Oleh :
LINA SOLIHAN
P07120421105N
1
HALAMAN PENGESAHAN
TELAH DISAHKAN
PADA TANGGAL …………………………………………. DI ……………………………….
OLEH
2
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI PROFESI NERS
VISI
“Menjadi Program Studi yang Menghasilkan Tenaga Ners yang Expert, Inovatif,
Enterpreuner, dan Berdaya Guna di Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana dalam Mewujudkan Masyarakat Sehat, Produktif dan Berkeadilan pada
Tahun 2022”
MISI
3
DAFTAR ISI
COVER………………………………………………………………………………………....1
HALAMAN PENGESAH……………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………........4
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….17
4
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NYAMAN (NYERI)
2. Anatomi Fisiologi
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima rangsang nyeri.Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang
secara potensial merusak.
5
a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma
karena benturan atau gerakan.
b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang
berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin,
serotinin, ion kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim
proteolitik.
Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri
a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus,
garis tengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik.
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis
tengah 0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik.
3. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut lokasinya:
a. Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
b. Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot,
sendi/tendon, pembuluh darah)
c. Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik, cholesistisis/radang
kandung empedu, apendisitis, ulkus gaster)
d. Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral,
otot), ditransmisikan di bagian tubuh lain.
e. Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma
psikologis.
f. Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidak ada.
Contohnya yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
g. Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
2. Menurut serangannya
a. Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat, area
dapat diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat, dan
cemas.
6
b. Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga berat,
sumber nyeri tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi difus
(menyebar).
3. Menurut sifatnya
a. Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya yaitu
trauma ringan.
b. Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu abses.
c. Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang dan
timbul lagi.
4. Etiologi
a. Lingkungan
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Kelelahan
e. Budaya
f. Ansietas
g. Gaya koping
h. Pengalaman sebelumnya
i. Dukungan keluarga dan sosial
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Akut
• Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
• Menunjukan kerusakan
• Gangguan tidur
• Muka dengan ekspresi nyeri
• Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
• Posisi untuk mengurangi nyeri
• Penurunan Tanda-tanda vital
b. Nyeri Kronis
• Perubahan berat badan
• Melaporkan secara verbal dan non verbal
7
• Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri
sendiri
• Kelelahan
• Perubahan pola tidur
• Takut cedera
• Interaksi dengan orang lain menurun
6. Patofisiologi
1. Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan (tissue damage), dimana
jaringan tubuh yg cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), (histamine dan bradykinin) sebagai vasodilator yg kuat
→ edema, kemerahan dan nyeri dan menstimulasi pelepasan
prostaglandins.
2. Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi energi
elektrik, →proses transmisi (transmission) yakni ketika energi listik
mengenai nociceptor dihantarkan melalui serabutsaraf A dan C
dihantarkan dengan cepat ke substantia gelatinosa di dorsal horn dari
spinal cord →ke otak melalui spinothalamic tracts→thalamus dan pusat-
pusat yg lebih tinggitermasuk reticular formation, limbic system, dan
somatosensory cortex.
3. Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses informasi
dr pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan nyeri
→individu mulaimenyadari nyeri.
4. Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh
melepaskan neuromodulator, seperti opioids (endorphins and
enkephalins), serotonin, norepinephrine & gamma aminobutyric acid →
menghalangi /menghambat transmisi nyeri & membantu menimbulkan
keadaan analgesik, & berefek menghilangkan nyeri.
8
PATHWAY
Etiologi
Merangsang nosiseptor
Dihantarkan
serabut tipe A
Serabut tipe c
Medulla spinalis
Otak
(kortrks somasensorik)
Persepsi nyeri
Nyeri
Nyeri pada
Nafsu makan ekstrimitas
Intoleransi Gangguan rasa nyaman
menurun
aktivitas
Gangguan
mobilitas Ansietas
fisk 9
Nafsu makan Deficit Intoleransi Gangguan rasa
menurun perawatan aktivitas nyaman
diri
10
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
11
c) R (Region), daerah perjalanan nyeri.
Untuk mengetahui lokasi nyeri, perawat meminta utnuk menunjukkan semua
daerah yang dirasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri dengan baik dengan
lebih spesifik, perawat kemudian meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari
titik yang paling nyeri. Hal ini sulit dilakukan apabila nyeri bersifat difusi (nyeri
menyebar kesegala arah), meliputi beberapa tempat atau melibatkan segmen
terbesar tubuh.
d) S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai
yang ringan, sedang atau parah. Namun makna istilah-istilah ini berbeda bagi
perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan.
e) T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
Perawat mengajukan pertanyaan utnuk menentukan awitan, durasi dan
rangsangan nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Sudah berapa lama nyeri yang
dirasakan? Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap
hari? Seberapa sering nyeri kembali kambuh?
