Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA


ANAK YANG MENGALAMI
HIPOVOLEMIA AKIBAT DIARE
DENGAN INTERVENSI TERAPI MADU”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
TINGKAT 2B

MARISKA SUKIRMAN (BT2101043)


HASTUTI PERMATA SARI (BT2101037)
AYU ANDINI (BT2101033)
MUHAMMAD ZAKI REHAN (BT2101045)
MUTMAINNA (BT2101047)
TENRI RAWE (BT2101057)
YURIKA PARAMIDA (BT2101092)

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan
yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah
Keperawatan anak
Sekaligus pula saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada Ibu Hj. Mardiana S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen pengampuh
pada mata kuliah Keperawatan anak yang telah menyerahkan kepercayaannya
kepada saya guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Saya juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu
berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait Asuhan Keperawatan pada anak yang mengalami hipovolemia akibat diare
dimasa yang akan datang. Selain itu saya juga sadar bahwa pada makalah saya ini
dapat ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, saya benar-benar menanti kritik dan saran untuk kemudian dapat saya
revisi dan saya tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali kali lagi saya menyadari
bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang konstruktif.
Di akhir saya berharap makalah sederhana saya ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Saya pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah saya terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati.

Watampone, 19 Mei 2023


Penyusun

KELOMPOK 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................... ii

BAB I PEMBAHASAN

A. Konsep Medik ........................................................................................... 3


B. Konsep Hipovolemia .................................................................................. 10
C. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................................... 11
D. Pengaruh Terapi madu terhadap Penurunan Hipovolemia ........................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIK
1. Pengertian
Diare merupakan manifestasi klinis pada infeksi gastrontestinal. Diare
adalah suatu gejala yang diakibatkan oleh gangguan yang melibatkan
pencernaan, absorbsi, dan fungsi sekresi. Diare disebabkan oleh
transportasi air dan elektrolit usus yang tidak normal (Dwi Wulandari,
S.Kep., Ns. & Ns. Meira Erawati, S.Kep., 2015).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi dari tinja, yaitu melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari (Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., 2013).
Diare merupakan keadaan defekasi atau BAB abnormal yang terjadi
lebih dari 3 kali sehari dengan konstipasi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus (Titik Lestari, 2016).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diare adalah suatu keadaan atau suatu
kondisi yang dimana seseorang mengalami pengenceran pada veses atau
tinja dan terjadi perubahan atau peningkatan dalam buang air besar lebih
dari 3 kali sehari karena masalah pada sistem pencernaan.
2. Etiologi
a. Faktor infeksi
Infeksi enternal; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E coli,
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T.hominis) dan jamur
(Calbicans). Infeksi parenteral; merupakan infeksi diluar sistem
pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : otitis media akut,
tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya (Titik Lestari,
2016).
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting pada
bayi dan anak. disamping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan
protein (Titik Lestari, 2016).
c. Faktor makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan
alergi terhadap jenis makanan tertentu (Kartika Sari Wijayaningsih,
S.kep., 2013).
d. Faktor psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) yang
berlebihan menghasilkan hormon serotonin yang ada disaluran
pencernaan sehingga dapat memengaruhi otak untuk meningkatkan
pergerakan usus (Dyana Apriany, S.Kp. et al., 2022).
3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. kedua akibat rangsangan tertentu
(misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus (Titik Lestari, 2016).
Invasi saluran pencernaan oleh mikroorganisme pathogen akan
menghasilkan peningkatan sekresi usus sebagai akibat dari enteroktosin,
mediator sitotoksik atau penurunan absorbsi usus akibat kerusakan atau
peradangan usus. Pathogen ini menempel pada sel-sel mukosa dan
membentuk alas seperti cangkir tempat bakteri beristirahat. Patogenesis
diare tergantung pada apakah organisme tersebut tetap ada melekat pada
permukaan sel, menghasilkan sekresi toksin (non invasive, diare tipe non
inflamasi) atau menembus mukosa (pada diare sistemik). Akibat
enteroktoksin yang dilepaskan setelah menempel pada mukosa seringkali
menimbulkan diare non inflamasi (Dyana Apriany, S.Kp. et al., 2022).
Gangguan sirkulasi juga sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan
(shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengaibatkan perdarahan otak,
kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal
(Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., 2013).
4. Manifestasi klinis
Menurut Titik Lestari (2016), manifestasi klinis pada anak penderita diare
yaitu :
a. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
b. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
d. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekanan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
g. Dieuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
h. Bila terjadi asidosis metabolik klian akan tampak pucat dan pernapasan
cepat dan dalam
5. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang diakibatkan diare menurut Kartika Sari
Wijayaningsih, S.kep (2013) antara lain :
a. Dehidrasi ringan hingga berat.
b. Sepsis, infeksi berat yang bisa menyebar ke organ lain.
c. Malnutrisi terutama pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun yang
dapat mengakibatkan penurunan kekebalan tubuh anak.
d. Ketidakseimbangan elektrolit karena elektrolit ikut terbuang bersama
air yang keluar saat diare yang ditandai dengan lemas hingga kejang.
e. Kulit di sekitar anus mengalami iritasi karena pH tinja yang asam.

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan bagi anak karena sebagian
besar diare dapat sembuh dengan sendirinya, sebaliknya pemeriksaan perlu
dilakukan pada anak yang mengalami dehidrasi dan mendapatkan terapi
intravena (Paramita, 2017).
Pemeriksaan penunjang untuk pasien diare menurut Dyana Apriany,
S.Kp. et al., (2022) meliputi :
a. Pemeriksaan feses (makroskopis dan mikroskopis)
1) Feses yang berair dan eksplosif menunjukkan adanya intoleransi
glukosa
2) Feses yang berbau busuk dan berminyak menunjukkan malabsorpsi
lemak
3) Diare akibat awal pemberian susu sapi, buah-buahan dan sereal
kemungkinan adanya intoleransi protein atau defisiensi enzim
4) Adanya darah dalam feses menunjukkan adanya gastroenteritis
bacterial
5) Apabila ditemukan eosinophil dalam feses kemungkinan anak
mengalami intoleransi protein atau adanya infeksi parasit
b. Kultur feses, dilakukan apabila terdapat mucus, darah atau leukosit
polimorfonuklear pada feses
c. Pemeriksaan darah, hitung darah lengkap, serum elektrolit, blood urea
nitrogen penting dilakukan pemeriksaan terutama bagi diare dengan
dehidrasi sedang dan berat.
7. Penatalaksanaan medik
Anak yang menderita dehirasi berat memerlukan rehidrasi intravena
secara cepat dengan pengawasan yang ketat dan dilanjutkan dengan
rehidrasi oral segera setelah anak membaik. Anak dengan dehidrasi berat
harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi
rehidrasi oral. mulai diberikan cairan intravena segera. Pada saat infus
disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Catatan: larutan
intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat. Tersedia juga larutan Ringer
Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal
(NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak
efektif dan jangan digunakan (Dr. Aprina, S.Kp. et al., 2022).
Menurut Titik Lestari (2016) penatalaksanaan medik dengan
penderita diare pada anak yaitu :
a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan)
Tindakan :
1) Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari
biasanya
2) Asi (air susu ibu) diteruskan-makanan diberikan seperti biasanya
3) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke puskesmas
terdekat
b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang
Tindakan :
1) Berikat oralit
2) ASI diteruskan
3) Teruskan pemberian makanan
4) Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
5) Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke puskesmas
terdekat
c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat
Tindakan :
1) Segera bawa ke rumah sakit/puskesmas dengan fasilitas perawatan
2) Oralit dan asi diteruskan selama masih bisa minum
d. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat
badan dari 7 kg, jenis makanan:
1) Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
lemak tak
Jenuh)
2) Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat/nasi tim)
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
e. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain
B. KONSEP HIPOVOLEMIA
1. Definisi
Hipovolemia adalah penurunan volume cairan intavaskular,
interstisial, dan/atau intaseluler (PPNI, 2017). Hipovolemia juga diartikan
sebagai suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan ekstraseluler
(CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit, ginjal,
gastrointestinal, perdarahan (Paramita, 2017).
2. Etiologi
Penyebab hipovolemia adalah kehilangan cairan aktif melalui (kulit,
gastrointestinal, dan ginjal), kegagalan mekanisme regulasi, peningkatan
permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan, evaporasi (PPNI, 2017).
3. Klasifikasi
Klasifikasi tingkat dehidrasi dengan diare menurut Merisa Yuni Nur Alita
(2022).
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda : a. beri cairan untuk
a. Letargis/tidak sadar diare dengan
b. Mata cekung dehidrasi berat
c. Tidak bisa minum atau
malas minum
d. Cubitan kulit perut kembai
sangat ( ≥ 2 detik )
Dehidrasi ringan Terdapat 2 atau lebih tanda : a. beri anak cairan
atau sedang a. Rewel, gelisah dengan makanan
b. Mata cekung untuk dehidrasi
c. Minum dengan lahap, haus ringan
d. Cubitan kulit kembali b. setelah rehidrasi,
dengan lambat nasehati ibu untuk
penanganan di rumah
dan kapan kembali
segera
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda a. Beri cairan dan
untuk diklasifikasikan sebgai makanan untuk
dehidrasi ringan atau berat menangani diare di
rumah
b. Nasehati ibu kapan
kembali segera
c. Kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari
jika tidak membaik

4. Alat ukur
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada anak dengan diare menurut Paramita
(2017) meliputi :
a. Anamnesis : pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) keluhan utama : Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB)
lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/ sedang), atau
BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan
kemungkinan timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur
empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi
dan sifatnya makin lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e) Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak.
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi
dehidrasi. Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine
sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine
dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat).
3) Pemeriksaan fisik
Inspeksi : mata tampak cekung, bibir tampak kering, ubun-ubun
tampak cekung, abdomen tampak mengalami pembesaran, kulit
tidak elastis, terjadinya penurunan berat badan, pada area anus
tampak luka atau kemerahan.
Perkusi : adanya perasaan penuh pada daerah perut, klien tampak
lemas,
Palpasi : turgor kulit tidak elastis dan nyeri saat ditekan
Auskultasi : terdengar peningkatan pada bising usus,
4) pemeriksaan penunjang meliputi : pemeriksaan tinja dan
pemeriksaan darah lengkap
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan pada penyakit diare adalah :
a. Hipovolemia
1) Definisi : Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial,
dan/atau intraseluler
2) Penyebab :
a) Kehilangan cairan aktif
b) Kegagalan mekanisme regulasi
c) Peningkatan permeabilitas kapiler
d) Kekurangan intake cairan
e) Evaporasi
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektf : tidak tersedia
Objektif :
a) Frekuensi nadi meningkat
b) Nadi teraba lemah
c) Tekanan darah menurun
d) Tekanan nadi menyempit
e) Turgor kulit menurun
f) Membran mukosa kering
g) Volume urin menurun
h) Hematokrit meningkat
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a) Merasa lemah
b) Mengeluh haus

Objektif :

a) Pengisian vena menurun


b) Status mental berubah
c) Suhu tubuh meningkat
d) Konsentrasi urin meningkat
e) Berat badan turun tiba-tiba
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai tujuan (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
Luaran (Outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien
keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan
(PPNI, 2019).
Intervensi keperawatan
Diagnosis Tujuan & kriteri hasil SOP
keperawatan
Hipovolemia Status Cairan ( L.03028) Terapi Madu
(D.0023) Tujuan : setelah dilakukan tindakan a. Persiapan alat
keperawatan selama 3x24 jam maka 1) 5 cc madu murni
diharapkan status cairan membaik 2) 10 cc air putih hangat
Kriteria Hasil : 3) sendok the dan gelas
a. Turgor kulit meningkat b. Fase orientasi
b. Membran mukosa membaik 1) Mengucapkan salam
c. Intake cairan membaik 2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan
4) Menjelaskan prosedur
5) Menanyakan kesiapan pasien
c. Fase kerja
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Periksa derajat dehidrasi
3) Pemberian terapi madu secara
oral :
Madu 5ml pada sendok teh
dengan pengenceran
menggunakan air putih hangat
menjadi 10ml pada masing-
masing pemberian
4) Catatan atau evaluasi tunggu 1
hari setelahnya untuk melihat
reaksi setelah dilakukannya
terapi pemberian madu
5) Catat frekuensi diare dan
konsitensi feses setelah
diberikan terapi madu
berdasarkan hasil pengamatan
yang diberikan kepada orang
tua atau pendamping
d. Fase terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Menyampaikan rencana tindak
lanjut
3) Berpamitan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yaitu seragkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dalam masalah status kesehatan.
Status kesehatan yang dikelola secara baik nantinya menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan (Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., 2013).
Adapun pelaksanaan terapi yang dipilih pada ketiga jurnal yaitu pada
jurnal 1 : dengan memberikan terapi madu selama 3 hari sebanyak 5cc
dengan 3x sehari pada jam (08.00, 14.00, dan 18.00). Jurnal 2 : setelah
dilakukan terapi kombinasi yaitu terapi ORS (oralite rehidratian situation)
dengan madu, dengan memberikan terapi oralite per 6 jam atau 2x/hari 200
ml atau segelas, lalu dicampurkan dengan madu 5 ml (1 sendok) didapatkan
penurunan frekuensi BAB menjadi 1 kali sehari dengan konsistensi feses
padat lunak. Jurnal 3 : dilakukan terapi madu sebanyak 5cc dalam 3 kali
sehari selama 3 hari, frekuensi diare pada An. V mengalami penurunan
frekuensi menjadi 2 kali sehari
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah langkah terakhir dalam rangkaian proses
keperawatan dan berguna apakah tujuan intervensi keperawatan yang
diterapkan telah tercapai atau diperlukan pendekatan yang berbeda (Merisa
Yuni Nur Alita, 2022).
Evaluasi keperawatan disusun dengan metode SOAP. Evaluasi
keperawatan dilaksanakan selama 2-3 hari dilakukan penerapan terapi
madu. Hasil evaluasi dari diagnosis Hipovolemia berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif, setelah 3 hari melakukan asuhan keperawatan
didapatkan turgor kulit meningkat, Membran mukosa membaik, Intake
cairan membaik dan frekuensi BAB menurun dengan konsistensi lembek.
D. PENGARUH TERAPI MADU TERHADAP PENURUNAN
HIPOVOLEMIA
1. Definisi
Terapi madu adalah pemberian madu untuk mengobati diare karena
madu mengandung sifat antibacterial dan efek madu sebagai prebiotic
sehingga dapat menghambat kolonisasi banyak bakteri penyebab diare
(Herawati et al., 2020).
Madu telah terbukti memiliki beberapa efek antibakteri, antiinflmasin
dan antioksidan. Efek antibakteri madu membuat kondisi di dalam perut
tidak kondusif untuk pertumbuhan bakteri, baik bakteri gram positif
maupun negatif (Merisa Yuni Nur Alita, 2022).
2. Tujuan
a. Tujuan dari terapi madu ini yaitu untuk mengatasi hipovolemia pada
anak akibat diare.
b. untuk membantu terbentuknya jaringan granulasi sehingga dapat
memperbaiki kerusakan permukaan usus dan efek madu sebagai
prebotik yang dapat membunuhkan kuman komensial dalam usus
dengan kemampuan melekat pada enterosit mukosa usus sehingga
dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakter penyebab diare
termasuk virus (Merisa Yuni Nur Alita, 2022).
3. Manfaat
Manfaat pemberian madu adalah menganti cairan tubuh yang hilang
akibat diare. Dalam cairan rehidrasi, madu dapat meningkatkan penyerapan
kalium dan air tanpa meningkatkan penyerapan natrium. ini membantu
memperbaiki mukosa usus yang rusak, merangsang pertumbuhan jaringan
baru dan bertindak sebagai agen anti-inflamasi (Findawati et al., 2022).
4. Pengaruh terapi madu untuk menurunkan hipovolemia (mekanisme kerja
intervensi yang dipilih),
Berdasarkan hasi analisa dari ketiga jurnal sebagian besar anak yang
mengalami hipovolemia akibat diare setelah diberikan madu mengalami
penurunan frekuensi diare dengan rata-rata sebanyak 2-3 kali dalam 24 jam
dengan konsistensi feses masih cair berampas dan lembek.
Pada penelitian Merisa Yuni Nur Alita (2022), 2 pasien anak balita
menunjukkan adanya perubahan frekuensi BAB dan menurunnya derajat
dehidrasi, dengan memberikan terapi madu selama 3 hari sebanyak 5cc
dengan 3x sehari pada jam (08.00, 14.00, dan 18.00), pada pasien 1
sebelum dilakukan pemberian terapi madu, frekuensi BAB 5x/hari dengan
derajat dehidrasi sedang setelah diberikan terapi madu frekuensi BAB
menjadi 2x/hari tidak dehidrasi, sedangkan pada pasien 2 sebelum
dilakukan pemberian terapi madu frekuensi BAB 4x/hari dengan derajat
dehidrasi sedang setelah diberikan terapi madu frekuensi BAB menjadi
1x/hari tidak dehidrasi. Menurut Merisa Yuni Nur Alita (2022), bahwa
Kandungan zat mineral, garam-garaman (klorida) seperti sodium, kalium,
potasium, kalsium, magnesium, dan vitamin yang ada dalam madu
sehingga membantu kerja saluran pencernaan serta dapat membentuk
keseimbangan pada gerakan yang mendukung kerja usus pencernaan dan
membuat alurnya menjadi teratur. Kemampuan madu untuk membantu
terbentuknya jaringan granulasi sehingga dapat memperbaiki kerusakan
permukaan usus dan efek madu sebagai prebotik yang dapat membunuhkan
kuman komensial dalam usus dengan kemampuan melekat pada enterosit
mukosa usus sehingga dapat menghambat kolonisasi sejumlah bakter
penyebab diare termasuk virus. Dari hasil analisa jurnal peneliti beropini
bahwa madu dapar membantu menghambat bakteri dan menjadikan
penyerapan makanan diusus menjadi normal kembali sehingga bising usus
kembali normal dan frekuensi diare berkurang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Findawati et al., (2022)
didapatkan hasil bahwa pada pasien An.A umur 3 tahun sebelum dan
setelah dilakukan terapi menunjukkan adanya perubahan frekuensi BAB.
Sebelum dilakukan terapi frekuensi BAB 5 kali sehari dengan konsistensi
cair, dan setelah dilakukan terapi kombinasi yaitu terapi ORS (oralite
rehidratian situation) dengan madu, dengan memberikan terapi oralite per
6 jam atau 2x/hari 200 ml atau segelas, lalu dicampurkan dengan madu 5
ml (1 sendok) didapatkan penurunan frekuensi BAB menjadi 1 kali sehari
dengan konsistensi feses padat lunak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
menyatakan bahwa oralit merupakan osmolaritas intake cairan.
Kekurangan cairan yang disebabkan diare dapat dicegah dengan
mengkonsumsi oralit. Pemberian oralit yang dikombinasikan dengan madu
mampu mencegah diare penyebab spesies bakteri, jamur dan virus. Madu
memiliki komposisi kimia yang kompleks. Bahan utamanya adalah
fruktosa, glukosa dan 4-5% frukto-oligosakarida, yang berperan sebagai
prebiotik yang mengandung senyawa organik dengan sifat antibakteri,
antara lain inhibin dari golongan flavanoid, glikosida dan pelifenol.
Mekanisme kerja senyawa organik adalah senyawa fenolik yang mencegah
proses metabolisme mikroorganisme (Eschericia coli) sebagai salah satu
penyebab diare.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ari Yunita et al., (2022) pada
anak balita menunjukkan adanya perubahan frekuensi BAB sebelum dan
setelah dilakukan terapi madu. Hasil yang didapatkan yaitu frekuensi diare
setelah penerapan pemberian terapi madu pada An. V sebagai penderita
diare yaitu ditandai dengan diare lebih dari 3 kali sehari, rewel, mukosa
bibir kering, maka subjek tersebut termasuk dalam diare dengan dehidrasi
ringan. setelah dilakukan terapi madu sebanyak 5cc dalam 3 kali sehari
selama 3 hari, frekuensi diare pada An. V mengalami penurunan frekuensi
menjadi 2 kali sehari. Menurut Herawati, R. (2017) bahwa pemberian madu
bisa menghambat terbentuknya jaringan granulasi dan memperbaiki
permukaan kripte usus, mukosa usus yang membaik dapat meningkatkan
penyerapan makanan, bisisng usus dan mengurangi frekuensi diare. Dari
hasil analisa jurnal peneliti beropini bahwa madu mengandung banyak
manfaat salah satunya yaitu sebagai anti bakteri dan anti inflamasi yang
dapat berguna untuk mengatasi bakteri penyebab diare sehingga dapan
menurunkan frekuensi diare.
DAFTAR PUSTAKA

Ari Yunita, Rilyanti, & Lidya Aryanti. (2022). Efektifitas Terapi Pemberian Madu
Untuk Menurunkan Frekuensi Diare Di Desa Margarejo Lampung Selatan.
vol.5, 118–120.
Dr. Aprina, S.Kp., M. K., Lina Mahayanty, M.Kep., Ns., S. K. A., & Kili Astarani,
S.Kp., Ns., M. K. (2022). Buku Ajar Anak S1 Keperwatan (Abdul Karim, Eka
Purnawati, Gufron Muhaimin, & Lucky Dwi Caraka (eds.); Jilid I). Mahakarya
Citra Utama Group.
Dwi Wulandari, S.Kep., Ns., M. ke., & Ns. Meira Erawati, S.Kep., M. S. M. (2015).
Buku Ajar Keperawatan Anak (Marjeck (ed.); Cetakan 1). Pustaka Belajar.
Dyana Apriany, S.Kp., M. K., Alvi Ratna Yuliana, S.Kep., Ns., M. K., & Lia
Herliana, S.Kep., Ns., M. K. (2022). Buku Ajar Anak DIII Keperawatan
(Muhammad Rangga Alfiansyah & S. A. Ahmad (eds.); Jilid II). Mahakarya
Citra Utama Group.
Findawati, Resmana, Nurchasanah, R., & Yuni. (2022). Evidence Based Case
Report ( Ebcr ) : Pemberian Madu Dapat Menurunkan Frekuensi Diare Pada
Balita Di Puskesmas Padasuka. vol.3, 113–121.
Herawati, Ita, Ayu, & Mia. (2020). Efektifitas Terapi Pemberian Madu Pada Balita
Diare dengan Hipovolemia. vol.5, 10.
Kartika Sari Wijayaningsih, S.kep., N. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Anak (Ari M@ftuhin (ed.); pertama). CV. Trans Info Medika.
Merisa Yuni Nur Alita. (2022). Penerapan Pemberian Madu Untuk Mengatasi
Hipovolemia Pada Anak Dengan Diare. VOL.5, 8.
Paramita, L. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare Di Ruang 2
Ibu Dan Anak Rs Reksodiwiryo Padang. vol.3.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperwatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Titik Lestari. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Anak (Cetakan 1, pp. 63–
150). Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai