Anda di halaman 1dari 11

Link Materi Ergo (pencahayaan) :

- http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf
- https://media.neliti.com/media/publications/217750-hubungan-antara-penglihatan-
pencahayaan.pdf
- https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/216507990705501004
- https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@americas/@ro-lima/@sro-port_of_spain/
documents/presentation/wcms_250198.pdf
-https://hosting.iar.unicamp.br/lab/luz/ld/Arquitetural/Handbooks/
lighting_in_the_workplace.pdf
- https://www.hse.gov.uk/humanfactors/topics/lighting.htm
- https://www.hse.gov.uk/pubns/priced/hsg38.pdf
- http://kmk353.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/6482/2017/08/PPT-UEU-
Laboratorium-K3-Pertemuan-5.pdf
- https://farmasiindustri.com/wp-content/uploads/2021/02/pengukuran-intensitas-penerangan-
di-tempat-kerja.pdf
- https://media.neliti.com/media/publications/58389-ID-analisis-pencahayaan-ruang-kerja-
studi-k.pdf
- https://jdih.kemnaker.go.id/asset/data_puu/Permen_5_2018.pdf
- https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj/article/view/21901/10402
- https://ojs.uajy.ac.id/index.php/komposisi/article/viewFile/1112/941

1. Mahasiswa mampu melakukan penjelasan mengenai vision (penglihatan)


2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep cahaya
Menjawab pertanyaan mengenai intensitas pencahayaan yang diperbolehkan untuk setiap
tempat kerja
PENCAHAYAAN
I. Sistem Penglihatan Manusia
Mata, cahaya, dan penglihatan merupakan hal yang saling berkaitan dan
merupakan komponen penting dalam bekerja. Penglihatan adalah proses
memfokuskan cahaya yang masuk ke area retina yang benar. Hasil dari pemfokusan
cahaya tersebut akan diubah menjadi bayangan yang dilihat oleh mata kita.
Pencahayaan dan penglihatan saling bergantung dan keduanya harus dipertimbangkan
saat merancang lingkungan kerja untuk efisiensi maksimum. Untuk mempelajari
terkait pencahayaan yang baik, maka kita harus memahami sistem penglihatan
manusia terlebih dahulu.
A. Anatomi dan Fisiologi
Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter ± 2,5 cm. Bola mata
terletak dalam batalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata
dan ditempat lain dengan tulang orbita. Bola mata terdiri atas :

a) Dinding mata, terdiri dari:


 Kornea dan sclera
 Selaput khoroid, korpus siliaris, iris dan pupil.
b) Medium tempat cahaya lewat, terdiri dari :
 Kornea
 Acqueous humour
 Lensa
 Vitreous humour
c) Jaringan nervosa, terdiri dari :
 Sel-sel saraf pada retina
 Serat saraf yang menjalar melalui sel-sel ini.
Sklera merupakan lapisan pembungkus bagian luar mata yang mempunyai
ketebalan ± 1 mm. Seperenam luas sclera di bagian depan merupakan lapisan
bening yang disebut kornea. Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya,
melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Di sebelah dalam
kornea ada iris dan pupil. Iris berfungsi mengatur bukaan pupil secara otomatis
menurut jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris berwarna karena mengandung
pigmen, wama dari iris bervariasi sesuai dengan jumlah pigmen yang terdapat di
dalamnya, makin banyak kandungan pigmen makin gelap warna iris. Pupil
berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. Dalam keadaan terang
bukaan pupil akan kecil, sedangkan dalam keadaan gelap bukaan pupil akan
membesar. Diameter bukaan pupil berkisar antara 2 sampai 8 mm.
Selaput khoroid adalah lapisan berpigmen diantara sklera dan iris,
fungsinya memberikan nutrisi. Korpus siliaris merupakan lapisan yang tebal,
berbentuk seperti cincin yang terbentang dari ora serata sampai ke iris. Fungsinya
adalah untuk terjadinya akomodasi, proses muskulus siliaris harus berkontraksi.
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina.
Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat
pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari
jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat
(cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal. Lensa terletak diantara iris
dan kornea, terpisah oleh aquerus humour. Aquerus humour adalah suatu cairan
yang komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Demikian pula antara
lensa mata dan bagian belakang mata terisi semacam cairan kental (vitreous
humour). Vitreous humour adalah suatu cairan kental yang mengandung air dan
inukopolisakarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk membiaskan
cahaya sehingga tepat jatuh pada fofea atau dekat fofea.
Bagian penting mata lainnya adalah retina. Retina adalah bagian saraf
mata, tersusun atas sel-sel saraf dan serat-seratnya.Sel-sel saraf terdiri atas sel
saraf bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka cahaya tetapi
tidak dapat membedakan warna, sedangkan sel saraf kerucut kurang peka cahaya
tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar sepanjang retina
sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fofea dan mempunyai hubungan
tersendiri dengan serat saraf optik.
Pada retina terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fofea) dan bintik
buta (blind spot). Pada bintik kuning (fofea) terdapat sejumlah sel saraf kerucut
sedangkan pada bintik buta tidak terdapat sel saraf batang maupun kerucut. Suatu
objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada
fofea. Dalam hal ini lensa mata akan bekerja otomatis untuk memfokuskan
bayangan objek tersebut sehingga tepat jatuh pada bagian fofea (Haeny, 2009).
B. Masuk Cahaya ke Mata
Mata menyerupai kamera tetapi bekerja lebih baik dari kamera karena
beraksi secara otomatis, hampir tepat dan cepat tanpa harus ada penyesuaian yang
dilakukan. Proses dimana cahaya memasuki mata adalah sebagai berikut :

