Anda di halaman 1dari 21

TERAPI KOMPLEMENTER HIDROTERAPI (RENDAM KAKI AIR HANGAT)

TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH:

Mariati Natalia Sagala (22032006)

S1 Keperawatan B
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Hangtuah Pekanbaru
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1. Latar Belakang....................................................................................................................3
2. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
3. Tujuan Penulisan.................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................5
2.1 KONSEP HIPERTENSI....................................................................................................5
2.1.1 Definisi..........................................................................................................................5
2.1.2 Jenis – Jenis Hipertensi.................................................................................................6
2.1.3 Klasifikasi hipertensi dan gejala hipertensi...................................................................6
2.1.4 Faktor Resiko.................................................................................................................7
2.1.5 Patofisologi..................................................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis.......................................................................................................11
2.1.7 Komplikasi..................................................................................................................12
2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi........................................................................................13
2.2 KONSEP HIDROTERAPI...............................................................................................15
2.2.1 Definisi Hidroterapi.....................................................................................................15
2.2.2 Manfaat Hidroterapi....................................................................................................15
2.2.3 Penatalaksanaan Hidoterapi.........................................................................................16
BAB III ANALISA JURNAL..................................................................................................17
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................19
A. Kesimpulan............................................................................................................19
B. Saran......................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dalam
waktu yang ditentukan. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas individu mata kuliah
Keperawatan Komunitas.

Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan dengan judul
makalah yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan
yang telah dilakukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran dalam
penyelesaian makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Dan saya menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam makalah ini. Oleh
karena itu, saya memohon keterbukaan dalam pemberian saran dan kritik agar lebih baik lagi
untuk ke depannya

Pekanbaru, 27 Oktober 2022

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan Silent Killer atau pembunuh diam-diam karena merupakan


penyakit yang tidak menampakkan gejala yang khas. Gejalanya adalah sakit kepala, sesak
napas, jantung berdebar-debar, mudah lelah, telinga berdenging (tinitus), mimisan,
penglihatan kabur yang disebabkan oleh kerusakan ada otak, mata, jantung dan ginjal.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas
140/90 mmHg. Hipertensi dianggap masalah kesehatan serius karena kedatangannya
seringkali kita sadari, jika memang ada, gejala yang nyata. Penyakit ini bisa terus bertambah
parah tanpa disadari hingga mencapai tingkat yang mengancam hidup pasiennya. Tekanan
darah cenderung terus meningkat dengan bertambahnya usia. Banyak ahli percaya bahwa
hipertensi disebabkan oleh berbagai faktor dari gaya hidup, seperti diet, olahraga, dan rokok.

World Health Organization (WHO) memperkirakan 1 milyar penduduk di dunia


menderita penyakit hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada di negara berkembang
yang berpenghasilan sedang. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus meningkat dan
dipredisksi pada tahun 2025 sekitar 29% orang dewasa diseluruh dunia menderita hipertensi,
sedangkan di Indonesia angka mencapai 31,7%(5). Di Indonesia pada tahun 1995 satu dari
sepuluh orang berusia 18 tahun keatas menderita hipertensi, kemudian kondisi ini meningkat
menjadi satu dari tiga orang menderita hipertensi pada tahun 2007. Prevalensi di Indonesia
sebesar 31,7% atau satu dari tiga orang dewasa mengalami hipertensi, dan 76,1% diantaranya
tidak menyadari sudah terkena hipertensi. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah,
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2013 adalah sebesar 20,9%.

Hipertensi membuat jantung bekerja lebih keras untuk melakukan pekerjaannya.


