Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Adella Rizqi Nurseptiana P1337420920150
Muh. Alfajar P1337420920123
Muhammad Shofiyuddin P1337420920149
Muhammad Sulkhan Hakim P1337420920163
Nadya Fickry Martina S. P1337420920174
Nahar Willy Harso P1337420920173
A. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis merupakan salah satu penyakit tropis yang menjadi
penyumbang utama ketiga pada angka kesakitan dan kematian balita di dunia. Balita
merupakan kelompok umur yang rentan penyakit gastroenteritis (diare) yang
diakibatkan infeksi yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, perlu
dicari penyebab dan solusi untuk penyembuhannya (Kemenkes, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013, memperkirakan 4
milyar kasus gastroenteritis terjadi di dunia dan sebanyak 2,2 juta penderita meninggal
dunia serta sebagian besar terjadi pada balita. Jadi penyakit gastroenteritis masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik ditinjau dari angka morbiditas
(kesakitan) dan angka mortalitas (kematian) serta Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah
penderita pada KLB gastroenteritis tahun 2013 menurun secara signifikan
dibandingka tahun 2012 dari 1,654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. KLB
gastroenteritis pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan terbanyak terjadi di Jawa
Tengah yang mencapa 294 kasus, sedangkan angka mortalitas (kematian) akibat KLB
gastroenteritis tertinggi terjadi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%.
Penyakit gastroenteritis didefinisikan sebagai radang selaput lendir saluran
pencernaan yang ditandai dengan diare atau muntah Di Indonesia penyakit
gastroenteritis ini masih menjadi masalah besar, khususnya gastroenteritis yang
disebabkan oleh infeksi dan non infeksi. Diare dan gastroenteritis menempati posisi
kelima dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan pada tahun 2010.
Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi diare pada tahun 2007 sebesar
9%, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 7%. Pada tahun 2015,
angka kesakitan diare mencapai 214/1000 orang atau sekitar 5.405.235 kasus diare,
dimana 74,3% dari kasus tersebut dirawat dirumah sakit (Simadibrata, M dan
Adiwinata, R, 2017).
Gastroenteritis merupakan jenis infeksi saluran pencernaan yang memiliki
insiden paling tinggi pada anak. Proses inflamasi saluran pencernaan ditandai dengan
beberapa manifestasi klinis antara lain diare, muntah, dehidrasi dan hipertermia.
Hipertermia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan suhu
tubuh di atas 37,50C, rektal di atas 380C yang ditandai dengan kulit teraba hangat dan
terlihat kemerahan (Herdman, 2014).
Hipertermia pada Gastroentritis di karenakan adanya infeksi. Infeksi tersebut
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian reaksi infalamsi akan merangsang keluarnya
zat pirogen, seperti endogen dan eksogen (bradikinin, serotinin, prostaglandin, dan
histamin), zat tersebut nantinya akan mempengaruhi pengatur suhu tubuh yaitu
hipotalamus (Irmachatshalihah & Alfiyanti, 2020).
Tujuan penanganan pada anak dengan gastroenteritis adalah difokuskan pada
pencegahan agar tidak terjadi komplikasi, antara lain dehidrasi dan kejang/syok
dikarenakan dehidrasi hipotonik Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
keperawatan keluarga secara holistik, komprehensif dan kontinyu untuk
mengidentifkasi faktor risiko yang ada pada pasien dan melakukan
penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dan keluarga. (Ernawati dan Wulandari,
2016).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penatalaksanaan GEDB pada anak sesuai dengan EBNP di Ruang PICU RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.
B. Tujuan
Untuk Memberikan intervensi pada anak dengan GEDB (Gastroentritis Dehidrasi
Berat) berdasarkan EBNP (Evidence Based Nursing Practice) di Ruang PICU RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro Semarang.
C. Manfaat
Hasil penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Bagi masyarakat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai
penatalaksanaan GEDB pada anak berdasarkan EBNP
2. Bagi profesi perawat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi sebagai
penatalaksanaan yang dapat digunakan untuk menangani kasus GEDB pada anak.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi institusi
pendidikan.
