DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
TINGKAT 2B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan
yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah
Keperawatan anak
Sekaligus pula saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada Ibu Hj. Mardiana S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen pengampuh
pada mata kuliah Keperawatan anak yang telah menyerahkan kepercayaannya
kepada saya guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Saya juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait Asuhan Keperawatan pada anak yang mengalami hipovolemia akibat diare
dimasa yang akan datang. Selain itu saya juga sadar bahwa pada makalah saya ini
dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, saya benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat saya
revisi dan saya tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi saya menyadari
bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir saya berharap makalah sederhana saya ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Saya pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah saya terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.
KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Diare merupakan manifestasi klinis pada infeksi gastrontestinal. Diare
adalah suatu gejala yang diakibatkan oleh gangguan yang melibatkan
pencernaan, absorbsi, dan fungsi sekresi. Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit usus yang tidak normal (Dwi Wulandari,
S.Kep., Ns. & Ns. Meira Erawati, S.Kep., 2015).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi dari tinja, yaitu melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari (Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., 2013).
Diare merupakan keadaan defekasi atau BAB abnormal yang terjadi
lebih dari 3 kali sehari dengan konstipasi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus (Titik Lestari, 2016).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diare adalah suatu keadaan atau suatu
kondisi yang dimana seseorang mengalami pengenceran pada veses atau
tinja dan terjadi perubahan atau peningkatan dalam buang air besar lebih
dari 3 kali sehari karena masalah pada sistem pencernaan.
2. Etiologi
a. Faktor infeksi
Infeksi enternal; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T.hominis) dan jamur
(Calbicans). Infeksi parenteral; merupakan infeksi diluar sistem
pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : otitis media akut,
tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya (Titik Lestari,
2016).
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada
bayi dan anak. disamping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan
protein (Titik Lestari, 2016).
c. Faktor makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu (Kartika Sari Wijayaningsih,
S.kep., 2013).
d. Faktor psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) yang
berlebihan menghasilkan hormon serotonin yang ada disaluran
pencernaan sehingga dapat memengaruhi otak untuk meningkatkan
pergerakan usus (Dyana Apriany, S.Kp. et al., 2022).
3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. kedua akibat rangsangan tertentu
(misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus (Titik Lestari, 2016).
Invasi saluran pencernaan oleh mikroorganisme pathogen akan
menghasilkan peningkatan sekresi usus sebagai akibat dari enteroktosin,
mediator sitotoksik atau penurunan absorbsi usus akibat kerusakan atau
peradangan usus. Pathogen ini menempel pada sel-sel mukosa dan
membentuk alas seperti cangkir tempat bakteri beristirahat. Patogenesis
diare tergantung pada apakah organisme tersebut tetap ada melekat pada
permukaan sel, menghasilkan sekresi toksin (non invasive, diare tipe non
inflamasi) atau menembus mukosa (pada diare sistemik). Akibat
enteroktoksin yang dilepaskan setelah menempel pada mukosa seringkali
menimbulkan diare non inflamasi (Dyana Apriany, S.Kp. et al., 2022).
Gangguan sirkulasi juga sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan
(shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengaibatkan perdarahan otak,
kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal
(Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., 2013).
4. Manifestasi klinis
Menurut Titik Lestari (2016), manifestasi klinis pada anak penderita diare
yaitu :
a. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekanan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
g. Dieuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
h. Bila terjadi asidosis metabolik klian akan tampak pucat dan pernapasan
cepat dan dalam
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang diakibatkan diare menurut Kartika Sari
Wijayaningsih, S.kep (2013) antara lain :
a. Dehidrasi ringan hingga berat.
b. Sepsis, infeksi berat yang bisa menyebar ke organ lain.
c. Malnutrisi terutama pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun yang
dapat mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh anak.
d. Ketidakseimbangan elektrolit karena elektrolit ikut terbuang bersama
air yang keluar saat diare yang ditandai dengan lemas hingga kejang.
e. Kulit di sekitar anus mengalami iritasi karena pH tinja yang asam.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan bagi anak karena sebagian
besar diare dapat sembuh dengan sendirinya, sebaliknya pemeriksaan perlu
dilakukan pada anak yang mengalami dehidrasi dan mendapatkan terapi
intravena (Paramita, 2017).
Pemeriksaan penunjang untuk pasien diare menurut Dyana Apriany,
S.Kp. et al., (2022) meliputi :
a. Pemeriksaan feses (makroskopis dan mikroskopis)
1) Feses yang berair dan eksplosif menunjukkan adanya intoleransi
glukosa
2) Feses yang berbau busuk dan berminyak menunjukkan malabsorpsi
lemak
3) Diare akibat awal pemberian susu sapi, buah-buahan dan sereal
kemungkinan adanya intoleransi protein atau defisiensi enzim
4) Adanya darah dalam feses menunjukkan adanya gastroenteritis
bacterial
5) Apabila ditemukan eosinophil dalam feses kemungkinan anak
mengalami intoleransi protein atau adanya infeksi parasit
b. Kultur feses, dilakukan apabila terdapat mucus, darah atau leukosit
polimorfonuklear pada feses
c. Pemeriksaan darah, hitung darah lengkap, serum elektrolit, blood urea
nitrogen penting dilakukan pemeriksaan terutama bagi diare dengan
dehidrasi sedang dan berat.
7. Penatalaksanaan medik
Anak yang menderita dehirasi berat memerlukan rehidrasi intravena
secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan
rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Anak dengan dehidrasi berat
harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi
rehidrasi oral. mulai diberikan cairan intravena segera. Pada saat infus
disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Catatan: larutan
intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat. Tersedia juga larutan Ringer
Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal
(NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak
efektif dan jangan digunakan (Dr. Aprina, S.Kp. et al., 2022).
Menurut Titik Lestari (2016) penatalaksanaan medik dengan
penderita diare pada anak yaitu :
a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan)
Tindakan :
1) Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari
biasanya
2) Asi (air susu ibu) diteruskan-makanan diberikan seperti biasanya
3) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke puskesmas
terdekat
b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
1) Berikat oralit
2) ASI diteruskan
3) Teruskan pemberian makanan
4) Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
5) Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke puskesmas
terdekat
c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
1) Segera bawa ke rumah sakit/puskesmas dengan fasilitas perawatan
2) Oralit dan asi diteruskan selama masih bisa minum
d. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat
badan dari 7 kg, jenis makanan:
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak
Jenuh)
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat/nasi tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
e. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain
B. KONSEP HIPOVOLEMIA
1. Definisi
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan intavaskular,
interstisial, dan/atau intaseluler (PPNI, 2017). Hipovolemia juga diartikan
sebagai suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, perdarahan (Paramita, 2017).
2. Etiologi
Penyebab hipovolemia adalah kehilangan cairan aktif melalui (kulit,
gastrointestinal, dan ginjal), kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan, evaporasi (PPNI, 2017).
3. Klasifikasi
Klasifikasi tingkat dehidrasi dengan diare menurut Merisa Yuni Nur Alita
(2022).
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda : a. beri cairan untuk
a. Letargis/tidak sadar diare dengan
b. Mata cekung dehidrasi berat
c. Tidak bisa minum atau
malas minum
d. Cubitan kulit perut kembai
sangat ( ≥ 2 detik )
Dehidrasi ringan Terdapat 2 atau lebih tanda : a. beri anak cairan
atau sedang a. Rewel, gelisah dengan makanan
b. Mata cekung untuk dehidrasi
c. Minum dengan lahap, haus ringan
d. Cubitan kulit kembali b. setelah rehidrasi,
dengan lambat nasehati ibu untuk
penanganan di rumah
dan kapan kembali
segera
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda a. Beri cairan dan
untuk diklasifikasikan sebgai makanan untuk
dehidrasi ringan atau berat menangani diare di
rumah
b. Nasehati ibu kapan
kembali segera
c. Kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari
jika tidak membaik
4. Alat ukur
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada anak dengan diare menurut Paramita
(2017) meliputi :
a. Anamnesis : pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) keluhan utama : Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB)
lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau
BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan
kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur
empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi
dan sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine
sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine
dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat).
3) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : mata tampak cekung, bibir tampak kering, ubun-ubun
tampak cekung, abdomen tampak mengalami pembesaran, kulit
tidak elastis, terjadinya penurunan berat badan, pada area anus
tampak luka atau kemerahan.
Perkusi : adanya perasaan penuh pada daerah perut, klien tampak
lemas,
Palpasi : turgor kulit tidak elastis dan nyeri saat ditekan
Auskultasi : terdengar peningkatan pada bising usus,
4) pemeriksaan penunjang meliputi : pemeriksaan tinja dan
pemeriksaan darah lengkap
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan pada penyakit diare adalah :
a. Hipovolemia
1) Definisi : Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intraseluler
2) Penyebab :
a) Kehilangan cairan aktif
b) Kegagalan mekanisme regulasi
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Kekurangan intake cairan
e) Evaporasi
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektf : tidak tersedia
Objektif :
a) Frekuensi nadi meningkat
b) Nadi teraba lemah
c) Tekanan darah menurun
d) Tekanan nadi menyempit
e) Turgor kulit menurun
f) Membran mukosa kering
g) Volume urin menurun
h) Hematokrit meningkat
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a) Merasa lemah
b) Mengeluh haus
Objektif :
Ari Yunita, Rilyanti, & Lidya Aryanti. (2022). Efektifitas Terapi Pemberian Madu
Untuk Menurunkan Frekuensi Diare Di Desa Margarejo Lampung Selatan.
vol.5, 118–120.
Dr. Aprina, S.Kp., M. K., Lina Mahayanty, M.Kep., Ns., S. K. A., & Kili Astarani,
S.Kp., Ns., M. K. (2022). Buku Ajar Anak S1 Keperwatan (Abdul Karim, Eka
Purnawati, Gufron Muhaimin, & Lucky Dwi Caraka (eds.); Jilid I). Mahakarya
Citra Utama Group.
Dwi Wulandari, S.Kep., Ns., M. ke., & Ns. Meira Erawati, S.Kep., M. S. M. (2015).
Buku Ajar Keperawatan Anak (Marjeck (ed.); Cetakan 1). Pustaka Belajar.
Dyana Apriany, S.Kp., M. K., Alvi Ratna Yuliana, S.Kep., Ns., M. K., & Lia
Herliana, S.Kep., Ns., M. K. (2022). Buku Ajar Anak DIII Keperawatan
(Muhammad Rangga Alfiansyah & S. A. Ahmad (eds.); Jilid II). Mahakarya
Citra Utama Group.
Findawati, Resmana, Nurchasanah, R., & Yuni. (2022). Evidence Based Case
Report ( Ebcr ) : Pemberian Madu Dapat Menurunkan Frekuensi Diare Pada
Balita Di Puskesmas Padasuka. vol.3, 113–121.
Herawati, Ita, Ayu, & Mia. (2020). Efektifitas Terapi Pemberian Madu Pada Balita
Diare dengan Hipovolemia. vol.5, 10.
Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., N. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Anak (Ari M@ftuhin (ed.); pertama). CV. Trans Info Medika.
Merisa Yuni Nur Alita. (2022). Penerapan Pemberian Madu Untuk Mengatasi
Hipovolemia Pada Anak Dengan Diare. VOL.5, 8.
Paramita, L. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare Di Ruang 2
Ibu Dan Anak Rs Reksodiwiryo Padang. vol.3.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Titik Lestari. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Anak (Cetakan 1, pp. 63–
150). Nuha Medika.