Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lathifatun Nisa’

Kelas : XII MIA 1

No Absen : 16

Nilai Sosial Novel “Edensor” Karya Andrea Hirata

Novel Edensor ini menceritakan tentang seorang anak bernama Ikal yang tinggal di pelosok
Melayu. Pada bagian awal novel ini menceritakan kondisi Weh yang sangat tragis terkena penyakit
yang tidak diketahui. Berbagai macam pengobatan tidak mempan. Akhirnya pemuda yang sudah tua
itu memutuskan menjadi nelayan dan tinggal di perahu. Karena rasa ingin tahu yang tinggi, Ikal
memutuskan menaiki perahu Weh dan menjelajahi lautan. Selama itu, tokoh utama diajari
menangkap ikan dengan cara yang mudah. Aspek kehidupan yang banyak terdapat pada novel ini
adalah aspek sosial, kehidupan sosial yang berlangsung dengan baik, dimana antar tokoh dapat
menjalin hubungan pertemanan yang baik dan saling membantu. “Aspek sosial merupakan konsep-
konsep hubungan antar manusia (sosial) yg dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial.” (Basrun,2015:5).

Novel ini diawali dengan tokoh Ikal yang belajar tentang kedisiplinan dan keberanian dari
Weh. Mentalnya benar-benar diuji ketika mengayuh sampan perahu menggunakan tenaga Ikal
seorang diri. Kegagalan itu membuat Ikal diusir oleh Weh. Namun Ikal masih saja mengunjungi
lelaki tua yang sering membuat kasihan. Karena gagal menaklukan perahu, Ikal tidak menyerah
untuk belajar. Akhirnya Weh menerima Ikal kembali dan melanjutkan pelayaran untuk mencari ikan
hiu di sepanjang Laut Jawa dari utara dan Laut Cina Selatan.

Di atas perahu, lelaki tua itu mengajarkan Ikal tentang membaca arah kompas menggunakan
rasi bintang. Setelah berhasil, Ikal akan bercerita tentang Mak Birah yang mengenalkan pada jati
dirinya. Sahabat sekaligus sepupunya yang bernama Arai juga mengajarkan Ikal tentang arti
kehidupan yang sebenarnya. Karena Arai sebatang kara maka anak itu tinggal bersama Ikal dan
ayahnya. Arai dan Ikal masih berusaha untuk meraih cita-citanya.

Sampai akhirnya setamat SMA, mereka merantau ke Bogor. Ikal bekerja di kantor pos untuk
mengantarkan surat dan barang-barang. Karena pekerjaan yang monoton, akhirnya Ikal keluar dari
sana. Sebelumnya Ikal dan Arai mendapatkan beasiswa ketika masih di Belitong. Berkat usaha dan
kerja keras, Ikal dan Arai resmi menjadi penerima beasiswa ke luar negeri. Karena Ikal sudah resmi
sebagai mahasiwa berprestasi maka namanya diganti menjadi Andrea Hirata untuk Ikal dan Arai
Ichsanul Mahidin adalah nama Arai. Di novel ini juga menceritakan suasana Belanda merupakan
tempat belajar Ikal dan Arai yang mengagumkan. Di Belanda, Ikal terjebak kisah asmara.

Pada novel ‘Edensor’ ini nilai sosial yang pertama adalah Kepatuhan. Kepatuhan merupakan
sikap mengikuti aturan atau norma yang telah dibuat. Pada dasarnya semua perintah orang tua
adalah untuk kepentingan anak. Dalam novel Edensor pada saat itu ayahnya sakit jadi Ia harus
pulang, tetapi tidak ada kendaran. Sehingga ia memutuskan untuk berjalan kaki dan patuh kepada
orangtuanya. Dari kutipan tersebut Arai memiliki sikap patuh kepada orangtuanya. Kepatuhan Arai
dapat ditemukan dalam kutipan ini:

“Suatu ketika saat bulan puasa, kami harus pulang karena ayahku sakit. Tak
ada kendaraan yang dapat ditumpangi. Kami berjalan kaki, tiga puluh (30)
kilometer (KM) dari kota tempat SMA kami berada (Edensor, 2007: 32). “Aku
yakin, kata-kata yang kusadur Adri sebuah buku berjudul garis-garis besar
Hinan negara itu telah membuat Dr. Woodward terharu hatinya dan tak
menemukan alasan untuk tidak memberiku beasiswa (Edensor, 2007: 39).

Yang kedua adalah Kesopanan. Kesopanan dan keramahan sangat penting untuk menjalin
interaksi dengan lingkungan sosial. Sopan santun diwujudkan dengan menghormati lansia, santun,
dan baik hati kepada orang lain. Orang yang ramah dan ingin menyapa orang lain akan disukai
banyak orang karena ini tindakan yang terpuji. Pada waktu itu tokoh Arai berada di negara
impiannya. Arai sedang bersama temannya, lalu Arai berkata “Dunia, sambutlah aku! Ini aku, Arai,
datang untukmu! Tokoh aku ini memiliki sifat sosial dalam hal keramahan. Itu dapat ditemukan
dalam kutipan berikut:

“...Dunia, sambutlah aku! Ini aku, Arai, datang untukmu!...” (Edensor, 2007: 42).

Nilai sosial yang ketiga adalah Kemanusiaan. Manusia memiliki sikap peduli, kasih sayang
dan simpati kepada orang lain. Manusia juga bertujuan untuk menumbuhkan rasa peduli agar dapat
mengurangi beban orang lain. Tokoh Arai pada rasa kemanusiaannya itu tinggi karena Arai merasa
senasib dengan orang yang tersuruk karena ia berkewajiban menolong. Nilai sosial ini dapat
ditemukan dalam kutipan berikut:

Arai menaikkan tubuhku ke atas punggungnya. Ia memikulku. Langkahnya


limbung, terseok-seok berkilo-kilo meter. Ia istirahat sebentar, lalu memikulku
lagi. Napasnya meregang satu persatu, hidungnya mendengus-dengus seperti
hewan disembelih. Tumitnya mengucurkan darah karena terjepit jalinan kasar
sepatu karet dari ban mobil. Ia melangkah terus, terhuyung-huyung. Tak sedikit
pun ia mau menyerah (Edensor, 2007: 33).

Nilai sosial yang ke empat adalah Menghargai Orang Lain. Menghormati orang lain dapat
dinyatakan dengan sopan, menghargai perasaan pilihan dan dedikasi orang lain. Nilai sosial
semacam ini sangat penting dalam hubungan sosial antara semua orang. sahabat memperlihatkan
respek kepada orang lain, dan mereka selalu menghormati orang lain. Arai yang memiliki rasa
untuk menghargai orang lain. Selesai dari salat Arai menghampiri Iman dan bersikap gentleman lalu
meminta maaf. Arai tahu bahwa dia salah telah mengatakan itu. Hal yang dia katakan menyakiti
hati orang. sehingga ia meminta maaf. Ini diilustrasikan dalam kutipan di bawah ini:

“Usai salat Arai menghampiri Iman, ia bersikap gentleman, memohon maaf dan mengatakan semua
tejadi di luar kesadarannya.” (Edensor, 2007: 16).
Novel ini mengangkat tentang keberanian mimpi, kekuatan cinta, pencarian diri sendiri,
penakluk yang gagah berani, dan petualangan. Pengarang dalam memilih latar, Ia mengambil latar
yang berbeda dari novel novel yang sebelumnya ia tulis. Kali ini pengarang banyak mengambil latar
di luar negeri seperti Italia, Rusia, Yunani, Spanyol, Islandia, Swiss, dan masih banyaak lagi. Tetapi
juga tidak menghilangkan latar Indonesia nya, seperti Tanjung Pandan dan bogor. Penulis
mengambil latar waktu pada bulan oktiber dan musim dingin ketika di Eopa.

Beberapa tokoh yang ada dalam novel ini adalah Ikal, Arai, Weh, Ayah, Ibu, dan masih
banyak lagi. Sudut pandang yang digunakan penulis untuk mengungkapkan isi pemikirannya yaitu
dengan sudut pandang orang pertama,dan sudut pandang ketiga tunggal dan jamak. Amanat yang
dapat di ambil dari novel edensor ini adalah Suatu keyakinan dan kemauan dapat menuntun kita
untuk mewujudkan mimpi mimpi yang pernah tersirat di benak kita, dan kekuatan cinta dapat
mengubah hidup kita menjadi lebih indah

Kebahasaan yang terkandung dalam novel ini adalah majas. Beberapa majas yang digunakan
oleh penulis di antaranya: majas asosiasi, yang contohnya terdapat pada halaman 25 “Kalau salah
arah, kita akan terdampar di teluk Harauki, Selandia baru, mati kering seperti ikan asin”, majas
metafora di halaman 8 “Berjuta juta putih terapung apung seperti dihalau tenaga dahsyat”, majas
personifikasi halaman 8 “Langit telah mencatat semua kejadian di muka bumi”, majas sarkasme
halaman 3 “Keras Kepala! Mirip sekali ibumu!” , majas retorik halaman 14 “Mengapa alam
bergelora menyambutku?”, dan majas repetisi di halaman 7 “Aku terombang ambing di seret hiu”.
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 2015. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar

Hirata, Andrea. 2007. Edensor. Yogyakarta: Benteng

Anda mungkin juga menyukai