BAB II
WOC DAN ASUHAN KEPERAWAT
DEFINISI
Kelompok 2 RSWN
WEB OF CAUTION GEDS Kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi
Prodi : Profesi Ners yang abnormal (lebih dari 3x sehari) serta
Poltekkes Kemenkes Semarang
perubahan dalam isi (lebih dalam 2000
Virus, bakteri, makanan Psikologis Malabsorbsi protein dan
gr/hari) dan konsistensi (feses cair).
(alergi, basi keracunan) karbohidrat
GASTROENTERITIS
Diare
Kulit lecet pada anus dan sekitarnya Penurunan berat badan Kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan
Tujuan : Eliminasi fekal membaik
Intervensi :
Gangguan Integritas Kulit Resiko Defisit Nutrisi Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit 1. Identifikasi penyebab diare
2. Identifikasi warna, volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
Tujuan : integritas kulit dan jaringan meningkat Tujuan : Status nutrisi membaik Tujuan : Keseimbangan elektrolit meningkat 3. Monitor jumlah pengeluaran diare
Intervensi : Intervensi : Intervensi : 4. Berikan asupan cairan oral
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit 1. Identifikasi status nutrisi 1. Identifikasi kemungkinanan penyebab 5. Berikan cairan intravena
2. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama 2. Monitor asupan makanan ketidakseimbangan elektrolit 6. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
selama periode diare 3. Monitor berat badan 2. Monitor kadar elektrolit serum
3. Anjurkan minum air yang cukup 4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 3. Monitor mual,muntah dan diare
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 4. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Tujuan : Keseimbangan cairan meningkat
6. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 5. Informasikan hasil pemantauan Intervensi :
7. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan 1. Monitor status hidrasi
(mis.pereda nyeri, antiemetic), jika perlu 2. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
8. Pemantauan tanda vital Resiko Ketidakseimbangan Cairan 3. Catat intake-output dan balance cairan 24 jam
9. Pemberian obat intravena 4. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
5. Berikan cairan intravena, jika perlu
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DIAGNOSA
GEDB DI RUANG PICU RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA SEMARANG
I. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
1. Klien
a. Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2021 Pukul 08.00 WIB
b. Tanggal masuk : 13 Juni 2021 jam 08:30 WIB
c. Ruangan : PICU (Pediatric Intensive Care Unit)
d. Identitas
1) Nama : An. A
2) TTL : Semarang, 21 Juni 2020 / 11 bulan 23 hari
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Suku : Jawa
6) Diagnosa Medis : GEDB
7) Penanggung jawab : Ny. R
B. Riwayat Klien
1. Keluhan utama
Klien mengalami diare, demam dan muntah.
2. Riwayat penyakit sebelumnya
Sebelumnya Ibu klien memeriksakan klien ke klinik bolak-balik 3 kali namun tidak
ada perubahan, malah bertambah parah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Ibu klien mengatakan klien BAB 10 kali, sempat muntah, bayi terasa lemas,
dan nadi lemah. Ibu klien mengatakan sangat cemas dan bingung, langsung klien
dibawa ke klinik kembali. Kemudian klien dirujuk ke RSWN dari klinik karena
klien bertambah parah. Klien datang ke IGD pukul 07.21 langsung diberi terapi
ceftriaxone 700 mg per iv, ondansentron 1 mg per iv, metronidazole 100 mg per iv,
dobutamine 6 meq per iv, ranitidine ¼ ampul per iv, dan methyl prednisoslon 12.5
mg per iv. Pukul 08.30 masuk ke PICU. Saat dilakukan pengkajian TTV; HR: 183
x/mnt, RR:45x/mnt, suhu: 38.0 ͦ C. Klien masih diare, dari pukul 07.00 sampai
dengan 11.00 ganti pempers 2 kali dengan berat 145 gr dan 125 gr. Konsistensi
fesesnya encer dengan sedikit ampas, tanpa lendir dan darah. Klien tampak
lemas,dan pucat. Ibu klien mengatakan tidak tau pasti penyebab klien diare. Ibu
klien mengatakan untuk sumber air minum klien adalah air mentah (air galon).
