Anda di halaman 1dari 2

Pengertian

Kesenian srandul termasuk jenis drama tari dan merupakan seni tradisisional kerakyatan yang
bersumber dari masyarakat setempat. Srandul merupakan tari kelompok, garapan sebuah tari
sederhana yang tidak diketahui penciptanya, karena berupa karya seni turun-temurun sebagai karya
kolektif. Asal mula istilah srandul sendiri bermacam macam yang pertama berasal dari kata ‘pating
srendul’ yang mengambarkan terjadinya pencampur adukan cerita drama dalam kesenian Srandul. Yang
kedua berasal dari kata ‘pating srendul’ yang menggambarkan ketidak-fasihan dalam melafalkan doa-
doa sholawat yang menggunakan bahasa Arab. Yang ketiga berasal dari kata Serandhil yang berarti
rompang-ramping, compang-camping, pating sranthil atau tidak karuan.

Sejarah

Dalam Sejarahnya, seni pertunjukan ini terlahir dari gairah juang para pengikut setia Pakubuwono VI
dalam menghadapi penjajah belanda. Dimulai pada kisaran tahun 1830, saat Pakubuwono VI di tahan
dan diasingkan ke Pulau Ambon oleh Belanda.

Para pengikut setianya kemudian banyak yang bertahan hidup di pedesaan dan bertani, secara diam-
diam mereka menciptakan dramatari dengan tujuan untuk menumpahkan segala uneg-uneg batin
mereka berkaitan dengan buruknya dampak dari penjajahan belanda kala itu. Srandul sebagai pembakar
semangat dalam menghadapi penjajah juga sebagai hiburan semata.

Ada juga yang mengatakan kesenian ini terbentuk di Wonogiri sekitar tahun 1920-an. Jika di wonogiri
srandul adalah sebuah wujud kesenian drama tari rakyat yang bernafaskan Islam. Sebagai upaya dakwah
untuk perbaikan pendidikan moral, agama, etika, dan estetika. Dalam setiap tembangnya secara
tersurat menggambarkan tentang tuntunan perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat
sesuai dengan ajaran Islam.

Dari Wonogiri kesenian Srandul ini sempat menyebar ke beberapa daerah di sekitarnya antara lain
Ponorogo, Klaten, Gunung Kidul, Sleman, dan lain-lain. Kesenian Srandul ini juga sempat berkembang di
Kota Gede. Hal ini diawali dengan pementasan kelompok Srandul dari Gunung Kidul di Kota Gede sekitar
tahun 1941. Rombongan ini sempat menginap di kampung Bumen, Kota Gede dan melakukan gladi resik
(latihan sebelum pertunjukan). Rakyat setempat rupanya cukup tertarik dengan kesenian ini dan ikut
berlatih.

Bentuk Pertunjukan

Drama tari Srandul biasanya dipentaskan dalam acara hajatan seperti khitanan atau perkawinan. Dalam
perkembangannya, kesenian ini juga diperkenalkan dalam sejumlah perhelatan seperti penyambutan
tamu atau digelar untuk kepentingan pariwisata.

Pakaian yang digunakan pemain adalah pakaian sehari-hari dan memakai riasan sederhana. Sedangkan
alat musik yang biasanya dipergunakan adalah angklung, terbang dan kendang. Dilengkapi dengan
Gamelan yang biasanya berlaras slendro.
Pertunjukan Srandul ini dipentaskan pada malam hari, lama pertunjukan tidak tentu, tergantung
permintaan. Srandul biasanya dimainkan oleh 15 orang, 6 pemusik dan 9 pemain. Pemainnya ada yang
terdiri dari pria dan wanita dan ada juga yang dimainkan oleh laki-lqki saja. Namum jumlah pemain ini
amat fleksibel. Pada awal pertunjukan, pemain menari mengelilingi oncor sambil membacakan doa
dimaksudkan agar pertunjukan tidak mendapat halangan sampai selesai. Dilanjutkan dengan
melantunkan tembang kinanthi dari Serat Wedhatama. Tembang tersebut berisi tentang ajaran
budiluhur.

Cerita

Cerita yang biasa dipentaskan berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Di daerah tertentu
cerita yang dimainkan adalah ceritera rakyat yang tidak terbatas pada kisah tokoh, di daerah lain
contohnya wonogiri menggunakan pakem yaitu bersetting Majapahit. Namun tidak mengacu pada kisah
sejarah yang sebenarnya, melainkan hanya menggunakan Majapahit sebagai latar belakang semata.
Contoh dadung awuk.

Dalam perkembangan selanjutnya, kesenian Srandhul tidak hanya membatasi ceritanya berdasarkan
patokan pakem. Sebagai wujud seni teater tradisional, Srandhul juga memperkaya kisahnya dengan
mengadopsi dari sumber sastra Islam seperti Serat Menak, Serat Babad Demak, dan cerita lainnya.
Meski demikian ciri khas Srandhul yang memberikan tutur dan nasihat baik dengan menghibur tanpa
menggurui tetap dipertahankan. Sehingga, penikmat srandul dapat memetik makna yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/158-srandul--murcane-wong-ageng-menak

https://blogkulo.com/drama-tari-srandul/

https://galuhdaridesa.wordpress.com/2013/07/25/srandul/

https://susiyanto.wordpress.com/2013/02/05/srandul-seni-bernafas-islam-dari-wonogiri/

https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=513

Anda mungkin juga menyukai