kasus di Kel. Palumbonsari Kec. Karawang timur Kab. Karawang)”

3
Al-Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011), hal.25
4
Edi Gunawan, “Nikah Siri dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan”, Jurnal Syariah STAIN Manado
(online), Diakses 07 November 2017.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan nikah siri ?
2. bagaimana Dampak nikah siri terhadap perilaku keluarga ?
3. Kerangka Teori
A. Nikah siri/ Di Bawah Tangan
Dalam bahasa Indonesia istilah pernikahan sering disebut juga
perkawinan. Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa
artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristeri;
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Secara literal Nikah Sirri
berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kosa kata yaitu “nikah” dan
“siri”. Nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).Kata “nikah”
sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad
nikah. Sedangkan kata Sirri berasal dari bahasa Arab “Sir” yang berarti
rahasia. Dengan demikian beranjak dari arti etimologis, nikah sirri dapat
diartikan sebagai pernikahan yang rahasia atau dirahasiakan. Dikatakan
sebagai pernikahan yang dirahasiakan karena prosesi pernikahan semacam ini
sengaja disembunyikan dari public dengan berbagai alasan, dan biasanya
hanya dihadiri oleh kalangan terbatas keluarga dekat, tidak dimeriahkan dalam
bentuk resepsi walimatul ursy secara terbuka untuk umum.5
Apabila kita berpedoman dari pengertian etimologis nikah sirri
sebagaimana tersebut di atas, maka setidaknya ada 3 (tiga) bentuk atau model
nikah siri yang dilakukan dalam masyakat, yaitu: Pertama pernikahan antara
seorang pria dengan seorang wanita yang sudah cukup umur yang
dilangsungkan di hadapan dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah namun
hanya dihadiri oleh kalangan terbatas keluarga dekat, tidak diumumkan dalam
suatu resepsi walimatul ursy. Kedua, pernikahan antara seorang pria dan
seorang wanita yang masih di bawah umur menurut undang-undang, kedua-

5
Satria efendi M. Zein, 2004,Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, kerjasama
duanya masih bersekolah. Pernikahan ini atas inisiatif dari orang tua kedua
belah pihak calon suami istri yang sepakat menjodohkan anak-anak mereka
dengan tujuan untuk lebih memastikan perjodohan dan menjalin persaudaraan
yang lebih akrab. Biasanya setelah akad nikah mereka belum kumpul serumah
dulu. Setelah mereka tamat sekolah dan telah mencapai umur perkawinan, lalu
mereka dinikahkan lagi secara resmi di hadapan PPN yang menurut istilah
Jawa disebut “munggah”.Pernikahan semacam ini pernah terjadi di sebagian
daerah di Jawa Tengah pada tahun 1970an ke bawah. Ketiga, model
pernikahan antara seorang pria dan seorang wanita yang sudah cukup umur
menurut undang-undang akan tetapi mereka sengaja melaksanakan
perkawinan ini di bawah tangan, tidak dicatatkan di KUA dengan berbagai
alasan. Pernikahan ini mungkin terjadi dengan alasan menghemat biaya, yang
penting sudah dilakukan menurut agama sehingga tidak perlu dicatatkan di
KUA. Atau mungkin, pernikahan itu dilakukan oleh seseorang yang mampu
secara ekonomi, akan tetapi karena alasan tidak mau repot dengan segala
macam urusan administrasi dan birokrasi sehingga atau karena alasan lain,
maka ia lebih memilih nikah siri saja.
Dari tiga model pernikahan siri tersebut di atas, pernikahan siri model
terakhir adalah yang paling relevan dengan topik bahasan dalam tulisan ini.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan Nikah Sirri dalam tulisan ini ialah
suatu pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama atau dengan
kata lain disebut dengan Nikah di bawah tangan. Perlu ditambahkan bahwa
terminologi nikah siri, dengan demikian, dapat dipandang sebagai sebuah
nomenklatur dalam Hazanah hukum Islam dan sebenarnya telah dikenal di
kalangan para ulama, setidaknya sejak zaman Imam Malik bin Anas. Hanya
saja nikah siri yang dikenal pada masa lalu berbeda pengertiannya dengan
nikah siri pada masa sekarang.
Pada masa dahulu yang dimaksud dengan nikah siri, yaitu pernikahan
yang memenuhi syarat dan rukunnya menurut syari'at, namun tidak
dipublikasikan dalam bentuk walimatul-'ursy. Adapun nikah siri yang dikenal
oleh masyarakat Islam Indonesia sekarang ialah pernikahan yang dilakukan
menurut hukum Islam, tetapi tidak dilakukan di hadapan PPN dan/atau tidak
dicatatkan di Kantor Urusan Agama, sehingga tidak memperoleh akta nikah
sebagai satu-satunya bukti legal formal. Dalam prakteknya Perkawinan siri ini
adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang islam di indonesia,
yang memenuhi baik rukun-rukun maupun syarat-syarat perkawinan, tetapi
tidak di daftarkan atau di catatkan pada pegawai pencatat nikah seperti yang di
atur dan di tentukan oleh Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Tentang
perkawinan.
B. Macam-Macam Nikah Sirri
1. Pernikahan tanpa adanya wali. Pernikahan semacam ini dilakukan
secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju
atau karena menganggap absah Pernikahan tanpa wali atau hanya
karena ingin memuaskan nafsu syahwat tanpa mengindahkan lagi
ketentuan-ketentuan syari’at. Pernikahan seperti ini jelas halnya bahwa
pernikahan yang dilakukan tanpa wali adalah tidak sah. Sebab wali
merupakan rukun sahnya pernikahan.
2. Pernikahan tanpa saksi atau saksi kurang kuat Pernikahan semacam ini
dilakukan secara siri dengan beberapa alasan malu, takut atau sengaja
tidak ada saksi atau mengambil saksi satu orang saja. Bisa juga dengan
menggunakan alasan hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat
belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuanketentuan syariat.
3. Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam
lembaga pencatatan negara Menurut agama hukumnya sah akan tetapi
dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa pernikahan
tersebut tidak sah. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada
lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti
(bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah
melakukan pernikahan dengan orang lain. Pernikahan semacam ini
dilakukan secara siri juga karena beberapa alasan seperti faktor biaya,
yaitu tidak mampu membayar administrasi pencatatan, atau takut
ketahuan melanggar aturan yang melarang Pegawai Negeri Sipil nikah
lebih dari seorang, atau menyembunyikan pernikahan dari keluarga
dan lain sebagainya.
C. Faktor Penyebab Perkawinan Siri/Dibawah Tangan
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan
pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara, yaitu :
1) Faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan.
2) Ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan
yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu dan lain
sebagainya.
3) Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan
tertentu misalnya, karena takut mendapatkan stigma negatif dari
masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri.
4) Pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk
merahasiakan pernikahannya.6
5) Nikah siri dilakukan karena kedua belah pihak belum/tidak punya
biaya pendaftaran/pencatatan nikah ke KUA.
6) Nikah siri dilakukan karena kedua belah pihak atau salah satu pihak.
Calon mempelai belum siap lantaran masih sekolah/kuliah atau masih
terikat dengan kedinasan yang tidak diperbolehkan nikah terlebih
dahulu.
7) Dari pihak orang tua pernikahan ini dimaksudkan untuk adanya ikatan
resmi dan juga untuk menghindari perbuatan yang melanggar ajaran
agama, seperti zina.
8) Nikah siri dilakukan karena kedua atau salah salah satu pihak calon
mempelai belum cukup umur/dewasa, dimana pihak orang tua
menginginkan adanya perjodohan antara kedua sehingga dikemudian
hari calon mempelai tidak lagi nikah dengan pihak lain, dan dari pihak
calon mempelai perempuan tidak dipinang orang lain.
9) Nikah siri dilakukan sebagai solusi untuk mendapatkan anak apabila
dengan istri yang ada tidak dikarunia anak, dan apabila nikah secara