 Cahaya memasuki mata melalui kornea yang transparan.


 Kemudian menjalar melaui lensa yang membalikkan cahaya tersebut.
 Kemudian membentuk gambaran balik pada retina
Retina mengubah cahaya ke dalam impuls syaraf. Impuls tersebut
melewati sepanjang syaraf optikus dan traktus ke otak, disampaikan ke korteks
oksipitalis dan disana diinterpietasikan sebagai gambar.
Jumlah cahaya yang memasuki mata diatur oleh ukuran dari pupil. Iris
berfungsi sebagai diafragma, ukuran pupil dikontrol oleh serat - serat otot sirkuler
dan radial. Otot - otot dari iris dikontrol oleh :
 Serat simpatis yang berasal dari ganglion servikalis superior pada rantai
simpatis di leher. Impuls yang menjaiar sepanjang serat tersebut mendilatasi
pupil dengan cara relaksasi serat sirkular.
 Serat parasimpatis yang menjalar dengan syaraf kranial ke-3
(okulomotorius): impuls sepanjang serat tersebut menyebabkan konstriksi
pupil dengan cara relaksasi serat radial.
Pupil membesar pada saat gelap dan berkonstriksi pada keadaan terang.
Ukuran pupil setiap saat disebabkan oleh keseimbangan antara stimulasi
simpatis dan parasimpatis. Kekuatan penglihatan diperiksa dengan bantuan alat
grafik Snellens. Ukuran dan bentuk dari masing - masing huruf pada grafik
tersebut pada setiap detailnya harus mempunyai sudut pandang 1 menit ketika
dilihat pada jarak 6 meter. Mata normal dapat melihat pada jarak 6 meter baris
ke-6 dengan jelas. Bila seseorang pada jarak tersebut hanya dapat melihat dengan
jelas pada huruf yang dua kali lebih besar, penglihatannya dicatat sebagai 6/12.
Bila seseorang dapat melihat dengan jelas hanya pada huruf- huruf yang terbesar
(yang untuk mata normal harus terlihat dengan jarak sejauh 60 meter)
penglihatannya tercatat sebagai 6/60 (Haeny, 2009).
C. Permasalahan Sistem Penglihatan
Beberapa masalah pada sistem penglihatan manusia juga memberikan
kemampuan yang berbeda-beda dalam melihat. Permasalahan tersebut antara lain
adalah (Wibisono, 2009) :
a) Permasalahan fokus mata. Masalah ini merupakan kondisi dimana seseorang
tidak dapat memfokuskan penglihatan pada sebuah objek visual tertentu
secara jelas. Contoh seperti : Myopia, Hyperopia, Astigmatism, Presbyopia.
b) Penglihatan warna abnormal. Yang ter masuk dalam katagori ini adalah buta
warna parsial dan buta warna total. Sebuah penelitian mengatakan bahwa +/-
8,1% manusia mengalami problem ini.
c) Penambahan usia. Penambahan usia pada manusia juga akan berpengaruh
pada ketajaman dan kecepatan penglihatan. Selain itu secara psikologis
persepsi terhadap warna pada tingkatan perbedaan usia juga mengalami
perbedaan.
d) Keterbatasan penglihatan. Keterbatasan penglihatan dapat disebabkan oleh
pe-nyakitpenyakit tertentu seperti : katarak, glukoma, dan lain-lain.
e) Faktor genetis. Yang termasuk didalam nya adalah penyakit turunan yang
menyebabkan kelainan pada sistem penglihatan, salah satu contoh dari
kelainan ini adalah buta warna. Sebagian dari penderita buta warna
merupakan penyakit bawaan yang diturunkan oleh orang tuanya. Selain itu,
faktor genetik juga akan mempengaruhi warna kulit seseorang. Warna kulit
pada manusia dipengaruhi oleh pigmen yang memberikan warna tertentu
pada warna kulitnya, pigmen-pigmen tersebut juga tersebar pada retina mata
manusia tersebut. Oleh karena perbedaan pigmen tersebut, kemampuan
melihat pada se seorang secara tidak langsung akan terpengaruh oleh warna
kulitnya.
II. Pencahayaan
A. Definisi Pencahayaan
Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektik. Penerangan yang baik
adalah penerangan yang memungkinkan orang dapat melihat obyek yang
dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.
Perencanaan penerangan harus mempertimbangkan faktor intensitas penerangan di
bidang kerja, karena perbedaan penggunaan ruangan memerlukan intensitas
penerangan yang juga berbeda.
Kualitas penerangan yang tidak memadai berefek buruk bagi penglihatan,
juga untuk lingkungan sekeliling tempat kerja, maupun aspek psikologis, yang
dapat dirasakan sebagai kelelahan, rasa kurang nyaman, kurang kewaspadaan
sampai kepada pengaruh yang terberat seperti kecelakaan.
Intensitas penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk memberikan
penerangan kepada benda-benda yang merupakan obyek kerja, peralatan atau
mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu diperlukan intensitas
penerangan yang optimal. Selain menerangi obyek kerja, penerangan juga
diharapkan cukup memadai menerangi keadaan sekelilingnya (Rohadi & Yulianti,