• Macam skala nyeri
1) Skala Numerik Nyeri
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah di validasi . Berat ringannya rasa
sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skala numerik, dari 0 hingga 10, di bawah ini , dikenal juga
sebagai Visual Analog Scale (VAS), Nol (0) merupakan keadaan tanpa atau
bebas nyeri, sedangkan sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
12
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
3. Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah
bahagia hingga wajah sedih, juga digunakan untuk "mengekspresikan" rasa
nyeri. Skala ini dapat dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
13
a. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual meliputi bernapas, makan, minum,
eleminasi, gerak dan aktivitas, istirahat tidur, kebersihan diri, pengaturan suhu,
rasa aman dan nyaman, sosialisasi dan komunikasi, prestasi dan produktivitas,
pengetahuan, rekreasi dan ibadah.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
• Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur tubuh, warna
kulit, turgor kulit, dan kebersihan diri.
• Gejala Kardinal
Gejala cardinal meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi.
• Keadaan Fisik
Keadaan fisik meliputi pemeriksaan dari kepala sampai ekstremitas bawah.
1) Inspeksi : kaji kulit, warna membran mukosa, penampilan umum,
keadekuatan sirkulasi sitemik, pola pernapasan, gerakan dinding dada.
2) Palpasi : daerah nyeri tekan, meraba benjolan atau aksila dan jaringan
payudara, sirkulasi perifer, adanya nadi perifer, temperatur kulit, warna, dan
pengisian kapiler.
3) Perkusi : mengetahui cairan abnormal, udara di paru-paru, atau kerja
diafragma.
4) Auskultasi : bunyi yang tidak normal, bunyi murmur, serta bunyi gesekan, atau
suara napas tambahan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d trauma sel
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
3. Gangguan pola tidur b.d gangguan rasa nyaman nyeri
4. Ansietas b.d ancaman peningkatan nyeri
5. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri pada ekstrimitas
14
6. Intoleransi aktivitas b.d nyeri pada tubuh
7. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
8. Risiko ketidakberdayaan b.d intoleransi aktivitas
9. Harga diri rendah b.d defisit perawatan diri
3. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d trauma sel
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam,masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a. Adanya penurunan intensitas nyeri
b. Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri
15
No. Intervensi Rasional
1. Monitor keterbatasan aktivitas dan Merencanakan intervensi dengan tepat
kelemahan saat aktivitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
NANDA Internasional Inc. 2015.Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Kemenkes. (2016) Asuhan Keperawatan Rasa Aman dan Nyaman
Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016) Asuhan Keperawatan Praktis, Jakarta : Medication
Tetty, S. 2015.Knsep dan Penatalaksanaan Nyeri.Jakarta : EGC
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri .Yogyakarta : Ar-
Ruzz Media.
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Nanda International. 2011. Nursing Diagnoses: Definition & classification 2012-
17
Harlina & Athifah: Penanganan herpes simpleks labialis rekuren 195
ABSTRACT
Infections of Herpes simplex virus 1 (HSV-1), is a viral infection that is often in the form of primary gingivostomatitis.
Its mild form usually provides subclinical symptoms that are not clear. Herpes virus transmission can occur through
contact with secretions from the mouth mucocutaneous and patient’s genital. It is reported that a 10 years-old male
patient complaining of pain in the left corner of the lip and lower lip mucosa experienced since three days ago. Seven
days ago there was a similar injury in the right corner of his mouth. This condition was often experienced the patient.
As its management of HSV-1, the patient was given acyclovir, paracetamol and vitamin B complex. After 7 days the
patient was declared healed. It is concluded that treatment for HSV-1 infected patients include causative treatment
together with analgesic and antipyretic. Patients are also prouded with supporting treatments, such as high-calori-
and-protein diluted food, multivitamins, and anastheticum mouthwasher.
Keywords: herpes simplex virus, herpes simplex, labialis herpes simplex
ABSTRAK
Infeksi virus herpes simpleks 1 (VHS-1), merupakan infeksi virus yang lebih sering terjadi dalam bentuk
gingivostomatitis primer dan jika dalam bentuk ringan biasanya memberikan gejala subklinis yang tidak jelas.
Penularan virus herpes dapat terjadi melalui kontak mukokutaneus dengan sekret dari mulut maupun genital penderita.
Pada laporan kasus ini dibahas mengenai penanganan herpes simpleks labialis rekuren pada seorang anak laki-laki
berusia 10 tahun yang datang dengan keluhan nyeri pada sudut bibir sebelah kiri dan mukosa bibir bawah yang dialami
sejak 3 hari yang lalu. Pada tujuh hari yang lalu, terdapat luka yang sama pada sudut bibir kanan. Dilaporkan juga
bahwa kondisi ini sering dialami oleh pasien. Pada penatalaksanaannya pasien diberikan Acyclovir, Paracetamol dan
vitamin B kompleks. Setelah 7 hari pasien dinyatakan sembuh. Infeksi VHS-1 pada umumnya tidak bergejala ataupun
gejalanya sangat ringan sehingga sering tidak disadari, dan penting untuk dibedakan antara infeksi primer dan
sekunder. Disimpulkan bahwa terapi bagi penderita infeksi VHS meliputi terapi kausatif disertai analgesik dan
antipiretik, pemberian terapi suportif seperti makanan cair tinggi kalori dan protein, multivitamin, serta obat kumur
anastetik.
Kata kunci: virus herpes simpleks, herpes simplek, herpes simplek labialis
Koresponden:
ISSN:1412-8926
196 Dentofasial, Vol.13, No.3, Oktober 2014:195-198
A B
Gambar 1A & B Krusta pada bibir bawah regio kiri masing-masing berdiameter 5 mm dan 4 mm yang
bertepi eritematous
ISSN:1412-8926
Harlina & Athifah: Penanganan herpes simpleks
simplek labialis rekuren 197
A B
Gambar 2A Hiperemi pada seluruh daerah marginal gingiva, khususnya di regio gigi 12, B tampak ada
krusta pada bibir regio kanan atas serta bibir regio kanan bawah dengan diameter masing
masing-masing 3 mm
dan 4 mm
Anjuran yangdiberikan adalah diet tinggi kalori hari pertama, kemudian lesi sembuh dalam waktu
dan protein, istirahat yang cukup, serta isolasi agar kurang dari 2 minggu tanpa jaringan parut. Pelepasan
tidak terjadi penularan virus. Pasien diinstruksikan virus terus berlangsung 3–5 hari setel
setelah lesi sembuh.
kontrol 3 hari berikut untuk melihat perkembangan Herpes labialis rekuren terjadi pada 50-75% individu
penyembuhan penyakit serta mewaspadai terjadinya yang terkena infeksi VHS di mulut, dan terjadi tiga
infesi sekunder. kali lebih sering pada pasien
pasienyangmengalami demam
Setelah kontrol hari ketiga terlihat penyembuhan dibandingkan pasien tanpa demam.4
ulser di mukosa labial inferior serta penyembuhan Herpes intra oral rekuren merupakan bentuk
pada krusta di bibir kiri bawah yangditandai
yang dengan rekuren berupa lesi pada intra oral khususnya daerah
tidak adanya rasa nyeri pada mukosa labial serta mukosa yang berkeratin. Predileksi pada palatum
labiuminferior sinistra.Tujuh
Tujuh hari kemudian,terlihat
kemudian, durum regio premolar dan molar, dapat juga timbul
adanya tanda penyembuhan pada bibir bawah kiri pada bagian fasial dan bukal gingiva; vesikel mudah
namun tampak adanya krusta pada bibir regio kanan pecah, terletak unilateral, dan tidak melewati garis
atas serta bibir regio kanan bawah dengan diameter tengah.4,7
masing-masing3 mm dan4 mm(Gambar (Gambar 4). Karena Umumnya VHS pada anak tidak bergejala atau
terlihat adanya lesi yang sama pada bibir atas dan bergejala sangat ringan, sehingga baik anak maupun
bawah kanan, dosis oral ditambah seperti dosis orang orang tuanya tidak menyadari
menyadarinya. Sebuah penelitian
dewasa menjadi 200 mg sebanyak 4 kali sehari lalu menyatakan bahwa hanya 10 10-12% anak yangpernah
pasien diminta untuk kontrol 1 minggu kemudian terinfeksi. Infeksi primer lebih berat sebab adanya
untuk memantau penyembuhan penyakit. limfadenopati, meriang, dan demam. Oleh karena
Dari hasil anamnesis tidak tidak lagi ditemukan itu penting untuk membedakan infeksi primer dan
adanyarasa sakit pada bibir kanan. Hasil pemeriksaan infeksi sekunder.8
ekstra oral normal, sedangkan pemeriksaan intra oral Pada marginal gingiva didapati ada kemerahan
ulkus pada mukosa labial serta kemerahan pada serta mudah berdarah karena terjadi peningkatan
marginal gingiva sudah tidak tampak lagi sehingga kerentanan dan permeabilitas kapiler. Secara teori,
pasien dinyatakan sembuh. diagnosis akhir dapat ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan klinis pada pasien yang
PEMBAHASAN sudah sangat jelas, meskipun ttanpa pemeriksaan
Herpes simplek labialis (cold
coldsore/feverblisters) biopsi, kultur virus, serologi maupun mikroskop
adalah bentuk herpes orofasial rekuren yang paling elektron. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan
sering terjadi, tampak berupa vesikel-vesikel
vesikel pada apapun sebab pertimbangan waktu pemeriksaan
batas luar vermilion dan kulit sekitarnya. Gejala yang lama sementara penyakit ini adalah penyakit
dimulai dengan rasa perih diikuti oleh timbulnya self limiting. Acyclovir diberikan karena merupakan
vesikel berkelompok dalam waktu 24 jam, pecah, terapi efektif terhadap herpes simplek
simplek. Acyclovir
terjadi erosi superfisial, kemudian ditutupi krusta. adalah analog nukleosida purin asiklik yang efektif
Nyeri dan rasa tidak nyaman terjadi pada beberapa terhadap VHS, virusirus Varicella zoster, Epstein barr
ISSN:1412-8926
198 Dentofasial, Vol.13, No.3, Oktober 2014:195-198
dan Cytomegalovirus. Di dalam sel, acyclovir akan memiliki efek samping pada sistem saraf pusat;
mengalami proses fosforilasi menjadi bentuk aktif, dilaporkan terjadi malaise sekitar 12%, sakit kepala
yaitu acyclovir trifosfat yang menghambat DNA 2%,gangguansistempencernaan berupa mual 2-5%,
polymerase VHS dan replikasi DNA virus dengan muntah 3%, diare 2-3%. Dosis obat antivirus untuk
cara memutuskan rantai DNA, sehingga mencegah terapi herpes simplek labialis pada orang dewasa
sintesis DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel berupa acyclovir oral 400 mg 2 kali sehari, acyclovir
yang normal. Indikasi penggunaan acyclovir adalah topikal 5% krim5 kali sehari. Sedangkan dosis untuk
mengobati herpes simplek genital, herpes labialis, anak-anak acyclovir oral 20 mg/hari dan acyclovir
herpes zoster, VHS ensefalitis, VHS neonatal, VHS topikal 5% krim 5 kali sehari.1
mukokutan pada pasien yang memiliki respon imun Disimpulkan bahwa terapi bagi penderita infeksi
yang diperlemah atau immunocompromised, dan VHS meliputi terapi kausatif disertai analgesik dan
varicella-zoster. Sedangkan kontraindikasi acyclovir antipiretik, diikuti pemberian terapi suportif seperti
adalah hipersensitivitas pada acyclovir, valacyclovir, makanancair tinggi kalori dan protein, multivitamin,
atau komponen lain dari formula. Acyclovir juga serta obat kumur anastetik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wayne RG, Michael GA. Reccurent herpes simplex labialis: selected therapeutic options. J Can Dent Assoc 2003; 69
(8): 498-503
2. Regezi, Sciuba, Jordan. Oral pathology : clinical pathology correlations. 4th Ed. Philadelphia: Saunders; 2003. p.1-5
3. Thomas J, Liesegang. Herpes simplex virus epidemiology and ocular importance. Cornea 2001; 20(1): 1-13
4. Adolf H. Infeksi herpes pada pasien imunokompeten. PKB “New Perspective of Sexually Transmitted Infection
Problems.” Surabaya 7-8 Agustus 2010. p.1-10
5. Ajar AH, Chauvin PJ. Acute Herpetic gingivostomatitis in adult. J Can Dent Assoc 2002; 68: 247
6. Laskaris G. Treatment of oral disease: a concise textbook. Thieme; 2005. p.84-5
7. Fatahzadeh M, Schwartz RA. Human herpes simplex virus infections: epidemiology, pathogenesis, symptomatology,
diagnosis, and management. J Am Acad Dermatol 2007; 57: 737-63
8. Harner G. Ano-genital herpes in children incidence of herpes simplex infection. J Pediatr Health Care 2006; 20:106-4
ISSN:1412-8926