6
Susanto happy,2007, Nikah siri apa untungnya, (Transmedia Pustaka, Jakarta selatan)h.40
resmi akan terkendala dengan UU maupun aturan lain, baik yang
menyangkut aturan perkawinan, maupun yang menyangkut
kepegawaian maupun jabatan.
10) Nikah siri dilakukan karena terpaksa dimana pihak calon pengantin
laki-laki tertangkap basah bersenang-senang dengan wanita pujaannya.
Karena dengan alasan belum siap dari pihak laki-laki maka untuk
menutup aib dilakukan kawin siri.7
D. Pengertian Harmonis
Secara terminologi keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti
serasi, selaras. Titik berat dari keharmonisan adalah keadaan selaras atau
serasi. Keharmonisan bertujuan untuk mencapai keselarasan dan keserasian
dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga sangat perlu menjaga kedua hal
tersebut untuk mencapai keharmonisan.8 Rumah tangga yang bahagia dan
harmonis merupakan idaman bagi setiap mukmin. Rasulullah SAW telah
memberi teladan kepada kita mengenai cara membina keharmonisan rumah
tangga. Sungguh pada diri Rasulullah itu terdapat teladan yang paling baik,
dan seorang suami harus menyadari bahwa dalam rumahnya itu ada pahlawan
dibalik layar, pembawa ketenangan dan kesejukan dan kedamaian yakni sang
istri. Pandai-pandailah merawat istri oleh karena itu, seorang suami harus
pandai memelihara dan menjaga istrinya secara lahir batin. sehingga dapat
menjadi istri yang ideal, ibu rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab.
Suasana harmonis sangat ditentukan dengan kerja sama yang baik antara
suami dan istri dalam menciptakan suasana yang kondusif, hangat dan tidak
membosankan. Nabi Muhammad yang paling sempurna akhlaknya dan paling
tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang luar biasa
berharganya untuk kita ikuti dalam hal berlaku baik kepada istri dan dalam hal
kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan
wanita. Beliau menempatkan mereka pada kedudukan yang di idam-idamkan

7
Siti Aminah, “Hukum Nikah di Bawah Tangan (Nikah Sirri)”, Cendikia Vol. 12 No. 1 (Januari 2014), h. 24
8
Tim Penyusun Kamus, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
oleh seluruh kaum hawa yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan
terhormat disamping suaminya.9
Menurut Gunarsa, keluarga bahagia adalah apabila seluruh anggota
keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan berkurangnya rasa ketegangan,
kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya, yang
meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial. Sedangkan Dori berpendapat
keharmonisan keluarga adalah bentuk hubungan yang dipenuhi oleh cinta dari
kasih, karena kedua hal tersebut adalah tali pengikat keharmonisan. Menurut
Arifin Ilham keluarga sakinah adalah keluarga yang para penghuninya
senantiasa mengingat Allah SWT, baik dalam keadaan senang maupun dalam
keadaan susah. Rumah keluarga sakinah didalam-Nya selalu dihiasi dengan
aktivitas ibadah kepada Allah SWT yang meliputi ibadah solat, membaca Al-
Quran, dikir dan ibadah yang lain. Tidak hanya itu seluruh penghuni rumah
juga harus selalu menebarkan kesejukkan, mengucap salam, ketenangan, dan
kebahagiaan.10 Menurut Qaimi, bahwa keluarga harmonis merupakan keluarga
yang penuh dengan ketenangan, ketenteraman, dan kelangsungan generasi
masyarakat, belas kasih dan pengorbanan, saling melengkapi, dan
menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama. Mawaddah-
Warahmah adalah sebutan lain dalam Islam yang merupakan kehidupan
keluarga yang penuh cinta kasih. Maksudnya yaitu keluarga yang tetap
menjaga perasaan cinta, baik cinta terhadap pasangan suami maupun istri,
cinta terhadap anak dan cinta terhadap pekerjaan. Pendapat ini sejalan dengan
firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rum (30) ayat: 30 yang
berbunyi:
َ ]ِ‫]ق هّٰللا ِ ٰۗذل‬
‫ك ال] ِّديْنُ ْالقَيِّ ۙ ُم َو ٰل ِك َّن‬ ۗ
ِ ‫اس َعلَ ْيهَ]ا اَل تَبْ] ِد ْي َ]ل لِ َخ ْل‬
‫ك لل ِّديْن حن ْيفً ۗا ف ْ هّٰللا‬
َ َّ‫ط َرتَ ِ الَّتِ ْي فَطَ َر الن‬ ِ ِ َ ِ ِ َ َ‫فَاَقِ ْم َوجْ ه‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ۙن‬ ِ َّ‫اَ ْكثَ َر الن‬
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia
menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui Maksud dari ayat
9
Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak Remaja
10
Muhammad Arifin Ilham, Dzikir Keluarga Sakinah, (Jakarta: Pustaka Media, 2006), h. 20
tersebut yaitu diantara tanda-tanda Kebesaran-Nya, Allah menciptakan dari
jiwa yang satu yaitu Adam dan Hawa, keturunan yang satu sehingga jadilah
pasangan yang banyak karena atas dasar rasa kasih sayang yang Allah berikan
kepada setiap pasangan. Jadi keharmonisan keluarga merupakan keserasian
dan kecocokan serta keselarasan hidup antar anggota keluarga yang terdiri
dari bapak, ibu, dan anak. Islam membangun rumah tangga yang harmonis
dengan asas yang kuat dan kokoh. Jika perhiasan di langit adalah bintang-
bintang maka perhiasan sebuah masyarakat adalah rumah tangga. Dari
keluargalah kenikmatan abadi yang diperoleh manusia. Sebaliknya dari
keluarga pula penderitaan yang berkepanjangan yang tiada henti yang
diberikan oleh Allah SWT. Sebuah rumah tangga dalam Islam sangatlah
kokoh karena didukung oleh tata aturan yang sangat kuat. Islam menaungi
aturan tersebut dengan pagar pembatas yang dinamai takafu’ (sederajat atau
serasi), dengan maksud antara suami istri harus sederajat (sekufu) sesuai atau
paling tidak mendekati dari segi usia, tingkat sosial, budaya dan ekonomi.
Apabila beberapa aspek tersebut dapat di sejajarkan, maka diharapkan akan
mampu mendukung kekalnya hubungan dan keharmonisan sebuah keluarga.11
E. Pengertian Keharmonisan Rumah Tangga
Pernikahan pada hakekatnya adalah sebuah ikhtiar manusia untuk
memperoleh kebahagiaan hidup berumah tangga. Tujuan pernikahan
sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Rahman Ghozali bahwa tujuan
pernikahan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk agama
dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera
artinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan,
yakni kasih sayang antar anggota keluarga. Keharmonisan rumah tangga,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata harmonis
yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” yang berarti perihal (keadaan)
harmonis, keserasian, keselarasan.12

11
Departemen Agama Republik Indonesia, ibid., h. 283
12
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Cet. I (Surabaya: Amelia, 2002), h. 164
Titik berat dari keharmonisan adalah serasi dan selaras. Rumah tangga
yaitu yang berkenaan dengan urusan kehidupan di rumah, rumah tangga atau
keluarga sering disebut sebagai struktur masyarakat dan institusi pendidikan
yang paling kecil.13Keharmonisan dalam rumah tangga adalah terciptanya
keadaan yang sinergi di antara anggotanya yang didasarkan pada cinta kasih
maupun keserasian dalam keluarganya. Dengan demikian keharmonisan
rumah tangga berarti situasi dan kondisi dalam keluarga dimana di dalamnya
tercipta kehidupan beragama yang kuat suasana yang hangat, saling
menghargai, saling menjaga, saling pengertian dan memberi rasa aman dan
tentram bagi setiap anggota keluarganya.
F. Ciri-ciri Keharmonisan Rumah Tangga
Mendesain keharmonisan di dalam rumah tangga merupakan suatu hal
yang sangat penting. Ketenangan dan ketenteraman keluarga tergantung dari
keberhasilan pembinaan yang harmonis antara suami dan istri dalam suatu
rumah tangga. Keharmonisan diciptakan oleh adanya kesadaran anggota
keluarga dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajiban.14
Beberapa ciri-ciri keluarga harmonis adalah sebagai berikut:
a) Kemampuan untuk saling bertemu antar anggota keluarga untuk
mendiskusikan tentang berbagai masalah keluarga. Saat ini
komunikasi tidak terbatas ruang dan waktu meskipun kesempatan
untuk bertemu dengan bertatap muka tidak selalu dapat dilakukan
secara langsung, komunikasi tetap dapat dilakukan secara tak langsung
melalui perantara alat komunikasi seperti seluler.
b) Sebuah keluarga yang diwarnai kehangatan dan kelembutan interaksi
antar penghuni keluarga, sehingga di dalam keluarga itu tidak pernah
terdengar perkataan kasar.
c) Terjalinnya rasa kasih sayang dan cinta serta tercapainya ketenangan
jiwa.

13
Syamsuddin Ramadhan, Fikih Rumah Tangga Pedoman Membentuk Keluarga Bahagia Cet. I (Bogor: CV Idea
Pustaka Utama, 2004), h. 13
14
As Sayyid Muhammad Bin Alawy Al Maliky, Menggapai Bahtera Biru (Jakarta: Iqra Insan Peres, 2003), h. 10.
BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan metode penelitian


Adapun pendekatan dan metode yang di gunakan dalam penellitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan
1) Pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan yang melihat fenomena fenomena di
masyarakat atau suatu persitiwa social budaya sebagai jalan untuk memahami
hukum yang berlaku dalam mesyarakat. 15 kami menggunakan pendekatan ini
untuk mengetahui factor yang sangat berdampak kepada nikah siri terhadap
perilaku keluarga di Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karwang Timur
Kabupaten Karawang.
2) Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang di lakukan dengan cara meneliti
bahan Pustaka, produk-produk hukum, perbandingan hukum dan sejrah
hukum.16 Kaitanya dengan pendektn ini adalah untuk mengethui hukum
islam terhadap nikah siri dan dampak bagi keluarga di Kelurahan
Palumbonsari, Kecamatan Karwang Timur Kabupaten Karawang.
2. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penellitian kualitatif,
kualitatif adalah suatu proses dan pemahaman yang berdasakan pada metodoligi
yang menyelidiki suatu fenomena social. Bogdan dan Tylor mengatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku 0rang-orang yang di amati.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka penelitian dilakukan dengan
terjun langsung ke lapangan (field research) atau ke objek penelitian, yaitu
kelurahan kelurahan Palumbonsari, kecamatan karwang timur kabupaten
karawang. Selain lapangfan, penelitian ini juga dilakukan dengan cara studi

15
Soerjono soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Bandung: CV.Tarsito, 1994), h. 70
16
Soerjono soekanto dan sri mamuji, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. rajawali
pers, 1995), cet. Ke-IV. H. 13-14.
kepustakaan (library research), artinya data di peroleh dari buku-buku dan bahan-
bahan referesnsi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
B. Populasi Dan Sempel
1. Populasi
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergi. Situasi sosial tersebut, dapat di rumah berikut keluarga
dan aktivitasnya, atau orang- orang di sudut- sudut jalan yang sedang mengobrol,
di desa, di kota. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian
yang ingin diketahui.17 Jadi populasi dalam penelitian ini adalah orang yang
mengalami pernikahan siri di Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karwang
Timur Kabupaten Karawang.
2. Sampel
Sampel dalam kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai
narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel
dalam penelitian kualitatif juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel
teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori.18
Dalam penelitian ini, karena mengingat keterbatasan waktu dan kesempatan
peneliti, maka peneliti mengambil sampel yang terdiri dari 3 keluarga dalam satu
kelurahan, dengan orang yang berbeda dari masing-masing peneliti.

C. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data untuk memperoleh informasi mengenai dampak nikah siri
terhadap perilaku keluarga di kumpulkan melalui data kualitatif, yaitu dengan
menggunakan instrument:
1. Wawancara19
Yaitu dengan mewawancarai secara langsung dengan orang dan keluarga
yang mengalami pernikahan siri. Tujuan dilakukan wawancara adalah untuk

17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif , (Bandung: Alfabeta CV, 2012), h. 216
18
ibid
19
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), h. 198
menggali informasi secara langsung dan mendalam dari beberapa informan yang
terlibat dalam penelitian “Dampak Nikah Siri terhadap perilaku keluarga di
Kelurahan Palumbonsari, Kecamatan Karwang Timur Kabupaten Karawang”.
Wawancara dilakukan dengan face to face atau tatap muka langsung dengan
informan, sehingga terjadi kontak pribadi dan melihat langsung kondisi informan.
2. Obeservasi
Kegiatan Observasi meliputi melakukan pencatatan secara sitematik kejadian-
kejadian, perilaku, obyek- obyek yang dilihat dan hal- hal lain yang diperlukan
dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.20 Pada tahap awal observasi
dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak
mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus,
yaitu mulai menyempitkan data dan informasi yang diperlukan sehingga peneliti
dapat menemukan pola- pola perilaku dan berhubungan dengan dampak nikah siri
pada keluarga.
D. Teknik Analisis Data
Data yang di peroleh dari lapangan maupun studi Pustaka akan di olah dan di analisis
secara kualitatif. Analisis data adalah proses mencari dan Menyusun secara sistematik
data yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain
sehingga dapat mudah di pahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan
melakukan observasi dan wawancara, dengan menentukan fokus serta
pendalaman data pada proses pengumpulan berikutnya.
2. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan, semakin lama
peneliti ke lapanga, maka jumlah data akan semakin banyak. Dalam situasi sosial,
kami dalam mereduksi data mungkin akan memfokuskan pada kegiatan sehari-
hari yang dikerjakan, dan rumah tinggalnya. Dalam mereduksi data, setiap

20
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h . 22
peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian
kualitatif adalah temuan. Oleh karena itu, kami peneliti dalam melakukan
penelitian, menemukan segala sesuatu yang berhubungan dengan judul penelitian.
3. Penyajian Data
Dalam penyajian data Miles mengatakan “yang paling sering untuk menyajikan
data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”. Maka
dari itu data yang kita terima dari informan kemudian di susun secara narasi yang
deskriptif.
4. Kesimpulan
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Pembahasan di Bab ini adalah berisi tentang urain hasil penelitian pada sejumlah
informasi yang tinggal di kelurahan Palumbonsari Kec Karawang Timur. Jumlah informasi
sebanyak 3 keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, yang berbeda dalam satu
kelurahan. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 7 hari. Peneliti membutuhkan waktu
yang cukup karena dalam proses penelitian tersebut peneliti harus mencari pelaku Nikah Siri
di kelurahan Palumbonsari kec Karawang Timur, yang notabanenya mereka agak sedikit
tertutup. Sehingga peneliti harus melakukan pendekatan dengan responden terlebih dahulu,
agar mereka percaya dan bersedia untuk diwawancarai dan peneliti mendapatkan informasi
dengan benar dan lengkap.
Selama penelitian tersebut peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan dan
berhadapan dengan responden pelaku nikah siri atau nikah dibawah tangan. observasi
dilakukan dengan mendatangi keluarga keluarga yang mempraktekkan nikah siri karena
penulis menganggap bahwa tempat itu memberikan keamanan dan kenyamanan terhadap
privasi responden. Berikut gambaran keseluruhan responden dalam penelitian ini:

NAMA USIA AGAMA PENDIDIKAN PEKERJAAN


Wiwin 32 Islam SD IRT
Asih 29 Islam SMP IRT
Herman 35 Islam SD Buruh Tani

Deskripsi singkat para responden sebagai berikut:

1. Wiwin. Saat melangsungkan pernikahan berusia 30 tahun. Pernikahan Siri ini pernikahan
yang kedua kalinya. Pernikahan pertama dilangsungkan secara sah hukum negara dan
agama. Tetapi pernikahan kedua dilangsungkan di rumah Amil dan disaksikan oleh wali
nikah dan saudara-saudara. Suaminya adalah seorang kuli serabutan kadang menjadi
supir juga yang mana penghasilannya tidak menentu. Kadang mencukupi kebutuhan,
kadang pas-pasan. Dia mengetahui keberadaan KUA yang berfungsi untuk menyatakan
sahnya pernikahan menurut Negara dan agama, akan tetapi dia memilih untuk
melangsungkan pernikahannya secara siri karena pernikahan yang sebelumnya belum
terselesaikan di KUA Kantor Urusan Agama. Dia juga mengetahui bahwa pernikahannya
tidak diakui oleh negara tetapi dia juga ada keinginan untuk mendaftarkannya ke
pernikahan yang diakui oleh negara setelah ada biaya yang cukup. Pernikahan sirih di
masyarakat menjadi pernikahan yang biasa saja. Dampak yang ia rasakan adalah makan
pas-pasan dan sering terjadi pertikaian dengan suami karena perekonomian. Ketika anak
rewel karena tidak ada uang untuk jajan, apalagi untuk memenuhi kebutuhan lainnya
karena penghasilan suami yang pas-pasan dikatakan sangat jauh dari kategori keluarga
sejahtera.
2. Asih. Saat melangsungkan pernikahan berusia 18 tahun. Pernikahan siri ini pernikahan
yang pertama dan dilaksanakan di rumah Asih sendiri dan disaksikan oleh saudara
saudaranya dan juga Amil, Suami asih adalah seorang buruh serabutan dan
penghasilannya tidak menentu kadang dapat 200 ribu untuk 2 minggu. Asih mengetahui
kebaradaan KUA yang berfungsui untuk menyatakan pernikahan akan tetapi keadaan
Asih saat itu memang harus dilangsungkan pernikahan siri karna Asih Hamil diluar
Nikah, "Saya juga tidak ingin ini terjadi tetapi saya tidak tau apa yang harus saya
lakukan" Ujar Asih saat diwawancara, sekarang Asih dalam keadaan yang pas pasan
karna pengasilan suami yang tidak menentu dan jauh dari kata sejahtera.
3. Herman. Saat melakukan pernikahan berusia 23 tahun. Menikah selama 12 tahun
pernikahan pertama. pernikahannya dilangsungkan di rumah kediaman perempuan dan
orang tua beserta saudara-saudaranya, yang menjadi saksi sah pernikahan. Dan rumah
tangga mereka hanya bertahan selama 7 tahun. Pernikahan kedua dilaksanakan pada usia
30 tahun. Dan pernikahan kedua ini hanya nikah secara agama saja karena memang
pernikahan agama bisa dibilang tidak banyak mengeluarkan biaya dan menurut agama
pun sah hukumnya nya. Dia mengatakan bahwa dia itu istilahnya kebelet nikah Jadi
hanya melaksanakan pernikahan melalui agama saja. Ia bekerja sebagai Buruh Tani yang
penghasilannya bisa dibilang pas-pasan mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dia
mengetahui keberadaan KUA yang ada di wilayahnya, begitupun dia juga mengetahui
fungsi dari kantor urusan agama.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini dampak nikah siri yang sering terjadi yaitu:
1) Hilang tanggung jawab.
2) Sulit menjalin keharmonisan dalam keluarga
3) Tidak saling menghormati
4) Berbeda kasih sayang terhadap anak.
Adapun dampak nikah siri bagi anak dan istri diantaranya:
1) Anak itu tidak diakui oleh negara menurut UUD
2) Anak itu secara hukum dia tidak bisa mendapatkan hak waris
3) Anak itu tidak memiliki akte
Dampak yang lebih fatal, yaitu apabila ada kasus hukum maka tidak punya kekuatan
hukum yang mengikat bagi anggota keluarga, karena dia tidak punya bukti autentik
tentang nikah nya yang diakui oleh Negara.
B. Pembahasan
1. Faktor Penyebab Terjadinya Nikah Siri Di Kelurahan Palumbonsari Kecamatan
Karawang Timur Kabupaten Karawang
Praktek nikah siri yang terjadi di kelurahan palumbonsari Kecamatan Karawang
Timur Kabupaten Karawang, tentu tidak serta merta terjadu begitu saja, setidaknya
ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat di kelurahan Kecamatan
Karawang Timur Kabupaten Karawang melakukan pernikahan tidak tercatat yang
akan di uraikan di bawah ini.
1) Kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap regulasi
pencatatan nikah
Pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap aturan pernikahan di
sebagian besar kalangan masyarakat hanya di pahami secara sah menurut
agama saja, dimana ketika syarat dan rukun pernikahan ya g telas di tentukan
dalam fikih terpenuhi maka dianggap sudah cukup tanpa mengindahkan aturan
yang berlaku di Indonesia, yaitu pencatatan pernikahan.21 Kurangnya
pemahaman mereka dalam pernikahan tentu tidak terlepas dari tingkat
pendidikan rendah yang berdampak pada ketidak tahuan mereka terhadap
21
Yayan Sopyan, Islam-Negara “Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional”, (Jakarta: PT
Wahana Semesta Inter Media, 2012), h. 129
peraturan yang ketentuan atau buta hukum. Hal ini jelas terlihat ketika peneliti
melakukan wawancara dengan, seperti Wiwin Asih dan herman.22
Dari hasil wawancara dengan responden, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar mereka tidak mengetahui aturan pernikahan yang resmi
keberadaan Kantor Urusan Agama atau Aqua dan fungsinya serta biaya yang
harus mereka keluarkan ketika akan melakukan mencatatkan. Untuk
menanggulangi permasalahan ini, maka upaya yang harus dilakukan oleh
pemerintah dalam melakukan sosialisasi hukum terhadap urgensi pencatatan
pernikahan dan dampak yang dihasilkan ketika pernikahan tersebut tidak
dicatatkan. Hal ini penting untuk segera diupayakan agar peraturan yang ada
dapat berjalan sebagai mana mestinya dipatuhi dan memiliki kewibaan.
2) Ekonomi rendah atau miskin
Berdasarkan data yang dikumpulkan terlihat dengan jelas bahwa faktor
kemiskinan atau ekonomi rendah menjadi pemicu yang luar biasa. Ekonomi
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan praktek pernikahan Siri selalu
bertambah karena mereka beranggapan bahwa menikah secara resmi di
Kantor Urusan Agama atau KUA memerlukan biaya yang cukup tinggi,
sehingga bagi mereka yang berpenghasilan rendah merasa terbebani dengan
biaya tersebut titik mereka adalah Herman, Asih dan Wiwin.23
Jika ditelusuri lebih dalam sebenarnya pemerintah telah membentuk
regulasi biaya pencatatan nikah yang sangat menguntungkan bagi masyarakat
yaitu Rp. 0 atau gratis jika akad nikah dilakukan di KUA dan pada saat jam
kerja Rp. 600.000 jika akan nikah dilakukan di luar KUA atau di KUA namun
diluar jam kerja. Aturan biaya pernikahan ini diatur dalam PP nomor 48 tahun
2014 tentang tarif atau jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Walaupun negara telah membentuk aturan sedemikian rupa namun
rupanya informasi ini tidak sampai kepada masyarakat sehingga mereka
menganggap menikah secara resmi membutuhkan biaya mahal, disinilah letak

22
Kolaborasi hasil wawancara pribadi dengan Wiwin, Asih, dan Herman, Pada 13-17 Desember 2021 di Desa
Palumbonsari Karawang Timur
23
Kolaborasi hasil wawancara pribadi dengan Wiwin, Asih, dan Herman, Pada 13-17 Desember 2021 di Desa
Palumbonsari Karawang Timur
pentingnya sosialisasi. Atau bisa jadi sebagian di antara mereka mengetahui
aturan tersebut namun tetap enggan mencatatkan pernikahannya karena alasan
jarak yang jauh ribet atau rumit dan sulit untuk memenuhi persyaratan
administrasi pernikahan.24
3) Paksaan orang tua
Bagi keluarga miskin, anak perempuan dianggap sebagai beban
ekonomi dan perkawinan dianggap sebagai solusi paling ampuh untuk
mengurangi beban tersebut karena lazimnya setelah menikah kebutuhan
sandang pangan dan papan akan menjadi tanggung jawab suami titik
sebagaimana keterangan salah satu responden, "Mega mengatakan saya
nikah disuruh orang tua Biar bebannya berkurang."
4) Menikah dibawah umur
Menikah dibawah umur menjadi salah satu faktor pelaksanaan Nikah
Siri di kalangan masyarakat sebagaimana keterangan salah satu staf di
Kantor Kelurahan di desa palumbonsari Kecamatan Karawang Timur
yaitu Agus Setia. Faktor ini jelas tidak bisa terbantahkan karena ketika
ekonomi rendah dan untuk mengurangi beban keluarga maka anak
perempuan harus dinikahkan walaupun umurnya belum mumpuni titik
disinilah terjadinya ekspor eksploitasi anak.
Jika memang harus dilakukan menikah dibawah umur ada jalan lain
yang bisa ditempuh agar pernikahan tersebut sah menurut agama dan
negara yaitu dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah. Namun
jika dikembalikan kepada alasan mahalnya biaya, maka upaya hukum ini
akan sangat sulit dilakukan dan menjadikan pernikahan Siri sebagai satu-
satunya jalan yang benar.
5) Hamil diluar nikah
Perubahan tata nilai yang berkembang dalam masyarakat seperti
pergaulan bebas maraknya informasi pornografi dan keluarga yang tidak
harmonis akan memicu terjadinya perbuatan yang tidak diinginkan

24
Yayan Sopyan, Raihgana Abdullah, dkk, Acces to Justice in Legal Idenetity: The Case of Indonesian Migrain
Workers in Malaysia, Saudi Arabia and Hongkong. Hasil Penelitian Kerjsama Internasional Pusat Penelitian dan
Penerbitan (Puslitpen), LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016, h.199.
seperti hamil diluar nikah titik ketika hal ini terjadi maka keluarga harus
menanggung beban moral yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut titik
untuk menanggulangi akibat dari perbuatan tersebut maka menikah
secara siri menjadi pilihan titik kejadian semacam ini terjadi pada
responden Asih.
6) Pandangan masyarakat

Fenomena pernikahan Siri atau pernikahan tidak tercatat di kalangan


masyarakat desa palumbon Sari Kecamatan Karawang Timur menjadi
sesuatu yang lazim dan biasa saja tidak ada pertentangan dari pihak manapun
dengan dilaksanakannya pernikahan tersebut, sehingga tidak ada sedikitpun
perasaan takut, was-was maupun gelisah25 terhadap pernikahan ini dan
menjadikannya sebagai pernikahan biasa di masyarakat bahkan sebagian
besar dari masyarakat di desa lumansari Kecamatan Karawang Timur
melakukan nikah siri atas kemauannya sendiri.

2. Konsep Nikah Siri


Perkawinan adalah „aqad (perjanjian) yaitu serah terima antara orang tua calon
mempelai wanita dengan calon mempelai pria. Penyerahan dan penerimaan tanggung
jawab dalam arti yang luas, telah terjadi pada saat „aqad nikah itu, disamping
penghalalan bercampur keduanya sebagai suami istri.
Nikah siri yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan
seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau
tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Istilah nikah siri atau nikah yang
dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah siri
yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah siri pada saat
ini.
Menurut Edi Gunawan dalam jurnal nya berjudul “Nikah Siri dan Akibat
Hukumnya Menurut UU Perkawinan”, pernikahan siri adalah pernikahan yang secara
Agama dianggap sah, pada kenyataannya justru memunculkan banyak sekali

25
Burhanatut Dyana, Kedudukan Hukum dan Dampak Isbat Nikah bagi Buruh Migran Indonesia di Tawau, Sabah,
Malaysia, Tahun 2012-2016, Tesis Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Hidyatullah Jakarta,2018, h. 120
permasalahan yang berimbas pada kerugian di pihak perempuan. nikah siri sering
diambil sebagai jalan pintas pasangan untuk bisa melegalkan hubungan nya, meski
tindakan tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan.
Menurut Mohammad Fauzil Adhim, dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini
Nikah siri adalah pernikahan sebagaimana yang biasa terjadi, hanya saja tidak
dicatatkan pada Kantor Urusan Agama. Syarat rukunnya nikah sebagaimana
ditentukan oleh Syari‟at agama kita terpenuhi. Pernikahan semacam ini secara
agama sah, tetapi tidak memiliki legalitas formal yang berfungsi sebagai
perlindungan hukum bila sewaktu-waktu terjadi masalah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nikah siri adalah pernikahan yang
dilakukan berdasarkan hukum agama dan tidak dicatatkan di KUA. Sedangkan
pengertian dari nikah siri adalah nikah secara rahasia (sembunyi-sembuyi) disebut
secara rahasia karena tidak dilaporkan ke Kantor Urusan Agama atau KUA.
Biasanya nikah siri dilakukan karena dua pihak belum siap pernikahannya diketahui
oleh masyarakat namun agar tidak terjadi hal-hal yag tidak dinginkan atau terjerumus
kepada hal-hal yang dilarang agama. Pernikahan siri juga tidak di publikasikan atau
tidak adanya pesta pernikahan atau walimatul ‘urusy antara calon laki-laki dan istri
untuk memenuhi hajat yang diatur oleh syari‟at.
3. Dampak Nikah Sirih
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap arti penting pencatatan nikah
menjadikan sebagian masyarakat menganggap bahwa nikah Tidak perlu dicatatkan di
Lembaga resmi dan cukup sesuai dengan ajaran agama Islam saja. Ketika pernikahan
tidak dicatatkan, maka permasalahan dan kendala yang akan dihadapi ke depan justru
semakin rumit dan kompleks, seperti tidak dapat mengurus akta kelahiran anak untuk
melanjutkan sekolah.
Adapun dampak yang dirasakan oleh pelaku Nikah Siri di kelurahan
palumbonsari Kecamatan Karawang Timur adalah:
1) Kesulitan dalam mengurus akte kelahiran anak dan sekolah anak
Akta lahir merupakan hak setiap anak yang berfungsi sebagai identitas
hukum dan bukti kewarnegaraan yang harus dimiliki oleh semua anak.
26
Akte lahir ini bersifat wajib dan harus dimiliki oleh setiap anak, karena
dengan memiliki akte lahir maka anak akan dapat mengakses lembaga
atau instansi resmi seperti mendapatkan hak bersekolah dan pendidikan,
hak kesehatan dan sosial lainnya.
2) Pernikahan menjadi rentan dan tidak dapat dipertahankan
Ketika pernikahan tidak memiliki kekuatan hukum maka sudah tentu
pernikahan ini akan menjadi sangat rentan dan sulit untuk dapat
dipertahankan. Suami akan dengan mudah menyakiti istri seperti tidak
dinafkahi, disakiti bahkan ditinggalkan atau ditelantarkan titik dalam
Perkawinan semacam ini, istri dan anak-anak lah yang akan menjadi
korban. Karena ketiadaan bukti resmi pernikahan maka korban tidak akan
dapat menuntut segala sesuatu yang menjadi haknya.
3) Pemicu timbulnya poligami liar
Praktek nikah siri memicu peluang poligami liar artinya dengan bentuk
pernikahan yang tidak tercatat maka lelaki bisa memperistri lebih dari 1
wanita dengan leluasa tanpa mengindahkan poligami yang benar yaitu
mendapatkan persetujuan dari istri lainnya. Karena menikah secara siri,
maka istri harus siap menanggung semua resiko yang terjadi dan tidak
dapat menuntut hak apapun dari suaminya karena tidak memiliki bukti
pernikahan yang sah.
4) Menimbulkan kemiskinan baru
Anggapan orang tua bahwa dengan menikahkan Anaknya dapat
mengurangi beban ekonomi keluarga Karena setelah menikah kebutuhan
sandang pangan dan papan akan menjadi tanggung jawab suami rupanya
tidak selalu benar. Hal ini justru menimbulkan beban hidup yang
bertambah karena pasangan suami istri belum siap membina rumah
tangga.
4. Pandangan Hukum Islam dan hukum positif dalam pelaksanaan nikah siri

26
Burhanatut Dyana, Kedudukan Hukum dan Dampak Isbat Nikah, h. 113-114
Pandangan Hukum Islam yang tertuang dalam fiqih sebagai hasil ijtihad para
ulama secara keseluruhan menyatakan bahwa pernikahan Siri adalah pernikahan
yang sah secara agama selagi syarat dan rukun nikah terpenuhi titik para ulama Fiqih
berpendapat bahwa pencatatan nikah bukan merupakan suatu keharusan karena baik
dalam Alquran maupun hadis tidak secara eksplisit memerintahkannya. Namun, jika
dilihat pada zaman sekarang, pencatatan nikah menjadi sebuah keniscayaan bagi
setiap orang mengingat madhorot yang akan ditimbulkan dari pernikahan yang tidak
tercatat sangat banyak sehingga upaya pencegahan melalui pencatatan nikah menjadi
wajib hukumnya sebagaimana ungkapan kaidah fiqih, "addororu yuzalu" yang
artinya bahaya harus dihilangkan.27
Perkembangan pemikiran tentang dasar perintah pencatatan nikah dalam
pandangan Islam setidaknya berdasarkan atas dua alasan yaitu qiyas dan maslahat
Mursalah dilihat dari sudut pandang kias, pencatatan pernikahan dikiaskan pada
kegiatan mudayanah titik dalam hal utang piutang Allah memerintahkan agar
transaksi tersebut dicatat sesuai dengan Qur’an surat Albaqarah ayat 282:
ٓ
ُ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ۗه‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. 
Ketika akad utang-piutang atau hubungan muamalah yang lainnya dicatatkan
maka sudah semestinya pernikahan yang begitu sakral Suci Agung dan luhur juga
harus dicatatkan titik akad nikah memang bukanlah kegiatan muamalah biasa akan
tetapi di dalamnya terkandung perjanjian dan hubungan yang sangat kuat 28 seperti
ditegaskan dalam Al-Qur’an surat an-nisa ayat 21
‫ْض َّواَخ َْذنَ ِم ْن ُك ْم ِّم ْيثَاقًا َغلِ ْيظًا‬
ٍ ‫ض ُك ْم اِلى بَع‬ ٰ ‫َو َك ْيفَ تَْأ ُخ ُذوْ نَهٗ َوقَ ْد اَ ْف‬
ٰ ُ ‫ضى بَ ْع‬

Artinya : Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah
bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.
Kedua perintah pencatatan nikah yang mengandung maslahat Mursalah artinya
kemaslahatan atau kebaikan yang tidak dianjurkan dan juga tidak dilarang oleh

27
Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawaid Fiqhiyah, (Ciputat: Adelina Bersaudara, 2008), h. 18
28
Ahmad Sanusi, Pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Pandeglang, Jurnal Ahkam Vo. XVI, 2016, h. 115-
116
syariat, atas dasar kebutuhan masyarakat penetapan hukum atas dasar
kemasyarakatan merupakan salah satu prinsip hukum Islam dan pencatatan
pernikahan dipandang sebagai kemaslahatan yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat pada zaman sekarang.29
Nikah siri menurut hukum positif adalah perkawinan yang dilakukan tidak sesuai
dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Pada peraturan perundang-
undangan tersebut menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.30
Menurut Edi Gunawan dalam jurnalnya berjudulNikah Siri dan Akibat Hukumnya
Menurut UU Perkawinan. Apabila pemerintah memandang adanya Undang-Undang
keharusan tercatatnya akad pernikahan, maka itu adalah Undang-Undang yang sah
dan wajib bagi rakyat untuk mematuhinya dan tidak melanggarnya.
Nikah siri yang dilarang dan tidak sah menurut hukum Islam, karena ada unsure
siri (dirahasiakan nikahnya) yang bertentangan dengan ajaran Islam dan Bisa
mengundang fitnah, serta bisa mendatangkan mudharat/risikobagi pelakunya dan
keluarganya.Nikah siri juga tidaksah menuruthukum positif, karena tidak
melaksanakan ketentuan hukum munakahat yang bakudan benar, dan tidak pula
diadakan pencatatan nya nikahnya oleh KUA.
Pencatatan pernikahan adalah salah satu upaya pemerintah atau negara untuk
menghormati menjaga melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak sosial setiap
warga negara khususnya bagi pasangan suami istri anak-anak yang dilahirkan dari
pernikahan tersebut dan segala akibat yang timbul dari adanya hubungan pernikahan
dengan sepenuhnya hak-hak sosial itu maka akan dilahirkan ketertiban sosial
sehingga akan tercipta keserasian dan keselarasan hidup dalam bermasyarakat
Berdasarkan uruaian diatas dapat disimpulkan bahwa nikah siri hukum nya sah
berdasarkan syari‟at Agama dan tidak sah berdasarkan hukum Negara karena tidak
memenuhi syarat dan ketentuan yang diberlakukan.Hukum nikah siri secara agama
adalah sah atau legal jika syarat nikahnya terpenuhi pada saat nikah digelarselama

29
Ahmad Sanusi, Pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Pandeglang, h. 116
30
Edi Gunawan, “Nikah Siri dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan”, Jurnal Syariah STAIN Manado
(online), Diakses 07 November 2017.
nikah siri itu memenuhi rukun dan syarat nikah yang disepakati ulama, maka dapat
dipastikan hukum dasarnya sudah sah.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan Siri menimbulkan
banyak sekali madhorot yang berujung pada sulitnya mewujudkan keluarga yang
sejahtera titik Oleh sebab itu mencatatkan pernikahan bagi warga negara Indonesia
pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya menjadi sebuah keniscayaan
titik berdasar pada hasil penelitian menurut penulis menikah Siri mengakibatkan
pada kurang terpelihara kesehatannya cukup sandang pangan papan nya, peserta hak-
hak asasinya dan dapat dikatakan sangat jauh dari kriteria keluarga yang sejahtera.
5. PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
Setiap keluarga tentunya ingin meningkatkan kesejahteraan baik materi maupun
spiritual. Keinginan ini sejalan dengan apa yang tersirat dalarn arah pernbangunan
keluarga sejahtera seperti tercantum dalam GBHN 1993. Di dalam upaya untuk
mencapai keinginan ini, ada beberapa prinsip atau konsep yang perlu diperhatikan:
Keluarga sebagai Sistem Terbuka Keluarga sebagai pranata sosial meruapakan
suatu sistern yang terbuka. Artinya bahwa dalam rnenjalankan fungsinya keluarga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (di luar keluarga) yang kurang bisa dikendalikan
oleh keluarga itu sendiri. Faktor lingkungan ini tidak dapat diabaikan dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karenanya, kalau keluarga atau
pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan keluarga, maka segenap faktor yang
ada di luar keluarga harus turut diperhatikan. Faktor luar keluarga ini dapat bersifat
sebagai kendala yang menghambat ataupun kesempatan yang memperlancar upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga. Sebagai contoh, keluarga yang berada di daerah
yang gersang dan terpencil, akan sulit bagi keluarga tersebut untuk meningkatkan
kesejahteraannya, karena rnereka menghadapi kendala kesuburan tanah dan
keterisolasian. Jadi bagaimanapun kuatnya keinginan suatu keluarga di daerah ini
untuk meningkatkan kesejahteraannya, maka adanya kendala ini sulita bagi keluarga
ini untuk meneapai keinginan tersebut.
Sebagai suatu subsistern dari sistem yang lebih besar, keluarga tidak dapat
meningkatkan kesejahteraannya tanpa melakukan interaksi dengan keluarga fainnya.
Sebagai sistem terbuka, keluarga tidak saja berinteraksi dengan lingkungannya,
tetapi juga dengan sistem keluarga lainnya. Kesejahteraan sebagai Hasil dari Suatu
Proses Kesejahteraan keluarga dapat dilihat sebagai hasil dari suatu proses
pengembangan sumberdaya kelsarga yang selarna suatu keluarga itu berada. Artinya
bahiva kesejahteraan keluarga yang sekarang dirasakan suatu keluarga merupakan
akumulasi hasil yang dicapai dari proses pengembangan sumberdaya keltlarga yang
telah dilakukan selarna siklus kehidupan keluarga. Oleh karenanya, upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga mungkin akan memerlukan waktu yang relatif
lama. Sebagai suatu hasil dari proses, kesejahteraan keluarga pada hakekatnya akan
pula menjadi input un tuk proses selanjutnya yang berantai. Keluarrra akan
Mengalami Siklus Kehidupan Keluarga akan mengalami siklus yang sejalan dengan
peningkatan umur anggota keluarga.
Adanya siklus kehidupan keluarga ini rnemberi konsekuensi terhadap adanya
perubahan kebutuhan dari setiap tahapan siklus kehidupan keluarga. Keluarga muda
yang belurn mempunyai anak tentunya rnempunyai kebutuhan yang berbeda dengarl,
keluarga menengah yang mempunyai anak bersekolak ataupun dengan keluarga tua
yang sudah pensiun. Oleh karenanya, pengertian kesejahteraan keluarga dan
ukurannya akan bema~asi antar siMus kehidupan keluarga. Konsekuensi lebih lanjut
dari adanya siklus kehidupall keluarga ini adalah bahwa program peningkatan
kesejahteraan keluarga juga harus disesuaikan dengan kondisi sumberdaya dari
setiiap tahapm sfklus kehidupan keluarga. Program peningkatan kesejahteraan
keluarga haruslah semakin berorientasi pada kesejahteraan spiri-tual untuk keluarga-
keluarga tua, karena pada hakekatnya pada keluarga-keluarga ini pernilikan
surnberdaya material sudah relatif mantap.
6. FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KESEJANTERAAN KELUARGA
Sebagai sistem terbuka, keluarga dihadapkan kepada kondisi faktor faktor di luar
keluarga yang akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga.
Faktor-faktor ini hamslah diarahkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
1) Faktor Ekonomi
Kemiskinan masih merupakan bagian dari kehidupan sebagian
besar masyarakat Indonesia. Pada saat sekarang mash ada sekitar 27 juta
jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan. Adanya kemiskinan yang
dialami oleh keluarga akan menghambat upaya peningkalan
pengembangan sumber daya yang dimiliki keluarga, yang pada gilirannya
akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga. Masalah
kemiskinan saling berkaitan dengan rendahnya kualitas sumberdaya
manusia sebagai salah satu faktor produksi. Oleh karenanya, untuk
mengatasi masalah kemiskinan perlu dilakukan pendekatan yang efektif,
yang dapat memutus kantai kerniskinan" Strategi pembangunan ekonomi
yang tidak semata-mata ditujukan untuk meneapai laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan mampu meneiptakan kondisi yang baik dalam
mengatasi masalah kemiskinan.
2) Faktor Budaya
Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai pula oleh adanya
kemantapan budaya yang dicertninkan dengan penghayatan dan
pengamalan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya ini
dimaksudkan untuk menetralisir akibat dad adanya penetrasi budaya luar,
Adanya kenrantapan budaya diharapkan akan mampu memperkokoh
keluarga dalarn melaksanakan fungsinya. Motivasi berkarya (etos kerja)
hams pula ditingkatkan agar produktivitas kerja meningkat. Peningkatan
produkeivitas kerja ini, di level keluarga, akan mampu meningkatkan
pendapatan, sehingga pada gilirannya akan tejadi peningkatan
kesejahteraan. Sedang di level nasional, peningkatan produktivi tas kerja
ini akan mampu mempercepat laj u pertumbuhan ekonomi.
KESIMPULAN

Dampak dari nikah siri terhadap prilaku keluarga yaitu berdampak bagi keberlangsungan
tanggung jawab seorang suami bagi keluarga dan anak anaknya, disebabkan kekuatan hukum
positif lemah terhadap status anak, seorang suami bisa menghilang hak anak nya dalam hal harta
warisan. Dari uruaian diatas dapat dilihat bahwa dampak dari nikah siri sangat berdampak buruk
bagi keluarga terhadap tangung jawab suami untuk istri dan anak. Karena dari uraian diatas
dilihat bahwa suami hilang tanggung jawab baik itu tanggung jawab terhadap peran nya sebagai
suami untuk istri maupun peran nya sebagai ayah untuk anaknya. Sulit Terjalin Keharmonisan
dalam Keluarga, tidak saling menghormati, berbeda kasih sayang terhadap anak. Dampak nikah
siri bagi anak dan istri adalah: Anak itu tidak diakui oleh negara menurut UUD. Anak itu secara
hukum dia tidak bisa mendapatkan hak waris, dan Tidak memiliki akte. Dampak yang lebih fatal
apabila ada kasus hukum maka tidak punya kekuatan hukum yang mengikat bagi anggota
keluarga karena dia tidak punya bukti autentik tentang nikah nya yang diakui oleh Negara.
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat di kelurahan palumbonsari kecamatan Karawang
Kabupaten Karawang melakukan pernikahan secara siri adalah (1) Kurangnya pemahaman dan
pengetahuan masyarakat terhadap regulasi pencatatan nikah. (2) Ekonomi rendah atau miskin.
(3) paksaan orang tua. (4) menikah dibawah umur. (5) hamil diluar nikah. (6) Pandangan
masyarakat. Dampak negatif terhadap kesejahteraan keluarga yang dilakukan oleh masyarakat di
Kelurahan palumbonsari Kecamatan Karawang Timur kabupaten Karawang adalah:

a. Kesulitan dalam mengurus akte lahir anak dan sekolah anak


b. Pernikahan menjadi rentan dan tidak dapat dipertahankan
c. Memicu timbulnya poligami liar
d. Menimbulkan kemiskinan baru

Hukum Islam memandang bahwa pernikahan Siri atau pernikahan tidak tercatat sebagai
pernikahan yang sah karena dan hukum positif terhadap pernikahan Siri baik dalam Alquran
maupun hadis tidak secara eksplisit memerintahkan pencatatan pernikahan pendapat ini sangat
berbeda dengan hukum positif yang menyatakan bahwa setiap pernikahan harus dicatatkan
secara resmi. Perintah ini secara jelas diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU perkawinan Nomor 1
Tahun 1974 pasal 5 ayat 1 pencatatan pernikahan di sini dimaksudkan untuk menjamin
ketertiban hukum memberikan perlindungan dan kepastian hukum serta menjamin terpenuhinya
hak suami istri dan anak sebagai akibat hukum dari berlangsungnya pernikahan.
DAFTAR PUSTAKA

Abd, Somad. (2012). Hukum IslamPenormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Ahmad Sanusi. (2016). Pelaksanaan Isbat Nikah di Pengadilan Agama Pandeglang. Jurnal
Ahkam Vo. XVI.

Ahmad Sudirman Abbas. (2008). Sejarah Qawaid Fiqhiyah. Ciputat: Adelina Bersaudara.

Al-Hamdani. (2011). Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

As Sayyid Muhammad Bin Alawy Al Maliky. (2003). Menggapai Bahtera Biru. Jakarta: Iqra
Insan Peres.

Burhanatut Dyana. (2018). Kedudukan Hukum dan Dampak Isbat Nikah bagi Buruh Migran
Indonesia di Tawau, Sabah, Malaysia, Tahun 2012-2016. Tesis Magister Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Hidyatullah Jakarta.

Dessy Anwar. (2001). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Cet. I. Surabaya: Amelia.

Edi Gunawan. (2017). Nikah Siri dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan. Jurnal
Syariah STAIN Manado (online), Diakses 07 November 2017.

Edi Gunawan. Nikah Siri dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan. Jurnal Syariah
STAIN Manado (online), Diakses 07 November 2017.

Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih D. Gunarsa. Psikologi Praktis Anak Remaja.

Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kolaborasi hasil wawancara pribadi dengan Wiwin, Asih, dan Herman, Pada 13-17 Desember
2021 di Desa

Muhammad Arifin Ilham. (2006). Dzikir Keluarga Sakinah. Jakarta: Pustaka Media.

Satria efendi M. Zein. (2004). Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Kerjasama.
Siti Aminah. Hukum Nikah di Bawah Tangan (Nikah Sirri). Cendikia Vol. 12 No. 1 (Januari
2014)

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. (1995). Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan
Singkat. Cet. Ke-IV. H. 13-14. Jakarta: PT. rajawali pers.

Soerjono Soekanto. (1994). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Bandung: CV.Tarsito.

Sofyan S. Willis. (2015). Konseling Keluarga, Family Counseling. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta CV.

Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Susanto happy. (2007). Nikah siri apa untungnya. Transmedia Pustaka, Jakarta selatan.

Syamsuddin Ramadhan. (2004). Fikih Rumah Tangga Pedoman Membentuk Keluarga Bahagia
Cet. I. Bogor: CV Idea Pustaka Utama.

Tim Penyusun Kamus. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.

Yayan Sopyan, Raihgana Abdullah, dkk. (2016). Acces to Justice in Legal Idenetity: The Case of
Indonesian Migrain Workers in Malaysia, Saudi Arabia and Hongkong. Hasil Penelitian
Kerjsama Internasional Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen). LP2M UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Yayan Sopyan. (2012). Islam-Negara “Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum
Nasional. Jakarta: PT Wahana Semesta Inter Media.
LAMPIRAN

TEMPLATE KISI-KISI PENELITIAN

JUDUL : Dampak Nikah Siri Terhadap Perilaku Keluarga (studi kasus di Kelurahan
Palumbonsari Kecamatan Karawang Timur Kabupaten Karawang)

KEOMPOK :8

SEMESTER : Semester VII

KELAS : PAI 7A

BUTIR-BUTIR
RUMUSAN PERTANYAAN
NO INDIKATOR Keterangan
MASALAH (Agket/ Pedoman
Wawancara)
Apa yang di Masyarakat mampu 1. Pada usia
1 maksud dengan memahami apa itu berapakah ibu/bapa
nikah siri? nikah siri menikah?
Pelaku nikah siri
sudah mengerti dan
Bagaimana dampak 2. Sudah berapa
tau dampak apa yang
2 nikah siri terhadap lama ibu/bapa
akan terjadi Ketika
keluarga? menikah?
pernikahan siri
dilakukan.
3. Sudah berapa kali
ibu/bapa menikah?
4. Dimana ibu
melakukan
pernikahan?
5. Apakah ibu/bapa
mengetahui adanya
kantor urusan
agama?
6. Apakah ibu/bapa
mengetahui fungsi
kantor urusan
agama?
7. Apakah
perkawinan ibu/
tercatat dan
mempunyai akta
nikah?
8. Apakah ibu/bapa
tau perkawinan yang
ibu/bapa lakukan itu
tidak diakui oleh
negara?
9. Apakah
penghasilan suami
mencukupi
kebutuhan keluarga?
10. Apa dampak
nikah siri yang ibu
ketahui?
TEMPLATE HASIL WAWANCARA (PENELITIAN)

TUGAS INDIVIDU

Nama Mahasiswa : Siti Soleha Rahman

Npm : 1810631110030

NAMA TRANSKRIP WAKTU


Keterangan (bukti dokumen
NO. INFORM HASIL PELAKSANAAN
berupa foto dll)
AN WAWANCARA (Hari,tgl,bln,thn)

1. Pada usia
berapakah ibu
SENIN, 13
1 ASIH menikah?
Desember 2021
“Saya menikah dari
usia 18”

2. Sudah berapa lama


2 ibu menikah?
“sudah 11 tahun”
3. Sudah berapa kali
3 ibu menikah?
“1 kali”
4. Dimana ibu
melakukan
4 pernikahan?
“saya menikah di
rumah saya sendiri”
5. Apakah ibu
mengetahui adanya
kantor urusan
agama?
“iya saya tau”
6. Apakah ibu
mengetahui fungsi
kantor urusan
agama?
“iya saya tau”

7. Apakah
perkawinan ibu/
tercatat dan
mempunyai akta
nikah?
“saya tidak memiliki
akta nikah”
8. Apakah ibu tau
perkawinan yang ibu
lakukan itu tidak
diakui oleh negara?
“iya tau”
9. Apakah
penghasilan suami
mencukupi
kebutuhan keluarga?
“gimana ya kalo
dibilang mencukupi
ya kurang karna
setiap suami dapet
gaji dari buruh kuli
hanya dapat 200rb
untuk 2 minggu,
sementara saya butuh
beli beras untuk
makan, belum lagi
anak saya yang suka
minta jajan,jadi ya
saya harus pintar-
pintar mengatur
pengeluaran.
10. Apa dampak
nikah siri yang ibu
ketahui?
“iya saya tau seperti
saya kan masih muda
ya ko udah nikah
kaya malu sama
temen-temen
seumuran saya, terus
apalagi sekarang
sudah punya anak
jadi harus bisa
mengatur keuangan
sedangkan suami
saya hanya buruh
serabutan paling
besar 200 ribu ya
gitu dampak yang
saya tau dan saya
alami
TEMPLATE HASIL WAWANCARA (PENELITIAN)

TUGAS INDIVIDU

Nama Mahasiswa : Arum Nuruul Azizah

Npm : 1810631110018

TRANSKRIP WAKTU
NAMA Keterangan (bukti
NO. HASIL PELAKSANAAN
INFORMAN dokumen berupa foto dll)
WAWANCARA (Hari,tgl,bln,thn)
1. Pada usia
berapakah ibu
menikah?
“Saya menikah
sirih umur 30
tahun, nikah sirih RABU, 15
1 WIWIN
ini pernikahan ke Desember 2021
dua saya. yang
pertama
pernikahan sah
yang mempunyai
akta nikah .”
2. Sudah berapa
lama ibu menikah?
2
“sudah 2 tahun
neng”
3. Sudah berapa
3 kali ibu menikah?
“sudah 2 kali”
4. Dimana ibu
melakukan
pernikahan?
4
“saya menikah di
rumah amil waktu
itu”
5. Apakah ibu
mengetahui adanya
kantor urusan
agama?
“iya tau”
6. Apakah ibu
mengetahui fungsi
kantor urusan
agama?
“sedikit tau, ngga
tau semuaya neng”

7. Apakah
perkawinan ibu
tercatat dan
mempunyai akta
nikah?
“tidak punya akta
nikah neng”
8. Apakah ibu tau
perkawinan yang
ibu lakukan itu
tidak diakui oleh
negara?
“ iya tau”
9. Apakah
penghasilan suami
mencukupi
kebutuhan
keluarga?
“kalo penghasilan
pas-pas an
tergantung suami
dapetnya berapa,
ngga nentu soalnya
kalo serabutan kan
kerjaan apa aja
dikerjain, kalo pas
jadi supir kalo
banyak orderan
alhamdulillah ada
buat makan, kalo
ngga ada sama
sekali kadang
minjem, ya gimana
situasinya aja
neng.”
10. Apa dampak
nikah siri yang ibu
ketahui ?
“dampaknya
paling suka ada
perbedaan kasih
sayang antara ke
anak tiri dan anak
kandung, itu sih
yang saya alami’

TEMPLATE HASIL WAWANCARA (PENELITIAN)

TUGAS INDIVIDU

Nama Mahasiswa : Muhamad Rifki Ramdani

Npm : 1810631110002

TRANSKRIP WAKTU
NAMA Keterangan (bukti dokumen
NO. HASIL PELAKSANAAN
INFORMAN berupa foto dll)
WAWANCARA (Hari,tgl,bln,thn)
HERMAN
1. Pada usia
berapakah bapa
menikah?
“Saya menikah
pertama kali itu
usia 23 tahun,
dilaksanakan di
KUA, kemudian Jumat, 17
1
nikah kedua itu Desember 2021
sirih ini pada usia
30 tahun di
laksanakan di
rumah dengan
‘amil atau bisa
dibilang nikah
siri.

2. Sudah berapa
lama bapa
2 menikah?
“sudah 12 tahun
a”
3. Sudah berapa
kali bapa
3
menikah?
“sudah 2 kali a”
4 4. Dimana bapa
melakukan
pernikahan?
“nikah pertama di
KUA, dan nikah
kedua di rumah
bersama ‘amil
waktu itu”
5. Apakah bapa
mengetahui
adanya kantor
urusan agama?
“tau a”
6. Apakah ibu
mengetahui
fungsi kantor
urusan agama?
“sebenernya tau,
tapi ya gimana
orang saya
kebelet nikah
kalo ke kua kan
ribet harus
ngurus ini itu ”

7. Apakah
perkawinan bapa
tercatat dan
mempunyai akta
nikah?
“pernikahan saya
yang pertama itu
tercatat di KUA,
kalo yyang kedua
tidak tercatat
hanya melalui
‘amil saja.”
8. Apakah bapa
tau perkawinan
yang ibu lakukan
itu tidak diakui
oleh negara?
“ tatu a”
9. Apakah
penghasilan
suami mencukupi
kebutuhan
keluarga?
“penghasilan
saya ya kurang
cukup atau pas
pasan karena
kurang dalam
mencukupi
kebutuhan rumah
tangga, makanya
yang pernikahan
pertama itu Cuma
bertahan 7 tahun
a.”
10. Apa dampak
nikah siri yang
bapak ketahui ?

“dampaknya kalo
menurut bapa ya,
kalua bapa sudah
ngga ada dan
anak anak bp
berebutu warisan
minta bantun ke
pemerintah desa
ya tidak karena
harus ada akta
nikah, gitu si kata
bap amah”.

Anda mungkin juga menyukai