2017).
B. Sumber Pencahayaan
Berdasarkan sumbemya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu,
penerangan alamiah dan penerangan buatan.
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi
menurut jam, musim dan tempat. Pada penggunaan pencahayaan alami
diperlukan jendela – jendela yang besar, dindng kaca dan dinding yang banyak
dilobangi, sehingga pembiayaan bangunan menjadi mahal. Beberapa kelebihan
cahaya dan sinar matahari adalah: [1] Bersifat alami (natural). Manusia pada
dasarnya ingin Pencahayaan Buatan selalu dekat dengan alam. Apabila
manusia memaksakan diri untuk hidup terpisah dari lingkungan alami akan
memicu ketegangan batin maupun fisik. Cahaya matahari memiliki kegunaan
baik fisik maupun nilai spiritual yang tidak dapat digantikan oleh cahaya
buatan. [2] Tersedia berlimpah; [3] Tersedia secara gratis; [4] Terbarukan; [5]
Memiliki spektrum cahaya lengkap; [6] Memiliki daya panas dan kimiawi
yang diperlukan bagi makhluk hidup di Bumi, misalnya untuk proses
pembentukan pro-vitamin D menjadi vitamin D dalam tubuh manusia yang
membutuhkan bantuan dari sinar matahari pagi; [7] Dinamis. Arah marahari
selalu berubah oleh rotasi Bumi maupun oleh peredaran Bumi terhadap
matahari. [8] Dapat digunakan untuk terapi (heliotherapy); [9] Lebih alami
bagi irama tubuh; dan [10] Keperluan fotografi alami.
Beberapa kelemahan cahaya matahari jika dipergunakan untuk
pencahayaan ruangan adalah adalah: [1] Pada bangunan berlantai banyak dan
gemuk (berdenah rumit), sulit untuk memanfaatkan cahaya alami matahari; [2]
Intensitasnya tidak mudah diatur, dapat sangat menyilaukan, atau sangat
redup; [3] Tidak tersedia pada malam hari; [5] Membawa serta panas ke dalam
ruangan; dan [6] Dapat memudarkan warna (Chandra & Amin, 2013).
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayan alami tidak memadai atau
posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat
dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut (Haeny, 2009) :
 Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan.
 Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada
tempat kerja.
 Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.
Salah satu kelemahan dari cahaya buatan adalah cahaya buatan
memerlukan energi. Terutama jika energi tersebut berasal dari sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui, misalnya minyak bumi dan batu bara.
Namun sekarang ini telah banyak ditemukan cara untuk menghasilkan energi
dari matahari, air dan angin, sehingga kekurangan utama cahaya buatan ini
dapat terus diperkecil (Chandra & Amin, 2013).
Ada beberapa sumber cahaya buatan, misalnya lilin, obor, dan lampu.
Selain itu, ada begitu banyak jenis lampu yang dijual di toko yang termauk
pencahayaan buatan, antara lain adalah lampu pijar (incandescent), lampu
flourescent, lampu HID (High Density Discharge), dan lampu LED (Light
Emitting Diode). Dalam penggunaannya, kesesuaian tipe lampu dan jumlah
lampu serta perlengkapan lampu yang digunakan berdasarkan atas beberapa
pertimbangan yang antara lain adalah sebagai berikut
a) Effisiensi perlengkapan lampu
b) Jumlah cahaya yang dihasilkan lampu (lumen)
c) Daya pantul (relectance) permukaan sekitarnya
d) Efek dari hilangnya cahaya sebagai akibat penurunan lumen lampu oleh
karena kotoran yang menutupi lampu dan perlengkapannya.
e) Bentuk dan ukuran ruangan
f) Ketersedian sumber cahaya alami
C. Pencahayaan di Tempat Kerja
Faktor penting yang mempengaruhi kemampuan pekerja untuk melihat
dengan baik di tempat kerja adalah kualitas cahaya. Pencahayaan berkualitas, yang
diciptakan dengan memperhatikan kecerahan, kontras, kuantitas, dan warna
cahaya, menghasilkan visibilitas dan kenyamanan visual. Kontras antara objek
tugas dan latar belakang langsungnya harus cukup untuk memungkinkan pekerja
melihat tugas dengan jelas.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit cahaya dapat menghambat kemampuan
pekerja untuk melihat tugas secara efektif. Tingkat cahaya yang nyaman akan
bervariasi menurut individu. Misalnya, seorang pekerja berusia 60 tahun
membutuhkan 2 hingga 3 kali lebih banyak cahaya daripada pekerja berusia 20
tahun untuk mencapai kinerja visual yang sama. Tingkat cahaya yang nyaman
juga akan bervariasi menurut tugas. Semakin cepat, berulang, dan panjang tugas,
semakin penting untuk memiliki cukup cahaya. Dengan jenis tugas ini, mata lebih
rentan terhadap kelelahan dan produktivitas pekerja menurun (Sidebar) (Anshel,
2007).

D. Jenis Pencahayaan Di Tempat Kerja


Pencahayaan untuk tempat kerja saat ini sangat berbeda dari apa yang
dapat diterima di masa lalu. Ada 3 jenis sistem pencahayaan, yaitu: [1] Sistem
pencahayaan merata; [2] Sistem pencahayaan setempat; dan [3] Sistem
pencahayaan gabungan merata dan setempat. Sistem pencahayaan merata
memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika
tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat
pencahayaan yang sama. Sistem pencahayaan setempat memberikan tingkat
pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan
untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi,
diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini
diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di
atas tempat tersebut. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat
didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem
pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual
(Chandra & Amin, 2013).
E. Nilai Ambang Batas Pencahayaan
Pencahayaan yang diterapkan di suatu tempat harus disesuaikan dengan
standar yang berlaku. Berikut merupakan nilai ambang batas pencahayaan
berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No.5 Tahun 2018 yang
mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja :
F. Pengukuran Pencahayaan
Pencahayaan diukur menggunakan luxmeter yang mempunyai satuan lux.
Luxmeter mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudia energi listrik
tersebut dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakan jarum skala. Untuk alat
digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor.
Pengkuran intensitas cahaya dilakukan sesuai dengan SNI 16-7062-2004. Dalam
pelaksanaannya, terdapat syarat pengukuran yang harus dipatuhi, yaitu (SNI,
2004):
a) Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan
dilakukan.
b) Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.

Untuk metodenya dapat dilakukan sebagai berikut.


1) Hidupkan luxmeter yang telah terkalibrasi dengan membuka penutup sensor/
fotosel.
2) Lakukan pengukuran pada titik yang sudah ditentukan, baik untuk
pengukuran intensitas penerangan setempat atau umum.
3) Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat
sehingga didapat nilai angka yang stabil.
4) Catat hasil pengukuran pada lembar hasil pencatatan.
5) Matikan luxmeter setelah selesai melakukan pengukuran.
Untuk lebih memahami bagaimana pengkuran intensitas pencahayaan
menggunakan luxmeter. Berikut merupakan cara kerja dari luxmeter (SNI, 2004).
1) Sebelum pengukuran, tutup fotosel dengan bahan tidak tembus cahaya dan
memastikan bahwa jarum/ display menunjukkan angka “O”.
2) Sebelum pembacaan dilakukan pindahkan penutup dan biarkan sel terpapar
cahaya selama 5 menit.
3) Bila pengukuran dilakukan pada bidang horizontal setinggi + 0,85 m di atas
lantai.
4) Bila pengukuran dilakukan pada tangga atau koridor, maka luxmeter harus di
letakkan di lantai atau tempat injakan kaki.
5) Bila tingkat iluminasi pada bidang vertikal atau condong diukur maka
pembacaan harus dilakukan pada bidang relevan.
6) Bila pengukuran dilakukan di tempat kerja dimana sumber cahaya lampu TL
atau lampu merkuri pembacaan dilakukan paling sedikit 5 menit setelah
lampu tersebut menyala.
7) Pakaian surveyor hendaknya berwarna gelap. Hal ini untuk mencegah
pantulan cahaya dari pakaian surveyor.
8) Pembacaan dilakukan dengan keadaan perabot dan penghuni ruang pada
posisi kerja normal.
9) Bila suatu ruang kerja menggunakan cahaya alami dan buatan, maka dapat
dilakukan :
a. Pengukuran dilakukan dengan semua lampu menyala, membuka tirai
sehingga sumber cahaya alami ikut terukur.
b. Pembacaan dilakukan setelah 5 menit terpajan.
c. Setelah pembacaan, matikan lampu lalu diukur kembali dan lakukan
pembacaan.
d. Hasil gabungan pada proses diatas pada poin (a) dikurangi hasil
pembacaan poin (c), jika belum mewakili bisa dilakukan pengukuran di
malam hari.
G. Dampak Pencahayaan
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja akan menambah beban kerja
pekerjanya karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu cahaya
yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan
dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja. Pengaruh dan penerangan
yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan dampak, yaitu (Handayani et
al., 2013) :

a) Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja.


b) Kelelahan mental.
c) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
d) Kerusakan indra mata dan lain-lain. Pengaruh kelelahan pada mata tersebut
akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, seperti :
 Kehilangan produktivitas.
 Kualitas kerja rendah.
 Banyak terjadi kesalahan.
 Kecelakaan kerja meningkat

DAFTAR PUSTAKA
Anshel, J. (2007). Visual ergonomics in the workplace. AAOHN JOURNAL, 55(10), 414–420.
https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/216507990705501004
Chandra, T., & Amin, A. R. Z. (2013). Simulasi Pencahayaan Alami dan Buatan dengan Ecotect
Radiance Pada Studio Gambar. Arsitektur Komposisi, 10(3), 171–182.
https://ojs.uajy.ac.id/index.php/komposisi/article/viewFile/1112/941
Haeny, N. (2009). Anatomi Bola Mata Manusia. In Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-5700-
Analisis faktor-Literatur.pdf
Handayani, D., Fathimahhayati, L. D., Suhendrianto, Pinangki, S., & Dharma, I. G. B. B.
(2013). Analisis Pencahayaan Ruang Kerja: Studi Kasus Pada Usaha Kecil Mikro dan
Menengah (UMKM) Batik Tulis di Yogyakarta. Dinamika Rekayasa, 9(1), 6–9.
https://media.neliti.com/media/publications/58389-ID-analisis-pencahayaan-ruang-
kerja-studi-k.pdf
Kementerian Tenaga Kerja. (2018). Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/2018 Tentanf K3
Lingkungan Kerja. Permenakertrans, 5, 1–258. https://jdih.kemnaker.go.id/keselamatan-
kerja.html
Rohadi, R., & Yulianti, I. (2017). Uji Efektifitas Pencahayaan Ruang Kuliah Menggunakan
Software Calculux Indoor 4.12. Unnes Physics Journal, 6(1), 50–53.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj/article/view/21901/10402
SNI, B. (2004). Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja (SNI 16-7062-2004).
https://farmasiindustri.com/wp-content/uploads/2021/02/pengukuran-intensitas-
penerangan-di-tempat-kerja.pdf
Wibisono, A. (2009). HUBUNGAN ANTARA PENGLIHATAN, PENCAHAYAAN, DAN
PERSEPSI MANUSIA DALAM DESAIN INTERIOR. AMBIANCE.
https://media.neliti.com/media/publications/217750-hubungan-antara-penglihatan-
pencahayaan.pdf

Anda mungkin juga menyukai