4. Riwayat kehamilan
ANC : Ibu klien mulai memeriksakan kehamilan saat janin berumur 2 minggu di
RS, dan rutin periksa kandungan setiap minggu/bulan sekali sejak kehamilan
tersebut. Ibu klien mengatakan bahwa selama kehamilan tidak mengalami
gangguan yang berarti. Hanya mual dan muntah saat trimester awal seperti ibu
hamil pada umumnya. Ibu klien juga tidak mengalami penyakit serius selama
kehamilan. Ibu klien menjalani masa kehamilan selama 38 minggu.
5. Riwayat persalinan
Klien lahir dibantu oleh dokter melalui persalinan spontan di RSWN. Berat badan
lahir 2670 gram, panjang badan 47 cm. Ibu rutin mengkonsumsi vitamin. ASI
selama 2 tahun penuh dan mulai mendapat makanan tambahan di usia 6 bulan.
6. Riwayat imunisasi
Imunisasi klien lengkap (BCG, campak, MMR, Polio 1, Polio 2, Polio 3, DPT 1,
DPT 2, DPT 3, Hepatitis B. Ibu klien rutin serta aktif mengikuti kegiatan di
posyandu.
7. Faktor risiko ibu : Tidak ada.
8. Riwayat alergi : Klien tidak memiliki alergi makanan baik terhadap obat-obatan
maupun makanan.
9. Riwayat tumbuh kembang
a. Motorik kasar
Menurut Ibu An. A saat sebelum sakit klien aktif dalam beraktivitas, sduah
bisa merangkak, dan merayap melalui benda-benda disekitarnya. Sedangkan
setelah sakit An. A hanya berbaring ditempat tidur.
b. Motorik halus
Perkembangan motorik halus pasien ini normal. Dapat menggenggam erat
pulpen.
c. Bahasa
An. A sudah dapat berbicara 2 suku kata, ma-ma.
d. Sosialisasi dan kemandirian
Klien kadang menagis ketika didekati oleh orang baru.
e. Motorik kasar
Klien sudah bisa duduk sendiri tanpa bantuan
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Riwayat penyakit dalam keluarga :
Keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit menular dan menurun.
2. Genogram
Keterangan genogram :
: Laki-laki
: ada riwayat penyakit (hipertensi)
: Perempuan
: Klien
8. Cairan :
Input Output
1008 cc – 1017 cc
= -9 cc
9. Aktivitas`:
Klien terlihat lemas, klien hanya tertidur di tempat tidur, bergulang guling dan
ditemani oleh ibunya.
10. Istirahat tidur :
- Lama waktu tidur (24 jam) : 9-11 jam sehari
- Kualitas tidur : Sedikit terganggu dengan kondisi lingkungan
di RS dan kadang klien yang rewel
- Tidur siang : Ya, 1-2 jam
- Kebiasaan sebelum tidur : digendong dan dinyanyiin.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi : Tanggal 13 Juni 2021
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 9.7 g/dl 11 - 15
Jumlah sel darah
Leukosit 11.1 10^3/ul 3,80 -10,6
Eritrosit 4.74 10^6/ul 4,7 - 6,1
Hematokrit 34.60 % 40,0 - 52,0
Angka trombosit 368 10^3/ul 150 – 400
Creatinin 0.6 mg/dl 0.5-0.8
Ureum 63.3 mg/dl 15.0-36.0
Natrium 140 mmol/L 135-147
Kalium 3.70 mmol/L 3.50-5.0
Calsium 1.17 mmol/L 1.00 – 1.15
6. Terapi
Aturan
No Terapi Cara pemberian
Pakai
1. Infus RL 24 cc/jam IV Line
2. Ondancetron 1 mg x 3 IV
3. Ranitidin 12.5 mg x 2 IV
4. Ceftriaxone 700 mg x 1 IV
5. Zinkid 1 cth x 1 Per oral
6. Paracetamol Drop 1 cc x 4 Per oral
I. ANALISA DATA
- Ibu klien
mengatakan dari pukul
07.00 sampai 11.00 sudah
ganti pempers 2 kali.
- Ibu klien
mengatakan tidak tau pasti
penyebab klien diare.
- Air
minum klien dari galon (Air
mentah).
