OLEH :
NAMA : FRISKA SRI RATIH PAMELIA GULTOM
NIM : 1900
………………..
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W. T karena atas berkat dan karunia
nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus keperawatan medical bedah (KMB) anak ini
dengan baik dan tepat waktu.
Adapun judul laporan kasus ini adalah : “ Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Anak
pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan : Gastroenteritis di KBS bedah (anak) RSU
Madani Medan.
Penulis laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi tugas klinik profesi Ners
Kerperawatan Departemen KMB.
Dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada
sosen pembimbing, baik pembimbing lapangan maupun pembimbing akademik yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini antara lain :
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifat nya membangun untuk kesempurnaan laporan
kasus ini.
Penulis,
1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang
lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer. Diare merupakan gangguan
buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja
cair, dapat disertai dengan darah dan atau lender (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses. Seseorang
dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang air besar lebih dari
tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam
(Dinkes,2016).
WHO (2009), mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan
konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. Diare akut berlangsung
2. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain
penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit
pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih
dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat
tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut
b. Faktor malabsorbsi
(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko terjadinya diare,
yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau sebelum
menjamaah makanan.
1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38oC atau lebih tinggi),
nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare dapat
berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan, sedangkan pada
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu makan terganggu, malaise.
Sumber infeksi bisa didapat dari air minum, air di tempat rekreasi (air kolam renang, dll),
makanan. Dapat menjangkit segala usia dan dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya. Biasanya anak akan
mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau dengan darah
atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging yang
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk gastroenteritis. Gejalanya
bervariasi, anak bias mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang
berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala,
kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh binatang
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang hebat pada abdomen,
syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang matang atau makanan yang disimpan di
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan mengalami nyeri
epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa lewat
produk makanan komersial yang paling sering adalah daging dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami nausea, vomitus,
mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah terpapar dengan
agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman yang
masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya
sel mukosa usus menjadi rusak yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa
yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng
yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili
usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi
usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau virus
akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu kedalam mukosa, terjadi
perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan kejang-kejang. Selain itu,
mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret berdarah berlendir. Penyebab utama
pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam
waktu kurang lebih lima hari tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel
b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air
Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi,
air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan
sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri
Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera diobati
(Nursalam, 2008).
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik.
Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat, 2008). Diare akut berulang
dapat menjurus ke malnutrisi energy protein, yang mengakibatkan usus halus mengalami
perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan
absorpsi yang tidak adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi
juga terdapat pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi
mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati
dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin
yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).
d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Proses
4. Manifestasi Klinis
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut, muntah,
demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan mengalami demam
tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo, 2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai lendir dan
darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus
selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak
telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi
yang tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang
terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Untuk mengetahui
Tabel 2.1
1. Lihat:
atau tidaksadar
dan kering
2. Periksa:
3. Hasil
kriteriaDehidrasi berat, criteria bila ada 1 tanda* Bila ada 1 tanda ditambah 1 atau lebih tanda
6. Respon Tubuh
a. Sistem Integumen
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan hingga berat turgor kulit biasanya kembali
sangat lambat. Karena tidak adekuatnya kebutuhan cairan dan elektrolit pada jaringan tubuh anak
b. Sistem Respirasi
Kehilangan air dan elektolit pada anak yang diare mengakibatkan gangguan keseimbangan asam
basa yang menyebabkan pH turun karena akumulasi asam non-volatil. Terjadilah hiperventilasi
yang akan menurunkan pCO2 menyebabkan pernapasan jadi cepat, dan dalam (pernapasan
kusmaul).
c. Sistem Pencernaan
Anak yang diare biasanya mengalami gangguan pada nutrisi, yang disebabkan oleh kerusakan
mukosa usus dimana usus tidak dapat menyerap makanan. Anak akan tampak lesu, malas makan,
dan letargi. Nutrisi yang tidak dapat diserap mengakibatkan anak bias mengalami gangguan gizi
yang bisa menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan menurunnya daya tahan tubuh
d. Sistem Muskoloskletal
Kekurangan kadar natrium dan kalium plasma pada anak yang diare dapat menyebabkan nyeri
e. Sistem Sirkulasi
Akibat dari diare dapat terjadi gangguan pada sistem sirkulasi darah menyebabkan nadi
melemah, tekanan darah rendah, kulit pucat, akral dingin yang mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik.
f. Sistem Otak
Syok hipovolemik dapat menyebabkan aliran darah dan oksigen ke otak berkurang. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan bila tidak segera ditolong dapat
mengakibatkan kematian.
g. Sistem Eliminasi
Warna tinja anak yang mengalami diare makin lama berubah kehijauan karena bercampur
dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja yang
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
5. pemeriksaan diagnostic
- darah lengkap
- cek feces
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu diperhatikan
a) Jenis cairan
b) Jumlah cairan
(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan glukosa.
(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di fasilitas
kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya.
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi usus,
antiemetik
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis
makanan :
(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh,
(b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum
(c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Bila dehidrasi masih ringan Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
dingindilarutkan dalam 1 sendok the gula pasir dan 1 jumput garam dapur.
Jika anak terus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila
pemberian cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat
(RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan
berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk segera mengatasi
dehidrasi.
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang
diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
(a) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang dipakai). Berikan
(c) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah berubah
konsistensinya.
(d) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut
kering.
(e) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau secara
realimentasi.
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berikut ini: oralit,
a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini.
2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk
digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak oralit atau cairan lain yang harus
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat.
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai yang
Pemberian Oralit
(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas.
(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga 100-200 ml air
(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.
d) Setelah 3 jam
(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam
pengobatan.
(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi
3. Rencana terapi C
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut
sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia,
Tabel 2.3
Pemberian Cairan
Pemberian Berikut 70 ml/kg Selama Bayi (dibawah umur 12 bulan) 1 jam* 5 jam
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam
(bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk pemberian cairan
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anaknya
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi, mulailah melakukan
rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam
(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena.
Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan pengobatan.
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis dan waktu
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10 hari:
1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok the (tablet akan larut } 30 detik),
2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian tablet Zinc, ulangi pemberian
dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh, meskipun diare
sudah berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga dapat memberikan perlindungan
4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan tablet Zinc
5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang
kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan
produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus dengan memproduksi
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare akut. Hal ini
berdasarkan peranannya dalam menjaga keseimbangan flora usus normal yang mendasari
terjadinya diare. Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut pada
3) Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia sehingga masukan nutrisinya
menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan nutrisi akan bertambah jika, pasien juga mengalami
muntah-muntah atau diare lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh
Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis makanan yang menyebabkan
makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada hari masih diare dan minum teh.
Hari esoknya jika defekasinya telah membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak
(Ngastiyah, 2014).
Tabel 2.4
Persentase Kehilangan Berat Badan Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
Tingkat Dehidrasi % Kehilangan Berat Badan
Bayi Anak
Dehidrasi ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)
Sumber: Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam, 2008.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila
mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar
tyroid.
g) Thorak
(1) Jantung
(a) Inspeksi
Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
(b) Auskultasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang
denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien
mengalami takikardi dan bradikardi.
(2) Paru-paru
(a) Inspeksi
Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi ringan pernapasan
normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat pernapasannya dalam.
h) Abdomen
(1) Inspeksi
Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
(2) Palpasi
Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi ringan
kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2 detik.
(3) Auskultasi
Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba hangat.
Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin. Pada anak dehidrasi
berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu
apakah ada iritasi pada anus.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya penderita diare natrium
plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
(b) Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan
Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).
(c) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat.
(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam feses
atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan akumulasi asama atau
kehilangan basa (Suharyono, 2008).
(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik ( Betz, 2009).
2) Pemeriksaan Penunjang
(a) Endoskopi
(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2,
jika dicurigai mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami mual
dan muntah.
(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar melalui rektum.
(3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada pemeriksaan feses
dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk menyingkirkan kanker.
(b) Radiologi
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani kolonoskopi
(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit bilier atau
prankeas
(c) Pemeriksaan lanjutan
(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan mengidentifikasi penyebab
sekretorik dan osmotic
(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan sampel feses dan
serologi (Emmanuel, 2014).
I. Identitas Anak
a. Nama anak : An. S.
b. Anak ke : V (lima)
c. Tanggal lahir : 29 oktober 2021
d. Tanggal pengkajian : 21 maret 2022
e. Tanggal masuk : 21 maret 2022
Identitas orangtua
kehamila ab Lahir mati Lahir hidup Jenis kelamin Umur Keadaan sekarang
n
Sakit Mati Sebab sakit
5 - - 5 p 5 bulan - - -
III. Alasan dirawat
Keluhan utama: Keluarga pasien mengatakan buang air besar sudah 4 kali dalam sehari.
Riwayat penyakit sekarang: Sebelum masuk rumah sakit pasien buang air besar 7 kali dalam
sehari dengan konsistensi encer, lendir, mual-mual dan muntah 3 kali dalam sehari kemudian
pasien di bawa ke Rumah Sakit Umum. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan
Glasgow coma scale E: 4, V: 5, M: 6 jumlah 15 kesadaran Composmentis, tanda – tanda vital:
nadi 124 x/menit, suhu 37,7˚C, pernapasan 24x/menit.
A. Pemeriksaan fisik
BB : 10 Kg
TB : 78 Cm
Temp : 37,7
Nadi : 124 x/i
Rr : 24 x/i
Keadaaan sekarang :
Klien tidak ada alergi terhadap makanan dan obat-obatan, makanan tambahan
diberikan usia 6-7 bulan, jenis makanan nasi tim 1x/hari, makanan paling
disenangi sayur bayam, sop ayam. Jumlah minum +1300cc.
C. Eliminasi
Eliminasi (urin dan bowel) 2 kali BAB dalam sehari dan BAK
6 kali.
D. Tidur
Pola tidur baik dan kebiasaan pasien sebelum tidur tidak ada jam tidur siang jam
11:00 lama tidur siang 5 jam dan tidur malam jam 20:00 dan lama tidur 8 jam.
E. Kebiasaan
pasien mandi 2 kali sehari, keramas 2 kali gunting kuku 2 kali dalam seminggu.
Aktivitas bermain: baik dan aktif. Eliminasi (urin dan bowel) biasa 2 kali.
F. Hubungan ayah/ibu dengan anak dan keluarga lain
Hubungan anak dan ayahdan ibu erat sekali,mudah diatur dan selalu nurut,
permainan ada, rekreasi jarang
VI. Pengawasan kesehatan
Imunisasi
Oral :
Pemeriksaan penunjang
Keluarga pasien mengatakan buang air Pasien tampak minum dengan lahap
besar sudah 7 kali dalam sehari dengan (haus),
konsistensi encer dan di sertai lendir. turgor kulit tidak elastic, rewel
Keluarga pasien mengatakan anak perut kembung
demam. bising usus 39 x/menit.
Keluarga pasien mengatakan sering Suhu 38,7 ˚C.
buang air besar Terpasang IVFD RL 20 gtt/i terpasang
di kaki kanan.
Pasien tampak sekitar area perineal
(anus) tampak kemerahan, pasien
mengguanakan pempres yang ketat
II. Analisa data
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif d/d Keluarga pasien mengatakan
buang air besar sudah 7 kali dalam sehari dengan konsistensi encer dan di sertai lendir,
Pasien tampak minum dengan lahap (haus), turgor kulit tidak elastic, rewel, perut
kembung, bising usus 39 x/menit. Suhu 38,7 ˚C. Terpasang IVFD RL 20 gtt/i terpasang
di kaki kanan.
2. Hipertermi b/d proses inflamasi d/d Keluarga pasien mengatakan anak demam, Kulit
teraba hangat, suhu tubuh 38,7 ˚C, RR : 24x/i, HR: 124x/i, mual/ muntah(+).
3. Kerusakan integritas kulit b/d kelembapan d/d Keluarga pasien mengatakan sering buang
air besar, Pasien tampak sekitar area perineal (anus) tampak kemerahan, pasien
mengguanakan pempres yang ketat.
IV. Intervensi Keperawatan
2. memonitor tanda-tanda
vital (suhu 38
12.00
3. ,7˚C, nadi 120 x/menit,
pernapasan 22x/menit);
13.00