Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KRISIS HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. MANTASIA
2. NURQALBI
3. FITRIANI
4. DWI SARTINI
5. ISMA TIARA
6. NUR BAETI AMIR

STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah swt., yang telah melimpahkan rahmat serta
dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Krisis Hipertensi” makalah ini dibuat sebagai penunjang kegiatan perkuliahan
pada.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis hanturkan kepada dosen pembimbing yang
telah membimbing kami dalam pembuatan makalah dan tak lupa pula penulis ucapkan terima
kasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberi sumbangan pemikiran
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah kami. Akhir kata, semoga makalah ini dapat diterima dan dapat
memberi manfaat bagi pihak yang membutuhkan.  

Takalar, 13 November 2020

Penulis

(Kelompok 3)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Tujuan Masalah..............................................................................................2
C. Rumusan Masalah...........................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Patofisiologi Krisis Hipertensi .......................................................................3
B. Manifestasi Klinis Krisis Hipertensi...............................................................4
C. Prosedur Diagnostik Krisis Hipertensi ..........................................................5
D. Algoritme Penatalaksanaan Krisis Hipertensi ...............................................5
E. Analisa Data Krisis Hipertensi ......................................................................8
F. Diagnosa Keperawatan Krisis Hipertensi .....................................................9
G. Rencana Keperawatan Krisis Hipertensi ......................................................10
H. BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................10
B. Saran…………………………………………………………………..……10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal),
untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ (Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak terkontrol
atau mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner &Suddarth:908).
Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang
disertai disfungsi akut organ target.
Hipertensi darurat (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan
segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit
atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk
dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan
referensi di Indonesia memakan patokan >220/140. Jadi kedaruratan hipertensi adalah
kondisi penderita hipertensi yang tidak terkontrol sehingga diperlukan penurunan
tekanan darah dengan segera.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi krisis hipertensi?
2. Apa menifestasi klinis krisis hipertensi?
3. Apa prosedur diagnostik prosedur daignostik?
4. Apa alogoritme penatalaksanaan krisis hipertensi?
5. Apa analisa data krisis hipertensi?
6. Apa diagnosa krisis hipertensi?
7. Apa rencana keperawatan krisis hipertensi?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan menelaah situasi tentang
Krisis Hipertensi di tatanan klinis keperawatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Patofisiologi Krisis Hipertensi


Penyebab krisis hipertensi yaitu adanya ketidak teraturan minum obat antihipertensi,
stress, mengkonsumsi kontrasepsi oral, obesitas, merokok dan minum alkohol. Karena
ketidak teraturan atau ketidak patuhan minum obat antihipertensi menybabkan kondisi
akan semakin buruk, sehingga memungkinkan seseorang terserang hipertensi yang
semakin berat ( Krisis hipertensi ).
Stres juga dapat merangsang saraf simpatik sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi sedangkan mengkonsumsi kontrasepsi oral yang biasanya mengandung
hormon estrogen serta progesteron yang menyebabkan tekanan pembuluh darah
meningkat, sehingga akan lebih meningkatkan tekanan darah pada hipertensi, kalau
tekanan darah semakin meningkat, maka besar kemungkinan terjadi krisis hipertensi.
Apabila menuju ke otak maka akan terjadi peningkatan TIK yang menyebabkan
pembuluh darah serebral sehingga O2 di otak menurun dan trombosis perdarahan serebri
yang mengakibatkan obstruksi aliran darah ke otak sehingga suplai darah menurun dan
terjadi iskemik yang menyebabkan gangguan perfusi tonus dan berakibat kelemahan
anggota gerak sehingga terjadi gangguan mobilitas fisik, sedangkan akibat dari
penurunan O2 di otak akan terjadi gangguan perfusi jaringan. Dan bila di pembuluh
darah koroner ( jantung ) menyebabkan miokardium miskin O2 sehingga penurunan O2
miokardium dan terjadi penurunan kontraktilitas yang berakibat penurunan COP. Paru-
paru juga akan terjadi peningkatan volum darah paru yang menyababkan penurunan
ekspansi paru sehingga terjadi dipsnea dan penurunan oksigenasi yang menyebabkan
kelemahan. Pada mata akan terjadi peningkatan tekanan vaskuler retina sehingga terjadi
diplopia bisa menyebabkan injury.

B. Menifestasi Klinis Krisis Hipertensi


1. Sakit kepala hebat
2. Nyeri dada peningkatan tekanan vena
3. Shock / pingsan
tanda umum adalah:
4. Sakit kepala hebat
5. Nyeri dada
2
6. Pingsan
7. Tachikardia > 100/menit
8. Tachipnoe > 20/menit
9. Muka pucat
C. Prosedur Diagnostik Krisis Hipertensi
Diagnostik krisis hipertensi perlu dinilai dan dibedakan sejak dini karena keadaan ini
adalah suatu kegawatdaruratan. Diagnostik juga harus mampu membedakan antara
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
Hipertensi emergensi: peningkatan TDS atau TDD (masing-masing, >180 mmHg atau
>120 mmHg) dan berhubungan dengan kerusakan organ/ Target Organ Damage (TOD) ,
(hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan intrakranial, kegagalan ventrikel kiri
akut, edema paru akut, diseksi aorta, gagal ginjal, atau eklampsia ) Hipertensi urgensi:
peningkatan TD sama seperti hipertensi emergensi, namun TANPA kerusakan organ
akut/TOD HIPERTENSI ESENSIAL (HIPERTENSI PRIMER) : hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya HIPERTENSI SEKUNDER : hipertensi yang diketahui
penyebabnya (hipertensi karena sebab-sebab yang diketahui) ( Sebab dihilangkan
Hipertensi Hilang)
Anamnesis
Anamnesis yang baik diperlukan dalam mendiagnosis krisis hipertensi. Hal yang harus
diperhatikan adalah kondisi pasien sebelumnya, derajat beratnya hipertensi saat ini,
hingga manajemen yang telah diberikan untuk mengatasi hipertensinya. Anamnesis juga
harus berfokus kepada keberadaan kerusakan organ target maupun kemungkinan
terjadinya disfungsi organ, segala yang berhubungan dengan hipertensi pada pasien saat
ini, hingga etiologi lain yang mendukung kondisi krisis hipertensi saat ini.

3
D. Algoritme Pentalaksanaan Krisis Hipertensi

Krisis Hipertensi tekanan


darah sistolik >
180mmHg/diastolik > 110
mmHg.

Anamnesis dan pemeriksaan


fisik,termasuk tanda dan gejala
kerusakan organ

Pemeriksaan penunjang rutin


untuk krisis hiprtensi

Pemeriksaan penunjang Hipertensi urgensi


spesifik sesuai keterlibatan keruskan organ (-)
organ

Hipertensi emergensi organ Target :


(+) - Berikan captopril oral atau
sublingual, evaluasi 30 menit -
1 jam pertama.
- Turunkan maksimal 25%
MAP dalam 24 jam pertama
Target : - Pasien dapat di pulangkan
- Turunkan maksimal 25% MAP dalam dengan perjanjian follow up
1-2 jam dalam beberapa hari.
- Turunkan tekanan darah maksimal
25% dalam satu jam, jika stabil Tidak dibutuhkan perwatan
turunkan hingga tekanan darah normal intensif.
dalam 24-48 jam berikutnya.
Pasien membutuhkan perawatan intensif
untuk pengawasan tekanan darah.
Pilihan obat : spesifik sesuai target
organ

4
Kerusakan Organ Tujuan Terapi Target Terapi Pilihan Obat
Stroke Iskemik Menurunkan 160/100 (seperti Lini Pertama :
prinsip Terapi) Nikardipin
tekanan
Lini Kedua :
darah dengan tetap Labetalol
mempertahankan
perfusi (hanya diberi
kan jika sistolik
>180-200)
Subarachnoid Mencegah perdarahan Penurunan 20% dari Lini Pertama :
Hemorrhage lebih lanjut dan Baseline Nikardipin
mempertahankan Lini Kedua :
perfusi otak Labetalol
Intracerebral Mencegah perluasan 160/100 (seperti Lini Pertama :
Hemorrhage hematom dan edema prinsip Terapi) Nikardipin
perihematom Lini Kedua :
Labetalol
Ensefalopati Menurunkan edema 160/100 (seperti Lini Pertama :
Hipertensi otak, menurunkan TIK prinsip Terapi) Nikardipin
, dan mengembalikan Lini Kedua :
autoregulasi Labetalol
pembuluh darah otak
Preklamsia dan Menurunkan TIK dan 160/100 (seperti Lini Pertama :
Eklamsia mempertahankan prinsip Terapi) Hidralazin
perfusi plasenta Lini Kedua :
Labetalol
Penyakit Jantung Menurunkan beban 160/100 (seperti NO dan B-Blocker
Koroner jantung dan prinsip Terapi)
meningkatkan perfusi
jantung
Gagal jantung akut Menurunkan 160/100 (seperti NO dan furosemid
impedansi aliran prinsip Terapi)
darah dari jantung dan
menurunkan beban
jantung
Acute Kidney Injury Menurunkan tekanan 160/100 (seperti Lini Pertama :
darah di parenkim dan prinsip Terapi) Fenoldopam
glomerulus Nikardipin
Tanpa Target Organ Paling Aman dan >25%MAP(24jam Lini Pertama :
Penurunan Tekanan Captopril oral atau
pertama)
darah yang Cepat Sublingual

E. Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi Diagnosa Keperawatan

5
1. Ds : Nyeri Peningkatan Nyeri berhubungan
- Klien mengatakan tekanaan vaskuler dengan penimgkatan
kepalanya terasa nyeri. serebral tekanan vaskuler serebral
- Nyeri dan pusing
dirasakan pada saat baru Suplai darah ke
beranjak dari tempat otak
tidur
Do : Nyeri
- Klien tampak meringis dipersepsikan
- TD : 216/100 mmHg
Pusing

Nyeri

2. Ds : Penurunan Perubahan Penurunan curah


- Klien mengatakan mual curah afterload jantung
muntah jantung b/d peningkatan afterload
- Klien mengatakan Peningkatan vasekontriksi.
merasa pusing beban kerja
Do : jantung
- TD : 216/100 MmHg
-N : 105x/menit Penuirunan
oksigen ke
jaringan

Penurunan
curah
jantung
3. Ds : Intoleransi Peningkatan Intoleransi aktivitas
- Pasien mengatakan aktivitas tekanan darah berhubungan dengan
tangan kirinya sulit kelemahan,
untuk digerakkan Anoreksia ketidakseimbangan
(menggenggam) suplai dan
- Semua kebutuhan pasien Tubuh kebutuhan oksigen.
dibantu keluarga kekurangan kalori

Kelemahan fisik

Intoleransi
aktvitas

6
F. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penimgkatan tekanan vaskuler serebral
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
vasekontriksi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dankebutuhan oksigen.

G. Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
O HASIL
1 Nyeri berhubungan NOC : NIC :
dengan penimgkatan - Pain level 1. Kaji skala nyeri
tekanan vaskuler serebral - Pain control 2. Berikan tindakan
- Comfort level kenyamanan seperti
Kriteria Hasil : istirahat
1. Mampu mengontrol nyeri 3. Anjurkan pasien untuk
(tahu penyebab nyeri, relaksasi nafas dalam saat
mampu menggunakan nyeri
tehnik nonfarmakologi 4. Observasi reaksi non verbal
untuk mengurangi nyeri) dari ketidak nyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri,
menggunakan manajemen seperti suhu ruang,
nyeri pencahayaan dan
3. Mampu mengenali nyeri kebisingan
(skala, intensitas, frekuensi, 6. Kolaborasi pemberian obat
dan tanda nyeri) analgetik
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
2 Penurunan curah jantung NOC : NIC :
berhubungan dengan - Cardiac Pump 1. Evaluasi adanya nyeri
peningkatan afterload effectiveness dada

7
vasekontriksi - Circulation Status 2. Catat adanya disritmia
- Vital Sign Status jantung
- Tissue perfusion: 3. Catat adanya tanda dan
perifer gejala penurunan
Setelah dilakukan asuhan cardiac putput
Keperawtan penurunan 4. Monitor status
kardiak output klien pernafasan yang
teratasi dengan kriteria menandakan gagal
hasil: jantung
a. Tanda Vital dalam 5. Monitor balance cairan
rentang normal 6. Monitor respon pasien
(Tekanan darah, Nadi, terhadapefek pengobatan
respirasi) antiaritmia
b. Dapat mentoleransi 7. Atur periode latihan
aktivitas, tidak ada dan istirahat untuk
kelelahan menghindari kelelahan
c. Tidak ada edema paru, 8. Monitor toleransi
perifer, dan tidak ada aktivitas pasien
asites 9. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
10. Anjurkan untuk
menurunkan stress.
3 Intoleransi aktivitas Kriteria Hasil : NIC :
berhubungan dengan 1. Kaji tingkat kemampuan
kelemahan, 1. Setelah dilakukan tindakan klien untuk beraktivitas
ketidakseimbangan keperawatan diharapkan 2. Bantu klien untuk
suplai dan klien dapat melakukan mengidentifikasi aktivitas
kebutuhan oksigen. aktivitas tanpa adanya yang mampu dilakukan
komplikasi. 3. Bantu klien untuk
memilih aktivitas
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik,

8
psikologi, dan sosial.
4. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
5. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan.

H. Contoh Kasus
Contoh kasus krisis hipertensi : “ Captopril “
1. Seorang wanita berusia 34 tahun, dibawah ke UGD RS dengan keluhan sesak
napas. Pasien sesak nafas terutama sejak 3 minggu yang lalu, pasien mengaku tidur
dengan 2-3 bantal agar tidak sesak dan sering terbangun karena batuk dan sesak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD : 180/120 mMhg, N : 130x/menit, S : 36,8
C, Terapi awal yang tepat adalah Captopril.
Contoh kasus krisis hipertensi : “ Encephalopathy hipertensi“
2. Ny. M berusia 55 tahun dengan penurunan kesadaran mual muntah, kejnag-kejang
dan nyeri hebat. Riwayat hipertensi 2 tahun yang lalu, rutin berobat.
Pemeriksaan fisik :
TD : 240/120 Mmhg
N : 100x/menit
P : 28x/menit
S : 36.8 C
Apa diagnosa pada pasien ini? Encephalopathy hipertensi

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Krisis hipertensi atau hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan
penurunan tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan dalam batas normal),
untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ (Mansjoer:522 ).
Kedaruratan hipertesi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak
terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan penobatan. (Brunner
&Suddarth:908).
Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang
disertai disfungsi akut organ target.
Hipertensi darurat (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan
kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus
diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat
tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan
segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi.

B. SARAN
10
Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik,
serta mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Krisis
hipertensi dapat menjadi panduan dalam menentukan atau membuat rencana
keperawatan yang memiliki landasan berdasarkan teori, penelitian, serta pengalaman
klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care
Clin Office Pract 2013;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2012:43-50
Ganong, William F (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta
Nurarif, Amin Huda,Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan
NANDA NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Harrison. 2012. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

11
Konsep Keperawatan Kritis

 Sakit Kritis” Perubahan fisiologis, psikososial, perkembangan dan spiritual yang


mempengaruhi pasien, keluarga dan orang terdekat.
 Evidence based practice (EBP) merupakan bagian inti dari praktek keperawatan kritis
saat ini.
 Pengertian EBP atau praktik asuhan keperawatan berbasis bukti
 Langkah – langkah menerapkan EBP/EBN
 Penelitian terkait askep keperawatan krtis dengan kasus medikal bedah
Berdasarkan pengalaman anda, diskusi dengan teman sejawat dan bahan bacaan.
Jelaskan peran perawat dalam isu “en-of-life decision making” diruang kritis

A. Pengertian Evidence Based Practice (EBP)


Evidence Based Practice (EBP) merupakan salah satu  perkembangan yang penting pada
dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran, keperawatan, sosial,
psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial lainnya (Briggs &
Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000).

Menurut (Goode & Piedalue, 1999) : Praktik klinis berdasarkan bukti melibatkan temuan
pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis. EBP didefinisikan sebagai

12
intervensi dalam perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta terbaik yang
didapatkan. EBP merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil yang
membutuhkan evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan.

EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan keputusan


dalam organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi di dalamnya adalah ilmu
pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik
(pasien dan praktisi). EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta
memaksa untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana terhadadap
pelayanan pasien individu, kelompok atau system (newhouse, dearholt, poe, pough, &
white, 2005).

Clinical Based Evidence atau Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti


dan bertanggung jawab dengan menggunakan bukti (berbasis bukti) yang  berhubungan
dengan keahlian klinis dan nilai-nilai pasien untuk menuntun pengambilan keputusan
dalam proses perawatan (Titler, 2008). EBP merupakan salah satu  perkembangan yang
penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi, termasuk kedokteran,
keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan profesi kesehatan dan sosial
lainnya (Briggs & Rzepnicki, 2004; Brownson et al., 2002; Sackett et al., 2000).
B.tujuan EBP
Tujuan utama di implementasikannya

evidance based practice di dalam praktek

keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas

perawatan dan memberikan hasil yang terbaik dari

asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu

juga, dengan dimaksimalkannya kualitas

13
perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa lebih
pendek serta

biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et al.,

2012). Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga

kesehatan profesional tidak hanya perawat namun

juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan

profesional lainnya sering kali mencari jawaban

dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika

memilih atau membandingkan treatment terbaik

yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya

saja pada pasien post operasi bedah akan muncul

pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu

lebih baik untuk menurunkan kecemasan

dibandingkan dengan cognitive behaviour

theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif

jika dibandingkan dengan teknik distraksi untuk

mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1

14
(Mooney, 2012).

Pendekatan yang dilakukan berdasarkan

pada evidance based bertujuan untuk menemukan bukti-bukti terbaik sebagai jawaban
dari

pertanyaan-pertanyaan klinis yang muncul dan

kemudian mengaplikasikan bukti tersebut ke

dalam praktek keperawatan guna meningkatkan

kualitas perawatan pasien tanpa menggunakan

bukti-bukti terbaik, praktek keperawatan akan

sangat tertinggal dan seringkali berdampak

kerugian untuk pasien. Contohnya saja education

kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat

tidur dengan posisi pronasi dengan asumsi posisi

tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah

aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun

berdasarkan evidence based menyatakan bahwa

posisi pronasi pada bayi akan dapat

15
mengakibatkan resiko kematian bayi secara tiba-

tiba SIDS (Melnyk & Fineout, 2011).

Oleh karena itu, pengintegrasian evidence

based practice kedalam kurikulum pendidikan

keperawatan sangatlah penting. Tujuan utama mengajarkan EBP dalam pendidikan


keperawatan

pada level undergraduate student adalah

menyiapkan perawat profesional yang mempunyai

kemampuan dalam memberikan pelayanan

keperawatan yang berkualitas berdasarkan

evidence based (Ashktorab, 2015).Pentingnya

pelaksanaan EBP pada institusi pendidikan yang

merupakan cikal bakal atau pondasi utama

dibentuknya perawat profesional membutuhkan

banyak strategi untuk bisa meningkatkan

knowledge dan skill serta pemahaman terhadap

kasus real dilapangan. Diantaranya adalah

16
pengguanaan virtual based patients scenario

dalam kegiatan problem based learning tutorial

yang akan bisa memberikan gambaran real

terhadap kondisi pasien dengan teknologi virtual

guna meningkatkan knowledge dan critical

thinking mahasiswa.Namun demikian untuk mengintegrasikan

dan mengimplementasikan evidence based

kedalam praktik ada banyak hal yang perlu

diperhatikan dan dipertimbangkan oleh seorang

tenaga kesehatan yang profesional yaitu apakah

evidence terbaru mempunyai konsep yang relevan

dengan kondisi dilapangan dan apakah faktor yang

mungkin menjadi hambatan dalam pelaksanaan

evidence based tersebut dan berapa biaya yang

mungkin perlu disiapkan seperti misalnya

kebijakan pimpinan, pendidikan perawat dan

sumberdaya yang ahli dalam menerapkan dan

17
mengajarkan EBP, sehingga tidak semua evidence

bisa diterapkan dalam membuat keputusan atau

mengubah praktek (Salminen et al., 2014).


Pengkajian dan Alat dalam Evidence Based Practice (EBP)
Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan professional
untuk dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu :
Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek
Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,
Melakukan pencarian literature yang efisien,
Mengaplikasikan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari bukti tersebut
untuk menentukan tingkat validitasnya
Mengaplikasikan temuan literature pada masalah pasien, dan
Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien dapat
mempengaruhi keseimbangan antara potensial keuntungan dan kerugian dari pilihan
manajemen/terapi (Jette et al., 2003).

Pelaksanaan Evidence Based Practice (EBP) Pada Keperawatan


Mengakui status atau arah praktek dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan fakta
terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung “pemberian
perawatan berdasarkan fakta”.
Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek, penggunaan
biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
Perawat membutuhkan peran dari fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien
dan bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan
perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.

B. Langkah – langkah menerapkan EBP/EBN


18
1) Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian. Sebelum memulai dalam tahapan
yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan semangat dalam penelitian
sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai  pertanyaan-pertanyaan
berkaitan dengan perawatan pasien
2) Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT. Pertanyaan klinis
dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik dan relevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).

Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari database
elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel yang relevan
dengan pertanyaan klinis. Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat
sebagai contoh, cara untuk membingkai pertanyaan tentang apakah penggunaan
waktu tersebut akan menghasilkan hasil yang positif akan menjadi: "Di rumah sakit
perawatan akut (populasi pasien), bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi)
dibandingkan dengan tidak memiliki time respon cepat (perbandingan)
mempengaruhi jumlah serangan jantung (hasil) selama periode tiga bulan (waktu)? "
3) Langkah 3: Cari bukti terbaik. Mencari bukti untuk menginformasikan praktek
klinis adalah sangat efisien ketika pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika
perawat dalam skenario respon cepat itu hanya mengetik "Apa dampak dari memiliki
time respon cepat?" ke dalam kolom pencarian dari database, hasilnya akan menjadi
ratusan abstrak, sebagian besar dari mereka tidak relevan. Menggunakan format
PICOT membantu untuk mengidentifikasi kata kunci atau frase yang ketika masuk
berturut-turut dan kemudian digabungkan, memperlancar lokasi artikel yang relevan
dalam database penelitian besar seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan
PICOT pada time respon cepat, frase kunci pertama untuk dimasukkan ke dalam
database akan perawatan akut, subjek umum yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan ribuan kutipan dan abstrak. Istilah kedua akan dicari akan rapid
respon time, diikuti oleh serangan jantung dan istilah yang tersisa dalam pertanyaan
PICOT. Langkah terakhir dari pencarian adalah untuk menggabungkan hasil
19
pencarian untuk setiap istilah. Metode ini mempersempit hasil untuk artikel yang
berkaitan dengan pertanyaan klinis, sering mengakibatkan kurang dari 20. Hal ini
juga membantu untuk menetapkan batas akhir pencarian, seperti "subyek manusia"
atau "English," untuk menghilangkan studi hewan atau artikel di luar negeri bahasa.

4) Langkah 4: Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih untuk review, mereka
harus cepat dinilai untuk menentukan yang paling relevan, valid, terpercaya, dan
berlaku untuk pertanyaan klinis. Studi-studi ini adalah "studi kiper." Salah satu
alasan perawat khawatir bahwa mereka tidak punya waktu untuk menerapkan EBP
adalah bahwa banyak telah diajarkan proses mengkritisi melelahkan, termasuk
penggunaan berbagai pertanyaan yang dirancang untuk mengungkapkan setiap
elemen dari sebuah penelitian. Penilaian kritis yang cepat menggunakan tiga
pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah studi :
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas studi berpusat pada apakah
metode penelitian yang cukup ketat untuk membuat temuan sedekat mungkin
dengan kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak menetapkan
mata pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan memastikan bahwa
mereka merupakan kunci karakteristik sebelum perawatan? Apakah instrumen
yang valid dan reliabel digunakan untuk mengukur hasil kunci?
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini
keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil, dan
kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter
sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-
aspek lain dari penelitian ini seperti apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan penelitian
penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek dalam penelitian
ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada risiko,
kelayakan dan efektivitas biaya, dan nilai-nilai dan preferensi pasien. Setelah
menilai studi masing-masing, langkah berikutnya adalah untuk mensintesis studi
untuk menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan yang sama, sehingga
mendukung keputusan EBP atau perubahan.

20
5) Langkah 5: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan preferensi pasien
dan nilai-nilai. Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan
dalam praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan
data dari program manajemen hasil, serta preferensi dan nilai-nilai pasien adalah
komponen penting dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk bagaimana untuk
menimbang masing-masing elemen; pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh
variabel kelembagaan dan klinis. Misalnya, ada tubuh yang kuat dari bukti yang
menunjukkan penurunan kejadian depresi pada pasien luka bakar jika mereka
menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku sebelum dikeluarkan dari rumah sakit.
Anda ingin pasien Anda memiliki terapi ini dan begitu mereka. Tapi keterbatasan
anggaran di rumah sakit Anda mencegah mempekerjakan terapis untuk menawarkan
pengobatan. Defisit sumber daya ini menghambat pelaksanaan EBP.
6) Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan bukti.
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi setiap
perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang negatif diperbaiki.
Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak berarti ia akan
bekerja dengan cara yang sama dalam pengaturan klinis. Pemantauan efek perubahan
EBP pada kualitas perawatan kesehatan dan hasil dapat membantu dokter melihat
kekurangan dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasien mana yang
paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Ketika hasil berbeda dari yang
dilaporkan dalam literatur penelitian, pemantauan dapat membantu menentukan.
7) Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP. Perawat dapat mencapai hasil yang indah
bagi pasien mereka melalui EBP, tetapi mereka sering gagal untuk berbagi
pengalaman dengan rekan-rekan dan organisasi perawatan kesehatan mereka sendiri
atau lainnya. Hal ini menyebabkan perlu duplikasi usaha, dan melanggengkan
pendekatan klinis yang tidak berdasarkan bukti-bukti. Di antara cara untuk
menyebarkan inisiatif sukses adalah putaran EBP di institusi Anda, presentasi di
konferensi lokal, regional, dan nasional, dan laporan dalam jurnal peer-review, news
letter profesional, dan publikasi untuk khalayak umum.

21
C. Penelitian terkait askep keperawatan krtis dengan kasus medikal bedah

CRITICAL MEDICAL AND SURGICAL NURSING JOURNAL


(Jurnal Keperawatan Medikal Bedah dan Kritis)
Vol. 8, No. 1, April 2019

Laman Jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/CMSNJ

SELF-EFFICACY PERAWAT INSTRUMEN DALAM RESPON GEMPA BUMI DI NUSA


TENGGARA BARAT (NTB)

(Self-Efficacy of Instrument Nurse Earthquake Response in Nusa Tenggara Barat (NTB))

Laily Hidayati, Andri Setiya Wahyudi, Achmad Tirmidzi

Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

ABSTRAK
Pendahuluan: Perawat yang betugas didaerah terpencil dan daerah bencana
RIWAYAT ARTIKEL akan mengalami beberapa kendala diantaranya jarak ketempat rujukan,
kejenuhan saat bekerja, tekanan psikologis, maupun sulitnya mengontrol tingkat
Diterima: 20 Maret 2019
Disetujui: 28 Mei 2019 personal-profesional perawat selama bertugas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan self-efficacy perawat instrumen dalam respon gempa bumi di
Nusa Tenggara Barat.

KONTAK PENULIS Metode: Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan


fenomenologi deskriptif. Populasi penelitian adalah perawat instrumen yang
Laily Hidayati bertugas di dalam respon gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB), sampel
laily-h@ fkp.unair.ac.id penelitian diperoleh dengan snowball sampling menggunakan pesan whatsapp.
Fakultas Keperawatan,
Universitas Airlangga Partisipan adalah 16 perawat instrumen. Metode pengumpulan data
menggunakan wawancara mendalam. Alat pengumpulan data yang digunakan
adalah voice recorder, pedoman wawancara, dan catatan lapangan. Data diolah
dengan analisis tematik menurut Colaizzi.

Hasil: Self-efficacy perawat dapat dilihat dari penilaian positif terhadap


kapabilitas dirinya dibuktikan dengan mengungkapkan pengertian, terbentuknya
tim, dan tujuanumum dibentuknya tim tanggap darurat. Selain itu, perawat
memiliki motivasimelakukan penugasan. Partisipan menunjukkan sikap positif
saat ditunjuk untukditugaskan di Nusa Tenggara Barat (NTB)

Kesimpulan: Self-efficacy dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya


adalah
pemahaman tentang suatu hal (pengetahuan), sikap atau perilaku, dan motivasi.
Perawat
yang memiliki self-efficacy tinggi yakin akan kemampuan yang dimiliki dalam
melaksanakan tugasnya, akan mampu menjalankan tugas dengan baik meskipun
tuntutan dan beban kerja yang tinggi.

Kata Kunci

Self-efficacy, perawat instrumen, gempa bumi.

20
ABSTRACT
Introduction: Nurses who are tasked in remote areas and disaster areas will
experience several obstacles including distance to the nearest health services,
tired of working, psychological distress, or the difficulty in controlling the level
of nurse personalities while on duty. This study aims to describe self-efficacy of
instrument nurse during the assignment period.

Method: The study used a qualitative design with descriptive phenomenology


approach. Populations were instrument nurse who assigned to the earthquake in
West Nusa Tenggara (NTB), participants obtained by snowball sampling, which
every participant approached by Whatsapp Messenger. Total participants were
16 instrument nurses. Method of collecting data using in-depth interview. Data
collection tools used are voice recorder, interview guideline, and field note. Data
was processed by thematic analysis Colaizzi.

Result: Nurses' self-efficacy can be seen from a positive assessment of their ca


pabilities
as evidenced by expressing understanding, forming a team, and establishing
anemergency response team. In addition, nurse have high motivation to do
assignments, and nurse show a positive attitude when appointed to work in
NTB.

Conclusion: Knowledge, attitudes, and motivation of nurses, will be build a


nurse selfefficacy. Nurses who have high self-efficacy, are confident in their
abilities in carrying out their duties, will be able to carry out their duties well
despite the demands and high workload.

Keywords
Self-efficacy, instrument nurse, earthquake

Kutip sebagai: Hidayati, L. Wahyudi, A. S., Tirmidzi, A. (2019). Self-Efficacy Perawat


Instrumen dalam Respon Gempa Bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Crit.
Méd. Surgical. Nurs. J., 8(1), 41-44.

1. PENDAHULUAN Bertugas di daerah bencana bukan hal mudah


Indonesia merupakan negara kepulauan yang bagi perawat selama masa penugasan. Perawat
terletak pada pertemuan tiga lempeng utama yang betugas didaerah terpencil dan daerah
pembentuk kerak bumi, Lempeng Eurasia, bencana akan memiliki kendala, baik jarak
Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik ketempat rujukan, kejenuhan saat bekerja, tekanan
(Pratomo &Rudiarto, 2013), sehingga Indonesia psikologis, maupun sulitnya mengontrol tingkat
disebut sebagai ring of fire. personal-profesional perawat selama bertugas
Bencana alam yang terjadi membutuhkan (Kulig et al., 2017). Sehingga diperlukan self-
penanganan yang sangat kompleks agar sistem efficacy yang tinggi agar penugasan yang diberikan
pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan baik, dapat diselesaikan dengan baik. Bandura (dalam
baik fisik, psikologis petugas maupun persiapan Malik, 2013) menjelaskan selfefficacy sebagai
peralatan kesehatan yang dapat menunjang kepercayaan eseorang terhadap kapabilitas dirinya
kegiatan tersebut (Spain, Clements, DeRanieri, & untuk melakukan suatu tugas yang spesifik. Self-
Holt, 2012). Salah satu ujung tombak pelayanan efficacy yang baik berpengaruh terhadap keputusan
kesehatan adalah perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
perawat. Perawat terlibat dalam proses pra saat bertugas di daerah khusus, seperti daerah
rumah sakit, rumah sakit, dan post rumah sakit. rawan bencana, terpencil, maupun daerah perang.
2. METODE

21
Penelitian ini menggunakan kualitatif Peneliti mengidentifikasi 3 tema sebagai hasil
fenomenologi. Peneliti akan melakukan pendekatan penelitian. Proses pemunculan tema tersebut
fenomenologi untuk mendiskripsikan pengalaman diuraikan berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan
psikologis perawat instrumen selama masa penelitian adalah self-efficacy perawat instrumen
penugasan bencana alam gempa bumi di Nusa selama bertugas di Nusa Tenggara Barat (NTB)
Tenggara Barat (NTB). Partisipan terdiri dari 16 terdiri dari 3 tema, yaitu (1) pengetahuan tentang
perawat instrumen yang bertugas sebagai tim. tim tanggap darurat, (2) sikap atau perasaan saat
Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah penunjukan, dan (3) otivasi perawat untuk
menggunakan teknik snowball sampling. Dengan bertugas.
menggunakan teknik ini, beberapa partisipan yang Tema 1: Pengetahuan tentang tim tanggap
potensial dihubungi dengan pesan whatsapp dan darurat Pengetahuan yang dimiliki oleh perawat
ditanya apakah mereka mengetahui orang yang lain merupakan ujung tombak dalam memberikan
dengan karakteristik seperti yang dimaksud untuk tindakan keperawatan pada pasien selama masa
keperluan penelitian. Kontak awal akan membantu penugasan. Perawat mengetahui tentang definisi
mendapatkan partisipan lainnya melalui tim tanggap darurat. Tim tanggap darurat
rekomendasi. Partisipan kunci dipilih oleh peneliti merupakan tim first responder sebagai penanganan
berdasarkan kedekatan peneliti dengan partisipan awal saat terjadi bencana yang dibentuk melalui
dan berdasarkan pengalaman partisipan tersebut pemerintah dan instansi perawat bekerja.
dalam penugasan bencana. “Kalau menurut saya tim tanggap bencana
adalah tim yang dibuat saat ada kejadian bencana
Metode pengumpulan data yang digunakan alam disuatu daerah” (P3) “Pertamanya dari dinas,
adalah indepth interview selama 30 menit dari dinas kerjasama lintas dinas, dinas dari Lombok
bulan Desember 2018 – Januari 2019. Alat berkerjama dengan dinas Jawa Timur, dari dinas
pengumpulan data yang digunakan adalah alat Jawa Timur kemudian mengutus rumah sakit
perekam, pedoman wawancara tersetruktur rumah sakit yang sekiranya bisa mengutus
bersarkan tujuan penelitian, dan catatan lapangan. tenaganya” (P1)
Wawancara dilaksanakan ditempat dan waktu yang Tema 2: Sikap/perasaan saat penunjukan
disepakati dengan partisipan. Tempat penelitian Beberapa partisipan dapat mengungkapkan
dilakukan di tempat kerja, warung kopi, maupun sikap positif saat dipilih sebagai petugas yang akan
kantin rumah sakit. Data yang diperoleh ditugaskan di daerah bencana, diantaranya senang
wawancara dan field note dibuat dan bangga, merasa seperti hal yang biasa, serta
transkrip verbatim selanjutnya proses analisis merasa menjadi perawat pilihan karena tidak semua
dalam penelitian ini menggunakan sembilan perawat ditugaskan.
langkah menurut Colaizzi, diantaranya: (1) “Perasaannya ya seneng, bangga pasti ilmu
mendeskripsikan fenomena yang diteliti, (2) yang saya kerja terus diaplikasikan kelapangan itu
mengumpulkan deskripsi fenomena melalui seneng banget, terutama kebencanaan,
pendapat atau pernyataan dari partisipan, (3) kemanusiaan” (P10)
membaca keseluruhan deskripsi partisipan tentang “… Gak semua karyawan terpilih…” (P13)
fenomena yang sedang diteliti, (4) membaca Sedangkan sebagian partisipan menunjukkan sikap
kembali transkrip hasil wawancara dan mengutip negatif selama masa penugasan, seperti perasaan
pernyataan-pernyataan yang bermakna dari semua takut dan ansietas pada diri perawat maupun
partisipan, (5) menguraikan arti yang ada keluarga perawat.
dalam pernyataan-pernyataan signifikan, (6) “…kalau saya siap saja, …cuma yang gak siap
mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang istri keluarga di rumah” (P2)
terumuskan ke dalam kelompok tema, (7) “…Awal ditunjuk sih e agak takut, …tapi kalau
mengintegrasikan setiap tema menjadi deskripsi soal nyawa ya kan sudah takdir kalau emang sudah
yang lengkap, (8) memvalidasi hasil analisis waktunya yaudah” (P3)
kepada partisipan, (9) menggabungkan data hasil “…apa ya, gemeter, hehe. Mesti was was lah.”
validasi ke dalam deskripsi hasil analisis. (P5) Tema 3: Motivasi
Partisipan mengungkapkan motivasi atau alasan
3. HASIL utama berangkat penugasan karena ada surat tugas

22
dari tempat kerja, rasa kemanusiaan dan kepedulian perawat masih memiliki semangat kerja yang
membantu sesama, serta ingin menambah tinggi. Self-efficacy
pengalaman. yang tinggi mendorong pembentukan pola pikir
“Yang jelas yang pertama karena sudah untuk mencapai target yang nyata. Perawat yang
ditunjuk. Siapapun yang sudah ditunjuk itu gak memiliki self-efficacy tinggi yakin akan
boleh nolak, kecuali ada hal mendesak” (P16) kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan
“murni untuk kemanusiaan, membantu tugasnya, akan mampu menjalankan tugas dengan
saudarasaudara kita yang di kejadian” (P13) baik meskipun tuntutan dan beban kerja yang
“Yang jelas alasan utama surat tugas, surat tinggi. Dalam hal ini, perawat menjalankan tugas
tugas sudah turun harus berangkat. Yang kedua ya sebagai tim tanggap darurat bencana alam gempa
cari pengalaman aja, selama ini kan ya juga belum bumi dengan baik.
pernah”(P6)
5. KESIMPULAN
4. PEMBAHASAN Self-efficacy perawat dapat dilihat dari
penilaian positif terhadap kapabilitas dirinya
Self-efficacy merupakan keyakinan individu dibuktikan dengan mengungkapkan pengertian,
mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan pembentukan
tugas atau tindakan yang diperlukan untuk tim, dan tujuan terbentuknya tim tanggap
mencapai hasil tertentu. Self-efficacy dapat darurat. Selain itu, perawat memiliki motivasi
dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya tinggi melakukan penugasan, serta perawat
adalah pemahaman tentang suatu hal instrumen menunjukkan sikap positif saat ditunjuk
(pengetahuan), sikap atau perilaku, dan motivasi untuk bertugas di daerah bencana alam gempa
(Marshall, Schultz, & de Crespigny, 2018). bumi Nusa
Menurut (Dan et al., 2018) seseorang yang Tenggara Barat (NTB).
memiliki self-efficacy tinggi akan meningkatkan
ide inisiatif, meningkatkan cara penyelesaian 6. DAFTAR PUSTAKA
masalah, dan karir sukses perawat. Pernyataan
tersebut sesuai dengan penelitian dari (Swenson, Ahmadi, S. et al. (2018) ‘How did older adults
2011) dengan responden 284 perawat bahwa respond to challenges after an earthquake?
perawat yang memiliki self-efficacy dan Results from a qualitative study in Iran’,
berkarakter kuat akan meningkatkan kualitas Archives of Gerontology and Geriatrics, 77, pp.
pelayanan di klinik. Semakin baik tingkat 189–195. doi: 10.1016/j.archger.2018.05.008
pengetahuan, sikap, dan motivasi Bandura, Albert. (1977) ‘Social Learning Theory’,
perawat maka semakin baik self-efficacy yang Prentice Hall, Inc : Englewood Cliffs New
dimiliki oleh perawat. Jersey
Pengetahuan perawat dapat berpengaruh Chiang YM, Chang Y. (2012) ‘Stress, depression,
terhadap peningkatan layanan rumah sakit dengan and intention to leave among nurses in different
menjalankan praktik sesuai dengan SPO (Standart L. HIDAYATI ET AL. 44 | Volume 8 No 1 APRIL
Operasional Prosedur) yang berlaku (Mitchell et 2019 medical units: implications for healthcare
al., 2018). Pengetahuan yang dimiliki oleh perawat management/nursing practice’, Health policy.
merupakan ujung tombak dalam memberikan 2012;108(2-3):149-57
tindakan keperawatan pada pasien selama masa Creswell, J.W. (2013) ‘Research Design
penugasan. Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
Perawat dalam menjalankan perannya edisi ketiga’ Yogyakarta: Pustaka Pelajar
membutuhkan motivasi untuk menentukan Dan, X., Xu, S., Liu, J., Hou, R., Liu, Y., & Ma, H.
keberhasilannya. Motivasi yang tinggi selama (2018). Innovative behaviour and career
menjalani masa penugasan membantu perawat success: Mediating roles of self-efficacy and
membentu target-target oriented yang terukur colleague solidarity of nurses. International
(Fang, Journal of Nursing Sciences, 5(3), 275–280.
Zhang, Mei, Chai, & Fan, 2018). Sehingga https://doi.org/10.1016/J.IJNSS.2018.07.003
meskipun memiliki beban kerja yang berat dan Depkes RI. (2016) ‘Pedoman Manajemen Sumber
dihadapkan dengan permasalahan yang berat, Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam

23
Penanggulangan Bencana’ Jakarta: Departemen
Kesehatan RI

24
Endike, S., Yaunin, Y. and Semiarty, R. (2016) Setting’, Journal Of Architectural
‘Hubungan Risiko Tsunami terhadap Tingkat Engineering;134-145
Ansietas pada Anak-anak di SDN 02 Ulak Masykur, A. M. (2016) ‘Potret Psikososial Korban
Karang Selatan (Zona Merah) dan SDN 33 Gempa’, Jurnal Psikologi Universitas
Kalumbuk ( Zona Hijau )’, 8(2), pp. 295–300. Diponegoro Vol.3 No. 1, Juni 2006, 3(1), pp.
Fang, W., Zhang, Y., Mei, J., Chai, X., & Fan, X. 36–44.
(2018). Relationships between optimism, Marshall, A. J., Schultz, T., & de Crespigny, C. F.
educational environment, career adaptability (2018). Emergency clinicians’ perceived self-
and career motivation in nursing efficacy in the care of intoxicated women
undergraduates: A crosssectional study. Nurse victims of violence. International Emergency
Education Today, 68, 33– 39. Nursing, 40, 18–22.
https://doi.org/10.1016/J.NEDT.2018.05.025 https://doi.org/10.1016/J.IENJ.2018.03.001
Gustavsson JP. (2011) ‘Early-career burnout Mitchell, B. G., White, N., Farrington, A., Allen,
among new graduate nurses: A prospective M., Page, K., Gardner, A., … Hall, L. (2018).
observational study of intra-individual change Changes in knowledge and attitudes of hospital
trajectories’, International Journal of Nursing environmental services staff: The Researching
Studies ;48(3):292-306. Effective Approaches to Cleaning in Hospitals
Hasibuan, SP. (2010) ‘Manajemen Sumberdaya (REACH) study. American Journal of Infection
Manusia, Edisi revisi’ Jakarta: Bumi Aksara Control, 46(9), 980–985.
Irjaya, N. and Pamungkas, A. (2014) ‘Penentuan https://doi.org/10.1016/J.AJIC.2018.02.003
Zona Kerentanan Bencana Gempa Bumi Nurdiani, Nina. (2014) ‘Teknik Sampling Snowball
Tektonik di Kabupaten Malang Wilayah dalam Penelitian Lapangan’ Departemen
Selatan’, Jurnal Teknik Pomits, 3(2), pp. 107– Arsitektur Fakultas Teknik Universitas BINUS.
112. Pratomo, R. A., & Rudiarto, I. (2013). Permodelan
Isra, Wahyuni. (2011) ‘Motivasi dan Kinerja Tsunami dan Implikasinya Terhadap Mitigasi
Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bencana di Kota Palu. Jurnal Pembangunan
Bhayangkara Medan’, Fakultas Keperawatan, Wilayah & Kota, 9(2), 174.
Universitas Sumatera Utara. https://doi.org/10.14710/pwk.v9i2.6534
Kako, M. et al. (2014) ‘What Was the Role of Spain, K. M., Clements, P. T., DeRanieri, J. T., &
Nurses During the 2011 Great East Earthquake Holt, K. (2012). When Disaster Happens:
of Japan? An Integrative Review of the Emergency Preparedness for Nurse
Japanese Literature’, Prehospital and Disaster Practitioners. The Journal for Nurse
Medicine, 29(03), pp. 275–279. doi: Practitioners, 8(1), 38–44.
10.1017/S1049023X14000405. https://doi.org/10.1016/J.NURPRA.2011.07.02
Kozier, Erb., Berman., Snyder. (2011) ‘Buku Ajar 4
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses Swenson, L.P., (2011) ‘Discrepancies between
&Praktik, Edisi 7’, Jakarta: EGC youth and mothers perception of their mother-
Kulig, J. C., Penz, K., Karunanayake, C., child relationship quality and self disclosure:
MacLeod, M. L. P., Jahner, S., & Andrews, M. Implication for youth and mother-reported
E. (2017). Experiences of rural and remote Youth Adjustment’, Journal Youth
nurses assisting with disasters. Australasian Adolescense, 41, 1151-1167
Emergency Nursing Journal, 20(2), 98–106. Tong, E. M. W. et al. (2010). ‘Re-examining Hope:
https://doi.org/10.1016/J.AENJ.2017.04.003 The Roles of Agency Thinking and Pahways
Liu, B. F. et al. (2018) ‘Keeping hospitals Thinking’ Psychology Press. Vol. 24, No. 7,
operating during disasters through crisis 1207-1215. Singapore: National University of
communication preparedness’ Public Relations Singapore
Review. Wang, L., Tao, H., Bowers, B. J., Brown, R., &
https://doi.org/10.1016/J.PUBREV.2018.06.002 Zhang, Y. (2017) ‘Influence of social support
Lucas, J., Bulbul, T., Thabet, W.,& Anumba, C. and selfefficacy on resilience of early career
(2013) ‘Case Analysis to Identify Information registered nurses’, Western Journal Of Nursing
Links between Facility Management and Research, 19394591668571. doi: 10.1177/
Healthcare Delivery Information in a Hospital 0193945916685712

24
D. Jelaskan peran perawat dalam isu “en-of-life decision making” diruang kritis

1. Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian


Tujuan utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun ketika
hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah untuk memberikan
kenyamanan dan martabat kepada pasien yang sekarat, dan untuk mendukung
orang lain dalam melakukannya
2. Hak untuk mengetahui dan memilih
Semua orang yang menerima perawatan kesehatan memiliki hak untuk diberitahu
tentang kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka.Mereka memiliki hak
untuk menerima atau menolak  pengobatan dalam memperpanjang hidup.Pemberi
perawatan memiliki kewajiban etika dan hukum untuk mengakui dan menghormati
pilihan-  pilihan sesuai dengan pedoman.
3. Menahan dan menghentikan pengobatan dalam mempertahankan hidup
Perawatan end of life yang tepat harus bertujuan untuk memberikan  pengobatan
yang terbaik untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama  perawatan untuk
mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan atau menarik intervensi
untuk mempertahankan hidup mungkin diperbolehkan dalam kepentingan terbaik
dari pasien yang sekarat
4. Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan
Keluarga dan tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerja sama untuk
membuat keputusan bagi pasien yang kurang bisa dalam  pengambilan keputusan,
dengan mempertimbangkan keinginan pasien
5. Transparansi dan akuntabilitas
Dalam rangka menjaga kepercayaan dari penerima perawatan, dan untuk
memastikan bahwa keputusan yang tepat dibuat, maka proses  pengambilan
keputusan dan hasilnya harus dijelaskan kepada para  pasien dan akurat
didokumentasikan
6. Perawatan non diskriminatif
Keputusan pengobatan pada akhir hidup harus non-diskriminatif dan harus
bergantung hanya pada faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis, nilai-nilai
dan keinginan pasien

25
7. Hak dan kewajiban tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan tidak berkewajiban untuk memberikan perawatan yang tidak
rasional, khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagi otonomy, perawat
memberikan edukasi tentang proses tersebut dengan cara-cara yang baik dan tidak
menghakimi pasien/keluarga dengan menerima saran/masukan, tetapi mendukung
keputusan yang mereka tetapkan (AHA, 2005 dalam Basbeth dan Sampurna,
2009).

26

Anda mungkin juga menyukai