Denyutan darah yang hebat dapat merusak dinding arteri secara bertahap, dinding pembuluh
darah juga mudah pecah. Akhirnya, hipertensi tidak hanya merusak pembuluh darah, tetapi
juga organ seperti jantung, ginjal dan mata. Dalam lingkup keperawatan dikembangkan terapi
non farmakologis sebagai tindakan mandiri perawat seperti massage dengan cara melakukan
pemijatan selama 7 kali/responden dengan frekuensi sehari dengan lama pemijatan ±20 menit
yang bertujuan untuk membantu melancarkan peredaran darah dan cairan getah bening

3
(cairan limpha), yaitu membantu mengalirkan darah di pembuluh balik (darah veneus) agar
cepat kembali ke jantung, meditasi dengan cara mewajibkan pasien harus menghafal gerakan
meditasi yang dapat mengontrol sistem syaraf yang akhirnya menurunkan tekanan darah.

Hidroterapi (rendam kaki air hangat) ini sangat sederhana dan alami karena memiliki
metode perawatan yang amat mudah dan transparan, tidak berbahaya dan tidak ada efek-efek
samping yang perlu dicemaskan, tidak melibatkan zat - zat beracun atau aditif dan sama
sekali tidak memerlukan obat-obatan modern, sangat murah dan bisa dilakukan dimana saja
sejauh air bisa didapatkan, mendorong tidur alami yang menyegarkan dan menenangkan
pikiran dan tubuh, tidak menyakitkan tapi sanggup menghilangkan penyakit dalam tempo
sangat cepat. Terapi air hangat rendam kaki berdampak fisiologis bagi tubuh terutama pada
pembuluh darah agar sirkulasi darah lancar, dengan gangguan encok dan rematik sangat baik
jika terapi air hangat, air mempunyai dampak positif terhadap otot jantung dan paru-paru.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka didapat rumusan masalah penelitian
ini adalah “Bagaimana pengaruh hidroterapi terhadap pasien hipertensi ?”

3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini untuk mengetahui pengaruh tekanan darah sebelum dan sesudah
terapi rendam kaki air hangat pada pasien hipertensi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP HIPERTENSI

2.1.1 Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan hipertensi
arteri dimana kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah
melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolic
tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut
(diastole ). Tekanan darah normal pada istirahat adalah dalam kisaran sistolik 100-140 mmHg
dan diastolic 60-90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada
140/90 mmHg.

Tekanan darah manusia meliputi tekanan darah sistolik, tekanan darah waktu jantung
menguncup dan tekanan darah diastolik, yakni tekanan darah saat jantung istirahat atau
relaksasi. Penentuan batasan hipertensi ini sangat penting karena akan menjadi cut off point
untuk memperoleh prevalensi hipertensi dipopulasi. Perubahan-perubahan pada batasan
hipertensi akan mengakibatkan terjadinya perubahan prevalensi hipertensi pada populasi.

Hipertensi menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat tekanan darah
yang tinggi dapat menimbulkan resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan
jantung dan gagal ginjal. Kondisi ini merupakan akumulasi dari tingginya darah yang tak
terkontrol, sehingga merambat menjadi kronis dan 7 menimbulkan berbagai kontraksi dalam
tubuh. Komplikasi hipertensi dengan penyakit jantung koroner ini sebagai akibat dari
terjadinya pengapuran yang terjadi pada dinding pembuluh darah jantung.

Penyempitan yang terjadi pada lubang pembuluh darah jantung ini biasanya
menyebabkan masalah berkurangnya suatu aliran darah pada beberapa bagian dari otot
jantung. Hal ini bisa menyebabkan rasa nyeri yang sakit didada dan bisa berakibat gangguan
pada masalah otot jantung dan menimbulkan serangan jantung. Komplikasi lainnya adalah
masalah gagal jantung, tekanan darah tinggi yang kemudian memaksa otot jantung untuk

5
tetap bekerja lebih berat dalam memompa darah. Kondisi ini bisa menyebabkan masalah otot
jantung yang kemudian menebal dan meregang sehingga daya pompa otot mengalami
penurunan, dan bisa menyebabkan kegagalan pada kerja jantung secara umum.

2.1.2 Jenis – Jenis Hipertensi

Hipertensi terbagi menjadi 2 jenis yakni hipertensi primer (esensial ) dan hipertensi
sekunder. Adapun perbedaannya adalah :

a. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga sebagai hipertensi idiopatik karena hipertensi ini
memiliki penyebab yang belum diketahui. Penyebab yang belum jelas atau belum diketahui
tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer
merupakan hipertensi yang paling banyak terjadi ,yaitu sekitar 90 % dari kejadian hipertensi.

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu. Kondisi lain yang
mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10 % kasus
lainnya (hipertensi sekunder). Beberapa tanda dan gejala tambahan dapat menunjukkan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi akibat penyebab yang jelas seperti penyakit ginjal atau
penyakit endokrin. Contohnya obesitas pada dada dan perut , intoleransi glukosa , wajah bulat
seperti bulan, punuk kerbau. Penyakit tiroid dan akromegali juga dapat menyebabkan
hipertensi dan mempunyai gejala dan tanda yang khas. Besar perut mungkin mengidikasikan
stenosis arteri renalis ( Penyempitan arteri yang mengedarkan darah ke ginjal).

2.1.3 Klasifikasi hipertensi dan gejala hipertensi

Klasifikasi hipertensi dibagi menjadi 4 kategori dimana ada normal, pre hipertensi,
hipertensi stadium 1 dan hipertensi stadium 2. Hipertensi ringan atau sedang umumnya tidak
menimbulkan gejala yang terlihat apabila tekanan darah tinggi dirasakan semakin berat atau
suatu keadaan yang krisis dari tekanan darah itu sendiri.

6
Gejala hipertensi yang semakin berat dan kian lama dirasakan akan menampakkan
gejala seperti : sakit kepala, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan turun, sering
merasa pusing yang terkadang dirasakan sangat berat. Adapun pada gejala hipertensi yang
semakin kronis akan muncul gejala-gejala seperti: Ensefalopati hipertensif, Hemiplegic,
Gangguan penglihatan dan pendengaran.

Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi Pada Orang Dewasa

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre Hipertensi 120 – 139 mmHg 80- 89 mmHg
Stadium 1 140- 159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 >160 mmHg >100 mmHg

2.1.4 Faktor Resiko

Hipertensi dapat dipicu oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang memiliki potensi
menimbulkan masalah atau kerugian kesehatan biasa disebut faktor risiko. Pada kejadian
hipertensi, faktor risiko dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.

Faktor risiko kejadian hipertensi yang tidak dapat diubah terdiri dari usia, jenis
kelamin, dan keturunan (genetik).

1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak dapat diubah.
Pada umumnya, semakin bertambahnya usia maka semakin besar pula risiko terjadinya
hipertensi. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh darah seperti
penyempitan lumen, serta dinding pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang
sehingga meningkatkan tekanan darah. Menurut 13 beberapa penelitian, terdapat
kecenderungan bahwa pria dengan usia dari 45 tahun lebih rentan mengalami peningkatan

7
tekanan darah, sedangkan wanita cenderung mengalami peningkatan tekanan darah pada usia
di atas 55 tahun.

2) Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak berlebih dalam tubuh. Obesitas
dapat diketahui dengan menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT adalah perbandingan
antara berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. Biasanya
pengukuran IMT dilakukan pada orang dewasa usia 18 tahun ke atas. Seseorang dikatakan
mengalami obesitas jika perhitungan IMT berasa di atas 25 kg/m2. Obesitas dapat memicu
terjadinya hipertensi akibat terganggunya aliran darah. Dalam hal ini, orang dengan obesitas
biasanya mengalami peningkatan kadar lemak dalam darah (hiperlipidemia) sehingga
berpotensi menimbulkan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis).

Penyempitan terjadi akibat penumpukan plak ateromosa yang berasal dari lemak.
Penyempitan tersebut memicu jantung untuk bekerja memompa darah lebih kuat agar
kebutuhan oksigen dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal inilah yang
menyebabkan tekanan darah meningkat.

3) Merokok
Merokok juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya hipertensi. Merokok
dapat menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung
mengalami peningkatan. Bagi penderita yang memiliki aterosklerosis atau penumpukan
lemak pada pembuluh darah, merokok dapat memperparah kejadian hipertensi dan berpotensi
pada penyakit generative lain seperti stroke dan penyakit jantung. Rokok mengandung
berbagai zat berbahaya 14 seperti nikotin misalnya, zat ini dapat diserap oleh pembuluh darah
kemudian diedarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak. Akibatnya otak
akan berekasi dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin.
Hormon inilah yang akan mengalami penyempitan. Penyempitan pembuluh darah otak akan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat sehingga bisa terjadi stroke.

Selain itu, karbonmonoksida yang terdapat dalam rokok diketahui dapat mengikat
hemoglobin dalam darah dan mengentalkan darah. Hemoglobin sendiri merupakan protein
yang mengandung zat besi dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen.
Dalam hal ini karbonmonoksida menggantikan ikatan oksigen dalam darah sehingga

8
memaksa jantung memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup dalam organ dan
jaringan tubuh. Hal inilah yang dapat meningkatkan tekanan darah.

4) Kolesterol darah
Faktor pemicu hipertensi salah satunya asupan makanan yang mengandung lemak
berlebih yang disebut dengan Hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit
gangguan metabolisme kolesterol yang disebabkan oleh kadar kolesterol dalam darah
melebihi batas normal. Kandungan kolesterol didalam serum yang tinggi disebut dengan
hiperkolesterolemia yang telah diketahui meningkatakan risiko aterosklerosis dan penyakit
jantung koroner.

Data dari penelitian epidemiologi menunjukkan makin tinggi kadar kolesterol akan
diikuti dengan peningkatan mobiditas dan sebaliknya makin rendah kadar kolesterol akan
diikuti juga dengan penurunan morbiditas dan mortalitas PJK. Inilah mengapa kolesterol
menjadi salah satu faktor risiko gangguan kesehatan seperti hipertensi, gangguan jantung,
hingga stroke.

5) Keturunan
Keturunan atau genetic juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi
yang tidak dapat diubah. Risiko terkena hipertensi akan lebih tinggi pada orang dengan
keluarga dekat yang memiliki riwayat hipertensi. Selain itu, faktor keturunan juga dapat
berkaitan dengan metabolism pengaturan garam (NaCl) dan rennin membrane sel.

6) Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak
dapat diubah. Dalam hal ini, pria cenderung lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
dengan wanita. Hal tersebut terjadi karena adanya dugaan bahwa pria memiliki gaya hidup
yang kurang sehat jika dibandingkan dengan wanita. Akan tetapi, prevalensi hipertensi pada
wanita mengalami peningkatan setelah memasuki usia menopause. Hal tersebut disebabkan
oleh adanya perubahan hormonal yang dialami wanita yang telah menopause.

9
2.1.5 Patofisologi

Berikut ini adalah patofisiologi hipertensi menurut Susilo & Wulandari (2017) :
Renin dan angiostensin memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal
memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrat protein plasma untuk
memisahkan angiostensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym dalam paru
menjadi bentuk angiostensin II kemudian menjadi angiostensin III. Angiostensin II dan III
mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme
kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi
terutama pada aldoteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis,
angiostensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan pada ekskresi
garam ( Natrium ) dengan akibat peningkatan tekanan darah.

Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya arteri besar kehilangan kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Meningkatnya
tekanan darah dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu Darah pada setiap denyut
jantung di paksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada lanjut usia, dimana dinding arterinya telah menebal
dan kaku karena arteriosklerosis.

Dengan cara yang sama tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokontriksi,
yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf
atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan
meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh yang meningkat sehingga
tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran,


banyak cairan kelur dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun. Penyesuaian terhadap
faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalamfungsi ginjal dan sistem syaraf
otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat,

10
ginjal akan menambahpengeluaran garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.

Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali normal. Ginjal juga bisa
meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu
pembentukan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan
tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis ) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cidera pada salah satu atau
kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah. Dengan meningginya
tekanandarah menunjukan tanda dan gejala seperti sakit kepala,pusing,palpitasi (berdebar-
debar), mudah lelah bahkan pada beberapa kasus penderita tekanan darah tinggi biasanya
tidak merasakan apa-apa, bila demikian gejala baru akan muncul setelah terjadi komplikasi
pada ginjal, otak, atau jantung.

Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon flight-or- flight (reaksi
fisik tubuh terhadap ancaman dari luar) meningkatnya arteriola di daerah tertentu misalnya
otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak mengurangi pembuangan air
dan garam oleh ginjal sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh untuk
melepaskan hormone epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin) yang merangsang
jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan satu faktor pencetus terjadinya
peningkatan tekanan darah dengan proses pelepasan hormon epinefrin dan norepinefrin.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif & Kusuma (2017), tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak diukur.

11
b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis Beberapa pasien yang menderita
hipertensi mengalami sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual,
muntah, epistaksis, kesadaran.

2.1.7 Komplikasi
Menurut (Wijaya & Putri, 2018), tekanan darah yang tidak terkontrol dan tidak segera
ditangani dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri sampai
kerusakan organ yang mendapatkan suplai darah dari arteri tersebut. Hipertensi yang tidak
terkontrol akan menyebabkan komplikasi antara lain sebagai berikut :

A. Jantung

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung coroner.
Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor
dan elastisitasnya berkurang yang disebut dekompensasi. Sehingga, dapat mengakibatkan
jantung tidak mampu lagi memompa dan banyak cairan tertahan di paru maupun di jaringan
tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal
jantung.

B. Otak

Hipertensi apabila tidak segera diobati akan menyebabkan komplikasi pada otak dan
berisiko tujuh kali lebih besar terkena stroke.

C. Ginjal

Hipertensi juga dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Hipertensi dapat


menyebabkan kerusakan pada sistem penyaringan di dalam ginjal sehingga mengakibatkan
ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui
aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

D. Mata

Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi pada mata, yaitu mengakibatkan terjadinya


retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan.

12
E. Telinga

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita hipertensi adalah menurunya fungsi
pendengaran. Selain itu, telinga sering berdenging sepanjang hari. Namun, hal tersebut hanya
terjadi pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Hipertensi akut atau hipertensi baru
belum memberikan dampak yang hebat. Pendengaran yang tidak mendapatkan penanganan
yang memadai bisa mengurangi kualitas hidup karena akan mengganggu komunikasi dengan
orang lain.

2.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Menurut Padila (2017), mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler merupakan tujuan pengelolan hipertensi yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi :

1. Terapi Tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

A. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi yaitu restriksi garam secara moderat dari
10gr/hr menjadi 5gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh, penurunan berat
badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok, diet tinggi kalium.

B. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

a) Jenis olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain

b) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobik atau 72-87% dari
denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan
dengan rumus 220 – umur

13
c) Lamanya latihan

C. Edukasi Psikologis

Edukasi yang diberikan untuk penderita hipertensi yaitu :

a) Teknik Biofeedback merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menunjukkan kepada
subjek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subjek dianggap tidak
normal. Penerapan biofeedback seringkali digunakan untuk mengatasi gangguan somatik
seperti nyeri kepala dan migrain, dan juga untuk mengatasi gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.

b) Teknik Relaksasi, merupakan suatu prosedur atau teknik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.

D. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan)

Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang


penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Terapi dengan Obat

Pengobatan hipertensi tidak hanya bertujuan untuk menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga untuk mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pada umumnya pengobatan hipertensi perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Obat antihipertensi yang sering digunakan untuk pengobatan yaitu golongan obat
diuretik, penyekat beta, antagonis kalsium atau penghambat enzim konversi angiotensin
(penghambat ACE).

14
2.2 KONSEP HIDROTERAPI

2.2.1 Definisi Hidroterapi


Hidroterapi sebagai terapi komplementer dapat diaplikasikan sebagai terapi dalam
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Hidroterapi merupakan terapi yang
memberikan dampak pelebaran pembuluh darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga
dapat memperlancar peredaran darah yang mempengaruhi tekanan arteri dengan adanya
pelebaran pembuluh darah maka aliran darah akan lancar dan dapat terdorong ke dalam
jantung sehingga dapat menurunkan sistolik, saat ventrikel berelaksasi tekanan dalam
ventrikel turun dan menurunkan tekanan diastolik (Yessi et al., 2017). Hidroterapi juga
diartikan sebagai terapi yang dapat memberikan efek relaksasi dengan mendilatasi pembuluh
darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot, rneningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perubahan pada tekanan darah.

2.2.2 Manfaat Hidroterapi

Ada beberapa manfaat dari melakukan hidroterapi untuk beberapa jenis penyakit pada tubuh
manusia, yaitu:

1. Meredakan otot. saat badan berada dalam ribuan volume air, sendi dan otot akan
merasakan ketenangan juga keringanan. Terapi ini melepaskan endokrin yang berkerja
membunuh rasa sakit.

2. Menenangkan otot yang cedera. Air dengan suhu panas meningkatkan suhu tubuh yang
meningkatkan sirkulasi darah dan darah yang mengalir dengan baik membantu
menyembuhkan otot yang cedera.

3. Baik untuk imunitas, sirkulasi darah akan meningkat saat melakukan hidroterapi, bahkan
sistem limfatik akan bekerja lebih baik yang bagus untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

4. Hidroterapi berguna untuk detoks. Mandi uap dan hidroterapi ini berkemungkinan
melepaskan racun pada tubuh.

5. Bagus untuk kesehatan kulit. Hidroterapi diyakini bermanfaat untuk kesehatan kulit akibat
sirkulasi kelembaban dari suhu panas pada air.

15
2.2.3 Penatalaksanaan Hidoterapi

Penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah, et al (2017) menyebutkan bahwa hidroterapi


efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hidroterapi ini diaplikasikan
dengan menggunakan air hangat dengan suhu 38°C, selama 15 menit per sesi, pada bagian
bawah lutut sampai mata kaki selama 7 hari. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa
hidroterapi ini secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah sistolik (p < 0,005) dan
juga secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah sistolik (p < 0,005).

Penelitian yang dilakukan oleh Inggrid et al, (2017) menyebutkan bahwa hidroterapi
efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hidroterapi ini diaplikasikan
dengan menggunakan air hangat dengan suhu 39°C, selama 10 menit per sesi, selama 6 hari,
setiap pagi dan sore. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa hidroterapi ini secara signifikan
efektif menurunkan tekanan darah sistolik (p < 0,005) dan juga secara signifikan efektif
menurunkan tekanan darah sistolik (p < 0,005).

Penelitian yang dilakukan oleh Zaenal et al, (2018) menyebutkan bahwa hidroterapi
efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Hidroterapi ini diaplikasikan
dengan menggunakan air hangat dengan suhu 38°C selama 20-30 menit. Hidroterapi ini
dilakukan dengan mencelupkan dan rendam kaki kanan kiri setinggi 10-15 cm biarkan selama
15 menit, tutup baskom dengan handuk untuk menjaga suhu air, lakukan pengukuran suhu
setiap 5 menit sekali (jika suhu turun tambahkan air hangat sampai suhu sesuai kembali),
setelah 15 menit perendaman angkat kaki pasien, dan kemudian keringkan dengan handuk,
selanjutnya melakukan pengukuran sebanyak 3 kali setiap 15 menit. Penelitian ini
menunjukkan hasil bahwa hidroterapi ini secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah
sistolik (p < 0,005) dan juga secara signifikan efektif menurunkan tekanan darah sistolik (p <
0,005).

16
BAB III
ANALISA JURNAL

Metode Penelitian Analisa jurnal dengan PICOT


Judul Jurnal Pengaruh pemberian hidroterapi (rendam kaki air hangat)
terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi
Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi
sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 60
responden dengan 30 responden kelompok intervensi dan 30
responden kelompok kontrol di wilayah kerja Puskesmas
Sikumana Kota Kupang

Intervensi Penelitian ini dilakukan 3 kali dalam satu minggu, dilakukan


pretest terlebih dahulu dengan mengukur tekanan darah
pasien dan melakukan pencatatan di lembar observasi.
Setelah mengukur tensi selama 3 kali dalam satu minggu
berturut-turut dengan melakukan terapi hidroterapi yaitu
dengan menggunakan air hangat yang bersuhu 380C – 40 0C
selama 20-30 menit secara konduksi dimana terjadi
perpindahan panas dari air hangat ke tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan dapat
menurunkan ketegangan otot, sehingga dapat merangsang
pengeluaran hormon endorphin dalam tubuh dan menekan
hormon adrenalin dan dapat menurunkan tekanan darah,
setelah itu dilakukan pengecekan tekanan darah setiap
sebelum diberikan dan sesudah diberikan terapi hidroterapi.

Compration One group pre test dan postes

Outcome Terjadi penurunan tekanan darah dimana nilai tekanan darah


sebelum dilakukan hidroterapi (rendam kaki air hangat)
sistolik adalah 140-159 mmhg, sedangkan tekanan darah
diastolik adalah 90-99 mmhg dan tekanan darah sesudah

17
diberikan terapi rendam kaki air hangat terjadi penurunan
tekanan darah sistolik yaitu adalah <140 mmhg rata-rata
rentang penurunan tekanan darah tersebut adalah 10-39
mmhg, sedangkan pada tekanan darah diastolik terjadi
penurunan yaitu <90 mmhg rata-rata rentang penurunan
tekanan darah tersebut adalah 20-28 mmhg.

Time Januari 2020

18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan hasil ini
menunjukan ada pengaruh-pengaruh pemberian hidroterapi (rendam kaki air hangat) terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.

B. Saran

a. Perawat Komunitas
Setelah dilakukan meneliti makalah ini perawat mampu memberikan intervensi
keperawatan dengan terapi non farmakologi yaitu terapi hidroterapi untuk penurunan tekanan
darah.

b. Masyarakat
Setelah adanya hasil makalah ini maka masyarakat bisa mengobati tekanan darah
tinggi dengan melakukan hidroterapi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Istiqomah. 2017. Pengaruh Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Tingkatan
Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Dusun Depok Ambarketawang
Gamping Sleman Yogyakarta

2. Yessi, Harnani., dan Astri, Axmalia. 2017. Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat
Efektif Menurunkan Telanan Darah Pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Komunitas. 3 (4):
129)-132

3.Casey, Aggie. 2017. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: BIP Kelompok Gramedia

4. Istiqomah, dan Suri, Salmiyati. 2017. Pengaruh Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat
Terhadap Tingkatan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Gipertensi di Dususn Depok
Ambarketawang Gamping Sleman Yogyakarta, Jurnal Keperawatan. 2(1), 23-29

5. Inggrid, Evi, Delianti., Erlisa, Candrawati., dan Ragil, Catur, Adi. 2017. Efektivitas
Hidroterapi Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi di Panti
Al-Islah Malang, Nursing Ners, 2 (3).23-31
.
6. Ananto, Dwi. 2017. Pengaruh Massage Teknik Effleurage Terhadap Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi Di Desa Kalirejo Kabupaten Purworejo

7. Zaenal, dan Siti, Nurbaya, Baco. 2018. Pengaruh Rendam Kaki terhadap Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di PTSW Gau Mabaji Kabupaten Gowa. JIKKJC, 2
(2), 12-21
.
8. Yustus, Elisabeth, Herliana. 2020. Pengaruh pemberian hidroterapi (rendam kaki air
hangat) terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Sikumana Kota Kupang

20

Anda mungkin juga menyukai