DO :
- KU
sedang
- Suhu :
38.0 oC
- Conjungt
iva anemis
- Konsiste
nsi feses cair, sedikit ampas,
tanpa darah dan lender.
- Hasil
pemeriksaan mikrobiologi:
Escherichia Coli.
- Pempers
pertama 145 gr, dan
pempers kedua 115 gr.
- Hb : 9.7
g/dl (L)
- HT:
34.60 % (L)
1. Terapkan
1. Ajarkan
2 Hipertermi berhubungan SLKI: SIKI:
dengan proses penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen
(infeksi) dan dehidrasi selama 3 x 24 jam diharapkan Observasi
(D.0130) termoregulasi membaik (L.14134) 1. Identifik
dengan kriteria hasil: 2. Monitor
1. Menggigil : 5 (menurun) 3. Monitor
2. Pucat: 5 (menurun) 4. Monitor
3. Takikardi: 5 (menurun) 5. Monitor
4. Suhu tubuh: 5 (membaik) Terapeutik
5. Suhu kulit: 5 (membaik) 1. Sediakan
2. Longgark
3. Berikan
4. Ganti lin
mengalam
Kolaborasi
Kolaborasi
intravena, jik
3 Defisit pengetahuan SLKI: SLKI :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi kese
kurang terpapar informasi selama 3 x 24 jam diharapkan tingkat Observasi
(D.0111) pengetahuan meningkat (L.12111) 1. Identifika
dengan kriteria hasil : menerim
1. Perilaku sesuai anjuran : 5 2. Identifika
(meningkat) meningka
2. Kemmapuan menggambarkan perilaku
pengalaman sebelumnya yang sesuai Terapeutik :
dengan topik : 5 (meningkat) 3. Jadwalka
3. Perilaku sesuai dengan kesepaka
pengetahuan : : 5 (meningkat) 4. Berikan k
4. Pertanyaan tentang masalah yang Edukasi
dihadapi : : 5 (meningkat) 5. Jelaskan
memepen
6. Ajarkan
meningka
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
V. EVALUASI
Subjektif, Objektif, Assesement, Planning
No Tanggal/Jam Diagnosa Keperawatan TTD
(SOAP)
S:
Ibu klien mengatakan klien masih diare namun semakin
berkurang. Ibu klien mengatakan klien minum ASI dengan
1. Rabu, 16 Juni baik
Diare berhubungan
2021 O:
dengan inflamasi
Pukul 12.00 Konsistensi feses cair sedikit ampas, tidak ada lendir dan
gastrointestinal (D. 0020)
WIB darah.
Dari pukul 07.00 sampai 11.00 terdapat 1 pempers 165 gr.
Klien tidak tampak lemas.
Tidak ada cekungan mata
Mahas
Mukosa bibir sudah tidak pucat.
Kel. 2
A:
Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi
tinja
2. Berikan asupan cairan oral
3. Berikan cairan intravena
4. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara
bertahap
5. Berikan terapi obat
S:
2. Rabu, 16 Juni Hipertermi berhubungan
Ibu klien mengatakan suhunya naik turun kadang panas dan
2021 dengan proses penyakit
kadang dingin. Biasanya suhu naik pada malam hari dan pagi
Pukul 12.00
hari
WIB
Ibu klien mengatakan klien sudah mau minum sedikit-sedkit.
O:
Suhu : 37,3 C
Nadi : 117x/menit Mahas
A: Kel. 2
Masalah sudah teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Monitor suhu tubuh
2. Berikan cairan oral
3. Lakukan kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intra vena
S:
Ibu klien mengatakan paham tentang pengertian, penyebab,
3. Rabu, 16 Juni
BAB III
PEMBAHASAN
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil, dan usus besar dengan
berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau
tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Muttaqin, 2011). Gastroenteritis
merupakan jenis infeksi saluran pencernaan yang memiliki insiden paling tinggi pada anak.
Proses inflamasi saluran pencernaan ditandai dengan beberapa manifestasi klinis antara lain
diare, muntah, dehidrasi dan hipertermia. Tujuan penanganan pada anak dengan
gastroenteritis adalah difokuskan pada pencegahan agar tidak terjadi komplikasi, antara lain
dehidrasi dan kejang/syok dikarenakan dehidrasi hipotonik (Ernawati dan Wulandari, 2016).
Segera setelah diagnosa ditegakkan dilakukan penanganan segera dengan melakukan
rehidrasi dengan memberikan cairan oralit dan bila tidak memungkinkan maka segera rujuk
untuk mendapatkan terapi intravena (Kemenkes RI, 2019).
Pada bab ini Mahasiswa akan membahas antara konsep dan aplikasi Asuhan
Keperawatan pada An. A dengan diagnosa Gastroenteritis Dehidrasi Berat (GEDB) yang
dirawat di Ruang PICU RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.
A. Analisa Kasus
Pengkajian yang dilakukan pada An. A yang berusia 11 bulan 23 hari dilakukan
pada tanggal 14 Juni 2021 yang meliputi identifikasi data umum (identitas klien dan
penanggung jawab), riwayat klien (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat kehamilan ibu, dan riwayat persalinan, riwayat imunisasi,
riwayat alergi, riwayat tumbuh kembang), riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
(penampilan umum, nutrisi, istirahat tidur, eliminasi dan pemeriksaan head to toe) serta
pengkajian psikososial anak dan keluarga (respon hospitalisasi, kecemasan anak dan
orangtua, koping pasien/keluarga dalam menghadapi masalah, pengetahuan orangtua
tentang penyakit anak, keterlibatan orangtua dalam perawatan anak, peran dan hubungan
serta spiritual).
Pada kasus ini didapatkan bahwa An. A dirawat di ruang PICU dengan diagnosis
medis yaitu Gastroenteritis Dehidrasi Berat (GEDB). Klien masuk dengan keluhan BAB
10 kali, sempat muntah, bayi terasa lemas, dan nadi lemah. Ibu klien mengatakan sangat
cemas dan bingung, langsung klien dibawa ke klinik kembali. Kemudian klien dirujuk ke
RSWN dari klinik karena klien bertambah parah. Klien datang ke IGD pukul 07.21
langsung diberi terapi ceftriaxone 700 mg per iv, ondansentron 1 mg per iv,
metronidazole 100 mg per iv, dobutamine 6 meq per iv, ranitidine ¼ ampul per iv, dan
methyl prednisoslon 12.5 mg per iv. Pukul 08.30 masuk ke PICU. Saat dilakukan
pengkajian TTV; HR: 183 x/mnt, RR:45x/mnt, suhu: 38.0 ͦ C. Klien masih diare, dari
pukul 07.00 sampai dengan 11.00 ganti pempers 2 kali dengan berat 145 gr dan 125 gr.
Konsistensi fesesnya encer dengan sedikit ampas, tanpa lendir dan darah. Klien tampak
lemas,dan pucat. Ibu klien mengatakan tidak tau pasti penyebab klien diare. Ibu klien
mengatakan untuk sumber air minum klien adalah air mentah (air galon). Berdasarkan
pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh bahwa RR: 45 x/menit, Suhu : 38.00C, HR :
183 x/menit, dan SpO2 : 98%. Diagnosis ICH tersebut didapatkan berdasarkan anamnesa
dari pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Hasil pemeriksaan fisik diperoleh bahwa klien keadaan umumnya lemas, dengan
mengalami penurunan asupan dimana Ibu klien mengatakan bahwa klien tidak mau
makan dan hanya ingin minum ASI, HR 183 x/menit teraba lemah, membrane mukosa
tampak kering dan warna kulit tampak pucat. Kemudian pada hasil pemeriksaan
hematologi diperoleh bahwa nilai hemoglobin rendah : 9.7 g/dl (Normal 11-15 g/dl) dan
Hematokrit rendah : 34.60 % (Normal 40.0-52.0 %). Hasil pemeriksaan mikrobiologi
terdapat jenis bakteri Escherichia coli setelah dilakukan pemeriksaan kultur.
Saat dilakukan pengkajian pada klien (An. A) orangtua klien mengatakan bahwa
klien sejak pukul 07:00 sampai 11:00 tidak mengalami muntah seperti di hari
sebelumnya namun masih diare dengan konsistensi cair sengan sedikit ampas, tidak ada
lendir dan darah. Klien masih nampak lemas dan hanya mau minum ASI sedikit, suhu
klien masih panas dan saat dilakukan pemeriksaan didapatkan suhu mencapai 38.0 C dan
nadi 183 x/menit, oleh karena itu, ditegakkan juga diagnosa keperawatan hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit dan dehidrasi. Hipertermia merupakan keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan suhu tubuh di atas 37,5 C, rektal di atas 38 C
yang ditandai dengan kulit teraba hangat dan terlihat kemerahan (Herdman, 2014).
Hipertermia pada Gastroentritis di karenakan adanya infeksi. Infeksi tersebut
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian reaksi infalamsi akan merangsang keluarnya
zat pirogen, seperti endogen dan eksogen (bradikinin, serotinin, prostaglandin, dan
histamin), zat tersebut nantinya akan mempengaruhi pengatur suhu tubuh yaitu
hipotalamus (Irmachatshalihah & Alfiyanti, 2020).
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data yang ditemukan masalah keperawatan yang dapat diangkat
adalah “Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) dan dehidrasi” dengan
kode D.0130. Dari masalah yang muncul tersebut maka harus dilakukan tindakan untuk
membantu mengurangi suhu tubuh pada klien.
C. Intervensi Keperawatan
Langkah selanjutnya adalah perencanaan dimana perawat akan menyusun rencana
(intervensi keperawatan) berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI yang akan dilakukan pada
klien dan keluarga klien. Intervensi keperawatan yang dilakukan dalam mengatasi
masalah keperawatan yang muncul pada An. A berfokus kepada termoregulasi (L.14134)
yang diharapkan membaik setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24
jam. Kriteria hasil yang ingin dicapai dari intervensi ini adalah :
1. Menggigil 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
2. Pucat dari 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
3. Takikardi dari 3 (sedang) menjadi 5 (menurun)
4. Suhu tubuh dari 3 (sedang) menjadi 5 (membaik)
Sedangkan untuk intervensi keperawatan berdasarkan SIKI adalah melalui
intervensi manajemen hipertermia (I.15506). Sub intervensi yang dapat dilakukan adalah
melalui observasi berupa memonitor suhu tubuh serta sub intervensi: kolaborasi berupa
memberikan cairan elektrolit intravena. Selain berdasarkan buku SIKI sebagai pedoman
intervensi keperawatan di Indonesia, maka perlu dilakukan tindakan berdasarkan EBNP
dari jurnal-jurnal yang telah ditelaah sebagai bentuk intervensi tambahan yang
diharapkan dapat membantu menurunkan tingkat hipotermia pada klien. Beberapa hasil
telaah jurnal yang telah dilakukan diperoleh beberapa jurnal yang mendukung intervensi
terhadap masalah keperawatan hipertensi berhubungan dengan proses penyakit dan
dehidrasi yaitu penerapan kompres hangat dengan teknik blok dan teknik tepid sponge
bath.
D. Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi atau pelaksanaan rencana keperawatan. Penulis dapat
melaksanakan semua rencana yang telah disusun atau direncanakan kemudian dari setiap
pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pendokumentasian. Di dalam pelaksanaan
tindakan asuhan keperawatan ini tidak semua tindakan dilakukan oleh penulis, namun
penulis juga melibatkan keluarga klien agar tujuan pemberian EBNP tercapai.
Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Juni 2021 pukul 08.30 WIB. Pada
saat dilakukan pengkajian ibu klien mengatakan suhu klien masih panas dan setelah
diukur suhunya mencapai 37.7 C dan frekuensi nadi 110 x/menit. Penulis menerapkan
EBNP berupa kompres hangat dengan teknik blok dan teknik tepid sponge bath. Setelah
diberikan terapi kompres hangat, klien mengalami penurunan suhu namun tidak
signifikan yaitu turun menjadi 37,6 C dan frekuensi nadi turun menjadi 104 x/menit.
Kemudian, hari Jum’at tanggal 16 Juni 2021 mahasiswa melakukan kembali terapi
kompres hangat dengan teknik blok dan teknik tepid sponge dan didapatkan hasil bahwa
klien mengalami penurunan suhu namun tidak signifikan dari 37.8 C menjadi 37.3 C dan
nadi mengalami penurunan dari 120 x/menit menjadi 117 x/menit.
Intervensi mengenai diagnosa hipertermi berhubungan proses penyakit dan
dehidrasi yaitu kompres hangat dengan teknik blok dan teknik tepid sponge telah
dilakukan dan diterima oleh keluarga klien, namun belum mengalami penurunan secara
signifikan.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dan merupakan alat ukur dalam
mengevaluasi dari keberhasilkan pemberian asuhan keperawatan. Faktor pendukung dari
keberhasilan asuhan kepeawatan adalah adanya komunikasi yang baik antara penulis
dengan keluarga klien. Dari hasil evaluasi dan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, keluarga klien mengatakan bahwa klien sudah mau minum sedikit-sedikit
namun suhunya kadang masih naik turun. Setelah dilakukan tindakan kompres hangat
dengan teknik blok dan teknik tepid sponge didapatkan hasil suhu klien mengalami
penurunan namun tidak terlalu signifikan.
Tabel 4.1
Hasil Penelusuran Jurnal
No Penulis Tahun Judul Metode Sampel Hasil
1 Rastia 2020 Kombinasi Studi kasus ini 2 Hasil studi kasus pada dua
Irmachatsh Kompres menggunakan Respon responden yaitu responden
alihah, Hangat desain studi den 1 dan responden 2 sebelum
Dera Dengan kasus deskriptif dan sesudah di lakukan
Alfiyanti. Teknik Blok dengan terapi menunjukan adanya
Dan Teknik pendekatan penurunan suhu tubuh. Hal
Seka (Tepid asuhan ini menunjukan bahwa
Sponge Bath) keperawatan. kombinasi kompres hangat
Menurunkan Subjek studi dengan teknik blok dan
Suhu Tubuh kasus adalah teknik seka (tepid sponge
Pada Anak pasien bath) dapat menurunkan
Penderita gastroenteritis suhu tubuh pada anak
Gastroentritis yang mengalami penderita gastroentritis.
. hipertermia Kesimpulan rerata
berjumlah dua penurunan suhu tubuh
orang dengan kombinasi teknik
didapatkan blok dan teknik seka
secara (Tapid Sponge) lebih
purposive tinggi dari pada teknik
sampling sesuai blok atau teknik seka saja.
dengan kriteria
inklusi dan
ekslusi.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Gastroenteritis merupakan jenis infeksi saluran pencernaan yang memiliki insiden
paling tinggi pada anak. Proses inflamasi saluran pencernaan ditandai dengan
beberapa manifestasi klinis antara lain diare, muntah, dehidrasi dan hipertermia.
Ketika anak mengalami hipertermia, kondisi ini harus segera ditangani untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Salah satunya dengan pemberian
kombinasi kompres hangat dengan teknik blok dan teknik seka (tepid sponge bath)
untuk menurunkan suhu tinggi pada anak yang mengalami gastroenteritis. Hasil
penerapan EBNP dengan pemberian kombinasi kompres hangat dengan teknik blok
dan teknik seka (tepid sponge bath) pada An. A dengan Diagnosa GEDB yang
mengalami hipertermi, setelah di lakukan terapi ini menunjukan adanya penurunan
suhu tubuh namun tidak signifikan, Hal ini menunjukan bahwa kombinasi kompres
hangat dengan teknik blok dan teknik seka (tepid sponge bath) dapat menurunkan
suhu tubuh pada anak penderita gastroentritis.
Intervensi yang telah dilakukan penulis dapat diterima oleh keluarga klien dan
dapat berjalan dengan baik. Keluarga klien mengatakan bahwa mereka merasa lebih
tenang karena mengetahui apa yang dapat mereka lakukan untuk merawat klien.
B. Saran
1. Bagi Perawat
Hasil implementasi EBNP ini diharapkan dapat diterapkan sebagai intervensi pada
anak dengan GEDB di Rumah Sakit.
2. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Diharapkan mahasiswa keperawatan dapat mengembangkan hasil implementasi
ini kedalam penelitian dalam skala sampel yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA